Penyusunan RPP Draft 1
Penyusunan RPP Draft 1
PENYUSUNAN RPP
(RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN)
Disusun Oleh
AHMAD ABU HAMID
Dosen Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY
Yogyakarta 2008
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
I. PENDAHULUAN 3
II. PENDEKATAN MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA
1. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Diskaveri dan Inkuairi 8
2. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Konstruktivisme 9
3. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Kontekstual 10
4. Pendekatan Salingtemas 12
5. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah 14
6. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Kooperatif 15
7. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan Proses 16
8. Starter Experiment Approach 18
III. METODE MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA
1. Metode Ceramah 19
2. Metode Eksperimen 19
3. Metode Demonstrasi 20
4. Metode Diskusi 21
5. Metode Memecahkan Masalah 21
6. Metode Tugas 22
7. Metode Mengajar Beregu 22
IV. MODEL-MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN
1. Model-Model Mengajar Secara Umum 22
(1) Kelompok Model Pengolahan Informasi 22
(2) Kelompok Model Personal 24
(3) Kelompok Model Sosial 25
(4) Kelompok Model Sistem Perilaku 27
2. Model Mengajar yang Disarankan dalam Pembelajaran IPA 29
V. KURIKULUM, SILABUS, DAN RPP
1. Kurikulum 30
2. Silabus 32
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 33
VI. PENUTUP 40
DAFTAR PUSTAKA 41
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
Pendidikan yang bernuansa keimanan dan ketaqwaan secara garis besar dilukiskan
oleh bagan 2 berikut.
1. ALLAH SWT MEMBERI PETUNJUK KEPADA
PENDIDIKAN BERNUANSA
MANUSIA
KEIMANAN 1 2. MANUSIA MAKHLUK YANG ISTIMEWA,
MENGERTI ALAM RAYA, ALAM GHOIB, DAN
ATURANNYA KARENA DIBERI PETUNJUK OLEH
ALLAH SWT
3. MALAIKAT (ALAM GHOIB, ENERGI POSITIF)
9 4. SYAITHON (ALAM GHOIB, ENERGI NEGATIF)
5. JIN (ALAM GHOIB, ENERGI NEGATIF,
KADANGKALA POSITIF)
7 8 6. HEWAN (INSTING, MENGIKUTI ATURAN ALAM)
7. TUMBUHAN (INSTING, DALAM MENGIKUTI
ATURAN ALAM)
5 2 6 8. BENDA MATI (ALAM RAYA, MENGIKUTI
ATURAN ALAM)
9. BENDA GHOIB LAINNYA (SURGA DAN NERAKA)
10. GARIS 1-2 PETUNJUK ALLAH SWT (SHIROTHOL
MUSTAQIM)
Pendidikan dan pembelajaran yang benuansa keimanan dan ketaqwaan seharusnya
dapat menumbuhkembangkan rasa kagum dan rasa patuh kepada Alloh sang
pencipta alam. Allohlah yang menciptakan, mendisain, menggerakkan, dan pada
akhirnya merusak alam semesta sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak ada makhluk
yang dapat merintangi semua kehendak-Nya. Kapan terjadi ? Alloh SWT yang maha
tahu perencanaannya.
Dalam pengajaran ada satu komponen aktif yang terlibat, yaitu guru mengajar.
Dalam hal mengajar, guru aktif dalam menyampaikan materi pelajaran kepada
murid-muridnya dengan menggunakan berbagai media pembelajaran yang ada serta
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam pengajaran, guru
hanya menyampaikan materi pelajaran, jika murid telah memahami materi yang
diajarkan guru, selesailah proses pengajaran.
Dalam pembelajaran ada dua komponen aktif yang terlibat, yaitu: guru mengajar dan
murid belajar. Dalam proses pembelajaran, guru dan murid bekerja bersama-sama
atau bersinergi untuk menemukan dan memahami konsep pokok (esensi) materi
pelajaran, serta untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dengan
menggunakan media atau objek pembelajaran. Jika murid telah memahami materi
pelajaran yang diajarkan guru dan murid telah mencapai tujuan pembelajaran
dengan sukses, selesailah proses pembelajaran. Jadi dalam proses pengajaran dan
proses pembelajaran, guru hanya menyampaikan materi pelajaran dan menumbuh-
kembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik murid. Guru belum menumbuh-
kembangkan aspek spiritual atau aspek religius murid.
