Anda di halaman 1dari 280

MANAJEMEN PRIVASI KOMUNIKASI PADA PENGUNGKAPAN DAN

PENYEMBUNYIAN IDENTITAS SEKSUAL GAY DI ORGANISASI


CANGKANG QUEER KEPADA LINGKUNGAN SOSIAL

TESIS

Oleh

SOFIARI ANANDA
167045004

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


MANAJEMEN PRIVASI KOMUNIKASI PADA PENGUNGKAPAN DAN
PENYEMBUNYIAN IDENTITAS SEKSUAL GAY DI ORGANISASI
CANGKANG QUEER KEPADA LINGKUNGAN SOSIAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi
dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara

Oleh

SOFIARI ANANDA
167045004

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal: 24 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D
Anggota : 1. Dr. Nurbani, M.Si
2. Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D
3. Dr. Humaizi, M.A
4. Prof. Syukur Kholil, M.A

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
MANAJEMEN PRIVASI KOMUNIKASI PADA
PENGUNGKAPAN DAN PENYEMBUNYIAN IDENTITAS
SEKSUAL GAY DI ORGANISASI CANGKANG QUEER KEPADA
LINGKUNGAN SOSIAL

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses penerimaan diri gay terhadap
identitas seksual mereka, menganalisis manajemen privasi komunikasi pada
pengungkapan dan penyembunyian identitas seksual gay. Metode yang digunakan
metode kualitatif dengan pendekatan interaksionisme simbolik. Unit analisis adalah
gay yang sudah melakukan pengungkapan identitas seksual. Subjek penelitian
ditentukan dengan teknik snowball dan diperoleh lima orang gay dari organisasi
Cangkang Queer. Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan
observasi non-partisipan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa gay tidak melalui fase
penerimaan diri secara bertahap. Fase yang dilalui oleh kelima gay dalam penelitian ini
adalah fase mencari tahu informasi mengenai homoseksual dan fase menerima diri.
Gay di Cangkang Queer mengungkapkan identitas seksualnya karena motif tertentu,
mulai dari kedekatan, kenyamanan dan ingin memiliki teman berbagi. Pengungkapkan
identitas seksual dilakukan secara langsung baik melalui ucapan maupun tulisan. Gay
dalam penelitian ini menutupi identitas seksualnya, karena ketidaksiapan menerima
resiko, seperti tidak diterima dan dijauhi. Gay menutupi identitas seksualnya dengan
cara mengalihkan topik pembicaraan ketika ditanya mengenai pasangan dan
pernikahan.

Kata Kunci: Manajemen Privasi Komunikasi, Gay, Identitas Seksual, Cangkang Queer,
Medan

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis banyak
memperoleh bantuan moril dan materi dari berbagai pihak. Tesis ini penulis
persembahkan untuk kedua orangtua penulis, ayahanda Syahrizal MD dan ibunda Sri
Rahma Hasibuan serta kakak penulia Nevy Felanty Rahmi dan adik penulis Fahmi
Rizal. Terima kasih untuk doa, dukungan, bantuan dan segalanya yang tidak bisa
penulis sebutkan satu per satu. Selain itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum,selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara
2. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si, selaku DekanFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A, Ph.D, selaku Ketua Magister Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
serta selaku Ketua Seminar Hasil dan Sidang Meja Hijau atas saran dan ilmu
yang diberikan
4. Bapak Drs. Syafruddin Pohan M.Si Ph.D, selaku Sekretaris Magister Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
serta selaku Pembimbing II atas bimbingannya selama pengerjaan tesis ini
5. Ibu Dr. Nurbani, M.Si, selaku Pembimbing I yang telah membimbing dan
mengarahkan peneliti dalam penulisan tesis ini.
6. Ibu Almarhumah Dr. Inon Beydha Lukman, M.Si, selaku Pembimbing II
sebelumnya. Semoga ilmu yang beliau berikan menjadi amal jariyah, Aamiin.
7. Bapak Dr. Humaizi, MA dan bapak Prof. Syukur Kholil, MA, selaku Komisi
Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan

iii

Universitas Sumatera Utara


iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………………………... i
ABSTRACT …………………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………....... iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………...... v
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………...... 1
1.2 Fokus Masalah ……………………………………………………... 11
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………... 11
1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………. 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Paradigma Interpretif ………………………………………............. 13
2.2 Kajian Terdahulu …………………………………………………... 14
2.3 Uraian Teori ……………………………………………………….. 18
2.3.1 Komunikasi Antar Pribadi …………………………………... 18
2.3.2 Keterbukaan Diri ……………………………………………. 23
2.3.2.1 Pengertian Keterbukaan Diri ………………………... 23
2.3.2.2 Dimensi Self Disclosure …………………………….. 24
2.3.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Self Disclosure ……….. 27
2.3.2.4 Resiko Keterbukaan Diri ……………………………. 29
2.3.3 Manajemen Privasi Komunikasi …………………………….. 31
2.3.3.1 Informasi Privat ……………………………………… 34
2.3.3.2 Batasan Privat ……………………………………….. 34
2.3.3.3 Kontrol dan Kepemilikan ……………………………. 35

Universitas Sumatera Utara


2.3.3.4 Proses Manajemen Aturan Privasi ……………………35
2.3.3.5 Dialektika Manajemen ………………………………..38
2.3.3.6 Strategi-strategi Komunikasi Privasi …………………39
2.3.4 Penerimaan Diri ………………………………………………41
2.3.4.1 Pengertian Penerimaan Diri …………………………..41
2.3.4.2 Tahapan Penerimaan Diri …………………………….42
2.3.4.3 Kondisi Yang Mendukung Penerimaan Diri …………43
2.3.4.4 Efek Penerimaan Diri ………………………………...46
2.3.5 Gay …………………………………………………………...47
2.3.5.1 Penyebab Gay ………………………………………. 47
2.3.5.2 Coming Out …………………………………………. 49
1) Pengertian Coming Out ………………………….. 49
2) Proses Coming Out ………………………………. 50
2.3.6 Interaksionisme Simbolik …………………………………… 51
2.3.7 Teori Disonansi Kognitif ……………………………………. 54
2.3.7.1 Pengertian Disonansi Kognitif ……………………… 54
1) Asumsi Teori Disonansi Kognitif …………........... 55
2) Konsep Disonansi Kognitif ………………............. 56
3) Disonansi Kognitif dan Persuasi………………...... 57
2.3.8 Penetrasi Sosial ……………………………………………..... 58
2.3.8.1 Pengertian Penetrasi Sosial ………………………….. 58
2.3.8.2 Proses Penetrasi Sosial ………………………………. 60
2.3.8.3 Tahapan Proses Penetrasi Sosial …………………….. 60
2.3.9 Teori Tindakan Beralasan …………………………………... 63
2.4 Kerangka Pemikiran ……………………………………………… 65

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian Kualitatif ……………………………………... 66
3.2 Aspek Kajian …………………………………………………....... 67
3.3 Subjek Penelitian …………………………………………………. 68

vi

Universitas Sumatera Utara


3.3.1 Informan Penelitian ………………………………………… 68
3.4 Metode Pengumpulan Data ………………………………………. 69
3.4.1 Studi Pustaka ……………………………………………….. 70
3.4.2 Internet Searching ………………………………………….. 71
3.4.3 Studi Lapangan ……………………………………………... 71
3.5 Metode Analisis Data …………………………………………….. 72
3.5.1 Keabsahan Data …………………………………………….. 74

BAB IV TEMUAN PENELITIAN


4.1 Proses Penelitian …………………………………………………… 75
4.2 Temuan Penelitian ………………………………………………..... 80
4.2.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ………………………… 81
4.2.2 Gambaran Umum Informan Penelitian ……………………… 84
4.2.3 Informan Utama ………………………………....................... 85
4.2.3.1 Deskripsi Informan I: Alifo…………………………... 85
1) Penerimaan Diri Alifo …………………………….. 86
2) Pengungkapan Identitas Seksual Alifo ………….... 87
3) Penyembunyian Identitas Seksual Alifo ………….. 88
4.2.3.2 Deskripsi Informan II: Keenan ………………………. 89
1) Penerimaan Diri Keenan ………………………….. 91
2) Pengungkapan Identitas Seksual Keenan ………….92
3) Penyembunyian Identitas Seksual Keenan ……….. 93
4.2.3.3 Deskripsi Informan III: Edo ………………………...... 94
1) Penerimaan Diri Edo ……………………................. 95
2) Pengungkapan Identitas Seksual Edo ……………... 96
3) Penyembunyian Identitas Seksual Edo …………..... 97
4.2.3.4 Deskripsi Informan IV: Putra ………………………… 97
1) Penerimaan Diri Putra ……………………………... 99
2) Pengungkapan Identitas Seksual Putra ……………100
3) Penyembunyian Identitas Seksual Putra …………. 100

vii

Universitas Sumatera Utara


4.2.3.3 Deskripsi Informan V: Christian ……………………. 101
1) Penerimaan Diri Christian ……………………….. 103
2) Pengungkapan Identitas Seksual Christian ………. 104
3) Penyembunyian Identitas Seksual Christian ………107
4.3 Temuan Observasi .......................................................................... 107
4.3.1 Observasi Melalui Internet .................................................... 108
4.3.2 Observasi Informan ............................................................... 112
1) Alifo .................................................................................. 112
2) Keenan .............................................................................. 114
3) Edo .................................................................................... 116
4) Putra .................................................................................. 117
5) Christian ............................................................................ 118
4.4 Triangulasi Data ............................................................................. 119
4.4.1 Informan Tambahan .............................................................. 120
4.4.1.1 Informan I: Amee .......................................................120
4.4.1.2 Informan II: Halimah ................................................. 122
4.4.1.3 Informan III: Anastasya ............................................. 124
4.4.1.4 Informan IV: Chio ...................................................... 125
4.4.1.5 Informan V: Isna ....................................................... 126
4.5 Kategorisasi Temuan Penelitian ..................................................... 128

BAB V PEMBAHASAN …………………………………………………. 131


5.1 Proses Penerimaan Diri .................................................................... 131
5.2 Manajemen Privasi Komunikasi Pada Pengungkapan Identitas ...... 137
5.2.1 Karakteristik Aturan Privasi ....................................................137
5.2.2 Strategi-stategi Komunikasi Privasi ........................................139
5.3 Manajemen Privasi Komunikasi Pada Penyembunyian Identitas.. 146
5.3.1 Karakteristik Aturan Privasi ................................................ 146
5.3.2 Strategi-strategi Komunikasi Privasi ................................... 148

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ................................................................................. 151
6.2 Saran ....................................................................................... 152

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 153


LAMPIRAN

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Hal
3.1. Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 70

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal
2.2. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 65

xi

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi yang bersifat privasi seringkali terasa sulit dan membutuhkan

waktu yang lama untuk dilakukan karena sifatnya yang sensitif. Dalam ilmu

komunikasi, proses komunikasi secara privasi ini disebut dengan Communication

Privacy Management (CPM). Komunikasi privasi juga merupakan strategi dalam

proses aktualisasi diri yang dilakukan homoseksual.

“Homoseksual adalah rasa tertarik secara perasaan (kasih sayang, hubungan

emosional), baik secara predominan (lebih menonjol) maupun eksklusif (semata-mata)

dengan atau tanpa hubungan fisik kepada sesama jenis” (Direktorat Kesehatan,

1985:241). Sedangkan berdasarkan modul Pendidikan Dasar Arus Pelangi (2018),

homoseksual adalah ketertarikan manusia yang melibatkan rasa emosi dan romantis,

dan/atau seksual terhadap manusia lainnya yang memiliki gender dan/atau seks yang

sama dengannya.

“Homoseksual sendiri diklasifikasikan lagi kedalam dua bagian besar istilah

yaitu gay dan lesbian. Gay adalah seorang laki-laki yang tertarik dengan laki-laki.

Sedangkan, lesbian adalah seorang perempuan yang tertarik dengan perempuan.

Perbedaan gay dan lesbian secara istilah hanya terletak di subjeknya saja yang ditarik

dari seks, atau alat kelamin biologis yang dimilikinya. Meskipun sebenarnya, dalam

kajian-kajian seksualitas secara radikal defenisi gay dan lesbian ditarik juga tidak

1
Universitas Sumatera Utara
2

hanya dari jenis kelamin biologisnya saja tetapi dari jenis kelamin sosialnya” (Butar-

butar, 2013; 50).

Teori CPM membantu kita untuk memilah dan menjelaskan kompleksitas

proses negosiasi antara privasi dan keterbukaan. Pembukaan di dalam hubungan

membutuhkan pengelolaan batasan publik dan privat. Batasan-batasan ini ada diantara

perasaan yang ingin diutarakan oleh seseorang dan perasaan yang ingin disimpan.

Pembukaan di dalam perkembangan hubungan lebih dari sekedar mengutarakan

informasi privat kepada orang lain. Dibutuhkan negosiasi dan koordinasi akan batasan.

Keputusan mengenai pembukaan harus dimonitor secara intensif.

“Teori CPM didesain untuk menjelaskan isu-isu “keseharian” seperti yang

digambarkan dalam kegiatan kita sehari-hari. Ketika kita bertemu dengan berbagai

macam orang dalam kehidupan “rekan sekerja, teman sekelas, anggota keluarga, teman

sekamar, dan seterusnya” kita terlibat di dalam negosiasi kompleks antara privasi dan

keterbukaan. Memutuskan apa yang akan diungkapkan dan apa yang harus

dirahasiakan bukanlah keputusan yang dapat langsung diambil, melainkan merupakan

tindakan penyeimbangan yang berlangsung secara terus-menerus” (West& Turner,

2013: 252)

Kita berusaha untuk menimbang tuntutan-tuntutan situasi dengan kebutuhan

kita dan orang lain yang ada disekitar kita. Privasi merupakan hal yang penting bagi

kita karena hal ini memungkinkan kita untuk merasa terpisah dari orang lain. Hal ini

memberikan kita perasaan bahwa kita adalah pemilik sah dari informasi mengenai diri

kita. Ada risiko yang dapat muncul dari pembukaan kepada orang yang salah,

membuka diri pada saat yang tidak tepat, mengatakan terlalu banyak tentang diri kita

Universitas Sumatera Utara


3

sendiri, atau berkompromi dengan orang lain. Di lain pihak, pembukaan dapat

memberikan keuntungan yang besar, kita dapat meningkatkan kontrol sosial,

memvalidasi perspektif kita, dan menjadi lebih intim dengan pasangan kita dalam suatu

hubungan ketika kita membuka diri.

“Keseimbangan antara privasi dan pembukaan memiliki makna karena hal ini

sangat penting terhadap cara kita mengelola hubungan-hubungan kita. Munculnya teori

manajemen privasi komunikasi ini menarik karena tiga alasan. Yang pertama, teori ini

adalah pemikiran yang terkini dalam disiplin ilmu komunikasi. Hal ini

mengindikasikan bahwa pemikiran yang segar dan baru terus memberikan penerangan

bagi pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku komunikasi. Munculnya teori baru

memberikan gambaran akan hidupnya komunikasi sebagai bidang ilmu. Kedua, fakta

bahwa CPM bertumbuh secara khusus dari fokus terhadap komunikasi. Ini bukti akan

kematangan dan pertumbuhan bidang ilmu komunikasi. Ketiga, CPM berusaha untuk

melakukan sesuatu yang telah dilakukan oleh teori-teori lain: menjelaskan proses yang

digunakan orang untuk mengelola hubungan antara menutupi dan mengungkapkan

informasi privat” (West& Turner, 2013: 253).

Tiyarestu & Rudi (2015) menyatakan pengolahan privasi atau CPM memiliki

ikaitan erat pada perkembangan remaja, khususnya pada aspek otonomi diri, identitas

diri, dan keintiman. Privasi merupakan bagian dari keempat aspek ini. Pada aspek

otonomi, remaja sudah mulai memutuskan apa saja yang menjadi bagian dari dirinya,

bentuk privasi apa saja yang harus dijaga dan dibagikan. Hal ini terkait dengan aspek

CPM, yaitu boundary permeability, yang fokus pada sejauh dan sebanyak apa

informasi pribadi yang dibagikan kepada pihak lain. Selanjutkan pada aspek identitas

Universitas Sumatera Utara


4

diri, remaja akan melakukan evaluasi terkait identitas diri yang mereka gambarkan

pada kehidupan sehari-hari. Lalu pada aspek keintiman atau kedekatan pada proses

interaksi, remaja sudah mulai dapat memilih kepada siapa seharusnya ia mendekatkan

diri dengan membuka privasi yang merupakan bagian dari dirinya. Hal ini terkait

dengan aspek CPM, yaitu boundary link ages, yang fokus pada siapa saja yang dapat

mengetahui informasi pribadi. Remaja dapat menentukan kepada siapa ia

mengungkapkan informasi pribadinya.

“Terdapat perbedaan CPM di media sosial Twitter pada remaja dengan tipe

kepribadian. Tipe introvert lebih menjaga privasi dibanding dengan tipe extravert. Hal

ini sesuai dengan karakteristik masing-masing tipe kepribadian, yaitu tipe extravert

yang lebih cenderung terbuka dan tipe introvert yang lebih cenderung tertutup”

(Tiyarestu& Rudi, 2015; 69).

Penelitian Rania Mansur Sanad (2017) mengungkapkan bahwa keberadaan gay

sebagai kaum minoritas sering membuat gay mendapatkan sebuah penolakan, hal

tersebut menyebabkan gay mengalami kesulitan untuk mengungkapkan mengenai

orientasi seksualnya terhadap orang lain, terutama kepada keluarga. Pada umumnya

gay memilih untuk mencoba menyembunyikan orientasi seksualnya, karena keluarga

merupakan bagian terdekat di dalam kehidupan seorang gay maka dari itu gay

memikirkan resiko-resiko yang akan terjadi apabila gay mengungkapkan mengenai

orientasi seksualnya.

Pola pikir yang berbeda-beda di dalam keluarga membuat gay merasa kesulitan

memutuskan antara mengungkapkan atau menyembunyikan orientasi seksualnya. Di

dalam keluarga terdapat pola pikir yang berbeda dalam memandang gay, hal tersebut

Universitas Sumatera Utara


5

menyebabkan gay mengalami kesulitan dalam mengungkapkan mengenai orientasi

seksualnya. Sehingga dalam prosesnya gay menggunakan batasan-batasan kriteria dan

strategi. Gay memiliki kriteria tertentu untuk mengungkapkan atau menyembunyikan

mengenai orientasi seksualnya. Dalam masyarakat Indonesia keberadaan gay masih

dianggap tabu, hal tersebut membuat timbulnya keraguan gay untuk mengungkapkan

orientasi seksualnya. Gay yang memiliki latar belakang agama yang kuat cenderung

menyembunyikan mengenai orientasi seksualnya.

Gay mengungkapkan bahwa resiko yang dihadapi apabila mengungkapkan

orientasi seksual berupa resiko fisik. Selain resiko, manfaat dari pengungkapan diri

adalah kedekatan emosional gay dengan keluarga, serta gay tidak harus berpura-pura

menjadi heteroseksual. Gay juga mempertimbangkan motivasi dalam pengungkapan

diri yaitu motivasi yang berasal dari sesama gay yang sudah mengungkapkan identitas

seksual dalam keluarga dan pertimbangan bahwa anggota keluarga tersebut sudah

saling bertukar informasi pribadi mengenai dirinya.

Gay memiliki strategi berbeda-beda yang digunakan untuk mengungkapan atau

menyembunyikan orientasi seksualnya. Strategi pengungkapan atau penyembunyian

yaitu selection, gay dalam hal ini mengungkapkan identitas seksual kepada salah satu

anggota keluarga dikarenakan gay ingin mendapatkan dukungan mengenai identitas

seksualnya. Strategi berikutnya yaitu strategi timbal balik, yaitu gay mengungkapkan

identitas seksualnya kepada salah satu keluarga yang juga seorang gay. Sedangkan gay

yang memilih untuk menggunakan strategi ambigu kepada keluarganya, dikarenakan

gay masih meragukan tanggapan dari keluarganya jika melakukan pengungkapan

identitas seksual. Kemudian gay menggunakan strategi pengalihan kepada keluarganya

Universitas Sumatera Utara


6

dikarenakan gay masih ingin menyembunyikan identitas seksualnya. Secara

keseluruhan strategi yang digunakan oleh gay tergantung kepada hubungan gay dengan

masing-masing anggota keluarga. Sehingga gay tidak secara umum mengungkapkan

atau menyembunyikan identitas seksualnya kepada seluruh anggota keluarga.

Faktor adanya kekerasanterhadap LGBT berpengaruh pada sulitnya individu

LGBT mengaktualisasikan dirinya (penerimaan diri dan pengungkapan diri/coming

out). Menurut Arus Pelangi (2018), kelompok LGBT harus mengalami proses panjang

untuk bisa mengaktualisaskan diri yang memunculkan banyak strategi, diantaranya

adalah:

1. Copying mechanism
2. Self and knowing acceptence
3. Manajemen privasi dalam komunikasi dan interaksi
4. Collectivities Building / Pembangunan kolektif

Aktualisasikan diri dilakukan oleh seorang gay bernama Fahmi –yang saat

diwawancarai SUARA USU, merupakan mahasiswa semester delapan pada Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU. Fahmi adalah seorang gay yang masih

menutupi identitas seksualnya dari keluarga. Hal tersebut Fahmi lakukan untuk

menjaga nama baik keluarga. Ia mulai membuka diri saat SMA. Namun, ia tidak

mengingat pada siapa dia bercerita pertama kali. “Aku sih merasa untuk apa ditutupin

ke teman-teman, kita kan udah sama-sama dewasa,” terangnya (SUARA USU, 2013,

Agar Mereka Tak Lagi Beda).

“Kesulitan mengungkapkan orientasi seksual oleh seorang gay juga terjadi

kepada keluarganya. Keluarga memiliki sebuah tanggung jawab terhadap anggota

keluarga yang lainnya yaitu “berbicara”. Hubungan yang akrab adalah sesuatu hal yang

Universitas Sumatera Utara


7

penting pada sebuah keluarga. Komunikasi di dalam keluarga merupakan sesuatu hal

yang sangatlah penting. Komunikasi yang terjadi antara keluarga dapat membentuk,

mendasari, danjuga memelihara keluarga itu sendiri, beserta dengan citra yang dimiliki

oleh anggota keluargaterhadap keluarga tersebut” (Ruben, 2013: 278).

Seorang homoseksual yang sudah bisa menerima keadaan dirinya, akan mulai

merancang cara untuk mengungkapkan diri pada keluarganya. Seperti yang dilakukan

Dika, Ketua Cangkang Queer, organisasi yang mengorganisir individu dan komunitas

(LGBTIQ). Berdasarkan wawancara penulis pada bulan April 2013, Dika mengatakan

keluarganya tidak ada yang tahu ia adalah seorang gay, hanya adiknya yang tahu karena

mereka tinggal bersama di Medan. Dika mengaku tak mau langsung memberitahukan

ia adalah seorang gay. Dika menyiapkan konsep yang kuat agar ia tidak

didiskriminasi.Dika mulai terbuka mengenai identitas seksualnya ketika semester 5

masa kuliah. Dika melakukannya saat berada di kelas mata kuliah Antropologi Sosial.

Ada satu kelompok yang mempresentasikan topik kepribadian. Lama-kelamaan,

mereka mulai membahas homoseksual dan menyatakan itu sebagai suatu

penyimpangan. Merasa tak terima, 2 teman akrab Dika yang tahu benar kehidupan

Dika, mengungkapkan bahwa Dika adalah seorang gay. Dika pun kemudian

menambahkan jika homoseksual adalah sesuatu yang alami dan merupakan pilihan.

Dengan segenap keberanian, ia membuka diri kalau ia adalah seorang gay ke seluruh

isi kelas.

Setelah itu, di luar dugaan Dika, tidak ada diskriminasi berlebihan yang

diterimanya. Dika malah semakin kompak dengan teman wanita yang dulu sempat

jauh. Hanya saja tetap ada teman lelaki yang menjaga jarak dengannya. Beda dengan

Universitas Sumatera Utara


8

lingkungan kuliah, sebelum memberitahu adiknya, Dika memasang strategi khusus. Ia

mencari buku-buku yang berhubungan dengan LGBTIQ dan disebar di kosannya.

Adiknya yang memang suka baca, merasa penasaran dan membaca buku-buku

tersebut. Dika tak langsung memberitahu adiknya. Ia pasang strategi selanjutnya. Dika

selalu membiarkan laptopnya terpampang setiap melakukan video call dengan pacar

(lelaki) nya yang tinggal di Jakarta, yang sudah dipacarinya selama 7 bulan. Adiknya

melihat dan merasa bingung. Adiknya bertanya mengapa Dika melakukan video

calldengan pria dan menanyakan apakah pria tersebut adalah pacar Dika dan Dika pun

mengiyakan.Dika mengatakan, ia mendapat pengertian dan pemakluman dari adiknya.

Buku-buku yang sudah dibaca adiknya, membuat ia paham tidak ada yang berbeda

dengan Dika.

Lain pula dengan seorang gay yang membuka dirinya di akun media sosial

Twitter. Melalui akun Twitter-nya, pada 22 September 2016 RN menceritakan

bagaimana ia mengungkapkan bahwa ia seorang homoseksual pada orangtua nya.

Begini isi cuitannya (https://twitter.com/DhoKudo):

“Teman-teman mungkin sudah biasa lihat aku posting hal-hal tentang LGBT.
Dan ada dari kalian yg tahu juga orientasi seksualku seperti apa. Sebelumnya,
aku ngetwit begini hanya untuk berbagi pengalaman dan semoga bisa ngasih
semangat bagi teman2 yg juga merasakan. Singkatnya, aku 'merasa berbeda'
sejak kecil. SD hingga SMA belum bisa menerima diri. Aku biasa nulis di diary
karena takut ngomong. Takut ngomong dan tak tahu juga mau ngomongin ini
ke siapa.
Sialnya, teman2 SMA baca diariku dan itulah kali pertama ada yang tau. Waktu
itu aku tidak bisa berbuat apa2 dan bahkan minta maaf sama teman2 karena
suka cowok. Mereka menasihati agar berubah. Berkali-kali aku coba berubah.
Tetapi tetap tak bisa. Selain suka sama cewek, aku tetap saja bisa suka cowok.
Beruntung, waktu kuliah aku bertemu teman2 yang bisa diajak ngobrol dan
punya pemikiran terbuka. Kepada mereka akhirnya aku berani bilang. Tetapi
tetap saja tak mudah. Seorang teman berkata mungkin aku sendiri belum

Universitas Sumatera Utara


9

menerima diriku. Mungkin saja. Aku kembali ke awal dan dua tahun terakhir
akhirnya aku menerima diriku. Aku melela kepada satu dua teman dekat.
Banyak yang menerima namun ada pula yg tidak. Di awal, aku sempat tidak
terima dengan konsep melela karena buat apa bilang, toh ini ranahnya privasi.
Tapi, menurutku ini penting, sebab dari sini aku akhirnya punya rasa percaya
diri dan tak berkecil hati kalau diejek. Dulu dicie2 in karena kemayu cuma
diam saja atau palingan ngebantah dan bilang aku ga begitu. Kemudian sedih.
Sekarang paling tidak bisa speak up dan stand up untuk diri sendiri.
Setelah balik ke Panyabungan, menurutku aku telah menjadi diriku... di
pergaulan dan di kantor, kecuali di rumah. Belum melela ke ortu. Setelah
setahun lebih di sini, kemarin akhirnya aku melela kepada orang tuaku. Aku
belum siap sebetulnya, tetapi begitulah semesta mengatur. Apakah orang tuaku
menerimanya? Aku tahu tak mudah bagi mereka untuk mengunyah kenyataan
ini. Apalagi mereka adalah orang yg relatif relijius dan dikenal luas di sini.
Pada akhirnya aku bilang juga (tentu saja sambil mewek dan beberapa kali
suasana memanas terutama dengan ayah). Aku tidak bisa bilang mereka
menerimaku begini. Tetapi ibu tetap memelukku, tadi pagi bahkan buat
sarapan khusus. Ayah mungkin yg jelas belum menerima. Kami hampir
tumbukan. Dan ayah keluar rumah. Dan kami belum bicara lagi sampai
sekarang.
Tetapi percaya, time will heal. Apalagi waktu ibu bilang mereka sudah
merasakannya lama terutama sejak aku beli satu set alat make up dan setelah
melihat beberapa postinganku terutama di ig story dan blog. Mungkin aku
mengecewakan mereka. Tetapi kubilang sama ibu...Aku tak akan meminta maaf
kepada kalian karena orientasi seksualku. Aku juga belum tahu ke depannya
bakal seperti apa. Tetapi, Tuhan, aku lega”.

Berdasarkan cerita RN di atas, dapat dilihat bahwa RN membutuhkan waktu

yang sangat lama untuk dapat menerima dirinya dan membuka diri pada

lingkungannya. RN mengungkapkan orientasi seksualnya kepada teman-teman yang

dianggapnya memiliki pemikiran yang terbuka. RN menyampaikannya secara

langsung dengan komunikasi secara kekeluargaan pada keluarganya.

Keterbukaan penting untuk dilakukan oleh semua orang, termasuk orang yang

dianggap menyimpang dari norma masyarakat, seperti homoseksual. Puspitosari dan

Pujileksono (2005), menyatakan sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap

Universitas Sumatera Utara


10

bahwa homoseksual, biseksual serta orientasi seksual lainnya yang tidak sesuai dengan

norma agama dan budaya sebagai perilaku yang menyimpang.

Berdasarkan wawancara pra-penelitian dengan pengurus Cangkang Queer

yakni Amee, Alifo, dan Hasri, pada 12 Maret 2018, tingginya kekerasan terhadap

LGBT menjadi salah satu alasan dibentuknya Cangkang Queer. Cangkang Queer

adalah satu-satunya organisasi yang fokus pada LGBT di Sumatera Utara. Cangkang

Queer hadir untuk merangkul LGBT agar tidak merasa sendiri dan memiliki

kepercayaan diri terhadap orientasi seksual mereka. Pengurus Cangkang Queer

mengatakan, ada beberapa anggota yang sebelum bergabung dengan Cangkang Queer

sempat merasa depresi dan berpikir untuk bunuh diri. Cangkang Queer juga

menyediakan layanan advokasi untuk LGBT yang terlibat kasus hukum, kecuali untuk

kasus kriminal dan narkotika. Singkatnya Cangkang Queer membantu LGBT yang

mengalami diskriminasi. Selain itu Cangkang Queer juga memberikan edukasi kepada

LGBT agar dapat menerima dirinya dan mungkin berani membuka identitas seksualnya

pada lingkungan sosial.

Dari pemaparan di atas, terdapat perbedaan CPM yang dilakukan oleh setiap

gay. Fahmi lebih memilih menutup identitas dirinya dari keluarga dan terbuka pada

teman-temannya. Sedangkan Dika mengungkapkan dirinya dengan menggunakan alat

bantu pendukung seperti buku tentang LGBT kepada adiknya. Serta RN yang memilih

menungkapkannya langsung menggunakan komunikasi keluarga kepada orangtua nya.

Berdasarkan adanya perbedaan CPM yang terjadi dari setiap gay di atas,

peneliti tertarik untuk meneliti tentang manajemen privasi komunikasi yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara


11

oleh gay dalam mengungkapkan dan menyembunyikanidentitas seksualnya kepada

lingkungan sosialnya.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penelitian ini berfokus pada:

1. Bagaimana proses penerimaan dirigaydi Cangkang Queer terhadap

identitas seksualnya?

2. Bagaimana manajemen privasi komunikasi pada pengungkapan

identitas seksualgay kepada lingkungan sosial?

3. Bagaimana manajemen privasi komunikasi pada penyembunyian

identitas seksualgay kepada lingkungan sosial?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian ini sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisis proses penerimaan diri gaydi Cangkang Queer

terhadap identitas seksualnya

2. Untuk menganalisis manajemen privasi komunikasi pada

pengungkapan identitas seksualgaykepada lingkungan sosial

3. Untuk menganalisis manajemen privasi komunikasi pada

penyembunyian identitas seksual gay kepada lingkungan sosial

Universitas Sumatera Utara


12

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini kedepannya memiliki beberapa manfaat, yaitu:

a) Manfaat teoritis: penelitian ini diharapkan berguna untuk

pengembangan ilmu dan peningkatan pemahaman terhadap manajemen

privasi komunikasi gay

b) Manfaat akademis: penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

memperkaya kajian tentang manajemen privasi komunikasi

khususnyapada LGBT

c) Manfaat praktis: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan

kepada LGBT guna memperkecil terjadinya depresi. Pada masyarakat,

pegiat Hak Asasi Manusia dan organisasi serupa diharapkan menjadi

referensi untuk dapat memahami dan merangkul LGBT agar terhindar

dari hal-hal negatif seperti narkotika, seks bebas hingga HIV/AIDS.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Interpretif

“Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam

penelitian ini, maka paradigma yang relevan dalam penelitian ini adalah paradigma

interpretif. Adapun pada tradisi kualitatif-interpretatif, manusia lebih dipandang

sebagai makhkuk rohaniah alamiah. Dalam pandangan ini, manusia sebagai makhluk

sosial sehari-hari bukan “berperilaku” berkonotasi mekanistik alias bersifat otomatis

seperti hewan, melainkan “bertindak” mempunyai konotasi tidak otomatis/mekanistik,

melainkan humanistik alamiah: melibatkan niat, kesadaran, motif-motif, atau alasan-

alasan tertentu, yang disebut Weber sebagai social action (tindakan sosial) dan bukan

social behavior (perilaku sosial) karena ia bersifat intensional; melibatkan makna dan

interpretasi yang tersimpan di dalam diri pelakunya. Dunia makna itulah yang perlu

dibuka, dilacak, dan dipahami untuk bisa memahami fenomena sosial apapun,

kapanpun, dan dimanapun” (Vardiansyah, 2008: 67).

Metodologi penelitian komunikasi kualitatif-interpretif akan membawa

pembahasan kembali ke rumpun ilmu-ilmu sosial. Dalam ilmu-ilmu sosial, Taylor dan

Bogdan (1992) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau gejala

yang diamati. Pendekatan kualitatif-interpretif diarahkan pada latar gejala secara

holistik (utuh menyeluruh) dan alamiah sehingga metodologi kualitatif tidak

mengisolasikan gejala ke dalam variabel.

13
Universitas Sumatera Utara
14

”Metode penelitian kualitatif cenderung dihubungkan dengan paradigma

interpretif. Metode ini memusatkan penyelidikan terhadap cara manusia memaknai

cara kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman

mereka. Paradigma interpretif menekankan perlunya memahami realitas sosial dari

berbagai sudut pandang orang-orang yang hidup di dalamnya. Realitas sosial yang

dihadapi manusia sudah terbentuk dari waktu ke waktu melalui proses komunikasi,

interaksi dan sejarah bersama” (Daymon& Immy, 2008: 6).

”Paradigma interpretif tumbuh berdasarkan ketidakpuasan dengan teori

positivis, karena perspektif positivis dipandang terlalu umum, terlalu mekanis, dan

tidak mampu menangkap keruwetan, nuansa, dan kompleksitas dari interaksi manusia.

Perspektif interpretif mencari sebuah pemahaman bagaimana kita berperilaku terhadap

dunia yang kita bentuk itu. Dalam pencarian pemahaman jenis ini, teori interpretif

mendekati dunia dan pengetahuan dengan cara yang sangat berbeda dengan cara teori

post-positivis”. (Ardianto, 2007: 124).

2.2 Kajian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan fenomenologi dan fokus

masalah penelitian yakni mengenai homoseksual dan Communication Privacy

Management (CPM) yang dijadikan sebagai bahan literatur dalam penelitian ini, yakni

sebagai berikut: yang pertama adalah penelitian Veritasia (2015). Metode penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah peneliti menggunakan pendekatan

interaksionisme simbolik. Terdapat keunikan strategi yang dilakukan gay dalam proses

Universitas Sumatera Utara


15

pengungkapannya. Pengungkapan pertama dilakukan kepada teman, bukan keluarga.

Keluarga dipandang memiliki resiko penolakan yang lebih besar daripada teman,

terutama tidak adanya pengakuan. Hal ini disebabkan oleh fungsi keluarga sebagai

pusat afeksi atau kasih sayang dan rasa aman yang tidak dimiliki oleh institusi lain.

Selain itu, dalam `pengungkapan kepada temannya, gay, baik dengan peran maskulin

maupun feminin lebih memilih teman perempuan daripada laki-laki karena perempuan

dengan femininitasnya dirasa lebih suportif secara emosional. Proses coming out gay

dilakukan secara bertahap dan dipengaruhi oleh reaksi pertama yang diterimanya.

Irene Angelina Sugiarto (2017) juga melakukan penelitian serupa. Penelitian

ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Perbedaan dengan penelitian yang

peneliti lakukan terdapat pada subjek penelitian dan objek penelitian, dimana peneliti

akan meneliti gay dan melihat manajemen privasi komunikasi pada pembukaan dan

penyembunyian diri. Penelitian ini menyebutkan bahwa individu menutup rapat

informasi privat terhadap keluarga tentang orientasi seksualnya sebagai perempuan

lesbian. Alasan penutupan informasi tersebut adalah karena individu takut bila terjadi

penyesalan dalam keluarganya. Individu melakukan pengungkapan kepada sahabat

atau orang terdekat yang dirasa sesuai kapasitasnya atau dirasa sama dengan dirinya.

Pengelolaan pada level individual dan kolektif, informan menggunakan beberapa

kriteria pengembangan aturan. Baik itu kriteria berdasarkan gender, kriteria

berdasarkan rasio resiko-keuntungan, dan kriteria berdasarkan budaya. Hasil penelitian

juga menunjukkan terjadinya beberapa gangguan batasan yang dialami oleh individu

atas privasi yang dimilikinya. Ketegangan yang tercipta tidak begitu besar dikarenakan

individu tidak pernah melakukan pengakuan diri kepada khalayak heterogen.

Universitas Sumatera Utara


16

Manajemen Privasi Komunikasi di Perguruan Tinggi Atlet: Menjelajahi Dilema

Privasi dalam Hubungan Interpersonal Mahasiswa Atletik/Penasihat Akademik

Mahasiswa-Atlet oleh Jason Thompson (Thompson, 2011). Metode penelitian

kualitatif dengan paradigma interpretif. Terdapat perbedaan subjek penelitian dengan

penelitian yang peneliti lakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengeksplorasi bagaimana penasehat atletik/ akademis secara komunikatif mengelola

batas-batas privasi dengan mahasiswa atlit. Penelitian ini menghadirkan beberapa

dilema spesifik penasehat yang berpengalaman. Penasehat atletik/akademik

mengalami berbagai jenis dilema yang berkisar pada informasi pribadi siswa-atlet yang

diungkapkan mengenai masalah akademis, atletik, dan pribadi

Penelitian lain yang membahas tentang CPM adalah Pengungkapan HIV

Kepada Pasangan / Pasangan Seksual Di Antara Orang Dengan HIV Aids (ODHA) di

Guangxi oleh Xiao dkk (2015). Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan

terletak pada objek dan subjek penelitian serta metode yang digunakan. Hasil penelitian

ini menyebutkan kedekatan emosional sangat penting bagi pengungkapan HIV dalam

hubungan sukarela (teman dan pasangan intim) dimana daya tarik bersama dapat

menjadi faktor hubungan yang penting. Ketegangan yang signifikan antara kebutuhan

untuk membangun kedekatan, perasaan berkewajiban untuk menginformasikan,

ketakutan akan penolakan, dan kebutuhan akan privasi di antara peserta studi.

Manajemen Privasi Komunikasi dalam Perdagangan Elektronik Penulis oleh

Miriam J. Metzger (Metzger, 2007). Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kuantitatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah

subjek dan metode penelitian. Subjek penelitian yang peneliti ambil adalah gay dan

Universitas Sumatera Utara


17

menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian ini adalah konsumen online

melakukan batasan antara informasi pribadi dan peraturan formulir untuk memutuskan

kapan harus mengungkapkan informasi yang sesuai dengan teori CPM. Konsumen

mengelola privasi mereka secara online melalui keputusan mereka untuk

mengungkapkan atau menyembunyikan informasi tentang dirinya ke pengecer online.

Andris Petersons dan Ilkhom Khalimzoda (Petersons & Ilkhom, 2016) dari

Universitas Turiba, Latvia juga melakukan penelitian serupa. Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif, deskriptif-korelasional. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah subjek penelitian dan metode yang

digunakan. Penelitian ini menyebutkan bahwa manajemen privasi penting dalam

menghadapi dilema komunikasi dan memfasilitasi pemecahan masalah privasi yang

sudah ada di kalangan siswa.

Shintia Adriani, Arifa I. Anggai, dan Retno A. Pradoponingrum (Adriani dkk,

2017) mengenai Pengungkapan Diri Gay Kepada Keluarga, menyebutkan bahwa

pengungkapan diri didasari karena salah satu anggota keluarga tidak sengaja

mengetahui bahwa informan adalah seorang gay. Berdasarkan hal tersebut, empat

orang informan akhirnya memutuskan untuk mengakui identitas seksualnya.

Sedangkan dua informan lain yang memutuskan untuk menyembunyikan dari

keluarga karena takut mengecewakan, dan takut akan mengalami penolakan dari

keluarga.

Dari uraian-uraian penelitian sejenis terdahulu di atas, yang menjadi perbedaan

penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

Universitas Sumatera Utara


18

adalah penekanan secara personal penerimaan diri serta manajemen privasi komunikasi

yang difokuskan pada gay.

2.3 Uraian Teori

2.3.1 Komunikasi Antarpribadi

Menurut Littlejohn dan Foss (2009), komunikasi antarpribadi (interpersonal

communication) adalah komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang.

Komunikasi ini banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai,

bagaimana mempertahankan suatu hubungan dan keretakan suatu hubungan.

Konteks dalam komunikasi interpersonal memiliki suatu faktor penting yang

dapat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan proses yang berlangsung. Adanya

pengalaman yang dimiliki baik oleh pihak pertama sebagai sumber maupun pihak

kedua sebagai penerima dapat memberikan pengaruh terhadap keberadaan pesan

maupun proses penyampaian pesan itu sendiri. Sebuah kegiatan interpersonal, selain

dilatarbelakangi oleh suatu bentuk pengalaman yang dimiliki oleh sumber maupun

penerima, juga dapat dilihat suatu hubungan yang sangat penting antara kedua belah

pihak. Pesan yang disampaikan dapat diterima oleh penerima dengan atau tanpa media

tertentu.

Menurut DeVito (1997: 332-333), tujuan dari komunikasi interpersonal,

dimana hal tersebut dapat dkatakan sebagai kelebihan yang terdapat dalam proses

komunikasi interpersonal. Beberapa tujuan yang dimaksud adalah:

Universitas Sumatera Utara


19

1. Untuk menemukan jati diri

Komunikasi Interpersonal memberi peluang seseorang untuk berbicara dan

mengetahui hal-hal yang disukai atau yang tidak disukai. Melalui Komunikasi

Interpersonal dapat membuka peluang bagi seseorang untuk “menampakkan”

dirinya pada orang lain. Dengan kata lain, melalui Komunikasi Interpersonal

seseorang dapat membentuk persepsi tentang dirinya sendiri maupun terhadap

orang lain.

2. Untuk menemukan/mengenal dunia luar

Banyak informasi yang diterima orang berasal dari hubungan interpersonal

yang dijalin bersama dengan orang lain. Pada kenyataannya, keyakinan, sikap,

serta nilai yang diyakini seseorang kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai

pertemuan yang dilakukannya dengan orag lain dibandingkan melalui media

tertentu bahkan pendidikan formal sekalipun.

3. Memelihara dan memantapkan hubungan

Sebagian besar waktu yang digunakan untuk melakukan Komunikasi

Interpersonal terpusat untuk memelihara hubungan dan memantapkan

hubungan sosial dengan orang lain.

4. Untuk mengubah perilaku dan sikap

Suatu proses Komunikasi Interpersonal sering dihadapkan pada pengaruh

interpersonal antara satu orang dengan orang lain yang melakukan komunikasi

tersebut. Dinyatakan bahwa seseorang lebih sering terpengaruh terhadap suatu

hal melalui Komunikasi Interpersonal dibandingkan melalui media massa.

Universitas Sumatera Utara


20

5. Untuk hiburan dan kesenangan

Komunikasi Interpersonal memberikan keseimbangan pada aktivitas

seseorang, yakni dimana seseorang dapat melakukan berbagai hal yang bersifat

serius dan formal sekaligus di lain waktu dapat membantu orang yang

bersangkutan untuk beristirahat dari “keseriusan” tersebut untuk mendapatkan

hiburan yang diperlukan.

6. Untuk membantu

Baik seorang profesional maupun bukan, dapat memperoleh

bantuan/pertolongan pada saat mereka melakukan Komunikasi Interpersonal

dengan orang lain.

Kehidupan sosial kita juga membutuhkan ruang privasi untuk melakukan

seperangkat komunikasi dalam diri kita. Jadi, jangan salah persepsi terhadap seseorang

yang ingin menyendiri atau sedang tidak mau diganggu. Bisa jadi seseorang itu sedang

melakukan introspeksi diri atau sedang berpikir.

Seseorang yang mampu berdialog dengan diri sendiri, berarti seseorang itu

mengenal dirinya. Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir,

merasa, mengamati, menginterpretasikan, dan bereaksi terhadap lingkungan sekitar

kita.

Proses berkomunikasi dengan diri sendiri secara sederhana dapat dilihat ketika

kita sedang berpikir. Ada seperangkat kinerja dalam otak dan tubuh kita yang

merangsang ketika kita sedang berpikir. Komunikasi interpersonal ada kaitannya

dengan ilmu psikologi, khususnya dalam hal berpikir yang dimulai dari adanya

rangsangan dari luar.

Universitas Sumatera Utara


21

Proses dalam komunikasi interpersonal secara sederhana melalui tahapan yang

dimulai dengan sensasi, persepsi, memori dan terakhir berpikir. Adapun tahapan

komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut :

1. Sensasi

Sensasi ini merupakan pengindraan yang akan menghubungkan kita dengan

lingkungan. Sensasi terkait dengan informasi yang kita terima. Proses sensasi

terjadi bila kita menerima informasi dan alat-alat indera kita mengubah

informasi tersebut menjadi bahasa yang mudah dipahami oleh otak.

2. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menerjemahkan pesan

yang diterima.

3. Memori

Memori merupakan sistem dalam otak kita yang berstruktur, yang

menyebabkan kita sanggup merekam fakta yang ada di dunia dan menggunakan

pengetahuan yang kita miliki untuk membimbing perilaku kita. Memori dalam

otak kita mengalami tiga proses, yaitu perekaman, penyimpanan dan

pemanggilan.

4. Berpikir

Berpikir merupakan proses menarik kesimpulan yang didapat setelah kita

melakukan pemahaman realitas dalam rangka mengambil keputusan,

memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru. Keempat tahapan

tersebut secara sederhana dapat dijelaskan seperti berikut: ketika kita menerima

Universitas Sumatera Utara


22

sebuah informasi, hal pertama yang menanggapi adalah alat indera kita, setelah

alat indera kita menerima rangsangan informasi, masuklah rangsangan ini ke

persepsi kita. Dalam persepsi informasi yang kita terima tidak serta merta kita

terima begitu saja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu pengalaman

dan peristiwa yang terjadi diseputar informasi yang diterima dengan peristiwa

lainnya yang berhubungan.

Tahap selanjutnya setelah kita mempersepsi informasi tersebut, masuk ke

dalam memori. Memori kemudian merekam, menyimpan dan memanggil informasi

yang tersimpan sewaktu-waktu. Tahap terakhir masuklah ke dalam proses berpikir kita,

yang mengulang sensasi yang diterima dipersepsi dan dimasukkan ke dalam memori,

yang akhirnya kita bisa menarik kesimpulan informasi yang kita terima.

Itulah mengapa ketika kita sedang berpikir terlihat seperti melamun atau

berbicara dengan diri sendiri, karena berpikir membutuhkan waktu yang tidak singkat,

karena bersifat situasional dan kondisional. Tetapi perlu diingat bahwa tidak selalu

komunikasi dapat berlangsung seperti yang diharapkan. Komunikasi akan menjadi

efektif apabila penerima pesan dapat menginterpretasikan pesan yang diterimanya

sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim pesan. Kenyataannya kita seringkali gagal

untuk saling memahami.

2.3.2 Keterbukaan Diri (Self disclosure)

2.3.2.1 Pengertian Keterbukaan diri

Keterbukaan diri menurut Johnson dalam Supratiknya (1995), dijelaskan

bahwa keterbukaan diri adalah mengungkapkan suatu tanggapan atau reaksi terhadap

Universitas Sumatera Utara


23

sebuah situasi yang sedang dihadapi, serta memberikan informasi tentang masa lalu

yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini tersebut.

Pengertian yang lebih lengkap dikemukakan oleh DeVito (1997), yang mengartikan

pengungkapan diri sebagai salah satu jenis komunikasi, dimana informasi tentang diri

yang biasanya dirahasiakan dan sebelumnya tidak diketahui orang lain, kemudian

dikomunikasikan.

Untuk bisa dikatakan pengungkapan diri (self disclosure), informasi harus bisa

diterima dan mampu dimengerti oleh orang lain. Menurut Johnson dalam Supratiknya

(1995), menyebutkan ada beberapa manfaat dan dampak keterbukaan diri terhadap

hubungan antar pribadi. Pertama, keterbukaan diri merupakan dasar bgi hubungan yang

sehat antara dua orang. Kedua, semakin individu bersikap terbuka kepada orang lain,

semakin orang lain tersebut akan menyukai individu tersebut. Akibatnya, orang lain

akan semakin terbuka kepada individu tersebut. Ketiga, orang yang rela membuka diri

kepada orang lain cenderung memiliki sifat-sifat seperti kompeten, terbuka, ekstrover,

fleksibel, adapatif, dan inteligen. Keempat, membuka diri kepada orang lain

merupakan dasar relsi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengn diri individu

sendiri mupun dengan orang lain. Kelima, membuka diri berarti bersikap realistik.

Maka pembukaan diri individu hrus jujur, tulus dan utentik.

2.3.2.2. Dimensi Self disclosure

Seperti halnya konsep diri yang memiliki berbagai dimensi, begitu juga halnya

dengan self disclosure. Joseph A. Devito menyebutkan ada 5 dimensi self disclosure,

yaitu “ukuran self disclosure, valensi self disclosure, kecermatan dan kejujuran,

Universitas Sumatera Utara


24

maksud dan tujuan, dan keakraban” (Devito, (1997: 40). Ini berbeda dengan dimensi

yang dikemukakan dalam Fisher (1986) yang menyebutkan “dua sifat pengungkapan

yang umum dalam self disclosure adalah memperhatikan jumlah (seberapa banyak

informasi tentang diri yang diungkapkan) dan valensi (informasi yang diungkapkan

bersifat positif atau negatif). Apabila diperbandingkan, fokus yang dikemukakan Fisher

hanya pada jumlah atau dalam istilah Devito “ukuran” dan valensi saja” (Fisher, 1986:

261). Kelima dimensi menurut Devito dapat dipadukan dengan apa yang diungkapkan

Fisher, dengan melihat aplikasinya dalam keseharian hidup.

1. Ukuran/jumlah self disclosure

Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri yang

diungkapkan seseorang. Jumlah tersebut bisa dilihat berdasarkan frekuensi seseorang

menyampaikan pesan-pesan self disclosure atau bisa juga dengan menggunakan ukuran

waktu, yakni berapa lama seseorang menyampaikan pesan-pesan yang mengandung

self disclosure pada keseluruhan kegiatan komunikasi seseorang dengan lawan

komunikasinya. Misalnya, dalam percakapan antara anak dan orang tuanya, tentu tidak

sepanjang percakapan di antara keduanya yang misalnya berlangsung selama 30 menit

bersifat self disclosure. Mungkin hanya 10 menit saja dari waktu tersebut yang

percakapannya menunjukkan self disclosure, seperti saat anak menyatakan

kekhawatirannya nilai rapornya jelek untuk semester ini atau tatkala di anak

menyatakan tengah jatuh hati pada seseorang.

2. Valensi Self disclosure

Hal ini berkaitan dengan kualitas self disclosure seseorang: positif atau negatif.

Saat seseorang menyampaikan siapa dirinya secara menyenangkan, penuh humor, dan

Universitas Sumatera Utara


25

menarik seperti yang dilakukan seorang tua yang berkepala botak yang menyatakan,

“Inilah model rambut yang paling cocok untuk orang seusia saya.” Ini merupakan self

disclosure yang positif. Sebaliknya, apabila orang tersebut mengungkapkan dirinya

dengan menyatakan, “Sudah berobat ke sana ke mari dan mencoba berbagai metode

mencegah kebotakan yang ternyata bohong semua, inilah hasilnya. Ini berarti self

disclosure negatif. Dampak dari self disclosure yang berbeda itu tentu saja akan

berbeda pula, baik pada orang yang mengungkapkan dirinya maupun pada lawan

komunikasinya.

3. Kecermatan dan Kejujuran

Kecermatan dalam self disclosure yang seseorang lakukan akan sangat

ditentukan oleh kemampuan seseorang mengetahui atau mengenal dirinya sendiri.

Apabila seseorang mengenal dengan baik dirinya, maka ia akan mampu melakukan self

disclosure dengan cermat. Bagaimana seseorang akan bisa menyatakan bahwa ia

termasuk orang yang bodoh apabila ia sendiri tidak mengetahui sejauh mana

kebodohannya dan tidak bisa juga merumuskan apa yang disebut pandai itu. Di

samping itu, kejujuran merupakan hal yang penting yang akan mempengaruhi self

disclosure seseorang. Oleh karena seseorang mengemukakan apa yang ia ketahui maka

ia memiliki pilihan, seperti menyatakan secara jujur, dengan dibungkus kebohongan,

melebih-lebihkan atau cukup rinci bagian-bagian yang ia anggap perlu. Untuk hal-hal

yang bersifat pribadi, banyak orang memilih untuk berbohong atau melebih-lebihkan.

