Anda di halaman 1dari 27

2

PROPOSAL

KEEFEKTIFAN MODEL BERMAIN PERAN DALAM


PEMBELAJARAN DRAMA PADA SISWA KELAS
VIII SMP NEGERI 34 MAKASSAR

Penelitian Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Menyusun Skripsi Pada


Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan Universitas Islam Makassar

Oleh

ANDI.MUHAMMAD ILHAM
17083014008

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

2021
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata pelajaran Bahasa Indonesia terdapat empat dasar keterampilan,yaitu

keterampilan menulis, keterampilan berbicara, keterampilan membaca,dan

keterampilan menyimak. Pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa dan sastra

Indonesia di sekolah menengah adalah agar siswa terampil mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis. Seorang siswa yang belum memiliki

keterampilan bahasa dengan baik akan menemukan kesulitankesulitan dalam

berkomunikasi, karena apa yang dipikirkan dan dirasakannya tidak dapat

diungkapkan kepada orang lain dengan jelas.

Hasil dari karya sastra baik yang berupa puisi, prosa, maupun drama telah

diajarkan melalui bangku sekolah pada pengajaran bahasa Indonesia yang tidak

hanya bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga

kemampuan untuk mengapresiasi dari hasil karya sastra tersebut. Salah satu hasil

dari karya sastra ialah drama, di mana drama adalah salah satu genre sastra yang

hidup dalam dua dunia, yaitu seni sastra dan seni pertunjukan atau teater. Orang

yang menganggap drama sebagai seni pertunjukkan akan membuang fokus itu

sebab perhatiannya harus dibagi rata dengan unsur lainnya.1

1
Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung:1997). h 144
4

Di dalam setiap pengajaran, khususnya pengajaran sastra drama tentu

memiliki tujuan yang hendak dicapai baik itu secara berkelompok maupun secara

individu. Pengajaran sastra di sekolah, khususnya drama merupakan suatu

pengajaran yang membutuhkan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara

berencana. Sebagai suatu kegiatan yang direncanakan, tentu mempunyai tujuan

yang ingin dicapai. Pendalaman dan pemahaman tujuan tersebut ikut menentukan

baik tidaknya pengajaran drama di sekolah. Namun, pada kenyataannya

pengajaran sastra tidaklah seindah yang dibayangkan, oleh karena banyaknya

tenaga pengajar yang tidak mampu untuk mengajarkan sastra dan dengan

berlandaskan atas dasar ketidaktersedianya media ataupun sarana serta metode

untuk pengajaran sastra, sehingga harapan terhadap keberhasilan pengajaran sastra

sulit untuk terpenuhi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus sebab dapat

mengganggu proses pengajaran sastra, khususnya di Sekolah Menengah Pertama.

Banyak metode yang dapat digunakan. Namun Seorang guru harus

mengetahui metode yang tepat yang dapat di gunakan untuk pengajarannya

meskipun media dan sarana untuk pengajaran merupakan ujung tombak dari

keberhasilan suatu pembelajaran yang dipegang penuh oleh tenaga pengajar

(guru). Metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan

yang ditentukan.2 Oleh karena itu, di dalam proses pengajaran dibutuhkan metode
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (Jakarta, Balai Pustaka:2003). h 740
5

tertentu untuk merangsang anak didik guna keberhasilan pencapaian tujuan dari

pengajaran.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh tenaga pengajar yakni menggunakan

metode bermain peran di dalam pengajaran drama guna pencapaian hasil belajar

yang lebih efektif. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan dan

kemunduran mutu pendidikan selalu dikembalikan kepada guru walaupun

demikian, terlalu berlebihan sebab keberhasilan proses belajar mengajar

ditentukan oleh banyak faktor seperti: siswa, metode, alat, dan sarana pengajaran,

serta situasi belajar3

Metode bermain peran memiliki banyak kelebihan seperti melibatkan

siswa dalam pembelajaran yang langsung dan eksperimental, sehingga

meningkatkan minat, antusiasme, partisipasi belajar siswa, dan meningkatkan

pemahaman siswa terhadap materi karena adanya demonstrasi pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang diperoleh (Kisnawaty, 2013: 6). Bermain