Tontonan audio visual yang dimaksud adalah tayangan televisi dan tayangan dalam
komputer baik sendiri-sendiri maupun komputer yang telah terhubung dengan
internet. Menurut hemat penulis, kedua jenis tayangan ini seperti pedang bermata
banyak (tidak hanya bermata dua). Jika ditinjau dari kemanfaatannya, kedua jenis
tayangan ini sangat bermanfaat. Karena kedua jenis tayangan ini membuka
cakrawala atau membuka wawasan murid. Mengapa demikian ? Karena dengan
menonton kedua jenis tayangan ini, murid dapat mengetahui berbagai
perkembangan ilmu (agama, biologi, fisika, kimia, matematika, teknologi, sosial,
politik, ekonomi, dan ilmu-ilmu lainnya). Batas antar negara sudah dihilangkan, batas
antar budaya sudah dihapuskan, serta batas antar etnis sudah tidak ada. Namun jika
ditinjau dari aspek kerugiannya (madhorotnya) kedua jenis tayangan ini tidak
mendidik sama sekali, apalagi jika ditinjau dari aspek agama serta aspek keimanan
dan ketaqwaan. Sudah jelas, bahwa berciuman antara pria dan wanita selain
muhrimnya (orang yang haram dinikah) itu hukumnya haram, tetapi dalam kedua
jenis tayangan ini boleh-boleh atau syah-syah saja. Membuka aurat pada khalayak
umum itu haram hukumnya, namun dalam kedua jenis tayangan ini syah-syah saja.
Dari aspek sopan santun, kedua jenis tayangan ini sudah menghilangkan jejak
kesopanan dan kesantunan. Contoh-contoh lainnya dapat diteliti lagi.
Oleh sebab itu, secara garis besar dikenal tiga taraf pendidikan, yaitu:
1. pendidikan informal yang dilaksanakan dalam lingkup keluarga
2. pendidikan formal yang dilaksanakan di sekolah dan madrasah
3. pendidikan nonformal yang dilaksanakan dalam masyarakat.
Ketiga taraf pendidikan ini secara garis besar dilukiskan dalam bagan 3 berikut.
EVALUATION = MEASUREMENT +
VALUE JUDGMENT = NON
MEASUREMENT + VALUE JUDGMENT EVALUASI
Dalam interaksi pembelajaran ada tiga hal penting yang perlu dicermati, yaitu: guru,
murid, dan objek pembelajaran. Jika guru aktif mengajar dan murid pasif dalam
belajar, maka interaksi pembelajaran berpusat kepada guru, sehingga disebut
teacher centered. Jika guru hanya memfasilitasi proses pembelajaran dan murid
aktif belajar dalam rangka menemukan konsep, prinsip, teori, azas, aturan, dan atau
hukum; maka murid sebagai pusat aktivitas pembelajaran, sehingga sering disebut
sebagai student centered.
Hubungan fungsional antara guru, murid, dan media pembelajaran (objek belajar)
dalam pembelajaran dapat dilukiskan seperti bagan 5 berikut.
SECARA GARIS BESAR HUBUNGAN FUNGSIONAL KETIGA BASIS DARI SUATU PENDEKATAN
DILUKISKAN SEPERTI BAGAN 7 BERIKUT.
UNTUK SEMUA KEGIATAN DISKAVERI DAN INKUAIRI, PADA AWALNYA SISWA DIBIMBING
DAN DIARAHKAN PENUH OLEH GURU. PADA PERIODE TERTENTU, SISWA MASIH DIBIMBING
DAN DIARAHKAN OLEH GURU PADA TAHAP-TAHAP YANG DIPANDANG RUMIT. PADA
AKHIRNYA SISWA DIBEBASKAN UNTUK KREATIF MELAKUKAN KEGIATAN DISKAVERI ATAU
KEGIATAN INKUAIRI.
MURID SEHARUSNYA
(1) TAHU KONSEP YANG DIPELAJARI KAITANNYA DENGAN
SITUASI SENYATANYA, (2) BELAJAR SECARA ALAMIAH
DALAM BENTUK KEGIATAN DAN PENGALAMAN, (3) MAMPU
MEMBUAT HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN YANG
DIMILIKI DENGAN PENERAPANNYA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI, (4) SADAR AKAN MANFAAT APA YANG AKAN
DIPEROLEH DARI PROSES BELAJAR, SERTA (5) SADAR
BAHWA DALAM KEHIDUPAN INI PERLU IDE-IDE YANG
CEMERLANG
CATATAN.