Namun, self disclosure yang seseorang lakukan akan bergantung pada kejujurannya.

Misalnya, seseorang bisa melihat perilaku orang yang hendak meminjam uang.

Biasanya orang yang hendak berutang mengungkapkan permasalahan pribadinya

Universitas Sumatera Utara


26

seperti tak memiliki uang untuk belanja besok hari, anaknya sakit atau biaya sekolah

anaknya. Sering pula kemudian self disclosure dalam wujud penderitaan itu dilebih-

lebihkan untuk memancing iba orang yang akan dipinjami.

4. Maksud dan Tujuan

Salah satu hal yang seseorang pertimbangkan dalam melakukan self disclosure

adalah maksud atau tujuannya. Tidak mungkin orang tiba-tiba menyatakan dirinya

apabila tidak memiliki maksud dan tujuan tertentu. Seseorang mengungkapkan dirinya

dengan tujuan tertentu. Oleh karena menyadari adanya maksud dan tujuan self

disclosure itu maka ia pun melakukan kontrol atas self disclosure yang ia lakukan.

Orang yang melebih-lebihkan atau berbohong dalam melakukan self disclosure pada

satu sisi bisa dipandang sebagai salah satu bentuk kontrol supaya self disclosure-nya

mencapai maksud atau tujuan yang diinginkannya.

5. Keakraban

Fisher (1986) mengemukakan keakraban merupakan salah satu hal yang serta

kaitannya dengan komunikasi self disclosure. Apa yang diungkapkan itu bisa saja hal-

hal yang sifatnya pribadi atau intim misalnya mengenai perasaan seseorang, tetapi bisa

juga mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti pandangan seseorang terhadap

situasi politik mutakhir di tanah air atau bisa saja antara hal yang intim/pribadi dan hal

yang impersonal publik.

Universitas Sumatera Utara


27

2.3.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Self disclosure

Keterbukaan diri terjadi lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu dibandingkan

situasi yang lain. Dalam DeVito (1997:62), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keterbukaan diri, yaitu:

a. Norma berbalasan atau Efek Diadik

Seorang individu melakukan keterbukaan diri bila orang yang bersamanya juga

melakukan keterbukaan diri. Efek diadik ini berangkali membuat individu tersebut

merasa lebih aman sehingga memperkuat perilaku pengungkapan dirinya sendiri.

Pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai tanggapan atas

pengungkapan diri orang lain.

Self disclosure itu bersifat timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri

seseorang yang ditanggapi dengan keterbukaan lawan komunikasi yang membuat

interaksi antara seseorang dan lawan komunikasi bisa berlangsung. Keterbukaan diri

seseorang mendorong lawan komunikasinya dalam komunikasi atau interaksi di antara

dua orang untuk membuka diri juga. Inilah yang dinamakan efek diadik.

b. Kepribadian

Orang-orang yang pandai bergaul dan ekstrovert melakukan keterbukaan diri

lebih banyak ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan introvert. Perasaan

gelisah juga mempengaruhi derajat keterbukaan diri. Rasa gelisah adakalanya

meningkatkan keterbukaan diri dan adakalanya juga mengurangi keterbukaan diri.

Orang yang kurang berani bicara pada umumnya juga jarang melakukan keterbukaan

diri dari pada orang yang merasa nyaman dalam berkomunikasi.

Universitas Sumatera Utara


28

c. Jenis Kelamin

Faktor terpenting yang mempengaruhi keterbukaan diri adalah jenis kelamin.

Umumnya wanita lebih terbuka daripada pria. Wanita lebih senang lekas membagikan

informasi tentang dirinya ataupun orang lain. Sebaliknya pria lebih senang diam atau

memendam sendiri permasalahannya dari pada membeberkan kepada orang lain

d. Besar Kelompok

Keterbukaan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok

besar. Kelompok yang terdiri atas dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok

untuk pengungkapan diri. Dengan satu pendengar, pihak yang melakukan

pengungkapan diri dapat menerima tanggapan dengan cermat. Alasannya sederhana

saja. Jika khalayak komunikasi itu besar jumlahnya maka kita akan sulit mengontrol

dan menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita. Apabila khalayaknya kecil saja

maka kita bisa mengontrol situasi komunikasi dan bisa melihat umpan balik itu.

Apabila lawan komunikasi kita memberikan respons yang baik terhadap self

disclosure kita, dengan melakukan self disclosure juga maka proses komunikasi yang

menyingkapkan diri kita itu akan terus berlangsung.

e. Topik

Seseorang cenderung membuka diri tentang topik tertentu daripada topik yang

lain. Sebagai contoh, lebih mungkin mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaaan

atau hobi daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan. Seseorang juga lebih

sering mengungkapkan informasi yang bagus daripada informasi yang kurang baik.

Umumnya, makin pribadi dan negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan untuk

mengungkapkannya.

Universitas Sumatera Utara


29

f. Penerima hubungan

Keterbukaan diri dianggap berhasil bila ada umpan balik dari pendengar

informasi. Pria cenderung lebih terbuka kepada teman-temannya dari pada kepada

orang tuanya karena merasa memiliki satu tujuan. Sebaliknya wanita lebih suka terbuka

kepada orang tuanya atau teman prianya karena dianggap mampu memberikan

perlindungan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson, menunjukkan bahwa

“individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat

mengungkapkan diri dengan tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih

percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya

terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang

mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan

diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan

tertutup” (Ginau, 2009:12).

2.3.2.4 Resiko Keterbukaan Diri

Menurut Rosenfeld; Prager; Gergen; Egan (dalam Shirley dkk, 2007:292)

keterbukaan diri juga dapat untuk memenuhi kebutuhan dan memelihara keselarasan

serta membentuk kesehatan mental. Keterbukaan diri sangat penting dalam hubungan

antar manusia. Sifat timbal balik antar manusia dapat meningkatkan keakraban sosial

dalam menciptakan keterkaitan, perasaan suka, dan menghargai antar manusia.

Selain memiliki manfaat, keterbukaan diri juga dapat menimbulkan resiko atau

bahaya. Almas (2007:79) menemukan resiko dari keterbukaan diri yaitu mendapatkan

Universitas Sumatera Utara


30

hukuman dan tidak terjaganya rahasia. Seseorang yang melakukan keterbukaan diri

bisa saja memperoleh citra yang negatif dari orang lain, informasi yang diberikan akan

disalahgunakan untuk hal yang negatif, kehilangan kendali terhadap orang lain atau

terhadap situasi, terlihat seperti menyombongkan diri, dan adanya penolakan (Tubbs &

Moss, 2000:18).

Sedangkan menurut Bochner (dalam Devito, 2011), kita jangan hanya fokus

pada manfaat keterbukaan diri, namun juga harus melihat bahaya atau resiko yang

mungkin terjadi. Resiko keterbukaan diri tersebut di antaranya:

1. Penolakan Pribadi dan Sosial

Seseorang biasanya melakukan pengungkapan diri kepada orang yang ia

percaya. Selain itu, seseorang juga memilih mengungkapkan diri pada orang yang

dianggap mendukung pengungkapan dirinya. Namun memungkinkan terjadi penolakan

secara pribadi jika hal yang diungkapkan tidak disukai atau sesuai dengan komunikan.

2. Kerugian Material

Pengungkapan diri juga dapat menyebabkan kerugian material. Misalnya

seorang selebriti yang mengaku bahwa ia pecandu narkoba. Pihak yang akan

bekerjasama dengannya akan membatalkan kontrak, penggemar meninggalkannya dan

tawaran pekerjaan menurun.

3. Kesulitan intrapribadi

Reaksi terhadap pengungkapan yang dilakukan seseorang berupa penolakan

dan penghindaran, dapat menjadi beban baginya dan memungkinkan terjadinya stress

atau rasa sedih dan rendah diri, yang merupakan contoh kesulitan intrapribadi.

Universitas Sumatera Utara


31

Selain itu, Devito (2011) juga menyebutkan beberapa resiko pengungkapan diri

lainnya, yakni:

a) Resiko pribadi; Jika Anda sendiri mengungkapkan aspek kehidupan Anda yang

bervariasi dari nilai-nilai mereka kepada siapa Anda mengungkapkan, Anda

mungkin bertemu dengan penolakan bahkan dari teman terdekat dan anggota

keluarga.

b) Resiko Relasional; bahkan berlangsung dan tahan lamanya suatu hubungan,

pengungkapan diri dapat menyebabkan masalah.

c) Resiko Profesional; mengungkapkan pandangan politik atau sikap kelompok

agama atau ras yang berbeda dapat menciptakan masalah di tempat kerja.

2.3.3 Manajemen Privasi Komunikasi/ Communication Privacy Management

(CPM)

Teori Communication Privacy Management (CPM) merupakan teori yang

dikemukakan oleh Sandra Petronio. Teori ini menjelaskan adanya tekanan antara

keterbukaan dan rahasia pribadi antara sesuatu yang “bersifat umum” dan “rahasia”

dalam hubungan (Littlejohn dan Foss, 2009). Teori ini lahir dari ketertarikan para

peneliti pada kriteria pembentukan aturan dalam sistem manajemen aturan bagi

pembukaan. Para peneliti mengamati bahwa pria dan wanita memiliki kriteria yang

berbeda untuk menilai kapan harus terbuka dan kapan harus diam. Kriteria-kriteria ini

menuntun pada aturan-aturan yang berbeda pada pria dan wanita dalam hal

pembukaan.

Universitas Sumatera Utara


32

Dalam sebuah hubungan, tentu saja individu-individu yang terlibat di

dalamnya, terus mengatur batasan-batasan antara apa yang umum dan pribadi, antara

perasaan-perasaan tersebut yang ingin mereka bagi dengan orang lain dan yang tidak

ingin mereka bagi. Dalam tingkat kedekatan tertentu, batasannya dapat ditembus, yang

artinya informasi tertentu dapat diungkapkan atau dibagi; dan pada saat yang lain,

batasan ini tidak dapat ditembus dan informasi yang ada tidak dapat diungkapkan atau

tidak dapat dibagi. Sifat tembus dari sebuah batasan tidak berubah dan situasinya dapat

menyebabkan terbuka atau menutupnya batasan tersebut.

Semakin dapat mempertahankan batasan yang tertutup maka otonomi dan

keamanan informasi yang dimiliki semakin kuat, dan sebaliknya pembukaan batasan

dapat memberikan kedekatan dan pembagian yang lebih besar, juga disertai kelemahan

yang lebih besar. Tetapi memutuskan apa yang akan diungkapkan dan apa yang harus

dirahasiakan bukanlah keputusan yang dapat langsung diambil, melainkan merupakan

tindakan penyeimbangan yang berlangsung secara terus-menerus. Baik keterbukaan

dan privasi memiliki resiko serta penghargaan bagi seseorang dalam semua situasi yang

dihadapinya.

“CPM ini berakar pada asumsi-asumsi mengenai bagaimana seseorang individu

berpikir dan berkomunikasi sekaligus asumsi-asumsi mengenai sifat dasar manusia.

Yang dimaksudkan sebagai sesuatu yang bersifat “rahasia” dalam sebuah hubungan,

atau dapat juga disebut dengan informasi privat, merupakan informasi mengenai hal-

hal yang sangat berarti bagi mereka. Oleh karena itu, proses mengkomunikasikan

informasi privat dalam hubungan dengan orang lain menjadi apa yang disebut dengan

pembukaan pribadi (private disclosure)” (West dan Turner, 2008:256).

Universitas Sumatera Utara


33

Apa yang disebut dengan pembukaan pribadi memandang keterbukaan secara

berbeda dalam tiga cara: pertama, pembukaan pribadi memberikan penekanan lebih

pada isi personal dari pembukaan itu sendiri atau dengan kata lain lebih pada substansi

dari pembukaan atau pada hal-hal yang dianggap pribadi; kedua, teori ini mempelajari

bagaimana orang melakukan pembukaan melalui sistem yang didasarkan pada aturan;

dan yang terakhir, teori ini tidak melihat bahwa pembukaan hanyalah berkaitan dengan

diri tetapi juga mencakup kelompok.

Pada tahun McKenna-Buchanan, Stevie Munz & Justin Rudnick (2015)

melakukan penelitian tentang bagaimana strategi mengungkapkan atau

menyembunyikan orientasi seksual dosen LGBT di dalam kelas. Penelitian tersebut

membahas tentang dosen-dosen yang memiliki orientasi seksual meyimpang dan juga

kebingungan mereka dalam bagaimana mengungkapkan atau menyembunyikan

orientasi seksual mereka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara kualitatif. Dan memakai pendekatan teori management privasi komunikasi.

Hasil dari penelitian ini adalah dosen memiliki beberapa pertimbangan seperti budaya,

jenis kelamin, resiko serta manfaat dan beberapa criteria yang mereka miliki untuk

mengungkapkan atau menyembunyikan orientasi seksual mereka yang menyimpang

kepada mahasiswa dengan aturan pribadi mereka yang rumit. Relevansi yang terdapat

antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh McKenna-Buchanan adalah

teori yang di gunakan sama, yaitu teori Communication Privacy Management (CPM).

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

peneliti hanya berfokus pada gay dan keterbukaan identitas seksual yang dilakukan

oleh gay dalam lingkungan sosialnya.

Universitas Sumatera Utara


34

Teori CPM mencapai tujuan-tujuan ini dengan mengajukan lima asumsi dasar:

informasi privat, batasan privat, kontrol dan kepemilikan, sistem manajemen

berdasarkan aturan dan dialektika manjemen.

2.3.3.1 Informasi Privat

Ketika kita berfokus pada isi dari pembukaan memungkinkan kita untuk

menguraikan konsep-konsep mengenai privasi dan keintiman dan mempelajari

bagaimana mereka saling berhubungan. Banyak peneliti telah mengkombinasikan

pembukaan diri dengan keintiman seakan keduanya merupakan hal yang ekuivalen

walaupun dua hal ini merupakan dua konsep yang berbeda. Namun asumsi ini

memandang keintiman adalah perasaan atau keadaan mengetahui seseorang secara

mendalam dalam cara-cara fisik, psikologi, emosional dan perilaku karena orang ini

penting dalam kehidupan seseorang. Sebaliknya pembukaan pribadi tertarik dengan

proses bercerita dan merefleksikan diri dari informasi privat mengenai orang lain dan

kita.

2.3.3.2 Batasan Privat

Teori CPM bergantung pada metafora batasan untuk menjelaskan bahwa

terdapat garis antara bersikap publik dan bersikap privat. Pada satu sisi batasan ini,

orang menyimpan informasi privat untuk diri mereka sendiri, dan di sisi lain, orang

membuka beberapa informasi privat kepada orang lain di dalam relasi sosial mereka.

Ketika informasi privat dibagikan, batasan di sekelilingnya disebut batasan kolektif

(collective boundary), dan informasi itu tidak hanya mengenai diri, informasi ini

Universitas Sumatera Utara


35

menjadi milik hubungan yang ada. Ketika informasi privat tetap disimpan oleh seorang

individu dan tidak dibuka, maka batasannya disebut batasan personal (personal

boundary).

2.3.3.3 Kontrol dan Kepemilikan

Asumsi ini bergantung pada ide bahwa orang merasa mereka memiliki

informasi privat mengenai diri mereka sendiri. Sebagai pemilik informasi ini, maka

mereka percaya bahwa mereka harus ada dalam posisi untuk mengontrol siapa saja

(jika memang ada) yang boleh mengakses informasi ini. Jadi jika informasi privat itu

sudah diketahui oleh orang lain padahal pemilik informasi merasa tidak pernah

menyampaikan informasi privat tersebut artinya pemilik informasi kehilangan kontrol

atas informasi yang ia percaya sebagai miliknya.

2.3.3.4 Proses Manajemen Aturan Privasi

Sistem ini adalah kerangka untuk memahami keputusan yang dibuat orang

tentang informasi privat. West dan Turner (2008: 264) menyebutkan sistem manajemen

berdasarkan aturan ini memungkinkan pengelolaan pada level individual dan kolektif

serta merupakan pengaturan rumit yang terdiri atas tiga proses, yakni:

1. Karakteristik Aturan Privasi

Karakteristik Aturan Privasi ini memiliki dua fitur utama yakni pengembangan dan

atribut.

Universitas Sumatera Utara


36

A). Pengembangan aturan (rule development) dituntun oleh kriteria keputusan orang

untuk mengungkapkan atau menutupi informasi privat. Teori CPM menyatakan bahwa

lima kriteria keputusan digunakan untuk mengembangkan aturan-aturan privasi:

a) Kriteria berdasarkan budaya

Kriteria ini bergantung pada norma untuk privasi dan keterbukaan di dalam

sebuah budaya. Individu-individu dituntun di dalam harapan mereka akan

privasi dengan adanya nilai-nilai yang mereka pelajari dalam budaya mereka.

Oleh karena itu, kita dapat memahami bahwa individu-individu dengan budaya

berbeda akan memiliki sikap transparan yang berbeda pula.

b) Kriteria berdasarkan gender

Kriteria ini merujuk pada perbedaan-perbedaan yang mungkin muncul antara

pria dan wanita dalam menarik batasan privasi mereka. Walaupun perbedaan-

perbedaan ini tidak selamanya tidak dapat diubah, pria dan wanita sepertinya

bersosialisasi untuk mengembangkan aturan-aturan berbeda mengenai

bagaimana privasi dan pembukaan bekerja.

c) Kriteria motivasional

Tidak dapat dipungkiri bahwa orang membuat keputusan untuk membuka

sesuatu berdasarkan motivasi mereka. Beberapa orang mungkin akan memiliki

motif-motif seperti kontrol, manipulasi dan kekuasaan untuk membuka atau

menutupi informasi privat. Yang lain mungkin dimotivasi oleh keinginan untuk

mengklarifikasi diri mereka atau kedekatan hubungan. Selain itu mungkin akan

terdapat perbedaan individual pada motif-motif yang dimiliki orang-orang.

Universitas Sumatera Utara


37

d) Kriteria kontekstual

Kriteria kontekstual memiliki pengaruh terhadap keputusan yang dibuat orang

mengenai privasi. Menurut Petronio dalam Pengantar Teori Komunikasi, ada

dua elemen yang menyusun sebuah konteks, yaitu lingkungan sosial (keadaan-

keadaan khusus yang mungkin akan mendorong terjadinya pembukaan atau

keputusan untuk tidak membuka sesuatu) dan latar belakang fisik (keadaan-

keadaan fisik yang mungkin akan mendorong terjadinya pembukaan atau

keputusan untuk tidak membuka sesuatu).

e) Kriteria rasio resiko-keuntungan

Maksudnya adalah orang mengevaluasi resiko dibandingkan keuntungan dari

pembukaan atau penutupan suatu informasi.

B) Atribut aturan privasi (privacy rule attribute) terdiri dari dua, yaitu properti-properti

dari aturan itu sendiri dan cara orang mendapatkan aturan. Umumnya, properti aturan

(rule property), merujuk pada karakteristik-karakteristik dari aturan. Karakteristik

menunjukkan seberapa stabil atau dapat diubah sebuah peraturan itu, sedangkan cara

orang untuk mendapatkan aturan sendiri, dinyatakan bahwa orang mempelajari aturan

melalui proses sosialisasi atau melalui negosiasi dengan orang lain untuk menciptakan

aturan yang baru.

2. Koordinasi Batasan

Koordinasi batasan merujuk pada bagaimana kita mengelola informasi yang

dimiliki bersama. Hal ini adalah proses melalui mana sebuah keputusan dibuat dan

melalui mana masing-masing pelaku sama-sama menjadi pemilik dari sebuah

informasi privat. Dan menurut Petronio, seseorang mengatur informasi privat melalui

Universitas Sumatera Utara


38

aturan-aturan yang mengurangi pertalian batasan (merujuk pada hubungan yang

membentuk aliansi batasan individu.

Maksudnya hubungan yang secara teknis tersambung karena seseorang tak

sengaja mendengar sebuah informasi privat yang tidak ditujukan padanya tetapi

pertalian yang ada lemah karena orang tersebut tahu bahwa dia bukan penerima yang

dituju oleh informasi itu), hak kepemilikan batasan (merujuk pada hak-hak dan

keistimewaan yang diberikan pada pemilik pendamping dari sebuah informasi privat)

dan permeabilitas batasan (merujuk pada seberapa banyak informasi dapat melalui

batasan yang ada. Ketika akses terhadap suatu informasi privat ditutup, batasannya

disebut sebagai batasan tebal; sedangkan ketika aksesnya terbuka, batasannya disebut

sebagai batasan tipis.

3. Turbulensi Batasan

Hal ini muncul sebagai benturan ketika aturan-aturan koordinasi batasan tidak

jelas atau ketika harapan orang untuk manajemen privasi berkonflik antara satu dengan

lainnya. Menurut Afifi dalam Pengantar Teori Komunikasi, teori CPM berargumen

bahwa ketika individu mengalami turbulensi batasan, mereka akan mencoba untuk

membuat penyesuaian sehingga mereka dapat mengurangi turbulensi dan mencapai

koordinasi.

2.3.3.5 Dialektika Manajemen

Asumsi ini berfokus pada ketegangan-ketegangan antara keinginan untuk

mengungkapkan informasi privat dan keinginan untuk menutupinya. Jadi sering kali

dalam sebuah interaksi komunikasi, seseorang merasakan ketegangan-ketegangan

Universitas Sumatera Utara


39

tertentu yang dibawa sebagai akibat dari oposisi dan kontradiksi mengenai keinginan

untuk segera meninggalkan interaksi komunikasi karena tuntutan waktu, dengan

keinginan untuk merespon interaksi secara baik karena dia menikmati interaksi

tersebut.

2.3.3.6 Strategi-strategi Komunikasi Privasi

Pengungkapan mengenai identitas seksual merupakan sesuatu yang sulit untuk

dilakukan. Seorang homoseksual harus lebih bijaksana dalam memutuskan untuk

mengungkapkan mengenai identitas seksualnya terhadap keluarga, banyak keluarga

menyangkal mengenai identitas seksual anggota keluarganya dan memberikan respon-

respon yang negatif (Denes & Afifi, 2014).

Strategi komunikasi privasi berkaitan dengan teori CPM karena memiliki

kompleksitas di dalam mengungkapkan informasi pribadi seorang homoseksual.

Terdapat empat jenis strategi komunikasi privasi yaitu selection, timbal balik, ambigu,

dan pengalihan.

1. Strategi Seleksi

Strategi seleksi memberikan gambaran mengenai bagaimana sengaja secara

nonverbal maupun verbal untuk mengungkapkan identitas seksual. Walaupun proses

pengungkapan diri merupakan sesuatu yang membuat stress yang membuat kesehatan

mental negatif, namun hal tersebut juga dapat menjadi sebuah pengalaman yang positif

(Cox, Dewaele, van Houtte, & Vincke, 2010).

Universitas Sumatera Utara


40

2. Strategi Timbal Balik

Lingkungan adalah ruang yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk

mengungkapkan dan bertukar mengenai informasi pribadi. Strategi timbal balik

digabungkan dengan ketulusan dan kejujuran (Buchanan dkk, 2015). Strategi timbal

balik merupakan pengungkapan mengenai informasi pribadi yang dilakukan secara

sengaja untuk memberikan respon kepada orang lain. Strategi ini dimana seseorang

mengungkapkan mengenai informasi pribadinya setelah orang lain juga

mengungkapkan mengenai informasi pribadi. Pada faktor efek diadik dalam teori

keterbukaan diri menjelaskan bahwa seseorang akan melakukan pengungkapan diri

apabila orang lain juga melakukan pengungkapan (Devito, 2011).

3. Strategi Ambigu

Berbeda dengan strategi seleksi dan timbal balik yang secara terang-terangan

mengungkapkan mengenai identitas seksual sebagai seorang homoseksual, strategi

ambiguitas memilih untuk menghindari untuk mengungkapkan maupun

menyembunyikan identitas seksual mereka secara terang-terangan. Seorang

homoseksual biasanya memberikan beberapa kode pada strategi ini, mereka tidak

secara langsung dalam mengungkapan atau menyembunyikan identitas seksualnya

melainkan memberikan petunjuk yang membuat makna dari kalimatnya memiliki

beberapa arti, intinya adalah ambiguitas merupakan pesan yang memiliki banyak

interpretasi (Buchanan dkk, 2015).

4. Strategi Pengalihan

Berbeda dengan strategi sebelumnya di mana informan mengungkapan atau

menyembunyikan identitas seksual mereka, strategi ini menjelaskan mengenai

Universitas Sumatera Utara


41

informan yang sengaja mengalihkan topik pembicaraan mengenai topik identitas

seksual mereka (Buchananet dkk, 2015). Pada umumnya strategi pengalihan adalah

strategi yang efektif untuk mengalihkan mengenai pengungkapan ataupun

penyembunyian mengenai identitas seksual. Mengungkapkan diri di dalam keluarga

sebagai homoseksual dapat menjadi sesuatu hal yang sangat berisiko. Melihat dari

sudut pandang yang ada keterbukaan diri homoseksual merupakan sesuatu yang

dianggap tidak baik di dalam keluarga (Nordqvist & Smart, 2014).

2.3.4 Penerimaan Diri

2.3.4.1 Pengertian Penerimaan Diri

Germer (2009) mengartikan penerimaan diri sebagai kemampuan seseorang

untuk memiliki suatu pemikiran positif mengenai dirinya yang sebenarnya, dan hal ini

tidak muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh orang tersebut.

Sedangkan menurut Hurlock (1974) penerimaan diri adalah seberapa sejauh seorang

individu dapat mengidentifikasi karakteristik kepribadian yang dimilikinya dan

menerima untuk hidup dengan karakteristik tersebut. Menurut Jerslid (dalam Hurlock,

1974) individu yang dapat menerima dirinya memiliki penilaian akan realita dari

kelebihan-kelebihan yang ia miliki, kemudian hal tersebut dikombinasikan dengan

penghargaan terhadap dirinya dengan mengacuhkan pendapat orang lain. Individu

yang dapat menerima kelebihan yang ia miliki hak untuk menolak apa yang dirasa tidak

sesuai dengan dirinya dan mengakui segala kekurangan dirinya tanpa ada rasa

menyalahkan. Ditambahkan lagi oleh Hurlock (1974), penerimaan diri menjadi salah

Universitas Sumatera Utara


42

satu faktor yang penting dan memiliki peran terhadap kebahagiaan seseorang sehingga

ia mampu menyesuaian diri dengan baik.

Berdasarkan berbagai definisi yang dipaparkan diatas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa penerimaan diri adalah sikap individu yang menunjukkan ia mampu

menerima dan bahagia atas segala yang ia miliki dan tidak miliki serta mampu dan

bersedia untuk hidup dengan segala yang ada dalam dirinya, tanpa merasakan tidak

nyaman terhadap dirinya.

2.3.4.2 Tahapan Penerimaan Diri

Proses individu agar dapat menerima dirinya tidak muncul begitu saja,

melainkan terjadi melalui rangkaian proses secara bertahap. Germer (2009)

menyebutkan 5 fase yang terjadi pada tahapan penerimaan diri, yakni:

1. Penghindaran (Aversion)

Pertama-tama, reaksi individu jika dihadapkan dengan perasaan tidak nyaman

(uncomfortable feeling) yakni menghindar. Bentuk penghindaran dapat dilakukan

dengan berbagai cara, dengan melakukan perlawanan atau perenungan.

2. Keingintahuan (Curiosity)

Setelah melewati masa penghindaran, akan muncul rasa penasaran dan

keingintahuan dari terhadap masalah atau situasi yang ia hadapi. Hal ini membuat

individu ingin mencari tahu lebih lanjut mengenai masalah atau situasinya tersebut

walaupun hal tersebut membuat ia cemas.

Universitas Sumatera Utara


43

3. Toleransi (Tolerance)

Pada tahap ini, individu akan memilih menahan perasaan tidak nyaman yang

ia rasakan sambil berharap ketidaknyamanan tersebut akan hilang dengan sendirinya.

4. Membiarkan Begitu Saja (Allowing)

Setelah dapat bertahan akan perasaan tidak nyaman tersebut, individu akan

mulai membiarkan perasaan tersebut hadir dan hilang begitu saja. Individu secara

terbuka membiarkan ketidaknyamanan itu mengalir dengan begitu saja.

5. Persahabatan (Friendship)

Seiring dengan berjalannya waktu, individu akan mulai bersahabat dengan

perasaan tidak menyenangkan tadi dan mencoba mencari sisi positif atas kesulitan atau

situasi tersebut. Bukan berarti ia merasakan marah, melainkan individu mampu

mengubanya menjadi rasa bersyukur atas sisi positif yang ia dapatkan berdasarkan

situasi ataupun masalah yang hadir.

2.3.4.3 Kondisi yang Mendukung Proses Penerimaan Diri

Umumnya individu tidak dapat menerima dirinya dikarenakan masing-masing

individu memiliki ideal self yang lebih tinggi dibandingkan real self yang dimilikinya

(Hurlock, 1974). Apabila ideal self itu tidak realistis dan sulit untuk dicapai pada

kehidupan nyata, maka hal itu akan menimbulkan rasa frustrasi dan kecewa (Hurlock,

1974). Kondisi yang mendukung proses penerimaan diri tersebut, antara lain:

Universitas Sumatera Utara


44

1. Pemahaman Diri (Self-Understanding)

Pemahaman diri adalah persepsi tentang dirinya sendiri yang dibuat secara

jujur, tidak berpura-pura dan bersifat realistis. Pemahaman diri bukan hanya terpaku

pada mengenal atau mengakui fakta tetapi juga merasakan pentingnya fakta-fakta.

2. Harapan yang Realistis (Realistic Expectations)

Harapan yang realistis muncul jika individu menentukan sendiri harapannya

yang disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan dirinya, bukan harapan

yang ditentukan oleh orang lain.

3. Tidak adanya Hambatan Lingkungan (Absence of Environmental Obstacle)

Bila lingkungan sekitar tidak memberikan kesempatan atau bahkan malah

menghambat individu untuk dapat mengekspresikan dirinya, maka penerimaan diri

akan sulit untuk dicapai. Namun jika lingkungan, dan significant others turut

memberikan dukungan, maka kondisi ini dapat mempermudah penerimaan diri seorang

individu.

4. Sikap Sosial yang Menyenangkan (Favorable Social Attitudes)

Tiga kondisi utama yang menghasilkan evaluasi positif terhadap diri seseorang

antara lain, tidak adanya prasangka terhadap seseorang, adanya penghargaan terhadap

kemampuan-kemampuan sosial, dan kesediaan individu mengikuti tradisi suatu

kelompok sosial.

5. Tidak Adanya Stress Emosional (Absence of Severe Emotional Stress)

Ketiadaan gangguan stress yang berat akan membuat individu dapat bekerja

sebaik mungkin, merasa bahagia, rileks, dan tidak bersikap negatif terhadap dirinya.

Universitas Sumatera Utara


45

6. Jumlah Keberhasilan (Preponderance of Successes)

Ketika seseorang memiliki aspirasi tinggi, maka ia tidak akan mudah

terpengaruh oleh penilaian sosial tentang kesuksesan maupun kegagalan. Dia

kemudian akan menjadi lebih mudah dalam menerima dirinya sendiri, dimana ia telah

terpuaskan dengan keberhasilan yang telah dicapainya tanpa memikirkan pendapat

lingkungan sosial.

7. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik (Identification

with Well-Adjusted People)

Saat individu dapat mengidentifikasikan diri dengan orang yang memiliki

penyesuaian diri yang baik, maka hal itu dapat membantu individu untuk

mengembangkan sikap positif dan menumbuhkan penilaian diri yang baik. Lingkungan

rumah dengan model identifikasi yang baik akan membentuk kepribadian sehat pada

seseorang sehingga ia mampu memiliki penerimanaan diri yang baik pula.

8. Perspektif diri (Self-Persperctive)

Individu yang mampu melihat dirinya sebagaimana perspektif orang lain

memandang dirinya, akan membuat individu tersebut menerima dirinya dengan baik.

Dimana hal ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar.

9. Pola Asuh Masa Kecil Yang Baik (Good Childhood Training)

Konsep diri mulai terbentuk sejak masa kanak-kanak sehingga pengaruhnya

terhadap penerimaan diri seseorang tetap ada walaupun usia individu terus bertambah.

Dengan demikian, pola asuh juga turut mempengaruhi bagaimana seseorang dapat

mewujudkan penghayatan penerimaan diri.

Universitas Sumatera Utara


46

10. Konsep Diri yang Stabil (Stable Self-concept)

Jika seseorang ingin mengembangkan kebiasaan penerimaan diri, ia harus

melihat dirinya sendiri dalam suatu cara yang menyenangkan untuk menguatkan

konsep dirinya, sehingga sikap penerimaan diri itu akan menjadi suatu kebiasaan.

2.3.4.4 Efek Penerimaan Diri

Hurlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima

dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuian diri dan sosialnya. Hurlock (1974)

membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori:

1. Dalam Penyesuaian Diri (Effects on Self-Adjustment)

Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan

kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri

(self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan

dirinya. Penerimaan diri memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih

realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Dengan penilaian

yang realistis terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Ia

juga mampu membuat penilaian diri yang kritis (critical self-appraisals) yang

membantunya mengenal dan mengoreksi kekurangan yang ada pada dirinya. Selain itu

yang paling penting adalah mereka juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri

tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.

2. Dalam Penyesuaian Sosial (Effects on Social Adjustments)

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain.

Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain,

Universitas Sumatera Utara


47

memberikan perhatiannya pada orang lain, memiliki perasaan toleransi terhadap

sesama yang dibarengi dengan rasa selalu ingin membantu orang lain, serta menaruh

minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan

demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial

yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri. Ia dapat

mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain.

2.3.5 Gay

“Pada dasarnya pembahasan mengenai homoseksualitas juga mencakup

fenomena kaum gay. Atas dasar tersebut, maka setiap kajian mengenai

homoseksualitas dapat mencakup kajian mengenai gay. Gay merupakan kata ganti

untuk menyebut perilaku homoseksual. Homoseksual adalah ketertarikan seksual

terhadap jenis kelamin yang sama” (Feldman, 1990: 359). Gay adalah seorang pria atau

laki-laki yang memiliki orientasi seksual sesama jenis atau ketertarikan seksual

terhadap jenis kelamin yang sama. Dengan kata lain menyukai pria atau laki-laki secara

emosional dan seksual. Gay bukan hanya menyangkut kontak seksual antara seorang

laki-laki dengan laki-laki yang lain tetapi juga menyangkut individu yang memiliki

kecenderungan psikologis, emosional dan sosial terhadap laki-laki yang lain. Gay tetap

mengakui identitas jenis kelaminnya sebagai laki-laki, namun orientasi seksualnya

ditujukan kepada laki-laki.

Universitas Sumatera Utara


48

2.3.5.1 Penyebab Gay

Tidak ada ketetapan di kalangan ilmuwan mengenai penyebab yang mutlak

seseorang mengembangkan orientasi heteroseks, biseks, gay, atau lesbian. Banyak riset

yang meneliti kemungkinan pengaruh genetis, hormon, pertumbuhan, sosial, dan

budaya pada orientasi seksual. Namun, tidak ada temuan yang memungkinkan para

ilmuwan untuk menyimpulkan bahwa orientasi seksual ditentukan oleh (beberapa)

faktor tertentu. Meskipun banyak orang yang berpikir bahwa faktor alami dan pola asuh

memainkan peran yang kompleks, banyak orang yang merasa tidak memilih orientasi

seksual mereka. Namun beberapa pendekatan biologi menyatakan bahwa faktor

genetik atau hormon mempengaruhi perkembangan homoseksualitas.

“Psikoanalis lain menyatakan bahwa kondisi atau pengaruh ibu yang dominan

dan terlalu melindungi sedangkan ayah cenderung pasif. Psikoanalis menyatakan

bahwa kondisi atau pengaruh ibu yang dominan dan terlalu melindungi sedangkan ayah

cenderung pasif. Penyebab lain dari homoseksualitas seseorang yaitu karena faktor

belajar” (Feldmen, 2005: 360). Orientasi seksual seseorang dipelajari sebagai akibat

adanya hadiah dan hukuman yang diterima.

“Beberapa peneliti yakin bahwa homoseksualitas adalah akibat dari

pengalaman masa kanak-kanak, khususnya interaksi antara anak dan orangtua. Fakta

yang ditemukan menunjukkan bahwa homoseksual diakibatkan oleh pengaruh ibu yang

dominan dan ayah yang pasif” (Fakih, 2003: 312). Dalam masa perkembangan sebelum

masa dewasa awal Havighurst (Fakih, 2003) melalui perspektif psikososial

menyatakan periode yang beragam dalam kehidupan individu menuntut untuk

Universitas Sumatera Utara


49

penyelesaian tugas-tugas perkembangan khusus. Tugas-tugas tersebut berkaitan erat

dengan perubahan kematangan individu, masa sekolah, pekerjaaan, orientasi seksual,

pengenalan identitas gender, dan pengalaman beragama sebagai syarat untuk

memenuhi kebahagiaan hidupnya. Hurlock (1980) menjelaskan tugas-tugas

perkembangan manusia sebelum usia dewasa awal dimulai pada usia bayi, masa kanak-

kanak, masa puber, dan masa remaja.

Ahli sosiologi, Kenneth Kenniston menggunakan istilah masa muda atau youth,

yaitu periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa

perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara. Kenniston (dalam

Santrock, 2007:73) berpendapat bahwa “kaum muda tidak menetapkan pertanyaan-

pertanyaan yang jawabannya suatu saat akan menentukan masa dewasanya. Kaum

muda berusaha membangun diri secara mandiri dan menjadi terlibat secara sosial.

Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya

semakin bertambah besar”.

2.3.5.2 Coming Out

1) Pengertian Coming Out

Menurut Galink “coming out adalah proses dimana seseorang homoseksual

memberitahukan orang lain mengenai orientasi seksualnya. Coming out adalah proses

dari penemuan atau penerimaan diri sendiri dan pemberitahuan tentang orientasi

lesbian atau gay seorang individu kepada orang lain” (Putri, 2007: 2). Paul & Weinrich

(dalam Olivia, 2012: 4) menjelaskan lebih lanjut bahwa “coming out merupakan suatu

Universitas Sumatera Utara


50

penegasan bahwa identitas seksual sebagai homoseksual seorang individu terhadap diri

sendiri dan orang lain yang mengandung resiko berbahaya. Hal ini artinya adalah

individu mau tidak mau harus siap menerima label dari orang lain yang menghina

dirinya karena identitas seksual sebagai homoseksualnya dan dalam lingkup yang lebih

luas, hidup dalam masyarakat yang memusuhi. Dari definisi di atas, maka peneliti

menyimpulkan bahwa coming out adalah proses pemberitahuan kepada orang lain

tentang orientasi seksual yang dimilikinya”.

2) Proses Coming Out

Vaughan membuat sebuah review tentang model perkembangan coming out

homoseksual yang paling terkenal dan paling berpengaruh yang pernah dibuat oleh

Cass (1996), Coleman (1982), Lee (1977), McCarn & Fassinger (1996), Sophie (1986),

dan Troiden (1989). Vaughan dalam Olivia (2012: 5) membagi fokus terhadap proses

pengalaman coming out pada tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Awareness

Proses ini dimulai dengan kewaspadaan awal terhadap perasaan berbeda dari

teman sebaya yang memiliki gender yang sama. Mereka mulai untuk mengenali bahwa

mereka tidak cocok dengan teman sebaya mereka. Mereka juga kurang cocok terhadap

norma gender yang tradisional.

2. Exploration

Pada proses ini, homoseksual mengalami periode ketertarikan dan keterikatan

dengan homoseksual lain. Seiring dengan toleransi dan keterbukaan yang semakin

tinggi untuk menyelidiki seksualitas mereka, individu mulai untuk mencari lingkungan

Universitas Sumatera Utara


51

mereka dapat belajar dari kaum homoseksual lainnya tentang bagaimana artinya

menjadi homoseksual.

3. Acceptance

Tahap ini merupakan tahap individu menolak identitas heteroseksual dan

menginternalisasikan identitas sebagai homoseksual. Selain itu, penerimaan ini

dihubungkan dengan kontak sosial yang lebih luas dengan homoseksual lainnya,

menjalin pertemanan, dan mengejar kesempatan untuk terlibat dalam hubungan seksual

atau romantis dengan individu yang memiliki gender yang sama.

4. Commitment

Pada proses ini, individu semakin hanyut dalam komunitas homoseksual.

Akibatnya, individu seringkali menjadi aktivis sosial dan politik untuk

memperjuangkan hak yang sederajat bagi mereka dan yang lainnya serta berusaha

untuk mengubah stereotip yang negatif tentang homoseksual dalam masyarakat. Secara

internal, komitmen ini diekspresikan melalui penerimaan penuh dan tidak terkondisi

dari identitas homoseksual mereka.

5. Integration

Periode ini fokus pada pemerolehan kesesuaian maksimal antara pribadi dengan

lingkungannya dimana individu secara aktif menggabungkan identitas pribadi dan

sosial mereka dengan dan peran penting lainnya disertai dengan rasa hormat terhadap

keluarga, pekerjaan, dan komunitas.

Universitas Sumatera Utara


52

2.3.6 Interaksionisme Simbolik

George Herbert Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik,

dimana pemikirannya terangkum dalam konsep utama mengenai “mind”, “self” dan

“society” sebagaimana dijelaskan berikut ini (Mufid, 2009).

Mead mengatakan pikiran manusia menafsirkan benda-benda dan peristiwa

yang dialaminya, menjelaskan asal muasalnya dan meramalkannya. Pikiran manusia

menerobos dunia luar, seolah-olah mengenalnya dari balik penampilannya. Cara

manusia menafsirkan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya.

Mead (dalam Mufid, 2009:161-165) melihat ”pikiran dan diri menjadi bagian dari

perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi itu membuat

dia mengenal dunia dan dia sendiri. Mead mengatakan bahwa, pikiran (mind) dan diri

(self) berasal dari masyarakat (society) atau aksi sosial (social act)”.

a. Konsep Mead tentang “Mind”

Mead mendefinisikan “mind” (pikiran) sebagai fenomena sosial yang tumbuh

dan berkembang dalam proses sosial sebagai hasil dari interaksi. Mind dalam hal ini

mirip dengan symbol, yakni sebagai hasil dari interaksi sosial. Hanya, mind terbentuk

setelah terjadinya percakapan diri (self-conversation), yakni ketika seseorang

melakukan percakapan diri yang juga disebut sebagai berpikir. Karenanya bagi Mead,

berpikir tidak mungkin terjadi jika tidak menggunakan bahasa.

Konsepsi “mind” lebih merupakan proses daripada sebuah produk. Hal ini

berarti bahwa kesadaran bukanlah hasil tangkapan dari luar, melainkan secara aktif

Universitas Sumatera Utara


53

selalu berubah dan berkembang. Mead mengatakan bahwa, “consciousness (mind) is

not given, it is emergent”. Kesadaran (mind) tidak diberi, tapi dicari.

b. Konsep Mead tentang “Self”

Self, menurut Mead adalah proses yang tumbuh dalam keseharian sosial yang

membentuk identitas diri. Perkembangan self tergantung pada bagaimana seseorang

melakukan role taking (pengambilan peran) dari orang lain. Dalam role taking kita

mengimajinasikan tingkah laku kita dari sudut pandang orang lain.

Esensi self bagi Meadadalah reflexivity.Yakni bagaimana kita merenung ulang

relasi dengan orang lain untuk kemudian memunculkan adopsi nilai dari orang lain.

c. Konsep Mead tentang “Society”

“Society” menurut Mead adalah kumpulan self yang melakukan interaksi

dalam lingkungan yang lebih luas yang berupa hubungan personal, kelompok intim,

dan komunitas. Institusi society karenanya terdiri dari respon yang sama. “Society”

dipelihara oleh kemampuan individu untuk melakukan role taking dan generalized

others.

Holstein dan Gubrium (1997) menyebutkan “teori interaksionisme simbolik

berorientasi pada prinsip bahwa orang-orang merespons makna yang mereka bangun

sejauh mereka berinteraksi satu sama lain. Setiap individu merupakan agen aktif dalam

dunia sosial, yang tentu saja dipengaruhi oleh budaya dan organisasi sosial, bahkan ia

juga menjadi instrument penting dalam produksi budaya, masyarakat dan hubungan

yang bermakna memengaruhi mereka.

Mead dan pengikutnya menggunakan banyak konsep untuk menyempurnakan

cara lahirnya makna melalui interaksi dalam kelompok sosial. Contohnya, Mead

Universitas Sumatera Utara


54

berbicara tentang simbol signifikan (significant symbol) dengan makna yang sama

dalam sebuah masyarakat. Tanpa sistem penyimbolan yang sama aksi yang

terkoordinasi adalah tidak mungkin. Konsep penting lainnya dalam teori

interaksionisme simbolik adalah orang lain yang signifikan (significant others) yaitu

orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupan kita. Lalu orang lain (generalized

other) yang digeneralisasikan yakni konsep tentang orang lain merasakan kita dan tata

cara yang dipakai (role taking) yaitu pembentukan setelah perilaku setelah perilaku

orang lain. Konsep ini disusun bersama dalam teori interaksionisme simbolik untuk

menyediakan sebuah gambaran kompleks dari pengaruh persepsi individu dan kondisi

psikologis, komunikasi simbolik, serta nilai sosial dan keyakinan dalam sebuah

konstruksi sosial masyarakat. (Ardianto, 2007: 135).

Menurut Blumer (dalam Sunarto, 2004 : 38) bahwa pokok-pokok pikiran

interaksionisme simbolik terdiri dari tiga asumsi, yakni : pertama, bahwa manusia

bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) itu atas dasar makna (meaning) yang dimiliki

sesuatu tersebut baginya. Kedua, makna yang memiliki sesuatu tersebut berasal atau

muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Ketiga, bahwa makna

diperlakukan atau diubah melalui proses penafsiran (interpretative) yang digunakan

orang dalam menjumpai sesuatu yang unik.

Universitas Sumatera Utara


55

2.3.7 Teori Disonansi Kognitif

2.3.7.1 Pengertian Disonansi Kognitif

”Teori disonansi kognitif mengemukakan bahwa orang terdorong untuk

mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat suatu keadaan sesuai dengan

keadaan lainnya. Elemen kognitif adalah sesuatu yang dipercayai oleh seseorang, bisa

berupa dirinya sendiri, tingkah lakunya atau juga pengamatan sekeliling. Pengurangan

disonansi dapat timbul baik dengan menghilangkan, menambah atau mengganti

elemen-elemen kognitif” (Solomon, dalam Japariyanto, 2006: 81). Teori ini

menerangkan perasaan yang dimiliki individu ketika menemukan diri sendiri

melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui atau mempunyai

pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang dipegang (Turner, 2007).

Roger Brown (1965) mengatakan, dasar dari dari teori ini mengikuti sebuah

prinsip yang cukup sederhana : “Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan

ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk

mencapai konsonansi”. Brown menyatakan bahwa teori ini memungkinkan dua elemen

untuk memiliki tiga hubungan yang berbeda satu sama lain, konsonan; disonan; dan

tidak relevan (Turner, 2007 : 137). Secara sederhana, proses disonansi kognitif

digambarkan dalam kerangka :

a) Adanya sikap, pemikiran, sikap, dan perilaku yang tidak konsisten

berakibat pada;

b) Dimulainya disonansi yang juga berakibat pada;

Universitas Sumatera Utara


56

c) Adanya rangsangan yang tidak menyenangkan, yang berusaha dikurangi

dengan;

d) Usaha-usaha untuk menghilangkan disonansi.

1) Asumsi Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan

perilaku mengubah sikap. Teori ini berfokus pada efek inkonsistensi yang ada diantara

kognisi-kognisi. Turner (2007 : 139) menyebutkan empat asumsi dasar dari teori

disonansi kognitif :

a) Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan

perilakunya.

b) Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis.

c) Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan

tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.

d) Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha

untuk mengurangi disonansi.

2) Konsep Disonansi Kognitif

Karena adanya konsep disonansi kognitif para teoritikus berusaha untuk

melakukan prediksi hal-hal yang mempengaruhi tingkatan disonansi yang dirasakan

seseorang dan bagaimana tindakannya untuk mengatasi disonansi tersebut. Menurut

Zimbardo, Ebbesen, dan Maslach (dalam Turner, 2008 : 141), tiga faktor yang

mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang antara lain:

Universitas Sumatera Utara


57

a) Tingkat kepentingan (importance). Tingkat kepentingan atau seberapa

signifikan suatu masalah berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang

dirasakan.

b) Jumlah disonansi dipengaruhi oleh rasio disonansi (dissonance ratio), atau

jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang kosonan. Ada

kogsonansinya disonan dengan perilakunya dan ada kogsonansinya disonan

dengan prilaku konflik. Tingkat disonansi dipengaruhi oleh rasionalitas

(rationale) yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi.

Rasionalitas merujuk kepada alasan yang dikemukakan untuk menjelaskan

mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyak alasan yang dimiliki

seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit

disonansi yang seseorang rasakan.

Disonansi dapat dikurangi dengan baik melalui perubahan perilaku maupun

sikap, kebanyakan penelitian difokuskan pada sikap. Menurut Turner, (2008:141),

disonansi dapat dikurangi dengan:

a. Mengurangi pentingnya keyakinan disonan kita. Yang dimaksud adalah dengan

berusaha mengurangi keyakinan dalam diri bahwa kita mengalami disonansi.

b) Menambahkan keyakinan yang konsonan. Menumbuhkan keyakinan dalam diri

untuk merasakan kenyamanan dan keseimbangan sehingga tidak merasakan

disonansi.

c) Menghapuskan disonansi dengan cara yang teratur. Berusaha meminimalisir

perasaan disonansi dan berusaha melupakannya.

Universitas Sumatera Utara


58

3) Teori Disonansi Kognitif dan Persuasi

Teori disonansi kognitif membuka peluang bagi persuasi dalam keadaan

disonansi. Teori ini menyarankan untuk dapat mempersuasi seseorang, perlu ada

strategi yang berfokus pada inkonsistensi dan juga penyediaan akan perilaku baru yang

memungkinkan adanya konsistensi atau konsonansi. Teori ini menjelaskan ketika

orang berada dalam disonansi mereka cenderung untuk mengurangi disonansi kognitif

mereka dengan mencari persuasi dari orang lain yang dapat mengurangi disonansi

kognitif mereka. Persuasi yang dibutuhkan ini dapat diterima dari orang lain atau dari

diri sendiri (self-persuasion) (West & Turner, 2010: 114).

Menurut Turner (2007: 142), teori disonansi kognitif berkaitan juga dengan

beberapa hal di bawah ini:

a) Terpaan selektif, mencari informasi yang konsisten yang belum ada. CDT

memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang

meningkatkan disonansi dan mencari informasi konsisten dengan sikap dan

perilaku mereka.

b) Perhatian selektif, memberikan perhatian pada informasi yang sesuai

dengan sikap dan perilakunya.

c) Interpretasi selektif, melibatkan penginterpretasian informasi yang ambigu

sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan interpretasi selektif,

kebanyakan orang menginterpretasikan sikap teman dekatnya lebih sesuai

dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya terjadi.

Universitas Sumatera Utara


59

d) Retensi selektif, merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang

konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita

lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten disonansi yang seseorang

rasakan.

2.3.8 Penetrasi Sosial

2.3.8.1 Pengertian Penetrasi Sosial

Teori penetrasi sosial merupakan salah satu teori dalam kajian komunikasi

interpersonal yang dikemukakan oleh dua orang ahli psikologi, Irwin Altman dan

Dalmas A.Taylor (1973). Menurut Altman (1973: 5), penetrasi sosial mengacu pada:

1) sikap-sikap interpersonal yang nampak dan terjadi dalam interaksi sosial,

dan

2) proses-proses subjektif internal yang mendahului, mendampingi dan

mengikuti suatu pertukaran. Hal ini mencakup sikap berorientasi secara

verbal, non-verbal dan secara lingkungan, yang semuanya juga memiliki

komponen-komponen mendasar dan afektif/emosional. Sikap-sikap verbal

mencakup pertukaran informasi, sikap-sikap non-verbal mencakup

penggunaan anggota badan, misalnya perawakan dan posisi, gerak-gerik,

gerakan lengan dan kepala, ekspresi wajah seperti tersenyum, pelototan mata

dan sebagainya. Sikap-sikap yang berorientasi pada lingkungan

misalnyajarak pribadi dan spesial diantara orang dan penggunaan dari objek

fisik dan area-area.

Universitas Sumatera Utara


60

”Teori penetrasi sosial ini disusun berdasarkan suatu gagasan yang menyatakan

bahwa manusia membuat keputusan didasarkan atas prinsip “imbalan” dan “biaya”.

Imbalan mengacu pada kesenangan, kepuasan dan kegembiraan yang dinikmati

seseorang. Sementara biaya mengacu pada setiap faktor yang bertindak menghambat

atau menghalangi pelaksanaan serangkaian perilaku” (Altman, 1973: 31).

Dari apa yang disampaikan oleh Irwin Altman dan Dalmas A.Taylor tersebut

dapat dipahami bahwa orang akan memperhitungkan apa yang bisa diterima atau

keuntungan apa yang akan diperoleh dalam sebuah hubungan. Orang akan

mengungkapkan berbagai informasi tentang dirinya bila rasio antara biaya (cost) dan

imbalan (reward) bisa diterimanya. Perhitungan cost-reward tersebut juga akan

digunakan untuk memperkirakan implikasi dari interaksi yang akan dilakukan

selanjutnya.

