Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

(Konsep Pembangunan Kesehatan di Indonesia, System Pelayanan Kesehatan dan


Kebijakan Era Otonomi Daerah)

Makalah ini dibuat untuk diskusi pada mata kuliah Komunitas 1

Dosen :

Ns Tria Monja Mandira M.kep

Disusun Oleh :
Agustine Isddy : 181030100200
Amanda Juliana M : 181030100216
Fullah Atsilah W : 181030100201
Lyfia Zulianna : 181030100198
Mesya Fauziah : 181030100197
Nafa Putri W.H : 181030100203
Rizky Amalia H : 181030100188
Widiya Puspita : 181030100199

S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGGERANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyeselsaikan Makalah yang berjudul “Konsep Pembangunan
Kesehatan di Indonesia, System Pelayanan Kesehatan dan Kebijakan Era Otonomi Daerah”
dengan tepat waktu.
Kami sangat berterima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ns. Tria Monja Mandira
M.kep. yang telah mengajar mata kuliah Komunitas 1.
Makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pihak pembaca penulis diperlukan. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi
pembaca untuk menambah pengetahuan.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2

C. Tujuan Masalah.........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3

A. Pembangunan Dalam Kesehatan................................................................................................3

B. Sistem Pelayanan Kesehatan......................................................................................................8

C. Kebijakan Kesehatan Nasional................................................................................................11

BAB III PENUTUP...........................................................................................................................24

A Kesimpulan..............................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................25

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang bertujuan
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia
baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Tujuan pembangunan Indonesia Sehat
2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang
hidup dengan perilaku sehat dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di
seluruh wilayah Indonesia.
Otonomi daerah merupakan momentum yang sangat penting bagi pemerintah
daerah untuk menajamkan skala prioritas pembangunan, termasuk pembangunan
sektor kesehatan. Pembangunan sektor kesehatan dipandang cukup strategis dalam
mewujudkan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan
hendaknya dipandang secara holistik, artinya pembangunan kesehatan tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan ekonomi, sosial dan politik. Sementara itu, dari
berbagai kalangan, pembangunan kesehatan masih dipahami sebagai permasalahan
teknis yang hanya melibatkan para dokter, perawat, dan tenaga paramedis lainnya.
Dari segi kebijakan, pembangunan kesehatan juga belum banyak dijadikan diskursus
publik secara luas. Pembangunan kesehatan seakan-akan telah dianggap mampu
melakukan perubahan secara otomatis untuk merespon dinamika sosial dan politik
yang berkembang pada saat ini. Wacana yang dikembangkan dalam pembangunan
kesehatan bertolak dari paradigma kesehatan untuk semua (health for all). Paradigma
ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang mendasari pelaksanaan otonomi daerah yaitu
demokrasi, keadilan, dan partisipasi masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan
untuk memahami dampak otonomi daerah dan desentralisasi kesehatan terhadap
kualitas pelayanan kesehatan dan aksesibilitas masyarakat dalam memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan. 

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi penentu pembangunan bidang kesehatan?
2. Bagaimana pembangunan dalam bidang kesehatan?
3. Apa saja landasan pelayanan kesehatan?
4. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan?
5. Apa saja landasan hukum kebijakan kesehatan?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa yang terjadi penentu dari pembangunan kesehatan
2. Mengetahui sejauh mana pembangunan dalam bidang kesehatan
3. Mengetahui apa saja landasan pelayanan kesehatan
4. Mengetahui apa yang dimaksud kebijakan kesehatan
5. Mengetahui apa saja landasan hukum kebijakan kesehatan
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pembangunan Dalam Kesehatan
Dalam mewujudkan suatu kondisi lingkungan yang sehat diperlukan beberapa
faktor. Faktor ini sangat sangat mempengaruhi proses dari pembangunan kesehatan
itu. Dalam buku Indonesia Sehat 2010, ada 5 faktor yang mewujudkan lingkungan
sehat:
1. Lingkungan yang bebas dari polusi.
2. Tersedianya air bersih
3. Sanitasi lingkungan yang memadai
4. Pemukiman yang sehat
5. Perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan
masyarakat yang saling tolong menolong.
Misi pembangunan dibuat untuk mewujudkan suatu pembangunan yang
merata. Misi pembangunan kesehatan telah ditetapkan dalam buku Indonesia Sehat
2010. Dalam buku ini telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI,
1999):
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Untuk dapat terwujudnya Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab
program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan
dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh elemen dari
Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama
pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan
pembangunan kesehatan
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.
Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah,
melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta

3
4
4

4. Memlihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat


beserta lingkungannya.
Untuk terselenggaranya tugas penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus
diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya
kuratif dan rehabilitatif.
Masalah lain yang diperhatikan dalam pembangunan kesehatan adalah
masalah kemiskinan. Bila kita memperhatikan data terakhir dari BPS, berarti  masih
terdapat sekitar 76.800.000 penduduk miskin di Indonesia. Seperti diketahui kualitas
pertumbuhan pembangunan suatu bangsa dapat dilihat juga dari Indeks Kemiskinan
Manusia (IKM). Menurut UNDP nilai IKM Indonesia dewasa ini adalah 17,9 yang
menduduki peringkat ke-33 dari 99 negara yang dinilai.
Dengan demikian masalah pembangunan di Indonesia masih sangat kompleks.
IPM Indonesia masih rendah dan IKM Indonesia juga masih tinggi. Derajat kesehatan
masyarakat sangat mempengaruhi IPM maupun IKM. Meskipun pembangunan
kesehatan yang telah kita laksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, telah
berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan cukup bermakna, namun
kita masih menghadapi berbagai masalah dalam pembangunan kesehatan.
Masalah pokok yang dihadapi  dewasa ini dan ke depan adalah :
1. Status kesehatan masyarakat masih rendah, terutama pada masyarakat lapisan
bawah atau masyarakat miskin. Dari data yang ada dapat dikemukakan bahwa
kematian bayi pada kelompok masyarakat termiskin adalah sekitar 3,5 kali lipat
lebih tinggi dari kematian bayi pada kelompok masyarakat terkaya. Belum lagi
disparitas status kesehatan antar wilayah, yaitu antar antar perdesaan dan
perkotaan, antar daerah maju dengan daerah tertinggal/terpencil.
2. Angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi atau menular masih tinggi.
Di lain pihak angka kesakitan penyakit degeneratif mulai meningkat. Di samping
itu kita juga menghadapi berbagai masalah kesehatan akibat bencana. Oleh
karenanya kita menghadapi beban ganda atau double burden, bahkan “multiple
burden” dalam pembangunan kesehatan.
3. Perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya pembangunan
kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Strategi pembangunan nasional harus berdasarkan pada kebijakan nasional,
mencakup garis besar kegiatan dimana semua sektor yang terlibat untuk mewujudkan
5

kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal penting yang harus diterapkan adalah (DepKes
RS, 1999):
1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan
Setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia
harus memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan, yaitu terbentuknya
lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat.
2. Profesionalisme
Untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dilaksanakan
melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta didukung oleh penerapan
nilai-nilai moral dan etika.
3. Desentralisasi
Penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan
potensi spesifik masing-masing daerah. Disamping itu masalah kesehatan banyak
yang bersifat spesifik daerah. Desentralisasi yang pada inti pokoknya adalah
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk
mengatur sistem pemerintah dan rumah tangga sendiri dipandang lebih sesuai
untuk pengolahan pembangunan.
Upaya Pembangunan Kesehatan yang harus dilakukan untuk menunjang
keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan:
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling
mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas
pada upaya peningkatan kesehatan pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia.
2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan
melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana
prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat
dijangkau oleh masyarakat.
3. Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja
bagi seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan, keamanan, dan
keselamatan kerja yang memadai, yang pengelolaannya melibatkan
pemerintah, perusahaan dan pekerja.
4. Membangun ketahanan sosial yang mampu memberi bantuan penyelamatan
dan pemberdayaann terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dan
6

korban bencana serta mencegah timbulnya gizi buruk dan turunnya kualitas
generasi muda.
5. Membangun apresiasi terhadap penduduk lanjut usia dan veteran untuk
menjaga harkat martabatnya serta memanfaatkan pengalamannya.
6. Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin dan anak-
anak terlantar, serta kelompok rentan sosial melalui penyediaan lapangan kerja
yang seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
7. Meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran,
memperkecil angka kematian, peningkatan kualitas program keluarga
berencana.
8. Memberantas secara sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotik dan
obat-obatan terlarang dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya
kepada produsen, pengedar dan pemakai.
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana
individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut seta bertanggung jawab
terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya.
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan dapat dibedakan menjadi:
1. Peran Serta Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat
merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan.
Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial
dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak
untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
2. Peran Serta Masyarakat sebagai Strategi
Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakt (public support).
Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa
memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat
kepada pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan
baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
3. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan
masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani
7

masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut


adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.
4. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai
suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha
pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang
melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat
menigkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan
(misstrust) dan kerancuan (biasess).
5. Peran Sera Masyarakat sebagai Terapi
Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya
untuk “mengobati” masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya
perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan
perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Tujuan dengan adanya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan
dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Adapun tujuan utama dari
pembangunan kesehatan yaitu :
1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam
bidang kesehatan.Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin
kesehatan.
2. Peningkatan status gizi masyarakat.
3. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
4. Pengembangan keluarga sehat sejahtera
Sasaran Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dan melandaskan pada
memperhatikan kebijakan umum dikelompokan sebagai sasaran kebijakan
pembangunan antara lain:
1. Peningkatan kerjasama lintas sektor
2. Peningkatan perilaku, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan swasta
8