peran memperhatikan urut-urutan logis, keterkaitan materi antar pelajaran,dan

cakupan keluasan materi pelajaran, sehingga memudahkan siswa dalam

penguasaan materi. Bermain peran memberi kebebasan siswa untuk berpikir

berpendapat, dan berkreasi secara mandiri. Metode bermain peran membantu

3
Sufiani. “Problematika Pengajaran Drama di SLTP Negeri 3 Bantimurung Kabupaten
Maros”. Skripsi FBS UNM. (Makassar:2004) . h 4
6

proses pembelajaran keterampilan bercerita, sehingga akan mendorong siswa

untuk lebih aktif dan kreatif.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengadakan

penelitian untuk mengetahui sejauh manakah keefektifan pengajaran drama

dengan menggunakan metode bermain peran pada siswa kelas VIII SMP Negeri

34 Makassar.

B. Rumusan Masalah

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah Efektivitas Pengajaran Drama

dengan Menggunakan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri

34 Makassar?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pada

hakikatnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data mengenai

keefektivitasan pengajaran drama dengan menggunakan metode bermain peran

pada siswa kelas VIII SMP Negeri 34 Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dalam

mengkaji metode-metode pengajaran sastra, khususnya pengajaran drama.


7

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan

pemahaman atau wawasan tentang metode pengajaran drama, dan memberikan

sumbangan pikiran terhadap tenaga pengajar, khususnya pada pengajaran

drama.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Drama

1. Pengertian Drama

Istilah “drama” semula berasal dari Yunani yang berarti perbuatan atau

pertunjukan. Sebagai sebuah karya seni yang lainnya dasar karya sastra ini pun

berasal dari kehidupan manusia dengan serba anekanya. Hanya bedanya, jika

cerpen, novel, atau pun puisi, cara menikmati dan juga memahaminya dengan

dibaca, berbeda dengan karya sastra drama yakni harus dengan cara

menontonnya. Selain dengan cara menonton, cara menikmatinya pun dapat

dengan membaca naskah atau skenario, tetapi hal itu bukanlah menikmati

drama dalam arti yang sebenarnya. Sebuah skenario atau naskah drama,

hakikatnya bukanlah sebuah drama karena unsur-unsur esensial sebuah “seni

drama” belum kelihatan lengkap dan sempurna sebelum naskah tersebut

dipentaskan. Drama merupakan komposisi syair atau prosa yang diharapkan

dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau

dialog yang dipentaskan (KBBI, 2003: 275).

Adapun beberapa batasan yang dikemukakan antara lain; oleh H.B. Yasin

(dalam Sufiani, 2004: 6) mengatakan bahwa drama adalah rentetan kejadian

yang merupakan cerita. Sedangkan menurut Rendra (dalam Sufiani, 2004: 6)

mengatakan bahwa drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan


9

pikiran dan perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan

kata-kata. Pendapat lain yakni dari Aristoteles (dalam Sufiani, 2004: 6) bahwa

drama adalah penyajian atau peragaan (peniruan) semua kejadian atau cerita.

Sedangkan menurut Moolton (dalam Sufiani, 2004: 6) mengemukakan bahwa

drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak. Selain itu, drama adalah

cerita yang dipanggungkan (Hazin, 1990: 90).

Kata “drama” biasanya diperuntukkan bagi karya pentas yang serius,

sehingga hampir sinonim dengan tragedi. Tokoh-tokoh dalam sebuah drama

meliputi: peran utama dipegang oleh protagonis lawannya ialah antagonis.

Perbuatan dan pandangan kedua tokoh itu yang berbeda menimbulkan konflik

(Hartoko, 1986: 20).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan sumber di atas, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1) Drama adalah cabang seni,

2) Drama dapat berbentuk prosa atau puisi,

3) Drama mementingkan dialog, gerak, dan perbuatan,

4) Drama adalah lakon yang dipentaskan di atas panggung,

5) Drama adalah seni menggarap lakon-lakon, mulai penulisan hingga

pementasannya,

6) Drama membutuhkan ruang, waktu, dan penonton,

7) Drama adalah gambaran hidup yang disajikan dalam gerak,

8) Drama adalah sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati.