”Teori penetrasi sosial berupaya mengidentifikasi proses peningkatan

keterbukaan diri dan keintiman seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang

lain” (Morissan, 2014: 296).

2.3.8.2 Proses Penetrasi Sosial

Morissan (2014) memberi gambaran individu dalam teori penetrasi sosial

seperti “bola”. ”Di bagian dalam bola tersebar berbagai macam catatan atau rekaman

informasi mengenai seorang individu seperti pengalaman, pengetahuan, ide, pemikiran

dan tindakan yang pernah dilakukan. Perempumaan “bola” ini tidak jauh dari gambaran

terhadap individu pada awal perkembangan teori penetrasi sosial pada tahun 1960-an.

Universitas Sumatera Utara


61

Menurut teori ini, untuk mengetahui atau mengenal diri orang lain dapat dilakukan

dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) bola diri orang bersangkutan” (Morissan,

2014: 297).

”Menurut Altman dan Taylor hubungan yang tidak intim bergerak menuju

hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri. Proses ini memungkinkan orang

untuk saling mengenal dalam sebuah hubungan. Self disclosure membantu membentuk

hubungan masa kini dan masa depan antara dua orang, dan membuat diri terbuka

terhadap orang lain memberikan kepuasan yang intrinsik” (Wulandari, 2013: 106).

2.3.8.3 Tahapan Proses Penetrasi Sosial

Menurut Altman dan Taylor (1973), proses penetrasi sosial melalui beberapa

tahap perkembangan, yakni :

1) Orientasi (orientation)

Tahap ini merupakan tahap paling awal dalam sebuah interaksi yang terjadi

pada bagian terluar dari kepribadian di tingkat “wilayah publik”. Pihak-pihak yang

terlibat dalam interaksi hanya berbagi sedikit sekali informasi mengenai diri masing-

masing. Mereka hanya berbagi informasi yang bersifat umum saja. Ucapan atau

komentar yang diberikan oleh mereka hanya sekedar untuk basa-basi yang hanya

menunjukkan informasi pada tingkat permukaan saja atau informasi yang nampak

secara kasat mata saja. Pada tahap ini komunikasi bersifat tidak pribadi (impersonal)

dan masing-masing pribadi cenderung untuk tidak saling mengkritik atau mengevaluasi

secara terbuka, khususnya pada perilaku negatif. Kalaupun terdapat evaluasi atau kritik

Universitas Sumatera Utara


62

maka mereka akan melakukannya secara halus, yang bisa diterima secara kultural dan

tidak secara emosional.

2) Pertukaran Penjajakan Afektif (Exploratory Affective Exchange)

Tahap pertukaran penjajakan afektif adalah tahap perluasan area publik diri,

aspek kepribadian baru saja ditunjukkan sebelum transaksi informasi yang lebih detail

dan dengan pemahaman, keunikan dan efesiensi komunikasi yang lebih tinggi. Tahap

ini terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian individu mulai muncul. Apa yang

semula menjadi wilayah pribadi berubah menjadi wilayah publik. Perkataan dan respon

non-verbal menjadi lebih sinkron, arus interaksi menjadi lebih halus, isyarat lebih cepat

dan diinterpretasikan secara akurat. Orang-orang yang terlibat interaksi mulai

menggunakan kata-kata atau ungkapan yang lebih personal. Hubungan pada tahap ini

secara umum lebih bersahabat, santai, dan kasual, namun komitmen masih terbatas dan

bersifat sementara.

3) Pertukaran Afektif (Affective Exchange)

”Pertukaran afektif kurang lebih menandakan hubungan persahabatan karib di

antara orang-orang yang saling mengenal dengan baik dan telah memiliki riwayat

pergaulan yang begitu tulus. Pertukaran berlangsung dengan bebas dan lepas. Masing-

masing dari mereka merasa senang dan nyaman antara satudengan yang lainnya. Tahap

pertukaran afektif termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” di mana

komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat,

sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan”

(Wulandari, 2013: 107).

Universitas Sumatera Utara


63

4) Pertukaran Stabil (Stable Exchange)

”Tidak banyak hubungan yang mampu sampai dalam tahapan ini. Pertukaran

yang stabil ini berlanjut untuk menggambarkan keterbukaan, kekayaan hubungan di

wilayah publik. Sangat jarang terjadi permasalahan atau kesalahpahaman dalam

memaknai komunikasi di lapisan terluar dari kepribadian. Pada tahap ini komunikasi

berjalan dengan efisien, ada banyak jalan dalam mengekspresikan perasaan yang sama,

dan terdapat kesinkronan dan kesalingtergantungan. Tahap pertukaran stabil ini

berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka

yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi.

Individu menunjukkan perilaku yang sangat intim sekaligus sinkron yang berarti

perilaku masing-masing individu sering kali berulang, dan perilaku berulang itu dapat

diantisipasi atau diperkirakan oleh pihak lain secara cukup akurat. Jarang terjadi

kesalahpahaman dalam mengintepretasikan makna komunikasi karena masing-masing

pihak cukup berpengalaman dalam melakukan klarifikasi satu sama lain terhadap

berbagai keraguan pada makna yang disampaikan” (Wulandari, 2013: 108).

2.3.9 Teori Tindakan Beralasan

”Theory of Reasoned Action (TRA) menjelaskan tentang perilaku yang berubah

berdasarkan hasil dari niat perilaku, dan niat perilaku dipengaruhi oleh norma sosial

dan sikap individu terhadap perilaku” (Eagle, Dahl, Hill, Bird, Spotswood, & Tapp,

2013: 123). Norma subjektif mendeskripsikan kepercayaan individu mengenai perilaku

yang normal dan dapat diterima dalam masyarakat, sedangkan untuk sikap individu

terhadap perilaku berdasarkan kepercayaan individu atas perilaku tersebut.

Universitas Sumatera Utara


64

Menurut (Lee & Kotler, 2011: 198), ”theory of reason action yang

dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein, menyatakan bahwa prediksi terbaik mengenai

perilaku seseorang adalah berdasarkan minat orang tersebut. Minat perilaku didasari

oleh 2 faktor utama, yaitu : kepercayaan individu atas hasil dari perilaku yang

dilakukan dan persepsi individu atas pandangan orang-orang terdekat individu terhadap

perilaku yang dilakukan”.

Dapat dikatakan bahwa sikap akan mempengaruhi perilaku melalui suatu

proses pengambilan keputusan yang cermat dan memiliki alasan dan akan berdampak

terbatas pada tiga hal, yaitu :

a) Sikap yang dijalankan terhadap perilaku, didasari oleh perhatian atas hasil yang

terjadi pada saat perilaku tersebut dilakukan.

b) Perilaku yang dilakukan oleh seorang individu, tidak saja didasari oleh

pandangan atau persepsi yang dianggap benar oleh individu, melainkan juga

memperhatikan pandangan atau persepsi orang lain yang dekat atau terkait

dengan individu.

c) Sikap yang muncul didasari oleh pandangan dan persepsi individu, dan

memperhatikan pandangan atau persepsi orang lain atas perilaku tersebut, akan

menimbulkan niat perilaku yang dapat menjadi perilaku.

”Pada tahun 1988, Ajzen mengembangkan theory of reasoned action dengan

menambahkan kepercayaan individu dan persepsi individu mengenai kontrol perilaku,

yaitu kepercayaan bahwa individu dapat melakukan suatu perilaku didasari oleh

kemampuan untuk melakukannya” (Lee & Kotler, 2011: 198). Teori ini dinamai

dengan Teori Perilaku Terencana (theory of planned behaviour). Inti dari teori perilaku

Universitas Sumatera Utara


65

terencana mencakup 3 hal yaitu, keyakinan akan kemungkinan hasil serta evaluasi dari

perilaku tersebut (behavioral beliefs), keyakinan akan norma yang diharapkan serta

motivasi untuk memenuhi harapan yang diinginkan (normative beliefs), dan keyakinan

tentang suatu faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran

akan kekuatan faktor tersebut (control beliefs).

Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku menurut

Theory of Reasoned Action dipengaruhi oleh niat individu, dan niat tersebut terbentuk

dari sikap dan norma subjektif. Salah satu variabel yang mempengaruhi, yaitu sikap,

dipengaruhi oleh hasil tindakan yang sudah dilakukan pada masa lalu. Sedangkan

norma subjektif, akan dipengaruhi oleh keyakinan pada pendapat orang lain serta

motivasi untuk menaati pendapat orang lain tersebut. Sederhananya, individu akan

melakukan suatu tindakan, jika memiliki nilai positif dari pengalaman yang sudah ada

dan tindakan tersebut didukung oleh lingkungan individu tersebut.

2.4 Kerangka Pemikiran

Seorang gay harus sudah mampu menerima dirinya. Setelah ia mampu

menerima dirinya, maka selanjutnya ia memilih akan mengungkapkan atau

menyembunyikan identitas seksualnya. Seorang gay perlu melakukan manajemen

komunikasi privasi untuk meminimalisir segala kemungkinan terburuk, baik pada saat

mengungkapkan atau menutupi dirinya. Melalui proses manajemen komunikasi privasi

tersebut, akan ditemukan apa saja kriteria dan strategi yang gay gunakan. Kerangka

pemikiran dalam penelitian ini berawal dari seorang gay di Cangkang Queer, kemudian

digali bagaimana proses ia menerima diri. Setelah itu dilihat bagaimana dan kepada

Universitas Sumatera Utara


66

siapa saja ia memilih mengungkapkan dan menyembunyikan identitas seksualnya dan

sebagai output dari penelitian ini adalah kriteria aturan privasi dan strategi komunikasi

privasi.

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran

Manajemen privasi
komunikasi pada
pengungkapan
Gay di identitas seksual
Cangkang Queer Penerimaan 1. Kriteria
diri aturan
Manajemen privasi privasi
komunikasi pada
2. Strategi
- Disonansi kognitif penyembunyian
identitas seksual komunikasi
-Penetrasi sosial
privasi
-Tindakan beralasan

Sumber: hasil pemikiran peneliti 2018

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Kualitatif

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi interaksionisme

simbolik. Deddy Mulyana mengatakan “Metode penelitian kualitatif dalam arti

penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip

angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk

dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-alih mengubah

menjadi entitas-entitas kuantitatif” (Mulyana, 2003:150).

Penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan

perilaku informan. Melalui penelitian kualitatif, penulis mengenali informan dan

merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Maka proses

penelitian ini berpikir induktif, peneliti melihat langsung situasi dan latar belakang

fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian pada suatu peristiwa kehidupan

sesuai dengan konteks penelitian. Thomas Lindlof menyebutkan bahwa “metode

kualitatif dalam penelitian komunikasi dengan paradigma fenomenologi,

etnometodologi, interaksi simbolik, etnografi, dan studi budaya, sering disebut sebagai

paradigma interpretif” (Lindlof, 1995:27-28).

67
Universitas Sumatera Utara
68

3.2 Aspek Kajian

Pemahaman manajemen privasi komunikasi pada pengungkapan dan

penyembunyian identitas seksual gay kepada lingkungan sosial melalui paradigma

interpretif, secara umum mencakup beberapa aspek, yaitu:

a) Realitas-realitas adanya proses penerimaan diri yang harus dilalui gay serta

adanya cara tertentu yang digunakan gay untuk mengungkapkan atau menutupi

orientasi seksual mereka kepada lingkungan sosial. Ketiga hal tersebut

didasarkan pada adanya perbedaan latarbelakang gay itu sendiri baik sifat diri

gay maupun kondisi keluarga dan lingkungan gay.

b) Penelitian tentang cara mengungkapkan dan menutupi identitas seksual dapat

dilihat melalui teori manajemen privasi komunikasi. Sedangkan untuk melihat

proses penerimaan diri gay dapat dilihat melalui teori penerimaan diri (self

acceptance).

c) Pada penelitian ini dilihat bagaimana proses penerimaan diri gay, kemudian

dilihat apakah setelah bisa menerima diri, gay memilih untuk mengungkapkan

atau menyembunyikan identitas seksualnya. Setelah mengetahui hal tersebut,

maka selanjutnya dilakukan analisis mengenai cara gay mengungkapkan

orientasi seksualnya dengan menggunakan tiga aspek proses manajemen

aturan privasi dan empat strategi komunikasi privasi.

Universitas Sumatera Utara


69

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu keseluruhan objek dimana terdapat beberapa

narasumber atau informan yang dapat memberikan informasi tentang masalah yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Wawancara dilakukan berdasarkan

kriteria tertentu kepada subjek penelitian. Pada penelitian ini, subjeknya adalah

anggota organisasi Cangkang Queer.

3.3.1 Informan Penelitian

Penelitian Kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil

penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi

dan sampel. Subjek penelitian menjadi informan yang memberikan berbagai informasi

yang diperlukan selama proses penelitian informan dari penelitian ini ditentukan

melalui suatu teknik yang diharapkan dapat memenuhi kriteria respoden yang

dibutuhkan.

Kriteria informan yang baik adalah, “all individuals studied represent people

who have experienced the phenomenon”(Kuswarno, 2009:132). Berdasarkan hal

tersebut, maka kriteria informan utama pada penelitian ini adalah:

1. Seorang gay

2. Sudah coming out dan melakukan pengungkapan diri pada lingkungan sosialnya, di

luar sesama anggota organisasi Cangkang Queer.

Universitas Sumatera Utara


70

Sedangkan untuk triangulasi, maka peneliti mewawancarai orang-orang di

lingkungan sosial gay, dengan kriteria orang tersebut harus sudah mengetahui orientasi

seksual gay tersebut melalui pengungkapan diri yang dilakukan gay itu sendiri.

Dalam penelitian kualitatif tidak hanya bisa hanya berhenti hanya dengan

kriteria, karena dengannya hanya diperoleh jumlah responden yang memenuhi kriteria,

bukan responden penelitian. Pengumpulan data dengan intensive-interview pada

penelitian ini dilakukan melalui wawancara-mendalam dari satu informan bergulir ke

informan lain yang memenuhi kriteria sampai menghasilkan data jenuh. “Snowball

adalah teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-informan, dan dari key

informan inilah berkembang sesuai petunjuknya. Dalam hal ini peneliti hanya

mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel” (Subagyo,

2006:31). Data dikatakan jenuh jika sudah tidak ada lagi informan yang bersedia

diwawancarai dan tidak ada kebaharuan data yang didapatkan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Menurut Creswell (1998), dalam penelitian ini, proses pengumpulan data dapat

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.1
Metode Pengumpulan Data

Hal yang diamati Gay yang melalui proses penerimaan diri


dan melakukan pengungkapan namun di
sisi lain juga menyembunyikan identitas
seksual dan bagaimana cara gay
melakukannya

Universitas Sumatera Utara


71

Akses data Menemukan gay yang sudah bisa


menerima diri dan pernah melakukan
pengungkapan identitas seksualnya

Strategi pengambilan informan Melakukan pendekatan dengan anggota


Cangkang Queer melalui Dika, gay yang
pernah menjadi narasumber peneliti,
yang merupakan ketua Cangkang Queer

Bentuk data Hasil wawancara dengan gay dituliskan


dalam bentuk naskah transkrip untuk
kemudian dipaparkan secara naratif.

Proses perekaman data Wawancara mendalam dengan alat bantu


perekam untuk menjaga keakuratan
wawancara dan transkrip, melakukan
dokumentasi. Wawancara mendalam
dilakukan sampai data cukup.

Isu lapangan Adanya fenomena pengalaman gay yang


melakukan pengungkapan identitas
seksualnya dengan cara yang berbeda

Penyimpanan data Rekaman suara, transkrip wawancara


hingga hasil dan pembahasan disimpan
dalam laptop, ponsel dan email sebagai
bentuk back-up

Universitas Sumatera Utara


72

3.4.1 Studi Pustaka

Menurut J. Supranto seperti yang dikutip Ruslan “studi kepustakaan adalah

dilakukan mencari data atau informasi riset melalui membaca jurnal ilmiah, buku-buku

referensi dan bahan-baham publikasi yang tersedia di perpustakaan” (Ruslan, 2010:31).

Studi kepustakaan digunakan untuk mempelajari sumber bacaan yang dapat

memberikan informasi yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti.

Seperti yang ada dalam penelitian ini, peneliti menggunakan buku, jurnal dan berita

sebagai sumber studi kepustakaan yang relevan, antara lain yaitu studi kepustakaan

tentang gay, penerimaan diri, pengungkapan diri dan manajemen privasi komunikasi.

3.4.2 Internet Searching

Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan internet searching dalam

melakukan pengumpulan data penelitian. Dengan menggunakan internet searching,

yang bersumber melalui internet baik itu sebuah situs resmi, blog, dan sebagainya yang

ada di internet. Internet searching nantinya digunakan pula untuk menganalisis media

sosial yang digunakan informan.

3.4.3 Studi Lapangan

1. Wawancara Mendalam

Pada proses wawancara ini pertanyaan yang diberikan semi terstruktur, dan

dalam suasana bebas yang santai maksudnya adalah menghilangkan kesan formal

Universitas Sumatera Utara


73

dengan menyesuaikan keadaan dengan narasumber. Maksud mengadakan wawancara

adalah untuk mengkonstruksi mengenai seseorang, kejadian, kegiatan, organisasi,

perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan petunjuk umum wawancara berupa kerangka dan garis besar pokok-

pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara, sedangkan pelaksanaannya

disesuaikan dengan keadaan subjek dalam konteks wawancara yang sebenarnya.

“Penetapan yang sifatnya tidak kaku diharapkan dapat membantu penggalian

lebih dalam mengenai informasi yang dibutuhkan. Wawancara dalam penelitian ini

juga bersifat terbuka sehingga subjek mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai

dan mengetahui apa maksud dan tujuan wawancara tersebut” (Satori dan Komariah,

2009: 130).

2. Observasi Non-Patisipan

Dalam hal ini, peneliti bukan anggota organisasi Cangkang Queer. Maka

peneliti melakukan mengumpulkan data dengan observasi non-partisipan. Menurut

Sugiyono (2013:145) “dalam observasi non partisipan peneliti tidak terlibat dan hanya

sebagai pengamat independen. Dari penjelasan tersebut peneliti dalam pengumpulan

data dilakukan dengan cara peneliti mengamati informan penelitian ketika melakukan

wawancara”.

3. Dokumentasi

Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan dokumentasi segala kegiatan

Cangkang Queer, aktivitas media sosial yang berhubungan dengan fokus penelitian

yang dikaji, serta dokumentasi saat wawancara.

Universitas Sumatera Utara


74

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga

dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat informasikan kepada orang lain. Dapat

disimpulkan bahwa, teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, mejabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

diri sendiri maupun orang lain.

Miles dan Huberman (1984) (dalam Sugiyono, 2007: 246), mengemukakan

bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Aktivitas dalam analisis data, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,

penarikan kesimpulan.

1. Pengumpulan Data. Peneliti mengumpulkan data yang dimulai dengan

wawancara dan observasi pra penelitian melalui internet dan bertemu langsung

dengan pengurus Cangkang Queer. Saat penelitian berlangsung, peneliti

mengumpulkan data melalui wawancara langsung dan observasi saat

wawancara berlangsung dan melalui internet.

Universitas Sumatera Utara


75

2. Reduksi Data. Peneliti memilah hasil wawancara dengan seluruh informan

sesuai dengan fokus penelitian, untuk menghasilkan data-data dapat menjawab

tujuan penelitian.

3. Penyajian Data. Hasil wawancara dan observasi kemudian dipaparkan dalam

bentuk narasi dan dilengkapi dengan tabel sesuai keperluan agar mudah dibaca

dan memudahkan proses analisis pada bab pembahasan.

4. Penarikan Kesimpulan. Pada proses ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian

yang diselaraskan dengan fokus penelitian, hingga interpretasi yang dihasilkan

sesuai dengan kebenarannya.

3.5.1 Keabsahan Data

Keabsahan data atau validitas data dibutuhkan pada penelitian ini untuk

memastikan kebenaran hasil penelitian dengan hasil wawancara serta meminimalisir

subjektifitas peneliti. Pada penelitian ini, dilakukan dua proses triangulasi data yakni

verifikasi data dan triangulasi sumber.

1. Verifikasi data dilakukan dengan menyerahkan transkrip wawancara kepada

informan informan sebagai bukti kevalidan data, meminta informan membaca

ulang dan memberi koreksi jika diperlukan dan menandatangani transkrip

wawancara sebagai bentuk persetujuan kebenaran transkrip tersebut.

“Humphrey mencontohkan teknik validasi data ini dengan mengirimkan hasil

penelitian kepada masing-masing informan dan meminta mereka untuk

mengoreksi atau memberikan masukan” (Rakhmat, 2004: 74).

Universitas Sumatera Utara


76

2. Triangulasi sumber yakni membandingkan atau mengecek ulang konsistensi

dan kebenaran suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Pada

penelitian ini, dilakukan triangulasi kepada informan tambahan yakni

lingkungan sosial gay yang sudah mengetahui identitas seksual gay langsung

dari gay itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara


77

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

4.1 Proses Penelitian

Peneliti menemukan status di akun Twitter seorang teman berinisial RN pada

tanggal 22 September 2017. Ia bercerita bagaimana ia melakukan coming out mengenai

orientasi seksualnya sebagai gay kepada orangtuanya. Berdasarkan ceritanya, peneliti

melihat bahwa untuk melakukan coming out, RN harus mempersiapkan diri dan cara

khusus serta membutuhkan waktu yang relatif lama sampai merasa siap untuk

menyampaikannya pada orangtua. Cerita RN mengingatkan peneliti pada cerita

seorang gay bernama Dika yang pernah peneliti wawancarai pada bulan April 2013.

Hal ini akhirnya menjadi pengamatan awal peneliti untuk menentukan tema penelitian.

Tema penelitian tersebut kemudian peneliti jadikan sebagai rancangan

penelitian untuk mata kuliah Kajian Mandiri di semester 3. Namun ketika itu peneliti

belum menemukan judul yang dirasa tepat untuk tema tersebut. Peneliti kemudian

melakukan pengamatan lanjutan yakni pengamatan pustaka dengan mencari dan

mempelajari penelitian-penelitian terdahulu. Peneliti menemukan dan tertarik dengan

penelitian seputar manajemen privasi komunikasi (communication privacy

management / CPM) setelah membaca beberapa penelitian terkait. Peneliti merasa

CPM memiliki hubungan yang kuat dengan adanya strategi yang dilakukan gay untuk

melakukan coming out. Setelah menemukan tema dan teori yang tepat, peneliti

akhirnya merumuskan judul “Manajemen Privasi Komunikasi Pada Pengungkapan

Diri Homoseksual Kepada Keluarga” sebagai rancangan penelitian. Proses selanjutnya

77
Universitas Sumatera Utara
78

adalah berdiskusi dengan dosen pengampu mata kuliah Kajian Mandiri dan melakukan

beberapa perbaikan. Setelah dinyatakan layak, rancangan penelitian tersebut

dipresentasikan pada Seminar Kajian Mandiri yang dilaksanakan pada tanggal 2 s/d 3

Februari 2018.

Pengamatan selanjutnya adalah mencari komunitas gay yang ada di kota

Medan. Peneliti melakukan pencarian di media sosial Instagram dan menemukan akun

komunitas Cangkang Queer. Setelah menemukan dan mengumpulkan informasi

lengkap Cangkang Queer, peneliti selanjutnya mencari kontak mantan narasumber

peneliti yakni Dika, untuk mencari koneksi dengan homoseksual. Peneliti menemukan

akun Facebook Dika dan mengirimkan pesan, namun tidak ada respon. Peneliti

selanjutnya mencari di Instagram dan menemukan akun Dika. Peneliti mengirimkan

pesan dan Dika merespon dengan memberikan nomor handphone nya. Kemudian

peneliti melihat bahwa ternyata Dika mengikuti akun Cangkang Queer. Ternyata Dika

adalah ketua Cangkang Queer dan kemudian membantu peneliti untuk bisa melakukan

penelitian di sana.

Proses penyusunan proposal penelitian dimulai. Peneliti melakukan diskusi

dengan dosen pembimbing dan terjadi perubahan judul. Awalnya peneliti ingin melihat

pengungkapan diri homoseksual kepada keluarga, namun berdasarkan hasil diskusi

dengan pembimbing, maka “keluarga” diganti dengan “lingkungan sosial”. Pergantian

tersebut didasari oleh kecilnya kemungkinan homoseksual sudah membuka diri kepada

keluarga. Judul penelitian kemudian berganti menjadi “Manajemen Privasi

Komunikasi Pada Pengungkapan Diri Homoseksual Kepada Lingkungan Sosial”.

Universitas Sumatera Utara


79

Peneliti pun meminta bertemu dengan pengurus inti Cangkang Queer guna

semakin memantapkan proposal. Tujuannya untuk memastikan kondisi homoseksual

terkini baik di kota Medan secara umum dan di Cangkang Queer khususnya. Pertemuan

dilakukan pada tanggal 12 Maret 2018. Pada pertemuan tersebut, peneliti melakukan

wawancara pra penelitian dengan menanyakan kondisi Cangkang Queer terbaru dan

kemungkinan peneliti melakukan penelitian dengan judul tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian, ternyata benar jika hampir semua

homoseksual di Cangkang Queer belum melakukan pengungkapan diri (coming out)

kepada keluarga. Pengurus juga mengatakan jika sulit mencari lesbian yang sudah

membuka diri atau mau terbuka dan di Cangkang Queer sendiri, sangat sedikit jumlah

lesbian yang masih aktif. Pertemuan tersebut berakhir dengan kesepakatan bahwa

penelitian diperbolehkan melakukan penelitian di sana dengan syarat harus

mengirimkan beberapa berkas persyaratan, mengirimkan proposal serta melakukan

revisi proposal sesuai dengan ketentuan Cangkang Queer. Sebagai timbal baliknya,

Cangkang Queer akan menyediakan informan semaksimal mungkin untuk peneliti.

Peneliti melakukan diskusi lanjutan dengan pembimbing berdasarkan hasil

wawancara pra penelitian tersebut, hingga kembali terjadi pergantian judul menjadi

“Manajemen Privasi Komunikasi Pada Pengungkapan Diri Gay Kepada Lingkungan

Sosial di Cangkang Queer”. Judul inilah yang kemudian peneliti presentasikan pada

seminar proposal yang dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 2018.

Setelah seminar, peneliti menyiapkan berkas-berkas yang diminta oleh

Cangkang Queer dan kemudian dikirimkan pada tanggal 12 Mei 2018 melalui email.

Pada tanggal yang sama, Cangkang Queer mengirimkan kembali proposal peneliti

Universitas Sumatera Utara


80

sebab ada beberapa bagian yang harus peneliti revisi. Masa revisi proposal peneliti isi

dengan melakukan observasi pustaka dengan mempelajari lebih lagi mengenai

homoseksual melalui modul yang diberikan Cangkang Queer. Peneliti mengirimkan

kembali proposal yang sudah direvisi pada tanggal 21 Mei dan disetujui oleh Cangkang

Queer tiga hari kemudian. Proses penelitian pun berlanjut dengan menentukan waktu

para informan.

Peneliti bertemu dengan 4 informan utama untuk pertama kalinya, yakni Alifo,

Putra, Keenan dan Edo, pada tanggal 2 Juni 2018 pukul 18.00 WIB. Waktu tersebut

peneliti gunakan untuk berkenalan, melakukan observasi serta wawancara awal, yang

berlangsung selama ± 4 jam. Peneliti selanjutnya menuliskan hasil wawancara dan

observasi, kemudian menghubungi kembali koordinator Litbang Cangkang Queer

untuk membuat pertemuan selanjutnya. Setelah wawancara pertama ini, peneliti

memutuskan menambah fokus masalah dengan manajemen privasi pada

penyembunyian identitas seksual gay. Perubahan ini diikuti dengan pelengkapan judul

menjadi “Manajemen Privasi Komunikasi Pada Pengungkapan dan Penyembunyian

Identitas Seksual Gay di Cangkang Queer Kepada Lingkungan Sosial”.

Pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 3 Juli 2018. Jarak yang lama antara

pertemuan pertama dan kedua disebabkan oleh dua faktor. Pertama, adanya libur Hari

Raya Idul Fitri, dan kedua karena sekretaris Cangkang Queer (yang juga merupakan

salah satu calon informan) meninggal dunia. Pada wawancara kedua tersebut, peneliti

melakukan wawancara lebih mendalam kepada 3 informan utama yakni Alifo, Keenan

dan Edo dan 1 informan tambahan yakni Amee. Wawancara terasa lebih santai dan

nyaman karena peneliti dan para informan sudah saling berkenalan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


81

Wawancara berlangsung selama 5,5 jam. Sehari setelahnya, peneliti melakukan

wawancara melalui WhatsApp dengan 1 informan tambahan yakni Halimah.

Wawancara melalui WhatsApp dilakukan karena informan tersebut sedang berada di

luar kota Medan dan meminta diwawancara melalui WhatsApp saja.

Pertemuan ketiga dilakukan pada tanggal 7 Juli 2018, dengan 1 informan

utama, yakni Putra dan 1 informan tambahan, yakni Chio. Wawancara berlangsung

selama 1,5 jam. Keesokan harinya, peneliti mewawancari 1 informan tambahan yakni

Anastasya melalui WhatsApp, sesuai dengan permintaan informan. Sampai di hari itu,

peneliti sudah mewawancari 4 informan utama dan 4 informan tambahan. Peneliti

masih merasa belum cukup, namun 1 calon informan utama tidak bersedia

diwawancarai.

Koordinator Litbang menghubungi peneliti Pada tanggal 10 Juli 2018, bahwa

ada 1 anggota Cangkang Queer yang bersedia dan bisa diwawancarai pada hari yang

sama. Pertemuan keempat dengan 1 informan utama, yakni Christian dilakukan pada

sore harinya. Pertemuan tersebut berlangsung selama 3 jam. Esok harinya, peneliti

melakukan wawancara melalui WhatsApp dengan 1 informan tambahan, yakni Isna.

Informan ini menjadi informan penutup wawancara yang peneliti lakukan. Penelitian

dirasa cukup sebab data yang dikumpulkan sudah jenuh dan sudah sesuai dengan

jumlah anggota gay yang aktif di Cangkang Queer.

4.2 Temuan Penelitian

Temuan penelitian memaparkan hasil reduksi data, yang diartikan secara

sempit sebagai proses pengurangan data, namun dalam arti yang lebih luas adalah

Universitas Sumatera Utara


82

proses penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan

tidak relevan, maupun penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang.

Pada temuan penelitian ini, peneliti menjabarkan data hasil penelitian yang

dilakukan di Cangkang Queer, mengenai manajemen privasi komunikasi gay ke

lingkungan sosialnya. Informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang; 5 informan

utama yakni gay dan 5 informan tambahan yakni orang-orang di lingkungan sosial gay.

Data dikumpulkan melalui wawancara secara langsung dengan gay dan lingkungan

sosialnya, serta melalui observasi secara langsung dan melalui internet. Data yang telah

dikumpulkan berdasarkan pengalaman 10 informan ini, kemudian dipilah sesuai

kebutuhan peneliti. Hasil reduksi data kemudian disajikan dengan cara deskriptif dan

dikategorikan sesuai dengan tujuan penelitian yang tertera pada BAB I. Penelitian ini

dipedomani dengan daftar pertanyaan yang bersifat mendalam namun semi terstruktur.

Pemilihan 10 informan disesuaikan dengan kriteria informan yang tertera pada BAB

III. Peneliti memaparkan temuan penelitian ini berdasarkan deskripsi informan serta

kategorisasi temuan, temuan observasi dan triangulasi.

4.2.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

1) Profil Cangkang Queer

Universitas Sumatera Utara


83

1. Nama Organisasi : Cangkang Queer

2. Tag Line : Youth Medan Revolution of Sexuality

3. Waktu Berdiri : 10 Februari 2012

4. Alamat Kantor : Medan Kota

5. Provinsi : Sumatera Utara, 20217

6. Bentuk Organisasi : Perkumpulan

7. Wilayah Kerja : Sumatera Utara

8. Status Hukum : Kementrian Hukum Dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor

AHU-0026608.AH.01.07.TAHUN

2016

9. Jenis Keanggotaan : Berbasis Anggota

10. Jumlah Anggota : 30 orang

11. Jumlah Pengurus dan Staff : 6 Orang

12. Nomor Kontak : 0812.1705.0536

13. Website : cangkangq.org

14. Email : cangkangq@gmail.com

15. Intagram : cangkang_queer

16. Facebook : Cangkang Queer

17. Twitter : @cangkangqueer

Universitas Sumatera Utara


84

2) Sejarah Singkat

Cangkang Queer terbentuk pada 10 Februari 2012 yang diiniasi oleh 6 orang

individu LGBTIQ yang sebagian besar adalah mahasiswa. Pada awal berdiri,

Cangkang Queer memfokuskan gerakannnya pada kajian dan penelitian di kampus.

Kemudian di 2013 sempat berafiliasi dengan gerakan feminis sosialis dengan wilayah

kerjanya kampus, mahasiswa dan anak muda pro demokrasi. Pada 2014, Cangkang

Queer bergerak keluar dari kampus dan mulai fokus turun ke basis untuk mengorganisir

individu dan komunitas LGBTIQ. Hingga saat ini, sebanyak 6 kabupaten kota di

Sumatera Utara (Medan, Binjai, Deli Serdang, Siantar, Asahan dan Tanjung Balai)

telah di organisir. Pada tahun yang sama, Cangkang Queer menjadi Anggota Luar Biasa

(ALB) Federasi Arus Pelangi.

3) Visi, Misi, Prinsip dan Pilar Organisasi

a) Visi: Terpenuhinya hak-hak kelompok Lesbian, gay, biseksual,

Transgender/Transeksual (LGBT) dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial,

budaya, seksual, reproduksi, lingkungan hidup yang bebas dari diskriminasi atas

dasar jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender dan kelas

sosial.

b) Misi :

1. Menyadarkan, memberdayakan dan memperkuat komunitas LGBT


2. Penyadaran kepada Masyarakat sebagai proses penerimaaan LGBT di
masyarakat sebagai proses penerimaan LGBT di masyarakat
3. Memberikan bantuan hukum dan penyuluhan hukum bagi LGBT yang hak
asasinya ditindas
4. Membentuk jaringan advokasi Hak Asasi Manusia

Universitas Sumatera Utara


85

c) Prinsip:

1. Anti Diskriminasi
2. Kesetaran Gender
3. Anti Kekerasan
4. Independen
5. Inklusif

4) Pilar Organisasi

1. Pengorganisasian
2. Pendidikan
3. Penelitian dan pengembangan
4. Advokasi
5. Kampanye

5) Struktur Organisasi

Struktur Kepengurusan 2014 – 2018

Badan Pengurus Harian :

1. Ketua : Edison Frengky Swandika Butar Butar


2. Sekretaris : Hasri Dwi Manda
3. Bendahara : Amee Adlian

Struktur Pengelola Program :

Koordinator Program : Edison Frengky Swandika Butar Butar

Staff Program :

1. Muhammad Donri
2. Amee Adlian
3. Hasri Dwi Manda

Struktur Penguatan Pilar Keorganisasian :

1. Pengorganisasian : Ameek Adlian & Hasri Dwi Manda


2. Pendidikan : Edison F Swandika Butar Butar
3. Penelitian dan pengembangan : Edison F Swandika Butar – Butar &
Muhammad Donri
4. Advokasi : Ameek Adlian
5. Kampanye : Muhammad Donri

Universitas Sumatera Utara


86

Volunteer :

1. Keenan
2. Evida Hanum

4.2.2 Gambaran Umum Informan Penelitian

Saat ini Cangkang Queer memiliki 53 anggota aktif, yang terdiri dari 11 orang

lesbian, 18 orang gay, 7 orang biseksual, 2 orang transwoman, 7 orang transman dan

8 orang heteroseksual. Dari total 18 orang gay yang aktif, peneliti mewawancarai 5

orang di antaranya. 5 orang gay yang menjadi informan penelitian ini adalah Alifo,

Keenan, Edo, Putra dan Christian. Kelima informan ini dipilih sesuai dengan kategori

yang ditetapkan yakni sudah melakukan coming out, kemudian selanjutnya

menggunakan teknik snowball .

Informan kunci dari penelitian ini adalah Dika, dimana ia adalah Ketua

Cangkang Queer. Dika kemudian merekomendasikan Alifo, yang merupakan

Koordinator Kampanye serta Penelitian & Pengembangan. Setelah Alifo menyatakan

kesediannya menjadi informan, Alifo kemudian mencari informan lain yang sesuai

dengan kategori dan bersedia untuk diwawancarai. Alifo kemudian mempertemukan

peneliti dengan Edo yakni anggota Cangkang Queer, Keenan sebagai volunteer

kemudian Putra yang juga merupakan anggota Cangkang Queer. Sebagai informan

terakhir, Alifo merekomendasikan Christian yang juga adalah anggota Cangkang

Queer.

Universitas Sumatera Utara


87

4.2.3 Informan Utama

4.2.3.1 Deskripsi Informan I: Alifo (25 Tahun)

Alifo Nikolas (bukan nama sebenarnya) adalah koordinator Kampanye dan

Penelitian & Pengembangan di Cangkang Queer. Alifo saat ini terdaftar sebagai

mahasiswa strata 1 program studi Pertanian. Alifo merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara dan berasal dari Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Sumatera Barat.

Ia berasal dari keluarga dengan latarbelakang agama yang kuat. Secara fisik, Alifo

adalah pria bertubuh cukup proporsional dengan rahang wajah yang tegas, memiliki

kumis dan jenggot serta rambut yang ikal, warna kulit sawo matang.

Peneliti menanyakan bagaimana Alifo menyadari ketertarikannya kepada

sesama pria. Alifo mengatakan ia mulai menyadari jika ia adalah gay ketika ia duduk

di bangku SD. Alifo merasa kagum dengan seorang teman pria yang berprestasi.

Namun tidak ada ketertarikan secara seksual. Alifo merasakan ketertarikan seksual saat

mendekati masa pubertas (kelas 6 SD). Alifo mengalami mimpi basah, yang dalam

ajaran agama Islam, mimpi basah merupakan tanda seorang pria sudah baligh saat kelas

1 SMP. Alifo justru mengalami mimpi basah dengan seorang pria, bukan dengan

perempuan seperti yang seharusnya. Alifo selalu bermimpi melakukan hubungan

seksual dengan pria sampai saat ini.

Alifo sepenuhnya tertarik secara seksual dengan pria saat memasuki masa SMP.

Alifo tidak pernah memutuskan untuk mengungkapkannya, hanya sekedar mengagumi,

begitu seterusnya sampai masa SMA. Alifo sebenarnya memiliki keinginan untuk

menjadikan pria yang ia sukai sebagai pacar, ingin berduaan, namun tidak bisa

Universitas Sumatera Utara


88

dilakukan karena lingkungannya yang masih konvensional, yakni di kampung

halamannya.

Alifo tidak menceritakan ke orangtuanya ketika SD, saat pertama kali ia

mengetahui ia adalah gay. Ia mengetahui istilah “gay” sewaktu SMP melalui Al-Quran

dan mengetahui bahwa homoseksual adalah hal yang salah dalam agama. Alifo juga

semakin enggan menceritakannya ke orang-orang terdekat karena hal tersebut.

1) Penerimaan Diri Alifo

Alifo mengatakan pengetahuannya mengenai homoseksual semakin dalam

memasuki masa SMA. Alifo mulai membaca buku-buku dan menemukan berbagai

macam orientasi seksual seperti lesbian dan biseksual. Peneliti selanjutnya

menanyakan bagaimana proses penerimaan dirinya, Alifo menjawab:

“Proses penerimaan diri 1 SMP sampai semester 1 kuliah. Itu sudah aku selama
itu sudah cari di Al-Quran, tapi tidak tahu detail. Sampai semester 1 aku sudah
bongkar-bongkar dari sains, Wikipedia, koran, tanya-tanya semua. Itulah yang
sayang sekali, kalau kita cari dalam bahasa indonesia, makin stres kita bacanya.
Hampir semua artikel dalam bahasa indonesia pasti kaitannya dengan agama.
Tidak ada kaitannya dengan ilmiah, walaupun ada pasti dikaitkan lagi dengan
agama”

Alifo merasa pengetahuan yang ia dapat dari sudut pandang keilmuan tidak

bermasalah baginya, namun sudut pandang agama mengenai homoseksual

membuatnya sampai jatuh sakit selama 1 minggu. Alifo pun mulai menyalahkan

dirinya, namun lebih menyalahkan Tuhan. Ia pun mengurung diri, jarang makan dan

sempat berpikir untuk bunuh diri.

“Aku tidak mau menyalahkan diriku sendiri karena itu menurutku bahaya.
Sangat bahaya. Kalau aku menyalahkan diriku sendiri mungkin aku sudah

Universitas Sumatera Utara


89

bunuh diri. Tuhan itu Maha Kuat, Dia yang punya segalanya. Jadi lempar saja
semua masalah sama Dia, serahkan saja semua sama Dia. Sampai sholat
tahajud, sampai kalau aku bisa berubah besok, atau dalam waktu dekat ini,
nazar-nazar. Bagaimana mana kau mau sembuh, orang kau saja tidak sakit. Mau
puasa 3 hari nazarnya. Sebenarnya agama tidak menyingkirkan orang. Agama
itu justru merangkul kita semua, semua umat. Justru ada kawanku yang jadi
benci sama agamanya, semakin benci, tidak percaya lagi sama agamanya”

Alifo terus melakukan pencarian hingga akhirnya ia menemukan grup Gay

Islam Indonesia. Dalam grup itu, dikatakan bahwa sebenarnya Allah SWT mencintai

semua makhlukNya. Kalimat tersebut menyemangati Alifo untuk hidup kembali. Ia

merasa bukan dirinya yang bersalah dan tidak ada siapapun yang salah. Alifo merasa

seakan mendapat hidayah dan pencerahan.

“Aku sudah mantap dengan agamaku, aku semakin mantap dengan status

orientasi seksualku”

Alifo menjalani proses penerimaan diri sebagai gay selama 7 tahun, dimulai

dari kelas 1 SMP sampai kuliah semester 1. Alifo mencari tentang homoseksual dari

segala sumber, mulai dari Al-Quran, segi sains, Wikipedia, koran dan bertanya sana-

sini selama proses tersebut.

2) Pengungkapan Identitas Seksual Alifo

Alifo selanjutnya melakukan pengungkapan diri atau coming out, setelah ia bisa

menerima diri. Menurutnya, coming out hanya dilakukan ke orang-orang terdekat. Ia

tidak terlalu memusingkan jika orang lain mengetahui ia adalah gay. Pada akhir masa

kuliah (semester 8), coming out pertama dan satu-satunya ia lakukan kepada teman

kuliah yang ia kenal sejak semester 1, seorang pria.

Universitas Sumatera Utara


90

“Aku bilang lewat Facebook. Kami kan di kuliah yang dekat bertiga, satu
cewek, dua cowok. Ku bilang sama dia waktu itu lewat pesan Facebook, awalnya dia
tidak percaya. Terus dia bilang “kau tidak kayak waria”. Terus ku bilang “beda lah
waria sama gay”. Kalau waria sudah dandan dia, sudah make-up. Terus reaksinya
seperti menyalahkan aku, “dosa itu kembalilah ke jalan yang benar”, keluarlah dari
sudut pandang agama itu kan. Sampai sekarang dia tidak mau jumpa lagi, padahal
sudah kayak saudara”.

Pemilihan waktu tersebut merupakan strateginya dan saat yang dirasa tepat

karena jika si teman tidak bisa menerima, mereka juga tidak akan bertemu kembali.

Alifo memilih mengungkapkannya kepada teman pria dibanding teman perempuan

mereka karena sudah menganggap temannya sebagai saudara. Menurut Alifo,

temannya selalu cerita kepadanya jika ada masalah, Alifo juga mempercayainya. Alifo

mengungkapkannya melalui pesan Facebook karena ia lebih nyaman menulis

dibanding menyampaikan secara lisan, dan menggunakan Facebook tidak memerlukan

biaya tambahan seperti halnya pesan singkat. Temannya awalnya tidak percaya dan

menyalahkan Alifo.

3) Penyembunyian Identitas Seksual Alifo

Alifo sangat menutupi dan menyembunyikan orientasi seksualnya, terutama

kepada keluarga. Ia mengaku sudah memberikan clue. Jika ibunya menanyakan kapan

ia akan menikah, ia akan menjawab dengan

“Aku tidak mau nikah sama perempuan, tidak mau dekat sama perempuan. Aku

tidak mau nikah, mak. Nanti kalau abang sama adik nikah, mamak yang urus

siapa? Aku yang urus mamak saja”

Universitas Sumatera Utara


91

Alifo masih menyembunyikan orientasi seksualnya dari keluarga karena ia

sayang pada orangtuanya dan begitu sebaliknya. Alifo tidak ingin ada yang berubah

dengan hal tersebut, terlebih hanya karena tahu ia adalah gay. Alifo sebenarnya sangat

ingin mengungkapkannya, ia ingin diterima namun ia merasa belum siap.

“Masih menyembunyikan dari orang tua karena aku sayang sama orang tua ku

dan dia juga sayang sama ku. Aku tidak mau ubah itu. Hanya karena itu jadi

tidak sayang sama ku lagi. Biarkan dia mengenalku dengan apa yang dia kenal

dan tahu dan dia sayang, dan dia tahu aku sayang dia, dia sayang aku”

4.2.3.2 Deskripsi informan II: Keenan (24 Tahun)

Keenan Abraham Putra (bukan nama sebenarnya) adalah seorang volunteer di

Cangkang Queer. Ia adalah sarjana program studi keperawatan. Keenan atau biasa

disapa Ken adalah anak terakhir dari 8 bersaudara. Ken dan saudara-saudaranya

dibesarkan oleh sang ibu, karena ayahnya meninggal dunia ketika Ken duduk di kelas

2 SMA. Ken merupakan sosok yang jarang bergaul. Ia lebih suka menghabiskan waktu

di rumahnya, yang sudah dilengkapi dengan wifi. Ken adalah sosok pria bertubuh

tambun, berkulit hitam dan mengenakan kacamata.

Ken merasakan bahwa ia adalah gay ketika duduk di bangku SD. Ia menyukai

pria yang lebih tua dan manly. Ken baru dapat mengidentifikasi jika ia adalah gay

ketika SMP sampai SMA, dengan cara sering membaca mengenai homoseksual.

Mencari tahu mengenai homoseksual adalah cara Ken untuk dapat menerima dirinya.

Ken mengaku tidak pernah melakukan penolakan terhadap apa yang ia rasakan. Ken

Universitas Sumatera Utara


92

merasa marah karena mempertanyakan mengapa hal itu terjadi pada dirinya, saat

masuk SMA.

Ken sudah menjadi dirinya sendiri namun ia belum bisa menemukan orang

yang sama dengannya terkait dengan konsep diri setelah memasuki masa kuliah.

Menurut Ken, pria ideal menurut masyarakat adalah pria yang sixpacks dan sebagainya.

Ken adalah pria bertubuh gemuk, hitam, dan segala macam. Ken menggunakan foto

orang lain di media sosial dan untuk berhubungan dengan orang lain, seperti teleponan,

karena ketidakpercayaan diri tersebut membuat. Ken mencari informasi dan

menemukan bahwa orang dengan fisik sepertinya juga memiliki peminat sendiri pada

saat semester 7. Ken mulai terbuka dan menerima konsep dirinya.

Ken bersama mantan pacar dan Putra (informan utama lain) membuat sebuah

komunitas bernama Chubby Chaser Medan. Komunitas itu mereka buat terinsipirasi

dari sebuah komunitas serupa yang ada di Jakarta, yang mereka temukan dari Twitter

dan aplikasi khusus gay chubby bernama Growlr. Ken kemudian menghubungi salah

satu teman yang bergabung di komunitas di Jakarta tersebut dan menyampaikan niat

untuk membuat komunitas serupa di Medan dengan nama yang berbeda. Komunitas

tersebut akhirnya terbentuk berupa grup di Line, namun bertahan 6 bulan lebih dengan

anggota ± 50 orang, yang berasal dari Medan dan Binjai. Komunitas tersebut

mengalami pecah-kongsi, Ken dan Putra memutuskan keluar dan bergabung dengan

Cangkang Queer.

Universitas Sumatera Utara


93

1) Penerimaan Diri Keenan

Ken melalui proses penerimaan diri selama ± 8 tahun, yakni dari akhir SMP

sampai di semester 7 masa kuliah. Menurut Ken, proses yang panjang tersebut terjadi

karena ia adalah seseorang yang tertutup sejak kecil. Ken juga lebih suka

menghabiskan waktu di dalam rumah, termasuk untuk bermain. Jika anak laki-laki suka

bermain layang-layang, maka Ken suka bermain boneka. Ken hanya menyukai catur

dan kartu bergambar yang identik dengan permainan anak laki-laki. Ken lebih suka

permainan rumahan dibanding lapangan, kecuali pecah piring. Menyukai kegiatan di

rumah membuat Ken tidak mengenal orang yang lain-lain termasuk mengetahui

tentang homoseksual. Hanya sekali-dua kali para tetangga bertemu dengannya hingga

ia SMA.

“aku hobi banget nonton. Jadi aku di rumah itu memang sudah disiapin papa

ku wifi. Jadi ya cari hal yang benar sampai yang tidak benar ya di situ”

Ken akhirnya merasa lelah terus bertanya-tanya dan tidak percaya diri dengan

dirinya, hingga ia mencari tipe-tipe gay dan menemukan chubby dan chaser,

menemukan istilah chubby to chaser, dimana seorang gay yang gemuk disukai oleh

gay yang bertubuh proporsional, kemudian ada chubby to chubby dan sebagainya. Ken

kemudian berani menggunakan foto dirinya, namun ia tetap merasa hilang harapan

menemukan pria yang akan menyukainya. Harapan Ken kembali muncul setelah

menemukan aplikasi Growlr dan Daddy Heart, karena ia suka dengan pria yang lebih

tua darinya. Setelah bergabung dengan aplikasi tersebut, barulah Ken bisa menerima

orientasi seksual dan konsep dirinya seutuhnya.

Universitas Sumatera Utara


94

2) Pengungkapan Identitas Seksual Keenan

Ken melakukan pengungkapan identitas seksualnya pada semester 7 masa

kuliah. Setelah Ken memasang foto dirinya di Twitter, ada seorang teman satu kelasnya

di kampus yang mengikuti akun Twitter-nya namun menggunakan akun palsu, tanpa

Ken ketahui. Ken memang mengunci akunnya hingga hanya orang-orang yang dia ikuti

yang bisa melihat isi akunnya. Ken pun menerima permintaan bertemannya karena

tidak memiliki kecurigaan apapun.

“Namanya juga seorang gay seperti aku kan, mungkin ada video-video yang
menarik kan, you know-lah, terlihat sama dia dan itu yang akhirnya langsung
disebar. Dia mengatasnamakan akun lain terus karena saat itu aku lagi private
akun, kita lihat fotonya, orangnya oh kayaknya biasa, aku accept. Dia sebarkan
ke mading-mading, dibentuk kertas A4.”

Ken tidak langsung marah setelah mengetahui siapa pelakunya, sebab ia masih merasa

syok hal tersebut terjadi ketika ia sudah punya keinginan membuka diri kepada teman-

teman dekatnya. Ken memiliki relasi yang pernah mengalami hal serupa, dan

memberikan Ken kekuatan. Ken menjalani proses tersebut perlahan-lahan. Kampus

menjadi tempat yang paling tidak nyaman dan menyakitkan bagi Ken. Setiap ia jalan,

selalu dipandang sinis dan orang-orang yang melihatnya membicarakannya di

belakang, bahkan oleh mahasiswa baru sekalipun. Ken juga tidak mengetahui motif

temannya melakukan hal tersebut dan merasa ia tidak memiliki masalah dengan

siapapun.

“Hanya begini, outing itu menyakitkan. Aku pernah mengalami outing


maksudnya itu adalah salah satu yang menyakitkan. Hanya aku akhirnya seperti
berterima kasih. Maksudnya ketika dia mulai itu, artinya dia membuka satu
jalan, satu hal untuk bahwasanya “oke aku harus cari orang yang benar-benar
bisa menerima aku itu siapa”

Universitas Sumatera Utara


95

Ken mengatakan masalah tersebut berlangsung selama 2 s/d 3 bulan dan sampai

kepada dekan. Dekanat meminta agar orangtua Ken datang untuk dilakukan

pembinaan. Ken menolak sebab ia merasa sudah dewasa dan bisa menyelesaikan

masalahnya sendiri tanpa keterlibatan orangtua. Ken kemudian mencari kode etik

pendidikan yang mengatakan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Dekanat pun akhirnya menghentikan kasus Ken tersebut.

Lima teman dekat Ken menanyakan kebenarannya saat kejadian tersebut. Ken

menanyakan apakah teman-temannya mau menerima dia apa adanya atau tidak.

Mereka mengatakan

“yaudah sih cuek aja tidak peduli kok kau tetap kau, orang yang suka diajak ke

mall, orang yang suka diajak shopping, diajak nonton, mau cerita samamu”

3) Penyembunyian Identitas Seksual Keenan

Peneliti kemudian menyanyakan bagaimana dan kepada siapa Ken belum

melakukan coming out. Ken masih menyembunyikan orientasi seksualnya kepada

keluarganya. Namun ia sudah memberikan clue sedikit demi sedikit.

“Kalau paling dekat sih sama keluarga sih masih belum. Hanya dulu memang
ada sedikit-sedikit kasi clue. Aku minta Wardah ini. “Minta Wardah no 3, ma”. Mama
ku kan kadang “apa dibawa-bawa” misalnya aku bawa masker, tapi sekarang sudah
paham. Hanya ketika aku punya pacar yang sekarang, relasi yang sekarang itu, yang
pernah ku bawa ke rumah sempat ditanya kakak ku itu kan “kau bener hanya kawannya
si Keenan?”.