PERBAIKAN DAN
PENYEMPURNAAN HASIL
KARYA TEKNOLOGI SERTA
MEMPERHATIKAN MASUKAN-
MASUKAN MENGENAI
DAMPAKNYA TERHADAP
CATATAN.
CATATAN.
6. TEORI BRUNER.
BELAJAR MELALUI PROSES MENEMUKAN KONSEP MERUPAKAN TEORI BELAJAR YANG
DIKEMBANGKAN OLEH BRUNER. MENEMUKAN KONSEP DENGAN DIRINYA SENDIRI
MELALUI AKTIVITAS BELAJAR MERUPAKAN PENGALAMAN BELAJAR YANG
MENYENANGKAN MURID. OLEH SEBAB ITU, PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN
DISKAVERI / INKUAIRI PERLU DILAKSANAKAN DALAM PEMBELAJARAN IPA.
7. SINTAKS PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH SEPERTI DITUNJUKKAN
TABEL BERIKUT.
ADA EMPAT MACAM TIPE PENDEKATAN KOOPERATIF YANG SERING DIGUNAKAN DALAM
PEMBELAJARAN IPA, YAITU: PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION), TIPE JIGSAW, TIPE KELOMPOK PENYELIDIKAN, DAN TIPE
STRUKTURAL. MASING-MASING TIPE BERBEDA-BEDA DALAM KEGIATANNYA. OLEH SEBAB
ITU, GURU SEBAIKNYA TAHU PERSIS LANGKAH-LANGKAH MASING-MASING TIPE.
TIGA PILAR PENDIDIKAN IPA, YAITU: PROSES ILMIAH, PRODUK ILMIAH, DAN SIKAP ILMIAH DIGUNAKAN
SEBAGAI DASAR PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES
CATATAN.
1. METODE CERAMAH
METODE MERUPAKAN LANGKAH-LANGKAH PROSEDURAL YANG SPESIFIK DAN SISTEMATIS
UNTUK MENCAPAI TUJUAN TERTENTU. SEDANGKAN METODE MENGAJAR DIARTIKAN
SEBAGAI KUMPULAN PRINSIP-PRINSIP YANG TERKOORDINIR (TERENCANA, DILAKUKAN
SECARA SADAR, TERATUR, SISTEMIK, DAN SISTEMATIS) UNTUK MELAKSANAKAN
PENGAJARAN YANG MEMPUNYAI TUJUAN (OBJECTIVES) TERTENTU. JADI METODE
BERBEDA DENGAN PENDEKATAN DAN STRATEGI. JIKA PENDEKATAN BERSIFAT FILOSOFIS,
TEORITIS, DAN AKSIOMATIS SEDANGKAN KALAU METODE SUDAH BERSIFAT PRAKTIS DAN
SISTEMATIS. STRATEGI MENGAJAR DIMAKNAI SEBAGAI SEKUMPULAN METODE MENGAJAR.
METODE CERAMAH DIILUSTRASIKAN SEPERTI BAGAN 13 BERIKUT.
2. METODE EKSPERIMEN
METODE EKSPERIMEN DAPAT DIILUSTRASIKAN SEPERTI BAGAN 14 BERIKUT.
3. METODE DEMONSTRASI
METODE DEMONSTRASI DIILUSTRASIKAN DALAM BAGAN 15 DAN 16 BERIKUT.
GURU
MENGAMBIL DATA,
MENTABULASIKAN MURID
MEMPERLIHATKAN CARA DATA, MENGANALISIS MEMPERHATIKAN,
KERJA SUATU ALAT ATAU DATA, DAN MENGAMBIL MENCATAT, DAN
MELAKUKAN PERCOBAAN KESIMPULAN BERTANYA
SEBAGIAN MURID
MENGAMBIL DATA,
MENTABULASIKAN MURID LAINNYA
MEMPERLIHATKAN CARA DATA, MENGANALISIS MEMPERHATIKAN,
KERJA SUATU ALAT ATAU DATA, DAN MENGAMBIL MENCATAT, DAN
MELAKUKAN PERCOBAAN KESIMPULAN BERTANYA
4. METODE DISKUSI
DALAM PELAKSANAAN METODE DISKUSI SEBAIKNYA GURU MEMBAWA MASALAH ATAU
MEMBAWA DATA PERCOBAAN. DAPAT PULA GURU MEMBERIKAN INFORMASI-INFORMASI
YANG MENGANDUNG MASALAH, KEMUDIAN GURU MENYURUH MURID UNTUK MENEMUKAN
DAN MERUMUSKAN MASALAH. DENGAN DEMIKIAN MURID AKTIF DALAM MENEMUKAN DAN
MERUMUSKAN MASALAH, KEMUDIAN AKTIF PULA DALAM KEGIATAN DISKUSI.