10

2. Unsur-unsur yang Membangun Drama

Unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra dikategorikan ke

dalam dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik

adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri.

Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang membangun karya sastra dari luar

karya sastra tersebut. Misalnya; agama, ekonomi, kebudayaan, maupun adat

istiadat.

Adapun unsur intrinsik yang membangun karya sastra drama yaitu:

1. Tema

Tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu yang

membentuk dan membangun dasar bahkan gagasan utama dari suatu

karya fiksi.

2. Latar (setting)

Latar atau setting adalah merupakan latar belakang fisik, unsur tempat,

waktu, dan suasana dalam sebuah cerita. Akan tetapi, latar sebuah cerita

itu akan berkaitan dengan hal seperti adat istiadat, agama, dan lain

sebagainya yang berhubungan dan hendak diceritakan.

3. Penokohan

Perwatakan atau penokohan ialah tokoh pemain dalam karya susastra

yang hanya diungkapkan satu segi wataknya, tidak dikembangkan

secara maksimal, dan apa yang dilakukan atau dikatakannya tidak

menimbulkan kejutan pada pembaca (KBBI, 2003: 1203).


11

4. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan visi pengarang, artinya sudut pandang yang

diambil oleh pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Namun hal

itu harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi.

3. Jenis Karya Sastra Drama

1) Isi Lakon

Berdasarkan isi lakon atau ceritanya (Juanda, 2002: 80), karya sastra

drama dapat dibagi sebagai berikut:

a. Tragedi atau duka cita; yaitu jenis drama yang melukiskan

perikehidupan tokoh yang penuh dengan kemalangan atau kesedihan.

b. Komedi atau suka cerita; yaitu melukiskan perikehidupan tokoh yang

membuat selalu tergelitik untuk tertawa.

c. Melodrama; yaitu jenis drama yang merupakan gabungan antara

tragedi dan komedi.

d. Farce; yaitu jenis drama yang kejadian-kejadiannya dan tokoh-

tokohnya pun mungkin terjadi bahkan ada, tetapi tidaklah begitu besar

kemungkinannya itu, menimbulkan kelucuan seenaknya yang tidak

teratur dan tidak menentu. Selain itu, segala sesuatu yang terjadi

muncul dari situasi, bukan dari tokoh.

2) Berdasarkan Penyajian

Jika dipandang dari cara menyajikannya di atas pentas atau panggung (Juanda,

2002: 81), maka drama dapat dibedakan atas:


12

a. Pantomim, yakni jenis drama yang cara menyajikannya hanya dengan

gerak-gerak saja. Dalam drama jenis ini tidak akan kita jumpai kata-

kata atau dialog antar pelakunya.

b. Opera, yakni drama yang dialog-dialognya disampaikan dengan

nyanyian.

c. Sendratari, yakni jenis drama yang penyuguhannya menggunakan

tarian. Pada drama jenis ini, dialog juga tidak akan kita temukan dalam

pementasan. Kata “Sendratari” adalah gabungan dari “Seni drama”

dan “tari”.

d. Drama mini kata. Dalam drama jenis ini, dialog-dialog antara para

pelaku amat sedikit kita dapatkan. Contoh drama mini kata, misalnya:

 Bib Bop karya W.S. Rendra

 Entah karya Putu Wijaya

4. Strategi Pengajaran Drama

Rahmanto (dalam Djumingin, 2004: 42) memaparkan cara mengajarkan

drama pada siswa, yakni:

 Melakukan pembacaan naskah drama di kelas sebagai suatu cara

perkenalan.

 Menyiapkan rekaman atau model drama.

 Memberikan latihan gerak semua anggota tubuh (olah tubuh) sebagai

latihan dasar.
13

 Siswa disuruh mengamati dan mendiskusikan gerakan atau aktivitas

temannya.

 Setelah para siswa berhasil menirukan gerakan-gerakan sederhana

dengan baik, mereka kemudian dapat diminta untuk memikirkan situasi

yang lebih kompleks dengan menirukan gerak-gerak yang lebih

bervariasi.

 Sampai pada tahap-tahap tertentu, latihan gerak ini hendaknya mulai

disertai dengan latihan mengucapkan kata-kata.

