Definisi Icu
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates.Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang
mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor.Pencegahan terhadap masalah
kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat.(Hartshorn et
all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan
kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam
proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-sungguh
tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut.Saat ini di Indonesia, rumah sakit
kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan yang profesional
dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien.
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus,
contoh gagal nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non
invasive sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska
bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis
dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien
yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk
ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal
ICU.Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan
menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU
Medik dan Bedah.
Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap
data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.Mengurangi angka
kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien
C. Jenis-Jenis Icu
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam.
Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
1. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
2. Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
3. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
4. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
5. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
6. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
1. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
2. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap
saat bila diperlukan
4. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care
atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung
jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan hidup lanjut)
5. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
6. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang
hidup
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
8. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif,
mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup
multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu
melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif
dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
1. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
2. Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat
bila diperlukan
4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter
ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
5. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
6. Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
8. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat
agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
9. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI, 2006).
Kriteria Masuk:
1. Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ,
infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa.
4. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien
golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien
yang memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang
agresif dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do
Not Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang
ddipastikan mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka
pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan
pengambilan orga untuk donasi.
Kriteria Keluar
1. Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka terapi
atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu
itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Company.
Doengoes, M. E. (2002). Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting patient
care, 3rd edition, FA. Davis
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition.USA : Appleton & Lange.
Hudak, CM. Gallo, BM. 2012. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi ke-8. Alih
Bahasa Subekti. Jakarta: EGC