3. Peningkatan kesehatan lingkungan


4. Peningkatan upaya kesehatan
5. Peningkatan sumber daya kesehatan
6. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
7. Peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
8. Peningkatan lingkungan sosial budaya

B. Sistem Pelayanan Kesehatan


1. Konsep Dasar Sistem Pelayanan Kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang
komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan,
kelompok, masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO 1984). Sistem
kesehatan nasional perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan
secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti kondisi
kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi
kewenangan, keamanan, sumberdaya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan
tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.
Setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama dalam suatu
organisasi  untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,  mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat (levey dan loomba 1973). System pelayanan medic
contohnya seperti rumah sakit. Sementara puskesmas mencangkup system
pelayanan kesehatan masyarakat dan system pelayanan medic. Teori tentang
sistem:
a. Input, merupakan subsistem yang akan memberikan segala masukan untuk
berfungsinya sebuah sistem.seperti sistem pelayanan kesehatan.
b. Proses, suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk
menjadikan sebuah hasil yang di harapkan dari sebuah sistem tersebut,maka
yang dimaksud proses adalah berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan
c. Output, hasil yang diperoleh dari sebuah proses,dalam sistem pelayanan
kesehatanhasilnya dengan berupa pelayanan kesehatan yang berkualitas,efektif
dan efisien sehingga dapat dijangkau oleh setiap lapisan masyarakatsehingga
pasien sembuh dan sehat optimal.
9

d. Dampak, merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari sebuah


sistem,yang terjadi relatif lama waktunya.
e. Umpan balik, merupakan sebuah hasil yang sekaligus menjadi masukan dan
ini terjadi dari sebuah sistem yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi umpan balik dalam sistem pelayanan kesehatan dapat berupa
kualitas tenaga kesehatan yang juga dapat menjadikan input yang selalu
meningkat.
f. Lingkungan, semua keadaan di luar sistem tetapi dapat mempengaruhi
pelayanan kesehatan sebagaimana dalam sistem pelayanan kesehatan,berupa
lingkungan geografis,atau situasi kondisi sosial yang ada di masyarakat seperti
institusi di luar pelayanan kesehatan.

2. Jenis Pelayanan Kesehatan


Menurut pendapat Hodgetts dan  Cascio (1983) ada 2 jenis pelayanan kesehatan :
a. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian
yang ummnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya
adalah untuk memelihara da meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit
serta sasaran nya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
b. Pelayanan kedokteran
Pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat
bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan
utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

3. Syarat Pokok Pelayanan


Syarat pokok pelayanan kesehatan:
a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya tidak sulit ditemukan serta
keberadaannya dalam masyarakat adlah pada setiap saat yang dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan bersifat wajar, artinya tidak bertentangan dengan
keyakinan masyarakat.
c. Mudah dicapai
d. Mudah dijangkau
e. Bermutu
10

4. Fenomena dalam Pelayanan Kesehatan
Fenomena dalam pelayanan kesehatan:
a. System pelayanan kesehatan yang tidak merata dimana tingkat kesakitan dan
kematian warga miskin cendrung lebih tinggi dari keluarga kaya.
b. Pola penyakit semakin komleks. Meningkatnya penyakit tidak menular yang
menyebabkan adanya kebutuhan layanan rawat inap.
c. Kinerja pelayanan kesehatan sekto public cendrung menurun disebabkan
adanya dominasi pelayanan swasta
d. Munculnya penyakit-penyakit baru sperti HIV,flu burung,flu babi
e. Pendanaan kesehatan cendrung rendah dan tidak merata. Sebagian besar dana
tidak dari pemerintah melainkan dari dana pribadi.

5. Lingkup Sistem Pelayanan Kesehatan


Terdapat 3 bentuk pelayanan kesehatan :
a. Primary health care (pelayanan kesehatan tingkat pertama), Dilaksanakan pada
masyarakat yang memiliki masalah kesehatan yang ringan.Sifat pelayanan
kesehatan : pelayanan kesehatan dasar. Contoh : puskesmas, balai kesehatan.
b. Secondary health care(pelayanan tingkat ke dua), untuk klien yang
membutuhkan perawatan rawat inap tapi tidak dilaksanakan di pelayanan
kesehatan pertama,rumah sakit yang tersedia tenaga specialis.
c. Tertiary health care (pelayanan kesehatan tingkat ke tiga), tingkat pelayanan
tertinggi,membutuhkan tenaga ahli atau subspecialis.

