Anda di halaman 1dari 19

FARMAKO

KINETIK
M ata Kuliah B iomedik II
Kelompok 9 IKM A 1
Kelompok 9

Anisa Salsabila 2011213043

Falah Fauzi 2011211007

Nasywa Amirah 2011213001

Ratu Qhaisya Desma 2011212070

Widelina Yulianty Devita 2011213007


MATA KULIAH
BIOMEDIK II
Dosen Pengampu:
Dr. M asrizal Dt M angguang,
SKM ., M .B iomed.
Farmakokinetik

● Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari penyerapan (absorbsi) obat,


penyebaran (distribusi) obat, mekanisme kerja (metabolisme) obat, dan
pengeluaran (ekskresi) obat. Dengan kata lain, Farmakokinetik adalah
mempelajari pengaruh tubuh terhadap suatu obat.
● Sebelum obat mencapai tujuannya dalam tubuh yaitu: tempat kerja dan
menimbulkan efek, obat mengalami banyak proses, secara garis besar proses
proses tersebut terbagi dalam tiga tingkat yaitu fase biofarmasetika, fase
farmakokinetika, dan fase farmakodinamika. Beberapa mekanisme kerja obat
tanpa melibatkan reseptor dapat digolongkan menjadi dua yaitu secara fisika dan
secara kimia.
A. Pelakuan tubuh terhadap obat ada 4 proses
a. Absorpsi : masuknya obat ke dalam darah (gastrointestinal, bukal, rectal,
pulmonal)
b. Distribusi : penyebaran obat keseluruh tubuh mengikuti sistem
peredaran darah
c. Metabolisme : transformasi struktur obat dg jalan oksidasi, reduksi,
hidrolisis atau konjugasi (hepar)
d. Ekskresi : pengeluaran obat dari dalam tubuh (ginjal dan hepar) +
kelenjar lain
.

B. Rute Pemberian Obat Setiap


Rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat,
bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus
zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan
saluran nafas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada
mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Karena obat yang diberikan per
oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan
absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan
absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat
masuk ke dalam sirkulasi sistemik
C. Daya Larut Obat
Daya larut obat diberikan per oral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau
preparat obat tersebut. Larutan atau suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah
diabsorpsi daripada bentuk tablet atau kapsul. Obat yang asam melewati mukosa lambung
dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.

D. Kondisi di Tempat Absorbsi


Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Apabila kulit tergores, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang
biasanya diprogamkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius
ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat
absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi ke dalam pembuluh
darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan
E. Kondisi di Tempat Absorbsi
Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi
sistemik. Apabila kulit tergores, obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal
yang biasanya diprogamkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi
yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran
mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama
untuk berdifusi ke dalam pembuluh darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan
bergantung pada suplai darah dalam jaringan.

F. Ekskresi Atau Eliminasi


Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi
empedu, feses, paru- paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas yang
tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat
dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin. pH urin
mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yang asam
meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam
lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorang meminum
aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah
pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak dapat
menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.
G. Hubungan Struktur dan Aktivitas Obat
Hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis obat (HKSA)
merupakan bagian penting rancangan obat, dalam usaha mendapatkan suatu
obat baru dengan aktivitas yang lebih besar, keselektifan yang lebih tinggi,
toksisitas atau efek samping yang sekecil mungkin dan kenyamanan yang lebih
besar.

H. Tempat Kerja Obat


Setelah obat masuk ke dalam tubuh, molekul obat akan diabsorbsi dari
gastrointestinal. Kecepatan absorbsi dan eliminasi menentukan kadar obat
dalam darah yang dicapai oleh sirkulasi sistemik, organ, jaringan dan sel.
Setelah diabsorbsi, obat akan mengalami metabolisme di dalam hati, dikeluarkan
dari hati ke empedu atau mencapai sirkulasi sistemik
MEKANISME KERJA OBAT

A. Absorbsi

Absorbsi merupakan proses pengambilan obat dari permukaan tubuh (di sini termasuk juga
mukosa saluran cerna) atau dari tempat- tempat tertentu dalam organ dalam ke dalam aliran
darah (Mutschler, 1991).
Kecepatan absorbsi terutama tergantung pada bentuk dan cara pemberian serta sifat fisik kimia
dari obat. Obat yang diabsorbsi tidak semua mencapai sirkulasi sistemik, sebagian akan
dimetabolisme oleh enzim di dinding usus atau mengalami metabolisme eliminasi lintas pertama
(first pass metabolism or elimination). Obat yang demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang
tidak begitu tinggi meskipun absorbsi secara oralnya mungkin hampir sempurna. Dengan
demikian istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan, kelengkapan absorbsi sekaligus
metabolisme sebelum mencapai sirkulasi sistemik.

Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung,


pergerakan saluran cerna, dan aliran darah ketempat absorbsi dapat mempengaruhi laju dan
jumlah absorpsi obat dipengaruhi beberapa faktor, misalnya formulasi, stabilitas obat terhadap
asam lambung, enzim pencernaan dan makanan.
B. Distribusi

Distribusi obat ke seluruh tubuh terjadi saat obat mencapai sirkulasi.


Selanjutnya obat harus masuk ke jaringan untuk bekerja ( Neal, 2006 ).
Distribusi obat dibedakan atas dua fase berdasarkan penyebarannya di dalam
tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke
organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, dan otak.
Selanjutnya distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencangkup jaringan
yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit dan
jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu
yang lebih lama.
C. Metabolisme dan Ekskresi

Sebelum dikeluarkan dari tubuh, obat mengalami proses metabolisme (biotransformasi)


terlebih dahulu. Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat
diubah menjadi lebih polar artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak
sehingga lebih mudah di ekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi
inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat (Ganiswarna,
2007).
Metabolisme terjadi terutama di hati dan hanya dalam jumlah yang sangat rendah terjadi
dalam organ lain seperti dalam usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit atau dalam darah
(Mutschler, 1991). Seperti halnya metabolisme, ekskresi suatu obat dan metabolitnya
menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh (Mutschler, 1991).
Ekskresi ginjal memegang tanggung jawab utama untuk eliminasi sebagian besar obat (Neal,
2006).
Kerja Obat Yang Tidak Diperantai Reseptor
Beberapa mekanisme kerja obat tanpa melibatkan reseptor dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Secara fisika
• Osmosis, contohnya adalah laksansia osmotis (natrium sulfat dan magnesium
sulfat), lambat sekali diabsorbsi usus dan secara osmosis menarik air ke
dalam usus sehingga volume usus bertambah dan memicu peristaltik usus
untuk mengeluarkan isinya. Contoh obat lain yang juga bekerja dengan cara
osmosis adalah diuretik osmosis seperti sorbitol dan manitol.
• Massa fisis, contohnya laktulosa dan biji psyllium akan mengadsorpsi air jika
diberikan secara peroral sehingga volume akan mengembang dan memicu
peristaltik (laksativa/purgativa).
• Adsorbsi, contohnya adalah kaolin dan karbon aktif akan menyerap racun
pada pengobatan diare dan sebagai antidotum.
• Rasa, contohnya adalah gentian (senyawa pahit) akan memacu aliran asam
klorida ke lambung sehingga menambah nafsu makan
2. Secara Kimia
• Aktivitas asam basa, contohnya antasida lambung (Al(OH)3) yang bersifat basa akan
menetralkan kelebihan asam lambung.
• Pembentukan khelat, contohnya adalah zat-zat khelasi seperti EDTA/ Etilen Diamin
Tetra Acetat dan dimercaprol yang dapat mengikat logam berat seperti timbal dan
tembaga dalam tubuh sehingga toksisitasnya berkurang.
• Aktivitas oksidasi dan reduksi, contohnya adalah kalium permanganat konsentrasi
rendah mempunyai aktivitas oksidasi morfin dan strychnin sehingga toksisitasnya
berkurang.
• Reduktor, contohnya adalah vitamin C

3. Proses Metabolisme 4. Secara Kompetisi atau Saingan


Contohnya antibiotika mengganggu pembentukan Dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis kompetisi
dinding sel kuman, sintesis protein, dan metabolisme yaitu untuk reseptor spesifik dan enzym- enzym.
asam nukleat. Contoh: Obatobat Sulfonamida
Kerja Obat
Kerja Obat adalah perubahan kondisi yang mengakibatkan timblnya efek(respon). Kerja suatu
obat merupakan hasil dari banyak proses yang berlangsung cukup rumit. Umumnya ini didasari
suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga fase yaitu :

