Dosen :
Disusun Oleh :
Agustine Isddy : 181030100200
Amanda Juliana M : 181030100216
Fullah Atsilah W : 181030100201
Lyfia Zulianna : 181030100198
Mesya Fauziah : 181030100197
Nafa Putri W.H : 181030100203
Rizky Amalia H : 181030100188
Widiya Puspita : 181030100199
S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGGERANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyeselsaikan Makalah yang berjudul “Konsep Pembangunan
Kesehatan di Indonesia, System Pelayanan Kesehatan dan Kebijakan Era Otonomi Daerah”
dengan tepat waktu.
Kami sangat berterima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ns. Tria Monja Mandira
M.kep. yang telah mengajar mata kuliah Komunitas 1.
Makalah ini jauh dari kata sempurna maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pihak pembaca penulis diperlukan. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi
pembaca untuk menambah pengetahuan.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A Kesimpulan..............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang bertujuan
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia
baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Tujuan pembangunan Indonesia Sehat
2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang
hidup dengan perilaku sehat dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di
seluruh wilayah Indonesia.
Otonomi daerah merupakan momentum yang sangat penting bagi pemerintah
daerah untuk menajamkan skala prioritas pembangunan, termasuk pembangunan
sektor kesehatan. Pembangunan sektor kesehatan dipandang cukup strategis dalam
mewujudkan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan
hendaknya dipandang secara holistik, artinya pembangunan kesehatan tidak dapat
dipisahkan dari pembangunan ekonomi, sosial dan politik. Sementara itu, dari
berbagai kalangan, pembangunan kesehatan masih dipahami sebagai permasalahan
teknis yang hanya melibatkan para dokter, perawat, dan tenaga paramedis lainnya.
Dari segi kebijakan, pembangunan kesehatan juga belum banyak dijadikan diskursus
publik secara luas. Pembangunan kesehatan seakan-akan telah dianggap mampu
melakukan perubahan secara otomatis untuk merespon dinamika sosial dan politik
yang berkembang pada saat ini. Wacana yang dikembangkan dalam pembangunan
kesehatan bertolak dari paradigma kesehatan untuk semua (health for all). Paradigma
ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang mendasari pelaksanaan otonomi daerah yaitu
demokrasi, keadilan, dan partisipasi masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan
untuk memahami dampak otonomi daerah dan desentralisasi kesehatan terhadap
kualitas pelayanan kesehatan dan aksesibilitas masyarakat dalam memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menjadi penentu pembangunan bidang kesehatan?
2. Bagaimana pembangunan dalam bidang kesehatan?
3. Apa saja landasan pelayanan kesehatan?
4. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kesehatan?
5. Apa saja landasan hukum kebijakan kesehatan?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa yang terjadi penentu dari pembangunan kesehatan
2. Mengetahui sejauh mana pembangunan dalam bidang kesehatan
3. Mengetahui apa saja landasan pelayanan kesehatan
4. Mengetahui apa yang dimaksud kebijakan kesehatan
5. Mengetahui apa saja landasan hukum kebijakan kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembangunan Dalam Kesehatan
Dalam mewujudkan suatu kondisi lingkungan yang sehat diperlukan beberapa
faktor. Faktor ini sangat sangat mempengaruhi proses dari pembangunan kesehatan
itu. Dalam buku Indonesia Sehat 2010, ada 5 faktor yang mewujudkan lingkungan
sehat:
1. Lingkungan yang bebas dari polusi.
2. Tersedianya air bersih
3. Sanitasi lingkungan yang memadai
4. Pemukiman yang sehat
5. Perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan
masyarakat yang saling tolong menolong.
Misi pembangunan dibuat untuk mewujudkan suatu pembangunan yang
merata. Misi pembangunan kesehatan telah ditetapkan dalam buku Indonesia Sehat
2010. Dalam buku ini telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI,
1999):
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Untuk dapat terwujudnya Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab
program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan
dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh elemen dari
Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama
pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan
pembangunan kesehatan
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau.
Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah,
melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta
3
4
4
kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal penting yang harus diterapkan adalah (DepKes
RS, 1999):
1. Pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan
Setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia
harus memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan, yaitu terbentuknya
lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat.