Ken masih menyembunyikan identitas seksualnya kepada keluarga karena ia

merasa belum memiliki amunisi yang kuat. Ia ingin ketika coming out ke keluarga, ia

sudah mandiri dan bisa mempertanggungjawabkan dirinya. Ibunya tidak lagi pernah

Universitas Sumatera Utara


96

bertanya kapan Ken akan menikah, sekarang. Menurut Ken, mungkin ibunya sudah

mengetahui anaknya adalah gay. Ibunya berkata bahwa kakaknya adalah anak terakhir

yang menikah.

“Aku pun ya aku mau nikah sama siapa coba? Perempuan, aku juga sakit hati,

aku tidak nyaman, daripada aku nikah sama perempuan, tiba-tiba malam

pertama “yah maskaranya seperti itu”, kan tidak lucu juga”

Ken mengatakan ia ingin seperti kakak dan abangnya yang bisa mengenalkan

pacar ke rumah orangtua. Pacar Ken sering datang ke rumah, ibunya juga sangat sayang

pada pacarnya namun ibu Ken tahu bahwa ia adalah teman Ken. Saat berbicara di

telepon dengan pacarnya, ibu Ken juga menanyakan identitas pacarnya. Ken

memberitahu semua hal mengenai pacarnya, kecuali satu hal, yakni bahwa pacarnya

adalah seorang pria.

4.2.3.3 Deskripsi Informan III: Edo (21 Tahun)

Edo adalah mahasiswa strata 1 program studi etnomusikologis, sebagai

penyanyi. Ia juga merupakan anggota Cangkang Queer. Edo merupakan anak tunggal

dan berasal dari Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Keluarga

Edo merupakan keluarga yang sangat Islami. Edo memiliki tubuh yang kurus dan

tinggi. Tampilannya nyentrik dengan rambut dicat blonde dan kacamata berbingkai

bulat dan besar. Dia hobi bernyanyi, merekam dan kemudian mengunggahnya di

Facebook. Edo memiliki 3 akun Facebook; akun asli, akun gay dan akun game. Ia

paling aktif di akun game. Semua akun menggunakan foto asli dan nama asli kecuali

Universitas Sumatera Utara


97

di akun game yang menggunakan nama panggilan saja. Di akun asli, Edo hanya

membahas kegiatan sehari-hari seperti mengirim video lagu begitu juga di akun gay.

Perbedaan hanya dari orang-orang yang berteman di kedua akun tersebut. Edo

membahas tentang LGBT hanya di grup Facebook.

Peneliti memulai wawancara dengan menanyakan kapan dan bagaimana Edo

merasa ia adalah gay. Edo merasa gay merupakan orientasi seksual yang ada dalam

dirinya sejak lahir. Ia baru bisa merasakannya ketika masa SD.

“Kalau kelas 3 SD suka sama kawan sekelas. cowok. Ya di situ sukanya, hanya
kadang waktu di SMA lihat cewek juga suka, makanya aku lebih
mengkategorikan diriku sebagai biseksual. Cari tahu nya SMA kelas 2 aku itu
cari tahu, cari tahu kategori-kategorinya apa ternyata kemarin aku menganggap
diriku itu gay pas SMA, mungkin suka cewek itu suka-suka biasa saja, ternyata
tertarik pacaran sama cewek juga tertarik makanya aku cari-cari tahu ternyata
ada biseksual namanya di SMA kelas 2”

Edo mulai cenderung tertarik kepada pria saat memasuki masa kuliah. Awal

masuk kuliah, ia membandingkan antara teman-teman kuliahnya dan ia lebih tertarik

kepada pria dibanding teman perempuan. Edo juga memiliki kriteria, tidak semua pria

dia suka. Edo menyukai seseorang dengan ukuran tubuh kecil, baik pria maupun

perempuan, misalnya seperti siswa SMA. Ia juga lebih menyukai yang usianya lebih

muda.

1) Penerimaan Diri Edo

Edo melalui proses penerimaan diri yang terbilang sangat mudah dan cepat. Ia

mengaku menerima orientasi seksualnya begitu saja, tanpa rasa stres, tanpa bertanya-

tanya mengapa ia begini, dan tanpa menyalahkan Tuhan. Ia mulai mengetahuinya

Universitas Sumatera Utara


98

ketika SMA namun hanya fokus mencari pacar perempuan. Edo akhirnya tertarik pada

pria dan menerima dirinya sebagai biseksual saat kuliah semester 1.

“Tidak ada cari tahu komunitas. Aku pertama kali paling di Facebook lah, itu

juga ke temen-temen chat. Kalau masalah cari aplikasi, tidak ada. Cangkang

Queer satu-satunya. Cangkang Queer itu tahu juga setelah semester 6. Tahu

saja, jalani, ada orang suka ya sok pacaran”

2) Pengungkapan Identitas Seksual Edo

Edo melakukan pengungkapan diri pertama kali kepada teman dekat

perempuannya saat kuliah. Setelah berteman selama setahun lebih tepatnya pada

semester 3 akhir, teman perempuannya tersebut menyatakan perasaan sukanya pada

Edo. Edo kemudian mengajak si teman makan sambil berbincang

“aku sebenarnya tertarik sama cowok, sama cewek juga, hanya sayangnya kau
bukan karakter aku, ku bilang gitu kan, dia diam saja mengobrol terus ya sudah
begitu saja flat, ya sudah lah makan, makan, pulang. Besoknya, kontak aku
diblok, Facebook aku diblokir, kadang chat Line "kamu kenapa? apa karena
kemarin?", "tidak biasa aja". Terus waktu yang kemarin juga ada yang suka
sama aku. Awalnya kan aku di chat kan sama cewek inisialnya T, “kamu ini?”,
eh kok bisa ku pikir “iya dari si anu”, dari yang aku outing, ya ampun kok
sampai seperti ini aku pikir, aku kira dia bakal jaga ternyata dibeberkan.

Edo memilih untuk jujur dan melakukan coming out kepada teman

perempuannya tersebut karena Edo merasa nyaman berteman dengannya. Temannya

mengungkapkan perasaannya pada Edo, artinya temannya nyaman dengannya.

Menurut Edo, jika ia sudah jujur, temannya bisa menjaga topik pembicaraan dengan

tidak membahas mengenai hal-hal berbau homoseksual. Edo enggan untuk coming out,

kalaupun harus, ia akan memilih orangnya dengan selektif.

Universitas Sumatera Utara


99

3) Penyembunyian Identitas Seksual Edo

Edo saat ini memilih tetap menyembunyikan orientasi seksualnya sebab ia

merasa lebih nyaman berteman dengan pria. Ia takut teman-teman prianya akan

menjauhinya jika tahu ia adalah gay. Edo menjaga agar sahabat prianya sejak TK tidak

mengetahui orientasi seksualnya, selain pada orangtua. Ia takut jika sahabatnya

tersebut tidak nyaman sebab Edo tahu si sahabat tidak menyukai LGBT

“Kalau sama keluarga ya tidak ada yang tahu. Memang tidak ada ditanya,
memang tidak ada respon, memang tidak ada feeling “kau gay ya kau lesbi" apa
kek, tidak ada diam saja. Tidak pernah tanya pacar. Paling mengobrol bahas
masa depan, bahas anak bahas istri “nanti kalau kamu nikah, istrimu dokter”,
“iya”, “bapak milih istrinya polisi”,“iya, terserahlah nanti aku cari istri polisi”

Pada sahabatnya, Edo menyembunyikannya dengan cara mengalihkan

pembicaraan.

“Cara menyembunyikan, kadang-kadang ku rangkul teman cowok “awas lah


kau seperti homo” “ah suka kau" paling begitu saja "suka kau lah suka suka”,
ngobrolin pacar tidak pernah. Paling bahas dada bahas-bahas apa semua, tahu
lah pembahasan laki-laki kan aneh-aneh. Tapi aku lebih nyaman bahas tentang
cowok sebenarnya”.

4.2.3.4 Deskripsi Informan IV: Putra (24 Tahun)

Putra (nama panggilan) adalah seorang anak tunggal. Putra memiliki keluarga

besar, yang menggantungkan harapan padanya. Putra memiliki tubuh tinggi-besar,

berkulit cokelat dan mengenakan kacamata. Ia adalah sarjana matematika dan saat ini

berprofesi sebagai tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar. Putra merupakan

anggota Cangkang Queer.

Universitas Sumatera Utara


100

Putra bercerita bahwa rasa penasaran mengapa ia sedikit tertarik pada pria saat

SMA menjadi awal cerita Putra mengetahui orientasi seksualnya. Sebelumnya ia belum

mengenal istilah gay dan masih penasaran dengan apa yang terjadi pada dirinya. Putra

merupakan siswa yang berprestasi dan memprioritaskan belajar dibanding hal lainnya

semasa sekolah.

“Pertama kali saya penasaran, waktu SMA, kenapa saya itu tidak tertarik sama
cowok. SMA sepertinya awal lah. Itupun saya tidak tahu entah saya merasakan
entah apa itu belum tahu ke arah situ, masih penasaran-penasaran. Saya carilah
di FB, di situ kan terus ada teman FB yang sakit juga. Dia pernah chat mengajak
saya pun tidak tahu kan awal-awalnya saya tidak mau seperti itu. chattingan
saja. sebelumnya saya pun masih suka sama cewek juga. Kemudian saya pun
waktu sekolah ya belajar, jadi tidak peduli tidak dulu tapi masih penasaran,
biasalah kalau udah main sosmed udah FB kan, ntah apa-apa dibuka kan. Jadi
dari situlah mungkin. Tapi mulai-mulai ke sini nya pas udah tahu lah aplikasi,
waktu SMA kelas 3 atau mau sudah tamat, antara itu. Di situlah saya tahu
pertama kali karena HP saya belum tab jadi belum tahu masih blackberry dulu
kan. Waktu kuliah semester 3 entah 4 saya dibelikan tab, saya tahu aplikasi
tentang ini, saya download, saya buka, di situlah saya pernah chattingan, pernah
jumpa pernah apa di situ; aplikasi Grindr, itu awalnya saya. Ketemu, sering-
sering chat kalau ada yang mau jumpa, jumpa, kalau tidak yaudah, pacaran pun
biasanya pacaran lewat chat saja tidak pernah jumpa masih dunia maya tapi
sebentar saja biasanya kan”.

Putra sempat berpacaran dengan seorang perempuan sejak SMP sebelum

merasa tertarik dengan pria. Satu semester berpacaran, pacarnya memutuskan

hubungan dengan alasan ingin fokus belajar. Keduanya masih dekat karena merupakan

teman satu kelas dan kerap digoda oleh teman-teman sekelas.

“kelas 2 SMA balik lagi. Dia minta maaf kemarin diputuskan eh ternyata
terulang dia selingkuh sekali, putus. kelas 3 nya sebelum UN, 3 hari sebelum
UN kami balikan lagi setelah itu putusnya sebelum pengumuman UN. Baru
balik ke kuliah, biasa saja tapi aku bingung antara ke cewek atau ke cowok,
karena waktu kuliah aku kenal cewek dari FB, di situ saya ada rasa sama cewek
itu ternyata cewek itu baru putus jadi dia tidak mau pacaran setelah tahu agama
tidak boleh pacaran, dia tidak mau pacaran, tapi di situ saya masih suka-suka
kepoin, dulu hanya sekarang sudah tidak. Waktu kuliah dekat lagi sama mantan

Universitas Sumatera Utara


101

tapi itu sudah kenal sama cowok dari FB, chat-an, sms, telpon, barulah ketemu
aplikasi itu, tahu dari kawan grup di FB. Chating-an, di situ itu belum ada
pacaran sama cewek tapi itu ada pacaran sama cowok”.

Putra bingung karena ia merasa tertarik dan berpacaran dengan pria dan

perempuan. Putra yang belum mengenal media online merasa bahwa ketertarikannya

kepada pria hanya rasa kagum semata. Ia mengaku sebelumnya ia masih memiliki rasa

suka ketika berpacaran dengan perempuan, namun sekarang tidak lagi.

“Tidak tahu lah, semenjak waktu putus terakhir waktu seminar proposal,
terakhir pacaran sama cewek. Setelah itu seminar terus ya tidak mau lagi, saya
bilang “udahlah mungkin kita tidak jodoh karena dalam hubungan kami seperti
ada egonya tinggi, karena itu aku juga ya sudahlah nanti-nanti saja sukses saja
dulu tidak usah mikirin cewek”

1) Penerimaan Diri Putra

Proses penerimaan diri Putra berlangsung sejak ia SMA sampai kuliah semester

3, ketika ia menggunakan aplikasi Grindr. Putra menganggap gay merupakan orientasi

seksualnya sejak lahir. Ia bisa menerima diri, namun sangat menutupinya. Putra pernah

digoda oleh seorang teman pria, anggota ekstrakulikuler basket saat SMA. Saat mereka

bertemu di kantin, teman pria tersebut menghalangi Putra

“wee..wee.he jangan ganggu ini pacarku” begitu tapi saya bilang “halah” tapi
kayak dalam hati “is” begitu lah. Karena yang terakhir pacaran sama cewek itu
seperti sudah tidak ada rasa lagi, hanya seperti mau balik begitu sekitar 30 dan
70 persen. Jadi ya sudah, pernah sudah ajak ke tempat saudara, mengenalkan
hanya sudah tidak tertarik lagi sudah tidak ada rasa, saya sering chattingan sama
cowok”

2) Pengungkapan Identitas Seksual Putra

Putra melakukan coming out hanya kepada teman sesama gay dengan

memperkenalkan bahwa ia juga seorang gay. Putra bertemu dengan sesama gay di

Universitas Sumatera Utara


102

media sosial Facebook. Mereka mengirim permintaan pertemanan ke Putra,

berkenalan. Ia pernah berkenalan dengan seorang gay di Facebook pada 2016. Ia

diminta datang ke Pakam atau Tanjung Morawa, kemudian di situlah terbentuk grup

Chubby Cheaster Medan (bersama Ken, informan utama lainnya). Pada orang-orang di

grup tersebutlah Putra melakukan coming out. Ketika ia sudah bisa menerima dirinya

di saat semester 3 atau 4 masa kuliah, di saat itu juga lah Putra coming out dengan

mencari relasi gay dan gabung di grup gay.

Putra merasa takut jika harus coming out ke orangtuanya. Ia berasal dari

keluarga besar dan ia ingin menjaga nama baik keluarganya sebab banyak harapan yang

diberikan keluarga kepadanya.

“Saya tidak mau bongkar. Tapi suatu saat saya ingin pindah, nanti kalau sudah

mapan, tapi orangtua kadang izinkan, kadang tidak. Saya mau mandiri karena

kalau di sini seperti tidak bebas karena keluar seperti ini pun “lama kali pulang

jam berapa ini”

3) Penyembunyian Identitas Seksual Putra

Putra menutupi orientasi seksualnya dari keluarga dengan cara beralibi ingin

fokus bekerja dan tidak memikirkan berpacaran. Putra sempat mengenalkan mantan

pacarnya pada sang ibu. Sang ibu juga masih menanyakan sang mantan pacar ketika

mereka telah putus. Putra selalu menjawab bahwa ia ingin fokus kerja dahulu setiap

ditanya tentang pacar atau pernikahan. Putra tidak memiliki keinginan untuk coming

out ke orangtuanya. Putra fokus untuk bisa lulus pegawai negeri sipil, keluar dari kota

Medan dan hidup dengan bebas. Putra juga ingin orangtuanya melihat ia menikah,

Universitas Sumatera Utara


103

namun ia hanya menunggu bagaimana proses ke depannya karena ia sendiri sudah tidak

memiliki ketertarikan pada perempuan. Di media sosial pun Putra tidak pernah

membahas tentang gay.

“Dekat ya dekat. Pokoknya kalau dulu, sekali tatap, pandangan pertama ada
rasa, sekarang sudah tidak ada lagi. Ya biasa aja, cantik ya cantik memang, tapi
banyak penilaian saya “ah pasti nanti matre”. Kalau cowok kan tergantung,
kalau cowok chat “oh berarti dia matre” dari chat saja kami. Kalau pacar pernah
kan kemarin sudah dikenalkan, terus putus, mama ku pun kemarin masih
mengharapkan dia, saya bilang “ma, saya tidak suka lagi sama dia” “oh ya
sudah” terus orangtua pun tahu semenjak saya sudah tidak berhubungan sama
cewek “ma saya fokus kerja dulu, saya tidak mau pacaran, saya fokus kerja cari
duit” mama ku kasi tahu, setiap saudara nanya “alah belum lah, orang belum
kerja kok” orangtua bantu.
Kalau temen-temen saya biasa saja kalau teman ya biasa saja, Kalau teman
nongkrong biasa ya biasa saja kalau temen ini ya temen ini”

4.2.1.5 Informan V: Andre Christian (25 Tahun)

Andre, Chris atau Tian, begitu ia biasa disapa. Andre adalah anak kedua dari

empat bersaudara. Ayah Christian memiliki karakter yang tegas. Christian merupakan

lulusan SMK yang kini bekerja sebagai guru private. Ia memiliki tubuh yang tinggi

dengan kepribadian yang mudah berbaur. Christian merupakan anggota Cangkang

Queer.

Christian menyadari ia adalah gay ketika kelas 2 SMP tahun 2007. Ia memiliki

ketertarikan dengan sesama jenis karena ia tertarik dengan teman sebangkunya, yang

seorang pria, dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut terbukti ketika mereka

melakukan kerja kelompok bersama dan Christian menginap di rumah temannya

tersebut. Si teman kemudian memeluk Christian dan ternyata Christian merasa

nyaman, dimana seharusnya ia merasa risih. Christian belum mengetahui apa itu gay

Universitas Sumatera Utara


104

saat itu. Ia hanya merasa nyaman dan cocok dengan temannya tersebut dan keduanya

memutuskan untuk berpacaran.

Christian sempat tertarik dengan lawan jenis. Perasaan senang berada didekat

temannya tersebut, merasa diperhatikan dan dijaga, akhirnya Christian tidak lagi

memikirkan tentang lawan jenis.

“Sama lawan jenis hanya sekedar “cantik ya, pinter ya begitu orangnya”,

kagumlah tidak yang sampai suka, kagum lah, falling in love itu tidak pernah”

Christian mengatakan ia adalah seorang yang pendiam dan penakut. Jika ada

perempuan yang mendekatinya, ia tidak merespon. Ada perempuan yang mendekatinya

saat SMA, namun Christian menolak dengan mengatakan ia sudah punya pacar

“Hanya aku tidak bilang yang punya itu cowok. Setelah itu lambat laun karena

temen dekat itulah “pacar aku laki-laki”, mereka kagetlah sempat juga lah tidak

mau bicara si kawan itu tapi akhirnya terbuka juga”

Christian awalnya merasa bingung dengan orientasi seksualnya. Christian juga

merasakan ketidakwajaran dengan apa yang ia lakukan dengan teman prianya tersebut.

Teman-teman sekelas mereka saat SMP juga merasa heran kenapa Christian dan teman

sebangku yang juga pacarnya tersebut sangat dekat. Christian dan pacarnya selalu

minta duduk bersama di kelas

“Jadi orang curiga, akhirnya karena kecurigaan itu sempat juga risih awalnya

lama kelamaan karena diyakini dia “untuk apa kamu memikirkan orang”

akhirnya wes jalani saja seperti biasa”

Universitas Sumatera Utara


105

1) Penerimaan Diri Christian

Penerimaan diri Christian terjadi setelah lulus SMA. Christian baru mengenal

media sosial dan internet saat kelas 2 SMA. Christian tahu bahwa apa yang ia lakukan

adalah sebuah penyimpangan. Ia menjadi takut namun kembali diyakinikan oleh sang

pacar.

“Aku ceritalah ya kan “eh ternyata yang kita lakukan ini salah” “kamu nyaman
tidak samaku?” katanya “nyaman”, “kamu sayang tidak sama ku?” “sayang”
“kamu cinta tidak sama ku?” “cinta” “ya sudah buat apa lagi dipikirkan”, “tapi
ini salah loh” “salah tidak salah yang penting kan kita bukan merugikan orang”
“oh ya sudah””

Christian bisa menerima dirinya sebagai gay adalah karena penguatan dari sang pacar.

Christian sebelumnya tidak tahu sama sekali dan menjalani apa adanya. Hal ini

membuat ia sempat mengalami pelecehan seksual oleh sepupunya sendiri saat kelas 2

SMA.

“jadi dia sering memegang kemaluannya jadi sepertinya udah mulai ke arah-
arah sana juga. Dia juga sering pegang kemaluanku mulai dari awal itu aku juga
cerita sama pacarku, ya tetap juga sampai akhirnya aku sudah mulai tahu
tentang itu, saudara sudah mulai berani lagi, aku bilang “nanti aku adukan”

2) Pengungkapan Identitas Seksual Christian

Christian melakukan coming out untuk pertama kalinya kepada teman

sekolahnya, seorang perempuan tahun 2012, setelah lulus SMA. Ia adalah seorang

penggemar komik-komik Jepang.

“eh kau tahu tidak”


“apa”
“aku mau mengaku samamu”
“mengaku apa”

Universitas Sumatera Utara


106

“aku sudah pacaran loh sebenarnya”


“oh iya? Sama siapa? cewek mana?” katanya seperti itu
“tapi tidak sama cewek”
“jangan bilang sama cowok. Ih siapa? Siapa? benar ih aku mau kenal lah
orangnya”
“kau tidak jijik?”
“aku malah seneng, aku mau minta fan service lah”
“fan service maksudnya?” ku bilang seperti itu
“entah kalian pelukan atau ciuman di depan aku”
“halo hari gini”
“iya fan service, kami itu ada grupnya”
“grup apa”
“grup fujoshi” (Fujoshi adalah grup perempuan-perempuan yang suka hal-hal
berbau gay).

Christian memilih temannya tersebut sebagai orang pertama yang tahu ia gay, sebab

mereka sudah berteman akrab sejak kelas 1 SMP. Menurut Christian, ia adalah orang

yang baik, humble dan menerima apa adanya seseorang.

“Ah sampai kapan aku sembunyikan. Tidak enak juga”, karena nanti kalau aku

ada apa-apa, ingin cerita kalau misalnya aku ada masalah itu sama siapa selain

sama pacar nanti, kalau aku misalnya bermasalah sama pacar, nanti aku

bicaranya sama siapa”

Christian mencari kenalan gay lain melalui Facebook dengan mengetik “gay

Medan”, ternyata muncul banyak akun dan Christian tambahkan sebagai teman.

Christian mencari grup gay di Facebook pada tahun 2013. Christian melihat info bahwa

grup tersebut akan mengadakan perteman di salah satu mall di kota Medan. Christian

memutuskan datang ke pertemuan tersebut seorang diri dengan modal nekat

“ada yang mendekati ada yang mengedipkan mata, pokoknya lucu di situ outing

terbesar itu di situ walaupun sesama orang yang seperti itu, tapi tetap juga

lucunya seperti itu perdana gabung di grup itu”

Universitas Sumatera Utara


107

Christian coming out ke sang ibu selang setahun kemudian dan merupakan

coming out yang tidak disengaja. Ada satu teman gay Christian berkunjung ke rumah,

si teman mengatakan

“beb minumku mana?”

“mampus aku”

Ibu Christian langsung memalingkan wajah dan menatap ke arah mereka setelah

mendengar cara bicara si teman. Christian langsung menyuruh temannya segera

menghabiskan minum dan pulang. Christian pun kemudian berbicara dengan ibunya.

“kamu suka sama laki-laki?”


“iya ma”
“kalau bisa tinggalkanlah. Tapi kalau misalnya apa, ya bagaimana lagi mau
dibuat, asalkan bisa jaga diri”
“mama marah ya?”
“ya marahlah”
“jangan begitu lah ma. Aku nyaman begini. Seperti ada yang lindungi aku ma”

Ibunya diam tanpa Christian tahu itu adalah bentuk kemarahan atau bukan. Christian

dan ibunya kemudiN berbicara seperti biasa, hanya ibunya menjadi sedikit lebih

protektif. Menurut Christian, ibunya sudah mulai mengetahui ia adalah gay, karena

pacarnya sering datang ke rumah, komunikasi yang intens dan sering masuk ke kamar.

Christian mengungkapkan diri ke bapaknya dengan cara yang berbeda.

Christian mengingat dengan jelas kapan ia melakukannya, yakni bulan Agustus tahun

2016. Christian diam sejenak seperti ragu akan bercerita pada peneliti. Ia melihat

kanan, kiri, depan, belakang, lalu bertanya pada peneliti

Universitas Sumatera Utara


108

“Kalau misalnya…kakak orangnya…begini, aku mau tanya, kakak orangnya

tidak milih temen atau bagaimaan? Hmm kalau misalnya aku kasih tahu sesuatu

menyangkut diriku akan menjauh tidak?”

Peneliti menjawab. Christian kemudian mengambil pulpen peneliti dan menuliskan di

sudut kanan atas buku peneliti, kata “HIV”. Bapaknya mengetahui ia adalah gay karena

hal itu. Christian belum bekerja pada saat itu, sedangkan ia butuh dana untuk cek darah

dan cek paru-paru. Akhirnya seluruh keluarganya tahu ia adalah gay dan mengidap

HIV. Bapaknya diam tak mampu berkata-kata, menangis

“aku tidak mau nangis, aku paling benci mengeluarkan air mata. Soalnya aku

paling tidak suka kalau mengeluarkan air mata depan orang”

Tidak mudah bagi Christian untuk dapat mengatakannya. Christian

membutuhkan waktu 4 bulan untuk dapat menyampaikan pada orangtua. Christian

mengalami penurunan berat badan, akhirnya ia tidak sanggup lagi dan memilih jujur.

Christian merasa sangat lega sudah bisa coming out, meski ia masih memiliki

ketakutan.

3) Penyembunyian Identitas Seksual Christian

Christian menyembunyikan orientasi seksual hanya kepada teman-teman di

gereja, karena menurut Christian, mereka tidak akan bisa menerimanya. Ia pernah coba

menyampaikannya dengan cara yang sama, yakni sambil bercanda

“punya pacar tidak?”

“tidak”

Universitas Sumatera Utara


109

“mau cari pacar yang bagaimana?”

“manis, baik, seperti Tora Sudiro”, jawabnya

Perkataan Christian hanya dianggap sebagai candaan oleh teman-teman gerejanya dan

mereka pun segera mengganti topik.

“Mungkin sama orang gereja kali ya tidak bicara. Karena kita sudah tahu
mendeteksi orang “seperti itu, mungkin mereka tidak seperti ini”, aku pun juga
nanti-nanti tunggu kapan lah. Satu-satunya temen gereja yang tidak tahu”

4.3 Temuan Observasi

Pada penelitian ini, peneliti melakukan observasi non-partisipan, yang berarti

peneliti tidak ikutserta dalam lingkungan ataupun kegiatan gay secara langsung.

Temuan observasi ini adalah hasil observasi peneliti melalui internet, media sosial

informan dan observasi selama melakukan wawancara dengan informan.

4.3.1 Observasi Melalui Internet

LGBT secara umum, coming out adalah sebuah pilihan, yang terpenting adalah

penerimaan diri. Sulitnya coming out dibuktikan dengan adanya sebuah laman bernama

Melela.org yang khusus membahas dan mewadahi insan LGBT agar mampu

menyiapkan diri untuk coming out. Kata melela dapat digunakan sebagai padanan kata

Inggris coming out, yakni aktivitas LGBT ketika membuka dirinya pada lingkungan

sekitar.

Melela.org memberikan wadah pada insan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual,

dan Transgender) dan non-LGBT untuk berbagi cerita, sekaligus meningkatkan

pemahaman masyarakat akan kelompok minoritas LGBT di Indonesia. Semua kisah

Universitas Sumatera Utara


110

yang diterbitkan di Melela.org berkaitan dengan kegiatan coming out, yakni “Saat

ketika seorang LGBT pertama kali membuka diri mengenai identitas dirinya kepada

orang lain”. Melela.org menerima kisah-kisah para insan LGBT ini tanpa bertujuan

mendorong orang lain agar membuka diri sebelum benar-benar siap. Tidak hanya dari

kelompok LGBT, Melela.org mengikutsertakan pula partisipasi masyarakat non-

LGBT melalui kisah dari orang-orang terdekat mereka. Dengan begitu, Melela.org

dapat menyajikan isu LGBT secara inklusif. Meneruskan semangat inklusivitas yang

diusung website ini, melela.org memberikan bantuan kepada orangtua terkait dengan

keberagaman orientasi seksual anak dan ekspresi gender. Di halaman PARENTS

GUIDE, Anda dapat menemukan berbagai informasi yang ditujukan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan orangtua (https://melela.org)

Berdasarkan beberapa cerita yang peneliti baca di laman tersebut, setiap gay

memiliki perbedaan dalam proses penerimaan diri dan pengungkapan dirinya (coming

out). Perbedaan tersebut didasari oleh faktor internal maupun eksternal diri gay

tersebut. Budi Alamsyah Perwakilan Indonesia di Mr. Gay World 2017 bercerita jika

ia menonton sebuah film dokumenter mengenai pasangan sejenis yang bisa memiliki

anak dengan kelahiran surogasi. Budi menyadari kehidupan seperti itulah yang ia

inginkan. Ia kemudian semakin mantap dengan orientasi seksualnya dan di saat

bersamaan memutuskan untuk coming out. Lain lagi dengan cerita Egi Septiadi.

Keinginannya dapat menerima diri membuatnya mencari tahu lebih dalam mengenai

dirinya saat SMA melalui pelajaran biologi. Namun pembahasan seksualitas di Biologi

tidak telalu komprehensif. Menggunakan internet, Egi mencari di forum-forum yang

membahas mengenai seksualitas. Pencarian berlanjut ke masa kuliah, di Malaysia,

Universitas Sumatera Utara


111

meski sudah terdapat hokum yang jelas melarang hubungan sejenis, LGBT di sana

masih berani mengekspresikan dirinya. Hal tersebut semakin membuka mata Egi

tentang dirinya. Cerita lain datang dari Rizki Julianto Wibowo yang berhasil menerima

dirinya setelah memberanikan diri membuka diri di Twitter. Ia kemudian bertemu

dengan cinta pertamanya. Ia mencoba menyayangi pria tersebut dan tidak ada

penolakan dari dirinya.

Berdasarkan tiga cerita di atas, terlihat bahwa saat gay merasakan ada yang

berbeda dengan dirinya, mereka melakukan pencarian untuk dapat mengetahui apa

yang sedang terjadi pada dirinya. Setelah mengetahui gay sebagai orientasi seksual

mereka, mereka dapat menerima diri setelah menemukan informasi yang mendukung

dan membenarkan orientasi seksual mereka, misalnya adanya cerita bahagia pasangan

gay seperti yang didapatkan Budi Alamsyah.

Proses selanjutnya setelah menerima diri adalah mengungkapkan diri atau

tidak. Baik mengungkapkan maupun menyembunyikan identitas seksual adalah pilihan

dan keduanya memiliki proses dan alasan yang berbeda. Di laman Melela.org, Budi

Winawan menceritakan bahwa ia mengungkapkan identitas seksualnya kepada sang

ibu karena ia menyayangi beliau. Pada sang ibu, Budi mengatakannya secara langsung.

Memulainya dengan menanyakan kepada sang ibu apakah ibunya penasaran mengapa

ia tidak kunjung memiliki pacar. Kemudian ia mengatakan bahwa ia tidak menyukai

perempuan.

Budi Alamsyah memutuskan untuk coming out karena ia tidak ingin terus

menerus menutup diri dari keluarga yang ia cintai. Budi Alamsyah melakukan

pengungkapan diri yang berbeda kepada setiap anggota keluarganya. Orang pertama

Universitas Sumatera Utara


112

yang ia beritahu adalah adiknya, yang saat itu akan tinggal bersamanya di Meulborne.

Ia menanyakan kemungkinan ia akan menikah di Australia. Adiknya tidak

mempermasalahkan selama ia bukan menikah dengan sesama pria, sebab adiknya ingin

memiliki keponakan darinya. Selanjutnya coming out kepada sang ibu, yang

menurunya lebih rumit. Perbedaan generasi menyebabkan adanya perbedaan akses

informasi dan media pula. Sewaktu sang ibu mengunjunginya di Meulborne, ia

memutarkan film Modern Family yang bercerita tentang salah satu bagian keluarga

besar itu adalah pasangan gay yang mengadopsi anak, yang diterima oleh keluarga

besarnya. Budi Alamsyah melakukan hal yang sama kepada ayahnya. Setelah selesai

menonton ayahnya menanyakan alasan ia belum pulang ke Indonesia. Budi

mengatakan ia ingin berkeluarga di Australia.

Berbeda dengan Egi Septiadi. Ia merasa menjelaskan mengenai seksualitas di

hadapan keluarga sangatlah sulit. Apalagi di keluarganya, untuk membahas hal yang

berkaitan dengan seks, seperti mimpi basah saja sangatlah tabu. Sehingga, dapat

dibayangkan seberapa sulit untuk membicarakan mengenai seksualitas sesulit apa.

Namun, Egi tidak bisa berbicara banyak karena kondisi emosional yang sedang lemah.

Egi pun mengusulkan untuk melibatkan pihak ketiga yang netral untuk membantu

situasi ini. Psikiaternya yang sempat menangani Egi bisa menjadi pihak yang mampu

menjelaskan situasinya lebih baik. Egi pun kemudian menemui psikiater tersebut

bersama Ibu dan Kakak kandung saya.

Cerita lain dari Firmansyah. Ia mengatakan keputusannya melela adalah karena

ia lelah harus berbohong kepada sahabatnya mengenai orientasi seksualnya. Saat

menjelang Ujian Nasional (UN) tingkat SMA, Firmansyah menulis surat untuk kedua

Universitas Sumatera Utara


113

orangtuaku. Surat itu berisikan permintaan maaf, ucapan terimakasih, dan kejujuran ku

bahwa ia seorang gay. Dengan kata lain ia melela.

Berdasarkan cerita 4 gay di atas, mereka memiliki motivasi tersendiri untuk

melakukan coming out. Setelah menemukan motivasi, mereka menggunakan strategi

yang berbeda mulai dari menyampaikannya secara langsung, memberikan edukasi

mengenai homoseksual dahulu sampai menggunakan bantuan orang ketiga.

4.3.2 Observasi Informan

1. Alifo

Secara fisik, Alifo adalah pria bertubuh cukup proporsional dengan rahang

wajah yang tegas, memiliki kumis dan jenggot serta rambut yang ikal, warna kulit sawo

matang. Ketika berbicara, ia melihat lawan bicaranya dengan tangan yang terus

bergerak, seperti merapikan rambut dan memegang kumis atau jenggot. Saat

berkumpul dengan gay yang lain pun saat wawancara, Alifo jarang sekali ikut

menyumbang canda saat mereka bercanda. Ia biasanya banyak berbicara ketika

membicarakan mengenai kegiatan Cangkang Queer, selebihnya ia lebih banyak

mendengarkan. Sosok Alifo yang introvert juga terlihat dari tidak adanya foto dirinya

di akun Facebook gay-nya.

Alifo memiliki 2 akun di Facebook, akun asli dan akun untuk gay. Akun gay

miliknya bernama Alifo Nikolas. Ia menggunakan foto seorang penyanyi favoritnya.

“Medsos ada 2 akun. Asli dan gay. Beda postingan, sangat beda, Satu temen

kampus, temen dekat. Satu lagi teman-teman Cangkang Queer, komunitas,

Universitas Sumatera Utara


114

disitu bahas LGBT. Akun gay pakai foto Troye Sivan, kalau asli tidak pakai

foto asli tapi ada foto ku”

Akun untuk gay Alifo memiliki 499 pengikut dan mengikuti 227 orang. Kebanyakan

membahas mengenai kegiatan Cangkang Queer, membagikan berita atau artikel

LGBT. Sesekali ia menulis apa yang ia pikirkan dan rasakan misalnya

d) “pengen curhat”

e) “Disaat energi negatif sudah mulai mengelilingi tak ada cara lain selain

moveeeee”

f) “Skema 1:

Bibib pulang ke indo pas momentum kampanye pilpres

A. Bibib ditangkap = kriminalisasi ulama oleh pemerintah

B. Bibib tidak ditangkap = pemerintah lemah. Semua bisa dipolitisasi

utk melawan pemerintahan jkw”.

Kesukaannya membaca dan kekritisannya terlihat dengan jelas. Dimana ia

menyumbangkan pemikirannya pada berita politik dan menuliskan apa yang ia rasakan

dengan kalimat yang tertata. Sosoknya yang cenderung pendiam dan tertutup terlihat

dari balasan komennya di Facebook yang singkat.

Liman Meiwan lu simaho

Alifo Nikolas dasar hetero lu!

Liman Meiwan hetero artinya apa ? becanda guys , walaupun bener hehe

Amos Vander Hutapea burger?

Keenan P Bisa jadi bang 😂 😂 😂

Alifo Nikolas Assburger..

Universitas Sumatera Utara


115

Alifo Nikolas Keenan.. Apa obatnya 😂

Keenan P Hahaha biarkan lah itu obatnya haha

Begitu juga saat chat dengan peneliti, ia selalu to the point. Di akun gay nya ia

menyukai atlet-atlet yang bertubuh penuh otot. Ia menyukai musik dan film asal

Amerika, mulai dari penyanyi yang familiar seperti Beyonce, Adele, Justin

Timberlake, hingga yang tidak terlalu familiar seperti Riot Ten. Kebanyakan penyanyi

pria.

Di akun asli, Alifo menggunakan fotonya sendiri, ia sering sekali membagikan

berita politik tapi tidak menganalisisnya. Hanya ada 1 foto dan 1 video diri. Laman

yang disukai sama seperti di akun gay. Ia juga membagikan game dan kartun juga.

2. Keenan

Ken adalah sosok pria bertubuh tambun, berkulit hitam dan mengenakan

kacamata. Melalui observasi saat wawancara, Keenan terlihat sebagai pribadi yang

suka mengobrol, enak diajak bercerita dan apa adanya saat berbicara. Keenan adalah

seorang perokok. Setiap diwawancarai, ia bercerita sambil menghisap rokok atau

memain-mainkan kotak rokoknya. Keenan adalah informan yang paling mudah

diwawancarai, sebab ia selalu bercerita dengan lengkap tanpa ditanya perlu ditanya

mendalam. Ia suka ngobrol atau sharing, terlihat dari keterangan fotonya yang panjang.

Misalnya saat mengunggah foto bersama seorang anggota Cangkang Queer yang baru

saja meninggal dunia, ia menulis keterangan foto sebagai berikut

"nan tuh badan jangan makin lebar lah. Ga suka aku sama kau lagi" kelakar

bunda saat kami berdua duduk diruang tengah.. aku mengeluarkan jurus

Universitas Sumatera Utara


116

andalanku. Yup. Nyengir kuda. Ah, aku ga akan lupa kenangan semua

tentangmu bundaku.

Kamu selalu buat aku ketawa. Selalu buat aku tersenyum. Bahkan melupakan

masalahku yang kamu bilang "semua butuh proses Keenan. Setidaknya

nikmatin dulu sekarang" dengan logat mukanya yang standar buat ketawa.

Bunda, kasih tau bagaimana suka surga. Aku ingin tahu, aku ingin tahu

bagaimana keadaanmu sekarang. Aku ingin tahu apa yang kamu alami

ditempat terindah itu.

Bunda, aku tidak berhak bilang aku sayang samamu. Semua orang yang

mungkin diatasku pantas mengatakan itu. Aku cuma mau kamu tau. Aku

merindukanmu, sebagai seorang teman, sahabat, bahkan saudaraku sendiri.

Aku merindukanmu. Aku merindukanmu””

Keenan menamai akun Facebook nya dengan Keenan P. Ia memakai pakai foto

aktor Korea Song Joong Ki sebagai foto profil. Ia menggunakan poster drama Korea

Descendants of The Sun. Ia menyukai Raisa, terlihat dari banyaknya foto Raisa di

Facebook nya. Ia juga mengunggah banyak foto diri sendiri. Ia juga membagikan

mengenai LGBT, tapi lebih sering membagikan berita politik atau video yang menarik

baginya.

“Di Facebook sering banget. Aku sering banget ketika aku udah masuk

Cangkang Queer apapun terkait Cangkang Queer “baik itu tentang bagaimana

cara bertemu temen kencan dsb sering ku share. Terkait politik juga sering”

Keenan memprivasi pertemanannya, sehingga yang bisa menemukan

Facebook-nya hanya dari teman ke teman. Ada foto diri dan keseharian, seperti ulang

Universitas Sumatera Utara


117

tahun. Facebook tersebut hanya dikhususnya bagi orang sekitarnya. Keenan juga sering

mengunggah kata-kata bijak.

3. Edo

Edo memiliki tubuh yang kurus dan tinggi. Tampilannya nyentrik dengan

rambut dicat blonde (pada saat wawancara) dan kacamata berbingkai bulat dan besar.

Edo memiliki suara yang berat dan bertipe bass. Saat berbicara, ia selalu menatap

peneliti dan sering tersenyum saat bercerita. Edo seorang yang cenderung tidak banyak

bicara. Saat menunggu giliran wawancara, ia selalu memegang ponsel untuk bermain

game. Ia adalah yang paling fashionable dibanding informan lainnya.

“Facebook. Ada 3 akun; dunia nyata, gay, game. Di game aktif banget. Semua

pakai foto asli. Nama di game yang tidak asli. Nama panggilan aja. Kalau di

medsos yang nyata bahas kegiatan biasa, kirim video lagu. Di gay kontennya

sama cuma pertemenannya yang beda. Bahas tentang LGBT di grup Facebook”

Di Facebook dengan nama Edoo, ia memiliki banyak teman, dengan 59 pengikut.

Teman Facebook-nya 95 persen pria. Ia menggunakan foto diri sebagai foto profil. Ada

27 foto diri dan 1 video cover lagu yang ia buat. Hobi nyanyi dan kesukaannya pada

musik juga terlihat dari kalimatnya yang menggunakan diksi yang manis dan mendayu.

Di linimasa Facebook-nya, ia hanya sering mengunggah foto diri sendiri dan caption,

misalnya

 “Sebut nama ku 3 kali. Dan aku akan menemani mu disetiap kesunyian

malam mu”

Universitas Sumatera Utara


118

 “Datang dengan perkataan maaf..

Seolah ibarat penolong yang datang memberi semangat..

Jika berujung kau tinggalkan aku itu sama aja Hoax .

 Argumen membuat mu seolah ingin memperbaik citra .

5bulan ? Makasih ^_^ ku hargai dari setiap waktu yang selalu ku

jalani dengan mu

4. Putra

Putra memiliki postur tubuh yang tinggi-besar, berkulit cokelat dan

mengenakan kacamata. Berdasarkan observasi langsung, saat menunggu peneliti

datang dan menunggu wawancara dimulai, Putra sering pegang ponsel untuk bermain

media sosial. Hanya sekali-kali ia ikut mengobrol. Begitu juga yang terlihat dari video

live Facebook yang ia bagikan. Ia fokus live, Keenan (informan II) dan Chio (informan

tambahan IV) yang sedang bersamanya asik mengobrol, dan ia sesekali ikut bicara.

Saat berbicara, Putra jarang sekali menatap peneliti, cara ia bercerita tidak runut dan

harus dibantu untuk memperjelas hal apa yang ia maksud. Hal ini menunjukkan Putra

sebagai seorang yang pendiam dan tertutup.

Akun Facebook Putra bernama Putra Syah. Ia memiliki 5000 teman, semuanya

pria, hanya peneliti yang perempuan. Beberapa akun pria tersebut menggunakan foto

profil menunjukkan badan yang berotot atau fokus ke kemaluan. Putra mengisi

Facebook-nya dengan foto di sendiri, video live, video apa yang ia lihat. Di linimasa ia

hanya membuat status kegiatan harian. Putra aktif dan terbuka sekali di FACEBOOK

gay, dengan membuat status

Universitas Sumatera Utara


119

 “lagi di Hermes”

 “lagi di Man 2”

“Di Facebook tidak pernah bahas gay. Satu yang tidak berfoto untuk ga juga
tapi lupa password, satu berfoto tapi palsu akun gay, satu foto asli akun asli
isinya teman kuliah, SMA tapi ada juga gay ngeadd. Yang asli jarang buat
status, cuma ke mall ya cuma nunjukin kalau ada yang lucu-lucu saya bagikan,
kalau yang foto tapi palsu kayak itu lah “nongkrong yuk”, “ih sunyi kali nih
jalan yuk”

5. Christian

Christian memiliki tubuh yang tinggi dan kurus dengan kulit berwarna kuning

langsat. Saat awal berkenalan, Christian terlihat sebagai seorang yang pemalu. Namun

setelah bercerita lebih lama, Christian merupakan sosok yang sangat antusias dan

ekspresif ketika berbicara. Ia juga mudah akrab dengan seseorang. Gaya bicara dan

gerak tubuhnya kemayu. Ia menutup mukanya ketika tertawa dan ketika ia merasa

malu. Christian menggunakan Facebook dan Instagram, serta aktif di kedua akun

tersebut. Semua akun asli. Ia memiliki 1102 teman di Facebook, dan mayoritas adalah

pria. Ia juga seorang yang ramah dan memiliki banyak teman, terlihat dengan

banyaknya foto ia dan orang-orang atau kelompok yang berbeda.

“aku tidak pakai akun ganda, foto asli tapi namanya sih ku bikin Christian,
nama asli juga, tapi orang kan tau Andre Christian, tapi ku bikin Christian.
Tetap juga nama asli, juga pakai foto asli. FACEBOOK aku lebih sering bahas
pribadi, kalau yang untuk orientasi malah sekali dua kali lah, kalau misalnya
ada berita-berita yang tidak manusiawi untuk temen-temen LGBT, aku
langsung posting, aku merasa kayak “ini hidup kami, kenap sih harus diganggu,
kita juga tidak mengganngu kalian kok”. Aku kan juga belajar kan tentang
seksualitas sampai dibilang itu penyakit, ada yang bilang gini “homo itu
penyakit menular gini-gini”, aku langsung berkomen “oh ya, itu disebabkan
oleh virus dan bakteri apa? parasit apa? jamur apa? tolong dong kasi tau aku
bilang kayak gitu mereka langsung diem”, “kalau misalnya kamu tau virus apa
bakteri apa, saya kasi jempol deh tapi kalau kamu tidak bisa buktiin, tolong
hapus ya”. Sampai sekarang sih misalnya ada yang bilang begitu sih saya sih

Universitas Sumatera Utara


120

orangnya langsung tidak suka. Nyerangnya bukan menyerang secara “eh kau
ayam kau” tapi aku nyerangkan secara halus”

Christian adalah penggemar drama, musik dan program Korea, terlihat dari

banyaknya posting-an berbau Korea. Ia juga sangat terbuka, tidak mempermasalahkan

jika ada yang membahas mengenai gay di akunnya, seperti yang terlihat di bawah ini,

saat Christian mengunggah percakapan antara ia dan relasinya

Yohannes Herdiansyah selamat yah kk

Christian Hardika Iya dd

Kamu juga harus semangat

James Tarigan Selamat ya cinta

Christian Hardika Terima kasih

Kamu baik

James Tarigan Ia cinta

Kinto Kusnadi Cieeehhhhh udah punya bebeb

4.4 Triangulasi Data

Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Menurut Sugiyono (2013: 330)

triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda

dengan teknik yang sama. Ringkasnya, triangulasi sumber data adalah menggali

kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan

observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah,

catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto.

Universitas Sumatera Utara


121

Sumber yang peneliti jadikan sebagai triangulasi adalah 5 informan tambahan,

dimana kelima-nya merupakan teman dekat informan utama yang mengetahui informan

sebelum dan sesudah mengungkapkan identitas seksualnya. Melalui hasil wawancara

dengan informan tambahan, peneliti akan melihat kebenaran data yang diberikan

informan utama mengenai pengungkapan diri mereka. Sumber kedua yang peneliti

gunakan adalah media sosial informan utama. Melalui media sosial informan utama,

peneliti akan melihat kesesuaian mengenai keterbukaan diri yang informan sampaikan

dengan yang informan tunjukkan di media sosial.

4.4.1 Informan Tambahan

4.4.1.1 Informan I: Amee (29 Tahun)

Amee adalah sekjen dan koordinator divisi pengorganisasian & advokasi di

Cangkang Queer. Ia adalah seorang transgender. Amee adalah salah satu anggota yang

dekat dengan Alifo (informan utama I). Mereka bertemu pertama kali ada acara

Rainbow Camp Cangkang Queer, sekitar tahun 2014. Namun Amee kurang ingat betul

bagaimana Alifo bisa bergabung di acara tersebut. Mungkin ia mendaftar dan diseleksi

oleh Dika, ketua Cangkang Queer. Mereka mulai komunikasi setelah acara tersebut.

Sebenarnya, kata Amee, di Cangkang Queer ada strategi komunikasi tersendiri.

Anggota homoseksual kemungkinan kurang nyaman jika bercerita dengan anggota

transgender misalnya, atau mungkin sebaliknya. Jadi menurut Amee, Alifo mungkin

lebih banyak bercerita dengan Dika. Namun setelah Rainbow Camp, intensitas Alifo

datang ke sekretariat lebih tinggi.

Universitas Sumatera Utara


122

Amee melihat adanya perbedaan di diri Alifo antara awal masuk dan sekarang

sudah sangat aktif di Cangkang Queer. Alifo adalah seorang yang introvert. Dulu, Alifo

pendiam, tapi kini ia menjadi seorang yang lebih vokal. Awal kedekatan mereka adalah

saat Alifo yang jago desain, membantu membuat desain poster. Namun saat itu Alifo

belum begitu banyak bicara, hanya yang penting saja.

“Kalau sekarang dia sudah jadi kayak diri dia. Malah sekarang jadi over. Dalam

arti positif. Misalnya “kau kenapa? haha”, tapi itu dia. Ada perubahan-

perubahan yang lain. Kita tidak aneh awalnya. Tapi kita kayak “ada gila-gilanya

anak ini”

Alifo adalah tipe orang yang silent treatment untuk menyelesaikan

masalahnya. Misalnya saat dia sedang recharge kehabisan energi, jika anggota lain

recharge dengan kumpul sama kawan, cerita, sharing mengeluarkan unek-unek atau

mungkin nonton, refreshing-lah. Alifo tidak. Ia memilih diam menyendiri di kamar

kos. Sisi luar biasa Alifo menurut Amee adalah kemampuannya mengidentifikasi

dirinya. Misalnya kapan saat dia recharge, kapan dia siap berkegiatan lagi. Alifo

mengetahui apa yang menjadi kelemahannya. Selain itu menurut Amee, lebih nyaman

berkomunikasi dengan Alifo melalui teks daripada berbicara langsung.

Amee mengatakan, sekarang Alifo sudah bisa menerima diri dan tidak

bermasalah lagi dengan orientasi seksual. Menurut Amee, pada Dika, Ketua Cangkang

Queer, Alifo bahkan pernah mengeluarkan pernyataan

“kalau aku sekarang ini tidak takut akan kematian, karena aku merasa aku sudah

melakukan dan berusaha untuk berbuat banyak untuk orang lain”

Universitas Sumatera Utara


123

Hal yang dimaksud Alifo adalah tentang orientasi yang mereka perjuangkan sekarang.

Menurut Amee, Alifo memang sudah pure menerima dirinya sebagai seorang gay.

Perubahan Alifo terlihat setelah satu tahun di Cangkang Queer.

“Dia sudah menjadi dirinya sendiri tanpa harus menjaga image. Harapannya

Cangkang Queer itu jadi tempat untuk begitu. Cangkang Queer melihat

kebahagiaan diri ada. Dulu jaim diam saja ngomong seperlunya, sekarang lebih

terbuka dan membuka diri”

Alifo jarang menceritakan masalah pribadinya. Ia orang yang tertutup tentang

hal pribadi. Jika ia punya relasi (kenalan), ia tidak pernah memperkenalkannya pada

Amee. Amee merasa Alifo lebih nyaman bercerita tentang asmara kepada anggota

sesama gay. Ia hanya tahu luarnya saja. Amee hanya sering mengingatkan soal

kesehatan.

Alifo di mata Amee adalah orang yang kritis. Namun kekritisannya cenderung

menimbulkan kesan keras kepala. Kalau bicara dengan Alifo, mereka harus punya

argumentasi yang logis. Satu hal lain, Amee meminta Alifo untuk tidak mengurung

dirinya saat ada masalah dan lebih sering memberi kabar agar ia tidak merasa khawatir.

“jadi kalau apa-apa, setidaknya kita tahu anaknya dimana. Paling tidak tahu,

kita tidak akan ganggu”

4.4.1.2 Informan II: Dr. Siti Halimah Novita (24 Tahun)

Halimah adalah teman dekat Keenan (informan utama II), yang berprofesi

sebagai dokter. Halimah mengenal Keenan bulan November tahun 2017 saat acara

Universitas Sumatera Utara


124

IDAHOT di Cangkang Queer. Halimah mengetahui IDAHOT melalui Instagram dan

diajak oleh temannya.

Di mata Halimah, Keenan sudah seperti saudara sendiri. Keenan memiliki sifat

yang manja namun bisa menjadi dewasa dan merupakan pendengar yang baik. Sifatnya

yang lembut dan pengertian membuat Halimah nyaman berteman dengannya.

Halimah mengetahui orientasi seksual Keenan setelah dekat selama 1 bulan.

Keduanya intens berkomunikasi melalui WhatsApp, kemudian mereka menjadi akrab

karena Keenan adalah sosok yang mudah berteman. Keenan memberi tahu orientasi

seksualnya secara perlahan-lahan, ia mengatakan jika ia berbeda dari yang lain dan

menanyakan apakah Halimah tetap mau berteman dengannya. Halimah kembali

bertanya apa hal yang berbeda. Keenan menjawab identitas seksualnyalah yang

berbeda. Ia menyampaikannya secara langsung saat mereka bertemu. Menurut

Halimah, Keenan orang yang tidak bisa berbohong. Halimah tidak merasa kaget

mendengar pengakuan Keenan. Ia justru merangkul Keenan sebagai teman baiknya dan

menganggap seperti keluarga sekarang ini.