6. Landasan Hukum
Landasan hukum yang melatar belakangi Sistem Jaminan Sosial Nasional:
a. UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34
b. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
c. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial
d. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
e. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
11

g. Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional
h. Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
i. Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
j. Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Pemerintah Daerah
k. Undang-Undang No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
l. Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang Pembagian Kewenanagan
Pusat dan Daerah

C. Kebijakan Kesehatan Nasional


1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi,
yang bersifat mengikat, yang mengatur perilaku dengan tujuan untuk
menciptakan tatanilai baru dalam masyarakat, Kebijakan akan menjadi rujukan
utama para anggota organisasi atau anggota masyarakat dalam berperilaku.
Kebijakan pada umumnya bersifat problem solving dan proaktif. Berbeda dengan
Hukum (Law) dan Peraturan (Regulation), kebijakan lebih bersifat adaptif dan
intepratatif, meskipun kebijakan juga mengatur “apa yang boleh, dan apa yang
tidak boleh”. Kebijakan juga diharapkan dapat bersifat umum tetapi tanpa
menghilangkan ciri lokal yang spesifik. Kebijakan harus memberi peluang
diintepretasikan sesuai kondisi spesifik yang ada (Dunn, 1999).

2. Contoh Kebijakan
Contoh kebijakan adalah:
a. Undang-Undang,
b. Peraturan Pemerintah,
c. Keppres,
d. Kepmen,
e. Perda,
f. Keputusan Bupati,
g. Keputusan Direktur
Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat dan wajib
dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi pengetahuan
12

pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan
mikro.

3. Kebijakan Kesehatan
Pengertian Kebijakan Kesehatan yaitu konsep dan garis besar rencana suatu
pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan
dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya
(AKK USU, 2010). Kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi
acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan
memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah (Depkes RI, 2009).
Kebijakan kesehatan sebagai tanggung jawab pemerintah menurut UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut UU Kesehatan No.36tahun
2009 pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan. Menurut UU Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal
14 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Kebijakan kesehatan nasional diatur
dalam KMK no 374 tahun 2009 dan perpres no 72 tahun 2012.

4. Dasar - Dasar Membuat Kebijakan Kesehatan


Memahami dasar-dasar pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan
upaya mewujudkan nilai kebenaran dan aturan pokok sebagai landasan untuk
berpikir dan bertindak dalam pembangunan kesehatan. Nilai tersebut merupakan
landasan dalam menghayati isu strategis, melaksanakan visi, dan misi sebagai
petunjuk pokok pelaksanaan pembangunan kesehatan secara nasional
sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Kesehatan menuju
Indonesia Sehat, yang meliputi: perikemanusiaan, adil dan merata, pemberdayaan
dan kemandirian, pengutamaan dan manfaat.
a. Isu Strategis Pembangunan Kesehatan
Banyak masalah kesehatan dapat dideteksi dan diatasi secara dini di
tingkat paling bawah. Jumlah dan mutu tenaga kesehatan belum memenuhi
13

kebutuhan. Pemanfaatan pembiayaan kesehatan belum terfokus dan sinkron.


Hasil sarana kesehatan bisa dijadikan pendapatan daerah. Masyarakat miskin
belum sepenuhnya terjangkau dalam pelayanan kesehatan. Beban ganda
penyakit dapat menimbulkan masalah lainnya secara fisik, mental dan sosial.

b. Visi Strategis Pembangunan Kesehatan


Dengan memperhatikan isu strategis pembangunan kesehatan tersebut
dan juga dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah, serta berbagai
kecenderungan pembangunan kesehatan ke depan maka ditetapkan visi
pembangunan kesehatan oleh Departemen Kesehatan yaitu Masyarakat Yang
Mandiri Untuk Hidup Sehat.

Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi di


mana masyarakat Indonesia menyadari, mau, dan mampu untuk mengenali,
mencegah dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi, sehingga
dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit
termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan
perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat.

c. Misi Strategis Pembangunan Kesehatan


Visi pembangunan kesehatan tersebut kemudian diejawantahkan melalui
misi pembangunan kesehatan, yakni Membuat Rakyat Sehat. Misi kesehatan
ini kemudian dijalankan dengan mengembangkan nilai-nilai dasar dalam
pelayanan kesehatan yaitu berpihak pada rakyat, bertindak cepat dan tepat,
kerjasama tim, integritas yang tinggi, transparansi dan akuntabilitas.

5. Kebijakan Kesehatan di Indonesia

a. Isu strategis
1) Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum
optimal
2) Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan belum
optimal
3) Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang
memadai
4) Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan pembangunan
kesehatan masih terbatas.
14

b. Strategi kesehatan di Indonesia


1) Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
2) Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
3) Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
4) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
5) Melaksanakan jejaring pembangunan kesehatan.

