Anda di halaman 1dari 12

BAB III

PERKEMBANGAN IRIGASI DI INDONESIA

3.1 Sejarah Irigasi di Indonesia

Irigasi merupakan suatu daya upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan

air bagi pertumbuhan tanaman sesuai dengan fase pertumbuhannya (tepat jumlah

dan waktunya) sehingga akan meningkatkan produktivitas dan hasil tanaman.

Menurut Vaunghn. E. Hansen.dkk. menyatakan bahwa irigasi didefinisikan

sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman apabila terjadi kekeringan, menurunkan

suhu dalam tanah, melunakkan lapisan keras tanah saat proses pengolahan tanah,

membawa garam-garam dari permukaan tanah ke lapisan bawah sehingga

konsentrasi garam di permukaan tanah menurun.12

Pengelolaan irigasi hampir tidak berubah meskipun sistem kerajaan

Hindu-Budha telah berganti menjadi kerajaan Islam. Masuknya bangsa Eropa ke

Pulau Jawa pada abad ke-16 telah merubah budaya dan teknologi tentang

sumberdaya air termasuk irigasi. Pemerintah Kolonial Belanda mulai melakukan

pembangunan sistem irigasi teknis di Indonesia pada abad ke 19.13 Pembangunan

itu tak dapat dipisahkan dari pelaksanaan kebijakan Sistem Tanam Paksa untuk

memacu ekspor komoditi perkebunan ke pasar Eropa.

12
Vaunghn. E. Hansen.dkk.2004. dasar-dasar dan Praktek Irigasi. Jakarta : IKAPI.Hal 4
13
Sigit Supadmo 2009. Mengembalikan irigasi untuk Kepentingan rakyat. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada. Hal 7

25
Hingga seperempat pertama abad 20, pengembangan irigasi berkelanjutan

merupakan bagian dari pengembangan kemanusiaan. Pengembangan aspek fisik

irigasi (bangunan berikut jaringan irigasi) berada dalam kedudukan yang sama

penting dengan aspek pengelolaan. Untuk dapat mengikuti pengembangan irigasi

yang bekelanjutan secara benar diperlukan penekanan kembali keseluruhan makna

arti irigasi sebagai ilmu teknologi dan juga dalam teknik pemakaian sehari-hari.14

Sejarah irigasi yang panjang di Indonesia telah memberikan kesempatan

bagi petani untuk menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan pengelola air irigasi

secara tradisional. Apabila sarana fisik sebuah jaringan irigasi merupakan

perangkat kerasnya, maka lembaga-lembaga tersebut, baik yang formal maupun

yang tidak formal merupakan perangkat lunaknya, yang mutlak diperlukan untuk

mengelola air irigasi sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga yang telah

dikembangkan oleh petani itu adalah merupakan semacam sumber daya nasional

yang sangat berharga, yang patut dipelajari agar potensi air irigasi dan

kemakmuran penghuni pedesaan dapat terus ditingkatkan

Perkembangan irigasi teknis di Indonesia lahir bersamaan dengan

pelaksanaan tanam paksa (Cultuurstelsel) yang dicanangkan oleh Gubernur

Jenderal Van den Bosch untuk mengeruk keuntungan dan menambal hutang

akibat Perang Diponegoro (1825-1830). Tebu merupakan tanaman budidaya yang

paling memberikan keuntungan pada waktu itu, namun setelah wabah kelaparan

pada 1840-1850-an, pemerintah kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya pada

14
Suprodjo Pusposutardjo, 2001. Pengembangan Irigasi:Usaha Tani berkelanjutan dan Gerakan
Hemat Air. Direktorat Jendral Pendididkan Tinggi. Hlm 5

26
pengairan untuk padi. Para insinyur Belanda pada waktu itu mengagumi sistem

irigasi tradisional yang telah berkembang di Jawa.