“Tidak hina ya bagi saya memiliki saudara gay seperti Keenan”

Halimah bisa menerima orientasi seksual Keenan karena menurutnya setiap manusia

lahir sudah memiliki haknya masing-masing, dan itu hak Keenan untuk memilih

identitas seksualnya dan ia merasa nyaman dengan itu, kenapa tidak. Halimah hanya

sering mengingatkan Keenan untuk tidak melakukan seks bebas dan selalu

menggunakan kondom jika ia ingin melakukannya.

Homoseksual bukanlah hal yang asing bagi Halimah, dan bukan hal yang hina.

Ia sering membaca dan mencari tahu dari Youtube mengenai homoseksual. Ia juga

Universitas Sumatera Utara


125

mencari tahu di artikel kesehatan yang mengatakan bahwa homoseksual memang

bawaan dari lahir dan jika keturunan memang dikarenakan adanya bawaan dari

kromosom. Menurutnya Keenan menjadi homoseksual adalah bawaan lahiriah,

merupakan jati dirinya. Berbeda dengan homoseksual karena trauma atau coba-coba.

4.2.4.3. Informan III: Anatasya Karita Hasibuan (24 Tahun)

Anatasya biasa dipanggil Caca adalah seorang wirausaha dan lulusan diploma

3 administrasi bisnis. Anatasya adalah teman dari Edo (informan utama III). Edo dan

Anatasya bertemu sekitar 2 tahun lalu saat acara ulang tahun teman Anatasya, yang

juga dihadiri oleh Edo.

Edo merupakan pacar dari teman pria Anatasya. Edo datang dan dikenalkan

sebagai pacar dari temannya. Setelah acara itu, mereka tetap berkomunikasi dengan

teman-teman lainnya juga. Mereka jadi sering chat dan bertemu karena tergabung

dalam satu grup WhatsApp yang sama bernama Kimochi Reborn. Anatasya merasa

nyaman berteman dengan Edo karena hatinya yang baik. Anatasya selalu memandang

seseorang dari sisi baiknya saja. Di acara ulang tahun itu juga lah Anatasya mengetahui

orientasi seksual Edo. Kini Anatasya bahkan menanggap Edo sebagai adiknya sendiri.

Anatasya sendiri sudah tidak asing dengan homoseksual, karena bukan hanya

Edo temannya yang seperti itu. Anatasya bisa menerima Edo dan teman-teman gay nya

yang lain karena ia merasa setiap orang pasti memiliki kesalahan dan kekhilafan.

“kalau itu emang suatu kekhilafan yang Edo jalani, Caca yakin suatu saat pasti

Edo dapat menjadi yang lebih baik”

Universitas Sumatera Utara


126

Edo tidak mengatakan secara langsung bahwa ia adalah gay. Edo hanya sering cerita

tentang pacarnya yang seorang pria, tidak to the point. Anatasya tidak pernah sekalipun

merasa tidak nyaman dengan Edo. Dua tahun berteman, Edo yang dulunya pendiam

sekarang sudah terbuka kepadanya.

4.2.4.4. Informan IV: Chio (28 Tahun)

Chio adalah teman dekat Putra (informan utama IV) dan merupakan staf

keuangan di Cangkang Queer. Chio adalah seorang transgender. Chio dan Putra

bertemu pada akhir tahun 2017, saat acara TDoR yang diadakan Cangkang Queer.

Mereka berkenalan melalui Keenan (informan utama II).

“Jadikan waktu itu kami di Cangkang Queer lagi persiapan, Ken bilang “aku
mau ajak temen tapi orangnya sedikit introvert” “ya sudah ajak aja ya kalau dia
welcome kita gabung-gabung, ya sudah”. Terus dikenalin, dia dibawa ke CQ,
dikenalin terus dari situ kita kan dekat sama Ken, seringlah kami nongkrong-
nongkrong, ngajak-ngajak dia makanya jadi dekatlah kayak keluarga”

Menurut Chio, Putra adalah orang yang terkadang dewasa, kadang manja. Sisi

dewasa Putra terlihat karena ia sering mengingatkan teman-temannya tentang banyak

hal, misalnya tidak boleh melawan orangtua. Putra adalah teman yang selalu

mendukung temannya.

Sejak awal bertemu sebenarnya Chio sudah mengetahui orientasi seksual Putra

namun ia menunggu Putra nyaman untuk membukanya sendiri. Beberapa minggu

setelah acara TDoR dan sering berkumpul bersama, Putra mulai berani bercerita

tentang kedekatannya dengan seorang pria. Meski Chio seorang transgender, namun

Putra merasa nyaman bercerita dengannya

“Dia nyaman-nyaman aja sih, bahkan bisa dibilang kayak kami kan, aku, Ken,
Putra, ada pacar aku kan dan pacarnya Ken memang kami sering nongkrong

Universitas Sumatera Utara


127

bareng, sering sharing gitu jadi yah paling kami selaku teman dan kami
menganggap dia sebagai keluarga “jangan sembarangan, perhatiin dirinya” tapi
itu semua kan kembali ke dirinya”

Coming out yang dilakukan Putra ke Chio mengalir begitu saja tanpa ia perlu

memberitahu secara langsung. Putra juga pernah menceritakan kegalauannya hanya

kepada Chio yakni ketika Putra ingin menjalin hubungan yang serius dengan

seseorang, namun ternyata orang tersebut hanya menganggap Putra seperti cinta satu

malam saja.

Pada Putra, Chio hanya sering mengingatkan untuk memperketat digital

security-nya. Lebih berhati-hati berkenalan dengan orang lain terutama di dunia maya.

Pada orang-orang homophobia, Chio mengajak untuk mencari tahu terlebih dahulu

alasan mengapa homoseksual memilih dunia seperti itu.

4.2.4.5. Informan V: Isna Fauziah Harahap (26 Tahun)

Isna adalah seorang guru. Ia dan Christian (informan utama V) adalah teman di

komunitas Sahabat Peduli Medan (SPM). Mereka bertemu saat rekrutmen anggota

SPM. Waktu itu Christian lah yang merekrut Isna dan calon anggota baru lainnya.

Mereka semakin dekat setelah bertemu untuk kedua kalinya pada suatu acara. Menurut

Isna, Christian adalah pribadi yang ramah dan mudah berbaur hingga siapapun akan

mudah sekali dekat dengannya. Sekarang mereka memang sudah jarang bertemu tapi

Christian menganggap Isna seperti kakaknya sendiri.

Isna mengetahui Christian adalah gay pada bulan Februari kemarin, meski

sebelumnya ia sudah memperkirakannya melihat dari gesture dan foto pacar Christian.

Universitas Sumatera Utara


128

Isna sempat mengira itu hanya candaan, tapi ternyata benar adanya. Christian tidak

menyampaikannya secara terang-terangan.

“Ya dia cerita persoalan dia. Tapi maaf kakak tidak bisa jelaskan secara blak-

blakan. Tapi tidak langsung tentang pacar sih. Tentang masalah pribadinya dulu

awalnya. Ya kita lah yang menyimpulkan hehehe”

Isna bisa menerima orientasi seksual Christian meski awalnya sempat merasa

kaget karena menurutnya itu adalah masalah pribadi Christian. Menurut Isna, selama

Christian dapat bersosialisasi dengan baik, berbuat baik pada orang lain, tidak ada

salahnya ditemani dan Isna mendoakan Christian bisa mendapatkan hidayah

“Karena banyak pelajaran juga yang kakak dapat dari berteman dengan dia. Ya

awalnya kakak tidak tau kalau masalah keluarga berdampak dengan perilaku

buruk yang sangat menyimpang, terus dari dia juga kakak tahu bagimana dapat

bermanfaat untuk orang lain di kala kita sulit”

Pada orang-orang yang homophobia, Isna menganggap homoseksual tidak bisa

disalahkan sepenuhnya. Perasaan mereka ada yang mengatur dan ada sebabnya. Pihak

keluarga dan lingkungan mungkin bisa membantu mereka bukan justru ditinggalkan

atau dijauhi.

“Karena itu kan perilaku menyimpang, semoga ada cara nya tuk mengubah
mereka. Setidaknya buat mereka yang homo atau lesbi, semoga mereka diberi
hidayah tuk kembali. Dan buat yang menjelek-jelekan, kakak rasa lebih baik di
nasehati dan dirangkul karena mereka butuh cinta dan kasih. Tapi bukan
mendukung ya”

Universitas Sumatera Utara


129

4.5 Kategorisasi Temuan Penelitian

Dalam melakukan kategorisasi, peneliti akan menemukan kategori-kategori

yang bisa saja ditambahkan, dikurangi, atau diganti dalam penelitian. Dalam bahasa

Goetz dan LeCompte (1984:169) dalam Alwasilah (2002:235) disebut contrasting,

aggregating, dan ordering. Kategorisasi merupakan proses intuitif yang sistematik dan

bernalar berdasarkan tujuan penelitian, orientasi dan pengetahuan peneliti, serta

konstruk-konstruk yang dieksplisitkan oleh responden penelitian (Merriam (1988:133)

dalam Alwasilah (2002: 236)).

Guba dan Lincoln (1981) dalam Alwasilah (2002: 236-237), menjelaskan

mekanisme (1) konvergensi dan (2) divergensi dalam mengembangkan kategori.

Mekanisme konvergensi merujuk pada mekanisme pengumpulan data atau informasi

sejenis dalam satu payung kategori dengan argumen homogenitas. Sedangkan

mekanisme divergensi mengacu pada pencopotan data atau informasi dari kategori

yang sudah terbentuk dengan argumen heterogenitas.

Kategorisasi temuan penelitian ini menggunakan mekanisme konvergensi

karena hasil wawancara dengan informan menghasilkan data yang homogen.

Kategorisasi merupakan lanjutan dari langkah reduksi. Oleh sebab itu, untuk kategori

dibuat berdasarkan tujuan penelitian yakni proses penerimaan diri, manajemen privasi

komunikasi pada pengungkapan identitas seksual gay serta manajemen privasi pada

penyembunyian identitas seksual gay (tabel kategorisasi temuan terlampir).

Universitas Sumatera Utara


130

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dilihat bahwa:

1. Tiga informan merasakan orientasi seksual sebagai gay merupakan perasaan

yang muncul begitu saja, dan muncul ketika masa sekolah yang ditandai dengan

ketertarikan terhadap teman sesama jenis. Sedangkan dua informan lainnya

merasa karena adanya faktor lingkungan yakni Christian yang dibuat nyaman

oleh teman prianya, dan Putra yang merasa nyaman menjalin komunikasi yang

intens dengan pria setelah merasakan sakit hati pada mantan pacar

perempuannya.

2. Proses penerimaan diri gay berbeda antara satu dan lainnya, begitu pula fase

yang mereka lalui. Alifo misalnya, melakukan penghindaran dengan

melakukan salat tahajud dan nazar sebagai bentuk penolakannya terhadap

orientasi seksualnya. Namun di sisi lain, Christian, tidak melakukan

penghindaran. Di sisi lain, semua informan melakukan pencarian informasi

lebih lanjut mengenai homoseksual setelah mereka mulai merasakan orientasi

seksual mereka. Empat informan akan mencari cara untuk menjadi nyaman

ketika mereka merasakan sesuatu yang kurang nyaman. Tidak begitu dengan

Christian, yang hanya membiarkan teman-teman sekelas mencibir kedekatan

antara ia dengan teman prianya berlalu begitu saja. Kelima informan

membiarkan perasaan tertarik mereka pada sesama pria berjalan begitu saja.

Terakhir, kelima informan sudah mampu menerima dirinya sebagai seorang

gay.

Universitas Sumatera Utara


131

3. Meski menggunakan cara yang berbeda, namun setelah dilakukan

pengkategorian, cara pengungkapan identitas seksual gay masuk ke dalam

kategori yang cenderung sama. Keenan yang mengungkapkan identitas diri

karena kedekatannya dengan teman yang ia beritahu ia adalah gay, begitu juga

dengan informan lainnya. Perbedaan hanya pada Christian yang

mengungkapkan identitas seksualnya pada sang ayah karena ia membutuhkan

biaya pengobatan HIV. Kelima informan melakukan pengungkapan diri secara

langsung dan memang disengaja atau direncanakan.

4. Setiap informan memiliki kriteria yang berbeda terhadap pria yang disukai.

Perbedaan kriteria ini dilaras dengan perbedaan kategori gay setiap informan.

Informan dengan tipe gay kemayu, menyukai pria gay yang atletis, sedangkan

tipe informan gay slim, menyukai pria gay kemayu.

5. Kelima informan juga melakukan cara yang berbeda dalam menyembunyikan

identitas seksual mereka. Edo, Keenan, Alifo dan Putra, melakukan

penyembunyian dengan mengalihkan topik pembicaraan setiap kali ada

bahasan mengenai gay dan pernikahan. Sedangkan Christian memilih

menggunakan kode-kode untuk menyembunyikan identitas seksualnya, hal ini

juga dilakukan oleh Alifo dan Keenan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, peneliti akan memaparkan deskripsi mengenai proses

analisis secara lebih rinci, sistematis, dan mendalam. Peneliti menjabarkan fenomena

yang ada berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan observasi. Wawancara

dalam penelitian ini dilakukan secara mendalam (in-depth interview). Wawancara

mendalam dilakukan terhadap lima informan yang dipilih berdasarkan metode

purposif.

Tema yang diangkat pada penelitian ini adalah manajemen privasi komunikasi

pada pengungkapan dan penyembunyian identitas seksual gay. Melalui gay yang sudah

coming out, peneliti kemudian menggali proses penerimaan diri informan sebagai gay

dan kemudian melihat bagaimana akhirnya mereka mengungkapkan identitas seksual

dan bagaimana mereka menyembunyikannya. Analisis data dalam penelitian ini

mengacu pada tahapan interpretasi yang merupakan dasar dari seluruh proses analisis.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, peneliti menemukan tiga tema induk.

5.1 Proses Penerimaan Diri

Germer (2009) menyebutkan, penerimaan diri terjadi melalui 5 fase, yakni

penghindaran, keingintahuan, toleransi, membiarkan begitu saja dan persahabatan.

Germer mengatakan fase ini dilakukan secara bertahap oleh individu yang melakukan

penerimaan diri. Namun berdasarkan hasil penelitian ini, tidak semua informan melalui

setiap fase secara bertahap (tabel rangkuman data penerimaan diri gay di Cangkang

Queer terlampir).

132
Universitas Sumatera Utara
133

Penelitian ini menunjukkan bahwa fase yang dilalui oleh semua informan

adalah 2 fase, yakni fase keingintahuan dan persahabatan. Pada fase penghindaran,

informan I melakukannya dengan salat tahajud dan nazar, sedangkan informan IV

melakukannya dengan tetap menjalin hubungan dengan perempuan, meski ia sudah

tidak memiliki ketertarikan dengan perempuan. Hal ini mereka lakukan sebagai bentuk

penolakan terhadap orientasi seksual mereka.

Kedua, fase keingintahuan. Kelima informan melalui fase ini. Fase

keingintahuan adalah fase yang pertama dilalui para informan setelah mereka merasa

tertarik dengan sesama pria. Fase ini kemudian menjadi penentu apakah informan akan

bisa menerima dirinya atau meneruskan pencarian informasi lainnya mengenai gay.

Gay dalam penelitian ini melalui fase ini dengan cara yang sama, yakni mencari tahu

mengenai homoseksual melalui media sosial atau internet dan buku-buku terkait.

Ketiga, fase toleransi, yang artinya individu menahan perasaan yang tidak

menyenangkan dan berharap perasaan tersebut hilang dengan sendirinya. Empat orang

gay dalam penelitian ini tidak melalui fase ini. Ketika mereka merasakan

ketidaknyamanan, seperti merasa berbeda atau karena stigma negatif dari lingkungan,

empat gay tersebut melakukan berbagai cara untuk menghilangkannya. Misalnya

dengan memberi pembelaan, mencari informasi lebih jauh mengenai kategori

homoseksual atau mencari tipe gay yang sama dengan mereka. Hanya satu orang

informan yang melalui fase toleransi ini, yakni ketika ia merasa tidak nyaman dengan

cibiran teman-teman sekolahnya terhadap ia dan pacar prianya, ia hanya membiarkan

hal tersebut berlalu begitu saja. Umumnya gay mencari tempat atau orang yang

mendukung mereka untuk dapat merasa nyaman.

Universitas Sumatera Utara


134

Fase selanjutnya adalah fase “membiarkan begitu saja”. Fase ini berarti

individu tersebut sudah lepas dari perasaan tidak nyaman dan membiarkan perasaan

tersebut mengalir begitu saja. Empat gay dalam penelitian ini melalui fase ini,

sedangkan satu gay lainnya pernah melakukan penghindaran atau penolakan terhadap

orientasi seksualnya. Hal ini terjadi karena empat gay sudah melalui fase

keingintahuan, dimana mereka menemukan informasi bahwa tidak ada yang salah

dengan orientasi seksual mereka dan mereka juga berkesempatan mendapatkan

pasangan. Keberhasilan fase keingintahuan membuat gay bisa sampai pada fase

“membiarkan begitu saja”.

Terakhir, fase persahabatan. Bagi gay dalam penelitian ini, fase ini adalah fase

dimana mereka sudah mendapatkan kenyamanan dan keberhasilan pada proses

penerimaan diri mereka. Setelah melalui fase keingintahuan, dukungan dari lingkungan

sosial di fase persahabatan ini sangat mereka butuhkan. Empat gay di penelitian ini

melalui fase persahabatan dengan menemukan orang dengan orientasi yang sama

dengan mereka. Sedangkan satu informan mampu menerima dirinya setelah mendapat

kekuatan dari pacarnya.

Perbedaan fase yang dilalui gay pada penelitian ini dapat terjadi sebab adanya

perbedaan kondisi yang mendukung proses penerimaan diri mereka. Tidak semua

individu dapat menerima dirinya dikarenakan masing-masing orang memiliki ideal self

yang lebih tinggi dibandingkan real self yang dimilikinya (Hurlock, 1974). Apabila

ideal self itu tidak bersifat realistis dan sulit untuk diraih dalam kehidupan yang nyata,

maka hal itu akan menyebabkan frustrasi dan perasaan kecewa (Hurlock, 1974). Lebih

lanjut Hurlock (1974) menjelaskan beberapa kondisi yang mendukung seseorang untuk

Universitas Sumatera Utara


135

dapat menerima dirinya sendiri. Dimana kondisi-kondisi tersebut mampu mewujudkan

penerimaan diri seorang individu. Kondisi tersebut di antaranya; pemahaman diri,

harapan yang realistis, tidak adanya hambatan lingkungan, sikap sosial yang

menyenangkan, tidak adanya stres emosional, jumlah keberhasilan, identifikasi dengan

orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik, perspektif diri, pola asuh masa kecil

yang baik, konsep diri yang stabil. Pada modul pendidikan dasar SOGIESC (Arus

Pelangi, 2018), disebutkan pula bahwa sebagai individu tentunya wajar bagi kita untuk

mempunyai proses yang berbeda beda. Kebanyakan Individu LGBTIQ justru hanya

berhenti di fase toleransi, karena tekanan sosial yang sangat kuat dan makin massif

dilakukan.

Penerimaan diri yang efektif oleh gay di penelitian dapat dilihat dari sosialisasi

mereka dengan lingkungan sosial. Kelima informan tambahan mengatakan jika mereka

sangat nyaman dengan teman mereka yang seorang gay. Teman para informan juga

sudah menganggap para informan sebagai keluarga mereka sendiri. Para informan

tambahan sebaliknya melihat adanya kepercayaan diri dan kenyamanan yang

dirasakan, yang terlihat dari ketidakraguan informan menjadi dirinya sendiri,

menceritakan masalah pribadi dan membuka diri kepada para informan tambahan,

seperti yang dikatakan Amee mengenai penerimaan diri Alifo:

“Penerimaan diri kalau sekarang gak ada masalah utk masalah orientasi seksual.
Dia pernah mengeluarkan statemen, gak sama ku sih tapi sama si Dika “kalau
aku sekarang ini gak takut akan kematian, karena aku ngerasa aku sudah
melakukan dan berusaha untuk berbuat banyak untuk orang lain” makusdnya
ya itu tentang orientasi itu. Yang kami perjuangkan sekarang lah. Artinya dia
memang udah pure menerima dirinya sebagai seorang gay.

Universitas Sumatera Utara


136

Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kelima gay dalam penelitian ini

bisa menerima diri dan semakin mantap dengan identitas seksual mereka setelah

bergabung dengan Cangkang Queer. Hal ini menunjukkan bahwa Cangkang Queer

sudah menjadi layaknya rumah bagi para gay hingga mereka bisa menjadi diri mereka

sendiri dan berani memperjuangkan dan mengekspresikan diri serta identitas seksual

mereka.

Penerimaan diri gay juga dapat dilihat melalui sudut pandang disonansi

kognitif. Disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas

mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap,

pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk

mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Dalam dunia LGBT,

keadaan semacam ini populer dengan istilah denial. Namun, ditinjau dari segi

psikologis, disebut sebagai atau disonansi kognitif. Teori ini sejalan dengan proses

penerimaan diri fase penghindaran dan keingintahuan. Menurut Turner (2008), hal ini

dapat dilihat melalui sudut pandangan proses persepsi yang terjadi pada disonansi

kognitif, yaitu terpaan selektif, pemilihan perhatian dan retensi selektif:

a. Terpaan Selektif

Mencari informasi yang konsisten yang belum ada, membantu untuk

mengurangi disonansi. Disonansi kognitif memprediksikan bahwa orang akan

menghindari informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari informasi yang

konsisten dengan sikap dan prilaku mereka.

Universitas Sumatera Utara


137

Pada proses ini, gay mencari informasi mengenai homoseksual dari berbagai

sumber dan mencari tipe-tipe gay. Gay menghindari penjelasan mengenai homoseksual

dari segi agama karena akan membuat mereka depresi. Kalaupun mencari dari sudut

agama, gay akan mencari referensi yang membenarkan orientasi seksual mereka.

b. Pemilihan Perhatian

Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsisten itu ada.

Orang memperhatikan informasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan

keyakinannya sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten.

Proses ini sejalan dengan fase persahabatan pada proses penerimaan diri serta

kriteria dan strategi pada manajemen privasi komunikasi. Pada proses ini, gay mencari

kelompok sesama gay seperti komunitas.

d. Retensi Selektif

Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan

kemampuannya yang lebih besar dibandingkan yang kita akan lakukan terhadap

terhadap informasi yang tidak konsisten. Gay memilih untuk mendalami informasi

mengenai homoseksual melalui sudut pandang sains, kesehatan, psikologi dan

kemanusiaan. Sedangkan untuk sudut pandang secara agama, gay cenderung

menghindarinya dan memilih informasi dari segi agama namun dari sudut pandang

sesama gay. Seperti yang dilakukan Alifo, yang mencari semua informasi terkait gay

dari berbagai sudut pandang, dan pada segi agama, ia merujuk pada grup Gay Islam

Indonesia yang dapat membuatnya merasa nyaman dibanding membaca langsung

penjelasan dari Al-Quran.

Universitas Sumatera Utara


138

5.2 Manajemen Privasi Komunikasi Pada Pengungkapan Identitas Seksual Gay

Teori Manajemen privasi komunikasi (CPM) tertarik untuk menjelaskan

proses-proses negosiasi orang seputar pembukaan informasi privat. Teori ini tidak

membatasi proses ini hanya kepada diri, tetapi memperluas mencakup banyak level

pembukaan termasuk kelompok dan organisasi. Penelitian ini difokuskan pada

karakteristik aturan privasi yang merupakan salah satu sistem manajemen berdasarkan

aturan. Fokus kedua adalah strategi-strategi komunikasi privasi. (tabel rangkuman

manajemen privasi komunikasi pengungkapan identitas seksual gay terlampir)

5.2.1 Karakteristik Aturan Privasi

Karakteristik aturan privasi dibagi menjadi dua bagian, atribut dan

pengembangan. Privasi aturan atribut mengacu pada bagaimana orang memperoleh

aturan privasi dan memahami sifat dari aturan-aturan. Pengembangan privasi aturan

teknis harus dilakukan dengan kriteria yang dilaksanakan untuk memutuskan apakah

dan bagaimana informasi akan dibagi. Kriteria tersebut adalah kriteria berdasarkan

budaya, gender, motivasional, kontekstual, serta rasio resiko-keuntungan. Pada

pembahasan penelitian ini, akan dipaparkan kriteria apa yang digunakan gay dalam

mengungkapkan identitas seksualnya.

Pada hasil penelitian, ditemukan bahwa kelima gay menggunakan kriteria

motivasional dalam mengungkapkan identitas seksual mereka. Kriteria motivasional

adalah pemilik informasi tertentu dapat membentuk ikatan yang menyebabkan

Universitas Sumatera Utara


139

pengungkapan, atau sebaliknya mengekspresikan minat dalam membentuk ikatan yang

dapat menyebabkan informasi pribadi untuk dibagikan. Motivasi untuk berbagi dapat

mencakup timbal balik atau klarifikasi diri. Kelima gay dalam penelitian ini melakukan

pengungkapan diri pada teman dekatnya karena sudah merasa nyaman dan dekat. Alifo

mengungkapkan dirinya pada teman dekat yang dikenalnya selama 4 tahun, karena ia

tidak ingin membohongi temannya. Keenan memilih mengungkapkan diri karena ia

ingin bisa menjadi dirinya sendiri di depan teman dekatnya, termasuk mengeluarkan

sisi feminimnya. Edo mengungkapkan diri karena ia ingin teman dekatnya menjaga

topik pembahasannya agar tidak mengarah ke penghinaan terhadap gay. Putra memiliki

alasan agar ia tidak sendiri, agar ia memiliki kenalan sesama gay. Terakhir, Christian

mengungkapkan diri kepada teman dekatnya agar ia memiliki tempat untuk bercerita

mengenai kehidupan percintaannya, pada orangtua karena ia ingin merasa lega tanpa

harus terus menyimpan rahasia akan identitas seksualnya.

Selain karena adanya motif, dua gay dalam penelitian ini mengungkapkan diri

karena melihat adanya penerimaan dari lingkungan. Edo mengungkapkan identitas

seksualnya setelah mengetahui teman perempuannya merasa nyaman dengannya,

sedangkan Putra mampu mengungkapkan identitas seksualnya setelah bertemu dengan

sesama gay.

5.2.2 Strategi-strategi Komunikasi Privasi

Strategi komunikasi privasi berkaitan sangat erat dengan manajemen privasi

komunikasi. Strategi komunikasi privasi terdiri dari strategi seleksi, timbal balik,

ambigu, dan pengalihan. Berdasarkan hasil penelitian, empat gay melakukan strategi

Universitas Sumatera Utara


140

seleksi dan hanya satu yang melakukan strategi timbal balik. Namun ditemukan juga

bahwa tiga gay melakukan dua strategi ketika mengungkapkan identitas seksualnya.

Alifo melakukan seleksi dengan cara mengungkapkan secara sengaja kepada

teman dekatnya bahwa ia adalah gay. Strategi memang sudah ia susun sebelumnya. Ia

memilih mengungkapkannya di akhir masa kuliah dan melalui media sosial FB, demi

kenyamanannya. Keenan dan Christian melakukan dua strategi sekaligus, yakni seleksi

dan ambigu. Keenan mengungkapkannya secara sengaja pada teman-teman dekatnya.

Pada ibunya, ia mencoba melakukan pengungkapan dengan memberi kode seperti

meminta dibelikan produk kosmetik dan sering membawa pulang masker wajah.

Sedangkan Christian menyampaikan secara langsung kepada teman perempuan dan

keluarganya. Pada teman di komunitas, ia memberikan kode dengan memilih Christian

Sugiono dibanding Titi Kamal melakukan 2 strategi, yakni seleksi dengan

menyampaikan secara sengaja dan timbal balik, dimana ia mau mengungkapkannya

setelah ia tahu bahwa teman dekat perempuannya nyaman bahkan menyukainya. Putra

melakukan pengungkapan diri hanya pada sesama gay, artinya ia menggunakan seleksi

timbal balik, yakni mau membuka diri setelah orang lain melakukannya.

Berdasarkan penjabaran di atas, gay pada penelitian ini secara keseluruhan

memilih menyampaikan identitas seksualnya secara langsung. Pemilihan strategi ini

karena gay sudah mampu mengidentifikasi orang yang akan ia jadikan objek membuka

diri. Pertemanan yang lama dengan objek membuka diri membuat gay sudah

memahami bagaimana cara mengungkapkan diri dan sudah merasa siap dengan efek

pengungkapan diri mereka. Namun sebelum melakukan pengungkapan diri secara

Universitas Sumatera Utara


141

langsung, gay secara perlahan sudah mulai memberikan kode pada objek mereka akan

membuka diri guna semakin memudahkan proses pengungkapan diri.

Kriteria dan strategi dalam mengungkapkan diri yang demikian juga dilakukan

gay pada para informan tambahan. Menurut kelima informan tambahan, gay

mengungkapkan identitas seksual mereka membutuhkan waktu tertentu dan setelah

hubungan mereka dengan gay menjadi akrab. Gay juga menyampaikannya pada

mereka secara sengaja baik melalui ucapan langsung maupun melalui cerita mengenai

masalah percintaan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan informan tambahan bernama

Halimah:

“Gak lah mbak itu proses pendekatan. Ya paling 1 bulan. Kan dia orang nya

mudah berteman ya. Kita itu tetap sering komunikasi. Ya pelan-pelan mbak,

'kalau aku berbeda dari yang lain apa aku tetap mau jadi teman dia’, nah aku

bilang berbeda dari mana nya, ya dari identitas seksual nya”

Manajemen privasi komunikasi yang dilakukan gay dapat dikategorikan ke

dalam proses pemilihan perhatian dan interpretasi selektif yang terdapat pada teori

disonansi kognitif. Proses pemilihan perhatian dilakukan gay saat mengidentifikasi

orang-orang yang sudah nyaman dengan mereka dan memiliki kedekatan secara

personal, untuk dapat membuka diri.

Proses interpretasi selektif melibatkan penginterpretasikan informasi yang

ambigu sehingga menjadi konsisten. Pada proses ini, gay mengidentifikasi lingkungan

sosialnya menurut kriteria mereka sendiri apakah lingkungan tersebut akan dapat

menerima mereka atau tidak, atau sekedar kenyamanan untuk membuka diri. Christian

Universitas Sumatera Utara


142

mengungkapkan identitas seksualnya pada teman yang suka membaca komik Jepang,

karena Christian menginterpretasi bahwa banyak istilah homoseksual yang berasal dari

Jepang.

Pengungkapan diri gay jelas berkaitan dengan penetrasi sosial. Teori ini

menjelaskan proses ikatan yang menggerakkan sebuah hubungan dari yang superfisial

menjadi lebih intim. Teori ini berfokus pada hubungan interpersonal yang dinamis dan

dapat berkembang dari yang tidak intim menjadi lebih intim maupun sebaliknya.

Hubungan interpersonal sesungguhnya adalah sesuatu yang dapat diprediksi. Teori ini

dapat menggambarkan hubungan gay dan lingkungan sosialnya. Tahapan proses

penetrasi sosial:

1) Tahap orientasi. Masa orientasi dapat disebut masa pengenalan dan terjadi pada

tingkat publik. Saat dua orang berinteraksi mereka akan membuka diri sedikit

demi sedikit dengan tetap memperhatikan nilai-nila yang ada di masyarakat dan

cenderung menyimpan rahasia serta memfilter pesan yang akan ia sampaikan.

Tahap ini adalah tahap dimana gay baru berkenalan dengan lingkungan

sosialnya. Gay pada penelitian ini berkenalan dengan teman dekat di

lingkungan sosialnya saat awal masuk kuliah, bertemu di komunitas atau

diperkenalkan oleh teman lainnya.

2) Pertukaran penjajakan afektif, terjadi saat dua orang mulai menunjukkan

informasi-informasi tentang dirinya meskipun masih terbatas dan masih

berhati-hati. Interaksi akan terjadi lebih santai, spontan dan menggunakan

frase-frase tertentu. Pada lingkungan sosialnya, gay hanya bercerita mengenai

hal-hal yang umum, seperti masalah perkuliahan, komunitas dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


143

3) Pertukaran afektif. Saat memasuki tahap pertukaran afektif dapat ditandai

dengan munculnya rasa nyaman, interaksi tanpa beban dan pengunaan idiom

personal. Gay memerlukan waktu tertentu untuk dapat merasa nyaman dengan

lingkungan sosialnya, paling cepat dalam hitungan minggu dan sampai

beberapa bulan. Kedekatan muncul karena komunikasi yang intens dan

intensitas pertemuan yang tinggi. Misalnya pertemuan di kampus, di

komunitas, komunikasi melalui aplikasi chat.

4) Pertukaran stabil. Tahap ini adalah tahap keterbukaan total, baik terbuka dalam

pemikiran, perilaku dan perasaan. Saat memasuki tahap ini, dua orang telah

saling mengerti dan semakin kecil tingkat ambiguitas. Hal-hal kecil menjadi

sesuatu yang tidak penting sehingga mereka dapat menghindari konflik. Tahap

ini dimana gay mengungkapkan identitas seksualnya. Cara yang gay gunakan

juga beragam mulai dari langsung mengungkapkan atau memberi kode terlebih

dahulu.

Terdapat dua konsep dasar dalam teori penetrasi sosial, yaitu pengungkapan diri atau

self disclosure dan timbal-balik

1. Pengungkapan diri

Pengungkapan diri memiliki beberapa prinsip, yang secara umum hampir sama

dengan tahap penetrasi sosial, yaitu :

a) Pengungkapan diri umumnya bergerak dalam tahapan-tahapan kecil. Ini

adalah masa dimana gay mulai memasuki lingkungan sosialnya. Pada masa

ini, gay lebih banyak diam dan berusaha mengidentifikasi dan beradaptasi

dengan lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara


144

b) Pengungkapan diri bergerak dari informasi yang bersifat impersonal ke

informasi yang bersifat lebih akrab. Pada masa ini gay mulai bertukar cerita

dengan teman di lingkungan sosialnya. Di sini lah gay mulai membuka

identitas seksualnya setelah melalui adaptasi dan pendekatan dengan

lingkungan sosialnya.

c) Pengungkapan diri bersifat timbal balik. Gay memilih mengungkapkan diri

karena adanya timbal balik berupa kenyamanan yang mereka dapatkan.

Timbal balik juga dirasakan gay ketika teman di lingkungan sosialnya mau

bercerita pada mereka dan mendengarkan cerita mereka.

d) Pengungkapan diri melibatkan resiko. Penungkapan diri gay menimbulkan

berbagai akibat, mulai dari diterima oleh lingkungan sosialnya hingga

dijauhi. Hal ini merupakan resiko yang sebenarnya sudah dapat

diperkirakan oleh gay.

e) Pengungkapan diri melibatkan kepercayaan. Kepercayaan adalah kunci

utama yang gay mengungkapkan diri pada lingkungan sosialnya.

Kepercayaan muncul setelah gay mengidentifikasi terlebih dahulu

kemungkinan ia membuka diri. Terbukti lingkungan sosial gay dapat

menerima identitas seksual mereka bahkan menganggap mereka sebagai

keluarga.

2. Timbal-balik

Timbal balik yang dirasakan oleh gay dari lingkungan sosial mereka adalah

kenyamanan dan kemauan untuk mendengarkan cerita mereka. Lingkungan sosial juga

kerap memberikan nasehat pada gay baik mengenai percintaan sampai kesehatan

Universitas Sumatera Utara


145

seksual. Lingkungan sosial gay juga ikut menentang orang-orang homophobia yang

sering mendeskriditkan gay.

3. Resiko Pengungkapan Diri Gay

Menurut Devito (2011 & 2015), terdapat beberapa resiko yang terjadi saat

melakukan keterbukaan diri antara lain:

a. Resiko Pribadi atau Penolakan Pribadi dan Sosial

Informasi diri yang diungkapkan oleh seseorang mungkin dapat menimbulkan

penolakan sosial. Resiko ini dialami oleh satu informan yakni Alifo yang dijauhi oleh

teman dekatnya setelah ia mengatakan bahwa ia adalah gay. Penolakan juga menjadi

alasan mengapa kelima gay dalam penelitian ini memilih untuk menyembunyikan

identitas seksualnya.

Terkadang orang lain memanfaatkan informasi yang diberikan oleh seseorang

kepada mereka untuk menyakiti atau mengontrol perilaku seseorang tersebut. Resiko

pengungkapan diri ini dialami oleh informan II yakni Keenan. Dimana setelah ia

mengungkapkan dirinya di media sosial Twitter, seorang teman kuliahnya

menyebarkan identitas seksualnya ke seluruh kampus. Hal ini membuat Keenan

menjadi bahan pembicaraan.

b. Resiko Relasional

Seorang individu mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi kepada orang

lain dan individu tersebut sering berasumsi atau bahkan secara tegas meminta agar

informasi itu di rahasiakan. Namun, orang lain sebagai tempat individu tersebut

mengungkapkan diri terkadang berkhianat. Tidak mengherankan jika seseorang

Universitas Sumatera Utara


146

cenderung membuka informasi yang pribadi kepada orang yang dipercayainya. Dengan

adanya resiko atau bahaya dalam mengungkapkan diri, seorang individu terkadang

menyembunyikan perasaannya, merahasiakannya dari orang yang dicintai dan

melindungi hidupnya dari penyelidikan orang lain (Finkenauer & Hazam dalam Taylor

dkk, 2009:337). Resiko ini dirasakan oleh informan III yakni Edo. Ketika ia sudah

mengungkapkan identitas seksualnya kepada teman dekat sekaligus perempuan yang

menyukainya, sang teman menyebarkan identitas seksual Edo kepada perempuan yang

menyukai Edo hingga ia dijauhi.

c. Kerugian Material

Selain dua resiko di atas, kelima gay dalam penelitian ini menganggap pengungkapan

identitas seksual mereka akan berdampak pada perekonomian pribadi mereka. Dimana

kelima informan masih menggantungkan biaya hidup dari keluarga dan belum

memiliki penghasilan pribadi yang stabil. Resiko ini juga lah yang akhirnya membuat

empat informan masih menutupi identitas seksualnya dari keluarga. Resiko

pengungkapan identitas seksual gay juga dirasakan dari segi kesehatan. Resiko ini

dialami oleh satu informan yakni Christian, yang mengidap HIV karena ia sangat

terbuka dengan identitas seksualnya dan melakukan hubungan seks yang tidak sehat.

Selain memiliki manfaat, keterbukaan diri juga dapat menimbulkan resiko atau

bahaya. Almas (2007:79) menemukan resiko dari keterbukaan diri yaitu mendapatkan

hukuman dan tidak terjaganya rahasia. Seseorang yang melakukan keterbukaan diri

bisa saja memperoleh citra yang negatif dari orang lain, informasi yang diberikan akan

disalahgunakan untuk hal yang negatif, kehilangan kendali terhadap orang lain atau

Universitas Sumatera Utara


147

terhadap situasi, terlihat seperti menyombongkan diri, dan adanya penolakan (Tubbs &

Moss, 2000:18).

Dengan kata lain, mungkin ada ketegangan antara ingin mengungkapkan dan

ingin melindungi kerahasiaan. Tujuan seseorang sering kali adalah untuk mengontrol

informasi yang dimiliki orang lain tentang dirinya dan orang tersebut ingin

mengungkapkan hal-hal yang memang ingin diungkapkan saja. (tabel rangkuman

manajemen privasi komunikasi penyembunyian identitas seksual gay terlampir)

5.3 Manajemen Privasi Komunikasi Pada Penyembunyian Identitas Seksual Gay

Selain melakukan manajemen privasi komunikasi untuk mengungkapkan

identitas seksualnya, gay juga melakukan manajemen privasi komunikasi untuk

menyembunyikannya. Sama halnya dengan poin pengungkapan, fokus pada poin ini

juga kriteria aturan privasi dan strategi komunikasi privasi.

5.3.1 Kriteria Aturan Privasi

Berbeda dengan saat melakukan pengungkapan yang berdasarkan kriteria

motivasional, ketika menyembunyikan identitas seksual mereka, gay melakukannya

berdasarkan kriteria resiko dan budaya. Kriteria resiko adalah ketika pemilik informasi

pribadi yang mengevaluasi risiko relatif terhadap manfaat dari pengungkapan atau

mempertahankan informasi pribadi. Sedangkan kriteria budaya adalah pengungkapan

tergantung pada norma-norma untuk privasi dan keterbukaan dalam suatu budaya

tertentu.

Alifo dan Edo melakukan penyembunyian identitas seksual berdasarkan

kriteria resiko dan budaya. Pada kriteria resiko, keduanya merasa takut tidak diterima

Universitas Sumatera Utara


148

oleh keluarga. Sedangkan pada kriteria budaya dan agama dikarenakan agama yang

mereka anut yakni Islam, melarang hubungan sesama jenis. Penyembunyian identitas

oleh Keenan dan Putra masuk dalam kategori kriteria resiko. Alasan keduanya sama,

yakni takut mengecewakan dan menyakiti keluarga. Terakhir, Christian masih

menyembunyikan identitas seksualnya dari teman satu gereja karena latarbelakang

agama.

Pemaparan di atas mengerucut pada hasil bahwa gay memilih

menyembunyikan identitas seksualnya karena merasa tidak siap dengan resiko yang

akan diterima. Resiko yang paling ditakuti oleh gay adalah kemungkinan tidak diterima

oleh keluarga atau kekhawatiran akan merusak nama baik keluarga. Alasan kedua

adalah karena budaya di Indonesia yang masih menanggap homoseksual adalah

perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan norma yang dianut Indonesia. Selain itu

budaya juga dapat menyangkut agama, dimana ajaran semua agama melarang

hubungan sejenis. Kelima gay merasa pengungkapan diri pada keluarga adalah hal

tersulit.

5.3.2 Strategi-strategi Komunikasi Privasi

Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan strategi komunikasi

privasi yang dilakukan gay saat mengungkapkan dan menyembunyikan identitas

seksual mereka. Pembahasan poin ini juga dilihat dari strategi-strategi komunikasi

privasi yakni strategi seleksi, timbal balik, ambigu dan pengalihan. Berdasarkan hasil

penelitian, tiga orang gay melakukan strategi pengalihan dan dua lainnya melakukan

strategi ambigu. Strategi pengalihan adalah ketika gay menyembunyikan identitasnya

Universitas Sumatera Utara


149

dengan mengalihkan topik pembicaraan. Sedangkan strategi ambigu adalah ketika gay

menyembunyikan dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang secara tersirat ingin

memberitahu identitas seksualnya.

Strategi pengalihan dilakukan oleh Keenan, Edo dan Putra. Keenan mengajak

dan memperkenalkan pacarnya kepada keluarganya, namun ia mengatakan bahwa pria

tersebut hanya temannya. Sebaliknya ketika ia menelpon pacarnya dan ibunya

bertanya, Keenan menceritakan semuanya kecuali jenis kelamin pacarnya dan tidak

memberitahu bahwa pria yang sering ia bawa ke rumah adalah pacarnya. Edo

menyembunyikan identitasnya dari teman dekatnya sejak TK. Ia menutupinya dengan

menjawab suka hati temannya ketika ia menyebut Edo seperti gay. Ia juga ikut

membahas mengenai fisik perempuan meski ia tidak sebenarnya tidak tertarik. Pada

keluarganya, saat ada topik mengenai homoseksual, Edo memilih menjauh. Jika

ayahnya bilang ingin menantu seperti apa, Edo hanya mengiyakan. Kemudian Putra,

yang menyembunyikan identitasnya dari keluarga dengan mengatakan ia ingin fokus

bekerja dan belum mau memikirkan perempuan.

Strategi ambigu dilakukan oleh Alifo dan Christian. Alifo yang masih

menyembunyikan identitas seksualnya dari keluarga selalu mengatakan ia tidak ingin

menikah dengan perempuan. Namun ucapannya ternyata tidak ditangkap sepenuhnya

oleh ibunya. Sedangkan Christian yang masih menyembunyikan dari teman gerejanya,

pernah mengatakan ia ingin tipe pria seperti Tora Sudiro, namun dengan nada yang

bercanda hingga juga dianggap candaan oleh teman gerejanya.

Berdasarkan pemaparan di atas, gay menyembunyikan identitas seksualnya

dengan orang tertentu dengan mengalihkan pembicaraan, mengganti topik atau

Universitas Sumatera Utara


150

mengatakan kalimat dengan pesan yang tersirat atau memilih untuk mengamini saja

permintaan orang terdekat mereka terkait orientasi seksual. Ketertutupan gay sebelum

menungkapkan diri juga mereka lakukan pada para informan tambahan, seperti yang

disampaikan Cio

“Ada. Dia diem aja. Kalau gak ditanya gak jawab “apa sih kalian? apa sih?”.
Kalau sekarang itu lah dia, sedikit rewel kalau misalnya agak telat dikit “udah
lah aku pulang”, kalau berantem ya cekcok-cekcok tapi besok udah gak lagi
bahkan 1 jam kemudian kami udah chat-an lagi. Dia pernah cerita, Dia ada jalan
sama seseorang terus dia pengen serius tapi ternyata seseorang itu cuma
nganggapnya cinta satu malam doang. Waktu itu dia ngajak aku cerita, kami
cerita berdua doang. Kami intens sering nongkrong. Paling lama mungkin
sebulan gak sampai pun, hitungan minggu dia udah mau cerita tentang relasi
pria. Dia mungkin ngerasa nyaman kali ya”

Mereka menghindari agar tidak dicela, tidak merasa terisolasi, dan juga stress.

Menghindari untuk mengungkapkan diri dilakukan agar seorang gay agar tidak

mengalami masa-masa sulit. Mereka lebih memilih untuk berhenti berbicara daripada

mengungkapkan identitas seksual (McDavitt et al., 2008).

Secara keseluruhan, proses penerimaan diri, pengungkapan dan

penyembunyian identitas diri gay berkaitan dengan Theory of Reasoned Action (TRA).

Teori ini menjelaskan, perilaku dan praktik seseorang dipengaruhi oleh niat, sedangkan

niat dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh

keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh

keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk menaati pendapat tersebut.

Secara lebih sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu

perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang

lain ingin agar ia melakukannya.

Universitas Sumatera Utara


151

Teori ini juga menjadi landasan mengapa gay memilih mengungkapkan dan

menyembunyikan identitas seksualnya dari orang-orang tertentu. Gay memilih

mengungkapkannya karena merasa orang tersebut bisa menerima identitas seksual

mereka, karena ingin merasa lega dan karena merasa tidak masalah jika orang tersebut

menjauhinya. Sebaliknya, gay memilih menyembunyikan karena takut tidak diterima,

takut menyakiti dan takut ditinggalkan oleh tersebut.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan temuan-temuan penelitian dan hasil analisisnya, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Proses penerimaan diri yang dilalui gay di Cangkang Queer adalah proses

pencarian informasi lebih lanjut mengenai homoseksual. Gay di Cangkang

Queer membiarkan rasa tertarik pada sesama pria mengalir begitu saja hingga

akhirnya mampu menerima diri setelah menemukan orang-orang yang

memiliki orientasi seksual yang sama dan lingkungan sosial yang bisa

menerima mereka.

2. Pengungkapan identitas seksual dilakukan Gay di Cangkang Queer dengan

latarbelakang berbagai motif, mulai dari kedekatan, rasa tidak ingin

membohongi, membutuhkan teman cerita hingga agar teman bicara dapat

menjaga topik pembahasan. Gay di Cangkang Queer mengungkapkan identitas

seksual secara sengaja atau direncanakan, dengan mengatakannya secara

langsung.

3. Penyembunyian identitas seksual dilakukan Gay di Cangkang Queer karena

merasa tidak siap dengan resiko yang mungkin mereka terima, seperti dijauhi

atau tidak diterima. Tiga gay menutupi identitas seksualnya karena faktor

agama dan budaya. Gay di Cangkang Queer menutupinya dengan mengalihkan

topik pembicaraan tentang gay dan melakukan penyangkalan.

152
Universitas Sumatera Utara
153

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan, peneliti

memiliki beberapa saran yang ingin disampaikan, antara lain:

1. Secara teoritis

Bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian manajemen privasi

komunikasi, dapat melakukan pengembangan pada aspek prosesnya yakni

koordinasi batasan dan turbulensi batasan serta menggunakan metode

campuran untuk mendapatkan hasil yang lebih terklasifikasi.

2. Secara akademis

Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih dalam mengenai tema ini,

bisa menambahkan lesbian atau transgender sebagai subjek penelitian. Sebab

sebenarnya penelitian mengenai manajemen privasi komunikasi pada LGBT

masih sangat sedikit.

3. Secara praktis

Diharapkan gay tidak hanya melakukan pengungkapan diri namun juga

berkonsultasi dengan pihak ketiga seperti psikolog agar dapat merasa nyaman

dan secara perlahan melepaskan beban terkait pengungkapan identitas

seksualnya, hingga memperkecil kemungkinan depresi dan jauh dari hal-hal

negatif.

Universitas Sumatera Utara


154

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Shintia, Anggai, Arifa I dan Retno A. Pradoponingrum (2017). Pengungkapan


Diri Gay Kepada Keluarga. Jurnal Psikosains Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Diakses dari
http://journal.umg.ac.id/index.php/psikosains/article/view/147/123

Almas, Alisa. N. (2007). Adolescents` Disclosure and Advice-Seeking BehaviorAbout


Peer Dilemmas: Characteristic, Maternal Parenting Predictors,and
Adolescent Social Outcomes. Thesis Psychology University of Toronto.

Altman, I., & Taylor, D.A. (1973). Social Penetration: The Development of
Interpersonal Relationship. Newyork: Holt, Rinehart, & Winston

Ardianto, Elvinaro. (2007). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbosa


Rekatama Media

Arus Pelangi. (2013). Menguak Stigma, Kekerasan & Diskriminasi Pada LGBT Di
Indonesia. Jakarta: Arus Pelangi

Arus Pelangi. (2018). Modul Pendidikan Dasar SOGIESC. Yogyakarta (untuk


kalangan terbatas)

Bogdan, Robert dan Steven Taylor. (1992). Pengantar Metode Kualitatif. Surabaya:
Usaha Nasional.

Buchanan, McKenna, Stevie Munz & Justin Rudnick. (2015). To Be or Not To Be Out
in the Classroom: Exploring Communication Privacy Management
Strategies of Lesbian, Gay, and Queer College Teachers. Journal
Communication Education Volume 64, 2015 - Issue 3. Diakses dari
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03634523.2015.1014385?jo
urnalCode=rced20

Butar-butar, Edison Frengky Swandika. (2013). Etnografi Strategi Gerakan


Homoseksual di Kota Medan (Thesis). Medan: Antropologi FISIP USU,
unpublished

Cangkang Queer. (2015). Laporan Situasi LGBT di Sumatera Utara. Diakses dari
https://cangkangqueer.org/2017/01/20/laporan-situasi-lgbt-di-sumatera-
utara/

Cox, N., Dewaele, A., van Houtte, M., & Vincke, J. (2010). Stress-Related Growth,
Coming Out,and Internalized Homonegativity in Lesbian, Gay, and Bisexual
Youth. An Examination ofStress-Related Growth Within the Minority Stress

Universitas Sumatera Utara


155

Model. Journal of Homosexuality, 58(1),117–137. Diakses dari


https://doi.org/10.1080/00918369.2011.533631

Creswell, J.W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among
Five Tradition. London: Sage Publications

Daymon, Christine &Immy Holloway. (2008). Metode-metode Riset Kualitatif:dalam


Public Relations dan Marketing Communications. Yogyakarta:Penerbit
Bentang.

Denes, A., & Afifi, T. D. (2014). Coming Out Again: Exploring GLBQ Individuals’
Communicationwith Their Parents After the First Coming Out. Journal of
GLBT Family Studies, 10(3), 298–325. Diakses dari
https://doi.org/10.1080/1550428X.2013.838150

DeVito, Joseph.A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books

______________. (2005). The Intepersonal Communication Book. USA: Peason


International Edition.

______________. (2011). Komunikasi Antarmanusia. Tangerang Selatan: Karisma


Publishing Group.

Direktorat Kesehatan. (1985). Pedoman Penanggulangan dan Diagnosis Gangguan


Jiwadi Indonesia, Edisi II. Direktorat Kesehatan RI

Eagle, L., Dahl, S., Hill, S., Bird, S., Spotswood, F., Tapp, A. (2013). Social Marketing.
London: Pearson Prentice Hall

Fakih, Mansur. (2003). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

Feldman, Robert S. (2005). Essential of Understanding Psychology. NY: McGraw-


Hill.

Fisher, Aubrey B. (1989). Teori-teori Komunikasi. Bandung: CV. Remaja Karya.

Gainau, Maryam B. (2009). Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Dalam


Perspektif Budaya Dan Implikasinya Bagi Konseling. Jurnal Ilmiah
Universitas Katoik Widy Mandala Madiun, Vol 33, No. 1, hal. 12.

Germer, Cristopher. K. (2009). The Mindful Path To Self-Compassion. United State of


America: The Guilford Press.

Holstein, James A. & Gubrium, Jaber F. (1997). “Active Interviewing”, dalam


Qualitative

Universitas Sumatera Utara


156

Research: Theory, Method and Practice, ed. David Silverman. London: SAGE
Publications

Hurlock, E. B. (1974). Personality Development. New Delhi: Mc Graw-Hill.

Japarianto, Edwin. (2006). Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen


Pemilik
Mobil Toyota Avanza, Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No. 2 Oktober
h.81-87.

Kuswarno, Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi


Fenomenologi:Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian Fenomena
Pengemis KotaBandung. Bandung: Widya Padjadjaran.