6. Perumusan Kebijakan
Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum
terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik.
Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang
dipandang paling panting. Staf puskesmas yang kuat orientasi materialnya (gaji
tidak memenuhi kebutuhan), cenderung memandang aspek imbalan dari
puskesmas sebagai masalah mandasar dari pada orang yang punya komitmen pada
kualitas pelayanan kesehatan.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah
kebijakan, adalah:
a. Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi)
seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan kesehatan).
Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini
membutuhkan pendekatan Holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat
di piahkan dan diukur sendirian.
b. Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi,
diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara
objektif dapat diukur (data). Data ini menimbulkan penafsiran yang beragam
(l. gangguan kesehatan, lingkungan, iklim, dan lain-lain). Muncul situasi
problematis, bukan problem itu sendiri.
c. Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga
dapat menimbulkan masalah kebijakan.
d. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan
yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah
baru, yang membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.
15

e. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan
sistem masalah kebijakan.
7. Merencanakan Kebijakan Kesehatan
Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus
diperhatikan. Menurut Azwar (1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Bagian dari sistem administrasi
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan
pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi secara
keseluruhan. Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya merupakan salah satu
dari fungsi administrasi yang amat penting. Pekerjaan administrasi yang tidak
didukung oleh perencanaan, bukan merupakan pekerjaan administrasi yang
baik.

b. Dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan


Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus-
menerus dan berkesinambungan. Perencanaan yang dilakukan hanya sekali
bukanlah perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang berkelanjutan
antara perencanaan dengan berbagai fungsi administrasi lain yang dikenal.
Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan, yang apabila hasilnya
telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan. Demikian seterusnya
sehingga terbentuk suatu spiral yang tidak mengenal titik akhir.

c. Berorientasi pada masa depan


Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan.
Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat dilaksanakan,
akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat ini, tetapi juga
pada masa yang akan datang.

d. Mampu menyelesaikan masalah


Suatu perencanaan yang baik adalah yamg mampu menyelesaikan
berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi. Penyelesaian masalah
dan ataupun tantangan yang dimaksudkan disini tentu harus disesuaikan
dengan kemampuan. Dalam arti penyelesaian masalah dan ataupun tantangan
16

tersebut dilakukan secara bertahap, yang harus tercermin pada pentahapan


perencanaan yang akan dilakukan.

e. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkandi sini biasanya dibedakan
atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara garis besar,
serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik. 
f. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam
arti bersifat wajar, logis, obyektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah
disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun tidak logis serta
tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumber daya bukanlah
perencanaan yang baik.

8. Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai
hasil. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy
makersbukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam
implementasinya (Subarsono, 2005).Secara garis besar fungsi implementasi
adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan
ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil
akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Wahab, 2008).
Van Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan
menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan
pemerintahdimana tugas implementasi adalah membangun jaringan yang
memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi
pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy
stakeholders) (Subarsono, 2005).
Tahap implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap
pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses yang
memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan
penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan
implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down, dalam
17

arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan
konkrit atau mikro(Parsons, 2008).
Langkah implementasi kebijakan dapat disamakan dengan fungsi actuating
dalam rangkaian fungsi manajemen. Aksi disini merupakan fungsi tengah yang
terkait erat dengan berbagai fungsi awal, seperti perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pembelahan personil (stuffing) dan pengawasan
(controlling).Sebagai langkah awal pada pelaksananan adalah identifikasi masalah
dan tujuan serta formulasi kebijakan.Untuk langkah akhir dari rangkaian
kebijakan berada pada monitoring dan evaluasi (Abidin, 2002). Implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan masing-masing variabel
tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Dalam pandangan Edward III (1980), implementasi kebijakan mempunyai 4
variabel yaitu :

a. Komunikasi, implementasi kebijakan mensyaratkan implementor mengetahui


apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan
harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi
distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas
atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka
kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran (Subarsono, 2005).
Semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas programmaka akan
mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan
kebijakan (Indiahono, 2009).
b. SumberDaya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut
dapat berwujud sumberdaya manusia maupun sumberdaya finansial
(Subarsono, 2005).Sumberdaya manusia adalah kecukupan baik kualitas dan
kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok
sasaran.Sumberdaya finansial adalah kecukupan modal dalam melaksanakan
kebijakan.Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi kebijakan. Tanpa
sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja
(Indiahono, 2009).
18