METODE DISKUSI DAPAT DIILUSTRASIKAN SEPERTI BAGAN 17 BERIKUT.
MEMINTA SARAN-
SARAN MURID UNTUK
MEMECAHKAN
MENCERITAKAN MASALAH
PENGALAMANNYA ATAU
MENDEMONSTRASIKAN SUATU MEMBERI TUGAS UNTUK
G PERCOBAAN MERENCANAKAN
U PERCOBAAN ATAU
R PENYELIDIKAN
U BERTANYA DAN MENGGALI
PENGALAMAN MURID
MURID MELAKUKAN
PERCOBAAN ATAU
PENYELIDIKAN UNTUK
MEMECAHKAN MASALAH
DAN MEMPEROLEH
6. METODE TUGAS
DALAM PELAKSANAAN METODE TUGAS, GURU HARUS HATI-HATI DALAM MEMILIH TUGAS
YANG DIBERIKAN KEPADA MURID. SEBAIKNYA TUGAS HARUS DAPAT DIKERJAKAN MURID
DAN TUGAS TIDAK TERLALU MEMBEBANI MURID. TUGAS JUGA HARUS DISESUAIKAN
DENGAN TINGKAT PERKEMBANGAN MENTAL MURID.
(TULISAN INI DISARIKAN DARI BUKU “STRATEGI BELAJAR MENGAJAR IPA” TULISAN
UDIN S. WINATAPUTRA, dkk. YANG DITERBITKAN OLEH DEPDIKBUD DIRJEN
DIKDASMEN DI JAKARTA TAHUN 1993 / 1994 DARI HALAMAN 34 SAMPAI HALAMAN 98)
Model ini dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba pada tahun 1966 dengan
tujuan untuk mendorong murid menemukan dan mengorganisasikan informasi,
menciptakan nama suatu konsep, serta menjajagi berbagai cara yang dapat
menjadikan murid lebih terampil dalam menyingkap dan mengorganisasikan
informasi. Model ini dirancang dan dikembangkan untuk melatih murid dalam
melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antar variabel
(ubahan).
c. MODEL LATIHAN PENELITIAN (INQUIRY TRAINING)
Model ini dirancang dan dikembangkan oleh Richard Suchman pada tahun 1962.
Model ini banyak digunakan untuk melibatkan murid dalam proses penalaran
mengenai hubungan sebab akibat, sehingga menjadikan murid lebih fasih dan
cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan hipotesis,
dan mengetes hipotesis.
Model ini dirancang dan dikembangkan oleh David Ausubel pada tahun 1963. Model
ini dimulai dengan penyajian konsep yang digunakan sebagai pemandu untuk
memahami konsep berikutnya yang lebih kompleks. Model ini digunakan untuk
memberi pengalaman belajar murid untuk memahami materi pembelajaran dengan
menggunakan berbagai media pembelajaran, misalnya: dalam membaca buku,
jurnal, internet, dan media lainnya.
Model ini dirancang dan dikembangkan oleh Pressley dan Levin pada tahun 1981
dan diterapkan lebih luas lagi oleh Lucas dan Laroyne pada tahun 1984. Model ini
dapat digunakan untuk membimbing agar murid dapat dengan mudah menangkap
materi pelajaran dengan menggunakan berbagai sarana pendidikan. Model ini dapat
digunakan untuk membelajarkan murid secara kelompok maupun secara individual.
Model ini berdasarkan pada proses memorisasi, yaitu: strategi atau proses yang
dapat digunakan untuk menghafalkan dan mengasimilasikan suatu informasi.
f. MODEL PENGEMBANGAN INTELEK (DEVELOPING INTELECT)
Model ini didasarkan pada hasil penelitian mengenai perkembangan kognitif murid
yang dilakukan oleh Piaget (1952), Sigel (1960), Gullivan (1967), dan Kohlberg
(1976). Tujuan penggunaan model ini antara lain: untuk membantu guru
menyesuaikan pembelajaran dengan taraf kematangan kognitif murid dan untuk
merancang cara-cara meningkatkan kecepatan perkembangan kognitif murid.