Lee, Nancy R and Philip Kotler. (2011). Social Marketing :Influencing Behaviorsfor
Good. US: Sage Publication, Inc.

Lindlof, Thomas R. (1995). Qualitative Communication Research Methodes.


CaliforniaUSA: Sage Publications.

Littlejohn. Stephen W., dan Karen A. Foss. (2009). Theories of Human


Communication, Edisi Sembilan. Jakarta: Salemba Humanika

McDavitt, B., Iverson, E., Kubicek, K., Weiss, G., Wong, C. F., & Kipke, M. D. (2008).
Strategies Used by Gay and Bisexual Young Men to Cope With
Heterosexism. Journal of Gay & Lesbian Social Services, 20(4), 354–380.
https://doi.org/10.1080/10538720802310741

Mckenna-buchanan, T., Munz, S., Rudnick, J., Mckenna-buchanan. (2015). To Be or


Not To Be Out in the Classroom : Exploring Communication
PrivacyManagement Strategies of Lesbian, Gay, and Queer College
Teachers To Be or Not To Be Outin the Classroom : Exploring
Communication Privacy Management Strategies of Lesbian, Gay
,4523(October). Diakses dari
https://doi.org/10.1080/03634523.2015.1014385

Metzger, Miriam J. (2007). Communication Privacy Management in Electronic


Commerce Volume 12, Issue 2. Diakses dari
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1083-6101.2007.00328.x/full

Mufid, Muhammad. (2009). Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: KencanaPrenada


MediaGroup.

Mulyana, Deddy. (2003). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru


IlmuKomunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Universitas Sumatera Utara


157

Morissan. (2014). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana


Prenadamedia
Group

Nordqvist, P., & Smart, C. (2014). Troubling the family: coming out as lesbian and
gay. Families,Relationships and Societies, 3(1), 97–112. Diakses dari
https://doi.org/10.1332/204674313X667380

Olivia, Tjia Regina. (2012). Perbedaan Proses Coming Out Antara Gay dan
Lesbian.(Online). Diakses dari
http://thesis.binus.ac.id/doc/RingkasanInd/2011-2-00033-
PS%20Ringkasan001.pdf, pada 3 April 2018)

Petersons, Andris & Ilkhom Khalimzoda (2016). Communication privacy management


of students in Latvia. Problems and Perspectives in Management (open-
access), 14(2-1). Diakses dari DOI http://dx.doi.org/10.21511/ppm.14(2-
1).2016.11

Puspitosari, Hesti & Pujileksono, Sugeng. (2005). Waria Dan Tekanan Sosial. Malang:
UMM Press Santrock

Putri, Siska kartika. (2007). Undergraduate program faculty of Psychology : Process


incoming out In Gay. Tesis tidak diterbitkan. Bekasi : Universitas
Gunadarma.

Rakhmat, Jalaluddin. (2004). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Ruben, Brent D., Stewart, Lea P. (2013). Komunikasi dan Perilaku Manusia (Edisi
kelima).Jakarta: Rajawali Pers

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak (Edisi Kesebelas, Jilid 2). Jakarta:
Erlangga

Sanur, Rania Mansur. (2017). Keterbukaan Diri Seorang Gay Di Dalam Keluarga
(Skripsi). Surakarta: Fakultas Komunikasi Dan Informatikauniversitas
Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari
http://eprints.ums.ac.id/54302/3/PUBLIKASI%20ILMIAH%20RANIA%2
0MANSUR%20SANAD%20L100130041.pdf

Sardiman, Ahmadi. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:


Rajawali Press

Satori, Djamaan & Aan Komariah.(2009).Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


Alfabeta.

Universitas Sumatera Utara


158

Shirley, Jacqueline. A., Powers, William. G., Sawyer, Chris. R. (2007).


Psychologically
Abusive Relationships and Self-Disclosure Orientations.

SUARA USU. (2013). Agar Mereka Tak Lagi Beda. Diakses dari
http://suarausu.co/agar-mereka-tak-lagi-beda/

Subagyo, P. J. (2006). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta

Sugiarto, Irene Angelina. (2017). Manajemen Komunikasi Privasi Kaum Lesbiandi


Kota Samarinda. eJournal Ilmu Komunikasi, 5 (3) 2017: 580-592. Diakses
dari http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2017/08/Jurnal%20Irine%20(1302055001)%20BENAR%
20INSYAALLAH%20(08-31-17-02-23-55).pdf

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung:Alfabeta.

Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit FE UI

Supratiknya. (1995). Komunikasi Antarpribadi: Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:


Kanisius

Taylor, Shelley. E., dkk. (2009). Psikologi Sosial edisi 12. Jakarta : Kencana

Thompson, Jason. (2011). Communication Privacy Management in College Athletics:


Exploring Privacy Dilemmas in the Athletic/Academic Advisor Student-
Athlete Interpersonal Relationship Volume 3, Issue 1. Diakses dari
https://quod.lib.umich.edu/j/jsas/6776111.0003.110/--communication-
privacy-management-in-college-athletics?rgn=main;view=fulltext

Tiyarestu, Anya Cahyaning & Rudi Cahyono. (2015). Perbedaan Communication


Privacy Management di Media Sosial Twitter pada Remaja dengan Tipe
Kepribadian Extravert dan Introvert. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan Vol. 04 No. 1. Surabaya: Universitas Airlangga

Tubbs, Stewart. L., & Moss, Sylvia. (2000). Human Communication (terjemahan
Deddy Mulyana). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Vardiansyah, Dani. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT.
Indeks.

Veritasia, Mytha Eliva. (2015). Pengungkapan Informasi Privat Tentang


Identitasseksual Seorang Gay Kepada Orang Lain. Commonline

Universitas Sumatera Utara


159

Departemen Komunikasi Vol 4 No.2. Diakses dari


journal.unair.ac.id/download-fullpapers-comm7b9662da21full.pdf

West, Richard & Lynn H.Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika

West, Richard & Lynn H.Turner. (2013). Pengantar Teori Komunikasi : Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika

Wulandari, Tine Agustin. (2013). Memahami Pengembangan Hubungan Antarpribadi


Melalui Teori Penetrasi Sosial, dalam Majalah Imiah Unikom Vol.11 No.1.

Xiao,Zhiwen, Xiaoming Li, Shan Qiao, Yuejiao Zhou, Zhiyong Shen & Zhengzhu
Tang. (2015). Using Communication Privacy Management Theory To
Examine HIV Disclosure To Sexual Partners/Spouses Among PLHIV In
Guangxi. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4699476/

Internet

https://twitter.com/DhoKudo

Universitas Sumatera Utara


PenelitianTerdahulu

No Nama Miriam J. Metzger (2007)


1. Judul Manajemen Privasi Komunikasi dalam Perdagangan Elektronik
Penulis
Metode Metode penelitian kuantitatif
penelitian
Hasil Konsumen online melakukan batasan antara informasi pribadi dan
peraturan formulir untuk memutuskan kapan harus mengungkapkan
informasi yang sesuai dengan teori CPM.
Konsumen mengelola privasi mereka secara online melalui
keputusan mereka untuk mengungkapkan atau menyembunyikan
informasi tentang dirinya ke pengecer online
Perbedaan Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah
subjek dan metode penelitian. Subjek penelitian yang peneliti ambil
adalah gay dan menggunakan metode kualitatif.
2. Nama Jason Thompson (2011)
Judul Manajemen Privasi Komunikasi di Perguruan Tinggi Atlet:
Menjelajahi Dilema Privasi dalam Hubungan Interpersonal
Mahasiswa Atletik/Penasihat Akademik Mahasiswa-Atlet
Metode Metode penelitian kualitatif dengan paradigma interpretif
penelitian
Hasil Penasehat atletik/akademik mengalami berbagai jenis dilema yang
berkisar pada informasi pribadi siswa-atlet yang diungkapkan
mengenai masalah akademis, atletik, dan pribadi
Perbedaan Terdapat perbedaan subjek penelitian antara penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan
3. Nama Mytha Eliva Veritasia (2015)
Judul Pengungkapan Informasi Privat Tentang IdentitasSeksual Seorang
Gay Kepada Orang Lain

Universitas Sumatera Utara


Metode Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus
penelitian
Hasil Terdapat keunikan strategi yang dilakukan gay dalam
prosespengungkapannya. Pengungkapan pertama dilakukan kepada
teman, bukan keluarga. Keluarga dipandang memiliki resiko
penolakan yang lebih besar daripadateman, terutama tidak adanya
pengakuan. Hal ini disebabkan oleh fungsi keluargasebagai pusat
afeksi atau kasih sayang dan rasa aman yang tidak dimiliki
olehinstitusi lain. Selain itu, dalam `pengungkapan kepada
temannya, gay, baik denganperan maskulin maupun feminin lebih
memilih teman perempuan daripada laki-lakikarena perempuan
dengan femininitasnya dirasa lebih suportif secaraemosional.Proses
coming outgay dilakukan secara bertahap dan dipengaruhi
olehreaksi pertama yang diterimanya.
Perbedaan Perbedaan terdapat pada pendekatan dan fokus penelitian, dimana
penelitian ini menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik
dan juga fokus pada penyembunyian identitas seksual gay
4. Nama Zhiwen Xiao, Xiaoming Li, Shan Qiao, Yuejiao Zhou, Zhiyong
Shen & Zhengzhu Tang (2015)
Judul Pengungkapan HIV Kepada Pasangan / Pasangan Seksual Di
Antara ODHA di Guangxi
Metode Metode penelitian kuantitatif
penelitian
Hasil Kedekatan emosional sangat penting bagi pengungkapan HIV
dalam hubungan sukarela (teman dan pasangan intim) dimana daya
tarik bersama dapat menjadi faktor hubungan yang penting.
Ketegangan yang signifikan antara kebutuhan untuk membangun
kedekatan, perasaan berkewajiban untuk menginformasikan,
ketakutan akan penolakan, dan kebutuhan akan privasi di antara
peserta studi.

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan Perbedaan terletak pada objek dan subjek penelitian serta metode
yang digunakan.
5. Nama Andris Petersons dan Ilkhom Khalimzoda (2016)
Judul Communication privacy management of students in Latvia.
Problems and Perspectives in Management
Metode Metode kuantitatif, deskriptif-korelasional
penelitian
Hasil Manajemen privasi penting dalam menghadapi dilema komunikasi
dan memfasilitasi pemecahan masalah privasi yang sudah ada di
kalangan siswa
Perbedaan Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti lakukan
adalah subjek penelitian dan metode yang digunakan.
6. Nama Irine Angelina Sugiarto (2017)
Judul Manajemen Komunikasi Privasi Kaum Lesbiandi Kota Samarinda
Metode Metode kualitatif deskriptif
penelitian
Hasil Individu menutup rapat informasi privat terhadap keluarga tentang
orientasi seksualnya sebagai perempuan lesbian. Alasan penutupan
informasi tersebut adalah karena individu takut bila terjadi
penyesalan dalam keluarganya. Individu melakukan pengungkapan
kepada sahabat atau orang terdekat yang dirasa sesuai kapasitasnya
atau dirasa sama dengan dirinya. Pengelolaan pada level individual
dan kolektif, informan menggunakan beberapa kriteria
pengembangan aturan. Baik itu kriteria berdasarkan gender, kriteria
berdasarkan rasio resiko-keuntungan, dan kriteria berdasarkan
budaya. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadinya beberapa
gangguan batasan yang dialami oleh individu atas privasi yang
dimilikinya. Ketegangan yang tercipta tidak begitu besar
dikarenakan individu tidak pernah melakukan pengakuan diri
kepada khalayak heterogen

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan Perbedaan terdapat pada subjek penelitian dan objek penelitian,
dimana peneliti meneliti gay dan melihat manajemen privasi
komunikasi pada pembukaan dan penyembunyian diri.
7. Nama Shintia Adriani, Arifa I.Anggai, danRetno A. Pradoponingrum
Judul Pengungkapan Diri Gay Kepada Keluarga
Metode Metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
Penelitian
Hasil Pengungkapan diri didasari karena salah satu anggota keluarga
tidak sengaja mengetahui bahwa informan adalah seorang gay.
Berdasarkan hal tersebut, empatorang informanakhirnya
memutuskan untuk mengakui identitas seksualnya. Sedangkan
duainformanlain yang memutuskan untuk menyembunyikan dari
keluarga karena takut mengecewakan, dan takut akan mengalami
penolakan dari keluarga.
Perbedaan Perbedaan terdapat objek penelitian, dimana peneliti tidak hanya
berhenti pada pengungkapan diri gay saja, namun juga menganalisis
manajemen privasi komunikasi

Universitas Sumatera Utara


Kategorisasi Temuan Penelitian
No Informan Kategori Identifikasi
Mengetahui orientasi seksual Perasaan muncul dengan sendirinya
Penerimaan Diri Penolakan
Rasa ingin tahu
Membiarkan begitu saja
Menerima diri
Tipe yang disukai Mementingkan karakter dan sifat
1 Alifo Pengungkapan identitas seksual Adanya motif
Mengatakan secara langsung
Penyembunyian identitas seksual Adanya resiko
Halangan budaya
Penjelasan yang ambigu
Mengalihkan
Keinginan berubah Merasa nyaman
Mengetahui orientasi seksual Perasaan muncul dengan sendirinya
Penerimaan Diri Rasa ingin tahu
Membiarkan perasaan tetap
berjalan
Menerima diri
2 Keenan Tipe yang disukai Gay chubby dan kemayu
Pengungkapan identitas seksual Adanya motif
Menyampaikan secara langsung
Timbal balik
Penyembunyian identitas seksual Adanya resiko
Mengalihkan
Keinginan berubah Merasa nyaman
Mengetahui orientasi seksual Perasaan muncul begitu saja
Penerimaan Diri Rasa ingin tahu
Membiarkan begitu saja

Universitas Sumatera Utara


Menerima diri
Tipe yang disukai Gay slim
Pengungkapan identitas seksual Adanya motif
3 Edo Menyampaikan secara langsung
Timbal balik
Penyembunyian identitas seksual Adanya resiko
Kendala agama
Keinginan berubah Merasa nyaman namun merasakan
kesulitan karena dianggap tidak
normal
Mengetahui orientasi seksual Pengaruh lingkungan dan adanya
rasa trauma terhadap perempuan
Penerimaan Diri Adanya penolakan
4 Putra Rasa ingin tahu
Membiarkan begitu saja
Menerima diri
Pengungkapan identitas seksual Adanya motif
Timbal balik
Tipe yang disukai Gay chubby dan kemayu
Penyembunyian identitas seksual Adanya resiko
Mengalihkan
Keinginan berubah Tidak merasa nyaman karena
adanya tekanan keluarga
5 Christian Mengetahui orientasi seksual Pengaruh lingkungan
Penerimaan Diri Rasa ingin tahu
Membiarkan kecurigaan berlalu
dengan sendirinya
Membiarkannya mengalir saja
Menerima diri
Pengungkapan identitas seksual Adanya motif

Universitas Sumatera Utara


Menyampaikan secara langsung
Menggunakan kalimat yang ambigu
Tipe yang disukai Gay slim dan kemayu
Penyembunyian identitas seksual Adanya faktor agama
Menggunakan kalimat yang ambigu
Keinginan berubah Merasa nyaman

Sumber: temuan penelitian 2018

Universitas Sumatera Utara


Rangkuman data seluruh informan penelitian
Tentang Proses Penerimaan Diri Gay di Cangkang Queer

Fase

No Informan Penghindaran Keingintahuan Toleransi Membiarkan Persahabatan


begitu saja

1 Alifo Salat tahajud, Mencari di Tidak Sempat Bertemu


melakukan buku, media, melakukan melakukan dengan grup
nazar, artikel toleransi penghindaran Gay Islam
menyalahkan penjelasan namun tetap Indonesia dan
Tuhan tentang mencari Cangkang
homoseksual pembenaran Queer
dari segala sebagai gay
sudut pandang

2 Keenan Tidak Mencari tahu Tidak Terus berusaha Bertemu


melakukan tentang gay melakukan mengidentifikasi dengan
penghindaran toleransi dirinya sesama
gaychubby

3 Edo Tidak Mencari tahu Tidak Santai, tidak Bertemu


melakukan tentang melakukan menyalahkan dengan
penghindaran orientasi toleransi siapapun, anggota
seksual menganggap Cangkang
sudah begitu Queer
dari lahir

4 Putra Berusaha tetap Mencari Tidak Memilih fokus Menemukan


menjalin tentang gay di melakukan belajar teman yang
hubungan media sosial toleransi sama; gay dan
dengan chubby
perempuan
dan bersikap
biasa saat
digoda teman
pria

5 Christian Tidak Mencari Tidak Membiarkan Mendapat


melakukan informasi menghiraukan teman pria penguatan
penghindaran mengenai gay mendekatinya dari pacar

Universitas Sumatera Utara


melalui media kecurigaan karena merasa
sosial dan teman sekelas nyaman
internet

Sumber: hasil analisis peneliti 2018

Universitas Sumatera Utara


Rangkuman data seluruh informan penelitian
Tentang Manajemen Privasi Komunikasi
Pada Pengungkapan Orientasi Seksual Gay di Cangkang Queer

No Informan Kriteria Aturan Privasi Strategi-strategi Komunikasi


Privasi

1 Alifo Kriteria motivasional Strategi seleksi

2 Keenan Kriteria motivasional Strategi seleksi, ambigu

3 Edo Kriteria motivasional, Strategi seleksi, timbal balik


kontekstual

4 Putra Kriteria motivasional, Strategi timbal balik


kontekstual

5 Christian Kriteria motivasional Strategi seleksi, ambigu

Sumber: hasil analisis peneliti 2018

Rangkuman data seluruh informan penelitian


Tentang Manajemen Privasi Komunikasi
Pada Penyembunyian Orientasi Seksual Gay di Cangkang Queer

No Informan Kriteria Aturan Privasi Strategi-strategi Komunikasi Privasi

1 Alifo Kriteria budaya, resiko, Strategi ambigu, pengalihan


agama

2 Keenan Kriteria resiko Strategi pengalihan

3 Edo Kriteria agama, resiko Strategi pengalihan

4 Putra Kriteria resiko Strategi pengalihan

5 Christian Kriteria agama Strategi ambigu

Sumber: hasil analisis peneliti 2018

Universitas Sumatera Utara


A. Pedoman Wawancara Dengan Gay
Nama:
Usia:
Pekerjaan/Pendidikan:
Jabatan di Cangkang Queer:

1. Kapan Anda mulai mengetahui identitas seksual Anda?


2. Bagaimana perasaan Anda ketika mengetahui identitas seksual Anda?
3. Bagaimana proses penerimaan diri Anda?
4. Berapa lama proses penerimaan diri Anda?
5. Bagaimana proses outing Anda?
6. Mengapa akhirnya memutuskan outing?
7. Mengapa Anda memilih melakukan outing ke orang tersebut?
8. Apa yang Anda rasakan setelah outing?
9. Bagaimana tanggapan lingkungan sosial Anda mengenai outing?
10. Apakah Anda melakukan penyembunyian identitas diri?
11. Kepada siapa saja Anda melakukannya? Dan mengapa?
12. Bagaimana cara Anda melakukannya?
13. Apakah ada keinginan untuk outing pada orang tersebut?
14. Apakah Anda ada mengalami kesulitan dengan identitas seksual Anda?
15. Bagaimana penerimaan terhadap konsep diri Anda?
16. Apakah media sosial yang Anda gunakan? Apa saja dan mengapa?
17. Apakah Anda menggunakan nama dan foto asli di media sosial?
18. Apa saja yang Anda bahas di media sosial?
19. Apakah Anda pernah membahas mengenai homoseksual atau LGBT di media sosial?
20. Apa pesan Anda untuk orang-orang yang homophobia?

Universitas Sumatera Utara


B. Pedoman Wawancara Dengan Lingkungan Sosial Sosial
Nama:
Usia:
Jenis Kelamin:
Pendidikan/Pekerjaan:

1. Kapan Anda mengenal informan?


2. Bagaimana Anda mengenal informan?
3. Bagaimana sosok informan di mata Anda?
4. Kapan dan bagaimana Anda mengetahui identitas seksual informan?
5. Mengapa Anda memutuskan untuk menerima identitas seksual informan?
6. Apakah ada perubahan pandangan mengenai homoseksual sebelum dan sesudah Anda
mengetahui identitas seksual informan?
7. Apa pesan yang ingin Anda sampaikan pada orang-orang yang homophobia?

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(3 Juli 2018)

Nama : Alifo Nikolas

Usia : 25 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Pendidikan/Pekerjaan : S1 Pertanian

Jabatan Di Cangkang Queer: Koordinator Kampanye dan Penelitian & Pengembangan

1.Kapan dan bagaimana Anda mulai mengetahui orientasi seksual Anda?

Awalnya pas waktu sejak kecil, dari SD. Kayaknya semua orang sama lah, kalau di kelas

itu kan ada yang juara 1, semua orang pasti suka sama dia, ingin berteman sama dia. Pas SD itu

masih belum kenal suka secara seksual sih, masih secara mengagumi. Pas mau dekat puber,

barulah ketertarikan seksual itu mulai ada (kelas 6 SD). Pas kelas 1 SMP itu pertama kali mimpi

basah sama cowok. Karena terbayang-bayang sampai terbawa mimpi, mimpi basah sama cowok,

sampai sekarang pun aku mimpi melakukan hal itu enggak pernah sama cewek. Kalau dalam

Islam, mimpi basah itu kan artinya udah baliqh ya.

Waktu SMP mulai tertarik secara seksual sama cowok. Ada cowok yang dikagumi. Tapi

gak sampe…cuma sebatas itu ajalah. Gitu terus sampai SMA. Gak dekat atau pacaran atau

mengungkapkan, cuma pendam-pendam aja. Pengen jadi pacarnya, pengen berduaan tapi gak mau

gt. Masih…karena lingkungan itu kan masih di kampong-kampung. Dari SD karena gak tau apa

istilahnya jadi aku memang gak tau itu apa, gak aku ceritakan ke orangtua. Waktu diSMP udah tau

itu namanya karena ada di Al-Quran. “Oh ini ternyata salah dalam agama kayak-kayak gitu lah”.

Universitas Sumatera Utara


Karena salah itu, makin gak aku ceritain dengan orang terdekat. Tau dari Al-Quran karena ngaji,

dibaca. Aku ikut pesantren gitu kan. Siangnya sekolah, sorenya pesantren ngaji. Udah itu sampai

SMA terus tamat, kuliah nyampe di Medan ini.

Waktu SMA baca di buku-buku, ada tau namanya istilahnya gay, lesbian. “Oh ternyata

nama istilahnya gay, ada lesbian, ada biseksual juga kayak gitu lah ya kan”. Tapi waktu di situ aku

belum nyari-nyari jauh, nyari-nyari kayak-kayak mana, kayak mana sih gay itu, masih nyari-nyari

mengabaikan, gak berpengaruh dalam hidup, gak berpacaran, bukan cari-cari pasangan. Pas akhir

SMA mulailah “pengenlah punya pacar, Pengenlah masa-masa sendiri udah gak relevan dengan

puber kita”. Pas waktu kuliah, udah tau internet, mulai aku cari-cari di situ. Nah di situ lah semester

1 mulai perdebatan dalam diri. Ku cari-cari. Ya paling segi sains udah dapat kayak mana-mana,

yang paling ininya dari segi agamanya. Sampe sakit 1 minggu karena mikirin itu aja itu aja. Sampai

sakit. Kayaknya menyalahkan Tuhan, menyalahkan diri, kayak-kayak gitulah aku. Pas waktu masa

itu aku gak mau ngapa-ngapain, makanpun jarang, pokoknya dalam 1 minggu udah down kali.

Dititik aku capek daripada bunuh diri…kepikiran bunuh diri itu ada waktu itu hampir bunuh diri.

“Udah bunuh diri aja, masuk neraka ajanya kan”. Terus adakan grup-grup Gay Islam Indonesia

“Sebenarnya Allah itu, Tuhan itu cinta samamu. Cinta sama semua makhlukNya, katanya”. Ada

sesuatu yang disitu yang menyemangati untuk hidup kembali. Ternyata yang salah itu bukan

akunya, gak ada yg salah sebenanrya. Tuhan itu sebenarnya Maha Benar gak ada yg salah

ciptaanNya. Nah setelah itu, aku udah dapat hidayah atau apalah ya, pencerahan gitu lah ya. Dah

mantap kali lah ya. Aku udah mantap dengan agamaku, aku semakin mantap dengan status

orientasi seksualku, yaudah, cuma utk cari pacar udah gak ku fokuskan lagi. Dari SMA sampai

sekarang belum pernah pacaran.

Universitas Sumatera Utara


2. Bagaimana proses penerimaan diri Anda?

Proses penerimaan diri 1 SMP sampai semester 1 kuliah. Itu udah aku selama itu udah

nyari-nyari di Al-Quran ada ini tapi gak tau detail. Sampai semester 1 aku udah bongkar-bongkar

darisains, Wikipedia, koran, Tanya-tanya semua. Itulah yang sayang sekali, kalau kita cari dalam

bahasa indonesia, makin stres kita bacanya. Hampir semua artikel dalam bahasa indonesia pasti

kaitannya dengan agama. Gak ada kaitannya dengan ilmiah, walaupun ada pasti dikaitkan lagi

dengan agama.

3. Bagaimana perasaan Anda ketika mengetahui orientasi seksual Anda? Apakah Anda

pernah menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan Tuhan?

Dua-duanya, tapi lebih menyalahkan Tuhan. Aku gak mau menyalahkan diriku sendiri

karena itu menurutku bahaya. Sangat bahaya. Kalau aku menyalahkan diriku sendiri mungkin aku

sudah bunuh diri. “Tuhan itu Maha Kuat, dia yang punya segalanya. Jadi lempar aja semua masalah

sama dia, serahkan saja semua sama dia”. Sampai sholat tahajud, sampai..”kalau aku bisa berubah

besok, atau dalam waktu dekat ini”…nazar-nazar gt” “kayak mana kau mau sembuh, orang kau

aja gak sakit”. Mau puasa 3 hari nazarnya. “Sebenarnya agama gak menyingkirkan orang. Agama

itu justru merangkul kita semua, semua umat”. Justru ada kawanku yang jadi benci sama

agamanya, semakin benci, gak percaya lagi sama agamanya. Cuma kebanyakan bahkan hampir

semua. Semua teman di sosmed mengklaim dirinya ateis atau agnostik.

3.Bagaimana proses coming out Anda?

Coming out itu untuk orang-orang terdekat menurutku. Aku coming out nya ke orang-

orang terdekat. Kalau ke orang-orang umum ya gak ku urus, kalau mereka tau ya gak apa-apa,

kalau orang terdekat itunya. Kita butuh penerimaan dari orang terdekat kan, nah itu. Pernah ku

coba itu coming out ke salah satu temen yg kenal dari semster 1 sampai akhir-akhir semester 8.

Universitas Sumatera Utara


Aku bilang lewat facebook. Itupun lewat FB. Kami kan di kuliah yang dekat bertiga, satu cewek,

dua cwok. Ku bilang sama dia waktu itu lewat pesan FB, awalnya dia gak percaya. Terus dia bilang

“kau gak kayak waria”. Terus ku bilang “beda lah waria sama gay”. Kalau waria udah dandan dia

kayak gitu, udah make-up. Terus ya gitu lah reaksinya kayak-kayak menyalahkan aku, kayak“dosa

itu kembalilah ke jalan yg benar”, keluarlah dari sudut pandang agama itu kan. Sampai sekarang

dia gak mau jumpa lagi, padahal udah kayak saudara.

4. Kenapa Anda memilih melakukan coming out ke teman tersebut?

Dia selalu curhat sama ku kalauada masalah, aku percaya sama dia juga makanya aku cerita

sama dia. Temen yang cowok itu yg sering ke kos, saling cerita. Dia care sama ku juga walaupun

dia menyalahkan. Aku minta pendapat dia “menurutmu orientasi seksualku ini, perlu ku ceritakan

sama temen cewek ini juga gak?” “gak usahlah nanti dia gak terima”. Tapi di sisi lain menganggap

itu aib jadi gak usah diceritakan.

5. Kenapa Anda memilih mengungkapkannya melalui FB?

Aku ngomong langsung gak keluar semua, kalau nulis baru keluar semua. Karena FB

gratis. Whatsapp belum ada semsester 8. Aku lebih nyaman menulis daripada ngomong.

6. Mengapa Anda memilih mengungkapkannya di akhir masa kuliah?

Memilih ngomong diakhir kuliah karena itu strategiku juga kan kalau misalnya dia gak

terima gak jumpa lagi nya kita, kalau terima kan bisa jumpa lagi. Setelah aku bilang gitu dia

menghindar. Sekarang dia di luar kota, nikah pun gak ngabarin. Kayak ada rasa ini udah temenan

lama tapi gak ngabarin.

7. Selain ke teman tersebut, apakah Anda pernah coming out ke orang terdekat lain?

Gak pernah outing ke orang terdekat lain.

Universitas Sumatera Utara


8. Apakah Anda melakukan penyembunyian orientasi seksual?

Menutupi sangat menyembunyikan. Tapi udah ku kasih-kasihclue sih. Kayak mamaku

nanya kapan nikah. Ku bilang “aku gak mau nikah sama perempuan, gak mau dekat sama

perempuan”. “Kenapa?”“Aku gak mau nikah mak. Nanti kalau abang sama adikku nikah, mamak

yang ngurusin siapa. Aku yang ngurusin mamak aja”. Hahaha ketawa dia. Pokoknya setiap dia

nanyain nikah, ku bilang itu aja, dia pasti ketawa aja.

Abangku ini, kayaknya abangku udah tau aku gay. Karena waktu pulang kamping,

handphone ku dipinjam abang ku, ternyata akun FB ku yang gay, dia buka nampak itu. Dia tanya

“itu siapa?”, “ngg fesbuk kawan itu bang” ku bilang. “Kok banyak foto cowok-cowoknya ini,

banyak foto cowok telanjang dada”. Yaudah ku ambil aja HP ku, abis tu gak dibahas-bahasnya

lagi. Tapi abis itu setiap aku keluar pasti ditanyanya “kau keluar sama siapa?” “sama kawan”

“kawanmu cewek apa cowok?” pasti nanya-nanya kayak gitu “cowok ku bilang hehe” “oh ya

udah” cuma gitu aja.

9. Kenapa Anda masih menyembunyikannya dari orang tua?

Masih menyembunyikan dari orang tua karena aku sayang sama orang tua ku dan dia juga

sayang sama ku. Aku gak mau ubah itu. Masak cuma gara-gara itu jadi gak sayang sama ku lagi.

10. Apa Anda ada keinginan untuk coming out ke orang tua?

Pengen ngomong sama orangtua pengen ngomong, pengen diterima, pokoknya kayak Sofi

pengen diterima di keluarga. Tapi belum siap. Aku gak bakal ngomong sama orangtua. Biarkan

dia mengenalku dengan apa yang dia kenal dan tau dan dia sayang dan dia tau aku sayang dia, dia

sayang aku. Ke abang ku ada saatnya aku bilang mungkin pas aku belum nikah-nikah, udah rawan

nikah.

Universitas Sumatera Utara


11. Apa kesulitan sebagai gay?

Susahnya orang lain yang susah menerima kita. Kalau aku pacaran gak terlalu fokus ke

sana. Di Indonesia sulit, gak bakal diterima, pindah ke luar negeri, masa depan lebih terjamin, di

sini masa depan suram.

12. Kalau untuk cari pasangan, apa sebuah kesulitan?

Cari pasangan sekarang lebih mudah karena ada sosmed, tergantung niat. Sulit itu yang

buat sulit stigma pandangan orang. Kayak di kosan aku kan, misalnya aku udah coming out, pasti

diusir itu. Kayaknya negatif-negatif masih ada. Ketakutan terus ada kalau org terdekat tau.

13. Tipe pria seperti apa yang Anda suka?

Aku sukanya bule, kalau gak yg kayak aku. Atau kayak aku, yg benar-benar mengerti aku.

“yang mengerti kita kalau bukan kita sendiri ya Tuhan lah”.

14. Apakah Anda pernah merasakan kesulitan menerima konsep diri?

Tidak ada masalah penerimaan konsep diri. Iam happy for the iam.

15. Apa saja media sosial yang Anda gunakan?

Medsos ada 2 akun. Asli dan gay. Beda postingan, sangat beda, Satu temen kampus, temen

dekat. Satu lagi teman-teman Cangkang Queer, komunitas, disitu bahas LGBT. Akun gay pakai

foto Troye Sivan, kalau asli gak pakai foto asli tapi ada foto ku.

16. Apa yang berbeda dari Anda sebelum dan sesudah gabung di Cangkang Queer (CQ)?

Setelah CQ ada ilmu baru yang dapat, lingkungannya, rasa takut menurun, “eh ini ada

orang yang diterima sama keluarganya” kayak-kayak menginspirasi gitu. Jumpa keluarga dan

kawan baru yg sangat menginspirasi. Aku orangnya gak percaya diri, introvert. Mungkin di CQ

aku berlatih untuk bisa berlatih ngomong biar lebih vokal karena itu dituntut di situ.

Universitas Sumatera Utara


17. Jika ada yang mengatakan gay bisa disembuhkan, bagaimana menurut Anda? Apakah

Anda mau disembuhkan?

Misalnya ada yang menyembuhkan gay, menurutku enggak. Karena menurutku menjadi

bagian gay ini aku justru mendapatkan pemandangan, merasakan orang-orang yang seperti aku.

Misalnya kayak minoritas lainnyam minoritas agama, minoritas ras. Menjadi bagian dari minoritas

itu kita merasakan apa yang mereka rasakan juga. Lebih berempati. Membuat sudut pandangku

lebih manusiawi.

18. Jika bisa dilahirkan kembali, Anda memilih tetap menjadi gay atau menjadi

heteroseksual?

Tetap gay. Karena menurutku itu adalah anugerah. Kalau misalya aku gak dilahirkan gay,

mungkin aku kayak kawanku mungkin. Ada orang beda sedikit sama ku udah pasti aku menjauh

dari dia.

19. Apa yang ingin Anda sampaikan untuk orang-orang yang homophobia?

Iam just like you. Homophobia itu kan takut sama identitas seksual orang kan. Bodoh kali

lah org itu masak takut sama identitas seksualnya, kayak aku takut sm orang kulit hitam, orang

Kristen, orang yang berbeda. Ketakutan itu gak beralasan, kayak takut tertular kayak nya itu bukan

manusia sekali. Sebagai manusia satu-satunya makhluk di dunia ini yang katanya makhluk punya

intelektual yg lebih, ya hargai satu sama lain. Sama-sama merasakan manusianya juga, dia juga

makhluk, manusia, punya jiwa juga.

20. Menurut Anda, perlukan orang-orang heteroseksual memahami tentang homoseksual?

Menurutku hetero gak perlu dapat ilmu, mengerti sepenuhnya tentang LGBT, gak perlu.

Cukup menghargai aja udah. Kalaupun menolak tapi dia menghargai gak apa-apa. Dan apa hak

kita ikut mendukung, berjuang kemanusiaan.

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(3 Juli 2018)

Nama : Keenan Abraham Putra

Usia : 24 Tahun

Pendidikan/Pekerjaan : S1 Keperawatan

Jabatan di Cangkang Queer : Volunteer

1. Kapan dan bagaimana Anda mengetahui orientasi seksual Anda?

Ketika waktu saat SD aku bilang kan memang kemarin aku suka sama laki-laki yang tua,

yang kayak yang betul-betul laki. Tapi pas waktu untuk mengidentifikasi kalau aku memang gitu

itu emang waktu SMP sampai SMA. Waktu pada saat itu lah aku yang tau aku memang gitu kan.

Aku sering-sering baca juga kan. Itu sih yang pas tau nya. Tapi emang pas saat mencari itu proses

penerimaan diriku untuk menjadi itu, aku gak langsung mengalami denial kayak “ah aku gak

mungkin, gak mungkin” aku gak pernah, cuma memang pernah pada saat aku di kondisi yang

down itu, aku memang pernah langsung kayak mara-marah gitu iya, itu waktu pada saat mau

masuk SMA gitu lah. Udah cari tau dan aku udah tau, aku kayak marah kenapa gitu kenapa gini.

Pas masuk kuliah di situ aku udah mulai jadi diriku sendiri, cuma ku masih belum bisa

mencari orang yang sama denganku. Jadi dulu aku masih yang terkait dengan konsep diri sih

karena masih “oh idealnya masayarakat itu masih yang laki-laki itu harus yang begini-begini, harus

sixpack, harus begini-begini ya kan. Sedangkan aku yang gemuk, hitam, buncit, segala macam.

Dulu gilanya pakai foto palsu, pakai foto orang untuk berhubungan sama orang. Jadi kayak

telponan, via telepon aja. Pada saat semester 7 aku cari info ternyata ada kayak market pasar kita

Universitas Sumatera Utara


sendiri gitu istilahnya, ada juga kok yang suka sama orang yang cowok gendut, akhirnya di situlah

mulai terbuka terbuka terbuka. Langsung lah ada komuniitas kami, itulah namanya “Chubby

Chaser Medan”, itulah yang kami buat itu, kami bertiga, aku mantanku sama Putra (informan

lainnya). Mungkin memang ada terjadi satu hal masalah, akhirnya aku sama Putra keluar, udah

keluar ketemulah sama CQ.

Aku ketemu sama CQ itu tahun 2016 saat aku lagi profesi. Jadi emang saat aku profesi

kemarin itu emang aku ketemu CQ gak dari temen, aku cari info. Awalnya aku cari info bukan

dari temen-temen di Medan ya, tapi dari teman-teman dari Kalimantan. Jadi di Kalimantan itu aku

udah sempat kenal beberapa temen “ada gak sih komunitas seperti ini yang di Medan?” akhirnya

dia menyarankan ke CQ. Jadi ketemu CQ langsung diverifikasi sama bang Dika, setelah seminggu

itu kan di telpon bang Dika “kamu mau gak ikut acara ini-ini, acara apa itu lupa” aku bilang aku

lagi profesi kan padat jadwal kayaknya aku tahun depan untuk mulai bisa bergabung, maksudnya

untuk bisa fokus.Terus memang sempat aku yg di outing itu kan yang kemarin waktu aku udah

semester 7 tahun 2015/2016 aku udah mulai pake foto ku sendiri apa ku sendiri yg di Twitter, jadi

ada salah satu temen yang dari kampus itu yang memang mungkin gak suka atau apa, jadi meng-

outing aku sampai aku harus ke dosen ke apa segala macam aku kemarin itu. Aku punya temen 5

kawan itu yang sering nanya “kau beneran begini kau beneran begini” kadang capek juga ditanya

“iya kenapa rupanya kalau kalian gak suka sama ku gak apa-apa”, trus dia dengan respon biasa dia

ngomong “yaudah sih gak apa-apa gak masalah”. Itu yang membuat aku sama orang itu jadi

berkawan terus kan cuma karena aku bilang selesai kuliah ini aku fokus ke CQ, mereka kan juga

punya fokus yang lain jadi kami komunikasi cuma via Whatsapp aja.

Ketemu sama Putra itu gini sebenarnya kami udah punya teman kayak kumpul-kumpul

gini misalnya ayok kita kumpul ke sini dan itu semuanya temen-temen yang chubby yang chaser

Universitas Sumatera Utara


itu ada. Sama teman-temanitu kenalnya dari Twitter dan salah satu aplikasi namanya Growlr itu

khusus gay chubby, jadi kenal situ jumpa-jumpa, ketemu yaudah kita buat yuk karena juga ada

salah satu inspirasi dari Jakarta yang mereka punya kawan sampai 500an orang chubby dan chaser

Indonesia. Mereka punya beberapa cabang di Indonesia tapi di Medan gak ada. Jadi aku hubungi

salah satu teman di situ “kami mau buat ini yang di Medan tapi kayaknya kami gak mau sesuai

nama sama kalian, kami mau buat nama lain”, itu makanya kami bertiga. Udah akhirnya terbuat

di grup di Line barulah mulai ngomong-ngomong segala macam, bertahan 6 bulan lebih malah,

anggota sempat 50an Medan dan Binjai. Jadi pas karena emang akhirnya pecah kongsi ada yang

satu begini-begini, aku sama Putra mengeluarkan diri kayak gak cocok lagi di situ jadi gak tau

sekarang gimana setelah itu baru ketemu sama CQ, tapi aku aktif itu bener-bener saat acara

TIDOT, di situ aku mulai masuk mulai fokus jd setiap ada kegiatan-kegiatan sampai sekarang sih.

2.Bagaimana proses penerimaan diri Anda?

Lama proses penerimaan diri dari marah SMP kalau betul-betul udah jadi itu di semster 7.

Karena sebenarnya aku orangnya gak terbuka ya, ketika aku udah mengetahui aku itu begini,

dengan dulunya pas kecil, laki suka bermain layang, aku suka bermain boneka, tapi aku mainan

yang untuk laki-laki ada yang suka dulu catur sama mainan gambar-gambar gitu tapi aku suka,

bersifat rumah aku suka. Tapi kalau kayak layangan, main bola, aku gak suka, kecuali kayak pecah

piring itu aku suka. Karena aku udah mulai tau gitu kan jadi kayak aku emang tipikal orang yang

gak pernah keluar maksudnya keluar-keluar rumah, ketemu kawan apa segala macam, jadi aku gak

pernah mengenal orang yang lain-lain gitu. Di kampung ku itu sampai aku SMA mereka ketemu

aku tu cuma sekali dua kali aja. Jadi aku di rumah. Apa sih yang di rumah itu? Ya itu yang mungkin

orang bilang gimana sih orang introvert itu kalau orang di rumah ngapain, banyak yang dilakukan.

Universitas Sumatera Utara


Aku hobi banget nonton, jadi aku di rumah itu emang udah disiapin papa ku sih satu wifi jadi ya

sampai nyari hal yang bener sampai gak bener pun itu di situ.

Sampai akhirnya aku sadar ini kok capek ya? Akhirnya aku cari info kan tipe gay akhirnya

muncul tu chubby dan chaser, chubby to chubby, oh ada ternyata pas dibilang ada tu barulah aku

tergerak mengganti foto. Pas udah ganti foto, udah awalnya aku mikir “ah pasti gak ada ni” udah

hopeless gak ada orang sepaham segala macam, ternyata ada “masuk aja ke aplikasi ku, aplikasi

Growlr” aku masuk ke Growlr sama aku masuk ke Daddy Heart, karena kan aku suka yang agak-

agak tua tapi bukan dalam arti tua banget gitu. Pas wktu itu aku mulai kan di situ aku masuk.

3. Apa yang berbeda antara Anda sebelum dan sesudah menerima diri?

Beda banget. Jadi dulu saat aku belum menerima aku sangat gak mau membahas masalah

tentang orientasi, gender padahal aku udah memahami itu aku udah belajar seksualitas kan dulu

waktu di kampus. Tapi aku gak mau bahas itu. Jadi pada saat udah menerima, udah masuk ke CQ

jadi ya isi-isi sosmed ya rata-rata kampanye semua. Akhirnya aku netap di CQ dan Chaser Medan

aku udah gak aktif lagi tapi aku aktif di FB. Jadi di FB malah makin bertambah sih jadi kayak ada

temen-temen yang dari komunitas yang lain, ada yang hetero juga yang malah gabung malah

banyak jadi kayak orang bilang kamu sendiri ternyata gak.

Menerima kita ya begini, itulah kuncinya. Jadi kayak aku yang sukanya, memang harusnya

aku, di CQ tiba-tiba keluar ngondek apa segala macam itu, adalah salah satu bentuk kebebasanku

untuk berekspresi ketika aku di luar aku harus begini. Ketika aku ke tempat yang nyaman, aku

bakal berekspresi seperti yang ku mau, ituyang paling mendasar. Terus juga yang kedua, ngubah

persepsi dan prinsip terhadap kaum gay yang mengatakan one day im gonna married with woman

itu adalah mungkin menurutku secara pribadi itu adalah salah satu bentuk upaya yang salah karena

ketika kita menikah, dengan seorang perempuan karena kita bilang kita sedang dalam proses

Universitas Sumatera Utara


penyembuhan, tapi nyatanya satu tahun, dua tahun menikah atau berhubungan sama laki-laki

(untuk lesbian), itu adalah salah satu bentuk perselingkuhan, untuk apa begitu. Kasian antara dua

belah pihak, baik itu ke perempuan baik ke laki-laki bahkan ke selingkuhannya sendiri. Jadi ketika

ada yg berprinsip seperti itu, aku akan berpikir gini “oh mungkin dia belum menerima dirinya”.

Dia masih menganggap dirinya sebagai fantasia atau apa dan mengubah persepsi bahwa hubungan

gay dan hubungan hetero sama, sama-sama cari tempat nyaman, sama-sama nyari tempat untuk

berbicara, tempat untuk dekat dan segala macam. Itu kuncinya. Seperti pacaran orang-orang

mayoritas gitu. Gak ada bedanya. Ya tetap satu ya tetap satu. Ya masalahnya dia selingkuh atau

gak selingkuh itu kembali ke pribadi seseorang.

4. Bagaimana proses coming out Anda?

Outing itu pada saat aku semester 7 pada saat aku pakai foto aku tapi emang aku private

kemarin. Pada saat di Twitter itu lah aku di outing kan, di-capture. Namanya juga seorang gay

kayak aku gitu kan, mungkin ada video-video yang menarik kan, you knowlah, terlihat sama dia

dan itu sih yang akhirnya langsung disebar. Ketika dibilang begitu kan akhirnya aku ngaku kan

“oke memang begini, emangnya kenapa?”. Cuma gini sih, outing itu menyakitkan. Aku pernah

ngalamin outing maksudnya itu adalah salah satu yang menyakitkan. Cuma aku akhirnya kayak

berterima kasih sih. Maksdnya ketika dia mulai itu, artinya dia membuka satu jalan, satu hal untuk

bahwasanya “oke aku harus cari orang yang benar-benar bisa menerima aku tu siapa”.

5. Dia itu siapa dan bagaimana dia menyebarkan status Anda?

Temen sekelas. Dia pakai akun lain gak tau dia sengaja atau gimana. Dia mengatasnamakan

akun lain terus karena saat itu aku lagi private akun, kita lihat fotonya, orangnya oh kayaknya

biasa nih, aku accept. Dia sebarin ke mading-mading, dibentuk kertas A4. Aku sih gak akan

langsung marah atau apa. Aku karena mungkin masih syok banget pada saat aku ingin membuka

Universitas Sumatera Utara


diri ada yang kayak gini. Cuma untungnya aku gak mau melakukan usaha bunuh diri atau apa,

untung aku gak. Aku sempat punya relasi, dia nguatin. Karena relasi ku juga udah di-outing

samakawannya di kampus juga. Dia tau bagaimana. Jalani prosesnya pelan-pelan. Setiap emang

jalan di kampus emang kayak sakit. Bahkan sampai yang udah selesai, bahkan orang yang masuk

kampus pun kayak udah pad kenal “oh si Ken yg ini ya yg gini-gini”, jadi kayak ketika aku lewat

ada mahasiswa baru pun mandang sinis tapi sekarang aku udah cuek sih.

Aku gak pernah punya masalah. Karena pada saat aku di kampus, aku masuk PEMA, jadi

aku masuk di PEMA, aku bagian media dan informasi, aku ketua klub mading di kampus tapi aku

gak tau entah apa masalah dia ke aku, aku juga gak ngerti mungkin secara gak sadar aku pernah

ngelakuin kesalahan, aku juga gak tau gitu. Cuma emang aku ngerasa gak ada ngelakuin apa-apa.

Dia cewek. Cuma sekelas, dia dekat sama salah satu temanku, malah kawanku yang minta maaf.

Aku bilang sama temenku yang 5 orang, paling penting sekarang kalian mau terima aku atau gak

“yaudah sih cuek aja gak peduli kok kau tetap kau, orang yang suka diajak ke mall, orang yang

suka diajak shopping, diajak nnton, mau cerita samamu.

6. Berapa lama masalah itu berlangsung dan apa saja yang terjadi?

Masalah itu 2-3 bulan, tetap kekeh aku gak mau dipanggil orangtua. Karena om aku bilang

gini “kuliah ituproses pembelajaran secara dewasa, dan aku sudah dewasa, masalah ku bisa ku

hadapi sendiri tanpa terlibat orang tua”, aku bilang gitu, akhirnya dekan juga diem. Jadi aku sempat

cari-cari kode etik pendidikan, aku kasi ke dekanku, akhirnya dekanku men-stop kasusku

bahwasanya ketika mendapat hak pendidikan siapapun orangnya, dia berhak. Dekanku netral,

cuma yang bermasalah itu dosenku yang satu. Dia dosen psikologi yang masih menganggap itu

adalah hal yang salah. Padahal di WHO udah jelas, tahun 1993, 17 mei menghapus itubahkan di

Universitas Sumatera Utara


PPDGI 1993 udah menghapus itu, udah mengatakan itu bukan suatu gangguan. Tapi tetap kan

ketika orang berpikir, judgment kan semua pasti salah.

Dekan gak bawa sampai ke rektor atau kemana cuma saat itu dia bilang aku mau dipanggil

orangtua atau istilahnya dibina. Ku bilang aku bisa ngebina diriku, aku bukan anak SMA lagi, aku

udah berproses menjadi seorang dewasa. Orang kuliah itu adalah belajar secara proses

pendewasaan. Aku sudah cukup dewasa, umurku sekian, aku bilang sama dekanku kayak gitu.

Kenapa dekanku ngomong kayak gitu, dia gak salah sih karena didesak sama dosenku.

7. Bagaimana dengan teman-teman Anda yang lain saat itu?

Temanku yang lain pada saat itu langsung menjauh kayak satu virus yang berbahaya kayak

dipegang langsung nular. Malah cowok gak masalah loh, itu kuakui. Temen2 ku masih mau

gabung masih ketawa-ketawa masih nyinggung hal yg gini-gini, ngondek apa segala macam, cuma

menganggap itu sebagai bentuk candaan dan aku masih merasa ah itu candaan aja, masih ada kok

orang yang bisa nerima. Cuma ku akui memang 5 kawanku itu yg sampai sekarang emang mereka

kalau cerita “kau udah gak sama ini lagi, gak sama ini lagi”, sampai mereka yang paham aku

sampeai putus nyambung gitu mereka udah paham.

8. Apakah sebelum kejadian tersebut Anda sudah memiliki rencana untuk coming out?

Sebenarnya aku memang udah ada rencana. Maksudnya ketika aku memang udah, aku di

kampus ingin mengeluarkan jati diriku tapi pada saat aku udah mau selesai mungkin prosesnya

gak akan buruk. Ini karena aku masa pada saat skripsi sih makanya langsung kayak terotak.

Cumasampai sekarang sih udah kayak salah satu tempat yang paling gak nyaman aku kunjungi

adalah kampus, masih ada ijazah satu tertinggal cuma belum aku ambil karena gak nyaman ke

sana.

Universitas Sumatera Utara


Aku pernah ke sana waktu rapat umum di PEMA pas demisioner, aku diundang, yang

kebetulan kami berlima kan masuk PEMA tu dan si cowok ini kan ketua PEMA, dia langsung

undang“eh Ken datang lah jangan lah, kau gak datng, kau kan dulu ketua bidang strategi advokasi”,

“iya aku datang ku bilang. Pada saat datang itu aja, waktu aku jalan aja yang mahasiswa-

mahasiswa baru nengok aku, lirik, udah kayak sebar-menyebar mulut ke mulut.

9. Mengapa Anda punya keinginan untuk coming out?

Keinginan untuk outing karena aku ngerasa aku gak salah, aku tu gak satu hal yang gak

perlu ditakutin. Aku tu sama, sama kalian, aku pengen bebas karena ketika aku di luar menjadi

apapun yg aku mau, aku gak mau jadi orang yang harus mungkin aku harus begini mungkin dalam

aturan gay itu 3 hal: no ngondek, no centil, no bawel. Itu 3 hal yang kayak dihentikan sama orang.

aku gak mau kayak gitu, aku udah mau, pengen meluapkan apa yang kurasa gitu.

10. Kepada siapa Anda rencana ingin coming out saat itu?

Sebenarnya ke siapa pasti yang terdekat 5 kawanku itu, itu yang pertama. Karena dari awal

pas masuk kami kuliah, pas matrikulasi, mereka tu kayak udah mulai paham yang aku suka

perawatan, aku ke dokter Paramitha ke dokter ini, tu aku paham. Kayak mau beli sepatu high heels,

kawanku selalu “tu ayok bawa Keenan. Keenan tau tu model yang bagus karena kami 2 kai-laki,

3 perempuan, yang kawanku satu ni gak suka belanja dan aku sangat hobi, jadi ketika aku disuruh

belanja sama kawanku, aku suka. Kami pernah ngelilingin mall sampai satu jam, aku mau. Itulah

yang karena aku ngerasa kayak punya temen.

Aku punya rencana ketika aku ketemu, mau ngenalin langsung ke pasanganku, karena kan

mereka masing-masing udah punya pasangan aku pengen punya pasangan kayak “ini pasangan

ku” tapi ketika aku nyampekan gitu ke kawanku dibilang “itu tu makin awkward lah aku. Aneh ku

rasa kau bawa lakik kau” “iya juga ya hahaha”. Tapi pernah aku bawa sekali, paskami di Texas

Universitas Sumatera Utara


nongkrong rame2, malah mereka nanya “kau udah pernah gituan” “kepo kali kalian” ku bilang

gitu “gak loh penasaran aja”. Jadi kami pernah ngomongin masalah perawan dan gak perawan

tandanya gimana.

11. Ada yang berbeda gak sama temen-temen Anda setelah Anda coming out?

Ada satu sih. Dulu kan aku sama temenku laki-laki tu kan kalau kami kepepet selalumandi

berdua sekarang “kau jangan pernah lagi mandi sama ku”. Kalau tidur dia masih mau. Karena pada

saat aku tidur, pernah ku tanya sm dia “kau masih nyaman gak tidur samaku?” karena aku gak mau

daripada gak nyaman mending aku pindah kamar ke temen cewek ku, “oh gak apa-apa kok”,

katanya.