Puncak dari perkembangan tanam paksa ternyata hanya memperbaiki

keuangan Negeri Belanda, karena selama itu Belanda dianggap sebagai perusahan

Belansa.15 Di lihat dari segi irigasi tanam paksa memperoleh kemajuan di setiap

daerah-daerah dalam pembangunan irigasi, sehingga rakyat Indonesia banyak

yang menderita untuk memberikan hasil panen yang memuaskan. Akhrinya

Belanda merasa malu dan tanam paksa mulai berangsur dihapuskan,

Menjamin ketersedianya air bagi tanaman perkebunan. Pembangunan

irigasi di masa kolonial Belanda dilakukan dalam beberapa tahapan. Paling tidak

terdapat tiga periode pentahapan, yaitu:

1. masa tahun 1830-1885, merupakan masa pembangunan fisik bangunan

utama,

2. masa tahun 1885-1920, tahap pembangunan jaringan irigasi secara

utuh, dan

3. periode 1920–1942 merupakan pelaksanaan operasional sistem secara

mantap. Pentahapan ini juga berkaitan dengan tahapan perkembangan

stabilitas administrasi

Tahapan ini perkembangan stabilitas administrasi Pemerintah Kolonial

Belanda. Pada masa-masa awal pemerintah Kolonial baru mengembangkan

falisitas bangunan utama (head work) yang dilakukan masih secara empiris dan

mengadopsi bangunan irigasi yang telah dibangun penduduk asli. Tak jarang

15
Abdullah Angoedi, 1984. Sejarah Irigasi Di Indonesia. Bandung :ICID.Hal 64

27
timbul persoalan akibat tidak sempurnanya rancanngan pembangunan. Tetapi

semuanya itu selalu dapat diselesaikan. Melalui kajian berpuluhtahun pemerintah

kolonial kemudian mengembangkan irigasi modern di Indonesia dengan tata air

yang lebih terkendali dan terukur. Ketika mengembangkan teknik irigasi modern

di Indonesia, para insinyur Belanda harus mengubah konsep yang telah tertanam

di benak mereka dari upaya mengendalikan air menuju upaya mengelola dan

menyediakan air

Selain itu, sejalan dengan tuntutan terhadap peningkatkan produksi

tanaman perdagangan dan pertanian pada umunya, pelaksanaan sistem tanam

paksa bantak melakukan perbaikan atau pembuatan irigasi untuk meningkatkan

hasil panen perkebunan Belanda. Selain itu, sistem tanam paksa telah

mengenalkan tekhnologi baru dalam bidang pertanian untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi rakyat Paling tidak ada tiga fase perkembangan yang perlu

dicermati sebagai berikut.16

 Pertama, fase pembangunan irigasi oleh masyarakat tani. Akumulasi

pengalaman masyarakat tani terjadi dalam tempo yang lama mungkin

ribuan tahun seperti yang dilaporkan oleh Van Zetten Vander Meer,1979,

mungkin berlangsung sejak 16 abad sebelum masehi,dimulai dengan

pembangunan sawah tadah hujan, dan kemudian disusul dengan penemuan

teknologi mengalihkan air dari sungai. Walaupun teknologi pengalihan

aliran air tersebut bersifat sederhana yaitu pengambilan bebas (free

intake),namun makna dari temuan tersebut adalah terjadinya perubahan

16
Jurnal.; Effendi Pasandaran, reformasi irigasi Dalam Kerangka Pengelolaan Sumberdaya alam :
Analisi kebijakan Pertanian. Voluleme 3 No 3, September 2005 : 217-135

28
sosial seperti pembagian tenaga kerja dan akumulasi kesejahteraan. Irigasi

subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat yang

diperkirakan berlangsung sejak penghujung milenium pertama.