Model ini dapat digunakan untuk mengajarkan metode ilmiah secara langsung, untuk
membudayakan sikap ilmiah secara langsung, dan untuk memahami informasi dasar
secara langsung. Model ini juga dapat digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep
kedisiplinan yang mendasar dan untuk memahami suatu bidang ilmu tertentu. Model
ini memfokuskan pada pelatihan murid untuk menjadi peneliti yang handal.
Model ini bertumpu pada prinsip persahabatan antara guru dan murid, sesuai
dengan pendapat Carl Rongers (1983). Guru memfokuskan untuk membantu murid
memahami peranan utama dirinya dalam mencapai tujuan hidupnya. Guru berfungsi
memberi informasi mengenai kemajuan yang telah dicapai dan membantu murid
memecahkan masalah yang mereka hadapi; sehingga murid dapat merencanakan,
melaksanakan, melaporkan, dan mengevaluasi suatu penelitian atau pekerjaan yang
dihadapi.
Model ini berisikan serangkaian kegiatan lokakarya yang dapat mendorong murid
untuk memperluas hubungan antar individu, citra diri, dan penampilan diri. Dengan
kegiatan ini murid diharapkan mempunyai pandangan yang luas dan mandiri.
Model ini dilaksanakan dengan pertemuan kelas yang dibagi menjadi dua kelompok
(minimal). Kelompok pertama menjadi kelompok yang bertanggung jawab atas
perilakunya dan kelompok kedua berfungsi sebagai lingkungan sosial kelompok
pertama. Mereka (kelompok pertama dan kedua) berdiskusi tentang
pertanggungjawaban perilaku kelompok pertama; sehingga diperoleh perbedaan
perseorangan, menghargai tugas-tugas bersama, dan menghargai hak-hak orang
lain dalam lingkungan sosialnya.
Sebaiknya kita meneliti kemanfaatan efek dari hadiah yang diberikan atas
keberhasilan kerja sama suatu kelompok. Kita sebaiknya meneliti keberhasilan
struktur tugas atau tanggung jawab dalam suatu kerja sama kelompok yang diberi
hadiah atau rewards.
Penelitian yang telah dilaksanakan menghasilkan kesimpulan, bahwa belajar
bersama dapat membantu berbagai proses belajar. Sinergi dapat memberikan
beberapa keuntungan dalam proses belajar. Kelompok model sosial terbagi menjadi:
Berpangkal pada pendapat John Dewey (1917) Herbert Thelen (1960) menyatakan,
bahwa pendidikan dalam masyarakat yang demokratis sebaiknya mengajarkan
proses demokratis secara langsung. Oleh sebab itu, pendidikan bagi murid-murid
sebaiknya diorganisasikan dengan cara melaksanakan penelitian bersama atau
dengan cara menemukan (inkuairi) masalah-masalah sosial atau masalah-masalah
akademis.
Model bermain peran dirancang dan dikembangkan oleh Fanie dan Heorfe Shaftel
(1984). Model ini digunakan untuk membantu murid mempelajari nilai-nilai sosial dan
pencerminannya dalam perilaku. Model ini digunakan pula untuk membantu murid
mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu sosial, mengembangkan empati dan
simpati terhadap orang lain, mengelola konflik, serta memperbaiki keterampilan
sosial. Dalam model bermain peran, sebaiknya murid dibimbing untuk memecahkan
berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain, dan dibimbing untuk
mengamati perilaku sosial.
Dasar teori umum yang digunakan kelompok model sistem perilaku ini antara lain:
teori belajar sosial, modifikasi perilaku, sibernetika, serta sistem komunikasi yang
mengoreksi dirinya sendiri dan memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan
tugas-tugas yang dilaksanakan. Berdasarkan pada teori stimulus respon telah
dipelajari bagaimana mengorganisasikan struktur tugas dan umpan balik agar dapat
mempermudah hilangnya rasa takut pada murid, bagaimana belajar membaca dan
menghitung, bagaimana mengembangkan keterampilan fisik dan sosial, bagaimana
menghilangkan rasa cemas dan cara yang santai, serta bagaimana cara
mempelajari keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang diperlukan oleh seorang
ahli. Oleh sebab itu, kelompok model sistem perilaku memusatkan perhatiannya
pada perilaku yang teramati, metode tugas, tugas-tugas yang diberikan untuk
mencapai keberhasilan, dan mengkomunikasikan hasil keberhasilan tugas yang
dibebankan kepada sesorang atau kelompok.
