Anda di halaman 1dari 19

Tinjauan Pustaka

Nyeri Kepala pada Covid-19

Oleh

Nama, S.Ked

NIM

Pembimbing
dr. Pagan Pambudi, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN

Februari, 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................................... iv
BAB I........................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................ 1
B. Tujuan............................................................................................................................................ 1
C. Manfaat.......................................................................................................................................... 1
BAB II......................................................................................................................................... 2
A. Definisi dan Klasifikasi............................................................................................................ 2
B. Epidemiologi................................................................................................................................ 3
C. Etiologi........................................................................................................................................... 3
D. Patofisiologi................................................................................................................................. 4
E. Faktor Risiko................................................................................................................................ 7
F. Manifestasi Klinis....................................................................................................................... 7
G. Kriteria Diagnosis...................................................................................................................... 8
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................... 9
I. Tatalaksana.................................................................................................................................. 9
J. Prognosis.................................................................................................................................... 11
BAB III..................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 14

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Definisi kasus COVID-19 menurut WHO....................................................................2


Gambar 2 Struktur virus SARS-CoV-2.............................................................................................. 4
Gambar 3 Mekanisme infeksi virus SARS-CoV-2.........................................................................5
Gambar 4 Mekanisme patofisiologis nyeri kepala dan COVID-19........................................6
Gambar 5 Mekanisme obat ACE Inhibitor dan Ibuprofen pada COVID-19.....................10

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik nyeri kepala pasien COVID-19................................................................8


Tabel 2 Dosis dan Efikasi Obat Anti Migrain..............................................................................11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia saat ini didominasi oleh penyebaran pandemi sindrom pernapasan
akut berat coronavirus-2 (SARS-CoV-2), yang telah menjangkit hampir 2.000.000
orang di seluruh dunia, menyebabkan lebih dari 120.000 kematian. pandemi ini juga
1
memiliki konsekuensi untuk pengobatan penyakit terkait, seperti nyeri kepala.
Diperkirakan dengan pandemi penyakit coronavirus (COVID-19) telah terjadi
peningkatan lima kali lipat dalam kejadian nyeri kepala di daerah yang terjangkit. 2
Di Unit Gawat Darurat (UGD) nyeri kepala berat yang sulit diobati, disertai
anosmia dan ageusia, adalah keluhan utama neurologis awal penderita COVID-19. 3
Komplikasi ini mungkin disebabkan oleh kerusakan akibat virus secara langsung,
mekanisme imunologi dan hipoksia jaringan.2
Pembahasan yang muncul dari penjabaran diatas antara lain; Bagaimana
mekanisme COVID-19 dapat menimbulkan nyeri kepala? Seperti apa karakter nyeri
kepala pada penderita COVID-19? Bagaimana penanganan nyeri kepala pada pasien
COVID-19? Apakah ada temuan laboratorium dan pencitraan radiologis pada
penderita nyeri kepala dengan COVID-19? Apakah ada kaitannya nyeri kepala yang
diderita pasien dengan prognosis pasien COVID-19?

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah menjabarkan dari berbagai
literature mengenai nyeri kepala pada pasien COVID-19.

C. Manfaat
Manfaat dari tinjauan pustaka ini diharapkan penulis dan pembaca
mendapatkan tambahan wawasan mengenai nyeri kepala pada pasien COVID-19.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Klasifikasi


Infeksi yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 disebut sebagai Penyakit
Coronavirus 2019 (COVID-19). Cedera parah pada jaringan paru-paru dapat
menyebabkan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) yang selanjutnya dapat
memicu syok septik. Kedua komplikasi ini merupakan kontributor utama terhadap
perawatan unit perawatan intensif (ICU) dan kematian akibat COVID-19 pada pasien
yang berusia lebih dari 60 tahun.5 Definisi kasus sendiri mengacu pada Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sebagaimana ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1 Definisi kasus COVID-19 menurut WHO.