 Kedua, adalah fase koeksistensi antara irigasi masyarakat dan irigasi

berbasis pemerintah.Sejak pertengahan abad 19 irigasi dalam skala besar

dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Fase ini yang berlangsung

lebih dari satu abad, ( sejak 1948 – pertengahan dasawarsa tujuh puluhan)

walaupun pemerintah kolonial Belanda membangun irigasi dalam skala

besar pada sistem persawahan dan irigasi yang dirintis oleh masyarakat

namun masyarakat tani tetap meneruskan pengembangan sistem irigasi

mereka sendiri. Sistem irigasi yang dibangun masyarakat sering dianggap

sebagai sistem irigasi liar karena bagunannya yang bersifat sementara

yaitu mudah rusak bila diterjang banjir. Secara khusus sistem irigasi yang

dianggap baik oleh oleh pakar Belanda adalah irigasi subak di Bali dan

sisten irigasi yang dibangun didaerah daerah Solo dan Yogya.(Witzenburg,

1936. Van der Giessen, 1946)

 Fase ketiga adalah fase dominasi peranan pemerintah dalam pengelolaan

irigasi. Pada fase ini investasi irigasi dilakukan secara besar besaran

dengan tujuan mewujudkan tercapainya swasembada beras. Adanya

teknologi revolusi hijau yang rensponsif terhadap air memerlukan upaya

perbaikan infrastruktur irigasi yang sudah ada dan perluasan sistem irrigasi

khususnya di luar Jawa. .

29
Munculnya Politik Etis itu sendiri pada dasarnya mengarah pada

kepentingan kolonial, tetapi secara tidak langsung mendukung kemunculan kedua

golongan tersebut. Wertheim, misalnya, mengungkapkan bahwa pemberlakuan

Politk Etis dalam bidang irigasi ternyata memberi keuntungan bagi perkebunan

tebu yang jumlahnya sebanyak populasi pertanian. Pelayanan kesehatan, sebagian

berkaitan erat dengan kebutuhan dari berbagai perusahaan akan tenaga kerja yang

secara fisik baik. Perjuangan melawan penyakit-penyakit berat, seperti penyakit

pes dan kolera merupakan akibat langsung dari bisnis Barat. Sepanjang berkaitan

dengan pengajaran dasar dari sekolah desa dan pendidikan model Barat, materi

yang diberikan adalah sekitar pelatihan untuk personel administratif dalam badan-

badan pemerintahan. Selanjutnya, dalam bidang industri terutama diarahkan untuk

memenuhi kebutuhan perkebunan, sedangkan lalu lintas kereta api yang

dilengkapi dengan bengkel-bengkel perakitan yang membuat mesin adalah untuk

mendukung pabrik-pabrik gula

Era kolonoial ini, pembangunan keirigasian sudah mulai diintervensi oleh

kepentingan pemerintah kolonial. Pembangunan dan pengelolaan irigasi yang

sebelumnya banyak dikelola oleh masyarakat, sebagian telah diasimilasikan

dengan pengelolaan melalui birokrasi pemerintah. Teknologi yang digunakan dan

kelembagaan pengelola juga sudah dikombinasikan antara kemampuan

masyarakat lokal dengan teknologi dan kelembagaan yang dibawa oleh

pemerintah kolonial. Akibatnya manajemen pengembangan dan pengelolaan

sistem irigasi merupakan kombinasi antara potensi kapital sosial yang ada di

masyarakat dengan kemampuan birokrasi pemerintah Kolonial. Pada masa itulah

30
mullai timbul adanya buruh tani yang mengerjakan lahan-lahan pertanian atau

perkebunan milik pemerintah.

Demikianlah bahwa sistem pengelolaan irigasi pada masa kolonial

Belanda dilakukan dengan hampiran kekuasan untuk pembangunan ekomoni

negeri Belanda. Tetapi bagaimanapun juga pembangunan irigasi pada masa ini

tetap memberi beberapa hal positif. Sistem pengelolaan irigasi pada masa kolonial

Belanda telah memberikan dasar-dasar pengelolaan irigasi modern kepada kita.

Paska Kolonial di Indonesia, kegiatan irigasi di Indonesia tidak banyak di

lakukan oleh pemerintah, karena hanya memprioritaskan pembangunan politik

yang diwarnai terjadinya polarisasi kekuatan politik internasional pasca perang

duniake-2, serta suasana konfrontasi dengan negara tetangga waktu itu (Dawam

Rahardo, 1989).17 Sedangkan pada masa penjajahan Jepang tidak ada

pembanguna irigasi ataupun rehabilitasi pembangunan jaringan irigasi. Demikian

pula pada masa kemerdekaan dan masa Orde Lama.18 Namun perlu dicatat bahwa

orentasi sistem irigasi lebih fokus untuk meningkatkan hasil produksi tanaman

padi.