12. Apakah Anda menyembunyikan orientasi seksual Anda? Kepada siapa dan bagaimana?

Kalau paling dekat sih sama keluarga sih masih belum. Cuma dulu emang ada dikit-dikit

ngasi clue, aku minta wardah ini wardah ini “minta wardah no 3 ma” mama ku kan kadang “apa

sih dibawa-bawa” kayak aku bawa masker tapi sekarang udah paham. Cuma ketika aku punya

pacar yang sekarang, relasi yang sekarang itu, yang pernah ku bawa ke rumah sempat sih ditanya

kakak ku itu kan “kau bener cuma kawannya si Keenan?”.

13. Kenapa Anda masih menyembunyikan identitas seksual Anda dari keluarga?

Karena aku belum punya amunisi yang kuat, bukan amunisi secara pengetahuan ya. Aku

tu gini, kalau bisa ketika aku outing ke keluarga, itu aku harus memikirkan bagaimana ke depannya

aku. Aku butuh amunisi yang dimana aku bisa berdiri, bisa mempertanggungjawabkan diri sendiri.

Cuma kalau untuk amunisi itulah yang masih ku pikirkan, amunisi belum kuat. Kalau kita amunisi

secara omongan kita pasti akan kalah. Tapi kita harus memikirkan kemungkinan terburuk.

Universitas Sumatera Utara


14. Ketika telponan sama pacar, orang tua pernah tanya?

Pernah. Aku malah ku bilang,“samapacar”,“Orangnya mana?”“nantilah”, paling kayak

gitu padahal udah kenal udah tau, cuma nantilah paling kayak gitu kalau mau telponan ya telponan

aja, “ilove you”, udah. “Orang mana?” “orang Medan”. Pokoknya semuanya ku kasi tau, cuma

sosoknya belum, “itu laki-laki ma”, gak. Cuma aku 2 kemungkinan opsi sih, maksudnya aku

ngebentuk pacarku, pacarku juga salah satu orang yang masih tahap kaum gay yang “one day im

gonna married with momen”, tapi sekarang semenjak dia sama aku ada ilmu yg ku dapat pelan-

pelan masuk, dia udah mulai paham. Cuma ketika dia bilang aku outing, kita mau berdua jalan,

ayuk kita berdua jalan maksudnya mau cari tempat di luar atau emang aku yang outing.

15. Sekarang orang tua masih suka nanya-nanya?

Bapak meninggal pas aku SMA kelas 2. Aku anak ke 8 dari 8 bersaudara. Sekarang sih

pulang, mama gak ada nanya kapan nikah, mungkin udah tau anaknya kayak gini kali. Jadi ketika

kakak ku yang terakhir nikah, dia kan blg “inilah terakhir anakku nikah”. Aku pun ya aku mau

nikah sam siapa coba, perempuan aku juga sakit hati, aku gak nyaman, daripada aku pas nikah

sama perempuantiba-tiba malam pertama “ya maskaranya kayak gitu”, kan gak lucu juga.

Pengen kayak kakak ku, abang ku bawa pacar ke rumah. Sebenarnya mama ku ini sayang

kali sama pacarku ini, ketika dia datang ke rumah dia kayak nyari hati mamakku, jadi aku kayak

bukan anaknya loh jadi kalau ada apa-apa, “itulah si Adi tu begini-begini kalah kau”, iya aja. Dia

kan maskulin, jadi pekerjaan yang berat dia bisa, aku mana bisa.

16. Apa kesulitan menjadi seorang gay?

Gak bisa PDA atau Public display affection. Aku tu pengen punya pacar yang di luar ayok

pegangan tangan, ayok pelukan, ya peduli amat, cuma masalahnya pasangan gak mau. Cuma kalau

kami di motor gak masalah meluk dia cuma kalau udah jalan gak.

Universitas Sumatera Utara


17. Kalau di media sosial, apakah Anda sering sharing tentang homoseksual?

Di FB sering banget. Aku sering banget ketika aku udah masuk CQ apapun terkait CQ baik

itu tentang bagaimana cara bertemu temen kencan dsb sering ku share. Terkait politik juga sering.

18. Apa yang ingin kamu sampaikan ke orang-orang yang homophobia?

Kami butuh hidup tenang. Memanusiakan manusia. Baik ketika kamu percaya bahwa

kamu adalah seorang hetero, apakah kamu gay, bahkan aseksual sekalipun, ketika kamu manusia,

kamu manusia. Ketika kita berbicara manusia, itu bentuknya beragam, jadi jangan berpikir bahwa

orang itu akan sama dengan hetero. Tapi percayalah temenn-temen yang beragam itu lebih indah,

lebih enak untuk diajak ngobrol, diajak sharing, dan temen-temen ku yang lain yang pada hetero

pun pada begitu.

19. Apakah Anda ingin tidak menjadi gay lagi?

Enggak. Aku sangat nyaman untuk seperti ini. Aku pernah coba pacaran sama cewek,

pernah tapi 1 hari putus karena gak nyaman, waktu SMP kelas 1. Sangking gak nyamannya pagi

ku tembak, siangnya ku putusin. Gak ada loh deg-degan, rasa aku penasaran tu gak ada. Rasa

kayak kau sama ajanya sama kayak aku.

Wawancara tambahan dengan informan melalui chat Whatsapp

[16:24, 7/5/2018] Sofiari Ananda: Kata Halimah, Ken outing ke dia setelah 1 bulan dekat.

Boleh tau gak, alasan kenapa Ken akhirnya mutusin utk outing ke Halimah?

[16:25, 7/5/2018] CQ Ken: Aku nyaman berteman dengannya

[16:25, 7/5/2018] CQ Ken: Dan itu yang membuat aku akhirnya aku coming out

[16:25, 7/5/2018] CQ Ken: Seorang teman yang tanpa apapun mengkritik secara orientasi

Universitas Sumatera Utara


[16:26, 7/5/2018] Sofiari Ananda: Ken ada ketakutan gak Halimah bakal menjauh setelah

ken outing ke dia?

[16:26, 7/5/2018] CQ Ken: Setelah aku coming out ke dia. Malah sekarang kami jadi dekat. Kalau

ada apa apa aku sering ceritain ke dia

[16:28, 7/5/2018] Sofiari Ananda: Sebelum outing, Ken ada ngerasa gak lepas karena belum

kasi tau halimah orientasi Ken?

[16:28, 7/5/2018] Sofiari Ananda: Kayak belum plong gitu

[16:28, 7/5/2018] CQ Ken: Iya. Kayak ada beban yang harus disampaikan. Setelah memberitahu

kayak perasaan lega itu datang.

[16:29, 7/5/2018] Sofiari Ananda: Hmm. Berarti rasa nyaman sama dia dan keinginan untuk

lepasin beban itu tadi yang buat Ken milih untuk outing ke Halimah ya?

[16:30, 7/5/2018] CQ Ken: Iya

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(3 Juli 2018)

Nama : Edo

Usia : 21 Tahun

Pendidikan : S1 Etnomusikologi

Jabatan di Cangkang Queer : Anggota

1. Kapan dan bagaimana Anda mengetahui identitas seksual Anda?

Kalau merasakan itu dari lahir udah merasakan. Udah mulai bisa berpikir udah merasakan.

Kalau diinget masa-masanya lupa, kayaknya SD udah kena deh. Kalau 3 SD sih suka sama kawan

sekelas. Itu kemaren cowok. Ya di situ sih sukanya tau, cuma kadang waktu di SMA lihat cewek

juga suka, makanya aku sih lebih mengkategorikan diriku itu sebagai biseksual. Cari tau nya SMA

kelas 2 aku tu cari tau, cari tau kategori-kategorinya apa ternyata kemarin aku menganggap diriku

tu gay pas SMA, mungkin suka cewek tu suka-suka biasa aja, rupanya tertarik sih pacaran sama

cewek juga tertarik makanya aku cari-cari tau ternyata ada biseksual namanya di SMA kelas 2.

2. Apa yang Anda rasakan setelah tau identitas seksual Anda?

Setelah tau rasanya biasanya aja sih, oh berarti gitu oh yaudah, toh kawan-kawan gak tau.

Gak bertanya-tanya. Bodo amat lah jalani aja. Toh juga kalau aku depan orang tua pacaran bawa

cewek, ada cewek dibawa. Lagian tingkah perilaku aku kan gak terlalu feminin jadi orang tua tu

gak tau-tau lah gak keliatan.

Universitas Sumatera Utara


3. Kapan Anda merasa ketertarikan cenderung kepada sesama pria?

Cenderung ke cowok masa-masa kuliah. Awal masuk itu kan bisa membandingkan kawan-

kawan kampus, aku tuh lebih tertarik sama cowok-cowoknya dibanding ceweknya, cuma

kategorinya juga ada, gak semua cowok juga aku suka.

4. Bagaimana tipe yang Anda suka?

Aku tuh sama yang kecil-kecil imut-imut gitu, sukanya kayak gitu. Yang imut-imut mau

cewek mau cowok suka lah. Rata-rata sih yang aku suka keci-kecil, imut-imut tu kyk anak-anak

SMA, makanya aku dikategorikan mereka kayak pedofil, padhal sebenarnya gak. Suka lebih muda,

lebih tua sih jarang.

5. Sekarang punya pacar?

Baru putus sebulan yang lalu sama cowok lebih muda, umur 19 tahun. Lama hubungan 1

tahun 3 bulan. Putus baik-baik, mungkin faktor bosan ada.

6. Bagaimana proses penerimaan diri Anda?

Proses coming in sih aku ku terima aja, begitu tau yauda terima gak ada stres kayak gitu

mikirin "kenapa sih kayak gini", gak ada "demi Tuhan", gak ada, aku tu jalani aja, mungkin karena

emang pembawaannya. "Kok bisa kayak gini", "Dosa gak dosa ini ya" gak, gak pokoknya. Kayak

gini oh yaudah mungkin kayak gitu jalan aja, tapi kalau gak cocok-cocok mungkin dibatasi, yang

cocok dijalani.

7. Apa untuk hal atau masalah lain Anda juga seperti itu?

Tergantung. menurut aku masih bisa disembunyiin, ya aku diem aja. Contohnya kayak aku

narkoba ni contohnya kan tu keliatan tu dari mukanya kan ini gimana nih kalau ketauan itu pasti

gundah, cuma kalau gini kan cuek aja. Diajak nonton bola sok ayok, diajak main bola ayok, diajak

main catur ayok, diajak main musik ayok, ngobrol sama orang-orang tua bahas apa ayok. Cuma

Universitas Sumatera Utara


kalau seandainya pas bahas yang kayak “jangan kalian kayak gini ya gay ini gini-gini” di situ baru

aku kayak "apa sih", langsung cabut. Kalau pembahasan gak nyaman.

8. Berapa lama proses penerimaan diri Anda?

Prosesnya waktu tu aku kan SMA tau, cuma aku prosesnya itu bisanya sampai kuliah

semester 1. Prosesnya 1 tahun setengah. Waktu cari tau tu aku fokusnya pacarku harus cewek tu,

cuma lama-lama akhirnya tertarik sama cowok. Waktu SMA pacarnya cewek semua gak pernah

cowok. Pacar cewek 4 orang.

Gak ada cari tau komunitas. Aku tu pertama kali tu paling di FB lah, itu juga ke temen-

temen chat. kalau masalah cari aplikasi, gak ada. CQ satu-satunya. CQ tu tau juga setelah semester

6. Tau aja gitu, jalani, ada orang suka ya sok pacaran.

9. Bagaimana proses coming out Anda?

Aku tuh outing cuma sekali itupun sama temen aku, cewek. Temen kuliah cuma beda

jurusan. Masalahnya kalau gak salah, itu temen dekat, makan bareng, apa-apa bareng. Dia tu

pecicilan juga, ketawa ngakak mulutnya lebar, cewek keren lah, gak jaim, cantik juga. Kalau

tempat sopan, pakai baju sopan, fleksibel, enak diajak kemana-mana. Ada sampai 2 semester

temenan, setahunan. Dia bilang nih "aku pengen cerita loh. aku gini aku gini. pacarmu mana sih?",

kadang dia ejek-ejek "ada loh yang aku suka cuma aku gak berani bilang". Terus waktu semester

4/3 itu dia bilang suka ke aku "aku suka samamu", terus "kok bisa sih" "ya suka lah bodoh", "oh

yaudah terus gimana lah", trus di situ aku mulai outing "ntar malam ngobrol berdua di café ini ya",

café Dr.mansyur. Pas ngobrol bincang-bincang “aku tu sebenarnya tertarik sama cowok”, dia diem

aja diem aja gak ngobrol apapun “aku tertarik sama cowok, sama cewek juga, cuma sayangnya

kau tu bukan karakter aku” ku bilang gitu kan, dia diem aja ngobrol enggak terus yaudah gitu aja

flat, yauda lah makan, makan, pulang. Besoknya dia, kontak aku diblok, FB fb aku diblokir, kadang

Universitas Sumatera Utara


chat Line "kamu kenapa sih? apa gara-gara kemarin?", "gak ah biasa aja". Terus waktu yang

kemarin juga ada yg suka ama aku. Awalnya kan ini aku di chat kan sama cewek inisialnya T,

“kamu tu ini?”, eh kok bisa sih ku pikir “iya dari sini anu”, dari yang aku outing, ya ampun kok

sampai kayak gini sih aku pikir, aku kira dia tu bakal jaga ternyata dibeber. Terus kan “kok bs

diceritain?” “iya dia datang-datang langsung ceritain” “aku sih masih sempat gak percaya cuma

ya kayak mana” “terserahmu lah mau nanggepin gimana" aku bilang gitu "kalau menurutmu bener

ya bener, enggak ya gak, aku sih bodo amat”.

10. Kenapa memutuskan untuk jujur kepada teman Anda tersebut?

Aku pun merasa nyaman berteman makanya ungkapin selain karena dia nembak. Cuma

kayaknya lebih enak kalau dia ungkapin duluan ,yang tandanya dia nyaman samaku. Enakan aku

jujur bisa enak, topik-topik pembahasannya mungkin dia bisa menjaga topik pembahasan gak

bahas-bahas itu. Kadang ada temen aku yg "bencong lah", dia sering kayak gitu, walaupun

bercanda cuma dia. Aku agak apa sih, sensitif , walaupun aku gak bencong.

11. Apakah Anda masih ada keinginan untuk berhubungan baik dengannya?

Kalau sekarang sih gak ada. Kalau sekedar menghindsr gak masalah, tapi dia menjelek-

jelekkan, dia mengouting aku ke orang lain, ada yang suka sama ku dia itu kan ini, gak usah ah,

dihalang-halangi. Temen-temen cowok aku sih biasa aja ada yg percaya atau gak pokoknya kalau

orang tu nanya aku cuma jawab “menurut kalian lah kayak gimana, mulut cewek kalian percaya".

12. Setelah coming out itu, apakah Anda berencana coming out ke orang lain lagi?

Aku gak mau outing sama orang, emang gak mau outing. ada rencana outing masih dipilih-

pilih orangnya, gak asal outing. Punya temen yg hetero, cuma tau aku gay dari temen ke temen.

Universitas Sumatera Utara


13. Mengapa Anda memilih menyembunyikan identitas seksual Anda?

Menyembunyikan identitas karena aku tu lebih nyaman temenan sama cowok. Kan ada nih

yg contohnya LGBT yg gay feminim, dia mungkin lebih betah sama cewek, aku tu lebih betah

sama cowok, kalau cewek jauh mah bodo amat. kayaknya lebih gaul, apalagi cewek yg kecowok-

cowokan tu keren. Takut mereka jauhin aku.

14. Kepada siapa saja Anda menyembunyikan identitas seksual Anda?

Menyembunyikan sama temen dekat cowok dari TK karena takut dia gak nyaman. Respon

dia terhadap LGBT itu gak suka. Kalau sama keluarga ya gak ada yg tau. Memang gak ada ditanya,

memang gak ada respon, memang gak ada feeling “kau gay ya kau lesbi" apa kek, gak ada diem

aja. Gak pernah tanya pacar. Paling ngobrol bahas masa depan, bahas anak bahas istri “nanti kalau

kamu nikah, istrimu dokter” “iya” “bapak milih istirnya polisi” “iya, terserahlah nanti aku cari istri

polisi".

15. Bagaimana cara Anda menyembunyikannya?

Cara menyembunyikan, kadang-kadang gini kan ku gini kan (rangkul teman cowok) “awas

lah kau kayak homo” “ah suka kau" paling gitu aja "suka kau lah suka suka”, ngobrolin pacar gak

pernah. Paling bahas dada bahas-bahas apa semua, tau lah pembahasan laki-laki kan aneh-aneh.

Tapi aku lebih nyaman bahas tentang cowok sebenarnya.

16. Apa kesulitan yang Anda alami dengan identitas seksual gay?

Kesulitan gak ada sama sekali. Aku pun bersyukur tu malah. Bersyukur aja. Kayak gini oh

yaudah syukurin. Percuma kan kalau seandainya aku marah atau apa kan gak ada yang mau

disalahin. disyukurin aja oh yaudah kayak gini yaudah. Seengaknya tubuhku sempurna pokoknya

ada hal yg membuat aku feedback, aku mungkin kayak gini, seenggaknya aku gak jelek kali aku

tu gak pendek.

Universitas Sumatera Utara


17. Apa hal yang Anda sesalkan sebagai seorang gay?

Yang aku sesalin itu paling outingnya. Kenapa sih aku gak bisa diterima, kalaupun aku

outing, aku pengn diterima langsung apalagi orangtua kan terlalu islamiah, apa-apa sikit agama-

agama, jadi buat outing kayaknya gawat. Pengen banget outing. Cuma kalau temen-temen yg dekat

personal itu pengennya terouting jd enak “kamu tu gini ya” “aku gini-gini” “oh yaudah iya”

temenan udh gitu, tapi jangan terouting dia jauhin aku, tu aku gak suka.

18. Kalau sudah nyaman dan tidak ada kesulitan dengan identtiss seksual ANda, mengapa

Anda merasa tetap membutuhkan CQ?

Butuh CQ karena ya enak. kalau dibandingin 1-10, CQ itu angka 10. Kayaknya aku nyaman

aja. awalnya masuk CQ, aku tu ngiranya temen-temen2 ku bakal cowok ternyataada yg trans juga,

di situ sih enaknya di situ, gk tau pokoknya susahlah. Betul-betul rumah.

19. Apa saja media sosial yang ANda gunakan? Dan apa saja yang ANda bahas di sana?

FB. Ada 3 akun; dunia nyata, gay, game. Di game aktif banget. Semua pakai foto asli.

Nama di game yang gak asli. Nama panggilan aja. Kalau di medsos yg nyata bahas kegiatan biasa,

kirim video lagu. Di gay kontennya sama cuma pertemenannya yg beda. Bahas tentang LGBT di

grup FB.

20. Sebagai anak tunggal, harapan orang tua pasti bertumpu di Anda. Bagaimana dengan

hal tersebut?

Itu sih yg jadi beban ke depannya gimana. aku tu kan gak tau ke depannya, aku belum ada

planning. Aku ke depannya gimana, apakah aku tiba-tiba bakal diusir karena outing, apa aku cari

kerja dulu terus aku outing, udah sukses. kalau aku ditelantarkan orangtua ku juga, takutnya

orangtua nanti yg kenapa-kenapa soalnya anaknya kan gak ada. Pilihannya itu. Kalau aku kerja,

aku ditelantarin gak apa tapi orangtua ku siapa yg jagain. Tanjung Balai.

Universitas Sumatera Utara


21. Apakah ada keinginan untuk coming out ke orangtua?

Keinginan outing sama orangtua ada, pasti ada. Caranya sih mungkin ada, ntar aku sukses,

waktunya yg belum tau kapan.

22. Apa yang ingin Anda sampaikan kepada orang-orang homophobia?

Jangan terlalu memanusiakan, maksudnya jangan terlalu memilih temen, memanusiakan

temen, “temen aku tuh harus kayak gini”, kan toh kita aktivitasnya sama, toh walaupun aku ini gay

kan tetap sama, “tetap aku ya aku sama seperti yg biasa kau kenal walaupun aku sudah outing”.

Toh ini gak menular, toh aku LGBT aku gak langsung suka, aku punya criteria, tipe-tipe yg aku

suka, gak semua yg aku suka.

23. Jika Anda bisa dilahirkan kembali, apa Anda tetap mau menjadi gay?

Terlahir menjadi hetero kalau bisa diulang. Kalau disembuhkan, ya buat apa disembuhkan,

kalau emang seandainya itu nyata dan real, kayaknya aku milih gak usah disembuhkan, biar aja

kayak gini. Maksudnya lebih nyaman kayak gini. Itu sama kayak kita biasa minum air putih tiba-

tiba disuruh minum air tebu. Air tebu terus-terusan kan gak enak lebih baik aku minum air putih

terus-terusan.

Mau jadi hetero biar aku gak merasakan. Kalau aku merasakan aku kan bakal milih.

Contoh, aku hetero ni, dan hetero dianggap normal, ya mending aku jadi hetero dan gak ada

dipermasalahkan sama siapapun, gak ada beban harus ini orangtua ngomong, pacarpun oh ya nanti

kayaknya pasti udah banyak pacarku, ku bawa ke orangtua ku, kayak gitu sih.

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(7 Juli 2018)

Nama : Putra

Usia : 24 Tahun

Pendidikan : S1 Matematika

Jabatan di Cangkang Queer : Anggota

1. Kapan dan bagaimana Anda mengetahui identitas seksual Anda?

Pertama kali tu saya belum tau bagaimana saya tu seperti ini. Pertama kali saya penasaran,

waktu SMA, nah kenapa saya itu agak tertarik sama cowok gitu kan. SMA kayaknya awal lah.

Nah itupun saya gak tau ntah saya merasakan ntah apa tu belum tau ke arah situ, masih penasaran-

penasaran. Saya carilah di FB, di situ kan terus ada teman FB yg sakit juga. Dia pernah chat ngajak-

ngajak saya pun gak tau kan awal-awalnya saya gak mau kayak gituan. Nah paling chattingan

doang. Nah sebelumnya saya pun masih suka sama cewek juga. Kemudian saya pun waktu sekolah

ya belajar, jadi gak open dulu tapi masih penasaran, biasalah kalau udah main sosmed udah FB

kan, ntah apa-apa dibuka kan. Jadi dari situlah mungkin. Tapi mulai-mulai ke sini nya pas udah

tau lah aplikasi, waktu SMA kelas 3 ntah mau udah tamat gitu lah antara itu. Di situlah saya tau

pertama kali karena HP saya belum tab jadi belum tau masih blackberry dulu kan.

Waktu kuliah semester 3 ntah 4 saya dibelikan tab, saya tau aplikasi tentang ini, saya

download, saya buka, di situlah saya pernah chattingan, pernah jumpa pernah apa di situ; aplikasi

Grindr, itu awalnya saya. Ketemu, sering-sering chat kalau ada yang mau jumpa, jumpa, kalau gak

Universitas Sumatera Utara


yaudah, pacaran pun biasanya pacaran lewat chat aja gak pernah jumpa masih dunia maya tapi

sebentar aja biasanya kan.

2. Berapa kali sempat ketemuan dengan kenalan di FB?

Kalau 1 kampus, 2 kali, tapi beda jurusan, kenal di aplikasi. Kenalan kemudian ada sempat

pacaran beberapa bulan, kami putus karena perbedaan pendapat, jadi putus kemudian dia sibuk,

yauda terus gak berapa lama jumpanya paling sama yang udah tua, maksudnya yang udah beristri,

ada yang duda, gitu lah.

Saya awalnya tertutup. Sebelum jumpa sama CQ tertutup kali saya gak ada yg tau ya hanya

paling orang-orang nebak gita aja sama yang chat lah kenalan yang tau, tapi kalau teman-teman

dulu gak ada yg tau.

3. Pacaran sama perempuan, bagaimana ceritanya?

Dari SMP pacaran sama cewek, karena dia mau belajar katanya, jadi yaudalah satu

semester kami pacaran baru putus tapi kami kan sekelas, tapi masih dekat jadi diapain kawanlah

karena kami pacaran, jadi kayak ada rasa gini tapi gitu-gitu ajalah, tarik ulur kan. Kelas 3 SMP

pun juga kami pernah kesempatan lah dalam kesempitan. Orang rame-rame kami pegangan tangan

pas SMP kelas 3. Ngelayat, pas pulang rame kan terus kami pegangan tangan terus nampak temen

dikepo-kepoin, terus ya ada rasa dikit karena kemarin diputusin, jd agak-agak gitu.

Kemudian saya kelas 2 pacaran pun LDR sama orang Jawa semua karena kadang pernah

melalui sms tapi ntah nomor saya ntah dapat darimana, mungkin dari FB, kan dapatnya orang

Indramayu, cuma gak lama kan karena LDR. Lanjut SMA kelas 1 karena mantan mungkin masih

ada rasa, saya tidak ada. Kemudian kami beda kelas jadi setiap pergi sekolah, dia melewati kelas

aku jadi sering-sering lihatlah dia, kemudian temen aku di kelas didekatinnya juga, mungkin untuk

lihat-lihat gitu lah. Di situ saya prestasi juga sih waktu kelas 2, mungkin dilihatnya prestasi

Universitas Sumatera Utara


didekatinya. Nah kelas 2 SMA balik lagi. Dia minta maaf kemarin diputusin eh rupanya terulang

dia selingkuh sekali, putus. Nah kelas 3 nya sebelum UN, 3 hari sebelum UN kami balikan lagi

abis tu putusnya sebelum pengumuman UN. Baru balik ke kuliah, biasa aja tapi aku bingung antara

ke cewek atau ke cowok, karena waktu kuliah aku kenal cewek dari FB, di situ saya ada rasa sama

cewek itu ternyata cewek itu baru putus jadi dia gak mau pacaran setelah tau agama gak boleh

pacaran, dia gak mau pacaran, tapi di situ saya masih suka-suka kepoin, dulu cuma sekarang udah

gak.

Waktu kuliah dekat lagi sama mantan tapi itu udah kenal sama cowok dari FB, chat-an,

sms, telpon, barulah ketemu aplikasi itu, tau dari kawan grup di FB. Chating-an, di situ tu belum

ada pacaran sama cewek tapi tu ada pacaran sama cowok.

4. Sewaktu SMA, Anda pacaran sama cewek, tapi juga tertarik dan pacaran sama cowok,

artinya Anda tertarik dengan keduanya, bagaimana dengan hal tersebut? Apa Anda sempat

merasa bingung?

Masih bingung karena dulu saya gak itu kali sama media gak ke arah situ dulu ya normal-

normal aja, cuma kalau cowok misal ganteng ya kayak gini “ih ganteng kali cuma ya temennya

itu”.

Pacaran cewek memang ada rasa dulu, tapi sekarang udah gak. Gak tau lah, udah

kayak….semenjak waktu putus terakhir waktu seminar proposal, terakhir pacaran sama cewek.

Abis itu seminar terus ya gak mau lagi, saya bilang “udahlah mungkin kita gak jodoh karena dalam

hubungan kami kayak ada egonya tinggi, gara-gara itu aku juga yaudahlah nanti-nanti aja sukses

aja dulu gak usah mikirin cewek.

Universitas Sumatera Utara


5. Berapa lama proses sampai akhirnya Anda bisa menerima diri?

SMA sampai semester 3. Waktu kenal aplikasi itu yang pernah jumpa. Karena yang

terakhir pacaran sama cewek itu kayak udah gak ada rasa lagi, cuma kayak mau balik gitu sekitar

30 dan 70 persen. Jadi yaudah, pernah sih udah ngajak ke tempat saudara, ngenalkan cuma udah

gak tertarik lagi udah gak ada rasa Cuma saya sering chatingan sama cowok.

6. Bagaimana Anda bisa menerima diri Anda sebagai gay?

Saya sih biasa aja maksudnya mungkin dari sananya mungkin kan, saya gak tau juga kayak

mana karena kan kita gak tau kan tu arahnya tapi saya masih nutupin ke keluarga, rekan-rekan

kerja, siswa-siswa saya. Udah bisa nerima diri tapi menutupi.

SMA pernah diapain sama kawan juga yang laki-laki. Nah dia ekskul basket, jadi kalau

misalnya ke kantin, kemana jumpa dia, kadang dia dihalanginnya “wee..wee.he jangan ganggu ini

pacarku” gitu makanya kayak tapi saya bilang “halah” tapi kayak dalam hati “is” gitu lah, karena

biasa lah kumpulan-kumpulan waktu tu kan gitu yaudah makanya pas adekan kelas lebih bahaya

lagi, nampak dia maksudnya kayak nampaknya lah gitu melambainya, kalau saya sih masih

nutupin. Mungkin saya di situ prestasi, terkenal mungkin gita lah sering didekatin.

Waktu SMA saya bingung kan, “kenapa ya saya kenapa kok ada kayak gini” tapi dalam

hati pernah sih “kok saya gini ya? Apakah saya ini?” tapi saya jalani aja karena saya belajar aja

jadi gak kepikiran ke situ, saya gila belajar waktu sekolah, jadi gak terlalu fokus, paling kalau buka

FB biasalah cari-cari.

Download aplikasi karena semakin penasaran aja dari SMA, penasaran kan mana tau jumpa

kawan mana tau bisa jadi kawan dekat.

Universitas Sumatera Utara


7. Bagaimana proses coming out Anda?

Sama temen-teman gay, maksudnya memperkenalkan bahwa saya itu. Kalau saya sih

jumpa-jumpa temen gay juga sih dari grup dari medsos. Gak pernah ke orang-orang normal, gak

pernah. Ceritanya dari FB, dia mungkin suka sama chubby. Awalnya dia ngeadd, dia kenalan FB

yauda terus saya belum-belum ngerti itu apa ini apa cuma dia dulu di Pakam/Tanjung Morawa,

jadi jauh kali disuruhnya datang, rupanya gak lama kami semester….tahun 2016 dia minta Line

disuruh, chatlah “datanglah kalian ke sini” “Ngapain?” “jumpa aja” yaudah, jumpalah kami kan di

situlah kami buat grup chubby chaser. Ya saya outingnya ke temen-temen itu jg.

8. Apakah Anda memiliki rencana coming out?

Saya takut ke orangtua ke teman kerja. Mungkin kalau dia juga sakit, kenal di aplikasi ya

diem aja, kami biasa aja mungkin gitu lah. Ada temen terus dia kenal juga aplikasi nya ya kami

diem aja gak kami bongkar. Jadi kayak jaga nama baik juga saya, karena keluarga saya besar, terus

keluarga-keluarga besar itu kayak mengharapkan saya juga. Saya gak mau bongkar. Tapi suatu

saat saya kepingin pindah, nanti kalau udah mapan, tapi orangtua kadagn izinkan kadang enggak.

Saya mau mandiri karena kalau di sini kayak gak bebas karena keluar kayak gini pun kayak “lama

kali pulang jam berapa ini”. Nerima diri total semester 3 atau 4 dan sekaligus outing.

9. Bagaimana cara Anda menutupi identitas seksual Anda?

Kalau pacar pernah kan kemarin udah dikenalkan, terus putus, mama ku pun kemarin masih

mengharapkan dia, saya bilang “ma, saya gak suka lagi sama dia” “oh yaudah” terus orangtua pun

tau semenjak saya udah gak berhubungan sama cewek “ma saya fokus kerja dulu, saya gak mau

pacaran, saya fokus kerja cari duit” mama ku ngasi tau, setiap saudara nanya “alah belum lah,

orang belum kerja kok” orangtua bantu. Kalau temen-temen sih saya biasa aja kalau teman ya

biasa aja, Kalau temen nongkrong biasa ya biasa aja kalau temen ini ya temen ini.

Universitas Sumatera Utara


10. Apakah ada keinginan coming out ke orangtua?

Kayaknya gak ada. Saya takut hehe. Takut semua karena gak beranilah tapi rencana sih

kalau dapat, saya akan gak di Medan lagi. Saya ngejar PNS, misal saya lulus sini, saya minta

pindah ke Jawa.

11. Ingin tidak orangtua melihat Anda menikah?

Pengen, cuma ya gimana lihat ke depan lah prosesnya saya pun ini kayaknya sama cewek

masih-masih agak udah gak gitu kali. Dekat ya dekat pokoknya kalau dulu sekali tatap pandangan

pertama kayak ada rasa sekarang udah gk ada lagi, ya kayak biasa aja cantik ya cantik memang

tapi banyak penilaian saya “ah pasti nanti matre gitu-gitu”. Kalau cowok kan tergantung kalau

cowok chat “oh berarti dia matre” dari chat aja kami.

12. Menurut Anda, apakah hal ini disebabkan karena adanya rasa trauma?

Sakit hati ada yang sama mantan itu, karena dia selingkuh. Di situ paling sakit kali pas di

depan mata saya tu waktu SMA, dia Anak rohis aku anak dokter remaja kan kami biasa kami

pulang pergi sama rupanya dia gak mau terus tiba-tiba ada cowoknya, saya biasa aja dulu terus ya

sms dia “kau kenapa gini?” “oh yaudah” di situlah saya sakit, akhirnya waktu makanya terakhir

sama dia tu udah gak ada rasa lagi sama dia. Mungkin yaudah lah kalau misalnya kayak gini ya

gini. Kalau menikah mungkin saya juga mau karena tuntutan, kayak biseksual jadinya. Saya aja

sekarang sampai kenalan om-om yang udah beristri malah dia ngechat saya bukan saya ngechat

dia prnah vc-an, kebanyakan dari Jawa sih kenal jadi “kenapa bang? Lagi apa bang?” “jangan ribut

ya dek, abang lagi di samping istri”.

13. Tipe pria seperti apa yang Anda suka?

Baik hati, lebih tinggi dari saya, kalau bisa lebih kurus, gemuknya jangan lewatin saya,

manly tapi ada juga yg kurang manly, malah manly-an saya, saya agak risih kalau gitu, cakep.

Universitas Sumatera Utara


14. Sudah berapa kali pacaran sama pria?

Tiga, tapi yg lainnya cuma jumpa doang gak pacaran.

15. Apakah di media sosial Anda pernah membahas tentang gay? Dan berapa akun FB yang

Anda miliki?

Di FB gak pernah bahas gay. Satu yang tidak berfoto untuk ga juga tapi lupa password,

satu berfoto tapi palsu akun gay, satu foto asli akun asli isinya teman kuliah, SMA tapi ada juga

gay ngeadd. Yang asli jarang buat status, cuma ke mall ya cuma nunjukin kalau ada yg lucu-lucu

saya bagikan, kalau yang foto tapi palsu kayak itu lah “nongkrong yuk”, “ih sunyi kali nih jalan

yuk”.

16. Jika ada yang mengatakan gay bisa disembuhkan, apa pendapat Anda?

Kalau bisa, bisa. Kayaknya sih gak yakin 100 persen bisa disembuhkan karena pasti….tapi

kebanyakan munaknya. Kalau udah kena ke sini, payah pasti, gak akan hilang, walaupun dia nikah

pasti dibagi mungkin, tapi gak 100 persen ke cewek. Menyembuhkan mau, cuma saya dalam hati

udah kayak “udah jalanin aja dulu, cewek nanti aja dlu kalau ada yg mau dekat ya dekat”.

17. Jika bisa dilahirkan kembali, apakah Anda mau tetap menjadi gay?

Mau jadi hetero, yg normal, kepingin aja membahagiakan orangtua. Karena yg membiayai

hidup ya orangtua.

18. Apa yang ingin Anda sampaikan ke orang-orang yang homophobia?

Kalau misal ada yg gay mohon jangan disindir-sindir kemudian ya terima aja, biasa aja anggap

aja kayak temen jangan disindir-sindir jangan gak suka gitu gara-gara gini, harus didukung kalau

mau berubah ya diajak ngomong baik jangan dijudge

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(10 Juli 2018)

Nama : Andre Christian

Usia : 25 Tahun

Pekerjaan/Pendidikan : Guru private/SMK

Jabatan di Cangkang Queer : Anggota

1. Kapan dan bagaimana Anda mengetahui identitas seksual Anda?

Mulainya sih dari tahun 2007, kelas 2 SMP. Dari SMP kelas 2 sampai SMA kelas 3. Ada

ketertarikanlah sama sesama sejenis karena ada salah satu teman, teman sebangku yg interest juga

sih ngeliatnya dan dia pun juga sebenarnya sama. Tau nya waktu kita itu ada kerja kelompok

bareng dan aku nginep di rumah dia, dan tu ngelakuin hal yg anehlah menurutku hanya sekadar

cuddling dan itu membuat aku nyaman sama dia, pada akhirnya “oh ternyata aku begini ya” dan

itu pun sebenarnya sih masih belum tau apa itu gay apa itu apa, istilahnya apa belum tau lah jadi

karena merasa nyaman aja berdua rupanya ya klik lah sampai jadian juga, sampai dia pun outing

juga sih ke orangtuanya waktu SMA kelas 1.

2. Siapa yang memulai?

Dia duluan yg inisiatif, soalnya aku orangnya agak pasif satu, yg kedua agak penakut jg

sih sayanya, karena itu kan dengan keadaan saya pas lagi di rumah orang, saya juga kurang nyaman

gitu kalau misalnya ada lagi di rumah orang saya lagi ngapa-ngapain gitu cuma karena dia duluan

inisiatif ya “kenapa nyaman ya, oke kenapa gak”.

Universitas Sumatera Utara


Harusnya berasa risih kalau gak ada apa-apa. Pertama dulu keteratikan sama lawan jenis

pun ada masih ada lah sempat tapi karena seneng gitu dekat sama dia dan dia pun jg seperti care

lah sama ku, menjaga lah gitu apa-apa aku tu dijagalah gitu, mau kemana-kemana tanya kabar,

sekedar say hello, enak, klik, nyambung akhirnya untuk yg lawan jenis gitu kayak gak terpikiran

lagi.

Sama lawan jenis hanya sekedar “cantik ya, pinter ya gitu orangnya”, kagumlah gak yg

sampai suka, kagum lah, falling in love itu gak pernah karena aku rasa susahlah pendekatan karena

aku orangnya agak pendiem gitu, jadi ada yg ngedeketin pun akupun juga orangnya “hmm hmm”,

takut orangnya, takut ngecewain. Ada cewek yg deketin waktu SMP, waktu SMA sempat dekat

cuma aku bilang “sorry aku udah ada yg punya”, cuma aku gak bilang yg punya itu cowok. Setelah

itu lambat laun karena temen dekat itulah “pacar aku laki-laki”, mereka kagetlah sempat juga lah

puasa ngomong si kawan itu tapi akhirnya terbuka juga.

3. Apa yang Anda rasakan ketika mengetahui identitas seksual Anda?

Bingung pasti ada. Karena namanya lelaki sama lelaki gitu kan. Orangpun kalau misal

orang awampun mikirnya “Ih apa sih”. Jangankan untuk tidur satu kamar, untuk jalan

bergandengan pun orang udah lain gitu, lain lagi ceritanya kalau cewek sama cewek, kalau aku

lumayan agak aneh lah menurutku.

Masih SMP terus temen-temen pun juga udah mulai heran “ini kenapa sih kok lengket

banget mereka?”, sampai pacarku minta pindah untuk duduk di sebelahku, begitupun aku juga

minta tolong supaya dia pindah. Jadi orang-orang pada heran “ini kenapa sih kemana-mana selalu

lengket”, jadi orang curiga, akhirnya sih karena kecurigaan itu sempat juga risih awalnya lama

kelamaan karena diyakini dia “ngapain sih kamu mikirin org” akhirnya wes jalani aja seperti biasa.

Universitas Sumatera Utara


4. Bagaimana proses penerimaan diri Anda?

Penerimaan diri malah aku tu setelah tamat SMA. Karena waktu SMA kelas 2 aku baru

kenal namanya medsos, baru kenal FB, internet segala macam. Akhirnya di situ lah baru tau

“ternyata ini gini ya ternyata itu menyimpangnya begini-begini”, akhirnya aku juga takut juga tapi

kembali lagi diyakini sama pacar. Aku ceritalah ya kan “eh ternyata yg kita lakuin ini salah” “kamu

nyaman gak samaku?” katanya “nyaman”, “kamu sayang gak sama ku?” “sayang” “kamu cinta

gak sama ku?” “cinta” “yaudah ngapain lagi dipikirin”, “tapi ini salah loh” “salah gak salah yg

penting kan kita bukan ngerugiin orang” “oh yaudah”.

Setelah tamat SMA, di situ udah mulai outing sedikit-sedikit sama temen-temen sekolah

dulu. Mulai penerimaan diri, diapun ngasi tau ke orangtua nya tapi aku bilang “jangan kasih tau

orangtua ku dulu ya, aku masih takut”. Pacaran sampai 2 tahun setelah tamat SMA. Sekarang dia

di Bengkulu.

5. Bagaimana Anda sebelum bisa menerima diri?

Bisa menerima diri karena ada penguatan dari pacar. Sebelum bisa menerima diri itu sama

sekali gak tau, jalani aja. Sempat juga sih dulu tu seperti kayak pelecehan seksual dari sepupu

sendiri. Dia anak dari abangnya bapak. Jadi dia tu sering memegang kemaluannya jadi kayaknya

sih udah mulai ke arah-arah sana juga. Dia juga sering pegang kemaluanku mulai dari awal itu aku

juga cerita sama pacarku, ya tetap juga sih sampai akhirnya aku udah mulai tau tentang itu, saudara

udah mulai berani lagi, aku bilang “nanti aku aduin”. Itu pas kelas 2 SMA.

6. Anda bisa menerima diri saat kelas 3 SMA, namun sejak SMP Anda sudah merasa

nyaman berhubungan dengan pria. Apa berarti sejak awal Anda sudah bisa menerima diri?

Bingung sih antara dibilang penerimaan diri atau enggak karena kan masih belum terlalu

mengerti tentang itu, jadi tenang karena pacar bilang tenang aja karena sampai saat itu aku belum

Universitas Sumatera Utara


tau apa sih arti penerimaan diri untuk yang masalah saya sebagai seorang gay aja saya juga gak

tau sampai kelas 2 SMA, guru-guru cerita dan saya merasa takut, ngedrop lagi akhirnya sampai

sekarang sih dia tetap nguatin.

7. Proses penerimaan diri Anda relatif lama. Mengapa?

Kalau aku untuk yg satu itu, kayak yang tadi aku bilang, masih belum terlalu tau lah karena

masih kecil, bisa dibilang gitu, walaupun umur udah 17 tahun. Setelah aku tau ya karena diberikan

kekuatan, yaudah lah, namanya juga ini diriku, apalagi yg harus ku takuti dan apapun yg akan

terjadi sama diriku, itu resiko ku.

8. Kapan dan bagaimana proses coming out Anda?

Tahun 2012, udah tamat SMA. Ke temen satu sekolah. Cewek. Dia penggemar komik-

komik Jepang, jadi dia sering cerita-cerita “eh kau tau gak” “apa” “aku mau ngaku samamu”

“ngaku apa” “aku udah pacaran loh sebenarnya” “oh iya? Sama siapa? cewek mana?” katanya

kayak gitu “tapi gak sama cewek” “jangan bilang sama cowok. Ih siapa siapa beneran ih aku mau

kenal lah orangnya” “kau gak jijik?” “aku malah seneng, aku mau minta fan service lah” “fan

service maksudnya ku bilang kayak gitu” “ntah kalian pelukan kek atau ciuman kek di depan aku

“haloo hari gini” “iya fan service, kami tu ada grupnya” “grup apa” “grup fujoshi”. Fujoshi itu

kayak perempuan-perempuan yg suka berbau-bau gay gt, istilah-istilah Jepang. “oh ya, nantilah

ku tanya dulu tapi aku baru kali ini ngaku sama orang” “oh iya haduh kau mau ku beliin apa, aku

traktir deh, kamu kasi fan service” “FS jangan di depan mu ya aku foto, aku kirim” “yauda gpp”,

malah seneng, aneh ada ya orang kayak gitu. Unik lucu tapi aneh ah yasudalah.

Setelah itu barulah kenal lagi sama temen, kenal di sosmed, baru tau ada grup di medan

seperti itu. Dulu kan kalau aku boleh jujur, dulu kalau di Medan itu gak terlalu jahat-jahat banget

sih, sekarang aja yg baru-baru, malah kan temen-temen juga bilang begitu dulu kalau gay-gay

Universitas Sumatera Utara


Medan itu baik-baik dan akupun jugaa pertama kali di FB tu bukan orang Medan asli yg berteman

suka sesama tapi orang luar Indonesia. Cuma aku iseng-iseng di FB ku ketik “gay Medan” eh

rupanya ada dulu kan masih FB model lama, eh ada jadi aku add satu-satu “oh ternyata orang

Medan banyak juga yg seperti itu”.

Meet up, ketemu dengan modal nekat ceritanya jumpa di Medan Mall, rame, aku paling

muda, ini pacar gak tau kumpul-kumpul. Ada yg deketin ada yg ngedipin mata, pokoknya lucu di

situ outing terbesar itu di situ walaupun sesama orang yang seperti itu, tapi tetap juga sih lucunya

seperti itu perdana gabung di grup gitu.

9. Kenapa Anda memilih coming out ke teman perempuan tersebut?

Karena dia teman akrab juga sih dari SMP kelas 1, dia orangnya baik, humble, gak

munafik-munafik amat, gak yg fanatik-fanatik amat sama orang, dia orangnya let it flow, yg kedua

tu dia orangnya suka terima apa adanya mau sebagaimana orangnya, “tapi kalau dia baik sama ku

aku pun juga bisa balik sama dia, asalkan dia jangan jahat sama ku, kita sama-sama saling timbal

balik”, dia begitu sih orangnya, cuma memang anaknya unik.

Lagi main ke rumahnya, dia lagi baca komik Jepang. Aku kan taunya kan kalau misalnya

kayak kami gitu banyak dari Jepang istilah-istilahnya, “ah sampai kapan sih aku sembunyiin. Gak

enak juga”, karena nanti kalau aku ada apa-apa, pengen cerita kalau misalnya aku ada masalah itu

sama siapa selain sama pacar nanti, kalau aku misalnya bermasalah sama pacar, ntar aku

ngomongnya sama siapa.

10. Bagaimana proses coming out Anda di grup?

Outing grup 2013, itulah baru aku cari-cari grup di situ. Di situ banyak juga yg baru-baru,

masih anak kelas 2-3 SMA, banyak juga kemarin terus aku tanya juga “ini kita ngumpul kayak

gini gak apa-apa?” “gak apa-apa, asal gak ember aja mulutnya”. Outing di situ jg kayak biasa gitu

Universitas Sumatera Utara


kan karena memang sesama itu kan kayak bukan outing, kayak gathering biasa. Langsung ketemu

grup, ketemu, aku lihat siapa yg buat acaranya aku chat “boleh ikut gak bg” “boleh” “bayar berapa”

“gak, gak ada bayar, tapi makan sendiri-sendiri”. Aku datang dengan modal nekat. Sendiri,

besoknya aku cerita sama pacar dia marah “kamu gak tau orang Medan tu jahat-jahat apalagi gay

Medannya begini” “tapi aku gak ngapa-ngapain kok cuma ngumpul-ngumpul aja” “oh iya tapi

kalau apa-apa kasih tau dulu” “ya kalu aku kasi tau kamu gak akan kasi”. Kalu dia kan enaknya

dia udah outing sama orangtuanya, aku kan belum. Aku aja outing sama orangtua tahun 2014.

11. Bagaimana proses coming out Anda ke orangtua?

2014, setahun kemudian sama orangtua. Itu outing sama orantua secara gak sengaja. Jadi

ada temen datang ke rumah, dia kayak gitu (tertawa) “haduh kalau ingat itu lucu sebenarnya”. Dia

bilang gini “beb minumku mana?”, “mampus aku”. Orangtua situ langsung (memalingkan wajah,

melirik). Aku situ pun gak nyadar juga “tadi kau ngomong apa?”, “beb” “aduh mampus aku” gitu

juga kan, “udah cepat-cepat kau minum, pulang kau pulang kau”. Aku orangnya jarang bawa

kawan dan semenjak kejadian itu aku makin jarang.

Akhirnya di situlah ngomong sama orangtua “itu tadi siapa?”, “temen”, “kau suka sama

laki-laki ya?” gitu, mamak kayaknya udah bau-bau sih kayaknya “kamu suka sama laki-laki?”

akhirnya ngomong juga lah kan, “iya ma”, abis tu diem lah mama tapi setelah itu ngomong lagi

“kalau bisa ditinggalin lah tapi kalau misalnya apa, ya gimana lagi mau dibuat, asalkan bisa jaga

diri”. Cuma bilang gini “mama marah ya?”, “ya marahlah”, “jangan gitu lah ma. Aku nyaman loh

gini. Kyk ada yang lindungi aku loh mak”, mama diem aja ntah marah juga gak tau, setelah itu

ajak ngomong kayak biasa “mau kemana?” cuma kayak lebih protect-lah walaupun anaknya

kadang pun juga bandel, bandel setelah putus. Sangat bandel sih menurutku. Bapak belum tau

waktu itu.

Universitas Sumatera Utara


12. Tadi Anda katakan, mama Anda seperti sudah mulai tau. Mengapa?

Karena kan pacar dulukan sering ke rumah tapi dikenalin sebagai temen, cuma kayak

ngomongnya intens banget, sering ke kamar.

13. Apa yang Anda rasakan setelah coming out?

Lega sih. Akhirnya bapak tau tahun 2016, bulan 8, saya masih ingat kali itu. Lega terus ada

agak takut juga masih ada. Cuma kayak udah free, udah gak ada yang perlu disembunyin lagi cuma

harus jaga diri lah sama orangtua. Namanya juga sama orangtua gak mungkin lah kita udah outing

sama orangtua kita jadi kita bisa lakuin apa aja gitu, waktu itu berpikirnya seperti itu.

14. Bagaimana akhirnya bapak Anda bisa tahu?

(Diam sejenak, lihat kanan-kiri). “Kalau misalnya…kakak orangnya…gini-gini, aku mau

tanya, kakak orangnya gak milih temen atau gimana? Hmm kalau misalnya aku kasih tau sesuatu

menyangkut diriku bakal ngejauh gak?” (dia ambil pulpen saya, tulis di buku, kata “HIV”). Bapak

taunya karena itu. Sejauh ini sih aku sih outing juga sih sama temen-temen CQ kalau aku tu HIV.

Waktu itu yang pertama tau tu bang Amek (informan lainnya), jadi di situ pun kayaknya aku butuh

temen juga sih, temen yg nyemangatin aku.

Waktu itu sesi malam (acara CQ di Salah satu hotel di Medan), kalau gak salah. Jadi aku

nengok bang Amek, bang Amek kayak udah bisa baca, akhirnya aku cerita. Karena kan setiap

malam kita kan ngumpul tapi itu sampai jam 10, sementara aku minum obat itu jam 9 jadi harus

naik lagi ke atas naik lagi jam 9 naik lagi jam 9, kayaknya aku gak nyaman, aku membohongi

temen-temen gt, “ngapain ke atas?”, “minum obat, vitamin, obat lambung”, kayaknya gak enak

bohongin orang gitu. Akhirnya setelah itu salah satu pengurus bilang gini, di situ dia bilang gini

“Tian kenapa sih minum obat mulu?”, pas aku buka status di situ kalau aku HIV, barulah dia nangis

kayak sedih, mereka malah nyambut aku secara lebih hangat lagi lebih ngerangkul lagi.

Universitas Sumatera Utara


Kalau sama bapak, karena kan dulu waktu 2016, kan aku masih belum kerja waktu kena

HIV itu. Kan aku harus cek darah, cek paru-paru, kan bayar dan aku kan harus cerita, butuh dana.

Waktu tu kakak yang di Malaysia lah bantu, akhirnya satu keluarga pun tau aku gay dan HIV.

Bapak speechless lah, nangis, “aku gak mau nangis, aku paling benci ngeluarin air mata. Soalnya

aku paling gak suka kalau ngeluarin air mata depan orang. Kemarin aja yg nangis-nangis di Salah

satu hotel di Medan tu aja sebenarnya malu banget merasa bersalah gitu”. Orangtua nangislah,

“kenapa sih sampai sebegitunya”, tapi akhirnya namanya juga anak ya kan, apapun pasti bakal

dilakuin.

Berat ngomongnya kayak mulutnya dikunci. Tapi aku itu ketauan status kan bulan 4, 2016,

tapi aku baru bukanya itu bulan 8, 2016. Kenapa lama? Tapi di situ sih kayak belum ada tanda-

tanda, cuma kayaknya berat badanku menurun, akhirnya gak sanggup juga akhirnya ngomong.

15. Senakal itukah?

Putus tahun 2015, karena dia jauh, dia gak mau LDRan lah ceritanya. Akhirnya yg hilang

semangat “siapa sih yang beri kekuatan, gak ada gitu”, hilanglah gak ada yg nyokong lagi. Aku

kenalan di medsos terus having fun tapi aku having fun nya gak yang sembarang hanya ada 2 orang,

tapi aku gak nyangka dari 2 orang itu ada yg seperti ini dan satu yg ini aku contact sampai sekarang.

Tahun 2017, aku tiba-tiba dapat contact dia, dia sekarang di Jakarta, aku tanya “kamu kena

HIV ya?”, “kamu kok tau?”, “aku juga”, ternyata aku tu kenanya dari dia..mungkin. Yaudahlah

gak apa-apa. Setelah aku minum obat setahun, baru tau siapa yg nularin. Ketemu dia 2015,

ngerasain kena HIV 2016.