2. Profesionalisme
Untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dilaksanakan
melalui penerapan kemajuan ilmu dan teknologi, serta didukung oleh penerapan
nilai-nilai moral dan etika.
3. Desentralisasi
Penyelenggaraan pelbagai upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan
potensi spesifik masing-masing daerah. Disamping itu masalah kesehatan banyak
yang bersifat spesifik daerah. Desentralisasi yang pada inti pokoknya adalah
pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk
mengatur sistem pemerintah dan rumah tangga sendiri dipandang lebih sesuai
untuk pengolahan pembangunan.
Upaya Pembangunan Kesehatan yang harus dilakukan untuk menunjang
keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan:
1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling
mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas
pada upaya peningkatan kesehatan pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai lanjut usia.
2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan
melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan sarana
prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat
dijangkau oleh masyarakat.
3. Mengembangkan sistem jaminan sosial tenaga kerja bagi seluruh tenaga kerja
bagi seluruh tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan, keamanan, dan
keselamatan kerja yang memadai, yang pengelolaannya melibatkan
pemerintah, perusahaan dan pekerja.
4. Membangun ketahanan sosial yang mampu memberi bantuan penyelamatan
dan pemberdayaann terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial dan
6
korban bencana serta mencegah timbulnya gizi buruk dan turunnya kualitas
generasi muda.
5. Membangun apresiasi terhadap penduduk lanjut usia dan veteran untuk
menjaga harkat martabatnya serta memanfaatkan pengalamannya.
6. Meningkatkan kepedulian terhadap penyandang cacat, fakir miskin dan anak-
anak terlantar, serta kelompok rentan sosial melalui penyediaan lapangan kerja
yang seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
7. Meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran,
memperkecil angka kematian, peningkatan kualitas program keluarga
berencana.
8. Memberantas secara sistematis perdagangan dan penyalahgunaan narkotik dan
obat-obatan terlarang dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya
kepada produsen, pengedar dan pemakai.
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah keadaan dimana
individu, keluarga maupun masyarakat umum ikut seta bertanggung jawab
terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya.
Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan dapat dibedakan menjadi:
1. Peran Serta Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat
merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan.
Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial
dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak
untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
2. Peran Serta Masyarakat sebagai Strategi
Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat
merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakt (public support).
Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa
memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat
kepada pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan
baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
3. Peran Serta Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan
masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani
7
4. Fenomena dalam Pelayanan Kesehatan
Fenomena dalam pelayanan kesehatan:
a. System pelayanan kesehatan yang tidak merata dimana tingkat kesakitan dan
kematian warga miskin cendrung lebih tinggi dari keluarga kaya.
b. Pola penyakit semakin komleks. Meningkatnya penyakit tidak menular yang
menyebabkan adanya kebutuhan layanan rawat inap.
c. Kinerja pelayanan kesehatan sekto public cendrung menurun disebabkan
adanya dominasi pelayanan swasta
d. Munculnya penyakit-penyakit baru sperti HIV,flu burung,flu babi
e. Pendanaan kesehatan cendrung rendah dan tidak merata. Sebagian besar dana
tidak dari pemerintah melainkan dari dana pribadi.
6. Landasan Hukum
Landasan hukum yang melatar belakangi Sistem Jaminan Sosial Nasional:
a. UUD 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34
b. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
c. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial
d. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
e. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
f. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
11
2. Contoh Kebijakan
Contoh kebijakan adalah:
a. Undang-Undang,
b. Peraturan Pemerintah,
c. Keppres,
d. Kepmen,
e. Perda,
f. Keputusan Bupati,
g. Keputusan Direktur
Setiap kebijakan yang dicontohkan di sini adalah bersifat mengikat dan wajib
dilaksanakan oleh obyek kebijakan. Contoh di atas juga memberi pengetahuan
12
pada kita semua bahwa ruang lingkup kebijakan dapat bersifat makro, meso, dan
mikro.
3. Kebijakan Kesehatan
Pengertian Kebijakan Kesehatan yaitu konsep dan garis besar rencana suatu
pemerintah untuk mengatur atau mengawasi pelaksanaan pembangunan kesehatan
dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal pada seluruh rakyatnya
(AKK USU, 2010). Kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi
acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan, baik pemerintah, swasta, dan
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan
memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah (Depkes RI, 2009).