Pembangunan dan rehabilitasi besar-besaran di bidang irigasi, banyak

dilakukan oleh pemerintah masa orde baru untuk memperkuat sektor pangan.

Sehingga pemerintah berhasil mengantikan undang-undang pengairan versi

pemerintah Kolonial, menjadi UU No. 11/1974 tentang Pengairan. Akibat sangat

kuatnya orientasi pemerintah untuk meraih swa-swmbada pangan/beras, maka

17
(http://www.anakciremai.com/2009/04/makalah-geografi-tentang-sejarah.html
18
Seri Modul No PPA 1/22. 2006. Pengenaan Sistem Irigasi. Jakarta : Departemen Pekerjaan
Umum.hal. 6

31
kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi banyak dilakukan oleh

pemerintah. Pendekatan tersebut berakibat pada ditinggalkannya kapital sosial

masyarakat lokal dalam keirigasian, dan bahkan banyak terjadi marjinalisasi

kapital sosial masyarakat. Pendekatan tersebut membawa konsekuensi ketidak

jelasan peran masyarakat dalam keirigasian, yang akibat selanjutnya menjadi

masyarakat lokal yang pasif.19

Fenomena-fenomena empiris yang muncul, maka pemerintahan Orde Baru

memfokuskan pembangunan sektor sumberdaya air terutama pembangunan

irigasi. Adapun tujuan pembangunan itu adalah agar dapat memotong garis

kemiskinan melalui peningkatan produksi pertanian. Untuk mencapai tujuan,

maka pembangunan irigasi dilakukan dengan memakai tiga strategi, yaitu :

1. Pembangunan infrastruktur,

2. Pemberian insentif pada petani, dan

3. Pengembangan institusi, termasuk penyusunan hokum perundangan dan

organisasi pengelolaannya

Tiga strategi pembangunan irigasi masa Orde Baru sebetulnya menganut

paham modernisasi dan dekolonisasi yang muncul pada dekade 60’an.

Keberhasilan konsep diukur dengan adanya laju pembangunan ekonomi yang

cepat. Agar dapat mencapai tujuannya maka digerakkanlah mesin birokrasi

sehingga dominasi pemerintah akan sangat besar. Konsep ini secara global

berlangsung sampai akhirdekade 80’an.

19
http://ometrasyidi92.blogspot.com/2013/02/sejarah-dan-perkembangan-sistem.html di Unduh
tanggal 1 maret 2013

32
Meskipun pembangunan irigasi dilakukan berbasis pembangunan

insfrastruktur, tetapi secara normatif masalah pembinaan masyarakat mulai

menjadi perhatian pemerintah. Pada tahun 1969 dikeluarkan suatu Instruksi

Presiden tentang pembentukan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan

disusul dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembinaan P3A.20

Dengan demikian manajemen irigasi secara keseluruhan akan bersifat manajemen

produksi. Salah satu cirri pelaksanaan manajemen produksi ini adalah pelaksanaan

manajemen dengan focus pada pendekatan teknis dan financial

Upaya menjamin kecukupan pangan yang serasi dengan pembaharuan

kembali sumber daya alam termasuklah sumber daya air, maka Perubahan

paradigma pengelolaan sumberdaya air berjalan lebih cepat seiring dengan adanya

aksi refomasi sosial politik pada tahun 1998. Pada bulan April 1999 dikeluarkan

sebuah Instruksi Presiden (INPRES) no 3/1999 tentang pembaharuan kebijakan

pengelolaan irigasi (PKPI).21 Namun konsep pembangunan atau pengembangan

pertanian beririgasi yang berkelanjutan, pengertiannya belum diterima sebagai

kesepakatan global. Akan tetapi, disisi lain kebutuhan tentang konsep

keberlanjutan pertanian beririgasi semakin dianggap penting setelah berbagai

pengalaman dalam revolusi hijau banyak menimbulkan pengaruh timbal balik

yang negatif terhadap lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan

jaringan irigasi juga sesuai dengan pedoman UU No. 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air. No 20/2006 tentang Irigasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah

20
Sigit Supadmo Arif.2009. Mengembalikan Irigasi Untuk Kepentingan Rakyat. Yongakarta :
universitas gadjah mada.Hal 12
21
Ibid hal 12

33
Republik Indonesia pada bulan Mei 2006. PP no 20/2006 ini merupakan suatu

kebijakan baru sekaligus perubahan aturan pelaksanaan kegiatan operasi dan

pemeliharaan (O&P) irigasi. Persoalannya adalah, bila kebijakan dan pelaksanaan

O&P berubah maka butuh waktu untuk mencapai kesetimbangan sistem agar tidak

muncul dampak negatif dalam pelaksanaannya. Pada masa ini perlu dibangun

suatu sistem dan mekanisme pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang

memberi peran yang lebih nyata kepada masyarakat, dan juga perlu dijadikan

masa kebangkitan kapital sosial masyarakat dalam sistem keirigasian Indonesia

pada saat sekarang dan untuk kedepannya.

3.2 Sistem-Sistem Irigasi di Indonesia

Sistem irigasi yang ada sangat bervariasi bergantung pada jenis tanaman,

kondisi lahan dan air, cuaca, ekonomi, dan faktor budaya. Pengertian yang

sederhana sistem irigasi merupakan system yang sengaja yang dibuat untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan untuk budidaya pertanian yang

mengendalikan perpindahan air dari ke lahan atau kelahan lain22 Adapun

perkembangan irigasi di Indonesia dapat dilihat dari sistem-sistem irigasi yang

digunakan di Indonesiaa ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan

dan pengaturan air, sistem irigasi dapat di kelomokan sebagai berikut:23

1. Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)

Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang mengambil air langsung

di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan

22
Suprodjo Pusposutardjo, op.cit. Hal 11
23
Muhammad Rizal.2012. Rancangbangun Dan Uji Kinerja Sistem Kontrol Irigasi Tetes Pada
Tanaman Strawberry (Fragaria Vesca L).Makasar: Program Studi Keteknikan Pertanian Jurusan Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar.Hal 4

34
pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara

gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian

2. Irigasi Lokal

Sistem ini air didistribusikan dengan cara pipanisasi. Disini juga berlaku

gravitasi, dimana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu. Namun air

yang disalurkan hanya terbatas sekali atau secara lokal.

3. Irigasi dengan Penyemprotan

Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkler. Air yang

disemprot akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas,

daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

4. Irigasi Tradisional dengan Ember

Di sini diperlukan tenaga kerja yang banyak. Disamping itu juga

pemborosan tenaga yang harus membawa ember.

5. . Irigasi Pompa Air

Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air,

kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau

saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

6. Irigasi Tanah Kering dengan Terasisasi

Di Afrika yang sering dipakai sistem ini, dipakai untuk distribusi air.

7. Irigasi Tanah Kering atau Irigasi Tetes

Irgasi lahan kering merupakan irigasi air yang sangat langka dan

pemanfaatannya harus efisien. Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan

35
berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana

irigasi yang tersedia. Ada beberapa sistem irigasi untuk tanah kering, yaitu:

1. irigasi tetes (drip irrigation),

2. irigasi curah (sprinkler irrigation),

3. irigasi saluran terbuka (open ditch irrigation), dan

4. irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation).

Irigasi tetes merupakan salah satu irigasi alternatif. Misalnya sistem irigasi

tetes pada tanaman cabai. Ketersediaan sumber air irigasi sangat penting. Salah

satu upaya mencari potensi sumber air irigasi adalah dengan melakukan deteksi

air bawah permukaan melalui karakteristik air bawah

36

Anda mungkin juga menyukai