Nyeri kepala berdasarkan International Classification of Headache Disorder 3


(ICDH-3) oleh International Headache Society (HIS) mengelompokan nyeri kepala
menjadi dua kelompok yaitu primer dan sekunder. Trias nyeri kepala, demam dan
mual / muntah sangat sugestif kode penyakit “9” yaitu Nyeri kepala yang
disebabkan infeksi. Kemungkinan diagnosis tersebut meningkat ketika terdapat
gambaran klinis kelemahan atau kejang.6
B. Epidemiologi
Terdapat tiga kondisi yang mempengaruhi penyebaran suatu penyakit yaitu:
sumber infeksi, jalur penularan, dan kerentanan inang.7
1. Virus corona ini terkait dengan pasar hewan liar. SARS dan MERS
didefinisikan sebagai penyakit zoonosis, dan ditularkan oleh inang perantara
(musang sawit dan unta). Studi terbaru menunjukkan trenggiling dan ular di
pasar hewan liar cenderung menjadi inang perantara SARS‐CoV-2.7
2. Jalur penularan dari manusia ke manusia dianggap sebagai mode transmisi
utama. SARS‐CoV-2 ditularkan melalui aspirasi pernapasan, tetesan, kontak,
dan feses, serta sebagian besar kemungkinan melalui aerosol .7
3. Dalam hal populasi yang rentan, semua kelompok umumnya rentan terhadap
COVID-19 tanpa memandang usia atau jenis kelamin. Pasien berusia dari 30
hingga 79 menyumbang 86,6% dari semua kasus. Usia rata-rata pasien adalah
47 tahun.7 Meskipun demikian 62% pasien yang dirawat berusia lebih dari 55
tahun. Sebaliknya, kurang dari 1% pasien berusia 19 tahun atau lebih muda. 8
Dalam kebanyakan studi, prevalensi nyeri kepala pada pasien dengan COVID-
19 sekitar 12%. Sedikit yang diketahui tentang karakteristik nyeri kepala ini. Sebuah
penelitian di Italia yang dirancang untuk menilai gejala neurologis pada pasien
rawat inap melaporkan pola yang lebih sering mirip dengan nyeri kepala tipe
tegang. Nyeri kepala ini seringkali bilateral.2
Meta analisis menunjukan bahwa nyeri kepala, terutama onset baru pada
subjek yang sebelumnya tidak menderita nyeri kepala, harus meningkatkan
perhatian dini terhadap kemungkinan terinfeksi COVID-19. Insiden nyeri kepala
dikaitkan dengan risiko hampir 5 kali lipat lebih tinggi untuk didiagnosis menderita
COVID-19. 9

C. Etiologi
Patogen penyebab epidemi ini adalah virus korona baru yang sebelumnya
disebut 2019-nCoV (sekarang SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 termasuk dalam keluarga
virus yang sama dengan virus korona sindrom pernapasan akut berat (SARS-CoV)
dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV). Coronavirus terdiri dari

3
keluarga virus yang sangat beragam. Mereka dapat diklasifikasikan menjadi empat:
Alfa-, Beta-, Gamma-, dan Delta. Virus alphacorona termasuk human coronavirus
NL63 (HCoV-NL63), sedangkan betacoronavirus termasuk yang paling terkenal
SARS-CoV dan MERS-CoV. Berdasarkan kemiripan urutan asam nukleat, SARS-CoV-2
yang baru teridentifikasi adalah betacoronavirus.10

Gambar 2 Struktur virus SARS-CoV-2.