Kebijakan kesehatan sebagai tanggung jawab pemerintah menurut UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut UU Kesehatan No.36tahun
2009 pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan. Menurut UU Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal
14 disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Kebijakan kesehatan nasional diatur
dalam KMK no 374 tahun 2009 dan perpres no 72 tahun 2012.
a. Isu strategis
1) Pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum
optimal
2) Sistem perencanaan dan penganggaran departemen kesehatan belum
optimal
3) Standar dan pedoman pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang
memadai
4) Dukungan departemen kesehatan untuk melaksanakan pembangunan
kesehatan masih terbatas.
14
6. Perumusan Kebijakan
Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum
terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui tindakan publik.
Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan kebutuhan apa yang
dipandang paling panting. Staf puskesmas yang kuat orientasi materialnya (gaji
tidak memenuhi kebutuhan), cenderung memandang aspek imbalan dari
puskesmas sebagai masalah mandasar dari pada orang yang punya komitmen pada
kualitas pelayanan kesehatan.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah
kebijakan, adalah:
a. Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi)
seringkali mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan kesehatan).
Kondisi ini menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini
membutuhkan pendekatan Holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat
di piahkan dan diukur sendirian.
b. Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi,
diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara
objektif dapat diukur (data). Data ini menimbulkan penafsiran yang beragam
(l. gangguan kesehatan, lingkungan, iklim, dan lain-lain). Muncul situasi
problematis, bukan problem itu sendiri.
c. Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga
dapat menimbulkan masalah kebijakan.
d. Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan
yang terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah
baru, yang membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.
15
e. Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan
sistem masalah kebijakan.
7. Merencanakan Kebijakan Kesehatan
Perencanaan yang baik, mempunyai beberapa ciri-ciri yang harus
diperhatikan. Menurut Azwar (1996) ciri-ciri tersebut secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Bagian dari sistem administrasi
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan
pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari sistem administrasi secara
keseluruhan. Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya merupakan salah satu
dari fungsi administrasi yang amat penting. Pekerjaan administrasi yang tidak
didukung oleh perencanaan, bukan merupakan pekerjaan administrasi yang
baik.
e. Mempunyai tujuan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang
dicantumkan secara jelas. Tujuan yang dimaksudkandi sini biasanya dibedakan
atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara garis besar,
serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.
f. Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam
arti bersifat wajar, logis, obyektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah
disesuaikan dengan sumber daya. Perencanaan yang disusun tidak logis serta
tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumber daya bukanlah
perencanaan yang baik.
8. Implementasi Kebijakan
Implementasi adalah proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai
hasil. Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy
makersbukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam
implementasinya (Subarsono, 2005).Secara garis besar fungsi implementasi
adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan
ataupun sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil
akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (Wahab, 2008).
Van Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan
menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan
pemerintahdimana tugas implementasi adalah membangun jaringan yang
memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi
pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy
stakeholders) (Subarsono, 2005).
Tahap implementasi kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap
pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses yang
memiliki logika bottom-up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan
penyampaian aspirasi, permintaan atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan
implementasi kebijakan di sisi lain di dalamnya memiliki logika top-down, dalam
17
arti penurunan alternatif kebijakan yang abstrak atau makro menjadi tindakan
konkrit atau mikro(Parsons, 2008).
Langkah implementasi kebijakan dapat disamakan dengan fungsi actuating
dalam rangkaian fungsi manajemen. Aksi disini merupakan fungsi tengah yang
terkait erat dengan berbagai fungsi awal, seperti perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pembelahan personil (stuffing) dan pengawasan
(controlling).Sebagai langkah awal pada pelaksananan adalah identifikasi masalah
dan tujuan serta formulasi kebijakan.Untuk langkah akhir dari rangkaian
kebijakan berada pada monitoring dan evaluasi (Abidin, 2002). Implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel dan masing-masing variabel
tersebut saling berhubungan satu sama lain.