c. Disposisi adalah watak dan karateristik yang dimiliki oleh implementor seperti
komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik
seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka
proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif (Subarsono, 2005).
Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arahprogram
yang telah digariskan dalam program. Komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program
secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini
akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya
dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan kebijakan
(Indiahono, 2009).
d. Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi
adalah adanya prosedur operasi yang standar (SOP atau standard operating
procedures). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks. Ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel
(Subarsono, 2005). Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh
Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan
dari kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu
variabel akan mempengaruhi variabel yang lain. Misalnya bila implementor
tidak jujur akan mudah sekali melakukan mark up dan korupsi atas dana
kebijakan sehingga program tidak optimal dalam mencapai tujuannya. Begitu
pula bila watak dari implementor kurang demokratis akan sangat
mempengaruhi proses komunikasi dengan kelompok sasaran. Model
implementasi dari Edward ini dapat digunakan sebagai alat menggambarkan
implementasi program diberbagai tempat dan waktu. Tidak semua kebijakan
berhasil dilaksanakan secara sempurna karena pelaksanaan kebijakan pada
umumnya memang lebih sukar dari sekedar merumuskannya. Proses
19

perumusan memerlukan pemahaman tentang berbagai aspek dan disiplin ilmu


terkait serta pertimbangan mengenai berbagai pihak namun pelaksanaan
kebijakan tetap dianggap lebih sukar. Dalam kenyataannya sering terjadi
implementation gap yaitu kesenjangan atau perbedaan antara apa yang
dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan. Kesenjangan tersebut bisa
disebabkan karena tidak dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya (non
implementation) dan karena tidak berhasil atau gagal dalam pelaksanaannya
(unsuccessful implementation) (Abidin 2002).
9. Kendala dalam Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa faktor eksternal yang
biasanya mempersulit pelaksanaan suatu kebijakan, antara lain :
a. Kondisi Fisik, terjadinya perubahan musim atau bencana alam.Dalam banyak
hal kegagalan pelaksanaan kebijakan sebagai akibat dari faktor-faktor alam ini
sering dianggap bukan sebagai kegagalan dan akhirnya diabaikan, sekalipun
dalam hal-hal tertentu sebenarnya bisa diantisipasi untuk mencegah dan
mengurangi resiko yang terjadi.
b. Faktor Politik, terjadinya perubahan politik yang mengakibatkan pertukaran
pemerintahan dapat mengubah orientasi atau pendekatan dalam pelaksanaan
bahkan dapat menimbulkan perubahan pada seluruh kebijakan yang telah
dibuat. Perubahan pemerintahan dari kepala pemerintahan kepada kepala
pemerintahan lain dapat menimbulkan perbedaan orientasi sentralisasi ke
desentralisasi sistem pemerintahan, perubahan dari orientasi yang
memprioritaskan strategi industrialisasi ke orientasi agri-bisnis, perubahan dari
orientasi yang memprioritaskan pasar terbuka ke strategi dependensi dan
sebagainya.
c. Attitude, sekelompok orang yang cenderung tidak sabar menunggu
berlangsungnya proses kebijakan dengan sewajarnya dan memaksa melakukan
perubahan. Akibatnya, terjadi perubahan kebijakan sebelum kebijakan itu
dilaksanakan. Perubahan atas sesuatu peraturan perundang-undangan boleh
saja terjadi, namun kesadaran untuk melihat berbagai kelemahan pada waktu
baru mulai diberlakukan tidak boleh dipandang sebagai attitude positif dalam
budaya bernegara.
d. Terjadi penundaan karena kelambatan atau kekurangan faktor inputs.Keadaan
ini terjadi karena faktor-faktor pendukung yang diharapkan tidak tersedia pada
20

waktu yang dibutuhkan, atau mungkin karena salah satu faktor dalam
kombinasi faktor-faktor yang diharapkan tidak cukup.
e. Kelemahan salah satu langkah dalam rangkaian beberapa langkah pelaksanaan.
Jika pelaksanaan memerlukan beberapa langkah yang berikut: A > B > C > D,
kesalahan dapat terjadi diantara A denganB atau diantara B dengan C danatau
antara C dengan D.
f. Kelemahan pada kebijakan itu sendiri. Kelemahan ini dapat terjadi karena teori
yang melatarbelakangi kebijakan atau asumsi yang dipakai dalam perumusan
kebijakan tidak tepat (Abidin, 2002). Kebijakan yang baik mempunyai tujuan
yang rasional dan diinginkan, asumsi yang realistis dan informasi yang relevan
dan lengkap. Tetapi tanpa pelaksanaan yang baik, sebuah rumusan kebijakan
yang baik sekalipun hanya akan merupakan sekedar suatu dokumen yang tidak
mempunyai banyak arti dalam kehidupan bermasyarakat (Abidin, 2002).