Coronavirus berbentuk bola. Fitur mereka yang paling menonjol adalah


proyeksi seperti duri di permukaan virus yang disebut sebagai "paku". Membran
virus mengandung empat komponen struktural, protein spike (S), envelope (E),
membran (M) dan nucelocapsid (N) (Gambar 2). Untuk SARS-CoV dan SARS-CoV2,
protein S adalah penentu utama untuk tropisme dan patogenisitas inang. Ini adalah
target utama untuk menetralkan antibodi dan oleh karena itu sangat menarik dalam
hal respon imunologi dan rancangan vaksin.11

D. Patofisiologi
Mekanisme infeksi SARS-CoV-2
Melalui interaksi enzim transmembran ACE-2 SARS-CoV-2 menginfeksi epitel
saluran penapasan. Melalui degradasi sensor RNA (RIG-I dan MDA5), inhibisi TNF

4
receptor-associated factors (TRAF) 3 dan 6, serta menghambat STAT family
transcription factor phosphorylation SARS-CoV-2 mampu menekan mekanisme
sistem imun innate pada sel yang terinfeksi. Hal ini mengakibatkan SARS-CoV2
mampu berproliferasi tanpa memicu respons antivirus innate dari sel tersebut.
Namun, pada tahap lebih lanjut, sel yang terinfeksi akan mengalami kematian dan
melepaskan partikel virus bersama komponen intraseluler yang memicu mekanisme
inflamasi innate melalui pengenalan PRRs pada sel imun, berupa perekrutan sel
imun (yang tidak terinfeksi) dan peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi seperti
IFN tipe 1, IL-1β, IL-6, dan ekspresi TNF-α. Sel imun adaptif kemudian juga terlibat
dalam mekanisme pertahanan ini, termasuk sel T CD4+, sel T CD8+, dan sel B yang
memproduksi antibodi. Dihipotesiskan bahwa perekrutan monosit/makrofag dan
neutrofil (yang tidak terinfeksi) ke lokasi infeksi menunjukan respon inflamasi yang
kuat dan tidak terkontrol. Hal ini akan berdampak pada kerusakan jaringan dan
inflamasi sistemik, yang keduanya berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas
pasien COVID-19.11 Ilustrasi proses tersebut dapat dilihat di Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme infeksi virus SARS-CoV-2.

Mekanisme Nyeri Kepala Pada Pasien COVID-19


Mekanisme cedera sistem saraf oleh SARS-Cov-2 belum sepenuhnya dipahami.
Cedera langsung pada sistem saraf perifer dan pusat oleh infeksi virus melalui jalur
saraf, terutama bola olfaktorius, dan mungkin juga jalur hematogen, tampaknya
menjadi penyebab gejala neurologis awal. Respons peradangan, dengan badai

5
sitokin sistemik dan sistem saraf adalah bentuk paling parah dari COVID-19. Karena
anosmia dan ageusia adalah gejala awal dan berhubungan dengan nyeri kepala pada
pasien mungkin menunjukkan bahwa virus itu sendiri terlibat dalam mekanisme
nyeri kepala dan gejala terkait. ageusia). SARS-Cov-2 telah diisolasi dari cairan
serebrospinal dan virus korona lainnya telah diisolasi di beberapa wilayah sistem
saraf pusat, seperti hipokampus dan batang otak, menunjukkan neurotropisme
virus-virus ini. Fonofobia yang diamati pada pasien kami meningkatkan
kemungkinan SARS-Cov-2 mempengaruhi daerah pusat yang terlibat dalam
pemrosesan pendengaran. Migrain dapat dianggap sebagai kelainan yang
melibatkan perubahan dalam pemrosesan sensorik. 2 Hal ini mungkin menunjukan
hubungan antara infeksi SARS-Cov-2 dengan Nyeri Kepala pada pasien COVID-19.