• Fase farmasetik, adalah fase yang meliputi waktu hancurnya bentuk sediaan obat, melarutnya
bahan obat sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan
dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorbsi.
• Fase farmakokinetik, adalah fase yang meliputi semua proses yang dilakukan tubuh, setelah
obat dilepas dari bentuk sediaannya yang terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi.
• Fase farmakodinamik, fase pada saat obat telah berinteraksi dengan reseptor dan siap
memberikan efek farmakologi, sampai efek farmakologi diakhiri.
Efek Obat
Kontraindikasi adalah efek obat yang secara nyata dapat memberikan dampak kerusakan fisiologis
atau anatomis secara signifikan, memperparah penyakit serta lebih lanjut dapat membahayakan
kondisi jiwa pasien.
a. Efek Utama Obat
Efek utama obat atau yang biasa disebut dengan efek terapi adalah efek yang diharapkan dari
suatu obat. Misalnya paracetamol dengan dosis 500 mg dapat menurunkan panas tubuh orang
dewasa atau pada dosis yang lebih kecil untuk anak-anak. Glibenklamid memberikan efek terapi
menurunkan kadar gula pada penderita diabetes. Satu obat bisa memiliki beberapa khasiat/ efek
terapi.

b. Efek Toksik Obat


Jika obat digunakan pada dosis yang melebihi dosis terapinya, obat tersebut akan berefek
sebagai racun. Obat bisa menyebabkan keracunan pada berbagai anggota tubuh terutama
anggota tubuh yang banyak dilewati oleh aliran darah.
c. Efek Samping Obat
Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang
diinginkan. Semua obat mempunyai efek samping baik yang diinginkan maupun tidak.
Bahkan dengan dosis obat yang tepat pun, efek samping dapat terjadi dan dapat
diketahui. bakal terjadi sebelumnya. Efek samping terutama diakibatkan oleh
kurangnya spesifitas obat tersebut

Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat dapat berasal dari faktor pasien
dan dari faktor obatnya sendiri. :
• Faktor pasien, yaitu faktor intrinsik yang berasal dari pasien, seperti umur, faktor
genetik, dan penyakit yang diderita.
• Faktor intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek
samping, seperti pemilihan obat, jangka waktu penggunaan obat, dan adanya
interaksi antar obat.
Hubungan Dosis dengan Respon

Kurva dosis – respon


Pada kurva dosis-respon nampak beberapa hubungan antara jumlah zat kimia
sebagai dosis, organisme mendapat perlakuan dan setiap efek yang
disebabkan oleh dosis tersebut. Dimana dengan meningkatnya dosis akan
seiring dengan meningkatnya respon yang dihasilkan.
Pengamatan hubungan antara dosis atau konsentrasi dan kerja suatu bahan
kimiadapat dilakukan dengan cara:
Menguji frekuensi efek yg timbul pada satu objek percobaan dengan
mengubah-ubah dosis (hubungan dosis-reaksi)
Mengubah dosis, kemudian mengukur intensitas kerja (hubungan dosis-kerja)
LD50 secara statistik merupakan dosis tunggal suatu bahan tertentu pada uji
toksisitas yg menyebabkan kematian 50% dari populasi hewan uji.
c. Efek Samping Obat

Indeks terapeutik adalah pengukuran kuantitatif dari keamanan relatif suatu obat. Ini
adalah perbandingan jumlah agen terapeutik yang menyebabkan efek terapeutik
dengan jumlah yang menyebabkan toksisitas.
Indeks Terapeutik dan Batasan Terapeutik Keamanan obat merupakan hal yang
utama. Indeks terapeutik (TI), yang perhitungannya akan diuraikan dalam bagian ini,
memperkirakan batas keamanan sebuah obat dengan menggunakan rasio yang
mengukur dosis terapeutik efektif pada 50% hewan (ED50) dan dosis letal
(mematikan) pada 50% hewan (LD50). Semakin dekat rasio suatu obat kepada angka
1, semakin besar bahaya toksisitasnya

Obat-obat dengan indeks terapeutik rendah mempunyai batas keamanan yang sempit.
Dosis obat mungkin perlu penyesuaian dan kadar obat dalam plasma (serum) perlu
dipantau karena sempitnya jarak keamanan antara dosis efektif dan dosis !etal. Obat-obat
dengan indeks terapeutik tinggi mempunyai batas keamanan yang lebar dan tidak begitu
berbahaya dalam menimbulkan efek toksik. Kadar obat dalam plasma (serum) tidak perlu
dimonitor secara rutin bagi obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang tinggi
THANKS

Anda mungkin juga menyukai