16. Apakah Anda ada usaha untuk menyembunyikan identitas seksual Anda?

Kayaknya gak sih. Dulu ada ikut komunitas selain CQ, mereka tau kalau aku gay, ya aku

kasi tau. Komunitas Sahabat Peduli Medan. Pertama, mereka bilang, “ajaklah pacarnya”, “mana

Universitas Sumatera Utara


ada punya pacar”, “suka cewek yg mana?”, “kayak mana aku suka cewek, orang aku suka cowok”,

hahhaha, “ah serius”, “jadi kalau misalnya kamu dikasi pilihan antara Christian Sugiono sama Titi

Kamal”, “ya Christian Sugiono lah, siapa lagi ya kan”, akhirnya temen-temen juga bilang “oh ya,

yoweslah gimana lagi, ternyata kamu orangnya terlalu jujur ya”.

Karena sudah outing ke orangtua, ngomong sama orang lain tu yaudah gitu. Mungkin sama

orang gereja kali ya gak ngomong. Ada lah satu, dua mungkin cuma kayaknya mereka itu seperti

aku sih. Karena kita udah tau mendeteksi orang “seperti itu, mungkin mereka gak kayak gini”, aku

pun juga kayak nanti-nanti deh tunggu kapan lah. Satu-satunya temen gereja yang gak tau. Pernah

ngomong tentang pacar, “punya pacar gak?” “gak” “mau cari pacar yg kayak gimana”, “manis,

baik, kayak Tora Sudiro”, ku bilang kayak gitu, ketawa “ah canda mulu” tapi mereka kayak yang

langsung cari topik lain padahal itu seriusan. Keinginan outing? Ada lah tapi perlahan-lahan lah.

17. Apakah ada rasa takut atau khawatir ketika akan coming out?

Enggak rasa takut. Kalau masalah orientasi aku sih orangnya yg let it flow aja, karena itu

that’s me, apalagi sih yg harus aku takutin. Cuma ya aku bilang walaupun aku seperti ini, jangan

takut. Aku gak makan orang. Terus aku juga orangnya tau lah untuk mengontrol diri, kecuali kalian

yg mengganggu, kalian yg mulai aku yg sambut.

18. Mengenai konsep diri, apakah Anda pernah mengalami kesulitan dalam menerima diri?

Pernah sekali. Aku kan termasuk tipe orang yg agak flamboyan dikit lah, agak melambai

sedikit, kayaknya masih sampai sekarang deh. Cuma aku sih orangnya takut lah kalau misalnya

ada orang yg lihat sinis gitu. Terus kedua aku takut dibilang sombong sama orang, itu aku paling

menghindari. Karena kalau dibilang sombong, itu kayaknya sombong itu udah terlalu apa gitu,

walaupun orang bercanda “ih Tian atau ih Andre kenapa sih kok sombong banget sih jadi orang?”,

oh di situ aku langsung “aku gak sombong loh kapan kita pernah jumpa?” takut juga. Kayak gak

Universitas Sumatera Utara


nerima diri secara fisik, gak sih. Secara fisik, apa yg aku punya, apa yg aku dapat itu yg aku syukuri

malah aku sangat-sangat menghargai orang dengan fisiknya, mau fisiknya gimana aku sangt

menghargai gitu dan aku pun juga lah seperti itu. Kenapa sih kita harus minder sm fisik kita

sendiri? Orang-orang aja mungkin ada yg gak pnya salah satu bagian anggota tubuh tapi mereka

tetap pede, aku mikrinya seperti itu kalau tentang fisik. Kalau tentang kelakuan atau gimana paling

cuma yg flamboyan itu aja sih tadi aku kurang pede juga sampai ada bully-an juga SD, SMP, SMA,

saya di bully. SMP, SMA, saya sempat di bully tapi waktu SMA sih udah mulai “ah masa bodoh

mau kau bully gimana-gimana pun aku bodok (dibilang bencong)”. Tapi dengan bully-an itu, saya

merasa lebih kuat sih daripada sebelumnya, karena ada yg bela pacar dan guru-guru jg karena

termasuk orang yg pinter lah di sekolah, jadi guru-guru pun “udah gak usah didenger apa kata

orang, nanti kalau ada yg bully bilang sama ibu sama bapak”.

19. Media sosial apa saja yang Anda gunakan?

FB, Instagram aktif. Semua akun asli, aku gak pakai akun ganda, foto asli tapi namanya

sih ku bikin Christian, nama asli juga, tapi orang kan tau Andre Christian, tapi ku bikin Christian.

Tetap juga nama asli, juga pakai foto asli. FB aku lebih sering bahas pribadi, kalau yg untuk

orientasi malah sekali dua kali lah, kalau misalnya ada berita-berita yg tidak manusiawi untuk

temen-temen LGBT, aku langsung posting, aku merasa kayak “ini hidup kami, kenap sih harus

diganggu, kita juga gak mengganngu kalian kok”. Aku kan juga belajar kan tentang seksualitas

sampai dibilang itu penyakit, ada yg bilang gini “homo itu penyakit menular gini-gini”, aku

langsung berkomen “oh ya, itu disebabkan oleh virus dan bakteri apa? parasit apa? jamur apa?

tolong dong kasi tau aku bilang kayak gitu mereka langsung diem”, “kalau misalnya kamu tau

virus apa bakteri apa, saya kasi jempol deh tapi kalau kamu gak bisa buktiin, tolong hapus ya”.

Universitas Sumatera Utara


Sampai sekarang sih misalnya ada yg bilang begitu sih saya sih orangnya langsung gak suka.

Nyerangnya bukan menyerang secara “eh kau ayam kau” tapi aku nyerangkan secara halus.

Ada temen kamu gay atau LGBT, dia dekat sama teman kamu satu lagi, rupanya temen

kamu ini jadi LGBT juga, ya berarti itu namanya juga udah gimana, berarti dia memang ada klik,

ada suatu koneksi, bukan berarti itu ada penyakit menyerang langsung tubuh kamu itu. Itu virus

emang? Flu haccimm langsung nular? Enggak. Berarti kan ada prosesnya, berarti memang ada

penerimaan diri juga sama si temen itu.

20. Apakah Anda percaya jika homoseksual dapat disembuhkan? Jika dapat, apakah Anda

ingin sembuh?

Bisa disembuhkan, enggak. Ada keinginan sih cuma aku takutnya. Ada gak sih untuk

Andre berpikiran untuk berubah? Aku bilang sih ada. Cuma kalau misal aku bilang ada, aku

takutnya jadinya membohongi diriku sendiri karena memang inilah aku dengan segala yg aku

punya gak yg harus…banyak sih teman yg bilang-bilang berubah napa, “emang kamu pikir

berubah itu lompat? lompat ke sini nyampe, jalan ke sini nyampe, enggak”, beda. Misalnya kamu

menulis satu kalimat, rupanya kamu salah menulis kalimat itu, akhirnya kamu tipeks atau kamu

coret, itu bakalan bersih gak? bakal ini gak? Enggak kan, begitu juga dengan kami. Misalnya kami

berubah sifat-sifat masa lalu, tu juga pasti bakal ada dan sisanya itu masih bakalan ada jadi gak

akan bisa dipaksa, kecuali kalau memang ada keajaiban atau sebuah mukjizat yg membuat kami

bisa berubah, baru di situ kami bisa berubah.

21. Jika dilahirkan kembali, apakah Anda tetap ingin menjadi gay?

Aku gak pernah berpikiran kayak gitu sih. Mungkin kalau misalnya aku pengen dilahirkan

kembali, aku mau gak ada virus di tubuhku. Kalau orientasi gak ada kepikiran karena nyaman

sampai sekarang.

Universitas Sumatera Utara


22. Tipe pria seperti apa yang Anda suka?

Mungkin yg agak gemuk dan berkacamata, udah. Berisi, cuma kalau gemuk enak gitu buat

dipeluk. Kalau berkacamata, gemuk, tu ada nilai plus. Enak aja gitu ngeliatnya.

23. Apa yang ingin Anda sampaikan ke orang-orang yang homophobia?

Aku pengen bilang seperti ini aja “uruslah urusanmu”, itu aja sih. Karena dengan kata

“uruslah urusanmu” berarti itu udah merembet kemana-mana. Kamu gak perlu ngurusin kami

seperti apa kami, jadian dengan siapa, kamu harus suka dengan siapa, itu gak perlu karena itu diri

kami. Kamu hrus mengurusi diri kamu sendiri dulu, kalau misalnya diri kamu sendiri udah benar,

itupun kamu belum tentu kamu bisa urusin kalau sama seorang homo atau LGBT.

Karena bagi ku, homophobia itu sebenarnya sih lama kelamaan bakal…misalnya gini,

misalnya ada seorang homophobia dan keluarganya pun ada seorang yg LGBT, apakah dia tetap

akan jadi homophobia? Menurutku sih beberapa persen sih aku bilang gak, karena homophobia itu

juga gak akan bisa, terus gak akan bisa stagnan, di situ aja pasti dia bakal terima kok keluarganya

sebagai seorang LGBT. Makanya ku bilang, urusilah urusanmu jangan urusin urusan orang,

kecuali memang itu sudah merugikan diri kamu.

24. Kalau Anda boleh menganalisis, mengapa Anda menjadi gay?

Mungkin kalau dibilang dari lahir kayaknya sih gak ya. Mungkin karena lingkungan jg sih,

karena pacarku/mantaku itu. Sebelum itu kan sempat tertarik juga sama perempuan. Sekarang

makin mantep. Gak ada usaha menjauhi temen cowok itu malah nyaman sekali, dia sih yg deketin,

aku bilang “ada apa sih di diriku kok sampai kamu suka padahal aku biasa-biasa aja kalau kamu

ke rumahku juga rumahku biasa-biasa aja?”, “gak apa-apa, aku nyaman aja”.

Universitas Sumatera Utara


25. Bisa Anda jelaskan mengenai gender performance?

Itu kayak role nya aja sih, sebagai perempuan atau lakinya atau bisa keduanya kayak aku

kan bisa keduanya, versatile namanya. Ada yg bilang bawaan ada yg bilang pilihan. Kalau aku

karena aku yg vers, kesepakatan sama pasangan, “kamu tu apa?”, “aku top”, misalnya gitu, “aku

vers, berarti aku bisalah jd bot (bottom)”. Itu berhubungan ke hubungan seksual, kalau sehari-hari

gak berpengaruh, biasa aja.

Gak ada perbedaan gesture antara top atau bot. malah aku kemarin sempat ketemu sama

orang yg udah nikah udah punya 2 anak, dia manly banget dan ternyata dia bottom, serius, gak

menentukan. Dan aku di situ kaget, “serius bottom”. Pernah ketemu sekali dua kali sama yg udah

menikah, ada juga yang duda, yang masih anak-anak umur 15-16 tahun, kadang juga mau jumpa

aku langsung bilang “dek, aduh dek, kalau bisa berubah lah kamu dek”, ku bilang gitu “berubah

lah kamu dek, takutnya terjadi apa-apa”.

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(5 Juli 2018)

Nama : Amek

Usia : 29 Tahun

Pendidikan : SMA

Jabatan di Cangkang Queer : Sekjen & Divisi Pengorganisasian dan Advokasi

Hubungan dengan informan : Teman di Cangkang Queer

1. Kapan dan bagaimana Anda mengenal informan?

Ketemunya tahun 2000 berapa ya…Rainbow Camp Cangkang Queer pertama kali,kalau

gak salah aku sih tahun 2014. kalau misal kegiatan CQ itu kan, itu kan kita publish di kalangan

tertentu, komunitas. Biasanya sih kita menseleksi pesertanya bukan cuma aku, tapi BPH CQ. Kalau

proses Alifo akhirnya bisa ikut Rainbow Camp itu aku kurang ingat betul. Tapi intinya dia tiba-

tiba udah di situ aja. Mungkin, mungkin ya eh dia mendaftar melalui Dika (ketua CQ) kali. Cuma

waktu kegiatan itu yaudah akhirnya kenal. Mulai komunikasi pasca camp. Sebenarnya klu di CQ

kita punya strategi komunikasi. Karena biasanya kalau temen-temen gay itu agak kurang nyaman

mungkin ngobrol sama temen-temen trans misalnya, atau mungkin temen-temen lesbi atau trans

kurang nyaman komunikasi sama gay begitu sebaliknya. Jadi kalau komunikasi yang lebih itu

kayaknya si Dika. Tapi dia kan akhirnya main ke sekret juga, intensitasnya lebih sering, di situlah.

2. Apa yang berbeda di diri informan sebelum dan sesudah bergabung di CQ?

Berbeda kali dulu sebelum dan sesudah CQ. Alifo itu introvert. Dulu awalnya pendiem,

kalau sekarang bijak kali mulutnya. Dulu dia juga orangnya memang gak bisa ngomong depan

Universitas Sumatera Utara


banyak orang, gak suka ngomong kalau belum begitu kenal, awal-awalnya. Paling kalau ngobrol

ada topik yang diobrolin. Dia pandai desain, dia bantu-bantu kamilah, desain poster. Jadi ya

awalnya cuma itu aja. Karena memang anaknya kita bingung. Dia pendiam kalau sekarang kayak

mana ya. Kalau dia masih memperhatikan tempat, adaptasi, belum sepenuhnya nyaman karena di

CQ orangnya gak cuma 1 identitas tapi macam-macam. Dulu ada perempuan lesbi, perempuan

hetero, temen-temen perempuan biseksual, ada aku disitu sebagai trans. Kalau sekarag dia udah

jadi kayak diri dia. Malah sekarang jadiover. Dalam arti positif. Misalnya “kau kenapa?haha” tapi

itu dia. Ada perubahan-perubahan yang lain. Kita agak aneh awalnya. Tapi kita kayak “ada gila-

gilanya anak ini”. Dia modelnya itu kalau dia lagi recharge kehabisan energi misalnya, kalau kita

rechargekumpul sama kawan cerita, sharing mengeluarkan unek-unek atau mungkin nonton,

refreshinglah. Dia gak. Memilih diam sendiri di kosan. Dia org yang unik menurutku. Cuma

memang luar biasanya dia itu, dia bisa mengidentifikasi dirinya. Misalnya kapan saat dia recharge,

kapan dia siap berkegiatan lagi. Dia tau apa yg menjadi kelemahan dia. Misalnya iseng godain dia

aku ajak seminar, “tanyalah Alifo”, sepanjang seminar itu kami bergosip berdua karena menurut

kami gak kayak gitu gak kayak gitu, ada poin-poin dia nulis, dia sodorkan sama ku “aku gak ngerti

tulisan kau, kau lah yg ngomong”, Mau sampai matipun kita suruh dia, gak akan mau dia. Jadi dia

yang merangkum, aku yang ngomong. Dan menurutku lebih enak komunikasi sama dia dari teks

daripada ngomong. Kadang-kadang kita ngomong kemana, dia ngomong kemana. Tapi dia bisa

mengidentifikasi itu.

Akhirnya dia walaupun anonim, misalnya di media sosial dia yang gencar untuk

mengedukasi kawan-kawan. Bahkan gak cuma di grup-grup gay sih. Di grup-grup LBQ juga di

FB, aku ada di situ tiba-tiba dia nongol di situ “loh kau ngapain di situ?”.

Universitas Sumatera Utara


3. Bagaimana penerimaan diri informan yang Anda ketahui?

Penerimaan diri kalau sekarang gak ada masalah utk masalah orientasi seksual. Dia pernah

mengeluarkan statemen, gak sama ku sih tapi sama si Dika “kalau aku sekarang ini gak takut akan

kematian, karena aku ngerasa aku sudah melakukan dan berusaha untuk berbuat banyak untuk

orang lain” makusdnya ya itu tentang orientasi itu. Yang kami perjuangkan sekarang lah. Artinya

dia memang udah pure menerima dirinya sebagai seorang gay. Kalau dulu aku gak tau karena dulu

kan masih belum cakap-cakap sama dia.

Paling kelihatan perubahan dia setelah 1 tahunan di CQ. Dulu gak terlalu aktif, tapi kalau

ada desain dia. Dia dulu kuliah, dulu sempat punya job sampingan.

4. Apakah informan pernah cerita tentang stigma negatif yang ia terima?

Alifo gak pernah cerita tentang stigma-stigma. Soal pribadi jarang cerita. Dia orang

tertutup kalau soal pribadi. Tapi kalau apa yang dia lihat, dia cerita. Kalau untuk masalah stigma-

stigma dia gak pernah. Dia itu orang yang berelasi tapi gak pernah memperkenalkan ini

pasanganku, tapi akhirnya kami tau kedekatan-kedekatannya. Kalau cerita aku rasa dia lebih

nyaman cerita sama temen sesama gay. Kalau asmara-asmara pasti sama gay, kalau aku cuma

kulit-kulitnya karena mungkin segan. Mungkin karena aku dianggap lebih tua. Secara organisasi

kami sangat menekankan gak ada yang tua muda pintar bodoh, semua sama kita setara. Paling aku

bisa ingetin soal kesehatan.

5. Bagaimana sosok informan di mata Anda?

Alifo itu orangnya kritis. Sangking kritisnya akhirnya bebal. Jawabannya bener yang dia

dapat dari googling, dari baca-baca. Contohnya kayak gini ya, dia itu tau banyak hal, karena dia

memang suka baca dan dia kritis. Misalnya masak sayur. Masak kan sama dia. Mungkin dia

memahami ini kayak gini bang rasanya dikasi garam dikit, sementara “gak Fo kayak gini rasanya,

Universitas Sumatera Utara


“gak loh enakloh”, jadimaksudku dia yang mau tau cari tau, mugkin kita mau masak yg mateng,

tapi dia maksudnya lebih bagus itu yang setengah mentah berpikirnya kayak gitu. Banyak hal yang

dia kritisnya. Makanya kita kalau ngomong sama dia memang punya argumentasi dan logis.

6. Apa sifat informan yang menurut Anda harus diubah? Dan apa sifat informan yang baik

menurut Anda?

Kalau dia itu yang harus diubah ya menjadi kritis itu baik, cuma kadang-kadang jangan

akhirnya jadi pemikiran sendiri. Coba dipertimbangkan masukan-masukan. Mungkin memang dia

pertimbangkan tapi responnya gak cepat. Dia tipikal modelnya gini misalnya ada tugas laporan

suka menunda-nuda Itu harus ubah. Kalau untuk dia introvert, dia tertutup aku itu gak bisa

intervensi karena memang itu dirinya. Yang bagus itu dia modelnya benar-benar mau melakukan

kerja di CQ. Kalau secara pribadi dia mau melakukan apapun tapi dia tau saat dia gak mampu lagi,

itu cukup baik. Dia sudah menjadi dirinya sendiri tanpa harus menjadi image. Harapannya CQ itu

jadi tempat untuk begitu. CQ melihat kebahagiaan diri ada. Dulu jaim diam aja ngomong

seperlunya, sekarang lebih terbuka dan membuka diri.

7. Apa pesan Anda untuk informan?

Kita boleh kritis, menjadi kritis itu baik, kita memang harus menjadi kritis tapi menjadi

kritis bukan berarti kita gak mempertimbangkan pendapat orang lain. Dia memang agak lambat,

tapi dipertimbangkannya. Mungkin dia cari referensi lain yang membenarkan masukan ini jadi gak

mentah-mentah langsung ini. Dalam hal ini kadang-kadang ada hal-hal yang gak semuanya bisa

kita dapat di google atau di buku. Mungkin orang kasih masukan dari pengalaman, pengalaman

gak semuanya sama. Kalau masalah ke CQ, dia laporan udah mulai membaik. Tapi memang yg

kita masih sering bingung sebenarnya, memang ada tenangnya orang beda-beda, nonton tenang,

karoke tenang, dia diem dikos sendiri. Aku secara pribadi malah sebenarnya khawatir karena dia

Universitas Sumatera Utara


sendiri tau kondisi dia dan kos nya. Dia jarang ngabarin. Sekecil apapun bilang “woy aku di sini

ya sama kawan”, jadi kalau apa-apa, seengaknya kita tau anaknya dimana. Paling gak tau, kita gak

akan ganggu.

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(melalui chat Whatsapp)

Nama : Dr. Siti Halimah Novita

Usia : 24

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Dokter

Hubungan dengan informan : Teman dekat

[16:36, 7/4/2018] Sofiari Ananda: 1. Kapan dan bagaimana mbak kenal Ken?

[16:36, 7/4/2018] Halimah: Kenalnya lewat CQ pas acara IDAHOT

[16:36, 7/4/2018] Halimah: Tahun lalu, bulan 11

[16:39, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Mbak ikutan acara tersebut atau gimana?

[16:42, 7/4/2018] Halimah: Iyaaa ikut acara tersebut

[16:43, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Mbak sebelumnya sudah tau tentang CQ?

[16:43, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Sampai akhirnya bisa ikut acara tersebut

[16:57, 7/4/2018] Halimah: Tahu mbak lewat IG

[16:57, 7/4/2018] Halimah: Diajak sama teman mbak

[17:00, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Oh oke.

[17:00, 7/4/2018] Sofiari Ananda: 2. Bagaimana sosok Ken di mata mbak? Secara spesifik

mulai dari sikap dan sifatnya.

[17:01, 7/4/2018] Halimah: Kami itu udah kayak saudara jadi buruk nya baik nya yaa gitu mbak

Universitas Sumatera Utara


[17:01, 7/4/2018] Halimah: Dekat yaa sama Kenan

[17:01, 7/4/2018] Halimah: Sikap nya kadang mau ngambek

[17:01, 7/4/2018] Halimah: Dewasa nya

[17:01, 7/4/2018] Halimah: Sifat buruk nya kalau udah gak mood kayak anak-anak

[17:01, 7/4/2018] Halimah: Kadang gak bisa di rem mulut nya

[17:05, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Kalau sikap atau sifat Ken yg paling mbak suka atau

kagumi apa?

[17:19, 7/4/2018] Halimah: Mau dengerin aku cerita mbak

[17:23, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Itu yg buat nyaman sekali temenan sama Ken ya mbak?

[18:16, 7/4/2018] Halimah: Banyak mbak

[18:25, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Maksudnya mbak?

[18:30, 7/4/2018] Halimah: Maksudnya yang buat nyaman berteman sama Kenan itu dari sifat

yang lembut pengertian gitu mbak😁

[18:31, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Oh sip

[18:31, 7/4/2018] Sofiari Ananda: 3. Kapan dan bagaimana mbak mengetahui identitas

seksual Ken?

[18:33, 7/4/2018] Halimah: Iyaa memang udah tahu mbak

[18:33, 7/4/2018] Halimah: Kan ketemu nya di CQ

[18:34, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Taunya pas acara itu ya mbak? Karena kan yang ikut

acara itu banyak orang. Sampai akhirnya bisa kenalan sama Ken dan tau dia gay gimana?

[18:34, 7/4/2018] Halimah: Iyaa mbak pas ikut acara itu,

[18:35, 7/4/2018] Halimah: Tahu dia gay karena dia yang bicara langsung ke saya

Universitas Sumatera Utara


[18:46, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Jadi pas ikut acara itu, dia nyampein mbak terus ngenalin

diri dan kasi tau dia gay?

[18:47, 7/4/2018] Halimah: Gak lah mbak itu proses pendekatan

[18:47, 7/4/2018] Halimah: Yaaa paling 1 bulan

[18:47, 7/4/2018] Halimah: Kan dia orang nya mudah berteman yaa

[18:48, 7/4/2018] Halimah: Kita itu tetap sering komunikasi

[18:48, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Nah. Saya butuh cerita soal proses pendekatannya itu

mbak secara lengkap. Mungkin bisa dari voice note mbak biar lebih enak

[18:48, 7/4/2018] Halimah: Hehehehe

[18:49, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Karena kan setelah ketemu di acara, dari sekian banyak

orang kenapa akhirnya bisa komunikasi sama Ken, terus proses dekat sampai 1 bulan gitu

[20:04, 7/4/2018] Halimah: Gimana yaa mbak

[20:04, 7/4/2018] Halimah: Kami sering ketemu chat lewat WA

[20:04, 7/4/2018] Halimah: Yaaa udah sama-sama nyaman sebagai teman

[20:04, 7/4/2018] Halimah: Teman dekat

[20:04, 7/4/2018] Halimah: Dan kami satu profesi kerjaan

[20:04, 7/4/2018] Halimah: Yaaa Kenan bicara sama saya

[20:11, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Jadi setelah 1 bulan pendekatan, baru Ken kasi tau kalau

dia gay?

[20:12, 7/4/2018] Halimah: Iyaaa mbak

[20:13, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Cara Ken kasi tau nya gimana mbak?

[20:15, 7/4/2018] Halimah: Yaa pelan-pelan mbak, 'kalau aku berbeda dari yg lain apa aku tetap

mau jadi teman dia nah aku bilang berbeda dari mana nya, yaa dr identitas seksual nya

Universitas Sumatera Utara


[20:15, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Via WA atau langsung bilangnya?

[20:15, 7/4/2018] Halimah: Yaa dia jawab berbeda dari identitas seksual gitu mbak

[20:16, 7/4/2018] Halimah: Langsung

[20:16, 7/4/2018] Halimah: Pas kami ketemu

[20:16, 7/4/2018] Halimah: Kenan itu orangnya gak bisa bohong

[20:16, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Oo. Terus mbak jawabnya gimana? Kaget gak mbak?

[20:18, 7/4/2018] Halimah: Gak mbak karena aku bisa memahami yaa teman dekat ku

[20:18, 7/4/2018] Halimah: Kaget gak tapi saya tetap merangkul Kenan jadi teman baik ku

[20:18, 7/4/2018] Halimah: Karena aku tahu juga keluarga dia gimana

[20:19, 7/4/2018] Halimah: Seiring kami smp saat ini jadi teman dekat

[20:19, 7/4/2018] Halimah: Dia udah keluarga ku juga mbak

[20:19, 7/4/2018] Halimah: Gak hina yaa bagi saya memiliki saudara gay seperti Kenan

[20:20, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Kenapa mbak bisa nerima orientasi seksual Ken dan gak

jauhin dia?

[20:20, 7/4/2018] Halimah: 🤪

[20:21, 7/4/2018] Halimah: Karena menurut saya yaa setiap manusia itu dari lahir sudah memiliki

hak nya dan itu hak dia untuk memilih identitas seksual nya dia merasa nyaman kenapa tidak yang

penting aku ingatin dia buat jangan melakukan seks bebas kalau mau bawa kondom

[20:22, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Mbak sendiri dengan hal-hal mengenai homoseksual

sudah punya pemahaman sendiri atau masih hal yang asing?

[20:23, 7/4/2018] Halimah: Gak hal yg asing mbak

[20:23, 7/4/2018] Halimah: Homo itu gaak hina

[20:24, 7/4/2018] Halimah: Kalau menurut saya homoseksual itu bawan lahiriah

Universitas Sumatera Utara


[20:24, 7/4/2018] Halimah: Memang dia lahir itu lah jati diri nya

[20:24, 7/4/2018] Halimah: Kalau sesungguh nya homo

[20:25, 7/4/2018] Halimah: Beda dengan mereka yg trauma dan coba dengan dunia homo

[20:25, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Pernah atau sering baca atau gimana?

[20:26, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Pandangan ini mbak punya dari sebelum ketemu Ken atau

setelah ketemu Ken?

[20:27, 7/4/2018] Halimah: Sering baca tentang homoseksual dan cari tahu dari youtube

[20:27, 7/4/2018] Halimah: Sebelum ketemu Kenan

[20:27, 7/4/2018] Halimah: Karena dari DSM V aja gangguan homoseksual sudah dihapuskan

[20:28, 7/4/2018] Halimah: Dan saya cari tahu dari artikel kesehatan tentang homoseksual yaa itu

memang bawaan dari lahir dan kalo keturunan juga ada bawaan dari kromosom nya

[20:32, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Oke. Sebentar saya simpulkan ya mbak. Minta tolong

dikoreksi:

Mbak kenal Ken udah setahun-an. Ketemu pertama kali di acara idahot. Setelah ketemu di

acara itu, mbak jadi sering komunikasi via WA sama Ken, karena dia orang yang mudah

berteman dan ada kesamaan profesi sama mbak. Setelah 1 bulan dekat, Ken akhirnya kasi

tau kalau dia adalah gay secara langsung. Dan mbak sangat tidak mempermasalahkan itu

karena homoseksual bukan suatu hal yg asing buat mbak dan mbak punya pandangam

seperti yg mbak paparkan tadi.

Tepat ya mbak?

[20:34, 7/4/2018] Halimah: Yuuuppp mbak

[20:34, 7/4/2018] Halimah: 😘😊

[20:34, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Oke, lanjut ya mbak pertanyaan.

Universitas Sumatera Utara


[20:34, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Ada yg berbeda gak antara Ken yg awal mbak kenal sama

Ken yg sekarang?

[20:35, 7/4/2018] Halimah: Gakk ada mbak Kenan tetap dengan yg saya kenal dari awal sampai

sekarang

[20:36, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Ken pernah cerita gak mbak kalau dia diejek, dijahatin

dsb karena dia gay?

[20:38, 7/4/2018] Halimah: Ada mbak kalo gak salah teman kuliah nya seingat saya

[20:38, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Oh yg nyebarin Twitter dia yg kasusnya sampai ke dekan

itu ya?

[20:40, 7/4/2018] Halimah: Saya juga kurang ingat

[20:41, 7/4/2018] Halimah: Kalo dekan gak

[20:41, 7/4/2018] Halimah: Tapi teman nya tahu lewat twitter kalau gak salah

[20:41, 7/4/2018] Halimah: Gara-gara twitter nya gak dia lock

[20:42, 7/4/2018] Halimah: Kalau gak salah waktu SMA Kenan juga di bully sama teman nya

[20:42, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Waktu denger cerita Ken, mbak sampein apa ke Ken?

[20:43, 7/4/2018] Halimah: Gimana yaa mbak saya juga korban bully waktu sekolah jadi yaa

cuman bisa memberi semangat

[20:44, 7/4/2018] Halimah: Karena menurut saya mereka yg menjelekan Kenan hanya kurang

kerjaan

[20:44, 7/4/2018] Halimah: Karena Kenan juga berperstasi di kuliah dan aktif di organisasi

[20:44, 7/4/2018] Halimah: Jadi pas tahu rahasia Kenan yaa begitu mbak

[20:45, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Sip mbak.

[20:46, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Terakhir ni mbak.

Universitas Sumatera Utara


Apa yg pengen mbak sampaikan utk orang-orang yg homophobia atau masih sering

ngebully, menjelek-jelekkan homoseksual?

[20:50, 7/4/2018] Halimah: Buat yg homophobia yaa cobalah mengenal minimal dikit aja tentang

LGBT, biar agak hilang rasa ketakutan sama orang minoritas seperti LGBT,

Untuk orang-orang yg haters bangeeet sama LGBT mungkin tabiat mereka yaa mbak jadi susah

tapi ingat mereka para LGBT gak mau dilahirkan ke dunia seperti itu, mereka tersiksa dengan

tekanan agama, sosial, sampai kerjaan.

[20:53, 7/4/2018] Sofiari Ananda: Kalau gak bisa mendukung, paling gak menghargai ya

mbak?

[20:54, 7/4/2018] Halimah: Menghargai dan menghormati

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(Via chat Whatsapp)

Nama : Anatasya Karita Hsb (Caca)

Usia : 24 tahun

Pendidikan/Pekerjaan : D3 Administrasi Bisnis / Wirausaha

Hubungan dengan informan : Teman

[20:20, 7/8/2018] Sofiari Ananda: 1. Kapan dan bagaimana Caca Kenal Edo?

[20:22, 7/8/2018] Caca: waktu itu kira-kira 2 tahun yang lalu ada acara ulang tahun di rumah teman

Caca namanya Ayu dan di acara tersebut Edo juga hadir nah disitu mulanya Caca kenal sama Edo,

perkenalannya dari temen ke temen sih lebih tepatnya.

[20:23, 7/8/2018] Sofiari Ananda: 2. Bagaimana sosok Edo di mata Caca?

[20:25, 7/8/2018] Caca: Sosok Edo yaaa... Edo menurut Caca anak yg baik, ramah, penyayang

anak-anak, berjiwa sosial, dan santun

[20:27, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Setelah kenalan di acara ultah itu, akhirnya bisa temenan

dekat sama Edo gimana Ca?

[20:28, 7/8/2018] Caca: yaa setelah acara itu kami tetap berkomunikasi antara Edo dan juga teman

yg lainnya

[20:28, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Apa yg buat Caca nyaman dan tertarik untuk temenan

lebih dekat sama Edo?

[20:29, 7/8/2018] Caca: yaa mungkin karna emang hatinya yg baik

Universitas Sumatera Utara


[20:30, 7/8/2018] Caca: Caca sih selalu memandang seseorang dari sisi baiknya aja

[20:30, 7/8/2018] Caca: mungkin itu yg buat Caca nyaman dan tertarik temenan lebih dekat dengan

Edo

[20:30, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Setelah ketemu pertama kali itu, makin dekatnya karena

sering chat atau sering ketemu?

[20:31, 7/8/2018] Caca: kami sering chat-an

[20:32, 7/8/2018] Caca: sering ketemuan juga

[20:32, 7/8/2018] Caca: karna emang juga kebetulan kami ada group di whatsapp ini jadi

komunikasinya tetap lancar

[20:32, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Oo jadi gabung di grup yang sama juga. Grup apa ya kalau

boleh tau Ca?

[20:33, 7/8/2018] Caca: group Kimochi Reborn

[20:34, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Grup itu ada sebelum atau sesudah ketemuan di acara

ultah itu?

[20:36, 7/8/2018] Caca: sesudah

[20:36, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Oh oke oke.

[20:36, 7/8/2018] Sofiari Ananda: 3. Kapan dan bagaimana Caca tau orientasi seksual Edo?

[20:37, 7/8/2018] Caca: sejak di acara ultah itu

[20:37, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Taunya gimana?

[20:38, 7/8/2018] Caca: yaa tau karna pacarnya Edo itu temennya Caca

[20:39, 7/8/2018] Caca: bahkan udah Caca anggap seperti adik sendiri

[20:39, 7/8/2018] Caca: tapi mereka udah tidak ada hubungan lagi

[20:39, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Pacarnya yg cewek atau cowok?

Universitas Sumatera Utara


[20:39, 7/8/2018] Caca: yg cowok sof

[20:40, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Berarti waktu acara ultah itu, temen Caca kenalin Edo

sebagai pacarnya?

[20:40, 7/8/2018] Caca: yes sof

[20:41, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Artinya Caca udah enggak terlalu asing dengan orientasi

gay ya?

[20:41, 7/8/2018] Caca: udah ngga sof

[20:41, 7/8/2018] Caca: caca udah tahu banget emang

[20:42, 7/8/2018] Caca: karna bukan hanya Edo temen Caca yg seperti itu

[20:43, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Oo. Nah, Caca sendiri kenapa bisa menerima temen Caca

adalah seorang gay (mau berteman) dan nerima Edo sebagai temen Caca?

[20:50, 7/8/2018] Caca: menurut Caca yaa seseorang pasti punya yg namanya salah dan khilaf

[20:50, 7/8/2018] Caca: kalau itu emang suatu kekhilafan yg Edo jalani, Caca yakin suatu saat

pasti Edo dapat menjadi yg lebih baik

[20:52, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Edo ada ngomong langsung gak ke Caca kalau dia gay?

[20:52, 7/8/2018] Caca: seperti yg Caca bilang ke Sofi tadi, Caca memandang seseorang hanya

dari sisi baiknya

[20:52, 7/8/2018] Caca: yaa walaupun Edo seorang Gay dia tetap seseorang yg mempunyai

kepribadian yg baik

[20:53, 7/8/2018] Caca: dia ga ngomong kalau dia itu Gay

[20:54, 7/8/2018] Caca: tapi curhatan dia tentang pacarnya yg seorang cowo

[20:54, 7/8/2018] Caca: yaa mengarah kesitu juga emang

[20:54, 7/8/2018] Caca: tetapi gak to the point

Universitas Sumatera Utara


[20:56, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Caca pernah ngerasa gak nyaman gak ada didekat Edo?

[20:57, 7/8/2018] Caca: ngga juga sih

[20:58, 7/8/2018] Caca: nyaman-nyaman aja kalau ada Edo

[20:59, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Ada yg berbeda gak antara Edo yg awal Caca kenal sama

Edo yg sekarang udah dekat udah mau terbuka sama Caca?

[21:01, 7/8/2018] Caca: ada dong pastinya

[21:01, 7/8/2018] Caca: kan yg tadinya calm

[21:02, 7/8/2018] Caca: sekarang udah mulai terbuka dan blak blakan

[21:03, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Edo pernah cerita gak dia galau atau sedih atau apapun

yg terkait sama orientasinya? Selain soal pacar.

[21:04, 7/8/2018] Caca: pernah

[21:05, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Apa tu?

[21:08, 7/8/2018] Caca: ga pernah deng setelah Caca inget2 lagi

[21:08, 7/8/2018] Caca: yg pernah curhat tentang kegalauan hatinya malah si mantan pacarnya itu

[21:12, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Oke sip.

[21:13, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Apa hal yg pengen Caca sampaikan ke orang-orang yg

homophobia terlebih yg suka menjelek2an sampai menyakiti hati gay?

[21:14, 7/8/2018] Caca: yaa Caca cuma mau menyampaikan ambil baiknya buang aja buruknya

[21:14, 7/8/2018] Caca: tidak usah membenci mereka apalagi sampai menyakiti hati mereka

[21:15, 7/8/2018] Caca: karna mereka juga manusia sama seperti kita

[21:16, 7/8/2018] Caca: cukup nasehat yang mereka butuhkan bukan kebencian

[21:16, 7/8/2018] Caca: yaa akan tetapi jikalau nasehat yg baik pun tidak mereka hiraukan kita

hanya dapat mendo'akan

Universitas Sumatera Utara


[21:17, 7/8/2018] Caca: do'a kan yg terbaik buat mereka karna mereka juga ada sisi baiknya juga

kok

[21:18, 7/8/2018] Sofiari Ananda: Oke, terakhir Ca. Apa sih sikap atau sifat Edo yg paling

Caca salut? Kemudian apa sikap dan sifat edo yg menurut caca perlu diperbaiki?

[21:23, 7/8/2018] Caca: sikap perduli terhadap sesamanya itu yg buat Caca salut

[21:23, 7/8/2018] Caca: sifat egonya aja yg harus diperbaiki yaa walaupun sifat egonya itu gak

muncul di setiap saat

[21:23, 7/8/2018] Caca: sekali-sekali doang

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(7 Juli 2018)

Nama : Chio

Usia : 28 Tahun

Pekerjaan : Internal audit

Jabatan di Cangkang Queer : Staf keuangan

Hubungan dengan informan : Teman di Cangkang Queer

1. Kapan dan bagaimana Anda mengenal Informan?

2017 akhir, pas selesai acara TIDOR. Jadi kenalnya sebenarnya dari Keenan (informan

lainnya). Jadikan waktu itu kami di CQ lagi persiapan, Ken bilang “aku mau ajak temen tapi

orangnya sedikit introvert” “yauda ajak aja ya kalau dia welcome kita gabung-gabung, yauda”.

Terus dikenalin deh, dia dibawa ke CQ, dikenalin terus dari situ kita kan dekat sama Ken, seringlah

kami nongkrong-nongkrong, ngajak-ngajak dia makanya jadi dekatlah kayak keluarga.

2. Bagaimana sosok informan di mata Anda?

Dia bisa dibilang anak mami juga sih cuma ya kadang ada dewasanya kadang anak-

anaknya kadang nyebelin, namanya manusia ada masa-masanya gitu kan. Dewasanya “jangan

kayak gitu, gak boleh kayak gitu loh” “jangan ngelawan orangtua kayak gitu lah” pokoknya temen

yg saling support, anak maminya contohnya kayak tadi aja “hujan..gak bisa..” “perasaan rumah ku

yang lebih jauh”, kita maklum-maklum aja.

3. Kapan Anda mengetahui identitas seksual informan?

Sebenarnya udah tau, cuma kembali ke individunya dia nyaman atau gak untuk share

bahwa dia tu seorang ini, lama-lama kebuka sendiri aja, dia yg share “aku punya kenalan loh ini”.

Universitas Sumatera Utara


Awalnya ya tau-tau aja dari Ken aja, kalau dia langsung gak. Ya semakin kami dekat kan sering

nongkrong bareng paling “pacarmu mana Put?” gitu aja tapi dia langsung “lagi single, cariin lah

yg gini-gini”.

4. Setelah kenal berapa lama informan mulai cerita tentang pacar?

Gak lama sih. Karena setelah TIDOR, kami intens sering nongkrong. Paling lama mungkin

sebulan gak sampai pun, hitungan minggu. Dia mungkin ngerasa nyama kali ya.

5. Apa yang Anda rasakan setelah mengetahui informan adalah gay?

Biasa aja. Kalau aku pribadi memang sama temen-temen LGBT ya, itu keluargaku. Aku

transman. Jadi hal-hal yg biasa karena sebelum kenal mereka aku juga punya temen yang cukup

dekat.

6. Amek (informan lainnya) bilang kalau teman-teman gay di CQ terkadang merasa kurang

nyaman cerita dengan teman-teman transgender. Bagaimana dengan informan ke Anda?

Dia nyaman-nyaman aja sih, bahkan bisa dibilang kayak kami kan, aku, Ken, Putra, ada

pacar aku kan dan pacarnya Ken emang kami sering nongkrong bareng, sering sharing gitu jadi

yah paling kami selaku teman dan kami menganggap dia sebagai keluarga “jangan sembarangan,

perhatiin dirinya” tapi itu semua kan kembali ke dirinya.

7. Apakah informan pernah cerita tentang hal-hal galau atau semacamnya?

Dia ada jalan sama seseorang terus dia pengen serius tapi ternyata seseorang itu cuma

nganggapnya cinta satu malam doang. Waktu itu dia ngajak aku cerita, kami cerita berdua doang.

8. Apakah ada yang berbeda dari informan sebelum dan sesudah kalian dekat?

Ada. Dia diem aja. Kalau gak ditanya gak jawab “apa sih kalian? apa sih?”. Kalau sekarang

itu lah dia, sedikit rewel kalau misalnya agak telat dikit “udah lah aku pulang”, kalau berantem ya

cekcok-cekcok tapi besok udah gak lagi bahkan 1 jam kemudian kami udah chat-an lagi.

Universitas Sumatera Utara


9. Apa pesan yang paling sering Anda sampaikan untuk informan?

Jangan suka jajan. Jangan sembarangan pilih orang. Digital security dijaga. Hati-hati

karena gak baik juga untuk diri dia. Kita gak tau orang-orang di FB itu niatnya, bisa aja orang itu

meng-outing. Itu sih yg sering kami ingatin. Kalau pasangan aku sering ingetin “jangan suka cari-

cari pacar yg gak jelas”, ada yg ngajak jumpa dia langsung datang.

10. Bagaimana cara informan coming out ke Anda?

Outing-nya dia ke kami tu memang ngalir gitu aja. Bisa dibilang aku orangnya netral. Gak

ada yang harus “aku gay” gak harus gitu. Aku berpikir bahwa aku sesama kok pasti udah tau siapa

aku.

11. Apa yang ingin Anda sampaikan ke informan?

Lebih hati-hati dalam menggunakan medsos, kenal dengan orang lain juga hati-hati juga, jangan

sampai masuk ke dunia yg amit-ami gitu kan maksudnya, yg pergaulan bebas, seks bebas, kita

sama-sama keluarga saling menjaga.

12. Apa yang ingin Anda sampaikan ke orang-orang yang homophobia?

Bahwa sebenarnya cari tau dulu apa, kenapa, apa sebabnya akibatnya kenapa memilih

dunia seperti itu. Kita gak pernah tau mereka itu mengalami hal apa dan lain sebagainya, kita gak

pernah tau. Mereka punya hak atas diri mereka, kebahagiaan mereka, mereka ciptakan sendiri.

Orang-orang homo itu ibarat orang-orang disabilitas yg cacat fisik tapi kalau homo itu dia cacat

di orientasi seks, sama-sama aja kita saling menghargai antar sesama manusia, karena mereka juga

manusia.

Universitas Sumatera Utara


TRANSKRIP WAWANCARA

(Via chat Whatsapp)

Nama : Isna Fauziah Harahap

Usia : 26 Tahun

Pekerjaan/Pendidikan : Guru/S1

Hubungan dengan informan : Teman di Komunitas Sahabat Peduli Medan

[08:17, 7/11/2018] Sofiari Ananda: 1. Kapan dan bagaimana kakak kenal Christian?

[08:18, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Boleh pake voice note ya kak kalau kepanjangan

ngetiknya

[08:20, 7/11/2018] SPM Isna: Waktu recruitment anggota SPM (sahabat peduli medan), karena

dia org ramah kali.. Jd seru aja.. Langsung baur gtu

[08:20, 7/11/2018] SPM Isna: Ok siap

[08:20, 7/11/2018] SPM Isna: Teringatnya ini utk apa yaa??

[08:21, 7/11/2018] SPM Isna: Kok kamu tertarik sama Cristian??

[08:22, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Oh iya lupa jelasin. Sofi lagi penelitian untuk tesis kak.

Dan ambil mengenai aktualisasi diri gay. Sofi kerjasama sama Cangkang Queer dan

Cristian gabung di sana.

[08:23, 7/11/2018] SPM Isna: Oohh..Gtu..

[08:23, 7/11/2018] SPM Isna: Emang bagian apa Sofi??

[08:23, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Komunikasi kak.

Universitas Sumatera Utara


[08:24, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Waktu itu yg duluan ngajak kenalan atau ngobrol siapa

kak? Sampai akhirnya bisa dekat.

[08:24, 7/11/2018] SPM Isna: Ya si Cris.. Karena dia kan salah satu yg merekrut kami..

[08:25, 7/11/2018] SPM Isna: Yaa... Klo di kantor HRD lah.. 🤪

[08:25, 7/11/2018] SPM Isna: Tapi memang dia ramah kali orgnya...

[08:25, 7/11/2018] SPM Isna: Jadi siapa pun bakal ngampang kali dekat ke dia..

[08:26, 7/11/2018] SPM Isna: Dengan cepat jadi baur aja gitu

[08:28, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Oh berarti Cris duluan yg gabung di sana

[08:28, 7/11/2018] SPM Isna: Owner lah tepatnya.. Sama beberapa teman..

[08:28, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Sekarang, kakak sama Cris kedekatannya gimana kak?

Sedekat apa gt.

[08:28, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Ooo siip siip

[08:29, 7/11/2018] SPM Isna: Eemm yaa dekat gmn ya.. Ketemu si sekarang udah jarang tapi

masih komunikasi juga sesekali

[08:30, 7/11/2018] SPM Isna: Yaa.. Dia anggap aku kayak kakak nya lah😅

[08:31, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Mulai jd makin dekatnya gitu sejak kapan kak? Setelah

berapa lama dari rekrutmen itu?

[08:31, 7/11/2018] SPM Isna: Pas acara yaa pertemuan kedua lah kami makin akrab

[08:33, 7/11/2018] Sofiari Ananda: 2. Cris itu sosok yg gimana kak di mata kakak?

[08:33, 7/11/2018] SPM Isna: Cris orangnya asik.. Kadang kelewatan manjanya... 😅

[08:34, 7/11/2018] SPM Isna: Awalnya kakak juga gak tau kalau dia gay.

[08:34, 7/11/2018] SPM Isna: Kirain hanya gayanya aja.. Ternyata sejauh itu dia😔

[08:34, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Oke gay itu ntar ada pertanyaannya haha

Universitas Sumatera Utara


[08:35, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Kalau sifat atau sikapnya Cris yg menurut kakak baik

dan yg harus diubah apa kak?

[08:37, 7/11/2018] SPM Isna: Yg baiknya ramah, semangat energik luar biasa, tanggung jawab,

[08:38, 7/11/2018] SPM Isna: Yg mesti diubah yaa gampang tersinggung, kadang manjanya suka-

suka tapi itu si yg buat seru..

[08:39, 7/11/2018] Sofiari Ananda: 3. Kapan dan bagaimana kakak tau Cris adalah gay?

[08:40, 7/11/2018] SPM Isna: Bulan 2 kmren yg lebih jelasnya sebelumnya samar-samar lah

[08:40, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Gimana tu taunya kak?

[08:42, 7/11/2018] SPM Isna: Pas ada problem dikit terus dia cerita,

Tapi sebelumnya juga kakak udah paham dari gaya dan foto cowoknya. Kakak kira awalnya main-

main sih.. Ternyata beneran😔

[08:43, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Cara dia bilangnya gimana kak?

[08:43, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Kakak masih ingat?

[08:45, 7/11/2018] SPM Isna: Yaa dia cerita persoalan dia. Tapi maaf kakak gak bisa jelaskan

secara blak-blakan..🙏🏻

[08:54, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Iya gak apa-apa kak. Maksud Sofi pas dia bilang "aku

gay" itu kata-katanya gimana kak? Apa dia langsung bilang "kak aku gay" atau gimana?

[08:56, 7/11/2018] SPM Isna: Gak dia gak bilang gitu..

[08:56, 7/11/2018] SPM Isna: Yaa kita lah yg menyimpulkan hehehe

[08:58, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Oh. Berarti dia cerita tentang masalah dia sama pacar

cowoknya langsung tanpa bilang dia gay?

[08:58, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Gitu ya kak?

[08:59, 7/11/2018] SPM Isna: Iya begitulah kira-kira Sof...

Universitas Sumatera Utara


[08:59, 7/11/2018] SPM Isna: Tapi gak langsung tentang pacar sih... Tentang masalah pribadinya

dulu awalnya...

[09:01, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Ooh oke kak.

[09:02, 7/11/2018] Sofiari Ananda: 4. Kenapa kakak memutuskan untuk menerima Cris yg

adalah seorang gay? Kenapa kakak tetap mau berteman sama dia gitu kak?

[09:04, 7/11/2018] SPM Isna: Karena menurut kakak itu masalah pribadi nya... Selama dia baik

bersosial, baik untuk orang lain, kenapa gak ditemani, semoga dia diberi hidayah itu sih doa kk...

[09:05, 7/11/2018] SPM Isna: Karena banyak pelajaran juga yg kakak dapat dari bertemn dengan

dia

[09:05, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Salah satunya kak?

[09:07, 7/11/2018] SPM Isna: Yaa awalnya kakak gk tau kalau masalah keluarga berdampak

dengan prilaku buruk yg sangat menyimpang, terus dari dia juga kakak tau gimana dapat

bermanfaat untuk orang lain di kala kita sulit

[09:08, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Masalah keluarga yg Cris ceritain itu ya kak?

[09:20, 7/11/2018] SPM Isna: Eemm masalah pribadinya kakak gak bisa cerita belum dapat

izin🙏🏻

[09:33, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Oke siip kk gak apa-apa.

[09:33, 7/11/2018] Sofiari Ananda: 5. Apakah ada perbedaan yg terjadi pada pandangan

kakak ke Cris sebelum dan setelah kakak tau dia gay?

[10:05, 7/11/2018] SPM Isna: Awalnya kaget pasti lah kan..

[10:06, 7/11/2018] SPM Isna: Perbedaan kayaknya gak ada lah.. Karena beberapa teman di SPM

pun ada juga yg gitu..

Universitas Sumatera Utara


[10:07, 7/11/2018] SPM Isna: Tapi kita jg mau ngelakuin mengubah ya gimana ya kan?? Kasian

jg sih sebenarnya

[10:21, 7/11/2018] Sofiari Ananda: Siipp kak.

Terakhir nih,

6. Apa yg pengen kakak sampaikan untuk orang-orang yg homophobia atau orang-orang yg

suka menjelek-jelekkan gay?

[10:24, 7/11/2018] SPM Isna: Ya sebenarnya kita gak bisa nyalahkan mereka sepenuhnya karena

kan perasaan itu ada yg mengatur dan ada sebabnya... Mungkin di lingkungan dan keluarga bisa

membantu mereka, bukan ditinggalkan atau dijauhi.. Karena itu kan perilaku menyimpang semoga

ada cara nya tuk mengubah mereka..

[10:26, 7/11/2018] SPM Isna: Setidaknya buat mereka yg homo ato lesbi. Semoga mereka diberi

hidayah tuk kembali...

Dan buat yg menjelek-jelekan kakak rasa lebih baik di nasehati dan di rangkul karena mereka

butuh cinta dan kasih... Tapi bukan mendukung yaa..😅🙏🏻

Universitas Sumatera Utara


1 Dokumentasi Kegiatan Cangkang Queer

Universitas Sumatera Utara


2. Tampilan Media Sosial Informan dan Website Melela.org

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
3. Dokumentasi Saat Wawancara

Wawancara Pra Penelitian, 12 Maret, 2018. (Kiri-Kanan) Peneliti, Amek, (Alm) Hasri, Alifo

Universitas Sumatera Utara


Wawancara pertama, 2 Juni 2018, (Kiri-Kanan) Edo, Putra, Peneliti, Keenan, Alifo

Wawancara kedua, 3 Juli 2018, (Kiri-Kanan) Alifo, Peneliti, Edo, Keenan

Wawancara ketiga, 7 Juli 2018, (Kiri-Kanan) Peneliti, Chio, Putra

Universitas Sumatera Utara


Wawancara keempat, 10 Juli 2018, Bersama Christian

4. Dokumentasi Saat Validasi Data

23 Juli 2018, (Kiri-Kanan) Edo, Chio, Putra, Peneliti, Keenan, Alifo, Christian

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BIODATA PENELITI

Nama Sofiari Ananda

Tempat, Tanggal Lahir Medan, 10 Maret 1993

Jenis Kelamin Perempuan

Alamat Sembada XI Terusan No.11 Koserna P.Bulan,

Medan

Pekerjaan -

No.Telepon 0857 6212 8322

Email sofiariananda@gmail.com

Riwayat Pendidikan - 2004 : Lulus SD Gajah Mada Medan

- 2007 : Lulus SMP N 10 Medan

- 2010 : Lulus SMA Dharma Pancasila Medan

- 2014 : Lulus S1 Ilmu Komunikasi FISIP USU

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai