AbnB-Feeding and Eating Disorders-Kelompok 5
AbnB-Feeding and Eating Disorders-Kelompok 5
Disusun oleh:
Joseph Irvinka Widhi Pradana (199114052)
Regina Vika Rovanie (199114058)
Kristian Prima Putra (199114060)
Anggi Rendi (199114095)
Ernes Florensi (199114100)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2020
A. Anoreksia Nervosa
I. Karakteristik Gangguan
Individu dengan anorexia nervosa jarang kehilangan nafsu makan. Namun,
mereka mungkin menolak untuk makan lebih dari yang diperlukan untuk menjaga
berat badan minimal untuk usia dan tinggi badan mereka. Seringkali, mereka
membuat diri mereka kelaparan sampai ke titik di mana mereka menjadi sangat kurus.
Penyakit ini biasanya terjadi pada individu berusia antara 12 dan 18 tahun, yang
kebanyakan wanita. Tanda yang paling menonjol dari anorexia nervosa adalah
penurunan berat badan yang parah karena pembatasan asupan kalori yang signifikan
atau kelaparan sendiri. Fitur umum lainnya adalah sebagai berikut:
● Ketakutan berlebihan untuk bertambahnya berat badan atau menjadi gemuk,
meski kurus secara tidak normal.
● Citra tubuh yang terdistorsi, seperti yang tercermin dalam persepsi diri tentang
tubuh seseorang, atau bagian tubuh seseorang, sebagai lemak, meskipun orang
lain menganggap orang itu kurus. Mereka terus menyangkal bahwa mereka
kehilangan terlalu banyak berat badan.
● Kegagalan mengenali risiko yang ditimbulkan dengan mempertahankan berat
badan pada tingkat rendah yang tidak normal.
Ada dua subtipe umum dari gangguan tersebut, jenis binge eating / purging dan
jenis restricting. Jenis binge eating / purging ditandai dengan konsumsi kalori dengan
jumlah banyak sekaligus, lalu diikuti dengan perilaku menahan lapar, atau dengan
muntah yang diinduksi sendiri atau penggunaan laksatif, diuretik, atau enema yang
berlebihan. Sementara, tipe restricting ditandai dengan pembatasan konsumsi
makanan atau kalori, dan tidak memiliki episode binge eating atau purging.
Perbedaan antara kedua subtipe anorexia nervosa ini didukung oleh perbedaan
pola kepribadian. Individu dengan tipe binge eating / purging cenderung memiliki
masalah yang berkaitan dengan kontrol impuls, yang mungkin melibatkan
penyalahgunaan zat. Mereka cenderung bergantian antara periode kontrol yang kaku
dan perilaku impulsif. Mereka yang memiliki tipe restricting cenderung kaku, bahkan
obsesif, mengontrol diet dan penampilan mereka.
1. Penegakan Diagnosis Berdasarkan DSM-5
Kriteria diagnosis:
a. Pembatasan asupan energi, yang mengarah pada bobot tubuh rendah yang
signifikan dalam konteks usia, jenis kelamin, lintasan perkembangan, dan
kesehatan fisik. Berat badan sangat rendah didefinisikan sebagai berat badan
yang kurang dari normal minimal atau, untuk anak-anak dan remaja, kurang
dari yang diharapkan seminimal mungkin.
b. Ketakutan yang intens akan bertambahnya berat badan atau menjadi gemuk,
atau perilaku terus-menerus yang mencegah penambahan berat badan,
meskipun saat berat badan sudah sangat rendah.
c. Gangguan dalam cara menilai berat badan, pengaruh yang tidak semestinya
dari berat badan atau bentuk tubuh pada evaluasi diri, atau kurangnya
kesadaran akan berat badan yang sudah sangat rendah.
Tabel I
Perbandingan Penegakan Diagnosis pada DSM V dan PPDGJ-III
Kriteria Diagnosis Pembatasan asupan energi, ketakutan Mengurangi berat badan dengan
yang intens akan bertambahnya berat sengaja, berat badan tetap
badan atau menjadi gemuk, dipertahankan 15 % dibawah yang
gangguan dalam cara menilai berat seharusnya, terdapat distorsi
badan. body-image, a danya gangguan
endokrin yang meluas, perkembangan
pubertas dapat tertunda atau tertahan.
Tipe Gangguan Dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu; Tidak dibedakan menjadi dua tipe.
tipe restricting.
tipe binge-eating & Kriteria diagnosa utama pada PPDGJ
memiliki ciri-ciri yang lebih
mengarah kepada tipe restricting p ada
DSM V.
B. Bulimia Nervosa
I. Karakteristik Gangguan
Bulimia nervosa adalah episode makan berlebihan dalam jumlah besar secara
berulang, diikuti dengan tindakan mencegah penambahan berat badan dengan
menggunakan cara yang tidak tepat. Untuk mengimbangi makan berlebihan, individu
melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan obat pencahar, atau puasa atau
olahraga berlebihan. Berikut karakteristik bulimia secara umum:
● Kehilangan kendali diri pada makanan saat episode makan berlebihan.
● Ketakutan yang berlebihan akan kenaikan berat badan.
● Sangat memperhatikan bentuk dan bobot tubuh pada citra diri.
Individu dengan bulimia nervosa tidak mengejar tubuh kurus yang ekstrim seperti
anorexia nervosa. Berat badan ideal mereka tidak jauh berbeda dengan individu yang
tidak menderita gangguan makan. Namun, mereka terlalu mengkhawatirkan bentuk
dan berat badan.
Ketika episode makan secara berlebihan terjadi, individu makan
sebanyak-banyaknya hingga merasa kelelahan, sakit perut, muntah, atau kehabisan
makanan. Setelah episode tersebut, dapat muncul rasa kantuk, rasa bersalah, dan
depresi walaupun merasa senang saat makan karena terlepas dari batasan pola makan.
1. Faktor Sosiokultural
Teoritikus sosiokultural menitik beratkan pada tekanan sosial dan harapan dari
masyarakat pada wanita muda sebagai kontributor terhadap perkembangan
gangguan makan (Bemporad, 1996; stice,1994). Tekanan untuk mencapai standar
kurus yang tidak realistis, dikombinasikan dengan pentingnya faktor penampilan
sehubung dengan peran wanita dalam masyarakat kita, dapat menyebabkan wanita
muda tidak puas dengan tubuh mereka sendiri (Stice, 2001). Bahkan pada
anak-anak usia 8 tahun, wanita lebih menunjukan ketidakpuasan tubuh mereka
daripada laki-laki (Ricciardelli & McCabe, 2004). Ketidakpuasan tubuh pada
wanita muda dapat menyebabkan diet yang berlebihan dan perkembangan
perilaku makan yang terganggu.
2. Faktor Psikososial
Wanita dengan bulimia biasanya melakukan diet yang ekstrem yang ditandai
dengan ketatnya aturan tentang apa yang mereka makan, berapa banyak yang bisa
mereka makan, dan seberapa sering mereka boleh makan (Drewnowski
dkk.,1994). Wanita dengan bulimia cenderung mengalami sedikit kelebihan berat
badan sebagai awal perkembangan dari bulimia, dan awal mula dari siklus makan
berlebihan dan mengeluarkannya kembali biasanya mengikuti suatu periode diet
yang kaku untuk menurunkan berat badan. Pada skenario yang biasa terjadi, gagal
melakukan kontrol terhadap diet yang kaku menjadi awal dari makan yang
berlebihan. Hal ini menjadi rantai reaksi dimana makan berlebihan menyebabkan
ketakutan akan bertambahnya berat badan, yang memicu keinginan untuk
memuntahkannya atau melakukan latihan fisik yang berlebihan guna mengurangi
berat badan yang bertambah. Beberapa wanita penderita bulimia menjadi sangat
peduli tentang kemungkinan pertambahan berat badan mereka dan berusaha
untuk muntah setiap kali sesudah makan (Lowe, Golaves, & Murphy-Eberenz,
1998). Memuntahkan makanan diperkuat secara negatif karena menghasilkan
perasaan lega, atau setidaknya sedikit lega, dari kecemasan akan pertambahan
berat badan. Ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri adalah faktor penting lainya
dalam gangguan makan (Heatherton dkk.,1997). Ketidakpuasan terhadap tubuh
dapat menghasilkan usaha-usaha yang maladaptif dengan melaparkan diri dan
memuntahkan untuk mencapai berat badan atau bentuk tubuh yang diinginkan.
Wanita pengidap bulimia dan anoreksia cenderung sangat peduli pada berat
badan dan bentuk tubuh mereka (Fairburn dkk.,1997).
3. Faktor Emosional
Wanita muda dengan bulimia nervosa seringkali memiliki lebih banyak
masalah emosional dan harga diri yang lebih rendah daripada pelaku diet lainnya
(Jacobi et al., 2004). Keadaan emosi negatif seperti kecemasan dan depresi dapat
memicu episode pesta makan (Reas & Grilo, 2007). Bulimia nervosa seringkali
disertai dengan gangguan lain yang dapat didiagnosis, seperti depresi, gangguan
obsesif-kompulsif, dan gangguan terkait zat. Ini menunjukkan bahwa beberapa
bentuk pesta makan berlebihan mewakili upaya untuk mengatasi tekanan
emosional. Sayangnya, siklus makan berlebihan dan pembersihan malah
memperburuk masalah emosional daripada meredakannya. Telah dipelajari bahwa
wanita dengan bulimia lebih mungkin daripada yang lain. Dalam beberapa kasus,
bulimia nervosa dapat berkembang sebagai cara yang tidak efektif untuk
mengatasi pelecehan. Pesta makan besar mungkin mewakili upaya untuk
mengelola atau menenangkan perasaan negatif.
4. Faktor-faktor Kognitif
Wanita bulimia cenderung perfeksionis dan dikotomis dalam pola pikir
mereka (Fairburn dkk.,1997). Karena itu mereka mengharapkan diri mereka untuk
tetap pada aturan diet yang kaku dan menilai diri mereka sebagai seseorang yang
gagal sepenuhnya jika mereka menyimpang meskipun hanya sedikit. Mereka juga
menilai diri secara keras untuk episode makan berlebihan dan mengeluarkannya.
Faktor-faktor kognitif ini saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai
tambahan, wanita dengan kecenderungan bulimia cenderung memiliki tipe
kognitif disfungsional yang dapat menghasilkan keyakinan berlebihan mengenai
konsekuensi negatif dari pertambahan berat badan (Poulakis & Wertheim,1993).
Wanita muda pengidap bulimia juga cenderung memiliki masalah emosional yang
lebih banyak dan self-esteem yang lebih rendah daripada orang lain yang juga
melakukan diet (Fairburn dkk.,1997). Bulimia seringkali muncul bersamaan
dengan berbagai macam gangguan psikologis, termasuk ketergantungan alkohol,
depresi mayor, dan gangguan kecemasan seperti gangguan panik, fobia, dan
gangguan kecemasan menyeluruh (Kendler dkk, 1991).
5. Faktor Keluarga
Gangguan makan seringkali berkembang dari adanya konflik dalam keluarga
(Fairburn dkk.,1997; Wonderlich dkk.,1997). Keluarga dari wanita muda dengan
gangguan makan cenderung lebih sering mengalami konflik, kurang memiliki
kedekatan dan kurang saling memberi dukungan, namun lebih bersikap
overprotective dan kritis daripada kelompok pembanding (Fairburn dkk., 1997).
Orang tua terlihat kurang mampu untuk membangkitkan kemandirian dalam diri
anak perempuan mereka. Konflik dengan orang tua mengenai isu otonomi
seringkali mengakibatkan munculnya anoreksia dan bulimia nervosa (Ratti,
Humphrey, & Lyons, 1996).
6. Faktor Biologis
Para ilmuwan menduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam mekanisme
otak yang mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita bulimia, kemungkinan
besar berkaitan dengan serotonin kimiawi otak (Goode, 2000a). Serotonin
memainkan peran penting dalam pengaturan mood dan nafsu makan, terutama
selera terhadap karbohidrat. Serotonin memainkan peran kunci dalam mengatur
suasana hati dan nafsu makan, terutama mengidam karbohidrat (Hildebrandt et al.,
2010). Ketidakteraturan dalam kadar serotonin atau cara penggunaannya di otak
dapat menyebabkan episode makan yang berlebihan. Pemikiran ini didukung bukti
bahwa antidepresan, seperti Prozac, yang meningkatkan aktivitas serotonin, dapat
menurunkan episode makan berlebihan pada wanita pengidap bulimia (Jimerson
dkk.,1997). Terdapat pula beberapa petunjuk adanya peran faktor genetik pada
gangguan makan (Wade dkk., 2000). Genetik bulimia nervosa dapat terjadi dalam
satu keluarga, di mana kerabat tingkat pertama dari perempuan yang menderita
bulimia nervosa memiliki kemungkinan sekitar empat kali lebih besar dibanding
rata-rata untuk penderita gangguan tersebut (a.l., Kasett dkk., 1987; Strober dkk.,
2000). Studi terhadap orang kembar terkait gangguan makan juga menunjukkan
pengaruh genetik.
C. Binge-eating Disorder
I. Karakteristik Gangguan
1. Penegakan Diagnosis Berdasarkan DSM-5
Kriteria Diagnosis:
a. Terdapat episode berulang dari binge-eating disorder. Episode binge-eating
disorder ditandai dengan kedua hal berikut:
i. Makan, dalam periode waktu tertentu (misalnya, dalam periode 2 jam),
sejumlah makanan yang pasti lebih besar dari apa yang kebanyakan
orang makan dalam periode waktu yang sama dalam keadaan yang sama.
ii. Rasa kurang kontrol atas makan selama episode (misalnya, perasaan
bahwa seseorang tidak dapat berhenti makan atau mengontrol apa atau
seberapa banyak seseorang makan).
b. Episode binge-eating disorder dikaitkan dengan beberapa hal berikut:
i. Makan lebih cepat dari biasanya.
ii. Makan sampai kenyang.
iii. Makan makanan dalam jumlah besar saat tidak merasa lapar secara fisik.
iv. Makan sendiri karena merasa malu dengan seberapa banyak seseorang
makan.
v. Merasa jijik dengan diri sendiri, depresi, atau sangat bersalah
sesudahnya.
c. Ada stres yang ditandai dengan binge-eating disorder.
d. Makan berlebihan terjadi, rata-rata, setidaknya sekali seminggu selama 3
bulan.
e. Makan berlebihan tidak terkait dengan penggunaan berulang perilaku
kompensasi yang tidak tepat seperti pada bulimia nervosa dan tidak terjadi
secara eksklusif selama bulimia nervosa atau anoreksia nervosa.