Gambar 4 Mekanisme patofisiologis nyeri kepala dan COVID-19

(a) Bagian kepala menunjukan persarafan trigeminal, termasuk meninges dan


rongga hidung (area tertentu yang diperbesar pada (b) dan (c). (b) Pada tingkat
meningeal, aferen trigeminal (panah biru) mempersarafi pembuluh meningeal

6
(ditunjukkan dengan warna merah ), menciptakan sistem trigeminovaskular
Aktivasinya mungkin karena i) peradangan sistemik yang dapat memfasilitasi
sensitisasi meningeal yang mengarah ke pelepasan lokal peptida inflamasi yang
merangsang terminal trigeminal; ii) pengikatan langsung SARS-CoV-2 dari aliran
darah pada ACE2, yang diekspresikan oleh endotel pembuluh meningeal,
menyebabkan endotelitis dan oleh karena itu terjadi peradangan (c) Dalam rongga
hidung, baik epitel olfaktorius khusus maupun epitel hidung hadir , yang terakhir
dipersarafi oleh aferen saraf trigeminal. iii) Sel pendukung epitel olfaktorius, di
mana neuron penciuman tertanam, mengekspresikan ACE2, di mana SARSCoV-2
dapat mengikat, menyebabkan anosmia, gejala yang secara signifikan terkait dengan
adanya sakit kepala. iv) Pada tingkat epitel hidung, sistem trigeminal dapat
diaktifkan secara perifer oleh aksi langsung SARS CoV-2 pada epitel hidung atau
cabang trigeminal, atau dengan jalur tidak langsung yang melibatkan interaksi
antara persarafan olfaktorius dan trigeminal. Mekanisme ini perlu dipelajari lebih
lanjut.3

E. Faktor Risiko
Analisa regresi univariat terhadap 59 Variabel terkait nyeri kepala pada psien
COVID-19 yang dirawat inap menunjukan 10 variabel signifikan secara statistik.
Variabel yang secara independen terkait dengan kemungkinan nyeri kepala yang
lebih tinggi pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit adalah anosmia,
mialgia, jenis kelamin perempuan, dan demam; sedangkan variabel yang secara
independen dikaitkan dengan kemungkinan lebih rendah mengalami nyeri kepala
adalah usia, skala Rankin yang dimodifikasi, peningkatan CRP saat masuk, nilai
trombosit abnormal saat masuk, limfopenia saat masuk, dan peningkatan D-dimer
saat masuk. VIF kurang dari atau sama dengan 1,131 dalam semua kasus. 4 Hasil
lengkap dari analisis regresi bisa di lihat di kepustakaan 4.

F. Manifestasi Klinis
Gejala COVID-19 mirip dengan flu Influenza karena keduanya adalah penyakit
pada sistem pernapasan. Pada kedua penyakit tersebut, gambaran klinis dapat
bervariasi dari pneumonia asimptomatik hingga pneumonia berat. Selain itu,
COVID-19 dan Influenza ditularkan melalui kontak, tetesan, dan debu. 5

7
Sebuah studi tentang persentase kejadian karakteristik nyeri kepala yang
diderita pasien COVID-19 dibandingkan dengan nyeri kepala pada pasien bukan
penderita COVID-19 ditunjukan pada Tabel 1.12
COVID-19 positive n
Karakteristik nyeri kepala Non COVID-19 n (%) OR
(%)
Adanya anosmia / ageusia 142(74%) 282(%20) 11.4
Nyeri kepala bilateral 166 (85%) 994 (64%) 3.37
Persisten dengan analgesik 32(%18) 116(8%) 2.61
Gejala gastrointestinal 137(70%) 808(53%) 2.13
Jenis kelamin laki-laki 82(%40) 437(25%) 2.06
Durasi nyeri kepala> 72 jam 27(13.3%) 130(7%) 1.93
Durasi nyeri kepala> 48 jam 55(27%) 328(18.5%) 1.63
Tabel 1 Karakteristik nyeri kepala pasien COVID-19
Pemicu nyeri kepala menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
partisipan dengan dan tanpa infeksi COVID-19. Nyeri kepala lebih sering dipicu oleh
stres dan isolasi sosial pada pasien tanpa COVID-19 sedangkan pasien yang
terdiagnosis COVID-19 infeksi itu sendiri dan obat-obatan sebagai pemicu nyeri
kepala. Selain itu, penggunaan masker dan stres merupakan pemicu utama nyeri
kepala dan lebih sering dilaporkan oleh petugas kesehatan daripada yang lain. 2