10. Kebijakan Pelayanan Kesehatan


Kebijakan kesehatan merupakan tindakan yang mempunyai efek terhadap
institusi,organisasi pelayanan dan pendanaan dari system pelayanan kesehatan.
Kebijakan palayanan kesehatan meliputi:
a. Public goods
Berupa barang atau jasa yang pedanaanya berasal dari pemerintah,
yang bersumber dari pajak dan kelompok masyarakat. Layanan public goods
digunakan untuk kepentingan bersama dan dimiliki bersama. Keberadaanya
memiliki pengaruh terhadap masyarakat.
b. Privat goods
Berupa barang atau jasa swasta yang pedanaanya berasal dari
perseorangan. Digunakan untuk kepentingan sendiri dan dimiliki
perseorangan, tidak bisa dimiliki sembarangan orang, terdapat persaingan dan
eksternalitas rendah.
c. Merit goods
Karakteristik memerlukan biaya tambahan tidak dapat digunakan
sembarangan orang ada persaingan dan eksternalitas tinggi contohnya cuci
darah, pelayanan kehamilan, pelayanan kespro dan pengobatan  PMS.
Indonesia termasuk negara berkembang sangat rentan terhadap
berbagai macam penyakit. Hal ini tersebab karena kondisi riil masyarakat
21

Indonesia yang miskin dan memiliki standart hidup (gizi) rendah. Kemiskinan
(gizi buruk) menjadi kandungan yang siap setiap saat melahirkan penyakit.
Karena itu tidak mengejutkan kalau penyakit –penyakit menyerang
masyarakat meningkat jumlahnya setiap tahun seiring meningkatkan jumlah
angka kemiskinan.

11. Landasan Hukum Mendasari Kebijakan


a. UU Nomor 40/2004 Pasal 22 berisi manfaat komprehensif : Promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative.
b. UU Nomor 40/2004 Pasal 24 mengenai BPJS berkewajiban mengembangkan
system pelayanan kesehatan, system mutu dan system pembayaran yang
efisien dan efektif.
c. Perpres 12/2013 Pasal 20 ayat 1 : menetapkan produk : pelayanan kesehatan
perorangan (pro,otf, preventif, kuratif dan rehabilitative), obat dan bahan
medis habis pakai.
d. Perpres 12/2013 Pasal 36
Ayat 1 : Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas
kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS.
Ayat 2: Fasilitas kesehatan pemerintah dan pemerintah daerah yang
memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS.
Ayat 3 : Fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat
bekerjasama dengan BPJS.
Ayat 4 : BPJS kesehatan dengan fasilitas membuat perjanjian tertulis sebagai
landasan kerjasama
Ayat 5 : Persyaratan sebagai fasilitas kesehatan mengacu pada peraturan
Menteri Kesehatan yang berlaku.
e. Perpres 12/2013 Pasal 42
Ayat 1 : Pelayanan kepada peserta jaminan kesehtan harus memperhatikan
mutu pelayanan, berorientasi kepada aspek keamanan peserta, efektifitas
tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan peserta serta efisiensi biaya.
Ayat 2 : Penerapan system kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan
dilakukan secara menyeluruh, meliputi standar pemenuhan fasilitas kesehtan,
22

memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai dengan standar yang


ditetapkan, serta pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta
Ayat 3 : Ketentuan mengenai penerapan system kendali mutu diatur oleh
ketetapan BPJS
f. Perpres 12/2013 Pasal 43
Ayat 1 : Dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya menteri
bertanggung jawab untuk HTA, pertimbangan klinis dan manfaat jaminan
kesehatan, perhitungan standar tariff, monev jaminan kesehatan
Ayat 2 : Dalam melaksanakan Monev, menteri berkoordinasi dengan Dewan
Jaminan Sosial Nasional
g. Perpres 12/2013 Pasal 44 : ketentuan tentang pasal 43 diatur dengan
Peraturan Menteri

12. Kebijakan Kesehatan Terkait Politik


Keputusan politik dibidang kesehatan yang tersurat dalam kepres no 7 tahun
2005 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional sampai tahun
2009, menunjukkan adanya kebijakan politik dibidang kesehatan yang bersifat
strategis yaitu keinginan untuk merubah paradigma sakit yang masih dianut oleh
masyarakat Indonesia ke paradigma sehat dan meningkatkan derajad kesehatan
masyarakat dengan target indicator dampak :
a. Meningkatkan UHH menjadi 70,6
b. Menurunnya AKB menjadi 26 per seribu kelahiran hidup
c. Menurunnya AKI melahirkan menjadi 226/100.000 kelahiran hidup
d. Menurunnya prevalensi gizi kuramg pada anak balita menjadi 20%
Hasil telaahan terhadap kebijakan kesehatan menunjukkan kebijakan
kesehatan nasional dan target indicator dampak yang harus dicapai pada tahun
2010, relevan dengan kondisi derajat kesehatan saat ini. Hasil telaahan pun
menunjukkan adanya disparitas status kesehatan masyarakat disetiap propinsi,
kabupaten, dan kota yang potensial menghambat upaya pencapaian target
indicator dampak secara nasional.
Tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam konstitusi
UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 dan pasal 34 ayat 3 menempatkan status sehat dan
pelayanan kesehatan merupakan hak masyrakat. Fenomena demikian merupakan
keberhasilan pemerintah selama ini dalam kebijakan politik dibidang kesehatan,
23