Dalam pandangan Edward III (1980), implementasi kebijakan mempunyai 4
variabel yaitu :
c. Disposisi adalah watak dan karateristik yang dimiliki oleh implementor seperti
komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik
seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka
proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif (Subarsono, 2005).
Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam arahprogram
yang telah digariskan dalam program. Komitmen dan kejujurannya
membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahap-tahap program
secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik
implementor dan kebijakan dihadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini
akan menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya
dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan kebijakan
(Indiahono, 2009).
d. Struktur Birokrasi, struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan
kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi
adalah adanya prosedur operasi yang standar (SOP atau standard operating
procedures). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks. Ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel
(Subarsono, 2005). Keempat variabel diatas dalam model yang dibangun oleh
Edward memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan
dari kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam mencapai tujuan dan satu
variabel akan mempengaruhi variabel yang lain. Misalnya bila implementor
tidak jujur akan mudah sekali melakukan mark up dan korupsi atas dana
kebijakan sehingga program tidak optimal dalam mencapai tujuannya. Begitu
pula bila watak dari implementor kurang demokratis akan sangat
mempengaruhi proses komunikasi dengan kelompok sasaran. Model
implementasi dari Edward ini dapat digunakan sebagai alat menggambarkan
implementasi program diberbagai tempat dan waktu. Tidak semua kebijakan
berhasil dilaksanakan secara sempurna karena pelaksanaan kebijakan pada
umumnya memang lebih sukar dari sekedar merumuskannya. Proses
19
waktu yang dibutuhkan, atau mungkin karena salah satu faktor dalam
kombinasi faktor-faktor yang diharapkan tidak cukup.
e. Kelemahan salah satu langkah dalam rangkaian beberapa langkah pelaksanaan.
Jika pelaksanaan memerlukan beberapa langkah yang berikut: A > B > C > D,
kesalahan dapat terjadi diantara A denganB atau diantara B dengan C danatau
antara C dengan D.
f. Kelemahan pada kebijakan itu sendiri. Kelemahan ini dapat terjadi karena teori
yang melatarbelakangi kebijakan atau asumsi yang dipakai dalam perumusan
kebijakan tidak tepat (Abidin, 2002). Kebijakan yang baik mempunyai tujuan
yang rasional dan diinginkan, asumsi yang realistis dan informasi yang relevan
dan lengkap. Tetapi tanpa pelaksanaan yang baik, sebuah rumusan kebijakan
yang baik sekalipun hanya akan merupakan sekedar suatu dokumen yang tidak
mempunyai banyak arti dalam kehidupan bermasyarakat (Abidin, 2002).
Indonesia yang miskin dan memiliki standart hidup (gizi) rendah. Kemiskinan
(gizi buruk) menjadi kandungan yang siap setiap saat melahirkan penyakit.
Karena itu tidak mengejutkan kalau penyakit –penyakit menyerang
masyarakat meningkat jumlahnya setiap tahun seiring meningkatkan jumlah
angka kemiskinan.
PENUTUP
A Kesimpulan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Misi
pembangunan dibuat untuk mewujudkan suatu pembangunan yang merata. Meskipun
pembangunan kesehatan yang telah kita laksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan, telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan
cukup bermakna, namun kita masih menghadapi berbagai masalah dalam
pembangunan kesehatan. Sebagai contoh adalah status kesehatan masyarakat masih
rendah, angka kesakitan dan kematian karena penyakit infeksi atau menular masih
tinggi, perilaku masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya pembangunan
kesehatan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Tujuan dengan adanya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di
seluruh wilayah Republik Indonesia
Sistem pelayanan kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang
komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perorangan, kelompok,
masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan (WHO 1984). Sistem kesehatan nasional
perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan
mempertimbangkan determinan sosial, seperti kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat
pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumberdaya,
kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-
masalah tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Kesehatan_Masyarakat (Diakses pada tanggal 02
November 2020 pukul 16.44)
https://www.academia.edu/36748479/PEMBANGUNAN_DALAM_BIDANG_KESEHATA
N (Diakses pada tanggal 02 November 2020 pukul 17.50)
https://www.academia.edu/11815521/Kebijakan_Pelayanan_Kesehatan_Setiawan_2015_
(Diakses pada tanggal 02 November 2020 pukul 19.10)
25