 Untuk latihan perpaduan gerak dengan kata-kata ini, guru hendaknya

menentukan pemilihan cerita dan skenario yang sebelumnya telah

dikenal siswa.

 Siswa hendaknya mulai dibina untuk mencari situasi dramatis dalam

cerita dan mencoba menyusunnya sendiri.

5. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan oleh Guru dalam Pementasan

Drama

Adapun beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan sebelum

pementasan drama dilakukan, yakni:

1. Alur Cerita

Sebagai guru, harus benar-benar memahami jalannya cerita dari satu

adegan ke adegan berikutnya, sehingga dapat memberikan pengarahan

yang benar kepada anak-anak.


14

2. Waktu

Alokasi waktu harus diatur dengan baik untuk setiap adegan, agar

setiap adegan tidak menyerap waktu terlalu banyak.

3. Penokohan

Pilihlah anak-anak yang memiliki kemampuan (menghafal dan

berakting) dan keberanian untuk menjadi pemeran utama, yang harus

mengucapkan dialog. Namun demikian, Anda jangan mengabaikan anak

yang pemalu. Mereka tetap dapat diikutsertakan dalam drama sebagai

pemeran pembantu atau figuran yang tidak perlu mengucapkan banyak

kata-kata.

4. Setting Panggung

Penataan panggung ini dapat disesuaikan dengan besarnya

panggung. Untuk yang besar dan luas, maka bisa ditata sedemikian rupa

sesuai dengan adegan-adegan dalam naskah (dua atau tiga latar belakang).

Namun untuk panggung yang tidak besar, panggung dapat ditata dalam

tiap babak.

5. Kostum Pemain

Sedapat mungkin sediakan kostum yang sesuai dengan cerita untuk

menambah semarak pementasan cerita.


15

6. Musik Pengiring

Iringan musik dapat digunakan untuk mendukung suasana dalam

setiap adegan dan setiap babak. Untuk itu persiapkan musik pengiring

yang sesuai dengan semangat setiap babak.

7. Lighting

Lighting juga dapat digunakan untuk mendukung suasana. Anda bisa

menggunakan spot light dengan aneka warna. Namun apabila tidak ada

spot light Anda bisa menggunakan bohlam aneka warna yang ditata

sedemikian rupa, sehingga Anda dapat mengatur lampu sesuai dengan apa

yang diinginkan.

8. Sound System

Sediakan sound system yang memadai dan beberapa mikrofon di

panggung agar anak tidak perlu berteriak dalam mengucapkan dialognya.

9. Latihan

Usahakan latihan sebanyak mungkin agar anak semakin mahir dalam

melakukannya. Dalam latihan yang perlu diperhatikan:

 latihan menghafal naskah dan urutan-urutan adegan,

 latihan suara, khususnya intonasi suara,

 latihan ekspresi wajah dan sikap,

 latihan akting adegan yang sulit-sulit.


16

10. Pementasan

Pada saat pementasannya, pastikan anak-anak tidak tegang. Berikan

waktu persiapan ekstra supaya tidak terburu-buru, khususnya dalam

mendandani anak dan memakaikan kostumnya.

6. Keuntungan-keuntungan mengajarkan drama bagi siswa

Dengan mengajarkan drama kepada siswa, maka ada beberapa

keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh siswa bersangkutan yaitu:

1) Cara efektif untuk menolong anak belajar konsep-konsep, prinsip-prinsip

dan sifat-sifat manusia yang abstrak.

2) Kemampuan anak untuk berkonsentrasi terbatas (15 menit), lebih dari itu

akan sulit. Oleh karena itu, mendengarkan satu orang yang berbicara

secara monoton akan membuat anak cepat bosan. Dengan drama anak

mendapat lebih banyak variasi sehingga anak bisa bertahan duduk dan

mendengarkan cerita lebih lama.

3) Dengan mendengar dan melihat cerita lewat drama, anak akan mengingat

apa yang diajarkan lebih baik; apalagi untuk anak-anak yang terlibat

langsung dalam memainkan drama.