yang menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya


kesehatan secara tersusun, menyeluruh dan merata.
Secara empiris, upaya tersebut merupakan upaya pembangunan melalui sektor
yang terkait langsung dengan bidang kesehatan, seperti upaya promosi
kesehatan, upaya pelayanan kesehatan dan upaya pembiayaan kesehatan.
Begitupun dalam pembangunan sector lainnya, seperti pembangunan infra
struktur, ekonomi, pendidikan, harus berorientasi dan berwawasan kesehatan.
Lebih dari 30 tahun upaya pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan
system administrasi pemerintah yang bersifat sentralistik, disentralistik dan
medebewind. Hasil upaya pembangunan tersebut terlihat pesat selama kurun
waktu sampai tahun 1998, baik secara fisik, ekonomis, maupun secara social.
Secara demografis, kemajuan ini terlihat dari hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 1997 (SDKI 1997)
Pada saat reformasi dimulai pada tahun 2000, terjadi perubahan paradigma
sentralistik menjadi paradigma otonomi daerah. Perubahan paradigma politik,
ternyata tidak merubah kebijakan politik kesehatan karena sudah tersurat dalam
konstitusi hasil amandemen. Sebaliknya, administrasi pembangunan berubah
kearah paradigma disentralisasi dengan harapan bisa lebih efketif untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan bisa mempersempit disparitas
status kesehtatan antar daerah, maupun antar kelompok masyarakat.
Pada kenyataannya, administarsi pembangunan dengan paradigma
disentralisasi selama kurun waktu 4 tahun ternyata masih memperlihatkan data
disparitas status kesehatan secara signifikan, seperti disparitas :
a. Antar tingkat social ekonomi
b. Antar kawasan
c. Dan arntar perkotaan-pedesaan yang tinggi.
Dengan demikian maka pembangunan kesehatan yang dilaksanakan dengan
administrasi paradigm deswntralisasi kesehatan belum berhasil mempersempit
disparitas status kesehatan antar daerah. Dapat disimpulkan bahwa administrasi
pembangunan ksehatan paradigm lama dan paradigm desentralisasi dalam
upaya mempertinggi derajad kesehatan masyarakat, bukan merupakan
determinant factor tidak tercapainya target indicator dampak pembangunan
kesehatan yang ditetaokan pemerintah selama ini.
24

Secara teoritis, strategi kebijakan kesehatan merupakn kebijakan public untuk


menghimpun semua potensi guna memelihara dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat( Roger Detels et al, 2002). Bahkan menurut Dawnie
perlu melibatkan semua kekuatan masyarakat. Denagn demikian, tingginya taat
azas dan loyalitas terhadap kebijakan kesehatan nasional merupakan efektifnya
administrasi pemerintah untuk mengkondisikan pemerintahan daerah guna
menghimpun semua potensi guan memelihara dan meningkatkan status
kesehatan masyarakat.
BAB III

PENUTUP
A Kesimpulan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Misi
pembangunan dibuat untuk mewujudkan suatu pembangunan yang merata. Meskipun
pembangunan kesehatan yang telah kita laksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan
cukup bermakna, namun kita masih menghadapi berbagai masalah dalam
pembangunan kesehatan. Sebagai contoh adalah status kesehatan masyarakat masih
rendah, angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi atau menular masih
tinggi, perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya pembangunan
kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Tujuan dengan adanya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di
seluruh wilayah Republik Indonesia
Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang
komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, kelompok,
masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO 1984). Sistem kesehatan nasional
perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan
mempertimbangkan determinan sosial, seperti kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat
pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya,
kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Kesehatan_Masyarakat (Diakses pada tanggal 02
November 2020 pukul 16.44)

 http://fuadbahsin.wordpress.com/2010/07/25/konsep-puskesmas/ (Diakses pada tanggal 02


November 2020 pukul 17.35)

https://www.academia.edu/36748479/PEMBANGUNAN_DALAM_BIDANG_KESEHATA
N (Diakses pada tanggal 02 November 2020 pukul 17.50)

http://eprints.undip.ac.id/33324/1/widya_1.pdf (Diakses pada tanggal 02 November 2020


pukul 18.45)

https://www.academia.edu/11815521/Kebijakan_Pelayanan_Kesehatan_Setiawan_2015_
(Diakses pada tanggal 02 November 2020 pukul 19.10)

25

Anda mungkin juga menyukai