Nusa Dan Bangsa Melaju
Nusa Dan Bangsa Melaju
Untuk suwargi:
ISINJA
1. Dari Penerbit.
2. Kata Pendahuluan.
10. Bab VIII. (Kata Penutup) Malaya Pendjuru Asia jang Penting.
DARI PENERBIT.
Adapun buku ini ditulis oleh Intje Ibrahim Yaacob seorang daripada
pemimpin National Melayu jang memimpin perdjuangan kearah tjita-tjita national
Indonesia-Raya jang telah bergerak memimpin organisasi Pemuda, dan Malay
Nationalist Party kearah tjita-tjita tersebut. Riwajat ringkas beliau, ialah seorang
bekas Guru jang tahun 1931 telah lulus dari Sultan Idris College Tandjung Malim
Perak di Malaya, kemudian mendjadi guru di sekolah pemerintah di Pahang,
sesudah itu dipindah kesekolah latihan polisi di Kuala Lumpur hingga tahun 1937,
beliau meninggalkan djawatannja tertarik oleh pergerakan politik. Dalam tahun
1937-1940 beliau mendjadi Pemimpin Umum surat kabar Madjlis di Kuala Lumpur
dan Pemimpin Pergerakan Pemuda Melayu jang terkemuka, achirnja dalam tahun
1941 mendjadi Pemimpin surat kabar Warta Malaya di Singapura hingga sampai
waktu beliau dan teman-teman-nja ditahan oleh pemerintah Inggeris diachir tahun
itu.
Pada waktu buku ini diterbitkan, meski beliau sud ah lebih lima tahun
berad a di Indonesia, tetapi tetap turut memimpin pergerakan Nationalist
Melayu dan sekarang ditugaskan oleh Malay Nationalist Party jang beliau
memimpinkan gerakan itu dari luar Malaya. Didalam buku ini beliau
membentangkan hal „Nusa dan Bangsa Melayu" dan memberikan
pendjelasan-pendjelasan sekadarnja mengenai dengan pergerakan nationalist
Melayu dengan tjita-tjita-nja menudju kepada satu ikatan national besar di Asia
Tenggara ini.
Wassalam, Penerbit.
KATA PENDAHULUAN
S e s ua tu j a ng b er a sa l s a t u, w ala u pu n s ud a h pe tj a h b e la h d i ha n tj ur ka n
o le h s e s u a t u k ua s a, l a mb at l a u n a k a n k e mb al i bersatu - IBHY.
Saja persembahkan buku ketjil ini kepada segenap bangsa Indonesia ialah
untuk memupuk benih kesatuan kembali, hingga pusaka warisan Sri-Vidjaja dan
Madjapahit dapat kembali kepangkuan bangsa dan negara kita, maka inilah
diusahakan memberikan Pendjelasan Tentang ,,Nusa dan Bangsa Melayu", jang
sebahagian daripadanja hampir seakan-akan dilupakan sesudah Indonesia
Merdeka sekarang ini.
Berhubung dengan saja sendiri kebetulan seorang daripada orang jang turut
memimpin Perdjuangan Bangsa Melayu sedjak anggaran dua puluh tahun ini, maka
teringatlah saja akan sebuah sadjak pantun Melayu berbunji :
3. Portugis sedjak abad ke-17 dikalahkan oleh Belanda dan masih menguasai
bahagian timur Pulau Timur.
Tetap Merdeka!
BABI
TJITA-TJITA
BANGSA ORANG
MELAYU
Adapun nama
„Melayu" itu
sesungguhnja masih
merupakan satu nama
anikaan (plural),
karena bangsa-bangsa
di Asia Tenggara ini disebut keturunan darah orang Melayu (Malay-race), di Philipine merasa
asalnja dari keturunan orang Melayu, dikalangan suku-suku orang aseli di Polynesia dan
lain-lain Kepulauan di Lautan Pasifik menganggap orang Melayu satu bangsa jang tertinggi
lebih dan mereka, dan dikalangan penduduk-penduduk golongan tua di Sumatra, di
Kalimantan, di Kepulauan Riaw/Lingga, dan didaerah Bantam/Djakarta masih mengakui
dirinja „orang Melayu". Bahkan lebih djauh dari itu ba hasa Indonesia sekarang masih tetap
disebut oleh orang-orang di Djawa Tengah sana katanja, „ngomong Melayu", pula
orang-orang desa di Menado, Makassar, dan lain-lainnja mengatakan „berbitjara bahasa
Melayu atau bertjakap Melayu".
Ringkasnja nama bangsa dan bahasa „Melayu" masih dipakai dan diakui sebagai bibit
pertumbuhan bangsa dan bahasa Indonesia sekarang. Karena nama „Melayu" itu adalah satu
nama aseli jang telah lahir sedjak .tahun 600 M dahulu, dengan bangunnja Keradjaan Melayu
Buddha Sri-Vidjaja di Palembang jang mendjadi pusat kesofanan dan berkuasa diseluruh
Asia-Tenggara ini selama lebih 600 tahun lamanja. Kemudian pada abad ke-15 Kesofanan
Melayu itu bangun kembali di Malaka dengan membawa perkembangan Islam keseluruh
Kepulauan Asia Tenggara ini.
Bagi orang Melayu di Malaya, nama Melayu itu adalah nama tunggal (singular) jaitu
nama bangsa, mereka menamakan Kepulauan Asia Tenggara (Indonesia dan Philipine) ini.
Pulau-pulau Melayu dan Malaya dinamakannja Tanah-Melayu, dan orang-orang-nja Bangsa
Melayu jang berbahasa dan beradat-istiadat Melayu, bahkan diakuinja, mereka adalah turunan
dari warisan Sri-Vidjaja. Kebesaran dan kehormatan Sri-Vidjaja jaitu “Tjap Kempa” dan
Pedang Tjorek „Simandang-kini” masih mendjadi kebesaran pusaka mereka. Adat
Temenggung jaitu adat Sri-Vidjaja jang didjadikan Undang-Undang Adat Negeri diluar
Palembang dan Minangkabau masih dipakai di Malaya, sebagai adat Melayu jang harus
dituruti, karena adat Temenggung kelaut (artinja menjeberang laut) dan adat Perpatih ke darat
(buat Palembang djaman dahulu kedarat, ialah ke minangkabau).
Pada masa sekarang, meski pun asal perkataan Indonesia itu dari perkataan Indo-Nesos
jang diartikan banjak Kepulauan di Hindia, tetapi sebahagian orang menganggap; Indonesia ini
adalah pendjelmaan dari „Melayu” dengan bahasa Melayu dan orang Melayu masuk djadi satu
Indonesia.
Akan tetapi sebahagian dari rakjat bangsa Indonesia; terutama orang-orang desa;
belumlah sadar bahwa orang Melayu di Tanah Melayu belum masuk kepada Indonesia, ialah
lantaran Negeri-negeri Melayu atau Malaka itu sudah disebut dengan nama „Malaya”, maka
bagi orang-orang Indonesia jang tua-tua itu, tidaklah begitu kenal akan nama itu, malahan ada
pula jang menganggap Malaya itu satu daerah asing.
Oleh jang demikian, meskipun Negeri-negeri Melayu sudah dipisahkan dari Kepulauan
Melayu oleh Inggeris Belanda sedjak tahun 1824 (lihat Bab III), tetapi dalam perhubungan
orangnja masih tetap, hanja kemudian ini sahadja nama daerah dirubah jaitu satu Indonesia;
jang lain Malaya dan sekarang ini orang Melayu di Malaya masih didjadjah Inggeris, dan
tersendiri sedemikian sulit perdjuangannja.
Semendjak dari bulan Djuli tahun 1511 bangsa Melayu di Malaya (Malaka) itu
senantiasalah menghadapi peperangan dan penindasan pendjadjah-pendjadjah, jaitu
mula-mula Portugis, sudah itu Belanda, kemudiannja Inggeris seterusnja Djepang dan sekarang
Inggeris lagi.
Adapun hubungan Negeri Melayu dengan Kepulauan Indonesia adalah hubungan jang
tidak ada perpisahannja sama sekali, dari segala sudut kebangsaan, kenegaraan, politik,
ekonomi dan kepentingan menghendaki akan hubungan kesatuannja, jang memisahkannja
hanja karena adanja kuasa pendjadjahan maka sekarang perasaan kedaerahan jang ditanamkan
oleh pendjadjahan – guna melemahkan kebangunan bangsa kita itu – haruslah dilenjapkan
semuanja sekali.
Sebelum menindjau akan bukti-bukti dan Tjatatan Sedjarah jang menerangkan bahwa
Negeri-negeri Melayu itu senantiasa bersatu kepada Indonesia; perlulah didjelaskan tentang
.ikatan kesatuannja .didalam daerah negara, darah orangnja, kebudajaan dan bahasanja; jaitu:
Daerah/Wilayah.
Kemudian mulai pada abad ke 16 M, daerah ini dikenal oleh orang-orang Eropah
dengan nama Malay-Archipelago (Kepulauan Melayu) atau disebut djuga Malay-world (dunia
Melayu), atau East-Indies (Hindia-Timur), sesudah itu disebut pula “Malaynesia” jaitu asalnja
dari perkataan Malaynesos-Asia, artinja Kepulauan Melayu di Asia (Nesos artinja pulau-pulau).
Diantaranja pula Professor A. Bastian dari Djerman pada abad ke 18 menjebut akan
daerah-daerah ini dengan nama Indo-Nesos-Asia jang artinja banjak pulau-pulau India jang
dipendekkannja “Indonesosia dan beliau menulis sebuah buku dalam bahasa Djerman yang
berjudul “Indonezien”, dari sinilah lahir nama Indonesia”. Maksud dari perkataan itu meliputi
semua pulau-pulau dilautan pacific diantara Asia-Australia termasuk didalamnja itulah jang
dinamakannya Indonesia.
Pendjadjah Belanda telah menentukan namanya dengan nama Oost-Indies, sebab itu
daerah-daerah jang mendjadi djadjahan Belanda disebut dengan nama Nederland Oost
Indische (Hindia-Timur Belanda).
Pemimpin-pemimpin nasional telah memilih nama “Indonesia” sebagai nama kesatuan
seluruh daerah kepulauan ini, mulai digunakan pada awal abad ke-20 ini, jakni memakai nama
jang diberikan oleh Professor Bastian dahulu. Maka sekarang inilah jang djadi nama resmi,
mempersatukan sebahagian besar dari dunia-Melayu, yaitu seluruh daerah bekas
Hindia-Belanda dahulu; menurut aseli nama Indonesosia termasuklah semua daerah
kepulauan Melayu dan Malay archipelago.
Dari itu njatalah bahwa daerah Negeri-negeri Melayu itu (Malaya, Singapura dan
Kalimantan-Utara) masuk kepada daerah Indonesia, bahkan kedudukan jang sangat penting
bagi Indonesia, terutamanya Malaya jang memiliki sebagagian dari selat Malaka jang duduknja
betul-betul dimuka pintu besar Indonesia, hingga dalam arti kedudukan alamnja; belumlah
sempurna Kemerdekaan Indonesia, selama siku-siku huruf “W” itu belum dihapuskan dari
garis perbatasannja, jakni selama negeri-negeri Melayu itu dikuasai oleh kuasa asing, berartilah
belum sempurna Kemerdekaannja, karena masih ada daerah Indonesia jang di djadjah.
Hal ini sudah lama disadari oleh pemimpin nasional Indonesia dan pemimpin Rakjat
Malaya, bahkan seperti diketahui tadi semenjadjak tahun 1928-1929 sudah berkembang
tjita-tjita nasional Indonesia-Raya dan saja sendiri adalah salah seorang penggeraknja jang
pertama menerima adjaran Sosio-national-demokrasi.
Darah.