4) Melalui drama, anak akan mendapatkan kesan emosi yang mendalam

karena dengan melihat secara langsung adegan itu dimainkan, anak akan

mendapatkan kesan emosi tidak mudah dilupakan.

5) Bagi anak-anak yang terlibat dalam memainkan drama, mereka dapat

belajar untuk mengekspresikan emosi-emosi tertentu.


17

6) Melatih anak untuk berani berdiri di depan umum dan memberikan rasa

percaya diri kalau mereka berhasil melakukannya.

7) Membangun kemampuan kerja sama dalam kelompok.

8) Mendorong anak berkreasi dan mengembangkan talenta yang ada.

B. Metode Pembelajaran

a. Hakikat Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan

dari proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Metode pembelajaran

merupakan suatu cara yang dipilih oleh seorang guru untuk

menyampaikan pelajaran agar mencapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Ahmadi dan Prastya (2005:

52) yang mengatakan bahwa metode pembelajaran merupakan teknik

penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi

pelajaran kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau secara

kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan

dimanfaatkan oleh murid dengan baik.

Metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru

ketika mengadakan hubungan dengan peserta didik saat berlangsungnya

pembelajaran. Ginting (2008: 42) memberikan penjelasan, bahwa metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas dalam

memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik

dan sumberdaya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri
18

pembelajar. Hal ini membuktikan metode dalam rangkaian sistem

pembelajaran memegang peran yang penting, karena keberhasilan

pembelajaran bergantung pada cara guru dalam menggunakan metode

pembelajaran.

b. Fungsi Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran sebagai salah satu penunjang keberhasilan

tercapainya pembelajaran tentu memiliki fungsi dalam aktivitas belajar

mengajar. Anitah (2009: 5) mengungkapkan metode pembelajaran

ditinjau dari segi prosesnya memiliki fungsi sebagai berikut.

1) Sebagai cara atau alat untuk mencapai tujuan pembelajaran

atau membentuk kompetensi siswa.

2) Sebagai gambaran aktivitas yang harus ditempuh oleh

siswa dan guru kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

3) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk menentukan

alat penilaian dalam pembelajaran.

4) Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bimbingan

dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

C. Metode Bermain Peran

a. Hakikat Metode Bermain Peran

Metode bermain peran merupakan sebuah metode yang digunakan

dalam pembelajaran bahasa khususnya pembelajaran keterampilan bercerita.

Supriono dan Sapari (2001: 137) mengungkapkan bermain peran adalah


19

tindakan di luar peranan yang ditentukan sebelumnya, karena tujuannya

adalah menciptakan kembali gambaran histori masa silam, peristiwa yang

mungkin terjadi pada masa mendatang, peristiwa-peristiwa sekarang atau

situasi-situasi bayangan pada suatu tempat serta waktu tertentu, sehingga

siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pribadi dan motivasi

yang mendorong tingkah lakunya. Pendapat ini didukung oleh Soeparno

(2008: 101) yang mengatakan, bahwa main peran atau role playing

merupakan suatu kegiatan berupa penampilan tingkah laku, sifat, watak, dan

perangai suatu peran tertentu untuk menciptakan suatu imajinasi yang dapat

melukiskan peristiwa yang sebenarnya.

Zaini (2008: 98) mengemukakan pengertian bermain peran (role

playing) dengan lebih luas, bahwa bermain peran adalah suatu aktivitas

pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan

pendidikan secara spesifik. Filina (2013: 314) mengartikan metode bermain

peran merupakan suatu bentuk permainan anak-anak yang aman dan bentuk-

bentuk permainan yang sesuai dengan struktur lingkungan atau permainan-

permainan dengan menggunakan boneka, rumah rumahan, yang pada

dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan

masalah social

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwa metode bermain peran merupakan metode dalam

pengajaran keterampilan berbahasa khususnya keterampilan bercerita


20

dengan melakukan suatu peran yang telah dirancang atau direncanakan

sebelumnya.

b. Fungsi, Tujuan, Manfaat Metode Bermain Peran

Metode bermain peran sebagai salah satu metode pembelajaran

keterampilan bercerita mempunyai fungsi, tujan, serta manfaat di dalam

penerapanya. Huda (2014: 116) memberikan gambaran mengenai fungsi

dari metode bermain peran yaitu, (1) mengeksplorasi perasaan siswa; (2)

mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan

persepsi siswa; (3) mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah

laku; (4) mengeksplorasi pelajaran dengan cara yang berbeda.