Model belajar tuntas (mastery learning) pada hakikatnya sama dengan model
pembelajaran langsung (direct instruction), model berprograma (programmed
instruction), dan model pembelajaran berbingkai. Model-model ini mempunyai ciri
yang serupa, yaitu: (1) bahan-bahan yang akan dipelajari disusun dalam beberapa
unit dari yang paling sederhana ke yang kompleks, (2) bahan-bahan yang disajikan
kepada murid diorganisasikan secara individual dengan menggunakan berbagai
media pembelajaran, (3) murid belajar secara bertahap menurut kecepatan
belajarnya dan selalu diadakan tes hasil belajar, serta (4) murid dapat mengulangi
pelajaran yang dinyatakan gagal sampai murid dinyatakan sukses.
Ada dua pendekatan yang dikembangkan atas dasar teori pemikiran sibernetika
mengenai perilaku, yaitu: (1) model teori ke praktek dan (2) model simulasi.
Model teori ke praktek memadukan dua hal, yaitu: teori dan praktek melalui
penampilan suatu keterampilan oleh guru atau tutor, kegiatan praktek oleh murid,
umpan balik oleh guru, tutor, dan murid, serta sampai pada tahap dikuasainya
keterampilan oleh murid.
Model latihan asertif berangkat dari masalah-masalah komunikasi. Tujuan model ini
ialah terciptanya komunikasi yang integratif dan jujur. Murid didorong untuk
berkomunikasi dengan orang lain mengenai perasaannya dan tujuannya. Manakala
murid terpaksa untuk berdalih, murid tetap menjaga perasaan orang lain agar orang
lain tidak merasa tersinggung.
Ciri umum model latihan asertif adalah: menguraikan tugas-tugas belajar murid ke
dalam bagian-bagian yang kecil dengan perilaku yang berurutan. Guru maupun
murid berupaya untuk mengendalikan lingkungan belajar dengan titik berat peranan
kontrol guru.
1. KURIKULUM
D. 2. SILABUS
RPP UNTUK JAM PERTAMA, BERBEDA DENGAN RPP UNTUK JAM TERAKHIR.
RPP UNTUK KELAS I.A BERBEDA DENGAN RPP UNTUK KELAS I.C
(MISALNYA). HAL INI DIKARENAKAN ADA PERBEDAAN ESENSIAL ANTARA
JAM PERTAMA DAN TERAKHIR, MISALNYA: JAM PERTAMA MURID MASIH
“FRES”, BELUM LELAH, BELUM LAPAR, BELUM TERGESA-GESA PULANG. JIKA
JAM TERAKHIR, MURID SUDAH LAPAR, SUDAH LELAH, SUDAH TERGESA-
GESA PULANG, DAN SUDAH LOYO. OLEH SEBAB ITU, ADA PERBEDAAN
PSIKOLOGIS BAGI MURID PADA JAM PERTAMA DAN JAM TERAKHIR;
SEHINGGA RPP-NYAPUN BERBEDA.
APAKAH ADA RPP BENTUK BAKU ? TIDAK ADA RPP YANG BAKU. KARENA
PEMBAKUAN DILAKUKAN OLEH FIHAK-FIHAK TERTENTU SAJA DAN RPP
BAKU HANYA BERLAKU PADA SISTEM (FIHAK-FIHAK TERTENTU) YANG
MEMBAKUKAN. MENGAPA ? KARENA RPP MENYANGKUT PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN DI KELAS YANG BERBEDA-BEDA KARAKTER MURIDNYA,
BERBEDA-BEDA KEADAAN PSIKOLOGIS MURIDNYA, BERBEDA-BEDA
KONDISI KELASNYA, DAN BERBEDA-BEDA WAKTUNYA; MAKA RPP TIDAK
ADA YANG BAKU. PENYUSUNAN RPP TIDAK BOLEH ADA “CAMPUR TANGAN
POLITIS”, KARENA RPP MERUPAKAN “HAK PREROGRATIF GURU” ATAU
“OTONOMI GURU” DAN DILAKSANAKAN OLEH GURU.
SEBAGAI CONTOH.