Hubungan satu daerah kepulauan ini; diperkuatkan pula oleh satu keturunan darah
penduduk aseli (anak-negeri) jang mewarisi daerah-daerah ini, jaitu dari darah suku bangsa
jang dikenal dengan nama Malay-race (Ras-Melayu) atau Malay-stock (rumpunan-Melayu) atau
Maleiers, hal ini memang diaku oleh ahli penjelidik keturunan manusia. Oleh itu sjahlah
bahwa penduduk putera-bumi Negeri-negeri Melayu itu (Malaya dan Kalimantan-Utara)
adalah golongan bangsa Indonesia jang masih didjadjah, jang menjebabkan djadi lain
kebangsaan (nationality)-nja lantaran mash didjadjah, manakala sebahagian besar dari
saudaranja, keluarganja, dan sebahagiannja jang berada di Sumatra, Riaw, Kalimantan, Djawa
dan lain-lain-nja sudah mendjadi bangsa jang Merdeka jaitu bangsa Indonesia, sedang mereka
di Malaya dan Kalimantan-Utara terpisah, terpisah oleh karena dua bendera, jaitu bendera
pendjadjahan Inggeris jang mendjadjah mereka dan Sang Merah-Putih lambang Kemerdekaan
Indonesia
Kebudajaan.
Sedjarah Malaynesia atau Indonesia ini menerangkan bahwa bangsa disini telah
didatangi oleh kebudajaan dan kesofanan dari India jang datang membawa adjaran agama
Hindu dan Buddha kedalam masjarakat negeri ini, sedjak lebih dua ribu tahun dahulu, hingga
kebudajaan dan kesofanan aseli diganti dengan kebudajaan baru menurut kesofanan agama
jang sangat mempengaruhi kehidupan manusia djaman dahulu, kemudian sedjak 600 tahun
dahulu didatangi oleh adjaran Islam, achirnja adjaran Kristian masuk pula bersama-sama
dengan pendjadjah-pendjadjah Eropah. Meskipun begitu dasar kesofanan aselinja masih tetap
ada, dari karena itu pokok kebudajaan Indonesia masih satu, hanja berbeda didalam pengaruh
jang mempengaruhinja; umpamanja di Bali dan di Djawa, kebudajaannja dipengaruhi oleh
agama Hindu dan Buddha, di Sumatra, Kalimantan, Malaya dan di Sulawesi Selatan
dipengaruhi Islam, di Sulawesi Utara, Maluku dan lain-lain dipengaruhi Kristen; tetapi dalam
pokoknja adalah sama, hingga diwaktu jang achir ini dapatlah saling ambil mengambil hingga
merupakan- satu kebudajaan Indonesia-baru, jang nanti akan menghilangkan dasar-dasar
perbedaan agama, lalu melahirkan Kebudajaan national Indonesia baru jang menurut djaman
dan kemadjuannja jang sesuai dengn kepribadiannja dan kepentingan hidup masjarakatnja.
Bahasa.
Ikatan kebudajaan ini bertambah kuat lagi menarik kepada kesatuan bangsa; ialah
berhubung dengan satu bahasa; jaitu bahasa Melayu jang mendjadi pokok bahasa Kesatuan
Indonesia pada masa ini, jaitu bahasa Melayu pasar jang diaduk tjampur dengan
perkataan-perkataan dari bahasa daerah dan bahasa asing lalu mendjadi bahasa kesatuan; jaitu
bahasa Indonesia jang sedang hidup dan kembang madjunja itu, kesatuan bahasa ini akan
segera menumbuhkan kebudajaan baru jang sesuai dengan keadaan djaman jang mendorong
kepada kemadjuan bangsa.
Djadinja pada masa ini meskipun nusa dan bangsa Melayu (Malaya dan
Kalimantan-Utara) belum bersatu kepada Indonesia, tetapi bahasa Melayu sudah masuk
kepada Indonesia, dengan tidak ketinggalan pula kebudajaannja dan ikatan bahasanja.
Maka dari apa jang diterangkan diatas, adalah mendjadi bukti-bukti jang njata jang
dapat diperiksa dan dianalysis pada masa ini; bahwa Negeri dan orang Melayu senantiasa
dalam keadaan satu dengan Indonesia. Hingga soal darah jang seharusnja banjak tjampurannja
itupun penduduk didaerah ini masih tetap satunja, karena selangkan darah radja-radja jang
mendjadi Sultan di Negeri-negeri Melayu itu berasal darah dari kepulauan Indonesia, jaitu
seperti Sultan-sultan Johor, Pahang, Trengganu, Perak dan Selangor turunan darah
Daeng-daeng Bugis dari Sulawesi-Selatan, keterangan ini boleh didapati dari Kitab Silsilah
Radja-radja Melayu dan Bugis serta Kitab Sedjarah Alam Melayu. Sultan-sultan Johor, Pahang,
Perak, Trengganu dan Kedah dari darah Radja-radja Riaw, Jam-Tuan Besar Negeri Sembilan
asal dari Radja Minangkabau dan Sultan Brunei tjampuran darah Bugis dan Djawa; oleh
demikian orang Melayu itu adalah bangsa Indonesia aseli menurut darah turunannja dan
hubungan kekeluargaannja, bahkan jang sangat dekat hubungannja ialah Sumatra, Kalimantan,
Djawa dan Sulawesi Selatan. Perpisahannja hanjalah oleh dua pendjadjahan, dan sekarang oleh
sebab Negeri-negeri Melayu itu masih didjadjah atau setengah didjadjah oleh Inggris.
Seterusnja diterangkannja, jaitu sedjak dari tahun 1824 (sesudah Perang Napoleon)
Belanda memberhentikan tjita-tjita menaklukkan Malaya dan daerah pusat kekuasaannja jaitu
Kota Melaka diserahkan kepada Inggeris ditukarkan dengan Bengkulen, (Bengkahulu) jaitu
pusat kekuasaan Inggeris, di Sumatra diserahkan kepada Belanda.
Oleh itu dapatlah difahamkan oleh pembatja buku ini, jaitu sedjak Jahun 1824 itulah
petjahnja Negeri-negeri Melayu di Malaya dari Indonesia oleh sebab perbuatan dari
pendjadjahan Belanda dan Inggeris. (Lihat Bab III kitab ini).
BAB II
Didalam Bab I telah diterangkan hubungan dalam perikatan daerah, negara dan darah
orang Melayu dengan Kepulauan Asia Tenggara, kebudajaan dan bahasa segala sesuatunja itu
mempujai hubungan dan perikatan jang kuat diantara satu dengan jang lainnja.
Bagi sesuatu keluarga bangsa jang lahir di daerah kepulauan jang luas bertaburan
demikian banjaknja seperti Kepulauan Indonesia atatu Malaynesia ini dengan sedjarah
kelahiran manusianya sudah ada 50 ribu tahun dahulu, jakni telah ada begitu tua dan lama
tentulah banjak sekali pertjampuran darah, pertukaran kesofanan - kebudajaan, dan melalui
banjak kedjadian-kedjadian perpetjahan serta pertjantuman bangsa dan nusanja, menurut
aliran sedjarah turun-naiknja kekuasaan suku-bangsanja, dan perhubungann aja dengan
kesofanan serta kebudajaan luar negeri. Hal ini sungguh banjak dialami dan dirasai oleh
bangsa dikepulauan ini, di dalam masa kurang lebih enam ribu tahun sedjarah bangsanja
sendiri.
Adapun orang Melayu (Malay-Race) itu, disebut pula oleh penulis Arab dengan nama
orang Djawi atau Djawa. Pada umumnya orang Melayu jang menduduki Asia-Tenggara ini
dapat dipetjahkan kepada beberapa puak suku besar diantaranja ijalah: Melayu, Djawa, Bugis,
Sunda dan Sulu, disampingnja ada beberapa puak-suku jang tidak beragama Islam seperti
orang-orang Batak, Dajak, Kubu, Badoi, Alipuru dan lain-lainnja, diantaranja ada pula
puak-puak jang masih liar seperti Sakai, Kajan dan lain-lainnja. Timbulnja puak suku-suku itu
ijalah karena perubahan-perubahan dalam agama, kesofanan dan pertjampuran dari semasa
kesemasa, tetapi pada pokok asal-usulnja adalah satu, karena memang puak-suku bangsa ini
telah bersatu seperti akan diterangkan sedjarahnja dibawah ini.
Berhubung dengan duduknja daerah ini ditengah persimpangan djalan pelajaran dunia
diselatan Asia, menjebabkan banjak sekalj, pengaruh luar negeri terhadapnja, terutama dari
India dan Tiongkok, kemudiari 400 tahun daerah-daerah ini didjadjah oleh pendjadjahan
Eropah (Anglo-Saxon.) jang membawa pula kesofanan-sofanan barat, tetapi sjukur kepada
kesofanan Melayu jang telah dilahirkan oleh pembangunnja dibeberapa puluhan abad jang lalu,
maka karena keteguhannja itulah hingga hari ini, djiwa dan isinja masih tetap satu dan hidup,
hanja jang berubah, nama dan kulitnja sahadja, seperti mana lain-lain bangsa djuga menerima
perubahan-perubahan menurut aliran djaman, umpamanja orang Roman berubah kepada
Italia, Babylonia berubah kepada Persia dan sekarang djadi Irania, Prussia berubah kepada
German, maka begitulah kita sekarang untuk menimbulkan satu kesatuan.bangsa jang
luas-kuat mengambil perubahah nama; dengan nama “Indonesia” ini hanja nama kasatuan,
dalam djiwa dan isi kebangsaannja tetap sama, dan perubahan nama itu adalah satu
pertumbuhannja jang semakin sybur, seperti ternjata bahasa Melayulah jang mendjadi bibit
bahasa Indonesia.
Sedjarah kelahiran suku bangsa di kepulauan Asia Tenggara ini jang dinamakan
Rumpunan Melayu (Malay-stock) itu telah lahir didaerah kepulauan ini yaitu berpusat di
Kalimantan, kemudian mereka berkembang dan berhubungan dengan orang-orang aseli dari
Bugis. Orang-orang jang pertama datang ijalah orang liar jang berpindah-pindah, jaitu orang
Dravida dari pantai timur India, mereka sampai ke Malaya dan Sumatera, kemudian terus ke
pulau-pulau di timurnja sampai ke Maluku, di Maluku darah mereka masih lebih banjak
seperti didapati kepada orang-orang Alipuru dan puaknja, manakala dipulau-pulau lain sudah
banjak tjampuranja, hanja ada puak-puak sukunja jaitu ora ng Ita dan Igorot di Philipine, orang
Semang di Malaya, sedangkan rumpunan-rumpunan orang aseli di Sumatera, Malaya,
Kalimantan dan Sulawesi banjak tjampuran darahnja dengan orang-orang Mongol jang datang
kemudian, mereka ini terdiri dari kaum Tani, jang suka berpindah-pindah menurut musim dan
mereka bertjampur dengan orang-orang jang datang dahulu daripadanja, lalu membuka tanah
pertanian berkampong desa, tempat-tempat jang diduduki oleh mereka di pinggir-pinggir kali
(sungai) jang besar. Dari pertjampuran orang-orang inilah jang melahirkan kesofanan Melayu
aseli, tempat kediaman mereka jang ramai ijalah di Djawa, Sumatera, Malaya, kemudian
berkembang ke Kalimantan, Luzon, Mindanao, Sulawesi, Maluku, Sunda Ketjil dan sekitarnja.
Mereka tidak beragama, hanja mempunjai kepertjajaan kepada semangat (Anamisma) jaitu
seperti bekas-bekas-nya ada kepada orang Sakai di Malaya, orang Kubu di Sumatera, orang
Kajan di Kalimantan, Toradja di Sulawesi, Tobelo di Halmahera dan lain-lainnja.
Walaupun penduduk aseli sudah ada semendjak 50 ribuan tahun dulu dan
kesofanannja dimulai 6 ribu tahun jang lalu tetapi ditimbang dari aliran sedjarah jang mengenai
dengan kemadjuan dan kedjadian di India dan Tiongkok (Tjina); maka njatalah di
Asia-Tenggara ini sebelum Masehi sudah ada keradjaan-keradjaan ketjil kaum Tani orang
Melayu jang Animisma. Kemudian diantara tahun 500 sebelum Masehi datanglah orang-orang
India beragama Hindu kedaerah ini mengadjarkan agama tersebut kepada
penduduk-penduduk disini. Pada masa itu di India sedang menghadapi perang saudara,
karena serangan-serangan dari kuasa-kuasa keradjaan jang bangkit di India Utara, dan karena
pertentangan mudzahab dikalangan agama Hindu jang dipetjah-petjah-kan oleh kasta-kasta-nja
itu, jang mana agama Hindu/Brahma memegang kekuasaan dan tertinggi di India. Sebab itu
peladjaran Hindu/Visnu dan Hindu/Sjiwalah jang kembang diluar India, djadinja orang-orang
India jang datang itu bukanlah menaklukkan negeri-negeri di timur India ini, tetapi mereka
pelarian-pelarian agama jang datang kenegeri-negeri disini lalu mengadjarkan adjaran
agamanja kepada orang-orang disini. Maka masuklah kesofanan jang berdasar kepada agama
Hindu dikalangan bangsa orang-orang Melayu, dan pemerintahan keradjaan.nja menurut dasar
agama Hindu, serta banjaklah pelarian-pelarian agama dari India itu berkawin dengan
puteri-puteri Radja atau/pembesar-pembesar disini, serta ada pula jang sampai mendjadi
Radja, tetapi sama sekali tidak ada hubungannja dengan keradjaan di India jang sedang
berperang kasta masa itu; bahkan diantara tahun 250 Sebelum Masehi kuasa agama Hindu di
India digantikan oleh kuasa agama Buddha dengan bangunnja Keradjaan Maharadja Asoka,
menjebabkan bertambah banjak orang-orang agama Hindu lari ke Asia Tenggara ini.
Meskipun kerajaan Hindu djatuh di India, tetapi anggaran mulai tahun 300 Sebelum
Masehi beberapa keradjaan Melayu beragama Hindu jang ketjil-ketjil telah ada disini
diantaranja ijalah: Langkasuka di Selat-Malaka kemudian lahir, Tarumanagara di Selat-Sunda,
Keradjaan Keling (Kedu), dan lain-lainnja di tanah Djawa. Sri-Vidjaja, Pasai, dan lain-lain-nja di
Sumatra; Pahang, Tamasik (Singapura), dan Bentan (Riaw) di Tanah-Melayu. Tetapi jang
njatanja ijalah sekitar tahun 200 Masehi telah bangun keradjaan Tarumanegara beragama
Hindu menguasai seluruh Pasundan, kemudian menaklukkan daerah-daerah Lampong,
Indragiri, Pulau Bentan sampai ke Tamasik .(Singapura), Keradjaan Kutai di Kalimantan-Timur
pada tahun 600 Masehi. Keradjaan Hindu Keling (Kedu) menguasai seluruh Djawa-Tengah
kemudian ke Timur hingga Bali dan Keradjaan Hindu Minasambu berkuasa di
Sumatera-Timur, disamping itu beberapa banjak keradjaan ketjil-ketjil jang sebentar-bentar
bangun, sebentar-sebentar hilang ditakluk oleh kuasa keradjaan besar jang berdekatan
dengannja.
Pada waktu Keradjaan agama Buddha Maharadja Asoka djatuh di India tahun 1 50
Sebelum Masehi dan di India bangun kembali kuasa keradjaan-keradjaan Hindu/Brahma;
tetapi di Asia Tenggara ini masih berkembang djuga agama Hindu/Sjiwa dengan tidak ambil
tahu akan apa jang terdjadi di India, bahkan anggaran tahun 500 Masehi mulai pula kembang
agama Buddha dinegeri-negeri ini, padahalnja di India kuasa agarna Buddha itu didalam
kekalahan dan hilang pengaruhnja, jang kemudian hanja dapat mempertahahkan
kedudukannja di Pulau Serendip (Ceylon) dan di Bengal sahadja.
Sungguh pun agama Buddha hilang di India, tetapi makin luas berkembangan di Asia
Tenggara dan banjaklah keradjaan-keradjaan beragama Hindu bertukar mendjadi keradjaan
agama Buddha, dan achirnja anggaran tahun 600 Masehi bangunlah Keradjaan Melayu agama
Buddha Sri-Vidjaja memerintah Palembang dan Minangkabau bernama Keradjaan Pamalayu
(Melayu) Sri Vidjaja jang kemudiannja dapat menaklukkan Keradjaan-keradjaan Hindu
Tarumanagara, Mataram, Inderagirii Bentan, Temasik achirnia menguasai seluruh Sumatra,
Pulau Djawa, Tanah Melayu, Kalimantan, Sunda Ketjil, Maluku, Pulau Pahlawan, Mindanau
dan lain-lain-nja, bahkan Keradjaan Hindu Mataram Tua diganti dengan Keradjaan Mataram
Buddha diperintah oleh adik Maharadja Sri-Vidjaja jang sedang madju dengan gemilangnja
mempersatukan seluruh Indonesia atau Malaynesia ini kepada satu pusat pemerintahan jang
berdasar kepada kesofanan tatatertib agama Buddha dan suku bangsa Melayu.
Meskipun pada abad ke-9 Masehi pernah Tentara Djawa menjerang pusat Sri-Vidjaja di
Palembang dan ada kedjadian pemberontakan jang menjebabkan pusat pemerintahan
Sri-Vidjaja berpindah ke Mataram buat beberapa tahun, tetapi pemberontakan itu dapat diatasi
dan pada achir abad itu Sri-Vidjaja makin besar kuasanja, hingga menaklukkan
KeradjaanTjempa, Kambodja dan Anam di Indo Tjina, bahkan tahun 1005 Masehi
membangunkan Tjandi Buddha di Nagapatam (Bangel ?) dan di Nilanda di Burma, masa itu
Maharadja Paladewa (agama Budha) jang memerintah di Bangel bersahabat baik dengan
Maharadja Purbadewa di Sri-Vidjaja.
Di djaman itu, Sri-Vidjaja mendjadi pusat kekuasaan dan peladjaran agama Buddha di
Asia Tenggara, ulama-ulama Buddha dari Ceylon, Bangel, dan Tiongkok sering datang beladjar
ke Sri-Vidjaja, Ulama Besarnja ialah Dharma Kirti, hingga ulama besar Buddha di Bangel
bernama Depankara itupun pernah berguru kepadanja di Sri-Vidjaja, begitu pula ulama-ulama
Buddha dari Tiongkok seperti: I Tsing, Tjoa Dju Kuo dan lain-lain-nja datang melawat dan
berguru kepada Dharrna Kirti, bahkan menurut riwajat; Sri-Vidjaja pernah pula menjerang
Pulau Serendip (Ceylon).
Kuasa Sri-Vidjaja telah djatuh pada abad ke-13 Masehi, jaitu pada mula-mula-nja
anggaran dalam tahun 1250 Masehi telah timbul perang saudara, menjebabkan beberapa
Radja-radja dan Rakjat-Rakjat keluar dari Palembang membuka negeri-negeri baru ke Tanah
Melayu (Malaya), Kalimantan, Mindanau, Sulawesi, dan lain-lain-nja, serta tidak mau lagi
tunduk kepada Sri-Vidjaja di Palembang, diantaranja ialah Radja Singapura jang mana bangun
keradjaan sendiri mulai tahun 1280 Masehi itu. Achirnja .pada tahun 1292 Masehi Sri-Vidjaja
jang berpusat di Palembang itu dikalahkan oleh Keradjaan Djawa Hindu Tumapel (Singosari).
Adapun orang-orang agama Hindu/Sjiwa di Djawa meskipun ditakluk oleh
Sri-Vidjaja, tetapi disitu daerah di Djawa Timur tetap mereka mempertahankan kekuasaannja
dengan mendirikan Keradjaan beragama Hindu Kediri dan mengadakan perlawanan kepada
kuasa-kuasa keradjaan agama Budha Mataram di Djawa dan Keradjaan Sri-Vidjaja, oleh
itulah disebutnja didalam kitab Nagarakartagama katanja:
„Wira-wiri Keradjaan Pamalayu Sri-Vidjaja", karena pada perasaan orang Djawa Hindu,
Sri-Vidjaja adalah sebagai musuhnja jang mundar-mandir. Dan berkali-kali mereka datang
menjerang Palembang, tetapi tidak dapat dikalahkannja. Baru pada tahun 1292 angkatan
perang Singosari dapat mengalahkan ibu kota Sri-Vidjaja di Palembang dan meruntuhkan ibu
kota Budha Sri-Vidjaja
Madjapahit telah djatuh kuasanja pada pertengahan abad ke-15 Masehi, jang achirnja
tahun 1478 Masehi dihantjurkan oleh Keradjaan Djawa Islam Demak.
Adapun keturunan Radja Sri-Vidjaja jang membuka Singapura pada achir abad ke-13
itu, kemudiannja dikalahkan oleh Madjapahit seperti diterangkan diatas, dan pada anggaran
tahun 1380 Masehi membuka Keradjaan Melayu Malaka, dan masuk agama Islam tahun 1409
Masehi. Dengan demikian bangkitlah satu Keradjaan Melayu berdasar agama Islam dengan
memakai gelaran „Sultan". Keradjaan Melayu Malaka selama abad ke-15 Masehi telah berkuasa
menaklukkan seluruh Tanah-Melayu sampai ke Petani dan Ligor, Bentan (Riaw-Lingga),
Sumatra, Brunai (termasuk Serawak), dan Tandjong Pura di Kalimantan Barat, serta
berkembanganlah pengaruh Islam sampai ke Pulau Pahlawan, Mindanau, Maluku, serta
Sulawesi. Meskipun masa itu telah bangkit djuga Keradjaan Islam Pasai (Atjeh), tetapi
keradjaan itu dapat ditaklukkan oleh Sultan Malaka pada pertengahan abad ke-15 Masehi. Pada
djaman inilah kuasa Keradjaan Melayu Islam mempengaruhi seluruh Kepulauan Indonesia ini,
bersahabat baik dengan Ratu Madjapahit dan dengan Maharadja Tiongkok, mereka
utus-mengutus surat serta perwakilan persahabatan.
Di Djawa dan Sunda Ketjil masih dikuasai oleh Keradjaan Hindu Madjapahit, dan
Keradjaan Malaka merasa tidak senang kepada Madjapahit, seperti tersebut didalam Hikajat
Hang Tuah, jaitu meskipun Sultan Malaka bersahabat dengan Ratu Madjapahit, tetapi ada rasa
persaingan, dalarn Hikajat itupun menjebutkan „Gadjah Mada tjelaka", serta .mentjeritakan
Ratu Madjapahit dan Gadjah Mada berusaha mau membunuh Hang. Tuah dan menaklukkan
Sultan Malaka jang meskipun sudah djadi menantu Ratu Madjapahit.
Dalam Sedjarah Melayu dan Hikajat Hang Tuah, teranglah kemadjuan dan kebesaran
Sultan Malaka adalah melalui diplomasi, hingga Ratu Madjapahit menjerahkan Inderagiri,
Palembang, Pulau-pulau Djemadja, Siantan dan Bunguran kepada Sultan Malaka, kedjadian ini
diantara tahun 1450-1470 Masehi jaitu sebelum Riwajat Madjapahit tammat dikalahkan oleh
Keradjaan Islam Demak.
Keradjaan Melayu Islam Malaka selama abad ke-15 itu, mendjadi pusat kesofanan
berdasar agama Islam, hingga seluruh daerah jang dibawah kekuasaannja Rakjat memeluk
agama Islam, akan tetapi pada achir abad tersebut, jaitu sesudah mangkat (meninggal)-nja
Sultan Mansur Sjah dan Laksamana Hang Tuah, kemadjuannja telah terhenti, kemudian dalam
tahun 1511 Masehi pusat pemerintahannja di Kota Malaka telah diserang dan dikalahkan oleh
Portugis, jaitu bangsa Eropah jang mula-mula datang mendjadjah ke Asia Tenggara ini. Dan
sesudah abad ke-16 Masehi, Sedjarah Malaynesia adalah mentjatatkan sedjarah jang kelam,
lemah, djatuh kedalam lembahan pendjadjahan, didjadjah oleh pendjadjah-pendjadjah dari
Eropah, jaitu dari Portugis dan Sepanjol, Belanda, Inggeris dan Amerika. Sedjarah bangsa kita
mulai abad itu adalah sedjarah jang menjedihkan.
Sesungguhnjal menurut keterangan sedjarah seperti jang telah dinjatakan dengan
ringkas diatas, tidaklah dapat ditolak lagi, bahwa orang Melayu di Malaya dan
Serawak/Brunei termasuk orang Dajaknja adalah bangsa Indonesia sedjati, dan daerah
Negeri-negeri Melayu itu adalah daerah Indonesia aseli, jang mana bangsa dan nusa-nja masih
didjadjah oleh kuasa asing sebagai kelandjutan datangnja pendjadjahan Eropah ke Indonesia ini
mulai abad ke-16 Masehi, seperti akan didjelaskan sedikit dibawah ini.
Adapun seperti diterangkan diatas tadi bangsa Eropah jang mula-mula datang
mendjadjah ke Asia Tenggara ialah Portugis, jang pada achir abad ke-15 Masehi. sudah
menduduki perlabuhan Goa di India, dari sana datang ke Indonesia menaklukkan Kota Malaka
dengan kekuatan Armadanja.
Dalam tahun 1602, Belanda dan Inggeris datang ke Indonesia ini; jaitu Inggeris masuk
ke Sumatra bersahabat dengan Radja Atjeh, kemudian menduduki Bengkulen. Dan Belanda
bersahabat dengan Sultan Melayu di Johor, kemudian menduduki Bantam di Djawa-Barat.
Persahabatan Sultan Melayu dengan Belanda itu ialah dengan perdjandjian bersekutu untuk
memerangi Portugis di Kota Malaka, apabila Portugis kalah, daerah Malaka kembali kepada
Keradjaan Melayu, dan Belanda dibebaskan berdagang disemua daerah Melayu. Tetapi, oleh
karena tahun 1612 Sultan di Johor dikalahkan dan ditawan oleh Radja Atjeh, maka rentjana
menjerang Portugis terhenti sementara.
Sesudah Radja Atjeh Mahkota Alam mangkat, Sultan Melayu jaitu Alauddin Rikjat Sjah
III dibebaskan kembali memegang kekuasaannja pulang ke Johor, tetapi ta’ berapa lama
mangkat pula, lalu pemerintahan diteruskan oleh puteranja Sultan Abdul Djalil Rikjat Sjah III
jang berhubungan lagi dengan Belanda tahun 1639.
Tahun 1641, Angkatan Perang Melayu dengan dibantu oleh kapal-kapal Belanda
datanglah menjerang Portugis di Kota Malaka, hingga Portugis kalah menjerah diri kepada
Angkatan Perang Melayu dan Belanda. Tetapi, sesudah itu Belanda mendjalankan penipuannja
tidak mau menjerahkan daerah Kota Malaka kepada Johor. Jang demikian petjahlah perang
antara Keradjaan Melayu dengan Belanda, jang mana sesudah 130 tahun berperang dan
bermusuh-musuh-an dengan Portugis, lalulah meneruskan pula peperangan melawan akan
Belanda di Kota Malaka, jang mengambil waktu lebih dari 150 tahun seperti akan diterangkan
lagi.
Akan tetapi pada permulaan abad ke-18 Masehi kuasa Keradjaan Melayu telah lemah,
karena timbul peperangan saudara didaerah-daerah-nja jang masih luas di Semenandjong dan
Sumatra itu, hingga timbullah beberapa buah keradjaan ketjil jang menentang kepada Sultan,
jang mana pada abad itu daerah Keradjaan Melayu jang ber-Sultan ke Johor hanja tinggal Johor,
Pahang dan Pulau-pulau Riaw/Lingga sahadja lagi.
Daerah-daerah lain diutara, ialah: Kedah, Petani, Kelantan dan Trengganu memerintah
sendiri, pada abad ke-18 Masehi mendapat perlindungan dengan membajar ufti-emas
(gold-tribute) kepada Maharadja Siam. Radja Perak jang ada hubungan darah dengan Sultan di
Riaw memerintah sendiri, dan kemudian Selangor dibangunkan oleh Daeng Bugis seakan-akan
tunduk kepada Sultan Perak dan melepaskan diri dari Sultan Melayu jang sudah pindah ke
Riaw.
Adapun pada masa ini peperangan dengan Belanda didjalankan terus oleh Angkatan
Perang Melayu dan Bugis jang sama sekali tidak mau tunduk kepada Belanda, hingga kota
Melaka diduduki oleh Inggris baharulah peperangan merebut kembali kota Melaka berhenti.
Sesungguhnja mulai dari tahun 1511 sampai tiga ratus tahun kemudiannja, kedjajaan
dan kegemilang Sri-Vi jaja, Madjapahit achirnja Melaka itu bukannja sahadja bertambah muram
dan gelap keadaannja, tetapi berpetjah-belah, seluruh nusa dan bangsa Melayu bukan sahadja
menghadapi pendjadjahan-pendjadjahan Portugis, Spanjol, Belanda, dan Inggris, tetapi lebih
sulit lagi ialah lenjapnja pusat pemerintahan jang dapat mempersatukan tenaga bangsa, disana
sini bangunlah berpuluh-puluh bahkan hampir ratusan keradjaan-keradjaan ketjil, hampir
dimana-mana ada satu batang sungai jang agak besar ramai penduduknja, disana berdirilah
satu keradjaan ketjil berdiri sendiri dan berperang dengan negeri-negeri tetangga bangsanja
sendiri jang berdekatan dengannja, disamping itu masuklah pengaruh-pengaruh kuasa asing
untuk mengadu-dombakan negeri-negeri ketjil sama sebangsa Malaya itu sendiri.
Maka dengan begitulah Kuasa Keradjaan Melayu jang berpusat di Riaw, jang tadinja
dibangunkan dan dipertahankan dengan persekutuan Melayu dan Bugis djadi hilang, terutama
sesudah mangkatnja Sultan Mahmud 5jah ke-III tahun 1816 Masehi. Maka Keradjaan Melayu
itupun berpetjah dua; jaitu Putera Sultan jang ke-2 , bernama Tengku Abdul Rachman disokong
oleh pembesar-pembesar jang berpihak kepada Belanda mau didjadikan Sultan di Riaw, hal ini
disetudjui oleh Bendahara di Pahang, tetapi ditentang oleh Temenggung di Johor jang
bertempat tinggal di Singapura menghendaki putera ke-I jaitu Tengku Long djadi Sultan,
pertentangan soal ganti Sultan ini bertahun-tahun lamanja, tahun 1819 dengan disokong oleh
Belanda maka Tengku Abdul Rachmanlah jadi Sultan Melayu di Riaw. Karena pada tahun itu
djuga orang Inggeris Stamford Reffles datang ke Singapura dan berunding dengan Temeggung,
lalu Temenggung setudju menerima Inggeris masuk ke Singapura dengan mengambil Tengku
Long djadi Sultan bergelar Sultan Husain Sjah memerintah Singapura, Johore dan Muar.
Sesudah perang Napoleon di Eropah, maka pada tahun 1824 Belanda dan Inggeris pun
menentuka pembahagian daerah pengaruhnja di Nusantara Melayu (Indonesia) ini, dengan
muslihat Inggeris pada tahun itu djuga Sultan Husain Sjah dihilangkan kuasanja,
pembesar-pembesar daerah seperti : (a) Bendahara di Pahang berdiri memerintahkan sendiri
kemudian bergelar Sultan bernaung kepada Keradjaan Inggeris, (b) Temenggung di Johor
memerintah sendiri kemudiannja bergelar Sultan, dan achirnja mendjadi negeri naungan
djuga kepada Inggeris. Lihat Bab III Pasal 3.
Maka dengan begitulah kuasa Sultan Melayu jang berachir di Riaw beransur-ansur
lemah, jaitu sesudah Keradjaan Melayu itu berdaja-upaja mempertahankan kedudukannja
selama masa anggaran 300 tahun, maka achirnja lenjaplah kuasa Sultan Melayu jang berasal
dari Sri-Vidjaja itu. Di Malaya dan Brunei timbullah Radja-radja atau Sultan-sultan baru jang
djadi perkakas pendjadjah asing, dan Negeri-negeri Melayu bertjerai dari Kepulauan Indonesia
jang lainnja hingga hari ini, ketjuali daerah Kepulauan Riaw/Lingga termasuk Pulau-pulau
Unguran, Siantan, Pulau Laut dan lain-lain-nja sahadja jang masuk kepada Republik Indonesia.
Hal ini adalah akibat pendjadjahan dari Eropah Barat, chususnja Inggeris dan Belanda jang
memetjah-belahkannja. Tetapi bagaimanapun djuga Malaya adalah sebagian dari Nusantara
Melayu jang wilajah, sedjarah dan tumpah-darahnja satu dengan Indonesia itu.
BAB III
4. Djaman pendjadjahan jang sudah masuk kepada 4 abad lamanja ini; jaitu
“Djaman kedjatuhan”.
Setelah melewati empat djaman tersebut, maka mulai bulan Agustus 1945 djaman
Kebangkitan Pertubuhan. Lampiran Sedjarah baru mulai dibuka untuk sedjarah bangsa dan
nusa di Asia-Tenggara ini.
1. Kedatangan Perdjadjah.
Ringkasnja kedataangan pendjadjah ke Nusa dan Bangsa Melayu (Indonesia) ini seperti
diterangkan diatas, jaitu Portugis datang merampas Ibu Kota Keradjaan Melayu Melaka tahun
1511 Masehi, sesudah itu datanglah orang-orang Sepanjol, Belanda dan Inggris mendjadjah
negeri-negeri disini.
Pendjadjah-pendjadjah dari Eropah jang pertama ijalah Portugis dan Sepanjol jang
keluar mengembangkan kuasanja berdasar agama Kristian mulai pada achir abad ke-15 Masehi,
yaitu sesudah mereka itu dikepungi oleh Kuasa-Kuasa Islam di Laut Middertranean,
menjebabkan mereka mentjari djalan ke India dan daerah-daerah timur dengan djalan laut,
mula-mula-nja mereka mendjumpai djalan melalui Afrika Selatan, dan dalam sementara
mentjari djalan ke India itulah pula mereka telah mendjumpai akan djalan ke benua Amerika.
Berhubung dengan timbul perselisihan diantara Portugis dan Sepanjol mengenai perdagangan
didaerah-daerah jang mereka djumpai itu, maka pada tahun 1494 Masehi oleh Ulama Besar
Kristian Pope di Roma, dibahagikannja daerah kekuasaan didunia baru itu kepada dua kuasa
pendjadjahan; jaitu daerah-daerah baru jang didjumpai disebelah timur garis Kepulauan
Tandjung Verde mendjadi daerah kekuasaan Portugis, dan jang dibaratnja mendjadi daerah
kekuasaan Sepanjol, oleh itu Portugislah jang datang menguasai Afrika dan India ke timurnja,
Sepanjol menguasai Amerika dan ke baratnja, jaitu mereka belum tahu jang dunia ini
bulat/bundar seperti bola hingga dalam menentukan kedudukan Sepanjol jang mendjumpai
Pulau-pulau Mindanau, Luzon (Philipine) pada abad ke-16 Masehi itupun; susah akan
mempastikan apakah daerah-daerah kepulauan itu ada di barat atau di timur.
Sementara itu ada awal abad k -17 Masehi orang-orang Belanda dan Inggeris datang
pula dengan djalan Iaut jang dilalui oleh Portugis dan Sepanjol itu, dengan tidak
mengindahkan pembahagian dunia oleh Pope itu, mereka melawan, perang terhadap Portugis
dan Sepanjol, menjerang dan merampas akan kapal-kapal serta kota-kota perlabuhan jang
diduduki oleh kedua-kedua bangsa jang telah dahulu berlajar mentjari daerah-daerah
djadjahan dibahagian timur dan barat dunia ini. Inggris berangkat sebagai serigala laut jang
buas.