G. Kriteria Diagnosis
Menurut ICHD-3 untuk memenuhi nyeri kepala akibat penyakit infeksi harus
memenuhi:6
1. Onset pertama kalinya saat infeksi dikodekan sebagai nyeri kepala sekunder
yang dikaitkan dengan infeksi tersebut. Berlaku juga jika nyeri kepala baru
memiliki karakteristik dari salah satu gangguan nyeri kepala primer yang
diklasifikasikan dalam Bagian Satu dari ICHD-3. 6
2. Ketika nyeri kepala yang sudah ada sebelumnya dengan karakteristik
gangguan nyeri kepala primer menjadi kronis, atau menjadi lebih buruk
secara signifikan (biasanya berarti peningkatan frekuensi dan / atau
keparahan dua kali lipat atau lebih), saat infeksi, baik diagnosis nyeri kepala
awal dan diagnosis “9”. Nyeri kepala yang disebabkan oleh infeksi (atau salah
satu dari jenis atau subtipe) harus diberikan, selama ada bukti yang baik
bahwa gangguan tersebut dapat menyebabkan nyeri kepala.6

8
H. Pemeriksaan Penunjang
Studi resonansi magnetic (MRI) pada pasien dengan COVID-19 dan anosmia
melaporkan perubahan pada bulbus olfaktorius dan struktur yang terkait dengan
penciuman. Dalam satu penelitian, empat dari lima pasien yang menjalani MRI
karena sakit kepala yang persisten. Saat ini pasien dengan COVID-19 yang
mengalami sakit kepala persisten onset baru. Anosmia sering dikaitkan dengan
nyeri wajah dan sakit kepala dimulai satu hari setelah anosmia, yang berlangsung
selama lebih dari 3 bulan.2

I. Tatalaksana
Sistem Renin Angiotensin (RAS) bloker saat ini banyak digunakan sebagai
obat bebas dalam pengobatan profilaksis migrain. Terutana penghambat enzim
pengubah angiotensin (ACE) kaptopril dan lisonopril dan penghambat angiotensin II
reseptor tipe 1 (AT1R) (ARB) candesartan. Ibuprofen juga banyak digunakan dalam
pengobatan migrain, serta jenis nyeri kepala atau nyeri lain secara umum, karena
sifat analgesiknya yang kuat. Penting baki klinisi untuk memutuskan apakah akan
meneruskan penggunaan obat tersebut atau tidak.1

9
Gambar 5 Mekanisme obat ACE Inhibitor dan Ibuprofen pada COVID-19

Enzim pengubah angiotensin karboksipeptidase 2 (ACE2) mengubah


angiotensin I menjadi Angiotensin dan Angiotensin II menjadi Angiotensin dan
(panel a), namun tidak dihalangi oleh ACE inhibitor, yang mencegah konversi Ang I
menjadi Ang II. Seperti yang digambarkan dalam (panel b), ACE2 juga mengikat dan
menginternalisasi SARS-Cov-2, setelah di-priming oleh serine protease
transmembrane protease, serine 2 (TMPRSS2). Pelepasan ACE2 yang terikat
membran oleh disintegrin dan metaloprotease 17 (ADAM17) mengakibatkan
terjadinya ACE2 terlarut, yang tidak lagi dapat memediasi masuknya SARS-Cov-2,
dan yang bahkan dapat mencegah masuknya virus tersebut dengan menjaga virus
tetap masuk. larutan. Ang II, melalui reseptor tipe 1 (AT1R), mengatur ADAM17, dan
penghambat AT1R (ARB) akan mencegah hal ini. Ibuprofen telah disarankan untuk
meningkatkan ACE2, mungkin melalui penghambatan siklooksigenase (COXs) dan
aktivasi gamma Reseptor Aktivasi Proliferator Peroksisom (PPAR-γ). 1

10
Meringkas dari kepustakaan 1, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa baik
RAS bloker atau ibuprofen memfasilitasi atau memperburuk infeksi SARS-CoV2
pada semua jenis pasien, termasuk pasien nyeri kepala. Sesuai dengan saran dari
kolegium kardiovaskular (American Heart Association, European Society of
Hypertension, International Society of Hypertension) WHO dan European Medicines
Agency kami tidak melihat alasan untuk panik dan untuk mengubah resep obat-
obatan yang peran penting dalam pengobatan nyeri kepala.1
Ibuprofen dengan dosis 200 mg dan 400 mg adalah pengobatan yang manjur,
hemat biaya, dapat ditoleransi dengan baik untuk nyeri sakit kepala migrain. Selain
itu, meski tidak selalu signifikan secara statistik, ibuprofen memberikan efek
menguntungkan pada gejala terkait migrain termasuk mual, fotofobia, fonofobia,
dan disabilitas fungsional.13
Pada Tabel 2. Kami cantumkan beberapa obat yang dapat digunakan sebagai
pencegahan episode migraine.14
Tingkatan Tingkatan
Obat Level Dosis Harian Obat Level Dosis Harian
Kepercayaan Kepercayaan

Amitriptyline C 10-150 mg Metoprolol A 50–150 mg

Venlafaxine C 37.5–150 mg Propranolol A 80–240 mg

Lisinopril C 5–20 mg Verapamil U 180–480 mg

Divalproex 250–1500
Candesartan C 8–16 mg A
sodium mg
Tabel 2 Dosis dan Efikasi Obat Anti Migrain

J. Prognosis
Sejumlah pasien mengalami nyeri kepala persisten setelah menderita COVID-
19. Pada MRI ditemukan lesi pada bulbus olfaktorius yang mungkin menyebabkan
keluhan tersebut. Jenis nyeri kepala cenderunt tidak progresif dan mereda dengan
penggunaan painkiller pada umumnya dan cenderung semakin membaik.15
Temuan utama sebuah studi adalah bahwa nyeri kepala dikaitkan dengan
kemungkinan kematian yang lebih rendah. Dalam sampel pasien sakit kepala
memiliki gambaran klinis yang berbeda, karena frekuensi gejala seperti anosmia,
batuk, mialgia dan artralgia lebih tinggi. Frekuensi gejala yang lebih tinggi dapat
menunjukkan bahwa pasien tersebut mengunjungi UGD lebih awal; Namun, dalam

11
sampel pasien dengan sakit kepala datang ke UGD lebih lambat daripada mereka
yang tidak sakit kepala. Ini dapat mencerminkan bahwa pasien tanpa sakit kepala
menderita kasus COVID-19 yang lebih parah dan oleh karena itu mereka mencari
pertolongan medis lebih awal.4

12
BAB III
PENUTUP

Dari tinjauan pustaka yang telah dijabarkan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
nyeri kepala merupakan salah satu gejala yang dominan di derita pasien COVID-19.
Tipe nyeri kepala adalah migraine dan kemungkinan disebabkan oleh gangguan
sensorik pada bulbus olfaktorius. Namun mekanisme ini perlu diteliti lebih lanjut.
Menurut klasifikasi nyeri kepala ICHD-3, Nyeri kepala akibat COVID-19
merupakan nyeri kepala sekunder yang menyerupai migraine, lebih spesifik
dikelompokan sebagai nyeri kepala akibat infeksi pada kelompok nomer “9” ICHD-3.
Nyeri kepala dapat ditatalaksana dengan penggunaan ibuprofen atau ACE inhibitor
akan tetapi perlu mempertimbangkan manfaat dan risikonya.
Nyeri kepala juga merupakan suatu prediktor prognosis pasien. Pasien
dengan nyeri kepala cenderung memiliki COVID-19 yang lebih ringan dengan
mereka yang tidak memiliki nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat bertahan paska
infeksi COVID-19 yang kemungkinan disebabkan cedera permanen pada bulbus
olfaktorius dan dapat membaik kembali seiring dengan penggunaan ibuprofen atau
ACE inhibitor.
DAFTAR PUSTAKA

1. MaassenVanDenBrink A, De Vries T, Danser AJ. Headache medication and the


COVID-19 pandemic. The journal of headache and pain. 2020;21(1):1-4.

2. Sampaio Rocha-Filho PA, Magalhã es JE. Headache associated with COVID-19:


Frequency, characteristics and association with anosmia and ageusia.
Cephalalgia. 2020;40(13):1443-51.

3. Caronna E, Ballvé A, Llauradó A, Gallardo VJ, Ariton DM, Lallana S, Ló pez Maza
S, Olivé Gadea M, Quibus L, Restrepo JL, Rodrigo-Gisbert M. Headache: A
striking prodromal and persistent symptom, predictive of COVID-19 clinical
evolution. Cephalalgia. 2020;40(13):1410-21.

4. Trigo J, García-Azorín D, Planchuelo-Gó mez Á , Martínez-Pías E, Talavera B,


Herná ndez-Pérez I, Valle-Peñ acoba G, Simó n-Campo P, de Lera M, Chavarría-
Miranda A, Ló pez-Sanz C. Factors associated with the presence of headache in
hospitalized COVID-19 patients and impact on prognosis: a retrospective
cohort study. The journal of headache and pain. 2020;21(1):1-0.

5. Kakodkar P, Kaka N, Baig MN. A comprehensive literature review on the


clinical presentation, and management of the pandemic coronavirus disease
2019 (COVID-19). Cureus. 2020;12(4).

6. Olesen J. International classification of headache disorders. The Lancet


Neurology. 2018;17(5):396-7.

7. Wang Y, Wang Y, Chen Y, Qin Q. Unique epidemiological and clinical features of


the emerging 2019 novel coronavirus pneumonia (COVID‐19) implicate
special control measures. Journal of medical virology. 2020;92(6):568-76.

8. Gallo Marin B, Aghagoli G, Lavine K, Yang L, Siff EJ, Chiang SS, Salazar‐Mather
TP, Dumenco L, Savaria MC, Aung SN, Flanigan T. Predictors of COVID‐19
severity: A literature review. Reviews in medical virology. 2021;31(1):1-0.

9. Lippi G, Mattiuzzi C, Bovo C, Henry BM. Headache is an important symptom in


patients with coronavirus disease 2019 (COVID-19). Diagnosis.
2020;7(4):409-11.

10. Chen Y, Guo Y, Pan Y, Zhao ZJ. Structure analysis of the receptor binding of
2019-nCoV. Biochemical and biophysical research communications. 2020 Apr
23;525(1):135-40.

11. Felsenstein S, Herbert JA, McNamara PS, Hedrich CM. COVID-19: Immunology
and treatment options. Clinical Immunology. 2020:108448.
12. Uygun Ö , Ertaş M, Ekizoğ lu E, Bolay H, Ö zge A, Orhan EK, Çağ atay AA, Baykan
B. Headache characteristics in COVID-19 pandemic-a survey study. The
journal of headache and pain. 2020;21(1):1-0.

13. Codispoti JR, Prior MJ, Fu M, Harte CM, Nelson EB. Efficacy of nonprescription
doses of ibuprofen for treating migraine headache. A randomized controlled
trial. Headache: The Journal of Head and Face Pain. 2001;41(7):665-79.

14. Loder E, Rizzoli P. Pharmacologic prevention of migraine: a narrative review


of the state of the art in 2018. Headache: The Journal of Head and Face Pain.
2018;58:218-29.

15. Sampaio Rocha‐Filho PA, Voss L. Persistent headache and persistent anosmia
associated with COVID‐19. Headache: The Journal of Head and Face Pain.
2020;60(8):1797-9.

15

Anda mungkin juga menyukai