DALAM KBK MAUPUN KTSP ADA PEMAHAMAN KONSEP MENGENAI “ENERGI
DAN PERUBAHANNYA”. KEMUDIAN MATERI POKOKNYA ADALAH: “HUKUM
OHM”. SK-NYA ADALAH: MENERAPKAN KONSEP KELISTRIKAN DAN
KEMAGNETAN UNTUK MEMAHAMI KETERKAITANNYA DENGAN
PEMANFAATAN TEKNOLOGI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI, SEHINGGA
MENYADARI MAHA TINGGINYA ILMU ALLAH SWT. SEDANGKAN KD-NYA
ADALAH: MENGANALISIS PERCOBAAN LISTRIK DINAMIS DALAM SUATU
RANGKAIAN.
M. INSTRUMEN EVALUASI
INSTRUMEN EVALUASI YANG DIGUNAKAN DAN CARA-CARA PENILAIANNYA
DALAM RANAH KOGNITIF, AFEKTIF, DAN PSIKOMOTORIK. KISI-KISI EVALUASI
DAN KRITERIA PENILAIANNYA SERTA PROGRAM REMEDIASI DAN PROGRAM
PENGAYAAN BESERTA TESNYA HARUS DITULIS LENGKAP; DENGAN TUJUAN
MUDAH DIEVALUASI DAN DIARAHKAN.
F. PENUTUP
RPP YANG TELAH DIBUAT OLEH BAPAK / IBU GURU DINILAI DALAM ASPEK-
ASPEK BERIKUT.
1. PERUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN (kejelasan rumusan, kelengkapan
cakupan rumusan, dan kesesuaian dengan kompetensi dasar).
2. PEMILIHAN DAN PENGORGANISASIAN MATERI AJAR / KAJIAN DARI
BUKU REFERENSI (kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian
dengan karakteristik murid, keruntutan dan sistematika materi, serta
kesesuaian materi dengan alokasi waktu).
3. PEMILIHAN SUMBER BELAJAR DAN MEDIA PEMBELAJARAN (kesesuaian
dengan tujuan pembelajaran, materi pelajaran, dan karakteristik murid).
4. SKENARIO ATAU KEGIATAN GURU DAN MURID DALAM
PEMBELAJARAN (kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, materi
pelajaran, karakteristik murid, dan kelengkapan langkah-langkah dalam
pembelajaran, serta kesesuaian dengan alokasi waktu).
5. PENILAIAN HASIL BELAJAR (kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan
pembelajaran, kejelasan prosedur penilaian, dan kelengkapan instrumen
penilaian).
E. DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad Abu Hamid, 2006, Kajian Fisika Sekolah, Diktat Kuliah, Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Fisika FMIPA UNY.
2. . . . . ., 2004, Pembelajaran Fisika di SMA, Makalah disampaikan di Kanwil Diknas DIY,
Yogyakarta: Yayasan Anak Bangsa Mandiri.
3. BSNP, 2007, Model Penilaian Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Depdiknas
4. . . . . ., 2007, Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh / Model Silabus, Jakarta:
Depdiknas
5. Dirjen Dikti, 2008, Pedoman Sertifikasi Guru dalam Jabatan Melalui Penilaian Portofolio,
Buku 1, 2, 3, 4, dan Buku 5, Jakarta: Depdiknas
6. Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005, Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyah,
Jakarta: Depag RI.
7. Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus
dan Penilaian, Jakarta: Depdiknas.
8. Sugeng Paranto, 1981, Evaluasi Pendidikan, Diktat Kuliah, Surabaya: FKIE IKIP Surabaya.
9. Udin S. Winataputra, dkk., 1994, Strategi Belajar Mengajar IPA, Modul PGPA 3510, Jakarta:
Depdikbud RI.
10. Wasis, dkk., 2002, Beberapa Teori yang Melandasi Pengembangan Model-Model
Pengajaran, Modul Pelatihan Terintegrasi, Jakarta: Depdiknas RI.
11. . . . . . , 2002, Beberapa Model Pengajaran dan Strategi Belajar dalam Pembelajaran IPA
Fisika, Modul Pelatihan Terintegrasi, Jakarta: Depdiknas RI.
12. Zamzani, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Makalah disampaikan pada
pelatihan guru-guru Madrasah Ibtidaiyah DIY, Yogyakarta: Kanwil Depag Provinsi DIY.
13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
LAMPIRAN-LAMPIRAN