Meskipun Inggeris dan Belanda datang ke Malaynesia (Indonesia) ini didalam masa
jang hampir bersamaan; diawal abad ke-17 Masehi itu, tetapi Inggeris memperkuatkan
kedudukannja di India, Afrika Selatan dan Amerika Utara melawan akan Portugis, Perantjis,
Sepanjol dan Belanda, sebab itu Belanda dapat memperkuatkan kedudukannja di Malaynesia
(Indonesia) melawan akan Portugis. Kekuatan Belanda masa itu dipusatkannja di Batavia dan
Kota Melaka, hampir dua abad Belanda bebas menguasai Malaynesia ini dengan hanja
menghadapi Portugis dan serangan Angkatan Perang Radja-radja Melayu dan Bugis sahadja,
jaitu hingga achir abad ke-18 Masehi, sesudah itu Inggeris turut tjampur kedaerah-daerah ini
dengan mula-mula menduduki Pulau Pinang tahun 1786 Masehi dan menduduki Bengkulen di
Sumatra Barat.
Rentjana Belanda dalam abad ke-18 Masehi itu, ijalah mau menguasai seluruh
daerah Malaynesia ini dengan mengalahkan akan Portugis di .Kota Melaka dan di Maluku, dan
menentang masuk tjampurnja Inggeris kedaerah-daerah ini. Tetapi; rentjana Belanda itu gagal
apabila petjah Perang Napoleon di Eropah, jaitu kelandjutan Revolusi di Perantjis, Napoleon
dapat berkuasa membawa tentara Perantjis menaklukkan Italia, Negeri Belanda, Sepanjol, dan
berperang dengan Inggeris. Berhubung itu Inggeris merebut djadjahan-djadjahan Perantjis,
Sepanjol, Italia, dan Belanda, jang ada di Amerika, Afrika, India dan Malaynesia ini. Oleh itu
tahun 1795 Masehi Inggeris mengambil Kota Melaka dari. Belanda, dan tahun 1811 Masehi,
dengan kekuatan sendjata Inggeris mengambil Pulau Djawa seluruhnja. Tetapi dengan adanja.
Perdjandjian Vienna tahun 1815, semua kuasa-kuasa Eropah menentang Napoleon, dan
Belanda turut bersekutu dengan Inggeris, maka pada tahun 1816 Masehi oleh Inggeris
dikembalikannja Tanah Djawa kepada Belanda, kemudian Kota Melaka dikembalikan tahun
1816 Masehi, tempat-tempat kedudukan Inggeris di Malaynesia ini hanja tinggal Pulau Pinang,
dan Bengkulen, kemudian- menduduki Pulau Singapura tahun 1819 Masehi dengan
memisahkan pulau itu dari kekuasaan Sultan Riaw.
Djandjinja djelas oleh kaum pendjadjah dan kapitalis Eropah itu pada awal abad ke-19
Masehi, nusantara negera kita buka sahadja di djadjah, tetapi dibahagi-bahagi, jaitu bertalian
dengan soal-soal politik kaum kapitalis di Eropah, maka mengenai dengan kedudukan
djadjahan mereka di Malaynesia (Hindia Timur) inipun ditentukan. Pada tahun 1824 M;
Inggeris dan Belanda menentukan pembahagian daerah djadjahannja didaerah ini, jaitu
Inggeris memberhentikan rentjana mendjadjah Sumatra, oleh itu Bengkulen djadjahan Inggeris
di Sumatra Barat. diserahkannja kepada Belanda; dan Belanda melepaskan rentjana mendjadjah
Semenandjung Malaya dengan menjerahkan Kota Melaka kepada Inggeris, Keradjaan Melayu
Riaw satu kedudukan Belanda di tanah-air kita ini, serta mereka mengadakan Perdjandjian
mengenai daerah, isi perdjandjian itu sebagai berikut:
4. Inggeris tiada boleh mentjampuri akan hal-ichwal dalam segala perkara jang
mengenai, daerah-daerah di selatan Pulau Singapura, jakni kepulauan Riaw dan lain-lainnja.
Maka dari semendjak itu terpisah atau terpetjah belahlah Malaya dan Singapura dari
Kepulauan Indonesia jang lain-lainnja, bahkan kuasa Sultan Melayu di Riaw pun dengan
sendiri lepas dari daerah-daerah kedaulatannja di Malaya jaitu Pahang dan Johor.
Mengenai dengan pembahagian ini, meskipun Inggeris dan Belanda sedjak dari abad
ke-17 Masehi ada dalam permusuhan berebutkan tanah djadjahan, tetapi mereka senantiasa
satu dalam usaha memasukkan kuasa pendjadjahannja, dan menurut akan putusan-putusan
pemerintahnja di Eropah, istimewa pula pada abad ke-19 Masehi itu Belanda sendiri telah
lemah kedudukannja di Eropah, hingga merupakan satu negeri jang turut kepada Inggeris, oleh
sebab itu pembahagian djadjahan di Asia-Tenggara ini diadakan sedemikian rupa.
Maka sedjak dari Perdjandjian itu, pemerintahan Belanda pun dengan menggunakan
kekuatan sendjata terhadap negeri-negeri ketjil, suku bangsa kita jang berhasil terpetjah-petjah
ketjil itu, pendjadjah berhasil mendjadjah akan Hindia Timur bahagiannja
berpusat di Batavia (Jakarta), dan Inggeris memasukkan kekuasaannja kepada Negeri-negeri
Melayu di Malaya dan Kalimantan-utara dengan segala tipu-daja dan kekuatan sendjata pula.
Adapun pada waktu kedua-dua pendjadjah tersebut membag-bagi2- kan Hindia Timur
ini; negeri-negeri Keradjaan-keradjaan ketjil orang-orang Melayu, Djawa, dan Bugis belumlah
lagi dapat dikuasai oleh mereka seluruhnja, hanja jang dikuasai oleh mereka, tempat-tempat
pusat perlabuhan dagang jang penting jang dibuka oleh mereka itu sendiri, umpamanja
Singapura, Batavia, Makasar, dan lain-lain-nja.
3. Tekanan Pendjadjahan.
Pada tahun 1824 Masehi itu, Negeri-negeri Melayu seluruhnja masih Merdeka penuh,
Inggeris hanja menduduki akan Pulau Pinang, Kota Melaka dan Pulau Singapura sahadja, jang
dinamakan Negeri Selat. Lima puluh tahun lamanja Inggeris mendjalankan infiltrasinja
baharulah dapat masuk mentjampuri hal negeri-negeri Melayu, jaitu manakala mereka berdaja
mengadakan Perdjandjian Pangkor dengan Sultan Perak tahun 1874 Masehi dan 40 tahun
kemudian baharulah seluruh Melayu dapat dikuasai oleh Inggeris jaitu tahun 1914 Masehi.
Tekanan pendjadjah terhadap Negeri-negeri Melayu itu ialah dengan mendjalankan dua
policies (dasar), jaitu:
Dasar ini adalah satu muslihat jang terutama sekali didjalankan oleh Belanda dan
Inggeris di Hindia Timur ini, jangmana Belanda-lah jang pertama mendjalankannja; jaitu
memetjahkan kekuasaan Radja-radja Djawa, mulai pada abad ke-17 Masehi, untuk meluaskan
kuasa Kompeni Belanda (V.O.C.) berpusat di Batavia. Kemudian apabila Inggeris turut tjampur
mendjadjah ke daerah ini, maka usahanja bukannja sahadja memetjah dan mengadu-dombakan
dengan membangunkan Keradjaan-keradjaan ketjil orang Melayu, tetapi menghapuskan Sultan
negeri-negeri ketjil jang menentang pendjadjah, dan membangunkan Sultan-sultan baru buat
daerah ketjil jang mendjadi alat untuk mendjadjah orang Melayu, seperti mana adanja
Sultan-sultan Melayu jang masih ada sekarang, jang seterusnja djadi alat pendjadjah Inggeris.
Pada pertengahan abad ke-19 meskipun Belanda sudah menguasai Pulau Djawa,
Sumate ra Selatan, Sunda Ketjil, Maluku dan tempat-tempat di Kalimantan Barat, Selatan dan
Timur; tetapi Inggeris di Semenandjung Melayu hanja dapat menguasai akan tiga daerah ketjil;
jaitu Singapura, Pulau Pinang, dan Kota Melaka, ketiga daerah ini adalah kota perlabuhan jang
terpenting di Selat Melaka, dinamakannja daerah-daerah ini Straits Settlement (Negeri Selat),
dan Inggeris sudah pernah membuka Pulau Labuan dibarat Brunei tahun 1800 tetapi tidak
djaja.
Dengan tiga daerah Negeri Selat itulah Inggeris mendjalankan dasar pintu terbuka
(open door policy) terhadap Negeri-negeri Melayu jang sedang berpetjah-petjah masa itu.
Adapun sebab-sebab-nja dasar ini dibawa, ialah karena Inggeris bertudjuan kepada
pemasukan Modal untuk untung, oleh itu jang djadi pokok usahanja mendapatkan pasar
dagang dan bahan-bahan mentah, untuk ini perlu membuka negeri jang didjadjahnja untuk
kepentingan Modal dan untungnja. Sebab itu dibukakannja kota-kota perlabuhannja kepada
Buruh-Buruh murah dari Tiongkok Selatan dan dari India Selatan.
Sebenarnja, dasar ini telah dimulakan oleh orang Belanda J.P. Coen jang mula-mula
menaklukkan Bantam membuka Batavia diawal abad ke-17 Masehi. Rentjana dialah jang
pertama mendjalankan usaha memasukkan orang-orang Tionghoa sebanjak-banjak-nja, untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan jang dihadapinja terhadap perlawanan jang dilakukan oleh
orang-orang Melayu, Bugis, dan Djawa masa itu. Ini adalah dasar istimewa jang ditentukan
oleh J.P. Coen sendiri pada mula-mula menduduki Pulau Djawa. Dasar ini diturut pula oleh
Stamford Reffles (Inggeris) pada waktu membuka Singapura tahun 1819.
Dalam menjelenggarakan dasar pintu terbuka ini, Inggeris lebih berdjaja untuk
membukakan Malaya dan Serawak/Brunei kepada Buruh-Buruh murah Tionghoa dan India,
kedjajaan ini ialah oleh karena : (I) Kedudukan Negeri-negeri itu dekat dengan Tiongkok-
Selatan; dan Inggeris mempunjai perlabuhan Hongkong untuk memudahkan membawa Buruh
Tionghoa masuk kedaerah kekuasaannja, (II) India djadjahan Inggeris jang buruhnja dengan
mudah dapat dibawa ke Negeri-negeri Melayu, dan (III) Penduduk orang-orang Melayu tidak
tjukup ramai untuk mengatasi Buruh-Buruh dari luar itu, seperti mana keadaan di Djawa. Oleh
itu dengan mudahlah Inggeris mengangkut akan Buruh-Buruh dari kedua-dua bangsa tersebut
untuk mendjadi alat pendjadjahannja, hingga dalam masa jang pendek Negeri-negeri Melayu
mendjadi daerah bangsa tjampuran (Kosmopolitan) jang paling hebat di Asia ini. Djadinja
dengan dasar pintu terbuka ini, dengan sendirinja menindas kepada hak politik dan ekonomi
orang Melayu jang dikatakan oleh Inggeris mau dilindunginja itu.
Dasar ini, Belanda di Indonesia tidaklah begitu djaja, karena djadjahannja di Tiongkok
tidak ada, dan ketjepatan perkembangan penduduk Pulau Djawa segera dapat mengatasi akan
bilangan bangsa-bangsa lain jang dimasukkan ke Batavia dan lain-lain kota jang dibuka oleh
Belanda di Indonesia ini, meskipun ada kurang lebih dua djuta orang-orang Tionghoa jang
dimasukkan ke Indonesia, tetapi bilangan itu tidaklah dapat mengatasi bilangan bangsa
Indonesia aseli jang lebih 70 djuta orang itu, Indonesia selamat dari pada bahaja Kosmopolitan
jang sangat membahajakan itu, ketjuali Kalimantan-Barat dan Sumatra Timur ada merasa akan
desakan jang seakan-akan2 di Malaya itu.