Tujuan metode bermain peran seperti yang diungkapkan oleh

Soeparno (2008: 101) antara lain: (1) memberikan kesempatan kepada siswa

untuk melatih kemampuan berbicara menggunakan kalimat yang sesuai

dengan pola yang telah diajarkan; (2) memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berlatih memahami kalimat- kalimat yang diucapkan orang lain secara

tepat sesuai dengan apa yang dimaksudkan; (3) melatih siswa untuk

menghadapi situasi yang terjadi di dalam masyarakat yang sebenarnya; (4)

mengembangkan dan menanamkan sikap serta tingkah laku yang baik serta

dapat mengoreksi sikap serta tingkah laku yang kurang baik.

Selain fungsi dan tujuan di atas, metode bermain juga mempunyai

beberapa manfaat. Ruminiati (2007: 5) memberikan penjelasan mengenai

manfaat dari metode bermain peran yaitu sebagai berikut: (1) sebagai sarana
21

menggali perasaan siswa; (2) untuk mengembangkan keterampilan siswa

dalam memecahkan masalahnya; (3) Untuk mendapatkan inspirasi dan

pemahaman yang dapat mempengaruhi sikap, nilai dan persepsinya; (4)

untuk mendalami isi mata pelajaran yang dipelajari; (5) untuk bekal terjun

ke masyarakat dimasa mendatang sehingga siswa dapat membawa diri

menempatkan diri, menjaga dirinya sehingga sudah tidak asing lagi apabila

dalam kehidupan bermasyarakat terjadi banyak siswa yang berbeda-beda.

c. Keunggulan Metode Bermain Peran

Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai sebuah keunggulan,

begitu pula dengan metode bermain peran. Menurut Zain dan Djamarah

(2002: 67), metode bermain peran mempunyai beberapa kelebihan dalam

pembelajaran yaitu sebagai berikut.

1) Siswa melatih dirinya memahami dan mengingat isi bahan

yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami,

menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk

materi yang harus diperankannya.

2) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada

waktu bermain peran para pemain dituntut untuk

mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang

tersedia.
22

3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga

dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari

sekolah.

4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan

sebaikbaiknya.

5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi

tanggungjawab dengan sesamanya.

6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih

baik agar mudah dipahami orang lain.

B. KERANGKA PIKIR

Dengan memperhatikan uraian pada tinjauan pustaka, maka pada

bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai

landasan berpikir untuk mengarahkan penulis menentukan data dan informasi

dalam penelitian ini, demi pemecahan masalah yang telah dirumuskan di

depan. Landasan pemikiran yang dijadikan pegangan dalam penulisan ini

adalah penggunaan metode bermain peran yang digunakan oleh guru di dalam

pengajaran drama di sekolah.Adapun skema kerangka pikir sebagai berikut:

Bangan Kerangka Pikir


23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel dan Desain Penelitian

1. Variabel Penelitian

Penelitian ini berjudul “Keefektifan Model Bermain Peran Dalam

Pembelajaran Drama Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 34 Makassar.”

Adapun variabelnya yaitu Efektivitas Pengajaran Drama dengan

Menggunakan Metode Bermain Peran yang juga biasa disebut dengan variabel

tunggal.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan melibatkan dua

kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebagai

gambaran umum proses berlangsungnya penelitian ini, maka diuraikan desain

penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:

Memberikan perlakuan yang berbeda pada siswa sampel baik kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol, yaitu kelompok eksperimen diberi

perlakuan (koreksian). Perlakuan yang dimaksud yakni pemaparan tentang

drama secara jelas dan juga penyelesaiannya. Sedangkan kelompok kontrol

tidak diberi perlakuan (non-koreksian), maksudnya kelas kontrol hanya

mendapatkan informasi tentang isi drama tersebut tanpa adanya penyelesaian

yang terdapat pada drama tersebut. Penyelesaian tentang tentang


24

permasalahan yang terdapat pada drama tersebut. Setelah itu, kedua kelompok

diberi tes yang sama. Setelah diberi perlakuan yang berbeda, kedua kelas diuji

coba dengan memberi tes untuk mengetahui bagaimana penguasaan siswa

terhadap materi atau pun drama yang telah dipaparkan oleh peneliti.

B. Definisi Operasional Variabel

Keefektifan metode bermain peran adalah suatu keberhasilan, pengaruh

sebagai akibat dari perlakuan metode dan media dalam proses pembelajaran,

perlakuan yang dimaksud dalam hal ini adalah penggunaan metode bermain peran

dalam proses belajar mengajar pada pembelajaran drama guna mengetahui tingkat

keberhasilan metode pengajaran tersebut.

Metode bermain peran itu sendiri merupakan suatu jenis teknik simulasi

yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antarinsan

(Hamalik, 2005: 199). Jadi maksud dari penggunaan metode bermain peran pada

drama ini yakni peneliti menyajikan sebuah permasalahan sosial yang telah

dikemas dalam bentuk drama yang kemudian dipaparkan kepada siswa dengan

tujuan agar siswa mampu memerankan tokoh-tokoh yang ada pada drama

tersebut dengan baik serta mampu menyelesaikan masalah yang ada drama itu

pula.
25

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1998: 115).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua siswa kelas VIII

SMP Negeri 34 Makassar.

2. Sample

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

1998: 117). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik

random atau acak. Dalam artian, sampel itu didasarkan dengan pertimbangan

bahwa jumlah sampel tersebut dapat mewakili jumlah populasi. Penarikan

sampel dilakukan dengan purposif sampel dengan pertimbangan bahwa subjek

yang diteliti itu mempunyai latar belakang pembelajaran yang sama baik

karena referen (buku acuan) yang digunakan dalam pembelajarannya sama,

serta guru dan metode pembelajaran yang mereka dapatkan juga sama.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini

adalah penelitian eksperimen. Adapun teknik yang ditempuh oleh peneliti dalam

mengumpulkan data, yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan dalam penelitian ini yang dilakukan

dengan mengunjungi objek penelitian selama satu bulan. Hal ini dilakukan

oleh peneliti guna ketika pelaksanaan penelitian dilakukan, tidak akan ada lagi
26

rasa asing terhadap si peneliti dan objek. Selain itu, observasi pula dilakukan

oleh peneliti ketika objek penelitian sedang melakukan tes yaitu bermain

peran.

2. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara secara tidak terstruktur sesuai dengan

kebutuhan penelitian sebagai langkah awal guna mencari informasi untuk

langkah selanjutnya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu cara peneliti di dalam

mengumpulkan data. Dokumentasi yang dimaksudkan yakni pengambilan

gambar pada saat proses bermain peran itu berlangsung guna adanya

pembuktian atas aktivitas bermain peran yang dilakukan oleh objek penelitian.

4. Eksperimen

Eksperimen merupakan kunci utama dari penelitian ini sebab penelitian

ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan metode bermain

peran sebagai bahan percobaan terhadap siswa.


27

E. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. 4

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap

tertentu.

a. Reduksi data

Merupakan proses penelitian, pemusatan penelitian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan

tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian

berlangsung. Secara teknis, pada kegiatan reduksi data ini data-data yang

dikumpulkan dari lokasi penelitian akan diorganisir ke dalam sebuah “matriks

analisis data”,

b. Penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Dalam penelitian

kualitatif.Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah terorganisir ke

dalam matriks analisis data akan disajikan kedalam bentuk teks naratif.

4
Sugiyono (2008: 246)
28

c. Penarikan kesimpulan

Merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Secara

teknis proses penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan

cara mendiskusikan data-data empiris hasil penemuan di lapangan dengan teori-

teori yang disusun dalam bab tinjauan pustaka usul penelitian ini, ataupun teori-

teori lain yang relevan dengan permasalahan penelitian yang akan

ditemukan.Sejak awal memasuki lapangan dan selama pengumpulan data,

peneliti menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yakni

dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul

dan sebagainya, yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif

dan melibatkan interpretasi sendiri.

Anda mungkin juga menyukai