Anda di halaman 1dari 371

KUMPULAN TUGAS TUGAS KEPERAWATAN

KELUARGA

Jurnal dan Pembahasan Issue dan Trend Keperawatan Keluarga


Kelas Sukabumi Semester 3 Tahun 2020

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RAJAWALI


BANDUNG 2020
Nama : Hekata Meyat
NPM :1218167
Semester : 3 (Tiga)

Pentingnya Mendogeng untuk Pendidik Anak Usia Dini

Devi Nawangsasi
Email: devi.nawangsasi@fkip.unila.ac.id
PG-PAUD/FKIP Universitas Lampung

ABSTRACT
Storytelling is closely related to early childhood development. This is very important for children's
development, among others: stimulating the power of thinking, effective media, sharpening
children's sensitivity to sounds, fostering interest in reading and fostering a sense of empathy. The
purpose of this study is to determine the level of understanding of teacher knowledge in storytelling
for early childhood correctly and appropriately.
The results showed the average pre-test value was 45.26 increased with the posttest result of 49.16
with a significance value of 0.028 (p <0.05). This shows that the results from before training after
training storytelling has increased or changed. So it can also be concluded that the more often
research is carried out, the more impact on the ability of storytelling teachers to increase.
Keywords: fairy tales, educators, early childhood
ABSTRAK

Mendongeng erat kaitannya dengan perkembangan anak usia dini. Hal ini sangat penting bagi
perkembangan anak antara lain : merangsang kekuatan berpikir, media yang efektif, mengasah
kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian, menumbuhkan minat baca dan menumbuhkan rasa
empati. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman pengetahuan guru
dalam mendongeng untuk anak usia dini dengan benar dan tepat.

Hasil menunjukkan nilai pre-test rata-ratanya adalah 45,26 mengalami kenaikan dengan
hasil posttest 49,16 dengan signifikansi bernilai 0.028 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa hasil
dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan mendongeng mengalami kenaikan ataupun
mengalami perubahan. Jadi dapat pula disimpulkan bahwa semakin sering dilakukan penelitian
maka akan semakin berdampak terhadap kemampuan mendongeng guru yang meningkat.

Kata kunci : dongeng, pendidik, anak usia dini

© 2019 Published by Panitia Seminar Pendidikan PG-PAUD Unila


PENDAHULUAN
Anak merupakan makhluk yang unik dan Para ahli menyebutkan bahwa cara optimkal
istimewa. Dikatakan unik karena setiap anak mengembangkan potensi anak itu adalah dengan
memiliki ritme perkembangan dan karakteristik selalu merangsang kelima panca inderanya.
yang berbeda-beda. Istimewa karena anak pada Banyak hal yang dapat dilakukan. Namun
masa anak usia dini inilah semua aspek sesungguhnya dengan mendongeng atau
perkembangan berkembang sangat pesat. membacakan buku cerita sejak dini pada anak
Perkembangan kecerdasan anak yang sangat merupakan cara yang paling mudah. Anak belajar
pesat terjadi sejak anak baru lahir sampai usia dari apa yang diberikan oleh lingkungan
lima tahun, sehingga hampir 50% potensi sekitarnya. Kelima panca inderanya merespon dan
kecerdasan anak sudah terbentuk pada usia orak menyerap semua informasi yang diterima.
empat tahun. Kemudian secara bertahap
Agus Triyanto (2007) definisi dongeng adalah
mencapai 80% pada usia delapan tahun.
cerita fantasi sederhana yang tidak benar-benar
Kreativitas anak mulai meningkat pada usia tiga
terjadi berfungsi untuk menyampaikan ajaran
tahun dan mencapai puncaknya pada usia empat
moral (mendidik) dan juga menghibur. Jadi,
setengah tahun. Kreativitas anak akan menurun
dongeng merupakan salah satu bentuk karya
apabila tidak diberikan kesempatan untuk
sastra yang ceritanya tidak benar-benar
berkembang potensi kecerdasannya.
terjadi/fiktif. Menurut (James Danandjaja, 2007:
Pada saat ini sangat memprihatinkan 83) pengertian dongeng adalah cerita pendek
apabila kita menyaksikan anak usia dini lebih yang disampaikan secara lisan, di mana dongeng
banyak menghabiskan waktunya di depan televisi, adalah cerita prosa rakyat yang dianggap tidak
gadget, game on line dan sebagainya. Terlebih lagi benar benar terjadi.
apalabila orang tua yang terlalu sibuk dan kurang
Manfaat mendongeng menurut kak mal
memperhatikan atau peduli, sehingga tidak
(2010: 12) ada lima manfaat, yaitu sebagai
banyak lagi yang bisa meluangkan waktunya bagi
berikut:
anaknya untuk bercerita, mendongeng, atau
membacakan buku cerita. Akibatnya hubungan 1) Merangsang Kekuatan Berpikir
kelekatan antara anak dan orang tua melalui Semua dongeng atau cerita memiliki alur
mendongeng atau bercerita semakin memudar yang baik akan membawa pesan moral,
bahkan menghilang. Anak tumbuh berkembang berisi tentang harapan, cinta, dan cita-cita.
jauh dari kasih sayang yang tulus. Orang tua Sehingga anak dapat mengasah daya pikir
kurang menyadari bahwa dengan mendongeng dan imajinasinya. Dongeng merangsang dan
atau bercerita dapat meningkatkan berbagai menggugah kekuatan berpikir anak. Hal yang
perkembangan anak. belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya
menonton dari televisi. Anak dapat
Rakimahwati (2011) dalam penelitiannya
membentuk visualisasinya sendiri dari cerita
menjelaskan bahwa melalui mendongeng dapat
yang didengarkan. Ia dapat membayangkan
meningkatkan moral anak usia dini.
seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi
Perkembangan moral pada anak dapat dilihat dari
yang muncul dari dongeng tersebut.
sikap dan perilaku sehari-hari, anak dapat
Selanjutnya anak dapat melatih
membedakan suatu perbuatan yang ia lakukan itu
kreativitasnya sendiri.
baik atau buruk. Santrock (2007: 117)
“perkembangan moral adalah perubahan, 2) Sebagai Media yang Efektif
penalaran, perasaan dan perilaku tentang standar Cerita atau dongeng merupakan media yang
mengenai benar atau salah”. Haryani (2008) efektif untuk menanamkan berbagai nilai
dalam penlitiannya juga menjelaskan bahwa dan etika kepada anak, bahkan untuk
melalui aktivitas atau kegiatan mendongeng dapat menumbuhkan rasa empati. Misalnya, nilai
mencerdaskan anak. Dengan mendongeng dapat kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan dan
menstimulasi kecerdasan anak. lain-lain. Dengan mendongeng juga anak
dapat belajar tentang kebiasaan sehari-hari
yang baik seperti berdoa, menggosok gigi,
dan lainnya. Anak juga diharapkan dapat harus banyak membaca. Dengan sering dan
menyerap berbagai nilai baik dari para tokoh banyak membaca, maka secara otomatis
cerita yang menjadi teladan bagi anak-anak. orang tua atau guru akan bertambah ilmu dan
pengetahuannya.
3) Mengasah Kepekaan Anak terhadap Bunyi- 2) Dekat dengan Anak
bunyian Dengan seiring guru bercerita, maka anak
Saat mendongeng, bakat akrobatik suara akan merasa diperhatikan. Selain itu,
sangat berguna. Bagaimana menirukan suara hubungan guru dan anak juga terjalin akrab
karena terjadi interaksi dan komunikasi yang
orang tua yang lemah dan gemetar, suara
baik. Bahkan, dapat menumbuhkan minat
penjahat, suara mobil, suara berbagai tokoh belajar anak, memberi nilai tambah kepada
binatang, dan lainya. Kita harus berusaha anak mengarahkannya secara benar mengisi
menghidupkan kata-kata yang dipilih si tubuhnya dengan semangat dan motivasi
pengarang dengan sangat cermat. Kata-kata yang meningkatkan kejeniusannya.
bisa jadi sangat mengagumkan jika 3) Mudah memberikan pelajaran
diucapkan dengan intonasi dan ekspresi yang Kebiasaan baik dan terpuji yang disampaikan
berbeda. Hal ini akan mengasah melalui dongeng itu kelak akan ditiru oleh
anak-anak. Maka guru jangan menyia-
pendengaran anak terhadap berbagai bunyi-
nyiakan kesempatan baik ini. Pada saat ini
bunyian. lah guru dengan mudah menyisipkan pesan
moral atau pendidikan yang baik terhadap
4) Menumbuhkan Minat Baca
anaknya. Sungguh kasihan kalau anak tidak
Setelah tertarik dengan berbagai dongeng memiliki kenangan manis berupa dongeng
yang diceritakan, anak diharapkan mulai dari guru, padahal gurunya mampu untuk
menumbuhkan ketertarikannya pada buku. memberikannya.
Diawali dengan buku-buku dongeng yang
didengarnya kemudian meluas pada buku JENIS-JENIS DONGENG
lain seperti buku pengetahuan, sains, agama, Sebelum mendongeng, akan lebih baiknya
dan sebagainya. jika memilih jenis dongeng yang akan disajikan
terlebih dahulu, berikut terdapat enam jenis
5) Menumbuhkan Rasa Empati dongeng yang perlu diketahui menurut Yudha
Tokoh-tokoh di dalam buku cerita atau yang (2007: 85-87):
disampaikan pendongeng akan terasa hidup. 1) Dongeng Tradisional
Dongeng tradisional adalah dongeng yang
Anak akan terbiasa dan mampu
berkaitan dengan cerita rakyat dan biasanya
membedakan tokoh yang satu dengan yang turun-temurun. Dongeng ini sebagian besar
lain. Bahkan, anak akan menjadikan tokoh berfungsi untuk melipur lara dan
yang baik menjadi idolanya. Dengan menanamkan semangat kepahlawanan.
memahami tokoh, anak akan memahami Biasanya dongeng tradisional disajikan
dirinya. Dia akan mulai berpikir dan akan sebagai pengisi waktu istirahat, dibawakan
mampu membedakan antara orang baik secara romantis, penuh humor, dan sangat
menarik. Contohnya Malinkundang, Calon
dengan orang jahat, orang tua dengan anak
Arang, Momotaro, Jaka Tingkir, dan
laki-laki dengan perempuan. Tentu saja akan Sangkuriang.
menjadi pelajaran yang berharga dan disaat 2) Dongeng Futuristik (Modern)
anak tumbuh dewasa, dia akan belajar Dongeng Futuristik atau dongeng modern
menghormati perbedaan. disebut juga dongeng fantasi. Dongeng ini
biasanya bercerita tentang sesuatu yang
Selain bermanfaat untuk anak, mendongeng fantastik missal tokohnya tiba-tiba
juga memiliki manfaat untuk orang tua dan menghilang. Dongeng futuristik bisa juga
guru. Adapun beberapa manfaat mendongeng bercerita tentang masa depan, misalnya Bumi
untuk guru sebagai berikut Abad 25: Star Trek, Back To The Future dan
1) Menambah Pengetahuan Jumanji.
Karena cerita sangat berpengaruh terhadap 3) Dongeng Pendidikan
perkembangan imajinasi, tingkah laku dan Dongeng pendidikan adalah dongeng yang
kata-kata anak, maka orang tua atau guru diciptakan dengan suatu misi pendidikan bagi
tidak boleh bercerita dengan cerita yang dunia anak-anak. misalnya, menggugah sikap
sembarangan. Agar cerita yang disampaikan hormat kepada orang tua.
membawa manfaat maka orang tua atau guru 4) Fabel
Fabel adalah dongeng tentang kehidupan keseharian anak. Pemilihan jenis dongeng
binatang yang digambarkan bisa bicara yang tepat untuk usia ini adalah dongeng
seperti manusia. Cerita-cerita fabel sangat fabel dan dongeng Pendidikan.
luwes digunakan untuk menyindir perilaku
manusia tanpa membuat manusia c. Untuk Kelompok Usia 4-7 Tahun
tersinggung. Misalnya dongeng kancil, Pada usia ini anak dapat diperkenalkan
kelinci, kura-kura, dan lain-lain. dengan dongeng-dongeng yang lebih
5) Dongeng Sejarah
kompleks atau memiliki alur cerita yang
Dongeng sejarah biasanya terkait dengan
suatu peristiwa sejarah. Dongeng ini banyak sedikit lebih panjang dan terdapat masalah
yang bertemakan kepahlawanan. Misalnya, di dalam cerita serta penyelesaiannya,
kisah-kisah para sahabat Rasulullah SAW, seperti dongeng batu menangis, bawang
sejarah perjuangan Indonesia, sejarah merah bawang putih, dan lain-lain. Mereka
pahlawan atau tokoh-tokoh, dan sebagainya. juga sudah mulai menyukai cerita-cerita
6) Dongeng Terapi tentang terjadinya suatu benda dan
Dongeng terapi adalah dongeng yang
bagaimana cara kerja sesuatu. Inilah saatnya
diperuntukan bagi anak-anak korban bencana
atau anak-anak yang sakit. Dongeng terapi anda untuk mendorong minat anak untuk
adalah dongeng yang bisa membuat rileks mengetahui banyak hal. Pemilihan jenis
saraf- saraf otak dan membuat tenang hati dongeng yang tepat untuk usia ini adalah
mereka. Oleh karna itu, dongeng ini dongeng tradisional, dongeng pendidikan,
didukung pula oleh kesabaran dongeng fabel, dan dongeng sejarah.
pendongengnya dan musik yang sesuai
dengan terapi itu sehingga membuat anak
mereka merasa nyaman dan enak.
TIPS MEMILIH DONGENG METODOLOGI

Berikut merupakan tips memilih dongeng sesuai Kegiatan ini terdiri dari 30 orang pendidik
dengan kelompok usia. (orangtua/guru) PAUD. Lokasi pengabdian
bertempat di Taman Kanak-Kanak Amarta Tani
a. Untuk Anak Usia 0 sampai 2 Tahun HKTI Bandar Lampung tahun ajaran 2019/2020.
Pemilihan cerita yang cocok untuk anak usia Tujuan dari studi ini adalah untuk tingkat
ini adalah cerita dengan obyek yang ada di pemahaman pengetahuan dalam mendongeng
sekitar lingkungan anak, Karena pada usia ini untuk anak usia dini dengan benar dan tepat.
anak perlu visualisasi dari apa yang Anda Evaluasi dilakukan dengan pre test dan post test.
ceritakan. Sebagai contoh Anda dapat Analisis yang dilakukan dengan uji beda.
mengarang cerita tentang kucing. Anda juga
harus mampu berimajinaasi lebih dengan
mempraktikan suara kucing sehingga anak HASIL DAN PEMBAHASAN
mudah berimajinasi juga mengenai dongeng
Hasil dari uji beda yang telah dilakukan secara
yang disampaikan oleh Anda. Jika Anda
garis besar mengalami kenaikan. Berikut table 1
memilih mendongeng dengan buku, carilah
hasil uji beda antara pre test dan post test
buku dengan sedikit teks, tapi banyak
gambar, agar anak tidak mudah bosan.
Pemilihan jenis dongeng yang tepat untuk
usia ini adalah dongeng fabel dan dongeng
Pendidikan.

b. Untuk Anak Usia 2 sampai 4 Tahun Table 1. Hasil uji beda antara pre test dan post
Di Usia ini adalah usia pembentukan. Anak test
pada usia ini mulai mengenal konsep baru.
Konsep tersebut yaitu konsep manusia dan
kehidupan. Pada usia ini anak suka
menirukan tingkah laku orang dewasa. Anda
dapat menceritakan tentang karakter-
karakter binatang yang disesuaikan dengan
Berdasarkan tabel 1 memperlihatkan bahwa
secara umum kegiatan pelatihan ini
memperlihatkan hasil dengan meningkatnya
pemahaman para peserta pelatihan mendongeng.
Kenaikan yang terlihat adalah dari jumlah peserta
pada kategori baik mengalami kenaikan dari 3%
Dari table tersebut terlihat bahwa uji beda menjadi 17%. Walaupun pada kategori kurang dan
antar pre-test dan post-test mengalami kenaikan. cukup mengalami penurunan dari 27% menjdi
Hal ini menunjukkan bahwa :
23% dan 63% menjadi 60%. Terlihat pula pada
1) adanya kenaikan nilai rata-rata peseta kategori sangat kurang berkurang ataupun
sebelum dan sesudah dilaksanakn penelitian. mengalami kenaikan menjadi tidak ada
Hasil menjunjukkan bahwa nilai pre-test rata- seorangpun pada kategori sangat kurang terlihat
atanya adalah 45,26 mengalami kenaikan yang awalnya 2% menjadi 0%. Hal ini
dengan hasil posttest 49,16. menunjukkan bahwa peserta telah memiliki
2) Dilihat dari nilai correlation bernilai 0,734 peningkatan pemahaman terhadap teknik
artinya hubungan kuat dan positif. hal ini
mendongeng bagi anak usia dini. Peserta semakin
berarti ada hubungan yang kuat pelatihan
mendongeng kepada guru mengerti dan memahami bahwa untuk
3) Melihat hasil signifikansi bernilai 0.028 mengembangkan kemampuan bahasa dapat
(p<0.05) artinya ada perbedaan antara melalui kegiatan mendongeng. Peserta juga
sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini semakin mengerti mengenai konsep mendongeng,
menunjukkan bahwa hasil dari sebelum dapat melakukan praktek langsung mendongeng.
pelatihan dengan sesudah pelatihan
mendongeng, bahwa terdapat peningkatan Secara keseluruhan dilihaat dari nilai rata-
pemahaman berkaitan dengan mendongeng rata peserta mengalami kenaikan (lihat table 1).
Dari data yang telah diambil dapat terlihat Terlihat bahwa nilai pre-test rata-ratanya adalah
bahwa setelah penyelenggaraan pelatihan
45,26 mengalami kenaikan dengan hasil posttest
mendongeng mengalami peningkatan seperti
dimuat pada tabel 2. 49,16. Hal ini menunjukkan bahwa hasil dari
Tabel 2. Hasil prosentasi pre-test dan post- sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan
test mendongeng mengalami kenaikan ataupun
mengalami perubahan. Jadi dapat pula
Klasifikasi Sebelum pelatihan Setelah disimpulkan bahwa semakin sering dilakukan
Skor pelatihan penelitian maka akan semakin berdampak
jumlah presentase jumlah prese
terhadap kemampuan mendongeng guru yang
ntase
Sangat meningkat.
2 7% 0 0%
Kurang
Kurang 8 27% 7 23%
PENUTUP
Cukup 19 63% 18 60%
Mendongeng erat kaitannya dengan
Baik 1 3% 5 17%
perkembangan anak usia dini. Hal ini sangat
Sangat 0 0% 0 0% penting bagi perkembangan anak antara lain :
Baik Merangsang Kekuatan Berpikir, Sebagai Media
Lebih jelas nya lihat gambar 1. berikut ini yang Efektif, Mengasah Kepekaan Anak terhadap
Bunyi-bunyian, Menumbuhkan Minat Baca dan
Gambar 1. Diagram pre test dan post test
menumbuhkan Rasa Empati. Oleh karena itu perlu
sekali pelatihan-pelatihan mendongeng untuk
orang tua dan guru dalam pengimplementasian
mendongeng

DAFTAR PUSTAKA
Agus D.S. 2012. Mendongeng bareng Kak Agus
D.S Yuk. Yogyakarta: Kanisius.

Haryani. 2008. Mencerdaskan anak Dengan


Dongeng. Jurnal Pengembangan Ilmu
Ke-TK- an. Vol.1 No.2.

Kak Andi Yudha. 2007. Cara Pintar Mendongeng.


Bandung: Mizan.
Kak Mal. 2010. The Power Of Story
Telling: Kekuatan Dongeng
Terhadap Pembentukan Karakter
Anak. Depok: Luxima.
Kusumo, P. 2006. Terampil Mendongeng. Jakarta:
Grasindo.
Musfiroh, Tadkirotun. 2005. Bercerita Untuk Anak
Usia Dini. Jakarta: Depdiknas. Rakimahwati.
2011. Peningkatan Moral anak usia dini
Melalui Mendongeng. Jurnal Psikologi
pendidikan. Jilid 11, Bil. 2 .
Santrock, John W. 2007. Perkembangan anak.
Jakarta: Erlangga.
Nama : Hekata Meyat
NPM :1218167
Semester : 3 (Tiga)

PEMBAHASAN PENTINGNYA MENDONGENG


UNTUK PENDIDIKAN USIA DINI

Anak merupakan makhluk yang unik dan istimewa. Dikatakan unik karena setiap
anak memiliki ritme perkembangan dan karakteristik yang berbeda-beda. Istimewa
karena anak pada masa anak usia dini inilah semua aspek perkembangan berkembang
sangat pesat.
Rakimahwati (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa melalui
mendongeng dapat meningkatkan moral anak usia dini. Perkembangan moral pada anak
dapat dilihat dari sikap dan perilaku sehari-hari, anak dapat membedakan suatu perbuatan
yang ia lakukan itu baik atau buruk.
Haryani (2008) dalam penlitiannya juga menjelaskan bahwa melalui aktivitas atau
kegiatan mendongeng dapat mencerdaskan anak. Dengan mendongeng dapat
menstimulasi kecerdasan anak.
Menurut (James Danandjaja, 2007: 83) pengertian dongeng adalah cerita pendek
yang disampaikan secara lisan, di mana dongeng adalah cerita prosa rakyat yang
dianggap tidak benar benar terjadi.
Manfaat mendongeng menurut kak mal (2010: 12) ada lima manfaat, yaitu sebagai
berikut:
6) Merangsang Kekuatan Berpikir
7) Sebagai Media yang Efektif
8) Mengasah Kepekaan Anak terhadap Bunyi-bunyian
9) Menumbuhkan Minat Baca
10) Menumbuhkan Rasa Empati
Adapun beberapa manfaat mendongeng untuk guru sebagai berikut:
4) Menambah Pengetahuan
5) Dekat dengan Anak
6) Mudah memberikan pelajaran
Nama : Yanti Nurscanti
NPM :1218159
Semester : 3 (Tiga)

Tantut Susanto JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

PENGARUH TERAPI KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMADIRIAN


KELUARGA DENGAN PERMASALAHAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI
KELURAHAN RATUJAYA KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK
Effect Of Family Nursing Therapy To Family Self Sufficiency Level With Adolescent
Reproductive Health Issues In Ratujaya, Depok
Tantut Susanto
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember Jl.
Moch. Seruji 182 Jember 68111 e-mail:
susanto_unej@yahoo.com
ABSTRAK
Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi mendatang yang baik. Perubahan alamiah
dalam diri remaja sering berdampak pada permasalahan remaja yang cukup serius. Perilaku remaja saat ini
sudah sangat mengkhawatirkan, hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya kasus-kasus seperti aborsi,
kehamilan tidak diinginkan (KTD), dan penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. Penelitian
bertujuan mengaplikasikan terapi keperawatan keluarga terhadap tingkat kemandirian keluarga dengan
permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Metode penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross
sectional. Sample pada penelitian ini adalah 10 keluarga dengan tahap perkembangan remaja yang berisiko
mengalami permasalahan kesehatan reproduksi di Kelurahan Ratujaya Kecamatan Pancoran Mas Kota
Depok. Hasil penelitian tingkat kemandirian keluarga dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi
remaja dikaitkan dengan 5 tugas keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga. Lima keluarga
dengan kemadirian tingkat III, empat keluarga dengan tingkat kemandirian II, dan satu keluarga dengan
tingkat kemandirian I. Kesimpulan penelitian tehnik pemberian pendidikan kesehatan (KIE: komunikasi,
informasi dan edukasi), coaching dan conseling dalam pengembangan dan ketrampilan hidup remaja
(tanggung jawab, kepercayaan diri, dan penolakan ajakan pergaulan bebas secara asertif), dan
pengembangan ketrampilan orang tua dalam berkomunikasi secara efektif dengan remaja. Saran perlu
adanya program peer group dan social support group untuk remaja dalam menjalani pertumbuhan dan
perkembangan terutama dalam masalah kesehatan reproduksi.
Kata kunci: remaja, terapi keluarga, kesehatan resproduksi

ABSTRACT
Adolescent represent nation asset for the creation of generation come good. Natural change in
adolescent often affect at serious adolescent problems enough. Adolescent behavior in this time have very is
feeling concerned about, this matter is marked with growing of case like abortion, pregnancy do not be
wanted, and sexual transmitted diseases including HIV/AIDS. Objective therapy application treatment of
family to family independence level with problems of health of adolescent reproduction. Method analytic
descriptive with sectional cross device. Sample at this research are 10 family with adolescent growth phase
which is natural at risk of problems of health reproduce in Sub-District of Ratujaya District of Pancoran Mas
Town Depok. Result family independence level in overcoming problems of health of related to adolescent
reproduction 5 family duty in overcoming the problem of health of family. Five family with independent level
III, four family with II independence level, and one family with independence level I. Conclusion technique of
giving education of health (KIE: communications, information and education), counseling and coaching in
development and is skilled of adolescent life (responsibility, trust of self, and deduction of free association
invitation by asertif), and skilled development of old fellow in communicating effectively adolescently.
Suggestion need the existence of group peer program and group support social to adolescent in experiencing
growth and develop especially in problem of health of reproduction.
Keywords: adolescent, family therapy, health of reproduction