Sesungguhnja semendjak pertengahan abad ke-17 sampai abad ke-19 Masehi itu, Inggris
dan Belanda dengan kekerasan menekankan kekuasaan pendjadjahannja masuk keseluruh
Indonesia (Malaynesia) ini, meskipun Belanda dalam waktu permulaan kembali ke Djawa
menghadapi Revolusi Diponegoro, di Sumatera timbul Revolusi Imam Bondjol dan perlawanan
Atjeh jang dipimpin oleh Teuku Umar, Tjut Njak Dien dan hulubalang pahlawan-nja jang
gagah-berani, di Kalimantan dilawan oleh Panglima Batur, seterusnja di Sulawesi, Sultan
Hasanuddin, Daeng-daeng Bugis tetap melawan Belanda. Keturunan Daeng Rilaka Lima,
puteranja menjerang Belanda di kota Melaka dan menduduki Riaw, Johor dan Pahang.
Persatuan Melayu/Bugis berpusat di Riaw masih meneruskan perlawanannja, pun pula di Bali,
Maluku dan lain-lain-nja mengadakan perdjuangan menolak kekuasaan Belanda, tetapi pada
umumnja mudah diatasinja dan dengan aman dapatlah Belanda memasukkan kuasa
pendjadjahannja dengan menimbulkan Radja-radja dan pembesar-pembesar jang mendjadi alat
pendjadjahan, membangunkan pemerintahan Hindia Timur Belanda ditanah air kita ini.
Begitu pulalah halnja dengan Inggeris di Negeri-negeri Melayu, meskipun ada
perlawanan jang dilakukan oleh pembesar-pembesar seperti Dato’ Haji Said Nening, Sultan
Abdullah dan Dato’ Sagoh di Perak, Radja Mahadi di Selangor, Dato’ Kaja Bahaman di Pahang,
dan lain-lain-nja, semuanja itu perlawanan setempat-setempat, bersendiri-sendiri jang pokok
perlawanannja tidaklah bertudjuan menolak tjampur tangan kuasa asing; tetapi bersebab
mengenai soal padjak/tjukai tanah, soal pension dan sebagainja.
Lebih djauh ditjatat oleh Sedjarah, ialah Buruh-Buruh murah dari Tiongkok dan
pendjahat-pendjahat, gangster-gangster dari Tiongkok selatan itu adalah alat pendjadjah jang
terpenting kepada Inggris untuk menghisap dan mengantjam Rakjat Bumiputera Malaya,
bilamana di djelaskan setjara djudjur hal ini mungkin tidak dirasai oleh orang-orang Tionghoa
jang datang ke Asia-Tenggara ini, duduknja hal ini ijalah
I. Kota perlabuhan Negeri Selat dibukakan pintunja oleh Inggeris dengan seluas-luas-nja
kepada orang-orang Tionghoa masuk, dan diantaranja ada pula pemimpin-pemimpin
pertengahan jang berdjiwa opportunis, berdjiwa kapitalis, tjari untung, mereka ini mendjadi
Rakjat Inggeris (British subject) sebagai penduduk Negeri Selat (Singapura, Kota Melaka dan
Pulau Pinang).
II. Dari ketiga-tiga perlabuhan Negeri Selat, beribu-ribu-lah orang Tionghoa masuk
kenegeri-negeri Melayu jang bersultan, mereka mendjadi kuli lombong mengeluarkan hasil
timah dan lain-lain-nja, dan sebahagian besar mengadakan kekatjauan didalam negeri,
merampok, menjamun, dengan membangunkan kongsi gelap jang memang terkenal
dikalangan masjarakat Tionghoa suka mengerdjakan kedjahatan demikian dengan
kongsi-kongsi gelapnja seperti tertjatat dalam hikajat Abdullah, “The Yellow Slough”
(English).
VI. Inggeris mendatangkan bantuan jaitu pasukan jang terdiri dari orang India dan
Gurkha dengan membuat surat-surat Perdjandjian memasukkan Negeri Melayu jang meminta
bantuan itu kepada „Naungan” Keradjaan Duli Jang Maha Mulia Baginda King Inggeris".
Semua negeri-negeri ini bernaung atau berlindung atas dua sebab, jaitu : (I) ,.Perang
saudara" jang kemenangannja diterima oleh pihak jang meminta bantuan Inggeris, dan (II)
Disebabkan oleh kekatjauan jang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa serta orang Tionghoa
Rakjat Inggeris didapati terbunuh, begitulah pembangun-pembangun Pendjadjahan
Inggeris-Raya meluaskan djadjahannja, dengan djalan aman mereka telah mendjadjah seluruh
Negeri-negeri Melayu, dan tertjerailah dari kesatuannja dengan Indonesia, dengan bangunnja
Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu-Bugis jang baru; mendjadi alat pendjadjahan
Inggeris menekan kepada bangsa Melayu di Negeri-negeri Melayu.
Kemudian tahun 1909 Masehi, Negeri Melayu jang membajar ufti (tribute) kepada Radja
Siam (Thai) diserahkan oleh Keradjaan Siam kepada Inggeris pula, jaitu : Kedah, Perlis,
Kelantan, dan Trengganu, dan masing-masing negeri itu sendiri-sendiri masuk pula kepada
naungan Keradjaan Inggeris. Achirnja Johor jang tadinja diperintah oleh Temenggung,
disjahkan oleh Inggeris, Temenggung djadi Sultan, dan pada tahun 1914 Masehi masuk
bernaung djuga kepada Inggeris, demikian petjah-belah negeri dan orang Melayu itu
didjalankan oleh Inggeris di Malaya, dan terpetjahlah dari daerah Hindia Timur jang lain-lain.
Bahkan Pusat Keradjaan Melayu di Riaw achirnja lenjap semua sekali dihapuskan oleh Belanda
tahun 1913, karena Sultannja tidak mau tunduk kepada kekuasaan Belanda di Batavia.
D. Mengenai Kalimantan-Utara.
Pada abad ke-15, Negeri Brunei termasuk semua daerah Borneo Utara dan Serawak
sekarang adalah termasuk daerah Keradjaan Melayu Melaka diperintahkan oleh seorang besar
bergelar Sang-Adji. Maka sesudah djatuh Keradjaan Malaka, Brunei berkeradjaan sendiri
mendjadi pusat kesofanan orang Melayu dan Sulu-Islam didaerah Kalimantan-Barat dan
Pulau-pulau Sulu, dari sinilah adjaran Islam kembang sampai ke Mindanau, meskipun dalam
antara abad ke-17-18 M. kapal-kapal Portugis dan Sepanjol pernah sampai ke Brunei, tetapi
tidaklah dapat ditaklukkannja negeri itu. Inggeris telah sampai kedaerah, ini sesudah tahun
1800 Masehi dan mentjoba membuka Pulau Labuair dengan persetudjuan Radja Brunei, tetapi
tidak djaja, hingga beberapa lama pulau itu ditinggalkannja begitu sambil orang-orang Inggeris
membuat baik kepada Radja Brunei.
Dalam anggaran tahun 1830 Masehi seorang Inggeris pegawai kepada East India
Company bernama James Brooke, telah, datang ke Brunei, bersahabat dengan Pangeran Hasjim
jang memerintah Negeri Brunei masa itu. Dengan tipu muslihatnja, dia dapat mendjadi
Radja-Putih memerintah bahagian Selatan Negeri Brunei itu, kemudian daerah-daerah-nja
diperluas, hingga djadilah daerah negeri Serawak jang diperintahnja sendiri; terpisah dari
Keradjaan Brunei. Kemudian Serawak djadi negeri naungan Inggeris. Negeri Brunei jang
tinggal ketjil itupun achirnja turut bernaung kepada Inggeris tahun 1880. Dan daerah jang
diudjung Borneo Utara jang disebut British North Borneo; asalnja daerah itu dikuasai oleh
Radja Brunei jang kemudian takluk kepada Sultan Sulu (masuk ke Philipine), daerah itu dibeli
pula oleh British North Borneo Company daripada Sultan Sulu, djadi djadjahan Mahkota
(Crown Colony) Inggeris.
TEKANAN PENDJADJAHAN
INGGERIS DINEGERI MELAYU
Dengan demikian, British Resident atau British Adviser itulah jang mendjalankan
pemerintahan negeri, seperti didjalankan didaerah djadjahan Inggeris, dengan memakai bahasa
Inggeris bersama-sama bahasa Melayu sebagai bahasa resminja, dan berangsur-angsur bahasa
Inggeris djadi bahasa resmi jang terutama. Dengan demikian Negeri-negeri Melayu itu
semuanja sekali dikuasai oleh Inggeris, tetapi hak national Melayu masih diakuinja.
Sebagai akibat dari Inggeris tidak memenuhi djandji melindungi hak bangsa orang
Melayu; sesudah negerinja dipetjah-petjahkan, maka orang Melayu jang telah djatuh sedjak
tahun 1511 M itu; pada abad ke-20 M inipun terus djatuh, bahkan akan dihilangkan sama sekali
dari tanah airnja dengan setjara berangsur-angsur, jaitu dari tahun ketahun akan
berangsur-angsur lenjap dari bumi negaranja sendiri. Naungan atau perlindungan Inggeris itu
sama sekali tidak disempurnakan.
Adapun tekanan jang dilakukan oleh pegawai-pegawai Ingeris, ialah dengan tjara jang
sangat halus dan berangsur-angsur, jaitu Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu jang
masih berkuasa sesudah tahun 1874 itu, diberikan kemewahan dengan pension politik, dan
dibuatkan istana jang indah, serta segala kesenangannja menurut adat-istiadat Melayu dan
agama Islam, sementara itu kekuasaan pemerintah berangsur-angsur masuk kepada tangan
British Resident atau British Adviser, hingga Radja-radja Melayu menjerahkan sahadja, “apa
kata tuanlah", artinja perbuatlah apa jang tuan Inggeris fikir baik untuk mendjalankan
pemerintahan negeri, maka itulah semakin besar kekuasaan dipindahkan kepada
pegawai-pegawai Inggeris, maka semakin banjaklah pension politik jang diterima oleh
Radja-radja dan pembesar-pembesar Melayu jang menjerahkan negerinja itu. Tekanan jang
dimasukkan itu dari Negeri Selat, tiga perkara sama-sama ditekankan masuk kenegeri-negeri
Melayu, jaitu : Modal, Buruh-murah, dan Kuasa memerintah, sebegitu banjak Modal
dimasukkan begitu pula Buruh mengikut masuk, dan begitulah kekuasaan pegawai-pegawai
Inggeris meluas masuk, dan negeri dibuka (exploitasi). Sebab itu dapat dilihat aliran gerakannja
masuk, dari selatan dan barat Malaya menudju keutara dan timur, berhubung itulah
negeri-negeri dibahagian utara-timur seperti Pahang, Trengganu dan Kelantan belum begitu
meluas dibuka oleh Modal Inggeris; djika dibandingkan dengan Perak, Selangor, Negeri
Sembilan dan Johore jang dibarat selatannja.
Susunan Pemerintahan jang didjalankan oleh Pendjadjahan Inggeris didalam
mendjalankan pernaungannja kepada Negeri-negeri Melayu itu ialah :
Dengan gambaran seperti diatas, maka teranglah, kekuasaan memerintah ada disatukan
kepada Gubernor di Singapore; dan Negeri-negeri Melayu jang diperintah itu dipetjahkan
sedemikian rupa, hingga orang-orang Melayu itu petjahlah kepada beberapa daerah
Kesultanan atau keradjaan ketjil jang tidak berarti apa-apa itu. Maka terpetjah belahlah
orang-orang Melayu itu dengan keadaan jang tertekan gerakan politiknja, dan mati rasa
kebangsaannja, jang hidup hanja rasa kedaerahannja jang membawa kepada kemunduran dan
kelemahan bangsanja.
3. Tekanan Ekonomi.
Dalam waktu Inggeris mengadakan tekanan politik mengambil kekuasaan
pemerintahan di Negeri-negeri Melayu itu, didjalankan bersamaan dengan tekanan ekonomi,
jaitu:
b. Buruh-buruh murah jang dimasukkan dari Tiongkok dan India itu, bukan sahadja
mereka mendjadi alat exploitasi Modal-modal Eropah di Negeri-negeri Melayu; tetapi
mendesak kepada kehidupan orang Melayu disegala lapangan hidupnja.
c. Dari pasar perdagangan jang baru dibuka oleh modal-modal asing itu, orang Melayu
terpaksa undur keluar dari daerah-daerah kota jang baru itu, karena desakan modal dan
pedagang-pedagang asing jang datang semakin ramai menurut Buruh dan perusahannja.
Sekarangpun, dapat dibuktikan dari kota-kota jang baru, seperti Singapore, Kuala
Lumpur, Ipoh, Pulau Pinang, dan lain-lainnja, orang Melayu diusir keluar kota, ketjuali di
dikota-kota lama seperti Kota Bahru, Kuala Trengganu, Alor-Star, Pekan, dan lain-lainnja;
masih didapati pedagang-pedagang dan pengusaha-pengusaha orang Melayu setjara primitive
dengan sedikit kemadjannja.
Ringkasnja, didalam arti ekonomi, orang Melayu bukan sahadja terbiar tidak diberi
perlindungan (naungan), tetapi ditekan dengan sehebat-hebatnja, hingga achirnja kehidupan
orang-orang Melayu didalam keadaan jang melarat dan miskin diatas tanah airnja jang
makmur, subur, dan kaja itu. Kehidupannja hanja mendjadi kaum tani dan nelajan (penangkap
ikan) dengan system jang sangat primitive seperti kehidupan datok-neneknja seratus tahun
dahulu, kaum-kaum tani Melayu itulah jang memenuhi desa-desar diluar kota, dan
dihulu-hulu negeri, dan kaum nelajannja jang menduduki pantai laut, jang hidupnja dengan
keadaannja jang terbiar, bahkan terdesak oleh modal-modal asing jang memeras akan hasil
pekerdjaan mereka untuk diperdagangkan, tidak ada sesuatu perlindungan, pengawasan, dan
pimpinan dari pemerintahan jang mengaku akan melindungi hak keselamatan orang Melayu,
sebaliknja jang diberi perlindungan; ialah perusahaan-perusahaan Modal asing, padahalnja
perusahaan-perusahaan lombong (tambang) asing itu, tidak sedikit merusakkan
pertanian-pertanian Rakjat dihilir sungai jang dihulunja ada tambang-tambang timah.
Ringkasnja, perlakuan tekanan ekonomi jang ditimpakan kepada orang Melayu tersangatlah
berat, tetapi dunia tidaklah mengetahuinja.
Djadinja, begitulah rupanja hasil Naungan dan perlindungan jang Inggeris djandjikan
kepada orang Melayu pada achir abad ke-19 M jang lalu, jaitu: hak politik dan pemerintahan
orag Melayu dirampas dengan melalui nasehat-nasehat pegawai-Inggeris jang diwadjibkan
diterima oleh Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu, hak ekonomi didesak dan
dihempit didalam segala lapangan hidup kemudian propaganda didjalankan untuk menindas
terus akan orang Melayu achirnja berdjalanlah tindakan mengadakan dasar baru jang akan
melenjapkan hak bangsa, jaitu dengan mengadakan Malayanization Policy (Dasar
me-Malayan-kan) kepada Negeri Melayu, dasar inilah jang ditekan oleh Inggeris kepada
Negeri-negeri Melayu pada awal abad ke-20 ini, jang akibatnja Hak bangsa orang Melayu
dilenjapkan, digantikan oleh kedudukan hak „bangsa Malayan ", sebagai anak jang dilahirkan
oleh Inggeris-Raya di Asia Tenggara ini seperti akan diterangkan di Bab V.
4. Politik adu-domba tjara baru dan tuntutan hak orang-orang Kosmopolitan.
Sementara itu, Politik adu-domba Inggeris di Malaya di abad ke-20 ini ditukar dari tjara
abad jang Ialu, jaitu tjara baru dengan mengadu-dombakan orang Melayu dengan
penduduk-penduduk bangsa asing jang ada di Malaya, jang telah djadi penduduk
Kosmopolitan (berbagai-bagai bangsa) itu.
Penduduk Kosmopolitan itu terutama dari orang-orang Tionghoa dan India lah jang
djadi penduduk asing jang ramai dan madju di Malaya, mereka ini didatangkan mendjadi alat
pendjadjahan Inggeris menekan akan orang Melayu, jaitu sesudah politik dan ekonomi orang
Melayu tertekan, maka orang-orang bangsa asing jang berada di Negeri-negeri Melayu
menuntut pula haknja kepada Inggeris, agar mereka diberi hak sebagai penduduk anak negeri
di Malaya.
Dengan ini, maka politik adu-domba Inggeris berdjalan terus; jaitu, tuntutan
orang-orang bangsa asing didjawab dengan mengatakan: „Negeri2 Melayu hanja dinaungi oleh
Inggeris jang berhak orang Melayu; Dan kepada orang Melayu jang menuntut perlindungan
hak sepenuhnja kepada Inggeris, didjawab; „Orang Melayu harus mengerti; kemakmuran
negeri ini karena adanja orang-orang dari luar negeri, dan orang Melayu jang dalam segala
hal tentu tidak dapat menguasai akan negeri”. Berhubung ini dijakinkan pula kepada
pembesar-pembesar Melayu: „Djika Inggeris tidak ada di Malaya, maka hak bangsa Melayu
akan lenjap dikuasai oleh Tionghoa", dengan begitu timbullah pertentangan tuntutan-tuntutan
politik diantara orang-orang Melayu dengan penduduk-penduduk asing itu, demikian
adu-domba baru jang berlaku di Malaya sesudah tahun 1925 sampai sekarang.
Untuk mendjalankan taktik adu-domba itu, dari kalangan orang-orang Inggeris sendiri,
dimuntjulkan dua golongan, jaitu: satu pihak menjokong akan tuntutan orang-orang asing itu,
dan satu pihak mempertahankan hak bangsa orang Melayu, bagaimana adanja pertentangan
dua golongan itu di Negeri Melayu; begitu pula kelihatannja ada dua fikiran di London.
Diantara wartawan-wartawan politik di London jang turut mempertahankan hak bangsa orang
Melayu itu ialah Wartawan George Bilainkin, dia menulis didalam bukunja „Hail Penang";
menjebutkan: „We must ever remember that we are in Malaya not as conquerors but as people
whom Malay rulers invited into Peninsula. We must never allow Chinese to push out Malays
,,artinja: „Kita mustilah senantiasa ingat, jang kita berada di Malaya bukanlah sebagai
pendjadjah, tetapi sebagai orang jang diundang oleh Radja-radja Melayu ke Semenandjong ini.
Kita mustilah djangan membenarkan orang Tionghoa menekan akan hak orang Melayu.
B A B V.
Adapun perdjandjian-perdjandjian jang dibuat diantara tahuri 1874 sampai 1914 jang
Keradjaan Inggeris akan memberikan perlindungan kepada hak national Melayu itu; semuanja
dengan diam-diam dirobek-robek oleh Pegawai Inggeris jang datang memerintah di
Negeri-negeri Melayu, mereka datang bukanlah menjempurnakan dari apa jang ditentukan
mengikut surat-surat Perdjandjian, tetapi datang membukakan Negeri-negeri Melayu,
melenjapkan hak bangsa orang Melayu, menekan kepada bangsa dan nusa orang Melayu,
seperti mana telah terbukti dengan keadaan jang ada sekarang ini di Negeri-negeri Melayu.
Perbuatan Inggeris jang amat bertentangan itu dapatlah dianggap sebagai satu
perbuatan menghantjurkan hak bangsa Melayu, jang mana satu perbuatan jang tidak dapat
dilupakan oleh sedjarah Asia, perbuatan mana masih terang-terang dapat dibuktikan sekarang
ini djuga. Tidak ada daerah jang mendjadi Kosmopolitan begitu rupa didalam dunia ini, tetapi
Negeri-negeri Melayu jang dinaungi Inggeris, tidak ada diabad ke-20 ini bangsa jang mau
dihilangkan hak bangsanja diatas tanah-air pusakanja, tetapi hak bangsa orang Melayu jang
dinaungi oleh Inggeris, jaitu seperti mana direntjanakan oleh pihak Inggeris mau menjerahkan
Negeri-negeri Melayu kepada satu bentukan bangsa baru jang dinamakannja “Malayan
Nationality”.
Adapun perbuatan Inggeris itu djika diteruskannja adalah mendjadi satu tanda hitam
jang djadi kenang-kenangan kepada Asia, dan kita akan menjaksikan seterusnja sampai kemana
perbuatan itu mau diteruskannja.
Sebagai akibat dari 50 tahun open-door policy (politik membuka pintu) jang didjalankan
oleh Inggeris di negeri-negeri Melayu, dengan tidak mengindahkan kepentingan dan
keselamatan hak bangsa orang Melayu, maka sebelum tahun 1941 didapati daripada bilangan
kurang lebih 6 djuta orang penduduk Malaya dan Singapura: 45 % Melayu dan Indonesia, 39 %
Tionghoa, 14 % India, dan kurang dari 2 % lain-lain bangsa. Tetapi sebahagiah besar
orang-orang Tionghoa berada di Singapura. Djadinja penduduk Malaya sendiri didapati 54%
orang Melayu-Indonesia; 32% Tionghoa; lebih 14% Indian, dan lebih 1% lain-lain bangsa.
Orang-orang Melayu-Indonesia itu, pada umumnja adalah kaum tani penduduk desa jang
mendjalankan pertanian setjara primitive (kuno) karena mereka terbiar dengan keadaan tjara
lama. Selang penduduk Kosmopolitan mendjadi penduduk kota-kota baru jang dibuka oleh
Inggeris.
Tudjuan Inggeris sesudah Perang dunia ke-I, ialah dengan merentjanakan djalan akan
menghilangkan semua sekali hak national orang Melayu dengan tjara beransur-ansur, langkah
jang mula-mula-nja; ditukarnja nama Malay Peninsula (Semenandjong Melayu) mendjadi
„Malaya”, dan kadang-kadang ditulis British-Malaya.
Pada djaman politik ini direntjanakan di Malaya, memanglah perasaan bersatu diantara
bangsa-bangsa Asia masih sangat tipis, terutama di Malaya; penduduk Kosmopolitan itu
senantiasa bertentangan didalam arti kehidupan, kesofanan, dan kemauannja, maka jang dapat
djadi orang perantaraan didalam perselisihan atau pertentangan orang Kosmopolitan-Asia di
Malaya itu ialah orang Eropah (Inggeris) jang mendjalankan pemerintahan. Oleh itu taktik ini
berguna sangat dipakai untuk memperkuatkan kedudukan Inggeris di Malaya, jaitu berdiri
diatas Malayan.
Djadinja, tudjuan chusus jang terkandung didalam politik Inggeris mau melenjapkan
hak national orang Melayu dengan memberikan Negeri-negeri Melayu mendjadi hak
kepunjaan bersama diantara Tionghoa, India, Serani (Indo), Melayu, dan Inggeris, serta
lain-lain-nja dengan nama „Bangsa Malayan" itu, ialah melahirkan satu bangsa ketjil di Asia
Tenggara ini jang nanti senantiasa menggantungkan diri kepada Inggeris, lantaran dikalangan
bangsa ketjil baru itu sendiri tidak akan rukun, oleh karena perbedaan hidupnja itu, hingga
selamanja mereka hidup sebagai anak jang senantiasa meminta dirukunkan (damaikan) oleh
bapanja, jaitu orang kulit putih (Inggeris).
Pihak Nationalist Melayu meskipun turut tjampur kepada MPAJA, tetapi setelah
melihat suasana tahun 1944 itu mengetjewakan, pimpinannja terus membela kepada tudjuan
asalnja mau mempersatukan Malaya kepada Indonesia Merdeka. Jakni Nationalist Melayu
tetap menolak tudjuan me-Melayan-kan Negeri Melayu, kerana dirasainja itu membahajakan
kepada kedudukan hak nationalnja.