LATAR BELAKANG Satu di antara remaja usia 19 tahun tidak


mempunyai akses untuk mendapat kontrasepsi.
Remaja merupakan aset bangsa untuk
Remaja putri di negara berkembang yang
terciptanya generasi mendatang yang baik.
terpaksa keluar dari sekolah sudah melakukan
Perubahan alamiah dalam diri remaja sering
hubungan seks di bawah usia 20 tahun,
berdampak pada permasalahan remaja yang
menikah muda dan tidak pernah menggunakan
cukup serius. Menurut Dehne & Riedner (2005)
kontrasepsi. Menurut WHO (2006) masalah
masalah remaja sampai saat ini kurang
kesehatan reproduksi remaja merupakan
mendapatkan perhatian secara baik
strategi global WHO untuk kesehatan
dibandingkan dengan masalah anak, kesehatan
reproduksi. Hal ini dikarenakan oleh rendahnya
keluarga dan wanita, serta kesejahteraan.
pengetahuan remaja tentang masalah
Menurut Wibowo (2006) perilaku remaja saat
kesehatan reproduksi sehingga mendorong
ini sudah sangat mengkhawatirkan, hal ini
adanya perilaku seks bebas di kalangan remaja.
ditandai dengan semakin meningkatnya kasus-
kasus seperti aborsi, kehamilan tidak diinginkan
(KTD), dan penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS.
Menurut Sardyansyah (2003) banyak faktor yang
Menurut WHO (2006) populasi remaja usia 10- menjadi penyebab perilaku seks bebas di
19 tahun akan berjumlah 1,21 milyar dan akan kalangan remaja. Faktor-faktor tesebut antara
terus meningkat mencapai 1,23 milyar pada lain adalah kurangnya pengetahuan tentang
tahun 2040. Menurut Sudardjat (2002) data seks, latar belakang lingkungan, kurang
profil kesehatan Indonesia tahun 2000 pengawasan, narkoba, dan sebagainya. Media
menunjukkan jumlah dan persentase penduduk massa merupakan salah satu penyebab paling
Indonesia golongan usia 10-24 tahun (definisi utama yang disebut dalam penelitian tentang
WHO untuk young people) adalah 64 juta atau perilaku seks bebas kaum remaja di Indonesia.
sekitar 31% dari total seluruh populasi. Remaja Pengaruh informasi global (paparan media
yang berusia 10-19 tahun (definisi WHO untuk audio-visual) yang semakin mudah diakses
adolescence) berjumlah 44 juta atau 21% dari memancing anak dan remaja untuk
total seluruh populasi. Data tersebut mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat
menunjukkan bahwa remaja menempati porsi seperti merokok, minum minuman beralkohol,
yang cukup besar dalam susunan penduduk di penyalahgunaan obat, perkelahian antar remaja
Indonesia. Menurut Kamaruzzaman (2004) atau tawuran (Iskandar, 1997). Kebiasaan-
sekitar 60% kelahiran anak di kalangan remaja kebiasaan remaja tersebut akan mempercepat
di dunia adalah kehamilan yang tak diharapkan.
usia awal seksual aktif serta mengantarkan mendapatkannya dari orang lain. Di Indonesia
mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang kasus-kasus tersebut diperparah dengan kurang
berisiko tinggi. Hal ini dikarenakan kebanyakan adanya komitmen dan dukungan pemerintah
remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat dalam bentuk kebijakan yang mengatur tentang
mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas pendidikan seksual dan reproduksi bagi remaja
serta tidak memiliki akses terhadap informasi terutama di tiap sekolah. Norma adat dan nilai
dan pelayanan kesehatan reproduksi. budaya leluhur yang masih dianut sebagian
Lingkungan merupakan salah satu penyebab besar masyarakat Indonesia juga masih menjadi
timbulnya pergeseran perilaku remaja saat ini. kendala dalam penyelenggaraan pendidikan
Globalisasi menyebabkan aksesibilitas remaja seksual dan reproduksi berbasis sekolah.
terhadap pornografi menjadi lebih mudah.
Salah satu solusi yaitu dengan memberikan
Perkembangan teknologi komunikasi yang
pendidikan dan pengetahuan kesehatan
menyebar berbagai informasi dan hiburan
reproduksi yang benar perlu diberikan sejak
budaya, kini semakin deras dan takkan mungkin
dini agar remaja memiliki pengetahuan dan
bisa dibendung hanya dengan mengurung anak
pemahaman tentang kesehatan reproduksi
di rumah atau dengan menyediakan berbagai
sehingga mereka mampu menjaga,
fasilitas canggih di rumah. Hampir semua remaja
memelihara, dan berperilaku positif serta
berada dalam situasi yang penuh godaan dengan
bertanggung jawab berkenaan dengan
semakin banyaknya hiburan di media massa.
masalah-masalah kesehatan reproduksinya.
Dengan informasi yang terbatas dan
Dukungan sumber informasi yang benar
perkembangan emosi yang masih labil, remaja
ditambah peran serta yang dimulai dari
menjadi lebih mempercayai sumber-sumber
lingkungan rumah tangga sangat diperlukan
informasi yang tidak seharusnya dijadikan bahan
dalam pendidikan kesehatan reproduksi.
rujukan seperti VCD porno, internet, dan media
Perhatian terhadap pendidikan dengan
massa. Saat ini sarana-sarana konselin kesehatan
menyediakan akses cukup untuk mendapat
reproduksi masih terbatas dan peran orang tua
pendidikan, sosial, kesehatan akan dapat
dan masyarakat dalam memberikan pendidikan
memfasilitasi kebutuhan kesehatan reproduksi
kesehatan reproduksi kepada anak dirasa masih
remaja (Husni, 2005). Remaja selama masa
kurang. Hal ini dikarenakan alasan budaya, tabu
pertumbuhan dan perkembangan
dan kekhawatiran kesehatan reproduksi yang
membutuhkan perhatian dan pengawasan yang
diajarkan justru mendorong terjadinya
baik terkait dengan permasalahan kesehatan
hubungan seks pra-nikah. Keengganan orangtua
reproduksi. Kemudahan akses informasi,
dalam membicarakan masalah reproduksi
memungkinkan remaja Kota Depok untuk
menyebabkan remaja mencari alternatif sumber
berperilaku bebas dan menyimpang. Pengaruh
informasi lain seperti teman atau media massa.
informasi global (paparan media audio-visual)
Tidak jarang, remaja mendapatkan informasi
yang semakin mudah diakses memancing anak
mengenai kesehatan reproduksi dari sumber-
dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-
sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan
kebiaasaan tidak sehat seperti merokok,
karena ketiadaan layanan dan informasi bagi
minum minuman berakohol, penyalahgunaan
remaja serta kurangnya komunikasi antara anak
obat, perkelahian antar-remaja atau tawuran.
remaja dan orang tua. Menurut Iskandar (1997)
Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-
anak yang mendapatkan pendidikan seks dari
kebiasaan tersebut akan mempercepat usia
orang tua atau sekolah cenderung berperilaku
awal seksual aktif serta mengantarkan mereka
seks yang lebih baik daripada anak yang
pada kebiasaan berperilaku seksual yang
berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak tidak memiliki akses terhadap informasi dan
memiliki pengetahuan yang akurat mengenai pelayanan kesehatan reproduksi.
kesehatan reproduksi dan seksualitas serta

METODE yang beresiko mengalami permasalahan


kesehatan reproduksi pada remaja di RW 03,
Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan RW 04, dan RW 09 Kelurahan Ratujaya
rancangan deskriptif analitik. Metode yang Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok.
digunakan adalah metode survey dengan Penelitian dilakukan dari bulan September
pendekatan cross sectional yaitu mengamati sampai dengan bulan Desember 2009. Data
variable yang diteliti di suatu populasi pada dikumpulkan melalui suatu angket yang
suatu saat. Jumlah sample dalam penelitian ini dikembangkan dari community as partner
adalah 10 keluarga dengan karakteristik: model dari Anderson dan Mc Farland (2004)
keluarga dengan tahap perkembangan remaja dan family center nursing dari Marlyn

Prosentase Berdasarkan Sumber Informasi kepercayaan diri remaja, mengajarkan tehnik


komunikasi yang efektif dengan remaja, dan
Sumber informasi remaja mengenai pubertas di
mengajarkan tekhnik nafas dalam (pernafasan
RW 03, RW 04 dan RW 09 Kelurahan Ratu Jaya
diafragma) untuk mengurangi stres pada remaja
yang pertama dari guru sebesar 55,6% dan yang
dan orang tua akibat konflik yang terjadi diantara
kedua dari teman sebesar 28,6% sedangkan yang
keduanya (orang tua dengan anak).
paling disukai remaja juga dari teman sebesar
38,1%. Teman menjadi pilihan remaja sebagai HASIL DAN PEMBAHASAN
sumber informasi tentang pubertas karena remaja
Hasil Prosentase Berdasarkan Usia Dan Tingkat
berasal dari kelompoknya sehingga remaja merasa
Pengetahuan
memiliki kesamaan dalam pengalaman, sikap, dan
tujuan tentang pubertas remaja. Remaja di RW 03, RW 04 dan RW 09 Kelurahan
Volume 1, Nomor 2 Ratu Jaya terbanyak pada usia antara 17-19 tahun
sebesar 58,7%. Pada usia ini remaja telah melewati
Friedman (2005). Data dianalisis secara univariat masa pubertas dan pertumbuhan perkembangan
terhadap pencapaian kemandirian keluarga. kematangan organ reproduksi sehingga
Kemandirian keluarga dianalisis dari pencapaian memerlukan pemantauan untuk menjaga status
lima tugas kesehatan keluarga, yaitu mengenal kesehatan reproduksi yang adekuat. Tingkat
masalah, mengambil keputusan, merawat, pengetahuan remaja mengenai kesehatan
memelihara lingkungan, dan memanfaatkan reproduksi di RW 03, RW 04, dan RW 09 Kelurahan
pelayanan kesehatan. Terapi keperawatan yang Ratu Jaya yang kurang sebesar 6,3%. Pengetahuan
utama dilakukan pada 10 keluarga dengan anak remaja mengenai kesehatan reproduksi akan
remaja mengenai kesehatan reproduksi adalah membantu remaja dalam melakukan suatu sikap
melakukan konseling kepada remaja dan orang tua, dalam bertindak dalam pemenuhan kebutuhan
terapi modifikasi perilaku dalam mendisiplinkan kesehatan reproduksinya.
remaja, pengembangan ketrampilan hidup dengan
pengembangan tanggung jawab dan peningkatan Sumber informasi remaja mengenai kesehatan
reproduksi di RW 03, RW 04 dan RW 09 Kelurahan sebesar 65,1%. Kemudahan remaja mendiskusikan
Ratu Jaya yang pertama dari guru sebesar 47,6%. masalah dengan ibu terbanyak kadang-kadang
Guru menjadi pilihan pertama karena remaja sebesar 36,5% dan frekuensi remaja mendiskusikan
mendapatkan informasi tentang pubertas tersebut kesehatan reproduksi dengan ibu terbanyak
sewaktu di kelas biologi atau sains serta bimbingan kadang-kadang juga sebesar 38,1%. Pola
konseling di sekolah. Sumber informasi kedua yang komunikasi yang terbuka dan dua arah didalam
dipilih remaja tentang kesehatan reproduksi dari keluarga akan dapat membantu penyampaian
teman sebesar 30,2% sedangkan yang paling informasi yang baik dari orang tua kepada remaja
disukai oleh remaja adalah juga teman sebesar dalam penjelasan masalah kesehatan reproduksi.
42,9%. Teman menjadi pilihan remaja sebagai
Prosentase Berdasarkan Kebiasaan Dan Gaya
sumber informasi tentang kesehatan reproduksi
Hidup, Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dan
karena remaja berasal dari kelompoknya sehingga
Perilaku Seksual
remaja merasa memiliki kesamaan dalam
pengalaman, sikap, dan tujuan tentang kesehatan Hasil pengkajian di Kelurahan Ratu Jaya,
reproduksi. Kecamatan pancoran Mas Kota Depok tahun 2009
khususnya di RW 03, RW 04, dan RW 09 didapatkan
Prosentase Berdasarkan Penggunaan Fasilitas
data tentang kebiasaan dan gaya hidup remaja,
Pelayanan Kesehatan
pengetahuan kesehatan reproduksi dan perilaku
Remaja yang menggunkan fasilitas pelayanan seksual remaja. Frekuensi remaja pergi ke pesta
kesehatan terkait dengan masalah kesehatan remaja dalam sebulan 20,6%. Frekuensi remaja
reproduksi di RW 03, RW 04 dan RW 09 Kelurahan dalam menonton film di bioskop dalam sebulan
Ratu Jaya sebesar 17,5% dengan frekuensi 25,4%. Gaya hidup remaja akan menetukan
kunjungan antar 4-6 kali dalam setahun sebesar kehidupan remaja dalam pergaulan diluar rumah
15,8%. Tempat pelayanan kesehatan yang diakses terkait dalam kebebasan remaja dalam menjalin
oleh remaja terkait dengan kesehatan reproduksi hubungan dengan teman sebayanya. Remaja yang
adalah Puskesmas sebesar 9,5% dengan alasan mengkonsumsi alkohol terbanyak 1-5 kali
kunjungan terbanyak karena alasan kontrasepsi
dalam sebulan 11,1%, remaja yang merokok 1-
dan penyakit menular seksual sebesar 9,5%.
5 batang dalam seminggu 7,9%, dan remaja
Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas
yang sudah mengkonsumsi narkoba 3,2%.
dapat digunakan oleh remaja untuk mendapatkan
Perilaku sexual remaja di RW 03, RW 04, dan
informasi dan melakukan pemeriksaan kesehatan
RW 09 Kelurahan Ratu Jaya. Perilaku sexual
reproduksi secara baik dan benar sehingga deteksi
remaja menunjukkan dari cuma berpacaran
dini terhadap permasalahan dapat dilakukan oleh
dengan pegangan sebesar 36,5%, kemudian
Puskesmas.
berpacaran dengan berpelukan tangan diluar
dan didalam baju sebesar 27% dan berciuman
Prosentase Berdasarkan Pola Komunikasi Keluarga bibir sebesar 7,9% sampai yang melakukan
hubungan badan atau coitus sebesar 3,2%.
Pola komunikasi keluarga terkait kesehatan Perilaku onani remaja laki-laki di RW 03, RW
reproduksi remaja di RW 03, RW 04, dan RW 09 04, dan RW 09 Kelurahan Ratu Jaya sebesar
Kelurahan Ratu Jaya menunjukkan kemudahan 27% dan perilaku masturbasi remaja
remaja mendiskusikan masalah dengan ayah perempuan sebesar 28,6%. Perilaku seksual
terbanyak kadang-kadang sebesar 36,5% dan remaja merupakan suatu bentuk aktivitas
frekuensi remaja mendiskusikan kesehatan remaja dalam memenuhi kebutuhan seksual
reproduksi dengan ayah terbanyak tidak pernah dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Pembinaan dilakukan pada 10 keluarga di Y berhubungan dengan ketidakmampaun
wilayah RW 03 dan RW 09 Kelurahan Ratu Jaya keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang meliputi 2 keluarga di RW 03 dan 8 dalam perkembangan remaja; dan 4) harga diri
keluarga di RW 09. Hasil pengkajian pada rendah pada keluarga X khususnya remaja Y
keluarga yang kemudian dirumuskan kedalam berhubungan dengan ketidakmampuan
suatu diagnosis keperawatan keluarga keluarga merawat anggota keluarga dengan
ditemukan beberapa permasalahan atau perkembangan remaja. Keempat diagnosis
diagnosis keperawatan keluarga dengan anak keperawatan keluarga tersebut adalah
diagnosis keperawatan keluarga yang muncul
remaja.Diagnosis keperawatan keluarga yang
pada remaja terkait dengan kesehatan
ditemukan pada keluarga dengan masalah reproduksi dan tumbuh kembang remaja
atau berisiko terhadap masalah kesehatan sebagai bagian dalam suatu sistem keluarga.
reproduksi antara lain: 1) pola kebutuhan Selain keempat diagnosis keperawatan
seksual tidak efektif pada keluarga X keluarga tersebut muncuul beberapa diagnosa
khususnya remaja Y berhubungan dengan keperawatan keluarga terkait dengan masalah
ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang dihadapi oleh anggota keluarga yang lain
keluarga dengan pemenuhan kebutuhan selain masalah remaja dengan kesehatan
kesehatan reproduksi; 2) pola asuh tidak reproduksi. Fokus permasalahan yang dibahas
efektif pada keluarga X khususnya remaja Y peneliti adalah masalah keluarga dengan
berhubungan dengan ketidakmampuan remaja yang berkaitan dengan kesehatan
keluarga dalam merawat anggota keluarga reproduksi dan perkembangan remaja.
dengan kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan anak remaja; 3) pola koping
tidak efektif pada keluarga X khususnya remaja

reproduksi remaja; 3) pengelolaan kebersihan


dan hiegenitas organ reproduksi; 4) pola
Pembahasan
perilaku kesehatan reproduksi yang baik dengan
Pola kebutuhan seksual tidak efektif pada penolakan ajakan sexualitas yang asertif; 5)
remaja merupakan suatu keadaan dalam pelibatan kelompok sebaya yang sehat dalam
mengekspresikan keprihatinan penghargaan pemenuhan kebutuhan reproduksi remaja; dan
seksualitas (NANDA, 2002). Pada masalah ini 6) pemanfaatan akses pelayanan kesehatan
remaja mengalami kesulitan, keterbatasan atau
dalam pemenuhan kebutuhan perkembangan
perubahan dalam aktivitas atau perilaku atau
dan kesehatan reproduksi remaja. Pola asuh
kebiasaan seksual terhadap perubahan dan
tidak efektif pada keluarga khususnya remaja
adaptasi pertumbuhan perkembangan
merupakan ketidakmampuan keluarga ataun
seksualnya termasuk masalah kesehatan
orang tua sebagai pemberi perawatan utama,
reproduksi. Permasalahan ini dialami pada 10
untuk menciptakan, memelihara atau
keluarga binaan yang dibina peneliti selama 4
mendapatkan kembali lingkungan yang
bulan di Kelurahan Ratu Jaya. Intervensi
meningkatkan pertumbuhan dan
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi
perkembangan anak remaja yang optimal
masalah pola kebutuhan seksual tidak efektif
(NANDA, 2002). Permasalahan ini dialami oleh 6
pada remaja adalah: 1) pengenalan mengenai
keluarga yang dibina mahasiswa selama 4 bulan
kesehatan reproduksi dan tumbuh kembang
di Kelurahan Ratu Jaya. Intervensi keperawatan
remaja; 2) pemenuhan kebutuhan kesehatan
yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini (NANDA, 2002). Masalah ini dialami oleh 2
antara lain: 1) pengenalan pola asuh dan ciri-ciri keluarga yang dibina mahasiswa selama 4 bulan
perkembangan keluarga dengan remaja; 2) di kelurahan Ratu Jaya. Intervensi yang telah
diskusi tentang akibat ketidakterpenuhinya dilakukan antara lain: 1) pengenalan dan
perkembangan remaja; 3) pengajaran pola asuh identifikasi harga diri remaja; 2) diskusi akibat
dan pola komunikasi yang efektif dengan harga diri rendah pada remaja; 3) coaching
remaja; 4) penyusanan jadwal aktivitas kegiatan pengembangan tanggung jawab remaja dan
remaja; 5) penggunaan pusat konseling dalam konseling peningkatan kepercayaan diri remaja;
pengasuhan remaja di keluarga. Pola koping 4) sosialisasi remaja dalam lingkungan keluarga
tidak efektif pada keluarga khususnya remaja dan masyarakat; dan 5) penggunaan kelompok
merupakan tingkah laku dari orang terdekat dan organisasi sosial di masyarakat dalam
(anggota keluarga atau orang terdekat) yang aspirasi kegiatan remaja. Implementasi
memperlihatkan perilaku destruktif dalam keperawatan dalam bentuk aktivitas atau terapi
berespons terhadap ketidakmampuan untuk keperawatan untuk mengatasi permasalahan
menangani stresor- stresor internal atau kesehatan reproduksi dan perkembangan
eksternal karena sumber- sumber yang tidak remaja di keluarga diutamakan pada tehnik
adekuat baik fisik, psikologis, atau kognitif pemberian pendidikan kesehatan (KIE:
(NANDA, 2002). Keadaan ini biasanya muncul komunikasi, informasi dan edukasi), coaching
ketika orang yang memberikan dukungan dan conseling dalam pengembangan dan
utama (anggota keluarga atau teman dekat), ketrampilan hidup remaja (tanggung jawab,
memberikan bantuan, dukungan kenyamanan kepercayaan diri, dan penolakan ajakan
yang tidak mencukupi, tidak efektif, atau pergaulan bebas secara asertif), dan
melemah, atau memberikan dorongan yang pengembangan ketrampilan orang tua dalam
tidak mencukupi yang mungkin diperlukan oleh berkomunikasi secara efektif dengan remaja.
klien untuk mengatur atau menguasai tugas- Hasil yang diperoleh meliputi 10 keluarga
tugas yang berhubungan dengan tantangan melaporkan bahwa terjadi kedisiplinan remaja,
kesehatan. Masalah ini muncul pada 2 keluarga kegiatan di luar rumah mulai berkurang,
yang dibina oleh mahasiswa selama 4 bulan di keluarga dan orang tua mulai terjadi
Kelurahan Ratu Jaya. Intervensi keperawatan komunikasi, remaja terbuka tentang
yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini ketertarikan dengan lawan jenis dan
adalah: 1) pengenalan pola koping yang efektif menceritakan hal tersebut ke orang tua. Tingkat
dalam keluarga; 2) diskusi akibat pola koping kemandirian keluarga dalam mengatasi
yang tidak efektif dalam keluarga; 3) konseling permasalahan kesehatan reproduksi remaja
dalam pembentukan dan penguatan koping dikaitkan dengan 5 tugas keluarga dalam
yang efektif; 4) analisis siatuasi dan kedaan mengatasi masalah kesehatan keluarga. Kelima
lingkungan yang mempengaruhi koping tugas tersebut diukur melalui 7 aspek dalam
keluarga; 5) pemanfaatan sarana konseling pelaksanaan tindakan keperawatan keluarga,
kesehatan keluarga dala penguatan koping yaitu: 1) pengetahuan keluarga tentang
keluarga. Harga diri rendah pada remaja di kesehatan reproduksi; 2) coaching dalam
keluarga merupakan berkembangnya persepsi pengembangan tanggung jawab dan penolakan
negatif remaja terhadap harga dirinya yang ajakan perilaku pergaulan bebas secara asertif;
berespons untuk situasi sekarang ini 3) konseling tentang kepercayaan diri remaja; 4)
(penentuan) terkait dengan perkembangan pola komunikasi yang efektif antara orang tua
remaja dalam pencarian identitas dirinya dengan remaja; 5) perubahan perilaku remaja
terkait dengan kedisplinan diri; 6) keputusan Tugas Keluarga Dalam Mengatasi Masalah
keluarga dalam mengambil tindakan dalam Kesehatan
permasalahan remaja; dan 7) penggunaan
Mengenal masalah
sarana pelayanan di masyarakat oleh keluarga
untuk mengatasi masalah remaja. Pencapaian Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
ketujuh hal tersebut diukur pada 10 keluarga remaja 20 Pengetahuan tentang tumbuh
binaan pada akhir pembinaan keluarga. Hasil kembang remaja Mengambi l keputusan
penilaian tujuh aspek tersebut dapat dilihat Mengetahui akibat tidak terpenuhi kesehatan
pada tabel 1. Tabel 1. Tingkat kemandirian reproduksi remaja Mengetahui akibat tidak
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan terpenuhinya tumbuh kembang remaja
Merawat anggota keluarga Kebersihan dan
reproduksi remaja Keluarga binaan yang
hieginitas organ reproduksi remaja .
mendapatkan skor pencapaian tersebut
Peningkatan kepercayaan diri remaja Pola
kemudian dilakukan pengelompokan komunikasi yang efektif antara orang tua dan
berdasarkan tingkat kemandirian keluarga, remaja Memodifikasi lingkungan
yaitu: keluarga mandiri I (skor pencapaian total pengembangan tanggung jawab remaja 20
kurang dari 65), keluarga mandiri II (skor Pengembangan penolakan ajakan pergaulan
pencapaian total antara 65 – 80), dan keluarga bebas secara asertif Perubahan perilaku
mandiri III (skor pencapaian total lebih dari 80). kedisplinan remaja melalui jadwal aktifitas
Penjabaran penilaian keluarga dalam Keterlibatan remaja dalam peer group
pencapaian tingkat kemandirian keluarga dapat kesehatan remaja Memanfaat kan pelayanan
secara rinci dilihat pada tabel 2. Hasil kesehatan
kemandirian keluarga dari 10 keluarga binaan Menggunakan sarana pelayanan kesehatan
dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Tingkat untuk konseling dan pemeriksaan kesehatan
kemandirian keluaarga binaan Tabel 2. Tingkat reproduksi remaja Penggunaan sarana
kemandirian keluarga dalam mengatasi masalah konseling remaja di sekolah dan LSM
kesehatan reproduksi remaja Tugas Keluarga
Dalam Mengatasi Masalah Kesehatan Sub Item

KESIMPULAN DAN SARAN keperawatan keluarga) dapat diatasi selama 2-3


kali kunjungan rumah. Model community as
Pada asuhan keperawatan keluarga, keluarga
partner dan family center nursing sangat sesuai
dibina selama 4 bulan dengan kunjungan 8 kali
diterapkan dalam mengatasi masalah kesehatan
setiap keluarga. Khusus masalah pengetahuan
reproduksi pada keluarga dengan anak remaja
keluarga tentang kesehatan reproduksi (TUK 1
di wilayah Kelurahan Ratu Jaya Kota Depok
asuhan
karena memberikan panduan

bagi tenaga kesehatan dalam melakukan transportasi, ekonomi, sosial, rekreasi dan
pengkajian secara holistik dan menyeluruh pemerintahan sebagai faktor yang berkontribusi
bukan hanya aspek pengetahuan, persepsi dan terhadap terjadinya masalah kesehatan
kemampuan remaja dan keluarga terkait reproduksi pada remaja. Hal ini dikarenakan
masalah kesehatan yang dialami, tetapi juga adanya proses pengkajian hingga evaluasi yang
meliputi seluruh aspek termasuk lingkungan, secara menyuluruh hingga mencakup seluruh
sistem kesehatan yang ada. Perlunya kejasama Perlunya kerjasama antar pihak kelurahan
antara remaja, keluarga, tokoh masyarakat, dan dan puskesmas dalam memberikan pelayanan
puskesmas dalam membina masalah remaja. kesehatan reproduksi remaja. Kegiatan dapat
kerja sama ini dapat disusun dan diaspirasikan dimulai dengan pembentukan klinik konseling
kedalam suatu aktivitas kegiatan yang disusun remaja di puskesmas. Setelah pusat kesehatan
oleh remaja dan disetujui dan diketahui oleh remaja di puskesmas terbentuk kemudian dapat
keluarga dan masyarakat. Kegiatan yang dibentuk pelayanan klinik berorientasi remaja
dilakukan bisa berbentuk aktivitas keagamaan, (youth oriented clinic services), Klinik berbasis
keolahragaan taupun kegiatan sosial sehingga sekolah (school based clinic), ataupun program
remaja dapat mengekspresikan kreasi dan penjangkauan berbasis masyarakat (community
masalahnya melalui kelompok tersebut. based outreach program).

DAFTAR PUSTAKA http://www.suaramerdeka.com. Diakses


pada tanggal 12 Januari 2007.
Anderson, E., & Mc Farlane, J. 2004. Community Kamaruzzaman, U. (2004). Pendidikan
as Partner: Theory and Practice in Nursing. 4 th Kespro Yang Diinginkan Remaja. http:/
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & /www.yahoo.com. Diakses pada tanggal 12
Wilkins. Dehne, K.L., Riedner, G. 2006. Sexually Januari 2007. NANDA. 2002. Nursing
Transmitted Infections Among Adolescents: The Diagnoses NANDA: Definition and
Need for Adequate Clasification 2001-2002. Sudardjat, I.A.
2002. Hak Remaja Atas Kesehatan
Health Services. Geneva: Department of Reproduksi. http://
Child and Adolescent Health and www.situs.kesrepro.info.com. Diakses pada
Development (CAH) WHO. Husni, F. 2005. 12 Januari 2007. WHO. 2006.
Isu Kespro dalam Pilkada.
Nama : Yanti Nurscanti
NPM :1218159
Semester : 3 (Tiga)

PENGARUH TERAPI KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEMADIRIAN KELUARGA DENGAN


PERMASALAHAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA DI KELURAHAN RATUJAYA KECAMATAN
PANCORAN MAS KOTA DEPOK

Pembahasan

Dari jurnal ini dapat disimpulkan ke dalam trend keperawatan keluarga dimana disini
telah di lakukan penelitian bahwa PENGARUH TERAPI KEPERAWATAN KELUARGA TERHADAP
TINGKAT KEMADIRIAN KELUARGA DENGAN PERMASALAHAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA
REMAJA DI KELURAHAN RATU JAYA KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK dampak
hasilnya adalah komunikasi keluarga terkait kesehatan reproduksi remaja di RW 03, RW 04, dan
RW 09 Kelurahan Ratu Jaya menunjukkan kemudahan remaja mendiskusikan masalah dengan
ayah terbanyak kadang-kadang sebesar 36,5% dan frekuensi remaja mendiskusikan kesehatan
reproduksi dengan ayah terbanyak tidak pernah sebesar 65,1%. Kemudahan remaja
mendiskusikan masalah dengan ibu terbanyak kadang-kadang sebesar 36,5% dan frekuensi
remaja mendiskusikan kesehatan reproduksi dengan ibu terbanyak kadang-kadang juga sebesar
38,1%. Pola komunikasi yang terbuka dan dua arah didalam keluarga akan dapat membantu
penyampaian informasi yang baik dari orang tua kepada remaja dalam penjelasan masalah
kesehatan reproduksi.

Pada asuhan keperawatan keluarga, keluarga dibina selama 4 bulan dengan kunjungan 8
kali setiap keluarga. Khusus masalah pengetahuan keluarga tentang kesehatan reproduksi (TUK
1 asuhan keperawatan keluarga) dapat diatasi selama 2-3 kali kunjungan rumah. Model
community as partner dan family center nursing sangat sesuai diterapkan dalam mengatasi
masalah kesehatan reproduksi pada keluarga dengan anak remaja di wilayah Kelurahan Ratu
Jaya Kota Depok karena memberikan panduan bagi tenaga kesehatan dalam melakukan
pengkajian secara holistik dan menyeluruh bukan hanya aspek pengetahuan, persepsi dan
kemampuan remaja dan keluarga terkait masalah kesehatan yang dialami, tetapi juga meliputi
seluruh aspek termasuk lingkungan, transportasi, ekonomi, sosial, rekreasi dan pemerintahan
sebagai faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya masalah kesehatan reproduksi pada
remaja. Hal ini dikarenakan adanya proses pengkajian hingga evaluasi yang secara menyuluruh
hingga mencakup seluruh sistem kesehatan yang ada. Perlunya kejasama antara remaja,
keluarga, tokoh masyarakat, dan puskesmas dalam membina masalah remaja. kerja sama ini
dapat disusun dan diaspirasikan kedalam suatu aktivitas kegiatan yang disusun oleh remaja dan
disetujui dan diketahui oleh keluarga dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan bisa berbentuk
aktivitas keagamaan, keolahragaan taupun kegiatan sosial sehingga remaja dapat
mengekspresikan kreasi dan masalahnya melalui kelompok tersebut. Perlunya kerjasama antar
pihak kelurahan dan puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
Kegiatan dapat dimulai dengan pembentukan klinik konseling remaja di puskesmas. Setelah
pusat kesehatan remaja di puskesmas terbentuk kemudian dapat dibentuk pelayanan klinik
berorientasi remaja (youth oriented clinic services), Klinik berbasis sekolah (school based clinic),
ataupun program penjangkauan berbasis masyarakat (community based outreach program).

Nama : Ratu Nurul Nugrahati


NPM :1218168
Semester : 3 (Tiga)

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH KELUARGA DAN PENGARUH


PEER GROUP TERHADAP POTENSI PERILAKU KEKERASAN FISIK
(BULLYING FISIK) PADA ANAK REMAJA PUTRA DI SMA 22
JAKARTA.

Oleh; Lisnadiyanti1), Tohit Bagus2) 1) Jurusan keperawatan, STIKES Binawan


Jakarta Indonesia, Email : stikes@binawan-ihs.ac.id 2) Jurusan keperawatan,
STIKES Binawan Jakarta Indonesia, Email : stikes@binawan-ihs.ac.id
ABSTRAK
Latar Belakang; Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua dan pengaruh peer group terhadap potensi
perilaku bullying di sekolah pada remaja putra. Hal ini dianggap sangat penting
mengingat setiap tahun perilaku bullying terjadi di SMA/SMK di Jakarta. keluarga dan
pengaruh peer group berperan dalam pengaruh kehidupan seorang remaja di
kehidupannya. Metode: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain deskriptif
correlation atau crossectional dengan teknik accidental sampling seluruh responden
diambil sebanyak 73 orang yang memenuhi kategori dan dilakukan pada siswa kelas X
dan XI SMA. Hasil; Setalah dilakukan perhitungan Chi-Square didapatkan nilai p value
0,002 pada pola asuh (otoriter, demokratis dan permessif) terhadap potensi perilaku
kekerasan fisik. Selain itu nilai p value pada pengaruh peer gruop yaitu 0,026 hal ini
juga membuktikan adanya hubungan yang signifikan pengaruh peer group terhadap
potensi perilaku bullying disekolah. Kesimpulan: Hasil analisis membuktikan bahwa
peran pola asuh keluarga dan pengaruh peer group mempunyai potensi untuk
mempengaruhi anak untuk melakukan perilaku kekerasan fisik (bullying fisik) baik di
lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat.
Kata kunci: Pola Asuh Orang tua, Pengaruh Peer Group, Bullying,
Remaja Putra
P U
E L
N U
D A
A N
H
Bullying adalah perilaku agresi atau manipulasi Beberapa alasan yang melatarbelakangi
yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, atau terjadi tindakan kekerasan yaitu relasi yang tak
psikologis; dengan sengaja dilakukan oleh setara, baik antar siswa maupun antara siswa dan
seseorang atau sekelompok orang yang merasa guru, di sekolah dinilai sebagai salah satu faktor
kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau utama penyebab terjadinya kekerasan di sekolah.
merugikan seseorang atau sekelompok orang yang Pendidikan yang diterapkan tidak membiasakan
siswa berdialog dalam relasinya dengan rekan-
merasa tidak berdaya. Berdasarkan data yang
rekan sesama siswa dan guru. Selain itu,
didapatkan kekerasan dapat terjadi di dalam
kedekatan hubungan keluarga penting untuk
lingkungan sekolah dan bisa dilakukan oleh siapa membantu anak memiliki rasa aman. Kondisi itu
saja. berdampak pada kerja otak ang seimbang,
termasuk hormonnya.Biasanya anak jadi percaya
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat bahwa
diri, mampu berpikir, kreatif, pandai bergaul,
pada tahun 2009 terdapat 30 persen kekerasan
dan bersemangat. Potensi dirinya akan muncul,
anak yang pelakunya juga masih merupakan teman berbagai kecerdasannya siap diasah. Dia siap
berprestasi. Kondisi itu tak memandang latar
belakang sosial-ekonomi keluarga.Perilaku keras
sebaya mereka. (“Bullying Sering”, 2011). Data orangtua kepada anak juga bisa terjadi pada
tersebut diperinci oleh KPA, yang menyatakan semua kalangan, baik kelas ekonomi atas
bahwa telah terjadi aksi pembulian di sekolah maupun bawah. Namun yang terburuk, perilaku
sebanyak 472 kasus pada tahun 2009 (“Ruang keras orangtua kepada keluarga dengan tingkat
sosial ekonomi rendah. Di sini anak mengalami
Eksekusi”, 2009). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
situasi buruk, yaitu kekerasan dan tekanan
oleh Karina dkk di kota Bogor pada tahun 2013
ekonomi yang menghimpit batin.
tampak bahwa siswa putracenderung berperilaku
bullying pada keseluruhan aspek perilaku bullying Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dibandingkan siswa perempuan. Hal ini terlihat analisa hubungan antara pola asuh keluarga
dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa putra pada (otoriter, demokratis, permesif) dan pengaruh peer
aspek bullying fisik sebesar 36,4 sedangkan siswa group terhadap potensi perilaku kekerasan fisik
putri hanya 18,4,sedangkan 22% remaja putra dan (bullying fisik) pada anak remaja putra di SMA 22
8 % putri merupakan pelaku assisting bullying 32 Jakarta.
(menemani temannya melakukan bullying), selain
itu diketahui pula 12 remaja putra dan 6% remaja
putri yang merupakan pelaku reinforcing the bully METODE
(mendukung temannya melakukan bully). Pada Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bullying verbal sebesar 23, 1724 lebih tinggi deskriptif korelatif, Penelitian ini ingin melihat
daripada nilai rata-rata siswa perempuan 17, 8864. hubungan antara pola asuh keluarga (otoriter,
Begitu juga pada aspek bullying indirect nilai rata-
rata siswa putra27, 4828 lebih tinggi daripada demokratis, permesif) dan pengaruh peer group
siswa perempuan 20, 7720. Pada aspek bullying terhadap potensi perilaku kekerasan fisik
(bullyingfisik) pada anak remaja putra di SMA 22
physical nilai rata-rata siswa putramencapai 26,
Jakarta. Penelitian sendiri akan dilakukan pada
2848 dibandingkan siswa perempuan yang nilai tahun 2014. Sample yang digunakan sebanyak 81
rata-ratanya mencapai 20, 1591. Bentuk bullying sample.
yang terjadi didominasi oleh bullying secara fisik.
Penelitian yang dilakukan dalam bulan Hasil

Mei-Oktober 2008 pada dua SMA negeri dan Tabel 1; Distribusi Usia
swasta Yogyakarta menunjukkan siswa mengalami Responden di SMAN 22
bullying fisik seperti ditendang dan didorong Jakarta
sebesar 75, 22%.
Usia f % memuat “Praktik bullying di SMA mulai terlihat
adalah SMA Negeri 70, Bulungan, Jakarta Selatan,
15 tahun 11 11,0 yang sedang jadi sorotan.
16 tahun 60 60,0 Sekolah bertaraf internasional yang berdiri
17 tahun 29 29,0 sejak tahun 1981 ini dilaporkan memiliki tradisi
kekerasan yang berlangsung sejak puluhan tahun,
sampai sekarang. "Sudah membudaya. Sudah
puluhan tahun," kata Ketua Komite Sekolah
PEMBAHASAN SMAN 70 Musni Umar kepada VIVAnews.com,
Karakteristik Responden Jumat 28 Oktober 2011. dalam hal tersebut peneliti
inginmelihat pada siswa SMAN 22 Jakartaapakah
Penelitian ini mengacu pada responden pada usia berpontensi terjadi perilaku bullying pada siswa
remaja sekolah menengah atas dimana kategori SMA tersebut.
remaja pada usia ini remaja tergolong dalam
rentang usia 15 – 17 tahun, dalam hal tersebut Selain itu peneliti hanyamemaparkan
merupakan usia yang rentang berpotensi terjadi pendidikan dan pekerjaan orang tua responden
perilaku bullying di sekolah hal ini didukung oleh didalam hasil penelitian dan tidak dijelaskan secara
pendapat Menurut Edwards (2006) perilaku terperinci didalam bab 6 dikarenakan pendidikan
bullying paling sering terjadi pada masa-masa dan pekerjaan orang tua responden tidak termasuk
sekolah menengah atas (SMA),dikarenakan pada ke dalam area penelitian hanya sebatas
masa ini remaja memiliki egosentrisme yang memaparkan sekilas mengenai kondisi keluarga
tinggi. dari responden tersebut

Hasil penelitian dilapangan yang telah dilakukan


menunjukkan bahwa rata rata usia pada rentang Hubungan Pola Asuh otoriter terhadap
16-17 tahun yang mendominasi dalam penelitian
ini,hal ini menggamabarkan bahwa usia yang Potensi Perilaku Bullying Remaja
rentan terjadi potensi perilaku bullying pada usia
16 – 17 tahun merupakan dimana pada masa Dari hasil penelitian yang didapatkan
usia ini mendominasi potensi terjadinya perilaku dengan nilai P sebesar 0,002 denga nilai α (0,05)
bullying terhadap usia remaja yang lebih muda, yang artinya menunjukkan bahwa ada hubungan
berdasarkan pendapat Astuti (2008) yang signifikan antara asuh otoriter terhadap
mengemukakan potensi perilaku bullying. menurut pendapat
Stewart dan Koch (Aisyah, 2010), orang tua
bahwa senioritas sebagai salah satu perilaku yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai
bullying, seringkali justru diperluas oleh siswa ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum,
sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. kurang ada kasih sayang serta simpatik.
Senioritas dilanjutkan untuk hiburan, penyaluran
dendam, iri hati, atau mencari popularitas, Orang tua memaksa anak-anak untuk
melanjutkan tradisi atau untuk menunjukkan patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba
kekuasaan. membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah
lakunya serta cenderung mengekang keinginan
Pada penelitian ini dilakukan pada siswa anak. Orang tua tidak mendorong serta member
SMAN 22 Jakarta dengan berasumsi bahwa pada kesempatan kepada anak untuk mandiri dan
sebagian siswa SMA di Jakarta melakukan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi
perilaku bullying yang dilakukan pada siswa senior dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa.
terhadap Orang tua yang otoriter cenderung memberi
hukuman terutama hukuman fisik. Orang tua
siswa junior yang telah terjadi di pada siswa yang otoriter amat berkuasa terhadap anak,
SMAN 70 dan siswa SMAN 6 Jakarta yang telah memegang kekuasaaan tertinggi serta
berulang kali terjadi terlihat dari artikel yang mengharuskan anak patuh pada perintah-
perintahnya. Dengan berbagai cara, segala orang lain dalam bentuk perilaku agresif \
tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Oleh
karena itu sifat orang tua di rumah yang otoriter Hubungan Pola Asuh demokratis terhadap
memberikan dampak bagi anaknya disekolah Potensi Perilaku Bullying Remaja.
sehingga sifat anak terhadap kelompoknya juga Setelah dilakukan penelitian didapatkan nilai P
berbeda sehingga menimbulkan potensi bullying sebesar 0,002 dengan nilai α (0,05) yang artinya
di sekolah. Hal ini sesuai dengan karakteristik ada hubungan yang signifikan pola asuh
anak dengan pola asuh otoriter menurut demokratis terhadap potensi perilaku bullying
Hetherington & Parke, 1999; Boyd & Bee, 2006 pada remaja di sekolah menurut juwita dan
ialah Moody, tidak bahagia, tidak memiliki mellor (dalam trevi 2010) menyebutkan bahwa
tujuan yang jelas; merasa ketakutan, gelisah, dan bullying dapat terjadi akibat faktor lingkungan,
gampang terganggu; pasif menunjukkan sikap keluarga, sekolah, media dan peer goupnya
bermusuhan yang jelas dan mudah berbohong; sehingga anak yang dengan pola asuh
bisa berkembang menjadi anak yang agresif tapi demokratis juga mempunyaipotensi untuk
bisa juga menjadi anak yang penyendiri; mudah melakukan bullying fisik, dalam kategori
terserang. sedang.
Menurut dari pendapat Farrington (2000 Teori menurut Lewin, Lippit dan White (dalam
dalam Pratiwi & Juneman, 2012) bahwa pola gerungan 1987) mendapatkan keterangan bahwa
asuh orang tua memiliki kemungkinan kelompok anak laki-laki yang diberi tugas
berkorelasi dengan perilaku pembulian pada tertentu di bawah asuhan seorang pengasuh yang
anak, sehingga anak yang berasal dari keluarga berpola demokratis tampak bahwa tingkah laku
yang menerapkan pola asuh otoriter, cenderung agressif yang timbul adalah dalam taraf sedang,
menjadi pelaku pembulian. dalam hal ini anak tidak sampai melakukan
Dari hasil penelitian perialku bullying fisik dalam kategori berat
Fini Fortuna pada tahun dikarenakkan anak dilingkungan rumahnya
008 di Jakarta diketahui sangat dihargai oleh sebab itu dilingkungan luar
analisis product rumah pun anak akan menghargai orang lain
moment pearson walupun ada kecenderungan untuk terjadi
(N=46) diketahui r = 0, perselisihan dengan anak dengan tipe otoriter
303 dengan nilai ataupun permessif sehingga anak yang dengan
signifikansi 0, 041 pola asuh demokratis juga berkecenderungan
(p<0, 05). melakukan potensi kekerasan fisik (bullying
fisik) walaupun dalam kategori sedang.
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada hubungan pola asuh Hubungan Pengaruh Peer Group dengan
otoriter dengan perilaku agresif pada remaja. Potensi Perilaku Bullying Remaja
Pemaksaan dan kontrol yang sangat ketat dapat Dari hasil penelitian didapatkan nilai p value
menyebabkan kegagalan dalam berinisiatif pada sebesar 0,026 dengan nilai α (0,05) yang
anak dan memilikiketerampilan komunikasi artinya bahwa ada hubungan yang signifikan
yang sangat rendah. Anak akan menjadi seorang antara pengaruh peer grup terhadap potensi
yang sulit untuk bersosialisasi dengan teman- perilaku bullying pada remaja, hal ini tidak
temannya sehingga anak akan mempunyai rasa dapat di pungkiri bahwa seorang anak tidak
sepi dan ingin diperhatikan oleh orang lain selalu berada di lingkungan rumah, remaja
dengan cara berperilaku agresif. Orang tua yang juga pasti dalam ke sehariannya berinteraksi
sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dengan teman sebayanya (peer group) hal ini
dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang juga dikemukakan oleh Maslow (dalam
telah ditetapkan oleh orang tua akan membuat Lestari 2011) menjelaskan salah satu faktor
anak marah dan kesal kepada orang tuanya tetapi yang mempengaruhi dalam membangun rasa
anak tidak berani mengungkapkan percaya diri pada remaja awal adalah
kemarahannya itu dan melampiaskan kepada
pengaruh lingkungan sekitar. terbentuknya peer group dan penerimaaan di
dalam peer group memiliki peran penting
Pada remaja awal dapat dilihat dari untuk mendapatkan pengakuan sosial dari
hubungan dengan teman-temannya, teman- teman sebayanya, dimana hal
bagaimana mereka bisa diterima oleh tersebut mempengaruhi perilaku seorang
temannya. Tidak hanya itu pendapat Hurlock remaja. Oleh sebab itu gagasan dan nilai
(1978:213) menjelaskan penerimaan peer (peer group) cenderung menjadi gagasan dan
group atau teman sebaya sangat nilai-nilai anggota peer group.
mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku
pada remaja. Penerimaan itu sendiri Selain itu, di dalam kelompok sebaya anak
merupakan persepsi tentang diterimanya atau mempelajari kebudayaan masyarakat. Bahwa
dipilihnya individu tersebut menjadi anggota melalui kelompok sebaya itu anak belajar
suatu kelompok tersebut. Remaja bagaimana menjadi manusia yang baik
beranggapan bahwa dengan diterimanya sesuai dengan gambaran dan cita-cita
mereka oleh teman- temannya maka mereka masyarakatnya, tentang kejujuran, keadilan,
berhasil dalam berinteraksi dengan kerja sama, dan tanggung jawab. Sehingga
lingkungannya dan menumbuhkan rasa kelompok sebaya menjadi wadah dalam
percaya diri. mengajarkan mobilitas sosial. Melalui
peraulan di dalam lingkungan kelompok
Kuatnya pengaruh kelompok teman sebaya sebaya itu anak-anak yang berasal dari kelas
juga mengakibatkan melemahnya ikatan sosial bawah menangkap nilai-nilai, ide-ide,
individu dengan orang tua, sekolah, norma cita- cita, dan pola tingkah laku anak dari
norma konvensional. Selain itu, banyak golongan menengah ke atas demikian juga
waktu yang diluangkan individu di luar sebaliknya. Kelompok sebaya juga masing-
rumah bersama teman-teman sebayanya dari masing individu mempelajari peranan sosial
pada dengan orang tuanya adalah salah satu yang baru. Anak yang biasa dididik dengan
alasan pokok pentingnya peran teman sebaya pola dengan otoriter dapat mengenal
bagi individu. kehidupan demokratis dalam kelompok
Menurut konsep menurut Paul B. Horton dan sebaya. Di dalam kelompok sebaya mungkin
Chester L. Hunt (Horton, 2013, hlm. 342) anak berperan sebagai sahabat, musuh,
yang mengatakan bahwa peer group yaitu pemimpin, pencetus ide, dan sebagainya.
terdiri dari teman sepermainan yang saling Sehingga di dalam kelompok sebaya anak
kenal dan akrab, status yang sama dimana mempunyai kesempatan melakukan
faktor tersebut menjadi pengikat bermacam-macam kelompok sosial.

KESIMPULAN lebih besar ketimbang orang tua yang


mengasuh anaknya dengan pendekatan
1. Desain yang digunakan ialah deskriptif demokratis, pada responden ditunjukkan
corelasi/crossectional dengan teknik dari hasil tes perhitungan spearman
sampling random, jumlah responden diperoleh dengan nilai p value = 0,002
berjumlah 73 orang siswa SMA 22 dengan alpha 0,05 yang artinya ada
Jakarta. Rata-rata mayoritas responden hubungan yang signifikan antara pola
dalam rentang usia 16-17 tahun, asuh otoriter terhadap potensi perilaku
mayoritas pendidikan orang tua bullying.
responden SMA/SMK sederajat, 3. Selain itu walaupun jumlah responden
mayoritas pekerjaan orang tua responden yang diasuh oleh pola asuh permessif
rata rata lain-lain (dokter,karyawan hanya minoritas, akan tetapi hal ini
swasta, buruh, dll). menunjukkan potensi perilaku bullying
2. Penelitian ini mayoritas responden dilihat dari hasil analisis chi- square
diasuh dalam pola asuh otoriter , hal ini dengan nilai p value = 0,002 dengan
menunjukkan potensi perilaku bullying alpha 0,05 yang artinya ada hubungan
yang signifikan antara pola asuh (4th ed.). New York: Person.
permessif terhadap potensi perilaku
bullying di sekolah. Brooks, J. 2008. The process of parenting. (7th
4. nilai p value sebesar 0,002 dengan nilai ed.). Boston: McGraw-Hill.
alpha 0,05 menunjukkan ada hubungan Coloroso, Barbara. 2006. Penindas, Tertindas, dan
yang signifikan antara pola asuh Penonton. Resep Memutus Rantai Kekerasan Anak
demokratis dengan potensi perilaku dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta: Serambi.
kekerasan fisik (bullying) pada remaja
putra.walaupun dalam kategori bullying Coloroso, Barbara. (2007). Stop Bullying. Jakarta:
sedang Penerbit Serambi Ilmu Semesta
5. Lalu Potensi perilaku bullying tidak saja
Duana. 2010. Hubungan antara Kecerdasan Emosi
dipengaruhi oleh dari pola asuh
pada Remaja Siswa SMP dengan Intensitas
keluarga, akan tetapi pengaruh peer grup
Melakukan Bullying di sekolah. Skripsi (tidak
juga berpotensi terjadi perilaku bullying
diterbitkan) Yogyakrta: Fakultas Psikologi
setelah dilakukan analisi dan
Universitas Islam Indonesia.
perhitungan yang diperoleh dengan nilai
p value = 0,026 dengan alpha 0,05 yang Dewi Sri nawang wulan.2007. hubungan antara
artinya adanya hubungan yang signifikan peranan kelompok teman sebaya(peer group) dan
antara pengaruh peer grup terhadap interaksi siswa dalam keluarga dengan
potensi perilaku bullying di sekolah. kedisiplinan belajar siswa kelas xi man 1sragen
tahun ajaran 2006/2007. Skripsi tidak diterbitkan :
universitas sebelas maret Surakarta.
DAFTAR PSTAKA
David sudiantha . 2014. hubungan model
Aisyah . St. 2010. Jurnal medtek Pengaruh pola pengasuhan orang tua dengan pola perilaku siswa
asuh orang tua terhadap tingkat agresivitas anak,, sekolah menengah pertama shalahudin malang
volume 2, nomor 1, Makassar (studi pada siswa sekolah menengah pertama
shalahudin malang).Malang
Anonym.21 febuari, 2009. kesehatan.
Http://www.kesehatan.kompas.htm.. online 21 Efianingrum, Ariefa. 2009. Mengurai Akar
januari 2014 Kekerasan (Bullying) Di Sekolah, (online),
(Http://Staff.Uny.Ac.Id/Sites/Default /Files
Astuti, P.R. 2008. Meredam bullying. 3 cara /Artikel %20 dinamika%202009.Pdf) diakses 4
efektif mengatasi kekerasan pada anak. Gramedia januari 2014
Widiaswara Indonesia: Jakarta
Alfiasari,dkk.2013.perilaku bullying dan karakter Fitri yuniartiningtyas. hubungan antara pola asuh
remaja serta kaitannya dengan karakteristik orang tua dan tipe kepribadian dengan perilaku
keluarga dan peer group.vol 6,no1.Bogor. Al- bullying di sekolah pada siswa smp .Malang.
Mighwar, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja. Skripsi tidak diterbitkan : Universitas Islam Negeri
Bandung : CV Pustaka Setia. Maulana Malik Ibrahim Malang.

Anonim. 2007. Agresivitas Pada Remaja. Fortuna, Fini.2008. Hubungan Pola Asuh Otoriter
Dengan Perilaku Agresif Pada Remaja. Jakarta :
Ariefa efianingrum .2009 .jurnal dinamika Universitas Gunadarma
mengurai akar kekerasan (bullying) di sekolah
Hertinjung, S.W, Susilowati, & I. R. Wardhani.
Bee, Helen. 1994. Lifespan Development. USA: 2012 Profil Kepribadian 16 PF Pelaku Dan
HarperCollins College Publishers Korban Bullying. Prosiding disajikan pada
Seminar Nasional Psikologi Islami, Surakarta,
Biro pusat statistic Negara.2010.diunduh
diakses 21 januari 2014.
21 januari 2014
Hurlock, E. B. 1993. Psikologi Perkembangan
Boyd, D., & Bee, H. 2006. Lifespan development. Anak. Edisi 6. Alih Bahasa: dr. Med. Meitasari
Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Imanda Arief Rahmawan.2012.Hubungan Antara
Pola Asuh Permisif Dengan Intensi Bullying Pada Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan
Siswa-Siswi Kelas Vlll SMP Muhammadiyah 4 metodologi penelitian ilmu keperawatan: pedoman
Yogyakarta .Yogyakarta. skripsi, tesis dan instrumen penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Irvan usman.(2013). kepribadian, komunikasi,
kelompok teman sebaya,iklim sekolah dan perilaku Octavia, Wahyuniati. 2009. Hubungan Penerimaan
bullying.(on line,jilid ,no Peer Group dengan Rasa Percaya Diri Remaja
(http://www.malang.ac.id, diakses 4 Januari 2014). pada Siswa Kelas VIII di SMA Bhakti Pertiwi
Paiton Probolinggo
Indriyati. 2007. Hubungan Antara Komunikasi
Orangtua dan Anak dengan Rasa Percaya Diri Papalia, D.E, Olds, S.W., & Feldman, R.D. 2011.
Remaja Putri Awal. Skripsi. Tidak diterbitkan. Human Development (9th Ed.). New york:
Semarang : Universitas Negeri Semarang. McGraw-Hill, Inc.
Irma Trina. 2012. hubungan antara penerimaan Rigby, K. (2003). Addressing Bullying in School:
peer group dengan kepercayaan diri pada siswa Theory and Practice. Australia Institute of
kelas vii smp negeri 1 padang Criminology: Trend & Issues in Crime and
Criminal Justice. No. 259.
Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Buku Panduan
Psikologi S. 2003. Aggressive Behavior. Rigby, K. (2007). Bullying in Schools: and what to
Prelevance Estimation of School Bullying With do about it (Revised and updated). Australia:Acer
the Olweus Bully/Victim Questionnare,X,29,239- Press.
268.
Rigby, K. (2008). Children and bullying: how
Komnas PA. (2011, Desember 21). Catatan akhir parents and educators can reduce bullying at
tahun 2011 komisi nasional perlindungan anak school. Australia: Blackwell Publishing
http://komnaspa.or.id/2011/12/21/cata tan-akhir-
tahun-2011-komisi- nasional-perlindungan-anak/ Santrock, J. W. (2002). Life Span Development
diakses 4januari 2014. (Perkembangan Masa Hidup). Jilid 1: Edisi
Kelima. Penerbit Erlngga
Levianti .(2008). konformitas dan bullying pada
siswa.(on line Jurnal Psikologi Vol 6 No 1,). Santrock, J. W. (2007). Adolescence. (11th ed.).
( http://www.layananpsikologi@esaun ggul.ac.id, New York: McGraw-Hill.
diakses 4 januari 2014). Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan
Maghfiro, U.& Rahmawati M.A. 2009. Hubungan Keluarga, edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu
Antara Iklim Sekolah Dengan Kecenderungan Sejiwa. (2008). Bullying: mengatasi kekerasan di
Perilaku Bullying. Yogyakarta : Fakultas . sekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta :
Nama : Ratu Nurul Nugrahati
NPM :1218168
Semester : 3 (Tiga)

TUGAS INTISARI TREND & ISSUE DI KEPERAWATAN KELUARGA


TENTANG
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH KELUARGA DAN PENGARUH PEER GROUP TERHADAP
POTENSI PERILAKU KEKERASAN FISIK (BULLYING FISIK) PADA ANAK REMAJA PUTRA
DI SMA 22 JAKARTA.
DOI: https://doi.org/10.35720/tscners.v4i1.138

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang
tua dan pengaruh peer group terhadap potensi perilaku bullying di sekolah pada remaja putra.

Bullying adalah perilaku agresi atau manipulasi yang dapat berupa kekerasan fisik, verbal, atau
psikologis; dengan sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat atau
berkuasa dengan tujuan menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak
berdaya. Berdasarkan data yang didapatkan kekerasan dapat terjadi di dalam lingkungan sekolah dan bisa
dilakukan oleh siapa saja.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Karina dkk di kota Bogor pada tahun 2013 tampak bahwa
siswa putracenderung berperilaku bullying pada keseluruhan aspek perilaku bullying dibandingkan siswa
perempuan. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa putra pada aspek bullying fisik
sebesar 36,4 sedangkan siswa putri hanya 18,4,sedangkan 22% remaja putra dan 8 % putri merupakan
pelaku assisting bullying (menemani temannya melakukan bullying), selain itu diketahui pula 12 %
remaja putra dan 6% remaja putri yang merupakan pelaku reinforcing the bully (mendukung temannya
melakukan bully).

Pada bullying verbal sebesar 23, 1724 lebih tinggi daripada nilai rata-rata siswa perempuan 17, 8864.
Begitu juga pada aspek bullying indirect nilai rata-rata siswa putra27, 4828 lebih tinggi daripada siswa
perempuan 20, 7720. Pada aspek bullying physical nilai rata-rata siswa putramencapai 26, 2848
dibandingkan siswa perempuan yang nilai rata-ratanya mencapai 20, 1591. Bentuk bullying yang terjadi
didominasi oleh bullying secara fisik. Penelitian yang dilakukan dalam bulan Mei-Oktober 2008 pada dua
SMA negeri dan swasta Yogyakarta menunjukkan siswa mengalami bullying fisik seperti ditendang dan
didorong sebesar 75, 22%.

PEMBAHASAN

Penelitian ini mengacu pada responden pada usia remaja sekolah menengah atas dimana kategori remaja
pada usia ini remaja tergolong dalam rentang usia 15 – 17 tahun, dalam hal tersebut merupakan usia yang
rentang berpotensi terjadi perilaku bullying di sekolah hal ini didukung oleh pendapat Menurut Edwards
(2006) perilaku bullying paling sering terjadi pada masa-masa sekolah menengah atas (SMA),
dikarenakan pada masa ini remaja memiliki egosentrisme yang tinggi. Pada Penelitian ini dilakukan pada
usia 16 – 17 tahun.

1. Hubungan Pola Asuh otoriter terhadap Potensi Perilaku Bullying Remaja


Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan pola asuh otoriter
dengan perilaku agresif pada remaja. Pemaksaan dan kontrol yang sangat ketat dapat
menyebabkan kegagalan dalam berinisiatif pada anak dan memiliki keterampilan komunikasi
yang sangat rendah. Anak akan menjadi seorang yang sulit untuk bersosialisasi dengan teman
temannya sehingga anak akan mempunyai rasa sepi dan ingin diperhatikan oleh orang lain
dengan cara berperilaku agresif.

2. Hubungan Pola Asuh demokratis terhadap Potensi Perilaku Bullying Remaja.


Teori menurut Lewin, Lippit dan White (dalam gerungan 1987) mendapatkan keterangan bahwa
kelompok anak laki-laki yang diberi tugas tertentu di bawah asuhan seorang pengasuh yang
berpola demokratis tampak bahwa tingkah laku agressif yang timbul adalah dalam taraf sedang,
dalam hal ini anak tidak sampai melakukan perialku bullying fisik dalam kategori berat
dikarenakkan anak dilingkungan rumahnya sangat dihargai oleh sebab itu dilingkungan luar
rumah pun anak akan menghargai orang lain walupun ada kecenderungan untuk terjadi
perselisihan dengan anak dengan tipe otoriter ataupun permessif sehingga anak yang dengan pola
asuh demokratis juga berkecenderungan melakukan potensi kekerasan fisik (bullying fisik)
walaupun dalam kategori sedang.

3. Hubungan Pola Asuh Permessif terhadap Potensi Perilaku Bullying Remaja


Ada hubungan yang signifikan pola asuh permessif terhadap potensi perilaku bullying pada
remaja di sekolah Sehingga dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah anak
bebas melakukan sesuatu hal tanpa diperdulikan oleh orang tua nya dalam hal ini anak dapat
berpotensi perilaku bullying tanpa dikhawatirkan oleh orang tuanya.

4. Hubungan Pengaruh Peer Group dengan Potensi Perilaku Bullying Remaja


Dari hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara pengaruh peer grup terhadap potensi
perilaku bullying pada remaja, hal ini tidak dapat di pungkiri bahwa seorang anak tidak selalu
berada di lingkungan rumah, remaja juga pasti dalam ke sehariannya berinteraksi dengan teman
sebayanya (peer group) hal ini juga dikemukakan oleh Maslow (dalam Lestari 2011) menjelaskan
salah satu faktor yang mempengaruhi dalam membangun rasa percaya diri pada remaja awal
adalah pengaruh lingkungan sekitar.
Pada remaja awal dapat dilihat dari hubungan dengan teman-temannya, bagaimana mereka bisa
diterima oleh temannya. Tidak hanya itu pendapat Hurlock (1978:213) menjelaskan penerimaan
peer group atau teman sebaya sangat mempengaruhi sikap-sikap dan perilaku pada remaja.
Penerimaan itu sendiri merupakan persepsi tentang diterimanya atau dipilihnya individu tersebut
menjadi anggota suatu kelompok tersebut. Remaja beranggapan bahwa dengan diterimanya
mereka oleh temantemannya maka mereka berhasil dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan
menumbuhkan rasa percaya diri.

KESIMPULAN

Potensi perilaku bullying tidak saja dipengaruhi oleh dari pola asuh keluarga, akan tetapi pengaruh peer
grup juga berpotensi terjadi perilaku bullying setelah dilakukan analisi dan perhitungan yang diperoleh
dengan nilai p value = 0,026 dengan alpha 0,05 yang artinya adanya hubungan yang signifikan antara
pengaruh peer grup terhadap potensi perilaku bullying di sekolah.

Oleh sebab itu peranan dari keluarga dan pentingnya dalam pergaulan dalam teman sebaya sangat
mempengaruhi seorang remaja dalam berkehidupan dan berprilaku dimasyarakat, jika pola asuh yang
baik dan pengaruh teman sebaya yang baik pula maka akan meminimalkan potensi perilaku bullying yang
akan dilakukan oleh remaja tersebut.
Nama : Eli Prima
NPM :1218153
Semester : 3 (Tiga)

MODEL PENGATURAN ANTI OBESITAS DALAM RANGKA


PENGUATAN SERTA PENINGKATAN DERAJAT
KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
I Nyoman Bagiastra1, Ni Made Ari Yuliartini Griadhi2

1,2 Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Indonesia

e-mail: nyomanbagiastra@unud.ac.id

Abstrak Secara regulasi, sejatinya pemerintah Indonesia


menyadari akan bahaya dampak serta resiko yang ditimbulkan dari obesitas. Terlihat
dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan
dan Pangan Siap Saji yang selanjutnya diamandemen dengan Permenkes Nomor 63 Tahun
2015. Di Negara maju yaitu Amerika dan Jepang memiliki program khusus serta regulasi
terkait penanganan obesitas. Malaysia merupakan yang menjadi negara pertama di Asia yang
memiliki undang-undang antiobesitas agar obesitas menurun di masyarakatnya. Roscoe
Pound menyatakan hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa masyarakat (law as a
tool of social engineering). Hukum dalam arti kaedah atau peraturan hukum memang bisa
berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah
kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan. Prevalensi obesitas di
Indonesia mengalami peningkatan mencapai tingkat yang membahayakan. Intervensi
pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan, yatu dengan membuat suatu regulasi sebagai
alat untuk merekayasa sosial terkait permasalahan obesitas di Indonesia.

Kata kunci : Pengaturan, Obesitas, Kesehatan Masyarakat

Abstract By regulation, the Indonesian government is actually


aware of the dangers of the impacts and risks arising from obesity. Seen the issuance of
Minister of Health Regulation No. 30 of 2013 concerning Inclusion of Information on Sugar,
Salt and Fat Content and Health Messages for Processed Foods and Ready-to-eat Foods,
which are subsequently amended with Permenkes Number 63 of 2015. In developed
countries, namely the United States and Japan have special programs and regulations related
to handling obesity. Malaysia is the first country in Asia to have anti-obesity laws to reduce
obesity in its society. Roscoe Pound states that law can function as a tool for engineering
society (law as a tool of social engineering). Law in the sense of a method or legal regulation
can indeed function as a tool (regulator) or a means of development in the sense of
channeling the direction of human activity in the direction desired by development. The
prevalence of obesity in Indonesia has increased to reach dangerous levels. Government
intervention in this case is needed, namely by making a regulation as a tool to manipulate
social issues related to obesity in Indonesia.

Keywords : Arrangement, Obesity, Community Health

PENDAHULUAN menetapkan kebijakan dan rencana kegiatan


kegemukan merupakan salah satu tantangan yang
(2012) Obesitas bukan sekedar masalah menjamin ketersediaan (availabillity) dan besar gizi
Keinginan pendirian negeri dalam Kesehatan, dan kesehatan masyarakat baik di keterjangkauan
melainkan masalah kesadaran. pembukaan (accessability) pemeliharaan negara maju maupun
Undang-Undang Dasar 1945, Dulu kegemukan negara berkembang. kesehatan untuk semua
identik dengan kemakmuran, dimana seharusnya secepat mungkin Obesitas atau kegemukan untuk
Negara Kesatuan akan tetapi sekarang demi kesejahteraan masyarakat secara adil
kegemukan merupakan Republik Indonesia (NKRI) sebagian orang sejatinya merupakan suatu dan
dibangun untuk suatu kelainan atau penyakit. beradab (Sri. Astuti. Suparmanto 2010).
Obesitas saat ini melindungi rakyat, dalam praktik permasalahan yang harus ditangani secara
sektor disebut sebagai the New World Syndrome, Menurut Mantan Menteri Kesehatan, Farid serius.
kesehatan, rakyat tidak terlindungi secara angka Selain mengganggu penampilan dari Anfasa
kejadiannya terus meningkat baik, khususnya Moeloek, Pembangunan yang tidak segi estetika,
masyarakat miskin. Hidup dimanamana. Di seluruh obesitas juga menyebabkan mengindahkan
dunia, kini dilaporkan sehat merupakan hak paling dampak positif dan dampak berbagai macam
mendasar dan ada lebih dari satu miliar orang masalah kesehatan. Masalah negatif terhadap
dewasa prasyarat seseorang bisa berfungsi kesehatan manusia, kesehatan yang disebabkan
normal. dengan berat badan lebih (gemuk), dan oleh obesitas ini kesehatan lingkungan, kesehatan
paling Fungsi normal seseorang adalah tumbuh sosial, dan beragam mulai dari hipertensi, penyakit
sedikit ada 300 juta orang yang masuk kembang, kesehatan budaya merupakan bentuk dari jantung
bermain ketika bayi sampai usia kategori obesitas koroner hingga stroke. Penyebabnya pelanggaran
(BMI di atas 30). Di Amerika sekolah, belajar ketika hak asasi manusia (Farid Anfasa bermacam-
usia sekolah, bekerja Serikat dan negara-negara macam di antaranya adalah Moeloek 2003).
maju di Eropa setelah usia sekolah, hidup sehat genetis, faktor lingkungan, faktor psikis, Secara
membina Barat misalnya, hampir dua per tiga regulasi, sejatinya pemerintah kelainan atau
penduduk anak cucu ketika usia lanjut (Hasbullah penyakit seperti hipotiroidisme, Indonesia
mengidap kegemukan; sedangkan di Thabrany, menyadari akan bahaya dampak dan aktivitas fisik.
2015). Menurut Diana (2013) Indonesia, dapat Penyebab tersering obesitas serta resiko yang
dikatakan lebih dari Pencapaian Indeks ditimbulkan dari obesitas. adalah faktor lingkungan
Pembangunan Manusia di seperempat penduduk yaitu pola makan dan Terlihat dikeluarkannya
memiliki berat badan dunia tidak terlepas dari segi Peraturan Menteri gaya hidup yang tidak sehat.
peningkatan berlebihan. kualitas kesehatan. Obesitas di Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013
Namun, saat ini masih Menjadi suatu keharusan Tentang Indonesia sudah mulai dirasakan secara
bagi banyak masalah gizi yang dapat Pencantuman Informasi Kandungan Gula, nasional
memengaruhi Pemerintah (baik pemerintah pusat dengan semakin meningginya angka Garam dan
maupun kualitas kesehatan salah satunya adalah Lemak Serta Pesan Kesehatan kejadiannya.
daerah) dan penentu kebijakan lainnya untuk Selama ini kegemukan di untuk Pangan Olahan
masalah kegemukan. Pencegahan epidemi
dan Pangan Siap Saji Indonesia belum menjadi penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
sorotan prioritas yang selanjutnya diamandemen argumentasi, c. Bahan Hukum Tersier teori atau
dengan karena masih disibukkan terhadap konsep baru sebagai preskripsi “Bahan hukum
masalah Permenkes Nomor 63 Tahun 2015. tersier adalah bahan dalam penyelesaian masalah
kekurangan gizi (Kemenkes 2010). Obesitas yang dihadapi hukum yang memberikan petunjuk
Roscoe Pound menyatakan hukum merupakan (Peter Mahmud Marzuki 2009). maupun
suatu keadaan fisiologis akibat dari dapat penjelasan terhadap bahan Penelitian yang
berfungsi sebagai alat merekayasa penimbunan dilakukan kaitannya hukum primer dan bahan
lemak secara berlebihan di dalam masyarakat (law hukum dengan penelitian ini termasuk jenis
as a tool of social tubuh. Saat ini gizi lebih yang penelitian sekunder” (Peter Mahmud Marzuki
tidak terkontrol engineering). Hukum dalam arti 2005) hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang
kaedah atau dan obesitas merupakan epidemik di terdiri dari Kamus BesarBahasa kepustakaan atau
negara peraturan hukum memang bisa berfungsi penelitian hukum yang Indonesia, Kamus Hukum
maju, seperti Inggris, Brasil, Singapura dan Belanda- didasarkan pada data sekunder
sebagai alat (pengatur) atau sarana dengan cepat (Soerjono) Indonesia, Kamus Inggris-Indonesia.
berkembang di negara pembangunan dalam arti Soekanto 1985). Dengan demikian dapat dipahami
penyalur arah berkembang, terutama populasi bahwa penelitian hukum normatif Untuk
kepulauan kegiatan manusia ke arah yang memperoleh bahan hukum yang memfokuskan
dikehendaki Pasifik dan negara Asia tertentu. obyek kajian pada ketentuan- diperlukan dalam
Prevalensi oleh pembangunan. obesitas meningkat penelitian kepustakaan, ketentuan hukum positif,
secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir lalu mengarah pada maka dilakukan studi
dan dianggap oleh banyak orang sebagai masalah dokumen yaitu makna dari azas hukum. Penelitian
kesehatan masyarakat yang utama (Sarah EB and hukum mempelajari bahan-bahan hukum primer,
the Expert Committee 2011). Menurut Husnah normatif terhadap pengkajian (analisis) dimulai
sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan dari
Dalam melakukan penelitian ilmiah ini tentang perangkat-perangkat pasal-pasal hukum data yang
Pencantuman Informasi Gula, termasuk dalam akan digunakan dalam penelitian ini positif
didukung oleh metode Garam, dan Lemak Serta terkandung konsep-konsep eksplanasi dilakukan
Pesan tertentu, sehingga penelitian tersebut dapat dengan cara studi kepustakaan. dan sifat dari
Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan berlangsung permasalahan penelitian. Studi kepustakaan
secara terencana dan teratur. Pangan Siap Saji. dilakukan untuk Selanjutnya mendalami lapisan
Van Peursen menterjemahkan pengertian 4. PP ilmu hukum mengumpulkan data sekunder melalui
No 69 Tahun 1999 tentang Label metode secara (dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat
harfiah, mula-mula metode pengkajian terhadap peraturan perUndang-
hukum) (Hadin Mudjad HM. dan Nunuk Undangan,
dan Iklan Pangan. diartikan sebagai suatu jalan
literatur-literatur, tulisan-tulisan Nuswardani 2012).
yang harus 5. PP No. 28 Tahun 2004 tentang
para pakar hukum, bahan kuliah, yang Penelitian
ditempuh menjadi penyelidikan atau Keamanan,
kepustakaan yaitu penelitian berkaitan dengan
mutu, dan Gizi Pangan. penelitian, berlangsung
penelitian ini. Pengolahan, yang dilakukan dengan
menurut suatu rencana tertentu (Johnny Ibrahim
mencari, mempelajari analisis dan konstruksi data
2006). b. Bahan Hukum Sekunder Penelitian
penelitian hukum dan mengumpulkan data
adalah merupakan suatu kegiatan
sekunder yang normatif dapat dilakukan dengan
“Bahan hukum sekunder ialah bahan ilmiah yang cara berhubungan dengan obyek penelitian,
berkaitan dengan analisa dan hukum yang melakukan analisis terhadap kaidah hukum
mejelaskan bahan hukum kontruksi yang dilakukan dengan bantuan buku, literatur, peraturan dan
secara metodologis, primer”. Terutama buku-buku kemudian konstruksi dilakukan dengan perundang
hukum sistematis, dan konsisten (Soerjono undangan dan dokumen-dokumen cara
Soekanto termasuk skripsi, thesis, disertasi hukum memasukkan pasal-pasal kedalam yang terdiri dari
1984). Sementara penelitian hukum adalah dan : kategori-kategori atas dasar pengertian- a. Bahan
jurnal jurnal hukum,(termasuk yang suatu proses Hukum Primer pengertian dasar dari sistem hukum
untuk menemukan aturan on-line). Bahan hukum tersebut. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum
sekunder berguna hukum, prinsip-prinsip hukum, Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan
maupun doktrin untuk meberikan petunjuk kearah yang mengikat (Soerjono Soekanto dan Sri
mana doktrin hukum, guna menjawab isu hukum kemudian dianalisis berdasarkan metode Mamudji
peneliti akan melangkah. yang dihadapi, sehingga 2006) Bahan hukum primer kualitatif, yaitu dengan
melakukan : dalam penelitian ini terdiri atas : kegemukan tipe ini terjadi karena jumlah dan
Menemukan konsep-konsep yang 1. UU No. 36 ukuran sel melebihi normal. Kegemukan tipe ini
Tahun 2009 Tentang terkandung dalam bahan- dimulai pada masa anak - anak dan terus
bahan hukum Kesehatan (konseptualisasi) yang berlangsung sampai setelah dewasa. Upaya untuk
dilakukan dengan 2. UU No. 18 Tahun 2012 menurunkan berat badan pada tipe ini merupakan
Tentang cara memberikan interpretasi terhadap yang paling sulit, karena dapat beresiko terjadinya
Pangan. bahan hukum tersebut ; b. komplikasi penyakit, seperti penyakit degeneratif.
Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan- Berdasarkan
peraturan yang sejenis atau berkaitan; c.
Menemukan hubungan di antara pelbagai kategori Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 245
atau peraturan kemudian diolah ; d. Menjelaskan penyebaran lemak didalam tubuh, ada dua tipe
dan menguraikan hubungan di antara pelbagai obesitas yaitu: a). Tipe buah apel (Adroid), pada
kategori atau peraturan perundang-undangan, tipe ini ditandai dengan pertumbuhanlemak yang
kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. berlebih dibagian tubuh sebelah atas yaitu sekitar
Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dada, pundak, leher, dan muka. Tipe ini pada
dan kesimpulan atas permasalahan. umumnya dialami pria dan wanita yang sudah
menopause. Lemak yang menumpuk adalah lemak
jenuh. b). Tipe buah pear (Genoid), tipe ini
mempunyai timbunan lemak pada bagian bawah,
HASIL DAN PEMBAHASAN yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Tipe
ini banyak diderita oleh perempuan. Jenis
Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh,
timbunan lemaknya adalah lemak tidak jenuh
yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan
(bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang (Budiyanto, MAK 2002). Salah satu upaya
terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya
(Khomsan, A 2003) pemerintah dalam upayanya menanggulangi
obeistas dan gizi buruk yaitu dengan Positive
Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah
ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan sebuah program baru di dalam dunia kesehatan,
akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi yang bertujuan untuk menangani kasus gizi buruk
kelebihan berat badan yang melampaui ukuran atau gizi kurang bagi anak-anak Balita yang ada di
ideal (Kurniawati, Dwi Hera 2008). seluruh Indonesia. Disebut dengan penyimpangan
Dengan demikian tiap orang perlu memperhatikan positive karena anak-anak penderita gizi buruk
banyaknya masukan makanan (disesuaikan yang berada di satu lingkungan bisa mencontoh
dengan kebutuhan tenaga sehari- hari) dan perilaku hidup sehat anak-anak yang tidak
aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian lebih besar menderita gizi buruk.Program PD ini lebih
mengenai kedua hal ini terutama diperlukan bagi mengembangkan konsep pemberdayaan dan
mereka yang kebetulan berasal dari keluarga keterlibatan masyarakat secara penuh untuk
obesitas, berjenis kelamin wanita, pekerjaan mengatasi masalah gizi buruk, sangat jauh
banyak duduk, tidak senang melakukan olahraga, berbeda dengan program PMT (Pemberian
serta emosionalnya labil. Makanan Tambahan) yang dikembangkan oleh
pemerintah. Program PMT sangat tidak efektif
Berdasarkan kondisi selnya, kegemukan dapat karena masyarakat tidak dilibatkan secara penuh
digolongkan Dalam beberapa tipe yaitu : 1) Tipe dalam program tersebut, bahkan cenderung
Hiperplastik, adalah kegemukan yang terjadi membuat masyarakat manja dan memiliki
karena jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan ketergantungan sangat tinggi terutama bagi
kondisi normal, tetapi ukuran sel-selnya sesuai keluarga penderita gizi buruk. Di samping itu juga,
dengan ukuran sel normal terjadi pada masa anak- program PMT sangat mubazir dalam hal
anak.Upaya menurunkan berat badan ke kondisi pembiayaan, karena semua keluarga penderita gizi
normal pada masa anak-anak akan lebih sulit. 2) buruk selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu
Tipe Hipertropik, kegemukan ini terjadi karena sebabnya program PD perlu mendapat perhatian
ukuran sel yang lebih besar dibandingkan ukuran pemerintah (Depkes) untuk diadopsi dalam rangka
sel normal. Kegemukan tipe ini terjadi pada usia mengatasi gizi buruk di masyarakat.
dewasa dan upaya untuk menurunkan berat akan
lebih mudah bila dibandingkan dengan tipe Disamping itu pula, upaya pemerintah adalah
hiperplastik. 3) Tipe Hiperplastik dan Hipertropik dengan upaya peningkata di sektor kesehatan
kuratif dan rehabilitatif sejak dini: 1) Penemuan kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam
aktif dan rujukan kasus gizi buruk, 2) Perawatan menerapkan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI); 5)
balita gizi buruk, 3) Pendampingan balita gizi buruk Berfungsinya Sistem Kewaspadaan Pangan Dan
Gizi (SKPG).
pasca perawatan Upaya Kesehatan Promotif dan
Preventif: 1) Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui Kebijakan Operasional Pencegahan Dan
promosi kadarzi, 2) Revitalisasi Penanggulangan Gizi Buruk: 1) Merupakan
Program Nasional: Perencanaan, pelaksanaan,
p-ISSN: 2303-2898 e-ISSN: 2549-6662 Vol 8 No 2, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara
Tahun 2019 berkesinambungan antara pusat dan daerah; 2)
Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya
posyandu, 3) Pemberian suplementasi gizi, 4)
pencegahan dan upaya peningkatan, yang
Pemberian MP – ASI bagi balita gakin
didukung upaya pengobatan dan pemulihan; 3)
Kerangka Kerja Pencegahan Dan Semua kabupaten/kota secara terus
Penanggulangan Gizi Buruk Sistem Kewaspadaan
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 246 menerus
Pangan dan Gizi Komponen SKPG: 1) Keluarga, 2)
melakukan upaya pencegahan dan
Masyarakat dan Lintas Sektor, 3) Pelayanan
penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi
Kesehatan
lintas instansi/dinas dan organisasi masyarakat; 4)
Peran Keluarga: 1) Penyuluhan/Konseling Gizi: a. Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia
ASI eksklusif dan MP-ASI; b. Gizi seimbang; 2) usaha dan masyarakat di berbagai tingkat; 5)
Pola asuh ibu dan anak, 3) Pemantauan Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta
pertumbuhan anak, 4) Penggunaan garam keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan
beryodium; 5) Pemanfaatan pekarangan; 6) (Ibid, Budiyanto, MAK 2002).
Peningkatan daya beli keluarga miskin; 7) Bantuan
Berdasarkan data Riskesdas terjadi peningkatan
pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin
prevalensi obesitas pada tiap tahap kehidupan.
Peran Masyarakat dan Lintas Sektor: 1) Kejadian peningkatan Gizi lebih ini akan
Mengaktifkan Posyandu: SKDN; 2) Semua balita memberikan beban pembangunan bidang
mempunyai KMS; 3) Penimbangan balita (D); 4) kesehatan yang semakin berat dengan masih
Konseling; 5) Suplementasi gizi; 6) Pelayanan adanya masalah gizi kurang. Makin meningkatnya
kesehatan dasar; 7) Berat badan naik (N) sehat masalah kesehatan yang bersumber dari masalah
dikembalikan ke peran keluarga; 8) BB Tidak naik gizi lebih perlu diantisipasi dengan melakukan
(T1), Gizi kurang diberikan PMT Penyuluhan dan perubahan kebijakan yang mendasar dalam upaya
Konseling; 9) Berat badan Tidak naik (T2), BGM, pelayanan kesehatan. Dengan terbatasnya
Gizi buruk, sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas sumberdaya yang ada dan semakin terbatasnya
kemampuan pemerintah menyediakan anggaran
Peran Pelayanan Kesehatan: 1) Mengatasi disaat beban pembangunan kesehatan meningkat
masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk; 2) maka kebijakan berimbang dan simultan dengan
Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu meningkatkan partisipasi masyarakat secara luas
dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi untuk merupakan hal yang krusial dan pendekatan yang
diberikan PMT; 3) Balita yang sembuh, dan tidak sensible untuk kebijakan pencegahan dan
perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat. penanggulangan kegemukan dan obesitas.
Menurunnya prevalensi Kurang Energi Protein Pencegahan dan Penanggulangan kegemukan
(KEP) menjadi setinggi-tingginya 15 % dan gizi dan obesitas pada anak sekolah merupakan suatu
buruk menjadi setinggi-tingginya 2,5 % pada tahun upaya komprehensif yang melibatkan stakeholder
2014. yang ada di wilayah. Stakeholders mempunyai
peran sesuai dengan tanggung jawab dan
Tujuan Khusus: 1) Meningkatnya cakupan deteksi
kewenangan, melalui koordinasi dengan kepala
dini gizi buruk melalui penimbangan balita di
Puskesmas.
Posyandu, Puskesmas dan jaringannya; 2)
Meningkatnya cakupan suplementasi gizi terutama Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan
pada kelompok penduduk rawan dan keluarga keluarga, sekolah, masyarakat dan fasilitas
miskin; 3) Meningkatnya jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan. Lingkungan sekolah
tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Tangga, merupakan tempat yang baik untuk pendidikan
Puskesmas dan Rumah Sakit; 4) Meningkatnya
kesehatan yang dapat memberikan pengetahuan, mengurangi ukuran pinggang akan menjalani
keterampilan serta dukungan sosial dari warga konseling. Perusahaan harus memberikan
sekolah. Pengetahuan, keterampilan serta kontribusi program kesehatan untuk karyawan
dukungan sosial ini memberikan perubahan yang menderita obesitas. Datuk dr Hasan Abdul
perilaku makan sehat yang dapat diterapkan dalam Rahman mengatakan bahwa pemberlakuan hukum
jangka waktu lama. Tujuan pencegahan ini adalah tersebut tidak bermaksud mendiskriminasi orang
terjadinya perubahan pola dan perilaku makan dengan berat badan berlebihan, tetapi untuk
meliputi meningkatkan kebiasaan konsumsi buah memastikan bahwa kesehatan para karyawan
dan sayur, mengurangi konsumsi makanan dan dihargai dan mengadopsi gaya hidup sehat.
minuman manis, mengurangi konsumsi makanan
tinggi energi dan lemak, mengurangi konsumsi Menurut pemahaman di negara Jepang sebagai
junk food, serta peningkatan aktivitas fisik dan Negara yang maju, obesitas berkaitan dengan
mengurangi sedentary life style. tingkat kemiskinan dan pendidikan di sebuah
negara. mereka punya pengetahuan soal nutrisi,
Kementerian Kesehatan Malaysia baru-baru ini itu membuat asupan warga Jepang rata-rata lebih
menyatakan komitmennya untuk menekan angka sedikit, karena mereka mengetahui bagaimana
kejadian obesitas di negara mencukupi nustrisi untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. masyarakat Jepang juga benar-benar
p-ISSN: 2303-2898 e-ISSN: 2549-6662 Vol 8 No 2, memperhatikan makanan. Mereka banyak
Tahun 2019 mengonsumsi sayur, ikan dan daging sehingga gizi
mereka dengan membentuk suatu undang- mereka tercukupi. Paling penting
undang anti-obesitas yang akan diterapkan pada Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 247 termyata
tahun 2020. Hal itu disampaikan oleh Direktur warga Jepang jarang yang memiliki kendaraan dan
Jenderal Kesehatan Malaysia Datuk dr Hasan lebih suka naik transportasi umum atau berjalan
Abdul Rahman. Meski terlihat kontroversial dan kaki. Sehingga secara tidak langsung mereka
sulit untuk diimplementasikan, dikatakan bahwa berolahraga setiap hari. Pemerintah Jepang
pihaknya akan terus berupaya menekan obesitas membuat UU Anti Kegemukan yaitu dengan aturan
dengan edukasi dan kampanye kesadaran kepada batas pinggang untuk pria maksimal adalah 33.5
masyarakat. inchi, sedangkan untuk wanita adalah 35.4 inchi.
Undang-undang tersebut akan efektif membantu Jika melewati batas ini, maka orang tersebut harus
mengurangi tingkat obesitas dan beberapa melakukan diet jika tidak ingin terkena denda.
penyakit terkait lainnya. Ketika seseorang Sebagai negara hukum, tentunya hukum menjadi
kelebihan berat badan atau obesitas, risiko salah satu instrumen penting dalam pembangunan
menderita diabetes, serangan jantung, hipertensi, Indonesia. Pembangunan yang di maksudkan
dan kanker akan lebih tinggi. Hukum anti-obesitas tentunya tidak pada fisik semata yang terbatas
akan menjadi cara yang baik untuk oleh ruang dan waktu tertentu. Melainkan
mempromosikan pekerja sehat dan bangsa yang pembangunan kualitas segenap rakyat Indonesia
sehat. Dengan berat badan ideal, risiko terkena dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
penyakit akan berkurang sehingga meningkatkan yang bersifat proyeksi jauh kedepan. Pada zaman
kualitas kerja dan mengurangi uang yang reformasi sekarang ini, hukum di tuntut menjadi
dihabiskan untuk pengobatan. panglima bagi kemajuan bengasa, seiring dengan
Survei menunjukkan bahwa hampir 90 persen kemajuan demokrasi kita. Namun, dewasa ini
orang dewasa memiliki satu atau lebih penyakit hukum cenderung terpasung oleh demokrasi itu
akibat kelebihan berat badan, yaitu sebanyak 20,6 sendiri. Demokrasi seharusnya dapat berbanding
persen memiliki kolesterol tinggi, 32,2 persen lurus dengan kedaulatan hukum (Nomokrasi)
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan 14,9 persen dalam perjalananya membangun bangsa ini.
diabetes. Peraturan tersebut akan meliputi Hukum selalu menjadi tumpuan harapan rakyat
pengukuran lingkar pinggang karyawan berusia Indonesia untuk mewujudkan keadilan. Keadilan
40-74 tahun, sebagai bagian dari pemeriksaan yang menjadi salah satu dari tujuan hukum
kesehatan tahunan. Selain itu, sebuah perusahaan seharusnya dapat di praktekan dalam upaya
akan mendapatkan hukuman jika lingkar pinggang membangun masyarakat, bukan mengadili
karyawan melebihi 33,5 inci pada pria dan 35,4 inci masyarat dalam pembanguan dengan dalih bahwa
untuk wanita. Karyawan yang gagal untuk kita adalah negara hukum. Peranan hukum dalam
membangun masyarakat, berarti juga bahwa Secara sosiologis, produk hukum yang
kedaulatan hukum berada di tangan rakyat responsiflah yang dapat di jadikan sarana untuk
sebagaimana pengertian kedaulatan rayat dalam membangun masyarakat. Namun, dalam
berdemokrasi. Meskipun dalam penerapan serta prakteknya produk hukum kita jauh dari produk
penegakannya antar demokrasi dan hukum hukum yang responsif. Kebanyakan produk hukum
berbeda. kita bersifat represif. Banyak Undang- Undang
yang di bentuk berpihak pada kepentingan
Secara filosofis apa yang menjadi dasar akan penguasa dalam melanggengkan kekuasaannya.
pentingnya dirumuskan dalam bentuk norma yang
bersifat mengatur terkait konstruksi hukum serta Penbentukan hukum yang responsif tidaklah
model pengaturan anti obesitas dalam rangka mudah untuk di lakukan di tengah keberagaman
penguatan serta peningkatan derajat kesehatan karakter masyarakat Indonesia. Namun, kita harus
masyarakat di Indonesia, Kesehatan merupakan tetap optimis dalam hal menjadikan hukum sebagai
kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang sarana pembangunan dan pembaharuan
memungkin setiap orang produktif secara masyarakat. Dengan ideologi Pancasila, dan
ekonomis (Ps. 1 point (1) UU Nomor 36 Tahun amanat konstitusi kita UUD 1945 seharusnya kita
2009 tentang Kesehatan). Karena itu kesehatan telah dapat menjadikan hukum sebagai sarana
merupakan dasar dari diakuinya derajat pembaharuan dan pembangunan masyarakat.
kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang Namun, dalam prakkteknya hukum kembali tunduk
menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa dengan penguasaan atas kepentingan politik
kesehatan, seseorang tidak akan mampu penguasa.
memperoleh hak-haknya
Persoalan dalam pembentukan hukum jelas akan
p-ISSN: 2303-2898 e-ISSN: 2549-6662 Vol 8 No 2, berimbas pada proses penegakan hukum. Kalo
Tahun 2019 melihat penegakan hukum di Indonesia saat ini,
menurut saya kita belum pantas di katakan
yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sebagai negara yang berdaulat dalam hukum.
sendirinya akan berkurang haknya atas hidup, Dalam hal penegakan hukum, bangsa ini selalu
tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan mengalami persoalan
yang layak, tidak bisa menikmati haknya untuk
berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 248
pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan diskriminatif terhadap keadilan yang merupakan
demi masa depannya. Singkatnya, seseorang tidak tujuan hukum. Seharusnya proses penegakan
bisa menikmati sepenuhnya kehidupan sebagai hukum merupakan instrumen penting dalam hal
manusia. mencapai tujuan hukum, yakni kepastian hukum
yang bermuara pada keadilan dan ketertiban.
Secara yuridis, Tantangan utama adalah kondisi
masyarakat Indonesia yang masih belum keluar Model pengaturan anti obesitas di Indonesia bisa
dari himpitan krisis sehingga sulit mendapatkan mengadopsi regulasi di jepang dan di Malaysia.
pelayanan kesehatan yang baik. Kemiskinan Mengingat secara kultur terdapat kemiripan. Hal
memang merupakan musuh utama kesehatan. penting yang bisa dilakukan dalam
Kondisi ini menyatu dengan trend kesehatan merumuskannya, harus sesuai dengan suasana
sebagai industri yang seringkali melupakan aspek kebatinan masyarakat Indonesia. Seperti, perlunya
kesehatan sebagai pelayanan kemanusiaan. control yang sangat ketat terhadap konsumsi gula,
Kesehatan menjadi barang yang mahal. Apalagi karbohidrat dan lainnya yang berpotensi pemicu
pengambil kebijakan ternyata juga belum memiliki terhadap obesitas.
komitmen dengan tanggung jawabnya terhadap
kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan minimnya PENUTUP Pengaturan terhadap segala potensi
pembiayaan yang dialokasikan untuk sektor penyebab obesitas di Indonesia belum terakomodir
kesehatan baik berupa penyediaan sarana dan dengan baik, dapat dilihat dengan minimnya
prasarana maupun jaminan sosial terhadap regulasi mengenai control pemeritah terhadap
pelayanan kesehatan. Secara regulasi, Indonesia masyarakat dalam tataran promotif dan preventif.
tidak memiliki peraturan tentang anti obesitas. Konstruksi model pengaturan anti obesitas di
Wujud perhatian pemerintah dalam tataran negara maju dan negara berkembang, di Negara
promotif dan prevntif masih sangat rendah. jepang dengan ketat menggunakan lingkar
pinggang dalam memnentukan obesitas yang
dituangkan dalam bentuk peratura, sedngkan 99-104. Tersedia Pada:
Malaysia memiliki kemiripan secara pola dan akan http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/arti
dilaksanakan dan di undangkan tahun 2020. cle/download/3506/3259.
Konstruksi hukum serta model pengaturan anti
obesitas dalam rangka penguatan serta Kementerian Kesehatan. Laporan Hasil Riset
peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010. Jakarta,
Indonesia, bisa mengadopsi pola regulasi jepang 2011.
serta yang terpenting adalah perlunya control yang Kaplan, H, I. et all, 1994, Sipnosis Psikiatri. Ilmu
sangat ketat terhadap konsumsi gula, karbohidrat Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta:
dan lainnya yang berpotensi pemicu terhadap Binarupa Aksara.
obesitas yang dituangkan dalam peraturan per
Lily Rasjidi, 1990, Dasar-Dasar Filsafat Hukum,
Undang-undangan di Indonesia. Disarankan agar
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
segera Indonesia merumuskan regulasi terkait anti Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum,
obesitas dalam rangka meningkatkan derajat Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina
kesehatan masyarakat di Indonesia secara Cipta, Bandung.
universal.
Oku, B.F. , 1990, Seeking Conections in Psykiatry.
San Fransisco & Oxford Jossey-Bass Publischers.
DAFTAR PUSTAKA Permenkes RI nomor 30 tahun 2013 tentang
Pencantuman Informasi Gula, Garam, dan Lemak
Ammerman, R, T & Hersen, M, 1997, Handbook of
Serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan
Prevention and Adolescent. New York : John Wiley
Pangan Siap Saji.
& Sons. Inc.
PP No 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Diana, Rian, Indah Yuliana, Ghaida Yasmin, dan
Hardinsyah. 2013. Faktor Risiko Kegemukan pada Pangan. PP No. 28 Tahun 2004 tentang
Wanita Dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Keamanan,
Pangan, Maret 2013, 8(1) Hal. 1-8. Tersedia
mutu, dan Gizi Pangan.
p-ISSN: 2303-2898 e-ISSN: 2549-6662 Vol 8 No 2,
Tahun 2019 Sri. Astuti. Suparmanto, Pedoman Umum
Pelayanan Posyandu, Jakarta, Departemen
Pada: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jgi Kesehatan RI. 2006.
zipangan/article/viewFile/7226/5647.
Syahmin, AK, Mengkritisi Hukum Sebaga Sarana
Farid Anfasa Moeloek, Pembangunan Pembaharuan Masyarakat Indonesia, Jurnal
Berkelanjutan Dalam Peningkatan Derajat Hukum Progresif Volume I Nomor 2, Oktober,
Kesehatan Masyarakat, Makalah pada Seminar 2005.
Pembangunan Nasional Departemen Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia, 14-18 Juli 2003. Sunaryati Hartono, 1982, Hukum Ekonomi
Pembangunan Indonesia, Binacipta, Bandung.
Hasbullah Thabrany, 2015, Jaminan Kesehatan
Nasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Husnah. 2012. Tatalaksana Obesitas. Jurnal UU No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
Kedokteran Syiah Kuala Volume 12 Nomor 2 Hal.
Nama : Eli Prima
NPM :1218153
Semester : 3 (Tiga)

MODEL PENGATURAN ANTI OBESITAS DALAM RANGKA PENGUATAN SERTA


PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN


Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan
subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan
organnya (Khomsan, A 2003)
Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan
berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang
melampaui ukuran ideal (Kurniawati, Dwi Hera 2008).
Dengan demikian tiap orang perlu memperhatikan banyaknya masukan makanan
(disesuaikan dengan kebutuhan tenaga seharihari) dan aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian
lebih besar mengenai kedua hal ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari
keluarga obesitas, berjenis kelamin wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan
olahraga, serta emosionalnya labil.
Salah satu upaya pemerintah dalam upayanya menanggulangi obeistas dan gizi buruk
yaitu dengan Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah sebuah program baru di
dalam dunia kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus gizi buruk atau gizi kurang bagi
anak-anak Balita yang ada di seluruh Indonesia. Disebut dengan penyimpangan positive karena
anak-anak penderita gizi buruk yang berada di satu lingkungan bisa mencontoh perilaku hidup
sehat anak-anak yang tidak menderita gizi buruk.Program PD ini lebih mengembangkan konsep
pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara penuh untuk mengatasi masalah gizi buruk,
sangat jauh berbeda dengan program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang dikembangkan
oleh pemerintah. Program PMT sangat tidak efektif karena masyarakat tidak dilibatkan secara
penuh dalam program tersebut, bahkan cenderung membuat masyarakat manja dan memiliki
ketergantungan sangat tinggi terutama bagi keluarga penderita gizi buruk. Di samping itu juga,
program PMT sangat mubazir dalam hal pembiayaan, karena semua keluarga penderita gizi
buruk selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu sebabnya program PD perlu mendapat
perhatian pemerintah (Depkes) untuk diadopsi dalam rangka mengatasi gizi buruk di masyarakat.
Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif: 1) Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui
promosi kadarzi, 2) Revitalisasi posyandu, 3) Pemberian suplementasi gizi, 4) Pemberian MP –
ASI bagi balita gakin Kerangka Kerja Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi Komponen SKPG: 1) Keluarga, 2) Masyarakat dan Lintas Sektor,
3) Pelayanan Kesehatan Peran Keluarga: 1) Penyuluhan/Konseling Gizi: a. ASI eksklusif dan
MP-ASI; b. Gizi seimbang; 2) Pola asuh ibu dan anak, 3) Pemantauan pertumbuhan anak, 4)
Penggunaan garam beryodium; 5) Pemanfaatan pekarangan; 6) Peningkatan daya beli keluarga
miskin; 7) Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin Peran Masyarakat dan
Lintas Sektor: 1) Mengaktifkan Posyandu: SKDN; 2) Semua balita mempunyai KMS; 3)
Penimbangan balita (D); 4) Konseling; 5) Suplementasi gizi; 6) Pelayanan kesehatan dasar; 7)
Berat badan naik (N) sehat dikembalikan ke peran keluarga; 8) BB Tidak naik (T1), Gizi kurang
diberikan PMT Penyuluhan dan Konseling; 9) Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk,
sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas Peran Pelayanan Kesehatan: 1) Mengatasi masalah medis
yang mempengaruhi gizi buruk; 2) Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke
Pusat Pemulihan Gizi untuk diberikan PMT; 3) Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT,
dikembalikan kepada masyarakat. Menurunnya prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) menjadi
setinggi-tingginya 15 % dan gizi buruk menjadi setinggi-tingginya 2,5 % pada tahun 2014.
Tujuan Khusus: 1) Meningkatnya cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di
Posyandu, Puskesmas dan jaringannya; 2) Meningkatnya cakupan suplementasi gizi terutama
pada kelompok penduduk rawan dan keluarga miskin; 3) Meningkatnya jangkauan dan kualitas
tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Tangga, Puskesmas dan Rumah Sakit; 4) Meningkatnya
kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam menerapkan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI); 5)
Berfungsinya Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG). Kebijakan Operasional
Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk: 1) Merupakan Program Nasional: Perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan
daerah; 2) Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan,
yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan; 3) Semua kabupaten/kota secara terus menerus
melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi lintas
instansi/dinas dan organisasi masyarakat; 4) Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia
usaha dan masyarakat di berbagai tingkat; 5) Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta
keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan (Ibid, Budiyanto, MAK 2002).
Pencegahan dan Penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah merupakan
suatu upaya komprehensif yang melibatkan stakeholder yang ada di wilayah. Stakeholders
mempunyai peran sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan, melalui koordinasi dengan
kepala Puskesmas. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat
dan fasilitas pelayanan kesehatan. Lingkungan sekolah merupakan tempat yang baik untuk
pendidikan kesehatan yang dapat memberikan pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial
dari warga sekolah. Pengetahuan, keterampilan serta dukungan sosial ini memberikan perubahan
perilaku makan sehat yang dapat diterapkan dalam jangka waktu lama. Tujuan pencegahan ini
adalah terjadinya perubahan pola dan perilaku makan meliputi meningkatkan kebiasaan
konsumsi buah dan sayur, mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis, mengurangi
konsumsi makanan tinggi energi dan lemak, mengurangi konsumsi junk food, serta peningkatan
aktivitas fisik dan mengurangi sedentary life style.
Nama : Mahmud Muchlis
NPM :1218142
Semester : 3 (Tiga)
Journal Endurance 2(1) February 2017 (97-106)

KORELASI ANTARA POLA KOMUNIKASI KELUARGA DAN TINGKAT


DEPRESI PADA USIA LANJUT

Loriza Sativa Yan 1), Megawati 2) 1,2

STIKes Harapan Ibu Jambi 1email:

mnsloriza@yahoo.com

Submitted :04-01-2017, Reviewed:12-01-2017, Accepted:27-01-2017


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v2i1.1618

ABSTRACT

Depression is the most mental disorder occurss in elderly. Previous research have investigated how
vulnerable is depression within symptoms of mild to moderate between 50% -75%. Symptoms of
depression were not treated promptly influencing of quality of life expectancy and physical function. For
families who lived with elderly depressive symptoms had to fight in maintaining their health. The aim of
the study was to identify the correlation of family communication patterns at the depression level among
elderly people. This study method employed a quantitative correlation approach. Seventy-seven elderly
people participated in this study that collects in purposive sampling. Questionnaires were applied to
collect data of demographic, family communication pattern and depression level. Data were analyzed by
Spearman’s rho. The results of study showed that most of elders, men were more susceptible to mild
depression level. There is a significant correlation of family communication patterns at depression levels
among elderly people. Depression level in elderly people affected by dysfunctional family communication
patterns. The further study recommended emotional change’s assessment to detect early depression
sign among elderly people.

Keywords: Depression, Elderly People, Family Communication Pattern

ABSTRAK

Depresi merupakan ganguan mental yang sangat rentan terjadi pada usia lanjut. Data penelitian
memperlihatkan gejala depresi ringan sampai sedang antara 50%-75%. Gejala depresi yang tidak
ditangani segera mempengaruhi kualitas harapan hidup dan kemunduran fisik. Penerapan pola
komunikasi yang baik antara keluarga dan lansia akan memperkecil dampak buruk dari depresi..
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi korelasi antara pola komunikasi keluarga
dengan tingkat depresi pada usia lanjut di Kota Jambi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan pendekatan korelasi. Tujuh puluh tujuh orang yang berusia lebih dari 60 tahun terlibat dalam
penelitian yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner
tentang data demografi, pola komunikasi keluarga dan tingkat depresi lansia. Uji korelasi Spearman’s
rho diaplikasikan untuk menganalisa ada tidaknya hubungan antara kedua variabel, kemudian disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Dari analisis diketahui bahwa sebagian besar laki- laki yang
telah berusia lanjut lebih rentan mengalami gejala depresi tingkat ringan. Terdapat korelasi antara pola
komunikasi keluarga dengan tingkat depresi usia lanjut. Tingkat depresi pada usia lanjut dipengaruhi
adanya pola komunikasi disfungsional dalam keluarga yang tinggal dengan usia lanjut. Oleh karenanya,
perlu dilakukan pengkajian perubahan emosional pada usia lanjut untuk mendeteksi gelaja awal
depresi.

Kata Kunci: Depresi, Usia Lanjut, Pola Komunikasi Keluarga

Kopertis Wilayah X 97

LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal Endurance 2(1) February 2017

PENDAHULUAN sebaya yang bisa diajak bicara, merasa tidak


berguna dan berdaya bahkan adanya
Seiring bertambahnya usia akan
perasaan kehilangan peran dalam keluarga
memicu timbulnya banyak persoalan hidup
(Meiner, 2011). Kondisi seperti ini
yang dihadapi oleh lansia (Miller, 2012). Usia
meningkatkan resiko terjadinya depresi pada
lanjut erat kaitannya dengan dampak proses
lanisa (Saputri & Indrawati, 2011).
menua seperti timbulnya masalah krisis
ekonomi karena sebagian besar lansia telah Gejala depresi diantara populasi usia
kehilangan pekerjaan, tidak adanya teman lanjut perlu di ketahui secara dini (BKKBN,
2014). Depresi yang berkelanjutan menjadi mengkaji keterlibatan keluarga untuk
penyebab utama tindakan bunuh diri pada menampilkan pola komunikasi terbuka
lansia tersebut (Miller, 2012). Depresi sehingga dapat membantu lansia mencapai
cenderung terjadi diakibatkan oleh derajat kesehatan yang optimal.
kemunduran psikologis yang terkait dengan
perubahan emosional seperti adanya menjadi satu risiko yang mengancam dan
perasaan tidak berguna dan tidak dibutuhkan beban berat yang harus ditanggung oleh
orang lain sehingga menyulitkan keluarga masyarakat di beberapa negara yang sedang
menampilkan pola komunikasi secara terbuka berkembang (Dianingtyas Agustin, 2008).

(Touhy & Jett, 2012). Usia lanjut yang Kejadian depresi pada lansia yang
berusia lebih dari 65 tahun mencapai 13,5%
mengalami depresi mengakibatkan tingkat di Amerika (Miller, 2012). Selain di komunitas
produktivitasnya menjadi menurun depresi juga diderita lansia yang tinggal di
(Sulaiman, 2014). Hal ini institusi yang memperlihatkan gejala depresi
ringan sampai sedang antara 50%-75%
Peningkatan jumlah lansia telah sehingga memerlukan perawatan jangka
menjadi tren bagi populasi penduduk panjang (Saputri & Indrawati, 2011).
berdasarkan umur yang cukup signifikan di
Indonesia (Sulaiman, 2014). Dalam hal ini Berdasarkan data sensus penduduk Indonesia
peningkatan angka kejadian kasus depresi menunjukkan pada tahun 2010 termasuk lima
pada lansia berbanding lurus dengan besar negara dengan jumlah penduduk lanjut
meningkatnya harapan hidup lansia (Meiner, usia yakni sebesar 18,1 juta jiwa atau 9,6
2011). persen dari jumlah penduduk (Rustika &
Riyadina, 2000).
Prevalensi populasi usia lanjut berusia
60 tahun yang menderita depresi di Indonesia METODE PENELITIAN
diperkirakan antara 5%-7,2% (Sulaiman,
Penelitian ini adalah penelitian
2014). dan meningkat dua kali lipat setiap 5
kualitatif yang menggunakan desain cross
tahun mencapai 45% pada usia diatas 85
sectional (Polit & Beck, 2010). Pengukuran
tahun (Pusdatin Kemenkes RI, 2013). Oleh
atau pengamatan masing-masing variabel
karenanya pengaturan layanan kesehatan
dalam penelitian ini hanya akan dilakukan
bagi usia lanjut perlu dikembangkan salah
satu kali waktu saja (Marston, 2010). Adapun
satunya dalam menekan kejadian depresi
tujuan penelitian adalah untuk melihat
(Liputan6, 2013). Gejala depresi yang tidak hubungan variabel pola komunikasi dengan
tingkat depresi pada usia lanjut di Kota Jambi.
ditangani segera dan cenderung
berkelanjutan dapat memperpendek harapan Responden yang berpartisipasi dalam
hidup dan memperburuk kemunduran fisik penelitian ini dipilih secara purposive
serta menghambat pemenuhan tugas-tugas sampling yang berjumlah 77 orang dengan
perkembangan lansia (Irawan, 2013). kriteria laki-laki dan perempuan yang berusia
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini akan lebih dari 60 tahun, kooperatif, sudah
terdaftar dan mendapatkan pelayanan telah dilakukan penilaian terhadap
kesehatan. Semua lansia dalam penelitian ini

Kopertis Wilayah X 98

LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal Endurance 2(1) February 2017

penurunan fungsi kognitif dengan skala depresi ringan (skor5-10), dan depresi berat
MMSE. (skor>10). Apabila ditemukan depresi berat
peneliti akan melakukan rujukan guna
Instrumen penelitian yang dipakai
mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap
untuk mendapatkan data demografi lansia,
gejala depresi tersebut secara lebih rinci.
tingkat depresi dan pola komunikasi keluarga.
Semua kuesioner disediakan dalam bahasa Penelitian telah dilakukan di ruang poli
Indonesia. Data demografi yang dikaji lansia puskesmas Simpang Kawat pada bulan
menggambarkan karakteristik dari umur, Desember 2015 hingga Januari 2016.
jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat Pengumpulan data akan dimulai setelah
pendidikan lansia. semua lansia yang terpilih sebagai responden
telah menyetujui berpartisipasi dalam
Variabel penelitian pola komunikasi
penelitian bersifat sukarela dengan
keluarga didefinisikan sebagai suatu cara
menandatangani lembar persetujuan.
pertukaran kebutuhan informasi dan
Selanjutnya, lansia akan diberikan semua
pendapat yang diterapkan oleh keluarga.
informasi yang terkait dalam proses
Kuesioner pola komunikasi ini terdiri dari 10
penelitian. Akan tetapi lansia juga berhak
pertanyaan yang mengidentifikasi bagaimana
mengundurkan diri secara langsung jika
penerapan pola komunikasi oleh keluarga
yang tinggal bersama lansia. Dalam penelitian mendapatkan kerugian-kerugian akibat dari
ini diketahui nilai Cronbach alpha adalah proses penelitian.
0,958.
Teknik pengambilan data dilakukan
Gambaran tingkat depresi diartikan melalui proses wawancara selama 30-45
sebagai adanya rasa ketidakpuasaan dan menit pada setiap responden yang datang
ketidakberdayaan dalam hidup yang berkunjung dan mendapatkan layanan
dirasakan oleh lansia. Kuesioner Geriatric kesehatan ke puskesmas dengan
Depression Scale (GDS) oleh Yesavage (1983) memperhatikan kode etik penelitian dan hak-
dipakai untuk mengetahui tingkat depresi hak setiap lansia. Lansia juga akan diberikan
yang sedang dialami oleh setiap lansia Pada waktu tambahan untuk mengklarifikasi jika
penelitian ini ada 15 pertanyaan yang akan ada pertanyaan yang tidak jelas.
ditanyakan kepada lansia. Skor total pada
Sebelum dianalisa, setiap kuesioner
GDS-15 akan mengidentifikasi tingkat depresi
akan diperiksa kembali kelengkapan data atas
lansia, jika tidak ada gejala depresi (skor<5),
jawaban responden. Dalam penelitian ini
tidak ditemukannya kesalahan dari pengisian HASIL DAN PEMBAHASAN
data. Keseluruhan data yang telah didapatkan
Sebanyak 77 orang lanjut usia yang
disimpan dan dijamin kerahasiaannya oleh
diwawancarai mampu menyelesaikan
peneliti dan akan digunakan untuk
wawancara hingga akhir secara kooperatif.
kepentingan dalam penelitian saja. Data akan
Semua responden mengatakan bahwa
dimusnahkan jika proses semua tahapan
mereka saat ini masih tinggal serumah
dalam penelitian berakhir.
dengan pasangannya (suami/istri) serta
Analisa data dilakukan secara anggota keluarga seperti anak, cucu,
univariat untuk menjelaskan karakteristik menantu atau saudara lainnya Hasil
jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan penelitian secara rinci dapat menjelaskan
dari lansia yang disajikan dalam persentase hasil analisa univariat (Tabel.1) dan bivariat
dan tabel. Sedangkan bivariat dianalisis untuk (Tabel 2).
mengidentifikasi ada atau tidaknya hubungan
Dari 77 orang lansia yang terlibat
variabel antara pola komunikasi dan tingkat
dalam penelitian terdiri dari 42 orang laki-
depresi pada usia lanjut dengan uji
laki (54.5%). Sebagian besar responden
Spearman’s rho dengan standar derajat
berusia kurang dari 65 tahun (83.6%)
kemaknaan p-value < 0,05.
Pola Komunikasi Keluarga
PEMBAHASAN
Pola komunikasi dalam keluarga.
Dalam penelitian ini ditemukannya dengan keluarga yang tinggal serumah
penerapan jenis pola komunikasi secara
disfungsional oleh keluarga yang tinggal bersamanya. 16 Penelitian oleh (de Almeida
bersama dengan lansia. Keadaan ini sering
terjadi ketika lansia yang marah-marah dan & 20 Ciosak, 2013) sejalan dengan hasil 22
lansia merasa putus asa apabila ucapan penelitian ini mengemukakan bahwa 11
tidak diterima keluarga (80,5%). Ada juga
(54,5%) lansia yang merasa tidak mampu komunikasi yang terjadi antara keluarga 8
dan (53,2%) diantaranya merasa tidak dengan lansia merupakan salah satu bentuk
berdaya dalam menyelesaikan masalah
serta antara keluarga dan lansia tidak mau dukungan yang dapat diberikan keluarga 48
menerima jika terdapat perbedaan- kepada lansia. Menurut penelitian oleh 29
perbedaan pendapat (53.2%). Hal inilah
(Peneliti, 2016) menggambarkan sebagian
yang menunjukkan bahwa besarnya efek
penerapan komunikasi disfungsional dalam besar keluarga yang tinggal serumah 42
keluarga sehingga membuat lansia tidak 49
dengan lansia lebih sering menerapkan 35
menjadi terbuka selama proses interaksi 38
pola komunikasi keluarga secara
disfungsional daripada fungsional. Oleh 54.5 45.5 Tingkat Depresi - Tidak ada -
karenanya sangatlah penting melihat Depresi ringan - Depresi Berat
gambaran jenis pola komunikasi yang
diterapkan oleh keluarga. 15 50 12
Komunikasi disfungsional dikenal sebagai 19.5 64.9 15.6 Pola Komunikasi -
transmisi tidak jelas atau tidak langsung Disfungsional - Fungsional
serta penerimaan dari salah satu atau
keduanya, isi dan instruksi dari pesan dan 47 30
atau ketidaksesuaian antara tingkat isi 63.6
36.4 61.0 39.0 Tabel 2. Analisis Bivariat

20.8 26.0 28.6 14.3 10.4 LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal
Endurance 2(1) February 2017
62.3 37.7

dan instruksi dari pesan (Friedman, Vicky & Menurut hasil analisis dalam penelitian
Elaine, 2010). Salah satu faktor utama yang ini juga diketahui bahwa hanya sebagian kecil
menyebabkan terjadinya pola komunikasi keluarga yang menerapkan pola komunikasi
disfungsional adalah terdapatnya rasa harga fungsional, hal ini terjadi disaat keluarga
diri yang rendah pada keluarga dan selalu mendengarkan dengan baik keluh
anggotanya sehingga dapat menyebabkan kesah dari masalah yang sedang dialami
kesalahpahaman dan emosi yang diluapkan lansia dan menanggapi cerita atau
baik oleh lansia maupun anggota keluarga pertanyaan yang disampaikan lansia. Namun,
lainnya (Saputri & Indrawati, 2011). kondisi inilah yang membuktikan bahwa
dalam keluarga lansia tersebut terdapat
Hasil penelitian ini berbeda dengan
interaksi yang sehat sehingga keluarga tidak
penelitian oleh (de Almeida & Ciosak, 2013)
mengalami kendala yang berarti untuk
menjelaskan bahwa tipe komunikasi keluarga
memenuhi kebutuhan dan fungsi-fungsi
yang bersifat fungsional sangat menunjang
kesehatan yang umum bagi lansia
terbentuknya interaksi yang terbuka antar
(Noorafshan, Jowkar, & Hosseini, 2013).
anggota keluarga sehingga mendorong
pertumbuhan dan berubah bila kebutuhan- Mengingat banyaknya persoalan hidup
kebutuhan lansia muncul. Salah satu bentuk yang dihadapi oleh lansia yang terlibat
support system utama bagi lansia dalam penelitian pada proses menua dapat
mempertahankan dan meningkatkan status meningkatkan sensitivitas emosional lansia
mental lansia sehingga lebih mudah dicapai tersebut (Stunkard, 2009). Oleh sebab itu
dengan terlaksananya jenis pola komunikasi pentingnya penerapan pola komunikasi yang
keluarga fungsional (Sari, 2013) baik akan memberikan kontribusi yang baik
antara keluarga dan lansia dalam (51.9%). Hal ini disebabkan lansia masih
menyelesaikan masalah. tinggal bersama dengan keluarganya
sehingga lansia masih diperhatikan oleh
Tingkat Depresi Pada Lansia. Skala
keluarganya. Gejala depresi ini cenderung
depresi geriatrik Yesavage (1983) digunakan
timbul terutama bagi lansia laki-laki tidak
sebagai alat skrining untuk megukur tingkat
memiliki pekerjaan meskipun pemenuhan
depresi pada lansia dalam tahap penelitian
kebutuhan sehari-hari tetap dilakukan oleh
ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
anggota keluarga.
responden yang mengalami depresi lebih
banyak daripada yang tidak mengalami gejala Munculnya gejala depresi diantara
depresi. Berdasarkan penelitian (Prascika, lansia tersebut dapat dipengaruhi oleh
2016) diketahui bahwa adanya perbedaan mekanisme koping pada usia lanjut yaitu
tingkat depresi terjadi karena lansia faktor-faktor usia, jenis kelamin, jenis
mengalami suatu kegagalan untuk pekerjaan, tingkat pendidikan dan dukungan
mempertahankan keseimbangan terhadap keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil
kondisi stres fisiologis dari proses menua. penelitian oleh (Agus, Wwpsr, Ratep, &
Westa, 2014).
Sebagian besar lansia dalam
penelitian ini mengalami depresi pada tingkat Penelitian lainnya oleh (Prasitthipab,
ringan daripada depresi berat, yang ditandai 2008) sejalan dengan hasil penelitian ini
dengan gejala adanya perasaan khawatir menunjukkan bahwa lansia rentan menderita
dengan masa depan (67.5%), merasa tidak depresi dengan gejala ringan daripada gejala
berharga dan tidak adanya harapan dalam depresi yang lebih berat. Penyebab depresi
hidup (58,8%) serta adanya lansia yang pada lansia merupakan perpaduan interaksi
berfikir keadaanya saat ini kurang yang unik dari berkurangnya interaksi sosial,
menyenangkan dan orang lain lebih baik kesepian, perasaan rendah diri karena
keadaanya daripada keadaanya sendiri penurunan

Kopertis Wilayah X 101

LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal Endurance 2(1) February 2017

kemampuan diri dan penurunan fungsi tubuh Dalam internal, faktor usia terutama bagi
(Basuki, 2015). seseorang laki-laki yang berusia lebih dari 60
tahun yang tinggal bersama anggota keluarga
Penelitian lainnya yang mendukung
di komunitas lebih berisiko tiga kali lebih
yaitu penelitian dari (Supriani, Pascasarjana,
besar mengalami depresi skala sedang-ringan
& Maret, 2011) menyatakan bahwa terdapat
(Keperawatan, Studi, & Keperawatan, 2012)
hubungan yang kuat faktor internal dan
eksternal dengan tingkat depresi pada lansia. Hal yang berbeda dilaporkan dalam penelitian
(Peneliti, 2016) bahwa sebagian penderita keluarganya. Menurut penelitian sebelumnya
depresi kronik terjadi pada perempuan bila (Ikasi & Hasanah, 2010) melaporkan bahwa
dibandingkan dengan laki- laki karena wanita lansia dengan dukungan keluarga yang tinggi
memiliki lebih banyak aktifitas yang memicu akan merasakan kenyamanan dan
timbulnya stres. Hasil analisis penelitian ini menimbulkan perasaan bahagia dalam
juga menjelaskan mengenai tingkat depresi hidupnya. Sejalan dengan penelitian
bagi mayoritas lansia yang mengalami depresi (Menjaga & Mentalnya, n.d.). Dalam
didominasi pada usia prasenium (Tabel.1). penelitian (Irawan, 2013) juga menjelaskan
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian bahwa keberadaan dukungan dari anggota
yang dilakukan (Supriani et al., 2011) dimana keluarga lainnya dalam satu rumah yang
gejala depresi pada lansia prevalensinya diberikan kepada lansia dapat menurunkan
meningkat seiring bertambahnya umur lansia. resiko terjadinya depresi.
Lansia yang berumur 65 tahun keatas
Hal berbeda yang diperoleh dalam
cenderung mengalami depresi daripada yang
penelitian (Indonesia, Nauli, Keperawatan,
berumur kurang dari 65 tahun (Adinegara,
Magister, & Keperawatan, 2011) bahwa tidak
Puspita, Kp, Sc, & Keluarga, n.d.). Hal
terdapat perbedaan yang signiikan antara
demikian menggambarkan tingkat depresi
tingkat depresi lansia pada lansia yang
lansia dipengaruhi dari perspektif umur.
memiliki keluarga dengan lansia yang tidak
Pada penelitian ini beberapa lansia juga memiliki keluarga. Hal ini didukung oleh
terlihat menderita depresi tingkat berat penelitian sebelumnya yang melaporkan
masih jauh lebih rendah jumlahnya bahwa prevalensi kejadian depresi akan
dibandingkan dengan tingkat depresi ringan meningkat diantara orang yang berusia lanjut
(Tabel.1), walaupun begitu tidak tertutup yang tinggal sendiri (Publikasi et al., 2014).
kemungkinan bahwa depresi ringan akan
berkembang menjadi depresi berat jika Hubungan pola komunikasi keluarga
keadaan ini tidak segera ditangani. Penelitian dengan tingkat depresi pada usia lanjut.
yang dilakukan (Publikasi, Handayani, Studi, & Dalam penelitian ini diketahui bahwa
Keperawatan, 2014) menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pada umumnya gangguan depresi berat variabel pola komunikasi keluarga dengan
terjadi paling sering pada orang yang tidak tingkat depresi pada usia lanjut (Tabel.2). Hal
memiliki hubungan interpersonal yang erat ini berarti bahwa semakin sering penerapan
yakni status pola komunikasi keluarga disfungsional yang
ada di dalam keluarga lansia maka akan
perkawinan bercerai atau berpisah terutama
meningkatkan tingkat depresi pada lansia
bagi subjek lansia yang tinggal di komunitas
tersebut.
dari pada yang tinggal di panti werdha. Dari
Beragamnya gambaran masalah yang
hasil penelitian ini didapatkan gambaran dihadapi oleh lansia selama proses menua
bahwa sebagian besar lansia yang mengalami dapat meningkatkan sensivitas emosional
depresi bertempat tinggal bersama seseorang, sering merasa tidak berguna,
sering marah dan tidak sabaran, merasa
kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak berdaya

Kopertis Wilayah X 102

LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal Endurance 2(1) February 2017

(Annis, 2014). Oleh karena itu komunikasi interaksi yang dapat menguatkan sikap dan
mempengaruhi cara keluarga dalam tingkah laku orang lain serta mengubah sikap
memenuhi kebutuhan kesehatan mental dan tingkah laku tersebut (Touhy & Jett,
terutama bagi lansia yang menderita depresi 2012). Bagi lansia, komunikasi yang baik
(Sari, 2013). sangat diperlukan sebagai salah satu
indikator sistem pendukung keluarga pada
Komunikasi sangat penting bagi
lansia dalam menghadapi depresi (Menjaga &
kedekatan keluarga, mengenal masalah,
Mentalnya, n.d.).
memberi respon terhadap peran-peran non-
verbal dan mengenal masalah pada tiap Berbeda dengan hasil penelitian (Inta
individu (Ekowati, 2011). Komunikasi yang Mahfiroh, Titan Ligita, 2013) yang
sehat adalah komunikasi yang jelas dan menggambarkan bahwa tidak ada hubungan
kemampuan mendengar satu sama lain yang bermakna antara pola komunikasi
(Prasitthipab, 2008). keluarga dengan tingkat depresi pada lansia
di kelurahan Pdang Bulan Medan. Menurut
Penelitian oleh (Noorafshan et al.,
(Zulfitri, 2011) diketahui bahwa tingkat
2013) menggambarkan bahwa jenis pola
depresi lansia dipengaruhi faktor-faktor lain
komunikasi yang dijalankan oleh keluarga
seperti jenis
akan mempengaruhi kejadian depresi pada
lansia. Dalam penelitian sejenis lainnnya kelamin, status perkawinan, aktifitas fisik,
dinyatakan bahwa adanya pola komunikasi jenis penyakit kronis yang diderita lansia dan
keluarga yang baik di harapkan dapat bentuk dukungan sosial yang diterima oleh
membentuk suatu proses perawatan yang lansia.
baik dari keluarga untuk membimbing lansia
Berdasarkan analisa diatas dapat
memenuhi kebutuhan kesehatannya
diasumsikan bahwa tingkat depresi lansia
(Zarnaghash, Zarnaghash, & Zarnaghash,
memiliki penyebab yang multi faktor yang
2013). Dengan demikian terlihat jelas adanya
harus dipahami bagi keluarga (Noorafshan et
interaksi keluarga dengan lansia menjadi
al., 2013). Namun, dari penelitian ini
faktor penting dalam meningkatkan
membuktikan bahwa terdapat adanya
kemandirian aktifitas lansia sehari-hari di
korelasi yang bermakna penerapan pola
dalam atau luar rumah (Annis, 2014).
komunikasi keluarga dengan tingkat depresi
Komunikasi dapat diartikan sebagai pada usia lanjut. Adapun pola komunikasi
suatu proses sosial yang mengakibatkan yang disfungsional merupakan faktor yang
terjadinya hubungan antara manusia atau paling dominan behubungan dengan kejadian
depresi pada lansia di Kota Jambi. Dalam hal keluarga. Hal ini bertujuan agar keluarga
ini sudah selayaknya menjadi perhatian bagi mampu lebih memperhatikan gejala-gejala
keluarga terhadap semua hal sebagai adanya gangguan emosional pada lansia.
penyebab lansia mengalami depresi dapat Dengan demikian adanya hubungan
didiskusikan bersama dengan lansia melalui komunikasi yang fungsional bertujuan agar
komunikasi terbuka dalam keluarga (“jurnal lansia dapat terhindar dari timbulnya gejala
lansia Januari 2015,” n.d.). depresi berat yang nantinya dapat berlanjut
buruk terhadap kesehatan lansia.
Penelitian ini diharapkan perlu untuk
meningkatkan peran perawat agar lebih
SIMPULAN
sering melakukan interaksi dengan keluarga
seperti memberikan pendidikan kesehatan Penyebab depresi pada lanjut usia
dan saran kepada keluarga baik melalui terkait dengan beberapa faktor. Pola
penyuluhan ataupun pada saat kunjungan komunikasi keluarga menunjukkan korelasi
pasien ke puskesmas. Perawat juga dapat yang bermakna dengan tingkat depresi bagi
memberikan contoh cara membentuk pola populasi usia lanjut. Pola komunikasi keluarga
komunikasi dengan keluarga secara terbuka bisa terjadi secara fungsional dan
seperti saat memberikan pengarahan untuk

Kopertis Wilayah X 103

LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal Endurance 2(1) February 2017

disfungsional. Depresi lebih cenderung terjadi DAFTAR PUSTAKA Adinegara, I. N. R.,


pada laki-laki dibandingkan perempuan yang Puspita, D., Kp, S., Sc, M., & Keluarga, P. K.
berusia lebih dari 60 tahun dengan tingkat (n.d.). KECAMATAN UNGARAN TIMUR
depresi ringan yang dipengaruhi adanya KABUPATEN SEMARANG Mahasiswa
penerapan pola komunikasi disfungsional Keperawatan Dosen Pembimbing Sekolah
dalam keluarga. Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
Progran Studi Ilmu Keperawatan Abstrak
Hal yang perlu direkomendasikan dalam
Banyaknya stressor yang dialami lansia
penelitian ini yaitu dilakukan pengkajian
mengakibatkan lansia mengalami gejala
perubahan emosional secara dini pada usia
depres. Agus, I. G. M., Wwpsr, B., Ratep, N., &
lanjut guna mendeteksi gelaja awal depresi
Westa, W. (2014). Gambaran Faktor- Faktor
serta melibatkan keluarga secara persuasi
Yang Mempengaruhi Di Wilayah Kerja
dalam perawatan kesehatan lansia. Hasil
Puskesmas Kubu Ii Factors That Affect the
penelitian ini dapat dijadikan bahan
Rate of Depression in Elderly, 1–14. Annis, et
pertimbangan pendidikan keperawatan
al. (2014). Hubungan Tingkat Depresi dengan
dalam memberikan program edukasi agar
Tingkat Kemandirian dalam Aktifitas Sehari-
lansia tetap hidup sehat di masa akhir
hari pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
kehidupannya.
Tembilahan Hulu. The Soerdiman Journal of sn12012010/article/view/348 Friedman, M,
Nursing, 9. Basuki, W. (2015). FAKTOR – Vicky, R. B & Elaine, G. J. (2010). Buku Ajar
FAKTOR PENYEBAB KESEPIAN TERHADAP Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan
TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA PENGHUNI Praktik. Jakarta: EGC Ikasi, A., & Hasanah, O.
PANTI, 4(1), 713–730. BKKBN. (2014). Menuju (2010). (
Lansia Paripurna. Retrieved from
Lonelinnes ) Pada Lansia, 1–7.
http://www.bkkbn.go.id/ViewArtikel.
Indonesia, U., Nauli, F. A., Keperawatan, F. I.,
aspx?ArtikelID=123 de Almeida, R. T., Magister, P., & Keperawatan, I. (2011).
& Ciosak, S. I. (2013). Communication KATULAMPA BOGOR TIMUR. Inta Mahfiroh,
between the elderly person and the Family Titan Ligita, P. (2013). Hubungan pola
Health Team: is there integrality? Revista aktivitas pemenuhan kebutuhan dasar
Latino- Americana de Enfermagem (RLAE), dengan tingkat stres lanjut usia di panti sosial
21(4), 884–890. tresna werdha mulia dharma kabupaten kubu
http://doi.org/10.1590/S0104- raya. Hubungan Pola Aktivitas Pemenuhan
11692013000400008 Dianingtyas Agustin, Kebutuhan Dasar Dengan Tingkat Stres
sarah ulliya. (2008). Perbedaan Tingkat Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha
Depresi pada Lansia. Journal Media Ners, Mulia Dharma Kabupaten Kubu Raya. Irawan,
2(1), 1– 44. Ekowati, W. (2011). Pengalaman H. (2013). Gangguan Depresi pada Lanjut
Keluarga Merawat Lansia yang Mongalami Usia. Cermin Dunia Kedokteran, 40(11), 815–
Gangguan Jiwa. PROSIDING SEMINAR 819. jurnal lansia Januari 2015. (n.d.).
NASIONAL, (2011: PROSEDING SEMINAR Keperawatan, F. I., Studi, P., & Keperawatan,
NASIONAL KEPERAWATAN PPNI JATENG). I. (2012). Fakultas ilmu keperawatan program
Retrieved from studi ilmu keperawatan depok juli 2012.
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/p

Kopertis Wilayah X 104

LS Yan & Megawati – Korelasi Antara Pola... Journal Endurance 2(1) February 2017

Liputan6, I. S. (2013). Jumlah Lansia C.A.(2012). Nursing for wellness in older


Indonesia, Lima Besar Terbanyak di Dunia - adults 6th ed. United of State America,
Health Liputan6.com. Retrieved from Lippincort William and Wilkins Menjaga, D., &
http://health.liputan6.com/read/54194 Mentalnya, K. (n.d.). Bentuk dukungan
0/jumlah-lansia-indonesia-lima-besar- keluarga terhadap sikap lansia dalam menjaga
terbanyak-di-dunia Marston, Louise. (2010). kesehatan mentalnya (. Noorafshan, L.,
Introductory Statistics for Health and Nursing Jowkar, B., & Hosseini, F. S. (2013). Effect of
Using SPSS. Singapore, SAGE Publications. Family Communication Patterns of Resilience
Meiner, S. E. (2011). Gerontologic Nursing 4th among Iranian Adolescents. Procedia - Social
ed. United of State America, Mosby. Miller, and Behavioral Sciences, 84, 900–904.
http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.0 6.670 dex.php/MPK/article/view/978 Saputri, M. A.
Peneliti, P. (2016). Volume 2, Nomor 1, W., & Indrawati, E. S. (2011). Hubungan
antara Dukungan Sosial dengan Depresi pada
Mei 2016, 2, 2–4. Polit, D.F & Beck. C.T.
Lanjut Usia yang Tinggal di Panti Wreda
(2012). Nursing Research; Generating and
Wening Wardoyo Jawa Tengah. Jurnal
Assessing Evidences for Nursing Practices. 9th
Psikologi Undip, 9(1), 65–72. Sari, A. (2013).
Ed. Lippincott Williams and Wilkin, China
Penggunaan Pola Dan Bentuk Komunikasi
Prascika, A. I. (2016). DI PEDESAAN
Dalam Penerapan Fungsi Dan Peran Keluarga.
DAN PERKOTAAN, 4(2), 103–112. Prasitthipab, Makna, 3(2). http://doi.org/10.1007/s13398-
S. (2008). Family Communication Patterns : 014-0173-7.2 Stunkard, A. J. (2009). NIH
Can They Impact Leadership Styles ? Publikasi, Public Access. Psychiatry: Interpersonal and
N., Handayani, Z. N., Studi, P., Biological Processes, 162(3), 214– 220.
http://doi.org/10.1016/j.pestbp.2011.0
& Keperawatan, I. (2014). No Title. Pusdatin
2.012.Investigations Sulaiman, M. R. (2014).
Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan
Populasi Lansia di Indonesia Meningkat, Apa
Lanjut Usia di Indonesia. Pusat Data Dan
Risikonya? Retrieved from
Informasi Kementerian Kesehatan RI,
http://health.detik.com/read/2014/05/
(Semester 1), 1–5.
29/090053/2594620/763/populasi- lansia-di-
http://doi.org/10.1007/s13398-014-
indonesia-meningkat-apa- risikonya Supriani,
0173-7.2 Rustika, R., & Riyadina, W. A., Pascasarjana, P., & Maret, U. S. (2011).
(2000). PROFIL PENDUDUK LANJUT USIA DI Tingkat depresi pada lansia ditinjau dari tipe
INDONESIA: (Analisis Data Susenas 1995). kepribadian dan dukungan sosial. Jurnal
Media Penelitian Dan Pengembangan Psikologi, 1– 143. Touhy, T.A & K. Jett.(2012).
Kesehatan. Retrieved from
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/in
Nama : Mahmud Muchlis
NPM :1218142
Semester : 3 (Tiga)
RIVEU JURNAL KEPERAWATAN KELUARGA

KORELASI ANTARA POLA KOMUNIKASI KELUARGA DAN TINGKAT DEPRESI


PADA USIA LANJUT

Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan desain cross sectional
(Polit & Beck, 2010). Instrumen penelitian yang dipakai untuk mendapatkan data demografi
lansia, tingkat depresi dan pola komunikasi keluarga. Semua kuesioner disediakan dalam bahasa
Indonesia. Data demografi yang dikaji menggambarkan karakteristik dari umur, jenis kelamin,
pekerjaan dan tingkat pendidikan lansia. Variabel penelitian pola komunikasi keluarga
didefinisikan sebagai suatu cara pertukaran kebutuhan informasi dan pendapat yang diterapkan
oleh keluarga.
Gambaran tingkat depresi diartikan sebagai adanya rasa ketidakpuasaan dan ketidakberdayaan
dalam hidup yang dirasakan oleh lansia Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia
cenderung beresiko untuk mengalamai depresi dengan berbagai penyebab diantara penyebabnya
yaitu jenis kelamin, lansia laki laki cenderung lebih tinggi mengalami resiko depresi
dibandingkan dengan perempuan karena laki laki mengalami penurunan fungsi secara ekonomi
yang sebelumnya mampu mencari nafkah setelah pensiun mengalami penurunan pengasilan tidak
sedikit lansia laki -laki sering mengalami emosi yang cenderug sering marah – marah , bahkan
ada yang sampai mengalai bunuh diri .

Selain jenis kelamin penyebab depresi pada lansia juga diantara nya komunikasi . komunikasi
yang kurang efektif antar anggota keluarga terutama anak – anak bisa menyebabkan lansia
mengalami depresi. Dengan membantu lansia agar mampu mengungkapkan ketidak nyamanan
nya akan mengurangi resiko depresi anggota keluarga inti sangat mempengaruhi sekali
komunikasi anatr keluarga dimana lansia bias becerita kepada anak – anaknya, cucu dan keluarga
lainya dengan cara ini lansia merasa masih dikelilingi oleh keluarga yang menyayangi mereka,
sehingga mereka merasa tidak kesepian dan keluarga masih menyayangi mereka

Mekanisme koping lansia yang tidak sesuai dengan kemampuan juga bisa menjadikan lansia
mengalami depresi . Deprsei pada lansia ada ringan , sedang dan berat . selama lansia mampu
mengkomunikasikan segala hal yang dia anggap tidak mampu untuk diselesaikan akan
mengurangi resiko depresi . selain lansia itu sendiri dengan kemampuan mekanisme koping yang
baik factor dukungan keluarga juga sangat mempengarungi depresi.

Lansia cenderung mengalami depresi karena factor keluarga yang kurang komunikatif , pada saat
seseorang mengalami kondisi lansia dia menganggap dirinya sudah tidak mampu melakukan apa
apa karena menurunya fungsi tubuh baik secara anatomis maupun fisiologis. Dengan
memberikan kegiatan yang positif lansia akan cenderung jauh dari depresi. Dimana lansia yang
memiliki kegiatan ternyata lebih sedikit dibandingkan dengan lansia yang tidak memiliki
kegiatan, Dukungan semua pihak terutama keluarga akan mampu mengurangi depresi pada
lansia .
Nama : Zenna Muhammad R
NPM :1218144
Semester : 3 (Tiga)

PENGETAHUAN DAN PERAN KELUARGA DALAM PERILAKU MEROKOK DI


NGLAMPENGAN BANTUL TAHUN 2018

Woro Ispandiyah STIKES Surya


Global Yogyakarta

Abstract Background: Based on the information Head


of Hamlet Nglampengan smoking is still the main topic that can cause very harmful
effects, especially the more dominant inhaling cigarette smoke, the activity has become a
hobby among people, especially men in Nglampengan Village Temuwuh Village Dlingo
District, Bantul Regency. Awareness, customs and culture are some of the factors that
make smoking a common thing, although smokers know the danger and its impact, but
still do. The general purpose of this research is to know the influence of knowledge and
family role to smoking behavior in Nglampengan Village Temuwuh Village Dlingo District,
Bantul Regency. Method: The research type is descriptive quantitative research with cross-
sectional research design. The population in this study as many as 53 heads of households
where researchers took from the population of head of household Nglampengan Village
Temuwuh Village District DlingoBantul Regency is still actively smoking in the house.
Sampling using samples saturated as many as 53 household heads. Result: The result of
Chi Square test shows that there is no effect of between knowledge with smoking behavior
with result of significant value (Pvalue) influence between knowledge with smoking
behavior is 1.000 (Pvalue>α). The influence of family role with smoking behavior with the
result of significant value (Pvalue) equal to 0.037 (Pvalue < α). Conclusion: There is not
significant influencebetween knowledge and smoking behavior, the influenceof family role
with smoking behavior.

Keywords: Knowledge, Family Roles, and Smoking Behavior.

PENDAHULUAN 2013, hampir sepertiga masyarakat


Indonesia adalah perokok (Riskesdas, 2013).
Rokok sampai saat ini masih menjadi
Indonesia merupakan negara ketiga di dunia
salah satu masalah kesehatan utama di
dengan angka prevalensi perokok terbanyak
dunia. World Health Organization (WHO)
setelah Cina dan India yaitu sebesar 4,8%
melaporkan bahwa rokok telah membunuh
(WHO, 2008 dalam Tobacco Control Support
setengah dari jumlah seluruh perokok. Asap
Center, 2012). Pada tahun 2009, Indonesia
rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia
menempati peringkat keempat dengan
berbahaya dan lebih dari 43 diantaranya
jumlah perokok terbanyak di dunia yakni
diketahui merupakan zat penyebab kanker.
sebesar 260.800 (Tobacco Atlas, 2009 dalam
Asap rokok tidak hanya berbahaya untuk
Tobacco Control Support Center, 2012). Pada
perokok itu sendiri, tetapi juga berdampak
tahun 2013 proporsi Indonesia adalah 29,3%
pada orang-orang disekelilingnya. Menurut
(Riskesdas, 2013). Prevalensi perokok di DIY
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
sebesar 31,6% dan sebanyak 66,1% masih
merokok di dalam rumah (Dinkes, 2013). Dari didalam rumah dan peran keluarga yang
hasil tersebut, tidak mengherankan jika dapat mendorong anggota keluarga lainnya
persentase perokok pasif cukup tinggi karena
ikut merokok. Berdasarkan latar belakang
perokok biasa merokok di dalam rumahnya
sendiri. Sedangkan jika dilihat dari statusnya, masalah tersebut, peneliti mengambil judul
perokok rumah tangga didominasi oleh penelitian tentang “Pengaruh Pengetahuan
suami atau kepala rumah tangga (Riskesdas, dan Peran Keluarga terhadap Perilaku
2013). Merokok di Dusun Nglampengan Desa
Temuwuh Kecamatan Dlingo Kabupaten
Berdasarkan yang dilakukan oleh Bantul”.
peneliti pada bulan September 2017, di
wilayah Kabupaten Bantul yang terdiri dari METODE PENELITIAN
27 Puskesmas sudah melaporkan persentase Jenis Penelitian ini adalah penelitian
seluruh masyarakat wilayah kerja masng- deskriptif kuantitatif dengan rancangan
masing yang berperilaku hidup bersih dan penelitian Cross-Sectional. penelitian
sehat salah satunya yaiu pada indikator ke- deskriptif adalah penelitian yang
10 tentang merokok, dari hasil terendah dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan,
yaitu di Puskesmas Dlingo I dengan 41,94% kondisi, atau hal lain-lain yang sudah
(Dinkes Kabupaten Bantul, 2016). disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam
Berdasarkan yang dilakukan peneliti di bentuk laporan penelitian (Arikunto, 2014).
Puskesmas Dlingo I melakukan observasi dan a. Populasi Dan Sampel
wawancara langsung di Bidang Promosi 1. Populasi pada penelitian ini semua
Kesehatan pada Tahun 2016 terdapat Desa kepala keluarga sebanyak 112 kepala rumah
dengan persentase terendah yaitu di Desa tangga di Dusun Nglampengan Desa
Temuwuh dengan persentase terendah Temuwuh Kecamatan Dlingo Kabupaten
55,55% yang artinya masih terdapat Bantul pada tahun 2017. 2. Sampel dalam
masyarakat yang merokok didalam rumah, penelitian mengambil sampel 53 kepala
yang diakibatkan beberapa faktor variabel. rumah tangga yang masih merokok didalam
rumah dari jumlah kepala rumah tangga di
Berdasarkan yang dilakukan peneliti di
Dusun Nglampengan Desa Temuwuh
Puskesmas Dlingo I melakukan observasi dan
Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul pada
wawancara langsung di Bidang Promosi
tahun 2017. b. Teknik Pengumpulan Data
Kesehatan pada Tahun 2016 populasi 148
kepala rumah tangga yang ada di Dusun 1. Data Primer
Ngalmpengan dengan jumlah 112 kepala
Data primer adalah secara langsung
rumah tangga yang masih merokok didalam
diambil dari objek atau objek penelitian oleh
rumah dan dengan jumlah 36 kepala rumah
penelitian perorangan maupun organisasi
tangga yang sudah tidak merokok didalam
(Riwidikdo, 2012). Pengumpulan data
rumah, perilaku merokok yang menjadi
dilakukan dengan menggunakan metode: a.
permasalahan besar karena kurangnya
Studi Pustaka b. Dokumentasi c. Kuesioner 2.
pengetahuan akibat bahaya merokok
Data Sekunder Data sekunder adalah data dengan berbagai cara atau metode baik
yang didapat secara tidak langsung dari objek secara komersial maupun non komersial
penelitian. Peneliti mendapatkan data yang (Riwidikdo, 2012).
sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain
c. Teknik Analisis Data Tahun 2018
Teknik analisis data terdiri dari analisis Agama Jumlah Persentase
univariate dan bivariate. Adapun untuk
Islam 53 100% Jumlah 53 100%
analisis univariate menjelaskan masing-
masing variabel yang diteliti. Adapun d. Karakteristik Responden Berdasarkan
analisis bivariate yang lain menggunakan Tinggal Bersama Tabel 4. Karakteristik
analisis chi square. Responden Berdasarkan Tinggal Bersama Di
Dusun Nglampengan, Bantul Tahun 2018 No
HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Tinggal
Responden Penelitian
a. Karakteristik Responden Jumlah Persentase Pasangan
Bersama 1
Berdasarkan Umur Tabel 1. Karakteristik
35 66.0%
Responden Berdasarkan Umur Di Dusun (Suami/Istri) 2 Anak/menantu 4
Nglampengan Bantul Tahun 2018 No 7.5% 3 Orangtua 13 24.5% 4 Sendiri 1 1.9%
Kelompok Umur
Jumlah Presentase
b. Karakteristik Responden
Total 53 100.0%
Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 2.
1 <25 2 26-40 3 41-55 4 56-70 5 >70 Jumlah
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
6 7 21 19 0 53 11.3% 13.2% 39.6% 35.8% 0%
Kelamin Di Dusun Nglampengan, Bantul
100%
Jumlah Persentase
Tahun 2018 Jenis Kelamin
e. Karakteristik Responden
Laki-laki 53 100% Jumlah 53 100%
Berdasarkan Pendidikan Tabel 5.
c. Karakteristik Berdasarkan Agama Tabel 1.
Karakteristik Responden Berdasarkan
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan Di Dusun Nglampengan Bantul
Agama Di Dusun Nglampengan Bantul
Tahun 2018
48 Jurnal Keperawatan Global, Volume 4, No 1, Juni 1 1.9%
2019, hlm 1-73 Tinggi Jumlah 53 100%

No Pendidikan Jumlah Persentase 1 Tidak f. Karakteristik Responden


5 9.4% Berdasarkan Pekerjaan Tabel 6.
Sekolah 2 Tamat SD 24 45.3% 3
Karakteristik Responden Berdasarkan
Tamat SLTP 19 35.8% 4 Tamat SLTA 4 7.5%
Pekerjaan Di Dusun Nglampengan, Bantul
5 Perguruan
Tahun 2018
2. Uji Normalitas dengan nilai standar errorof skewness 1
Tidak
Normalitas adalah suatu alat statistik yang
sangat penting untuk menaksir dan 11 5.7%
bekerja
meramalkan peristiwa-peristiwa yang
sangat luas. Disebut juga dengan distribusi 0,327 diperoleh nilai -1,70 dapat dikatakan
Gauss merupakan distribusi data kuantitatif distribusinya normal. 2 Tani/dagang
kontinyu atau variabel X yang tersebar
secara merata dan simetris. Distribusi 40 75.5%
/buruh
dikatakan normal apabila nilai standar
skewness yang diperoleh dari nilai skewness 3. Analisis Univariat 3 Wiraswasta 5 9.4%
dibagi dengan standar errorof skewness a. Pengetahuan 4 PNS/
bernilai -2 sampai 2 (Riwidikdo, 2012).
Tabel 7. Hasil Normalitas Variabel 3 5.7%
Karyawan
Pengetahuan dan Perilaku Tahun 2018
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan
Pengetahuan Perilaku N Normal 53 53
Di Dusun 5 Lain-lain 2 3.8%
Parameter
Nglampengan, Bantul Jumlah 53 100%
6.42 5.30 rs Mean 7.00 6.00 Median 7 8
Tahun 2018
Mode 0.819 2.932 Std. Skewnes
Pengetahuan Frekuensi Persentase Baik 31
-1.354 -0.557
58.5% Tidak Baik 22 41.5% Jumlah 53 100%
Std. Error 0.327 0.327
Data yang tercantum dalam tabel 4.8 dapat
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa diketahui bahwa responden pada sampel
variabel pengetahuan memiliki dengan pengetahuan yang masuk dalam
nilaiskewness -1.354 dibagi dengan nilai kategori baik sebanyak 31 responden
standar errorof skewness 0,327 diperoleh (58.5%) dan tidak baik sebanyak 22
nilai -4,14 dapat dikatakan distribusinya responden (41.5%).
tidak normal. Untuk variabel perilaku
b. Peran Keluarga Tabel 9. Distribusi
memiliki nilaiskewness -0,557 dibagi No
Frekuensi Peran Keluarga Di Dusun
Pekerjaan Jumlah Persentase
Nglampengan, Bantul Tahun 2018
Frekuensi Persentase diketahui bahwa responden pada sampel
dengan peran keluarga yang masuk dalam
24.5% 34.0% 58.5% Keluarga Baik Tidak Baik
kategori baik sebanyak 24 responden
10 24 45.3%
(45.3%), cukup sebanyak 25 responden
(47.2%) dan untuk kategori kurang
18.9% Cukup 25 47.2% Kurang 4 7.5% Jumlah
sebanyak 4 responden (7.5%).
53 100%
c. Perilaku Merokok Tabel 10. Distribusi
Data yang tercantum dalam tabel 4.9 dapat
Frekuensi Perilaku Merokok Di Dusun sebanyak 30 responden (56.6%).
Nglampengan, Temuwuh, Dlingo, Bantul
4. Analisis Bivariat
Tahun 2018 Perilaku Merokok
a. Pengaruh pengetahuan dengan
12 22.6%
perilaku merokok
22 41.5% Total 23 43.4% Tabel 11. Hasil Uji Crosstab Pengetahuan
dengan Perilaku Merokok di Dusun
30 56.6% Nglampengan Bantul Tahun 2018
Pengetahuan
53 100.0% Responden yang memiliki
pengetahuan baik dengan perilaku merokok Asymp. Sig. (2- sided)

yang berat berjumlah 13 orang (24.5%), Exact Sig. (2- sided)


kemudian responden yang memiliki 0.065a
Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi- Square 1 .799
pengetahuan baik dengan perilaku merokok
.000 1 1.000 .065 1 .
yang tidak berat berjumlah 18 orang Continuity Correctionb Likelihood Ratio
(34.0%), responden dengan pengetahuan 799 1.000 .510 53
Fisher's Exact Test N of Valid Casesb
tidak baik dengan perilaku merokok yang
berat berjumlah 10 orang (18.9%) dan Hasil uji statistik dengan uji Chi- square
responden yang memiliki pengetahuan menunjukkan bahwa nilai signifikan (P value)
tidak baik dengan perilaku merokok tidak
berat berjumlah 12 orang (22.6%). pengaruh antara pengetahuan dengan
Frekuensi Persentase perilaku merokok adalah 1,000 (Pvalue>α), hal
Tabel 12. Hasil Uji Chi Square Pengetahuan
ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
dengan Perilaku Merokok di Berat 23 43.4%
Perilaku
Dusun Nglampengan Bantul Tahun 2018 bermakna secara statistik antara Berat
30 56.6% Tidak
Tidak Berat Merokok Berat
Value Df Jumlah 53 100%
Total
Data yang tercantum dalam tabel 4.10
dapat diketahui bahwa responden pada pengetahuan dengan perilaku merokok.
sampel dengan perilaku merokok yang b. Pengaruh peran keluarga terhadap Baik
masuk dalam kategori berat sebanyak 23 13 18 31
responden (43.4%) dan tidak berat
perilaku merokok
50 Jurnal Keperawatan Global, Volume 4, No 1, Juni dengan Perilaku Merokok di Dusun
2019, hlm 1-73 Nglampengan, Bantul Tahun 2018
Tabel 13. Hasil Uji Crosstab Peran Keluarga Pengetahuan
8.099 2 .017 53
Likelihood Ratio N of Valid Casesb menunjukkan bahwa nilai Total

Hasil uji statistik dengan uji Chi- Perilaku Baik 11 20.8%


square menunjukkan bahwa nilai Merokok
Tidak 13 24.5%
Berat Berat

24 45.3% Cukup
signifikan (Pvalue) pengaruh antara peran
keluarga dengan perilaku merokok adalah 17 32.1% 0 0%
0,037 (Pvalue<α), hal ini menunjukkan bahwa
25 47.2% 42 7.5% Total 23 43.4%
ada pengaruh bermakna secara statistik
antara peran keluarga dengan perilaku
30 56.6%
merokok.
PEMBAHASAN 1. Pengetahuan dengan 53 100.0% Responden yang memiliki peran
peran keluarga di Dusun Nglampengan keluarga baik dengan perilaku merokok
Desa Temuwuh Kecamatan Dlingo yang berat berjumlah 11 orang (20.8%) dan
Kabupaten Bantul. peran keluarga baik dengan perilaku
Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui merokok tidak berat berjumlah 13 orang
bahwa jumlah responden di masyarakat (24.5%), kemudian responden yang
Dusun Nglampengan Desa Temuwuh memiliki peran keluarga cukup dengan
Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul yang perilaku merokok yang berat berjumlah 8
memiliki pengetahuan baik yaitu 58.5% (31 orang (15.1%) dan peran keluarga cukup
responden) dan yang tidak baik 41.5% (22 dengan perilaku merokok tidak berat
responden). berjumlah 17 orang (32.1%), responden
yang memiliki peran keluarga kurang
Hasil Uji Crosstab menyatakan bahwa dengan perilaku merokok yang berat
responden yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 4 orang (7.5%), dan responden
dengan perilaku merokok yang berat yang memiliki peran keluarga yang kurang
berjumlah 13 orang (24.5%), kemudian dengan perilaku merokok yang tidak berat
responden yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 0 orang (0.0%).
dengan perilaku merokok yang tidak berat
berjumlah 18 orang (34.0%), responden Tabel 14. Hasil Uji Chi Square Peran
dengan pengetahuan tidak baik dengan Keluarga dengan Perilaku Merokok di
perilaku merokok yang berat berjumlah 10 Dusun Nglampengan, Temuwuh, Dlingo,
orang (18.9%) dan responden yang memiliki Bantul Tahun 2018 signifikan
pengetahuan tidak baik dengan perilaku
merokok tidak berat berjumlah 12 orang (Pvalue)pengaruh antara pengetahuan
(22.6%). dengan perilaku merokok adalah 1,000

Hasil uji statistik dengan uji Chi-square (Pvalue>α), ini menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh bermakna secara statistik Nglampengan Desa Temuwuh Kecamatan
antara pengetahuan dengan perilaku Dlingo Kabupaten Bantul yang memiliki
merokok. Hal ini disebabkan oleh peran keluarga baik yaitu 45.3% (24
ketidakseimbangan antara hasil statistik orang), yang cukup 47.2% (25 orang) dan
pengetahuan dengan perilaku merokok, yang kurang 7.5% (4 orang).
untuk hasil dari pengetahuan
Hasil Uji Crosstab menyatakan
menunjukkan bahwa responden yang
bahwa responden yang memiliki
memiliki pengetahan baik sebanyak 31
peran keluarga baik dengan perilaku
orang dan yang berpengetahuan tidak
merokok yang berat berjumlah 11
baik sebanyak 22 orang. Sedangkan
orang (20.8%) kemudian responden
untuk hasil dari perilaku merokok
yang memiliki peran keluarga baik
menunjukkan ada 23 orang yang perilaku
dengan perilaku merokok yang tidak
merokok berat dan 30 orang yang
berat berjumlah 13 orang (24.5%),
perilaku merokok tidak berat, sedangkan
responden yang memiliki peran
untuk crosstab pengetahuan dengan
keluarga cukup dengan perilaku
perilaku merokok responden yang
merokok berat berjumlah 8 orang
memiliki pengetahuan baik dengan
(15.1%) kemudian responden yang
perilaku merokok berat berjumlah 13
memiliki peran keluarga cukup
orang (24.5%), kemudian responden
dengan perilaku merokok yang tidak
yang memiliki pengetahuan baik dengan
berat berjumlah 17 orang (32.1%),
perilaku merokok tidak berat berjumlah
dan responden yang memiliki peran
18 orang (34.0%), responden yang
keluarga kurang dengan perilaku
memiliki pengetahuan tidak baik dengan
merokok berat berjumlah 4 orang
perilaku merokok berat berjumlah 10
(7.5%) kemudian responden yang
orang (18.9%) dan responden yang
memiliki peran keluarga kurang
memiliki pengetahuan tidak baik dengan
dengan perilaku merokok tidak berat
perilaku merokok tidak berat berjumlah
berjumlah 0 orang (0.0%).
12 orang (22.6%). Maka dapat
disimpulkan bahwa variabel X1

(Pengetahuan) lebih banyak hasil kategori


baik dan vaiabel Y (Perilaku merokok)
lebih sedikit kategori berat menjadikan Hasil uji statistik dengan uji Chi-square
tidak adanya pengaruh pengetahuan
menunjukkan bahwa nilai signifikan (Pvalue)
dengan perilaku merokok. 2. Peran
keluarga dengan perilaku merokok di pengaruh antara peran keluarga dengan
Dusun Nglampengan Desa Temuwuh perilaku merokok adalah 0,037 (P value<α), hal ini
Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. menunjukkan bahwa ada pengaruh bermakna
Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui secara statistik antara peran keluarga dengan
bahwa jumlah responden di Dusun perilaku merokok.
KESIMPULAN DAN SARAN anggota keluarga lain yang ingin mencoba
atau sudah merokok tetapi belum menjadi
Kesimpulan: 1. Tidak ada pengaruh antara pecandu rokok. c. Diharapkan anggota
pengetahuan dengan perilaku merokok di keluarga saling mengingatkan apabila masih
Dusun Nglampengan Desa Temuwuh ada yang merokok didalam rumah untuk
Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Hal ini merokok di luar rumah karena dapat
dapat dilihat dari hasil statistik dengan uji membahayakan anggota keluarga lainnya. d.
Chi-square dengan nilai P = 1,000 (P > 0,05) Diharapkan untuk anggota keluarga sebagai
menunjukkan bahwa pengetahuan tidak perokok pasif untuk lebih mengantisipasi diri
mempengaruhi secara signifikan dengan dengan jaga jarak atau menjauh karena
perilaku merokok di Dusun Nglampengan setiap harinya perokok pasif tidak harus
Desa Temuwuh Kecamatan Dlingo menerima paparan asap rokok di rumah,
Kabupaten Bantul. 2. Ada pengaruh antara karena perokok pasif berdampak lebih berat
peran keluarga dengan perilku merokok di bahayanya bagi tubuh daripada perokok
Dusun Nglampengan Desa Temuwuh aktif. 2. Bagi Puskesmas
Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Hal ini
dapat dilihat dari hasil uji Chi- square dengan a. Diharapkan petugas puskesmas agar dapat
nilai P = 0,037 (P < 0,05) menunjukkan bahwa mensosialisasikan tentang PHBS (Perilaku
peran keluarga mempengaruhi secara Hidup Bersih dan Sehat), melakukan
signifikan dengan perilaku merokok di Dusun pendekatan kepada masyarakat dan
Nglampengan Desa Temuwuh Kecamatan melakukan penyuluhan atau deklarasi secara
Dlingo Kabupaten Bantul. Saran: 1. Bagi menyeluruh kepada setiap dusun mengenai
masyarakat bahaya dan dampak yang ditimbulkan
apabila merokok didalam rumah, agar
a. Diharapkan agar masyarakat khususnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) ke-10
kepala rumah tangga lebih meningkatkan lagi dapat menjadi pedoman untuk diterapkan ke
kesadaran akan bahayanya merokok didalam seluruh masyarakat. b. Diharapkan
rumah yang dapat menyebabkan bahaya Puskesmas membuat poster atau sticker
bukan untuk dirinya sebagai perokok namun bahaya merokok didalam rumah serta akibat
juga untuk seluruh anggota keluarga yang yang ditimbulkan untuk dibagikan kepada
menempati rumah bersama si perokok seluruh warga masyarakat guna mencegah
tersebut, apalagi jika didalam rumah adanya kepala keluarga khususnya maupun
terdapat ibu hamil, balita atau seorang anggota keluarga lainnya yang hobi merokok
penderita penyakit yang rentan terhadap didalam rumah. c. Diharapkan Puskesmas
asap rokok. b. Diharapkan untuk kepala dapat membuka layanan konseling berhenti
rumah tangga yang merokok untuk tidak merokok yang dapat menarik perhatian
menjadi contoh dan melarang apabila ada masyarakat terutama kepala keluarga aktif
perokok yang ingin berhenti merokok tetapi dan Loyalitas: Peran Trust dan Satisfaction
susah mengendalikannya bisa datang ke sebagai Mediator, The 2nd National
puskesmas untuk sharing pengalaman dan Conference ukwms, Surabaya. Dinas
cara untuk berhenti merokok sampai benar- Kesehatan Kabupaten Bantul. 2016. Laporan
benar menghentikannya. 3. Bagi peneliti lain Puskesmas Rekapitulasi PHBS Rumah Tangga
tahun 2016 Yogyakarta : Dinas Kesehatan
Diharapkan peneliti lain yang ingin mengkaji Bantul. http://temuwuh.bantulkab.go.id/in
permasalahan sejenis, agar dapat lebih dex.php/first/artikel/32 Kementrian
memperluas cakupan wilayah sampel Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan. Nuha
penelitian dan mencoba dengan variabel Medika : Yogyakarta. Notoatmodjo,
atau factor perilaku merokok yang lainnya Soekidjo.2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu
dan hasil penelitiannya dapat & Seni. Rineka Cipta : Jakarta. Notoatmodjo,
digeneralisasikan lebih baik lagi seperti Soekidjo. 2012. Metodelogi Penelitian
variabel kesadaran, variabel kebiasaan, Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Novita dan
maupun faktor petugas kesehatan yang Franciska. 2011. Promosi Kesehatan Dalam
dapat mempengaruhi misalnya dari Pelayanan Kebidanan. Salemba Medika :
Puskesmas wilayah kerja yang kurang Jakarta. Nursalam. 2013. Metodologi
menjangkau seluruh fasilitas yang sangat Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba
bermanfaat untuk masyarakat. Medika : Jakarta Selatan. Prayugo, Budi.
2016. Hubungan Peran Orangtua Terhadap
DAFTAR RUJUKAN Perilaku Merokok Siswa SMP N 1 Buayan.
Puskesmas Dlingo I. 2016. Rekapitulasi
Achar, Komang Ayu Heni.Alex. 2015. Tatanan PHBS Rumah Tangga Tahun 2017 :
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Puskesmas Dlingo I. Riskesdas. 2013. Survei
Tentang Pictoral Health Warning (PHW) Perokok dan Kondisi Kesehatan Perokok di
pada Kemasan Rokok dengan Motivasi Wilayah Rural (Desa Cilebut Barat
Berhenti Merokok pada Siswa SMA Santun Kabupaten Bogor) dan Urban (Kelurahan
Pontianak. Amyati. 2017. Buku Ajar Kalibata Kota Jakarta Selatan). Riwidikdo,
Perencanaan dan Evaluasi Program Handoko. 2012. Statistik Kesehatan : Belajar
Kesehatan. Stikes Surya Global Yogyakarta : Mudah Teknik Analisis Data Dalam
Yogyakarta. Arikunto, Suharsini. 2014. Penelitian Kesehatan. Nuha Medika :
Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Yogyakarta. Rukiah. 2014. Hubungan
Praktik. Rineka Cipta : Jakarta. Asri, Nur. Dukungan Suami dengan Kecemasan Ibu
2013. Hubungan Peran Petugas Kesehatan Hamil dalam Menghadapi Persalinan di
dan Media Informasi dengan Perilaku Puskesmas Gamping 1 Sleman Yogyakarta
Seksual pada Ibu Pasca Nifas di Wilayah oleh Deta Pezani Universitas ‘Aisyiyah
Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Yogyakarta. Setiadi. 2008. Konsep dan
Aceh Besar. Bagus. 2002. Hakikat dan Makna Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:
Nilai Oleh Dudung Rahmat Hidayat Mulyadi Graha Ilmu. Silowati, Lilis Nur. 2012.
Universitas Pendidikan Indonesia. Darsono. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang
2008. Hubungan Perceived Service Quality Merokok dengan Frekuensi Merokok pada
Remaja Awal di Desa Gayam Kecamatan Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I. 2010.
Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Sugiyono. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya.
2016. Statistika UntukPenelitian. Alfabeta : Salemba Medika : Jakarta. Wawan dan Dewi.
Bandung. Sundari, Ariska Hesti. 2014. 2010. Teori & Pengukuran Pengetahuan,
Hubungan Antara Peran Keluarga dengan Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika :
Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki Yogyakarta.
Kelas XI di SMK Tunas Bangsa Sukoharjo. Tim

Nama : Indah Permatasari


NPM :1218145
Semester : 3 (Tiga)

PEMANFAATAN TEKNOLOGI TELEHEALTH

PADA PERAWAT DI LAYANAN HOMECARE

Rizkiyani Istifada1, Sukihananto2, Muh.Asnoer Laagu3 1Mahasiswa Magister Keperawatan


Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 2Dosen Keperawatan Komunitas dan

Keperawatan Gerontik, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 3Information and Communication
Technology, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives, Jakarta Email: rizkiyani.istifada71@ui.ac.id

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berdampak pada sulitnya jangkauan akses pelayanan kesehatan di
beberapa daerah terluar dan perbatasan. Kondisi ini menyebabkan lemahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai
kesehatan. Telehealth sebagai solusi dalam mengatasi pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia. Telehealth pada
layanan homecare diaplikasikan menggunakan interaksi virtual pada pasien tanpa menjangkau akses ke pelayanan
kesehatan. Sistem layanan telehealth menggunakan internet dengan sistem video conference, SMS (Short Message
System), e-mail, telepon seluler/traditional phone. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan dapat memanfaatkan
teknologi telehealth sebagai asuhan keperawatan yang holistik dan berkelanjutan pada layanan homecare. Penulisan
karya ilmiah ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemanfaatan aplikasi telehealth. Metode penelitian ini
menggunakan literature review yang berfokus pada pemanfaatan telehealth. Penerapan telehealth berdampak pada
peningkatan kesehatan dan keterampilan perawat dalam melakukan asuhan. Adanya kesenjangan terhadap
pemerataan jaringan internet adalah tantangan yang dimiliki pemerintah dalam mengembangkan telehealth.
Pemerintah sebaiknya melaksanakan kerjasama lintas sektor dalam pengembangan telehealth, sehingga kesehatan
madani tercapai.

Kata kunci: homecare, Indonesia, layanan, perawat, teknologi, telehealth

ABSTRACT

Indonesia is an archipelago that has difficulty impact to access health service in the remote area. This condition has
caused the low awareness of health in public. Telehealth is one of the solutions to the equal distribution of health
service in Indonesia. Telehealth can be applied to virtual communication between nurses and patients. Telehealth’s
system uses internet with video conference system, SMS (Short Message System), e- mail, and traditional phone. Nurses
are one of health professionals to use telehealth for continuity of nursing care and holistic care in homecare. This article
expected to describe the benefit of telehealth. This research method used literature review. Telehealth has effected to
increase the civil health status, then can increase nurse’s skill about health care. There are have incompletely about
distribution network that can be threat for government to develop the telehealth. The government should do the
collaboration with other sectors that concern to develop the telehealth, so civil’s health to be achieved.

Keyword:homecare, Indonesia, nurse, service, technology, telehealth

PENDAHULUAN menjadi salah satu profesi yang memiliki


peran penting dalam pelayanan kesehatan
Perkembangan teknologi saat ini berbasis teknologi. Pemanfaatan teknologi
mempengaruhi pelayanan kesehatan yang tersebut diterapkan pada pelayanan
maksimal untuk menunjang efisiensi sumber homecare untuk memberikan asuhan
daya dan sumber dana. Dunia keperawatan keperawatan
yang berkelanjutan. Para ahli teknologi aplikasi telehealth
memperkirakan 90% orang dewasa memiliki
dan 47%-nya memiliki hasil klinis yang
akses ke smartphone di tahun 2020 (VOA
signifikan (Tenforde, dkk, 2017). Selain
Indonesia, 2017). Kondisi ini sangat
penelitian tersebut, survei yang dilakukan di
memungkinkan penerapan teknologi telehealth
Amerika pada tahun 2013 menunjukkan
untuk menunjang sistem komunikasi jarak jauh
bahwa 74% masyarakat Amerika telah
antara perawat dan pasien. Telehealth
menggunakan layanan telehealth dan 70%-
didefinisikan sebagai teknologi telekomunikasi
nya merasakan kenyamanan dalam
yang digunakan untuk meningkatkan informasi
menggunakan layanakomunikasi virtual pada
kesehatan dan pelayanan kesehatan di daerah
telehealth (Olson & Thomas, 2017). Oleh
yang memiliki masalah pada kondisi geografis,
karena itu, telehealth dapat dijadikan solusi
akses, tingkat sosial, dan budaya (Sri & Sahar,
terbaik dalam layanan kesehatan jarak jauh.
2012). Sistem layanan telehealth menggunakan
internet dengan sistem video conference, SMS
(Short Message System), e-mail, telepon
Indonesia adalah negara kepulauan yang
seluler/traditional phone, kamera, robotik,
sangat luas, sehingga akses antara satu
sensor 3D dan WAP (Wireless Application
daerah ke daerah lain membutuhkan waktu
Protocol) pada jejaring komunikasi antara
lama dalam menempuhnya. Hasil presentasi
perawat dan pasien (Sri & Sahar, 2012;
Kemenkes mengenai RPJMN Telemedicine di
Wiweko, Zesario, & Agung, 2016; Tenforde,
tahun 2015 menunjukkan hampir 50%
dkk, 2017). Telehealth pada layanan homecare
distribusi rumah sakit tersebar di Pulau Jawa,
diaplikasikan menggunakan interaksi virtual
namun hanya 1- 2% rumah sakit tersebar di
pada pasien yang ingin berkonsultasi tanpa
Maluku dan Papua (Tedjasukmana, 2015).
menjangkau akses ke pelayanan kesehatan,
Hal ini menunjukkan tingginya kesenjangan
seperti konsultasi masalah hipertensi melalui
pelayanan kesehatan di Indonesia
telepon atau SMS (Farrar, 2015). Pada tahun
disebabkan karena faktor akses. Saat ini
2007, penelitian dilakukan di negara Kanada
penerapan telehealth di Indonesia belum
yang menunjukkan 81% pasien menggunakan
diaplikasikan pada layanan

homecare antara perawat dan pasien. berupaya untuk menerapkan teknologi tele-
Konsep telehealth di Indonesia masih kesehatan sebagai upaya mengurangi
terbatas pada layanan konsultasi dokter dan kesenjangan akses pelayanan kesehatan.
pasien. Faktanya, telehealth layanan Target awal pemerintah dalam penerapan
homecare menjadi salah satu solusi untuk telehealth saat ini berfokus pada pengampu
mengatasi permasalahan akses kesehatan. pelayanan telehealth yang tersebar di
Hasil survei Home Nursing Agency (2004) Indonesia dengan persentase capaian
dalam Sri & Sahar (2012) menunjukkan sebesar 6 % di tahun 2016 (Renstra
bahwa pasien-pasien yang menggunakan Kemenkes, 2015).
layanan telehealth tidak mengalami re-
hospitalisasi. Pemerintah Indonesia Data tersebut menunjukkan bahwa
pentingnya penerapan telehealth ini sebagai
acuan dalam upaya pelayanan pada era perencanaan dalam pelayanan kesehatan mental pada
pasien, serta meningkatkan kualitas kehidupan pasien
perkembangan teknologi. Telehealth
diharapkan mampu mendukung layanan 2. Foster, M. V, &
homecare untuk mewujudkan konsep Sethares, K. a.
keperawatan berkelanjutan dan holistik.
Facilitators and barriers to the adoption of telehealth in
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat older adults: an integrative review.
mendeskripsikan pemanfaatan aplikasi
Mendeskripsikan penggunaan dan hambatan
telehealth dalam pelayanan homecare telehealth pada pasien dewasa yang memiliki penyakit
kronis
oleh perawat.
Integrative review

Peningkatan fasilitas telehealth untuh mencegah


METODE PENELITIAN adanya hambatan dalam menggunakan telehealth

3. NCSBN The national council of state boards of


nursing position paper on telehealth nursing practice.
Penelitian ini menggunakan
Regulasi dan aspek legal dalam penggunaan telehealth
metode literature review dengan
menggnakankeyword “the use of Artikel online -
telehealth”. Fokus peneitian ini 4. Olson, Christina.A., & Thomas, J.A. (2017).
adalah; Perkembangan telehealth Telehealth: No longer an idea for the future
di Indonesia Telehealth: No longer an idea for the future

• Telehealth pada layanan homecare Efisiensi telehealth dalam meningkatkan kualitas


perawatan
• Manfaat telehealth
Evidence-based research
Literatur yang digunakan sejumlah enam Peningkatan kenyamanan pada pasien yang
artikel yang berasal dari jurnal internasional menggunakan komunikasi virtual pada telehealth
terindeks dan buletin teknologi 5. Sri Hariyati, R. T., &
kesehatanyang dikeluarkan oleh Kementerian
Sahar, J.
Kesehatan. Berikut adalah beberapa artikel
yang dianalisa sesuai dengan tema penelitian, Perceptions of Nursing Care for Cardiovascular Cases,
Knowledge on the Telehealth and Telecardiology in
yaitu pemanfaatan telehealth:
Indonesia

Menjabarkan persepsi masyarakat dalam perawatan


kardiovaskular dengan menggunakan telehealth
No. Judul Penulis Tujuan Metode Hasil 1.
Farrar, F. C. Transforming Home Health Nursing with Studi kualitatif dengan FGD
Telehealth Technology.
Persepsi masyarakat bahwa telehealth dapat
Manfaat penggunaan telehealth pada perawatan dimanfaatkan dalam mengobservasi tanda dan gejala
kesehatan mental di layanan home pasien untuk upaya preventif

Evidence-based research 6. Wiweko, Budi., Zesario, Aulia., & Agung, P.G

Teknologi telehealth dapat diintegrasikan menjadi Overview the development of tele health and mobile
health application in indonesia. digunakan pada layanan konsuling pasien dan dokter

Perkembangan teknologi telehealth di Indonesia 54 Nursing Current Vol. 5 No. 1, Januari 2017 –
Literatur review Telehealth saat ini lebih banyak Juni 2017

HASIL pasien pada perawat dalam

Konsep dan Teori Telehealth menyampaikan masalahnya. Penerapan

Indonesia dengan geografis dan mayoritas telehealth pada layanan homecare adalah

terdiri dari kepulauan menjadi tantangan salah satu bentuk aplikasi metode

tersendiri bagi perawat. Aplikasi telehealth secara langsung. Pasien secara

telehealth telah dikembangkan sejak lama langsung berinteraksi pada perawat

sebagai solusi dalam mengatasi akses mengenai masalahnya, kemudian

pelayanan kesehatan. Cakupan layanan mendapatkan umpan balik secara

yang dikembangkan aplikasi telehealth langsung dari perawat (Farrar, 2015).

memiliki ruang lingkup yang lebih luas


Berbeda hal-nya dengan metode aplikasi
dan berfokus pada upaya kesehatan
telehealth secara tidak langsung. Pasien
masyarakat dan pendidikan kesehatan
dan perawat berinteraksi dengan
(Soemitro, 2016; Olson & Thomas, 2017).
menggunakan e-mail sebagai penghubung
Hal ini diprediksikan bahwa telehealth
interaksi antara keduanya (Farrar, 2015).
dapat diaplikasikan dalam upaya preventif
Pasien berkonsultasi mengenai masalah
dan rehabilitatif, seperti pelayanan
atau hasil laboratoriumnya pada perawat.
homecare.
Kelemahan dari metode ini adalah

Telehealth dibagi menjadi dua metode, lambatnya respon yang diberikan perawat.

yaitu secara langsung/real time dan secara


Telehealth pada layanan homecare
tidak langsung/store & forward (Farrar,
merupakandiperhatikan dalam layanan
2015). Konsep layanan telehealth secara
homecare dengan telehealth, pasien harus
langsung menggunakan kooperatif dan berkomitmen untuk
melakukan intervensi secara mandiri di
videoconferencing yang disampaikan
rumah (Taylor, dkk, 2015). komplikasi yang dimiliki oleh pasien

Legal Etik Pelaksanaan Telehealth (NCSBN


International Code of Ethics menyusun
prinsip-prinsip dalam pelayanan kesehatan
berbasis teknologi, meliputi; (1) PEMBAHASAN
berterusterang, (2) jujur,
(3)mempertahankan kualitas, (4) adanya Manfaat dan Dampak
inform consent, (5) menjaga privasi, (6) Telehealth sebagai solusi dalam
profesionalisme, (7) bertanggungjawab, dan
(8) akuntabilitas (Farrar, 2015). Meskipun memberikan layanan pada pasien yang
pelayanan kesehatan yang diberikan secara memiliki keterbatasan akses. Penerapan
virtual, namun pentingnya informed consent
sebagai bukti legal pasien dalam menerima telehealth ini sesuai dengan kondisi

intervensi yang diberikan (Sri & Sahar, geografis Indonesia yang terdiri dari

2012). Penyusunan kode etik layanan daerah kepulauan. Beberapa manfaat

kesehatan berbasis teknologi ini sesuai penggunaan aplikasi telehealth pada

dengan prinsip aspek legal hukum untuk layanan homecare (Farrar, 2015) adalah

melindungi perawat dan pasien. (1) efektif pada intervensi terapi

modalitas; (2) meningkatkan kesadaran


The National Council of State Boards of pasien untuk patuh obat dan mengurangi
Nursing (NCSBN) menyusun cakupan komplikasi; (3) menjadi sistem
layanan kesehatan dalam penggunaan monitoring pada layanan penyakit kronik
telehealth, seperti layanan homecare.. pasien; (4) efektif memberikan intervensi
Perawat yang lulus uji kompetensi dengan kesehatan yang terjadi dalam waktu
dibuktikan memiliki sertifikasi/license

dilegalkan untuk memberikan layanan keefektifan waktu dan efisiensi intervensi,

homecare dengan telehealth (Farrar, karena pelakasanaan intervensi dilakukan

2015). NCBSN mendukung penggunaan secara fleksibel.

video dan teknologi oleh perawat sebagai

deteksi awal tanda/gejala dari masalah Pelayanan homecare dengan

menggunakan telehealth memiliki


dampak secara tidak langsung pada

perawat, seperti meningkatkan kualitas Dampak selanjutnya adanya telehealth

pelayanan karena tidak terjadi overload adalah dengan memanfaatkan

pasien di layanan kesehatan (Farrar, perkembangan teknologi sebagai solusi

2015). Selain itu, pelayanan homecare dalam intervensi masalah kesehatan

memberikan dampak perubahan pada pasien (Farrar, 2015). Hasil kajian

penerapan layanan kesehatan, seperti literatur mengenai perkembangan

perubahan pada sistem dokumentasi telehealth di Indonesia yang dilakukan

dengan menggunakan e-documentation oleh Wiwieko, Zesario, & Aulia (2016)

(Farrar, 2015). Hal ini dapat menjelaskan beberapa layanan telehealth

meminimalisir hilangnya data pasien yang memberikan fasilitas dalam memberikan

sebelumnya menggunakan paper-based alarm pada pasien dengan menggunakan

pada sistem dokumentasi. aplikasi teknologi mobile health (m-

Health). Beberapa aplikasi melalui


Telehealth menggunakan sistem jaringan smartphone telah dikembangkan untuk
nirkabel pada proses interaksinya. Dahulu memberikan kemudahan masyarakat
tenaga kesehatan dan pasien bertemu dalam pencegahan risiko penyakit.
secara tatap muka (face to face), setelah Manfaat telehealth ini memberikan salah
menggunakan layanan telehealth, akses satu dampak yang baik dalam promosi
informasi dapat dilakukan dalam jarak kesehatan
jauh (Farrar, 2015). Kondisi ini sesuai sehat. Salah satunya aplikasi menjaga
dengan manfaat telehealth yang keseimbangan berat badan, mengurangi
memberikan keefektifan waktu layanan risiko penyakit kronis, mencegah potensi
kesehatan. Pasien dan perawat dapat gejala kegawatdaruratan, hingga rencana
berkomunikasi secara fleksibel sesuai kehamilan (Sri & Sahar, 2012; Wiwieko,
waktu yang disepakati oleh keduanya. Zesario, & Aulia, 2016).
Penggunaan telehealth dengan sistem kemampuan riset perawat, karena secara

nirkabel juga berdampak pada kolaborasi rutin memberikan naskah di website pada

inter-profesi kesehatan. Perawat dan layanan telehealth. Dampak aplikasi

profesi lainnya dapat memberikan edukasi telehealth ini tidak hanya bermanfaat pada

melalui website (Farrar, 2015). Secara pasien, namun perawat dan sistem

layanan kesehatan menunjukkan

peningkatan kemampuan dan pengetahuan terbantahkan, karena pengembangan


mengenai teknologi kesehatan.
teknis telehealth belum disesuaikan

dengan masalah kondisi fisik yang terjadi


Hambatan Penggunaan Telehealth
pada pasien. Kondisi ini dapat
Penggunaan telehealth memiliki
diselesaikan jika peran keluarga terjalin
kelemahan dalam penerapannya.
selama intervensi dilaksanakan. Keluarga
Kelemahan itu terjadi karena adanya
adalah support system keberhasilan
kesulitan yang dialami pasien dalam
melakukan akses telehealth dengan sistem pelayanan homecare menggunakan
komputerisasi. Hasil penelitian yang telehealth.
dilakukan (Demiris et al., 2012) menunjukkan
perilaku frustasi yang dialami oleh pasien
artritis yang kesulitanmenggunakan mouse Hal ini sejalan dengan penelitian yang
komputer, karena mengalami nyeri di kedua
tangannya. dilakukan oleh Foster & Sethares (2014)

Masalah teknis yang terjadi ini tidak dapat bahwa telehealth memiliki beberapa

hambatan teknis dalam penggunaannya,


seperti ukuran font yang ditampilkan berkembang adalah telemedicine yang

dalam karakter website dan beberapa berfokus pada upaya kesehatan


pasien sulit menggunakan smartphome. perorangan (Soemitro, 2016).
Hambatan-hambatan yang dijelaskan pada Telemedicine lebih berfokus pada upaya

dokter untuk memberikan konsultasi


teknis pelaksanaan telehealth. Hal ini mengenai pengobatan pada pasien. Teknis
semakin meyakinkan bahwa dukungan intervensi telemedice yang selama ini
keluarga dibutuhkan dalam keberhasilan sudah dilaksanakan di Indonesia berupa

pelayanaan homecare dengan aplikasi teleradiologi dan telekardiologi


telehealth. (Wiwieko, Zesario, & Aulia, 2016).

Penerapan Telehealth oleh Perawat di Perkembangan teknologi berdampak pada

Indonesia profesi perawat yang diberikan


Rencana kerja strategis pemerintah terkait kemudahan dalam proses intervensi. Pada
penerapan e-health sudah mulai dasarnya konsep keperawatan mengacu
dikembangkan sejak tahun 2015. pada perawatan berkelanjutan (continuum
Beberapa e-health yang saat ini mulai of care). Pemanfaatan teknologi

58 Nursing Current Vol. 5 No. 1, Januari 2017 – Juni 2017

perawatan berkelanjutan dijelaskan pada Aplikasi ini masih digunakan sebagai

penelitian Wiwieko, Zesario, & Aulia interaksi dokter dan pasien. Belum

(2016), yaitu telehealth telah diinisiasi banyak penelitian yang menjelaskan

oleh MediFa dan Halodokter.com dengan bahwa aplikasi telehealth digunakan oleh

memanfaatkan video streaming, WAP perawat dan pasien di Indonesia.

(Wireless Application Protocol), dan SMS

sebagai interaksi antara dokter dan pasien Beberapa hasil penelitian dan fenomena

pada upaya kuratif dan rehabilitatif. yang terjadi bahwa perkembangan


telehealth di Indonesih masih berfokus diterapkan sebagai upaya preventif dan

pada pelayanan kuratif oleh dokter ke rehabilitatif masyarakat yang memiliki

pasien. Komitmen pemerintah dalam masalah keterbatasan akses ke pelayanan

meningkatkan akses yang terjangkau dan kesehatan. Pengembangan telehealth saat

berkualitas bagi masyarakat memiliki ini sudah mulai dirancang, seperti


ketersediaan insfrastruktur dan jaringan
keterbatasan pada akses. Hasil survei
internet di beberapa daerah (Wiwieko,
COIA mengenai eHealth di Indonesia
Zesario, & Aulia, 2016). Selain dari
menunjukkan tingkat kesiapan Indonesia
ketersediaan infrastruktur, peran
mengenai penyediaan telehealth di
pemerintah dalam penerapan telehealth
Indonesia berada pada level 1- 2, yaitu
sangat dibutuhkan, seperti dalam
membutuhkan banyak sumber daya dalam
perancangan peraturan penggunaan
mewujudkan infrastruktur teknologi
telehealth pada layanan homecare.
telehealth (Wiwieko, Zesario, & Aulia,

2016).
Beberapa tantangan yang harus
Telehealth dalam layanan homecare
diantisipasi oleh pemerintah dalam
menjadi salah satu solusi perbaikan
merancang telehealth di Indonesia adalah
kesenjangan layanan kesehatan di kondisi
akses jaringan di Daerah Tertinggal
geografis Indonesia yang memiliki
Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dan
beberapa daerah terpencil dan perbatasan.
kurangnya kesadaran tenaga kesehatan
Penerapan telehealth sangat dianjurkan
terhadap manfaat telehealth. Pemerintah
sebagai upaya peningkatan paradigma
saat ini dapat memulai memberikan
sehat di Indonesia. Telehealth dapat

itu, pemerintah membutuhkan kerjasama organisasi profesi kesehatan, NGO, CSR,

lintas sektor dalam mengatasi LSM dan komunitas-komunitas yang

kesenjangan kesehatan ini, seperti berfokus pada upaya peningkatan layanan


kesehatan. telehealth. Penerapan layanan ini

dilakukan dengan memberikan asuhan


KESIMPULAN DAN keperawatan berupa tindakan preventif

REKOMENDASI dan rehabilitatif. Penggunaan telehealth

Peningkatan kualitas hidup masyarakat ini sangat efektif dalam layanan

menjadi salah satu target pemerintah homecare. Hal ini akan mencapai

Indonesia. Adanya akses pelayanan kesehatan yang mandiri, efektif, dan

kesehatan yang mudah untuk masyarakat efisien seiring perkembangan teknologi

menjadi salah satu aspek dalam dan informasi.

meningkatkan kualitas hidup manusia.

Telehealth menjadi solusi dalam REFERENSI

meningkatkan kesenjangan pelayanan


Demiris, G., Thompson, H., Boquet, J., Le, T.,
kesehatan yang disebabkan karena akses.
Chaudhuri, S., & Chung, J. (2012). Older
Masih banyaknya daerah tertinggal dan adults’ acceptance of a community-based
telehealth wellness system. Informatics for
perbatasan menjadi tantangan pemerintah Health and Social Care, 38(January), 1–10.
dalam pengembangan telehealth. Jika https://doi.org/10.3109/17538157.2011.647

pembangunan infrastruktur telehealth


Farrar, F. C. (2015). Transforming Home
merata hingga Sabang sampai Merauke,
Health Nursing with Telehealth Technology.
maka Nawacita Presiden tercapai dalam Nursing Clinics of North America.
https://doi.org/10.1016/j.cnur.2015.03.004
peningkatan kualitas hidup.
60 Nursing Current Vol. 5 No. 1, Januari 2017 –
Juni 2017

Perawat memiliki peran dalam upaya Foster, M. V, & Sethares, K. a. (2014).


peningkatan layanan kesehatan di Facilitators and barriers to the adoption of
Indonesia. Intervensi secara holistik telehealth in older adults: an integrative
review. Computers, Informatics, Nursing :
menjadi konsep perawat dalam pemberian CIN, 32(11), 523–33.
https://doi.org/10.1097/CIN.00000000000
asuhan. Perawat dapat memanfaatkan
00105
perkembangan teknologi dalam layanan
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Taylor, J., Coates, E., Wessels, B.,
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Mountain, G., & Hawley, M. S. (2015).
Tahun 2015- Implementing solutions to improve and
expand telehealth adoption: participatory
2019. Pusat
action research in four community
Komunikasi
healthcare settings. BMC Health Services
Publik.
Research, 15(1), 529.
https://doi.org/35
https://doi.org/10.1186/s12913-015-1195-
1.077 Ind r
3
NCSBN (Agustus, 1997). The national
Tedjasukmana, Deddy. (Maret, 2015).
council of state boards of nursing position
Indikator telemedicine pada RPJMN 2015-
paper on
2019. Disampaikan pada presentasi
telehealth nursing practice. April, Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik
2014. dan Saranan Kesehatan RI
https://www.ncsbn.org/14_Tele
health.pdf Tenforde, A. S., Hefner, J. E., Kodish-
Wachs, J. E., Iaccarino, M. A., & Paganoni,
Olson, Christina.A., & Thomas, J.A. (2017). S. (2017). Telehealth in Physical Medicine
Telehealth: No longer an idea for the and Rehabilitation: A Narrative Review.
future. rics, 64, 347-370 PM&R, 9(5), S51–S58.
https://doi.org/10.1016/j.pmrj.2017.02.01
Soemitro, Daryo. (Juni, 2016). Tantangan 3
e-kesehatan di indonesia. Buletin Jendela
Datai Kesehatan, 1-21 VOA Indonesia. Teknologi Penanganan
Kesehatan Jarak Jauh.(23 Oktober 2017).
Sri Hariyati, R. T., & Sahar, J. (2012). Diakses dari
Perceptions of Nursing Care for https://www.voaindonesia.com/a/teknolo
Cardiovascular Cases, Knowledge on the gi-penanganan-kesehatan-
Telehealth and Telecardiology in jarakjauh/3428471.html
Indonesia. International Journal of
Collaborative Research on Internal Wiweko, Budi., Zesario, Aulia., & Agung,
Medicine & Public Health (IJCRIMPH), 4(2), P.G.(2016). Overview the development of
115–128 Nursing Current Vol. 5

Nama : Indah Permatasari


NPM :1218145
Semester : 3 (Tiga)
ISSUE DAN TREND PEMANFAATAN TEKNOLOGI TELEHEALTH
PADA PERAWAT DI LAYANAN HOMECARE

1. Latar belakang tellehealth


Perkembangan teknologi saat ini mempengaruhi pelayanan kesehatan yang
maksimal untuk menunjang efisiensi sumber daya dan sumber dana. Dunia keperawatan
menjadi salah satu profesi yang memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan
berbasis teknologi. Pemanfaatan teknologi tersebut diterapkan pada pelayanan homecare
untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkelanjutan. Para ahli teknologi
memperkirakan 90% orang dewasa memiliki akses ke smartphone di tahun 2020 (VOA
Indonesia, 2017). Kondisi ini sangat memungkinkan penerapan teknologi telehealth untuk
menunjang sistem komunikasi jarak jauh antara perawat dan pasien.
Pada tahun 2007, penelitian dilakukan di negara Kanada yang menunjukkan 81%
pasien menggunakan aplikasi telehealth dan 47%-nya memiliki hasil klinis yang signifikan
(Tenforde, dkk, 2017). Selain penelitian tersebut, survei yang dilakukan di Amerika pada
tahun 2013 menunjukkan bahwa 74% masyarakat Amerika telah menggunakan layanan
telehealth dan 70%-nya merasakan kenyamanan dalam menggunakan layanan komunikasi
virtual pada telehealth (Olson & Thomas, 2017). Oleh karena itu, telehealth dapat dijadikan
solusi terbaik dalam layanan kesehatan jarak jauh.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berdampak pada sulitnya
jangkauan akses pelayanan kesehatan di beberapa daerah terluar dan perbatasan. Kondisi
ini menyebabkan lemahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai kesehatan.
Telehealth sebagai solusi dalam mengatasi pemerataan pelayanan kesehatan di
Indonesia. Telehealth pada layanan homecare diaplikasikan menggunakan interaksi
virtual pada pasien tanpa menjangkau akses ke pelayanan kesehatan.
Hasil presentasi Kemenkes mengenai RPJMN Telemedicine di tahun 2015
menunjukkan hampir 50% distribusi rumah sakit tersebar di Pulau Jawa, namun hanya 1-
2% rumah sakit tersebar di Maluku dan Papua (Tedjasukmana, 2015). Hal ini
menunjukkan tingginya kesenjangan pelayanan kesehatan di Indonesia disebabkan karena
faktor akses. Saat ini penerapan telehealth di Indonesia belum diaplikasikan pada layanan
2. Definisi Tellehealth
Telehealth didefinisikan sebagai teknologi telekomunikasi yang digunakan untuk
meningkatkan informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan di daerah yang memiliki
masalah pada kondisi geografis, akses, tingkat sosial, dan budaya (Sri & Sahar, 2012).
Sistem layanan telehealth menggunakan internet dengan sistem video conference, SMS
(Short Message System), e-mail, telepon seluler/traditional phone, kamera, robotik, sensor
3D dan WAP (Wireless Application Protocol) pada jejaring komunikasi antara perawat dan
pasien (Sri & Sahar, 2012; Wiweko, Zesario, & Agung, 2016; Tenforde, dkk, 2017).
Telehealth pada layanan homecare diaplikasikan menggunakan interaksi virtual
pada pasien yang ingin berkonsultasi tanpa menjangkau akses ke pelayanan kesehatan,
seperti konsultasi masalah hipertensi melalui telepon atau SMS (Farrar, 2015).
3. Ruang lingkup tellehealth
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan dapat memanfaatkan teknologi
telehealth sebagai asuhan keperawatan yang holistik dan berkelanjutan pada layanan
homecare. Penerapan telehealth berdampak pada peningkatan kesehatan dan
keterampilan perawat dalam melakukan asuhan. Adanya kesenjangan terhadap
pemerataan jaringan internet adalah tantangan yang dimiliki pemerintah dalam
mengembangkan telehealth. Pemerintah sebaiknya melaksanakan kerjasama lintas sektor
dalam pengembangan telehealth, sehingga kesehatan madani tercapai.
Aplikasi telehealth telah dikembangkan sejak lama sebagai solusi dalam
mengatasi akses pelayanan kesehatan. Cakupan layanan yang dikembangkan aplikasi
telehealth memiliki ruang lingkup yang lebih luas dan berfokus pada upaya kesehatan
masyarakat dan pendidikan kesehatan (Soemitro, 2016; Olson & Thomas, 2017). Hal ini
diprediksikan bahwa telehealth dapat diaplikasikan dalam upaya preventif dan
rehabilitatif, seperti pelayanan homecare.
Telehealth dibagi menjadi dua metode,
a. yaitu secara langsung/real time
Konsep layanan telehealth secara langsung menggunakan video conferencing yang
disampaikan pasien pada perawat dalam menyampaikan masalahnya. Penerapan
telehealth pada layanan homecare adalah salah satu bentuk aplikasi metode telehealth
secara langsung. Pasien secara langsung berinteraksi pada perawat mengenai
masalahnya, kemudian mendapatkan umpan balik secara langsung dari perawat
(Farrar, 2015).
b. secara tidak langsung/store & forward
Berbeda hal-nya dengan metode aplikasi telehealth secara tidak langsung. Pasiendan
perawat berinteraksi dengan menggunakan e-mail sebagai penghubung interaksi
antara keduanya (Farrar, 2015). Pasien berkonsultasi mengenai masalah atau hasil
laboratoriumnya pada perawat. Kelemahan dari metode ini adalah lambatnya respon
yang diberikan perawat.
Telehealth pada layanan homecaremerupakan bagian dari konsep keperawatan
berkelanjutan (continuum of care). Pelayanan dapat berfokus pada upaya rehabilitasi dan
pemulihan/recovery (Farrar, 2015). Pada umumnya, tahap pelaksanaan telehealth tidak
ada perbedaan antara model rehabilitasi dan pemulihan/recovery. Diantaranya:
a. Tahap awal, perawat melakukan pengkajian pada pasien yang disesuaikan kriteria
penerima layanan homecare (Taylor, dkk, 2015). Setelah itu, pasien diberikan
pilihan intervensi yang diberikan sesuai dengan hasil yang diharapkan (Taylor, dkk,
2015).
b. Tahap kedua, perawat memberikan intervensi dan selanjutnya melakukan
pengawasan atau monitoring terhadap perkembangan pasien (Taylor, dkk, 2015).
Hal yang perlu diperhatikan dalam layanan homecare dengan telehealth, pasien
harus kooperatif dan berkomitmen untuk melakukan intervensi secara mandiri di
rumah (Taylor, dkk, 2015).
Prinsip-prinsip dalam pelayanan kesehatan berbasis teknologi, meliputi;

a. berterusterang,
b. jujur,
c. mempertahankan kualitas
d. adanya inform consent,
e. menjaga privasi,
f. profesionalisme
g. bertanggungjawab,
h. akuntabilitas (Farrar, 2015).
Meskipun pelayanan kesehatan yangdiberikan secara virtual, namun pentingnya
informed consent sebagai bukti legal pasien dalam menerima intervensi yang diberikan
(Sri & Sahar, 2012). Penyusunan kode etik layanan kesehatan berbasis teknologi ini
sesuai dengan prinsip aspek legal hukum untuk melindungi perawat dan pasien
4. Manfaat dan Dampak tellehealth terhadap pasien dalam keperawatan keluarga
a. keterbatasan akses. Penerapan telehealth ini sesuai dengan kondisi geografis
Indonesia yang terdiri dari daerah kepulauan.
b. Efektif pada intervensi terapi modalitas
c. Meningkatkan kesadaran pasien untuk patuh obat dan mengurangi komplikasi
d. Menjadi sistem monitoring pada layanan penyakit kronik pasien
e. Efektif memberikan intervensi kesehatan yang terjadi dalam waktu bersamaan
f. memberikan keefektifan waktu dan efisiensi intervensi, karena pelakasanaan intervensi
dilakukan secara fleksibel.
g. Pasien bisa terus berada dekat dengan keluarga dalam masa perawatannya
h. Keluarga memiliki peranan penting dalam penangan dan perawatan pasien
i. Menumbuhkan rasa sayang dan kedekatan keluarga dengan pasien yang bisa
mempercepat kesembuhan pasien
j. Pada pasien terminal atau lansia menumbuhkan rasa kedekatan dengan keluarga
menjelang akhir hayatnya

Dampak perubahan pada penerapan layanan kesehatan seperti perubahan pada


sistem dokumentasi dengan menggunakan e-documentation. Hal ini dapat meminimalisir
hilangnya data pasien yang sebelumnya menggunakan paper-based pada sistem
dokumentasi.

Sumber: Jurnal keperawatan, 2017, Rizkiyani Istifada, Sukihananto, Muh.Asnoer Laagu


(Pemanfaat teknologi tellehealth pada perawat di layanan homecare)
Nama : Entep Jamaludin
NPM :1218146
Semester : 3 (Tiga)
PENGARUH KETERLIBATAN ORANG TUA
TERHADAP MINAT MEMBACA ANAK
DITINJAU DARI PENDEKATAN STRES LINGKUNGAN

Soejanto Sandjaja

Minat membaca anak Sekolah Dasar masih rendah dan belum ada cara yang efektif
untuk meningkatkannya. Keterlibatan orang tua diyakini dapat meningkatkan minat
membaca anak. Dalam keluarga miskin, keterlibatan orang tua menjadi berkurang
karena orang tua mengalami stres tingkat tinggi,