Setelah Djepang menjerah, Inggeris kembali ke Malaya bulan September 1945, tindakan
jang pertama ialah merampas akan kuasa semua Sultan-sultan Melayu dengan menjodorkan
Perdjandjian „Mac Mecheal” supaja ditanda tangani oleh Sultan Melayu, mengaku menjerahkan
kedaulatan negerinja masing-masing kepada Maharadja Inggeris. Dibelakang surat
perdjandjian jang dipaksakan itu ber-bisik-bisik-lah suara menuduh-nuduh jang Sultan-sultan
dan orang Melayu bekerdja-sama dengan Djepang, dan dibawah ugatan dan tuduhan itulah
Sultan-sultan Melayu menanda tangani perdjandjian itu, dan oleh Inggeris dibangunkanlah
Pemerintah Malayan Union jang Malaya sebagai djadjahan langsung dibawah Mahkota
Inggeris, jang akan mendjalankan Rentjana Malayanization-nja.
Dalam usaha mematahkan Revolusi Rakjat di Malaya itu, Inggeris terus berusaha
membentuk bangsa baru di Malaya, jaitu Bangsa Malayan (bukan Melayu atau Malaya, tetapi
Malayan) jang telah lama direntjanakannja itu. Rentjana Malayan itu disokong oleh sebahagian
besar kaum modal Tionghoa dan India, dan lain-lain-nja, dan sangat diusahakan oleh
saudagar-saudagar Inggeris, tetapi sebahagian besar orang Melayu dari golongan manapun
djuga menolak akan Malayan-Nationality itu.
Untuk mengatasi akan penolakan orang Melayu jang tidak mau djadi Malayan itu, oleh
Inggeris segera dipakainja United Malay Nationalist Organization (U.M.N.O.) jang dipimpin
oleh Dato Onn bin Djaafar. ini, tadinja adalah gabungan organisasi-organisasi politik orang
Melayu jang didirikan oleh Malay Nationalist Party tahun 1946, dalam usaha menentang
Malayan Union. Apabila M.N.P. dan organisasi-organisasi sefahamnja keluar dari U.M.N.O.
karena menentang Constitution Federation of Malaya, buatan Inggeris; maka pihak jang
menerima akan Constitution (Undang-udang Dasar) itu tetaplah didalam U.M.N.O, maka
petjahlah dua badan politik orang Melayu, jaitu U.M.N.O. pro-Inggeris, dan M.N.P. dengan
badan sefahamnja membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakjat (PUTERA) meneruskan
perdjuangannja anti pendjadjah, menuntut Kemerdekaan penuh bagi Malaya.
Rakjat Malaya bersatu menolak akan rentjana Federasi Malaya jang dibentuk Inggeris,
dan menolak akan „Malayan Nationality", oleh itu pada awal tahun 1947 badan-badan politik
jang bukan Melayu (Tionghoa, India dan lain-lain-nja) pun, dengan dipimpin oleh Malayan
Democratic Union (M.D.U.) mengadakan badan gabungan bernama All Malaya Council of Joint
Action (A.M.C.J.A.). Pada tgl. 25 Agustus tahun 1947 pihak PUTERA dan A.M.C.J.A.
mengadakan Kongress memadjukan usul (draft) Constitution baru bagi Malaya, dengan
mengambil putusan jaitu: „Semua penduduk-penduduk jang setia mau djadi Rakjat Malaya
mendjadi „bangsa Melayu (Malay-Nationality). Tetapi usul dan putusan Kongress ini ditolak
oleh Pemerintah Inggeris, jang akibatnja membawa kepada pertempuran jang berdjalan di
Malaya sekarang.
Inggeris dukung kepada U.M.N.O., dan dengan U.M.N.O- lah Federation of Malaya
dibangunkan, jang kemudian disokong oleh Malayan Chinese Association, Malayan Indian
Congress, Malayan Ceylonese Association, dan Malayan Association (Orang-orang Eropah) dan
lain-lain badan jang menghendaki adanja bangsa Malayan jang terpetjah-petjah sedemikian
rupa.
U.M.N.O jang tadinja menerima anggauta hanja untuk golongan orang Melayu sahadja
dan menolak orang lain bangsa masuk djadi bangsa Melayu, lalu tahun 1950 mengambil
langkah sebaliknja, jaitu akan menerima orang-orang bukan Melayu masuk anggauta U.M.N.O,
bahkan lebih aneh lagi jaitu menerima tudjuan mendjadikan orang Melayu djadi bangsa
Malayan (Malayan Nationality), artinja menghapuskan hak bangsa Melayu
(Malay-Nationality), meskipun umunmja pengikut-pengikut-nja tidak mau, tetapi
pemimpin-pemimpin besarnja mau djadi bangsa Malayan, demikianlah bangsa Melayu akan
dilenjapkan haknja didjadikan Malayan, dan tanah air orang Melayu dibahagi-dibahagi-kan
djadi hak kepunjaan bersama oleh orang-orang Kosmopolitan. jang dibawa oleh. Inggeris ke
Malaya.
6. Alasan mendjadikan bangsa Malayan.
II. Kemadjuan Malaya sekarang adalah dibuka dengan modal dan tenaga
bangsa-bangsa jang baru datang itu, oleh itu Malaya harus djadi kepunjaan bersama diantara
bangsa-bangsa jang menduduki Malaya
Alasan-alasan dan pandangan ini ditentang oleh orang Melayu sedjak dari mula-mula
fikiran itu dilahirkan, tetapi rupa-rupa-nja Pegawai-pegawai Tinggi Inggeris sambil mengaku
akan melindungi hak bangsa Melayu sambil merentjanakan Malayanization Policy untuk me-
Malayan-kan hak bangsa Melayu.
Demikian slogan orang Melayu, walaupun mereka sudah begitu lemah tidak
mempunjai tenaga jang kuat lagi didalam arti politik dan ekonomi, tetapi mereka jakin kepada
keadilan dunia.
II. Kemadjuan Malaya dibuka oleh mereka bersama itu, ialah karena mereka
dibawa oleh Modal pendjadjahan Inggeris jaitu sama djuga seperti kedatangan orang-orang
India ke Afrika dan orang Negro ke Amerika. Bahkan mereka telah mendjadi alat pendjadjahan
lantaran desakan ekonomi dinegeri-negeri asalnja, sebab itu tidaklah seharusnja mereka
merebut hak bangsa Melayu, terutama diwaktu kebangkitan bangsa-bangsa Asia sekarang,
djika mereka mau djadi penduduk Malaya sebagai bangsa; mereka masuk sahadja djadi bangsa
Melayu, seperti mana dilakukan oleh orang2 Tionghoa, India, Arab, dan lain-lain-nja jang
datang ke Negeri Melayu pada djaman dahulu, orang Melayu jang ada sekarangpun adalah
tjampuran darah dari India, Tiongkok, Arab, dan lain-lain-nja djadi „Bangsa Melayu".
III. Malaya diabad ke-20 ini tidaklah dapat disamakan dengan Amerika dan
Australia diabad ke-17 dan 18 dahulu. Orang-orang Eropah datang ke Amerika dan Australia
tidak mendjumpai pemerintahan jang teratur dan kesofanan manusia tang sempurna,
orang-orang Eropah datang membuka negeri itu dengan mengatur pemerintahan dan
kesofanan oleh mereka sendiri, hingga mereka boleh mempunjai negeri itu dengan bangsa
barunja American, Canadian, Australian, dan sebagainja. Tetapi orang Eropah sampai di
Malaya tahun 1509 mendjumpai Keradjaan Melayu Melaka jang besar kuasanja dan diserang
oleh Portugis tahun 1511 tidak dapat menaklukkan seluruhnja, bahkan kemudian Belanda dan
achirnja Inggeris datang, hingga abad ke-20 Negeri Melayu tetap sebagai negeri dibawah
lindungan Keradjaan Inggeris jang hak bangsa Melayu diaku.
BAB VI.
„Bangsa Melayu tidak akan hilang didunia", demikian kata Laksamana Hang Tuah
waktu memperdjuangkan kebangunan dan kebesaran Malaka. Sesudah itu, waktu Hang Tuah
akan melangkahkan kakinja jang terachir keluar dari Istana Radja Malaka, dia meninggalkan
amanat, katanja „Taubatlah aku berbuat baik dengan Radja Melayu; berbuat baik
berpada-pada, berbuat djahat djangan sekali-kali".
Sesunguhnja dari kata-kata ini, rupa-rupa-nja Hang Tuah jang hidup 500 tahun dahulu
telah merasa insjaf akan apa jang akan terdjadi kepada bangsa orang Melayu, jaitu sesudah
Hang Tuah hilang; Keradjaan Melayu Malaka djatuh, bangsa Melayu menghadapi djaman jang
pahit, penuh dengan mala-tjelaka jang beratus-ratus tahun lamanja menudju kepada
kehantjuran dan kemusnahannja, tetapi Hang Tuah masih jakin; meskipun telah tergambar
olehnja jang bangsa orang Melayu akan djatuh, tetapi akan dapat bangun menebus kembali
semua hak pusaka warisan bangsanja.
Maka oleh itulah, Hang Tuah memberi amaran (memperingatkan) kepada anak
tjutjunja, djanganlah lagi mempertjajakan kepada Radja-radja Melayu, mereka-mereka itulah
jang membinasakan negeri dengan menjerahkan negerinja kepada orang asing. Bagi orang
Melayu hendaklah berhati-hati, bertaubatlah djangan lagi mengikut kepada Radja-radja
Melayu, dan hendaklah berbuat baik berpada-pada; jakni djangan terlalu sangat baik hingga
menjerahkan hak kebangsaan kepada orang lain jang datang menumpang ditanah air kita,
tetapi djangan pula sampai suka berbuat djahat, jakni merusak dan memusuhi orang-orang
asing. Djadinja jang dikehendaki oleh Hang Tuah; supaja anak tjutjunja orang Melayu
senantisalah berhati-hati, mendjaga kepentingan nusa dan bangsanja. Sekarang apa hendak
dikata lagi; nasi sudah mendjadi bubur, tanah pusaka orang Melayu sudah dikuasai oleh orang
asing lantaran orang Melayu masih terlalu pertjaja kepada Radja-radja dan terlalu berbuat baik
kepada orang asing (pendjadjah). Begitupun, harapan masih ada untuk orang Melayu bangun
kembali, agar bangsa Melayu tidak terhapus (hilang) dari dunia, jaitu djika mereka segera sadar
dan insjaf serta segera menurut akan pimpinan, pemimpin-pemimpin nationalnja jang sedjati
lahir dari kalangan Rakjat sendiri, demikian tafsiran dari perkataan Hang Tuah itu.
Bagi bangsa Melayu sesudah Keradjaan Melayu Melaka dirampas oleh Portugis tahun
1511 itu, meskipun Sultan-sultan Melayu keturunan Melaka itu dapat memindah-mindah-kan
kedudukan pemerintahannja seperti disebutkan didalam Bab III dan IV, tetapi pada
pertengahan abad ke-19 didapatilah Negeri Melayu sudah berpetjah-petjah dan bangsa Melayu
pun berpetjah-petjah kepada daerah-daerah ketjil mengikut telundjuk Sultan-sultan jang
memerintah daerah-daerah ketjil itu sahadja, dan negerinja sudah dimasuki oleh kuasa dan
modal dari luar negeri.
Adapun kesadaran orang Melayu merasa, jang hak tanah airnja sudah diserahkan oleh
Sultan-sultan Melayu jang berpetjah-petjah itu kepada bangsa-bangsa lain ialah tahun 1927,
kesadaran ini terutama dengan adanja pergerakan-pergerakan national jang menuntut
Kemerdekaan di Indonesia, India, Mesir, Marokko dan lain-lain-nja, bahkan dikalangan
pemuda-pemuda Melayu ditahun 1929 ada pula jang sudah turut djadi anggauta Persatuan
National Indonesia jang berpusat di Bandung, dan tjita-tjita Indonesia-Raya mulai pula tumbuh
di Malaya.
Maka pada masa itu mulailah lahir surat-surat kabar Melayu jang membawa
fikiran-fikiran politik, kemudian timbullah penulis-penulis jang membela nasib Rakjat Melayu,
penulis-penulis jang mengeluarkan fikiran jang merasa tidak puas akan tindakan-tindakan
pemerintah melakukan exploitasi dengan dasar pintu terbuka, dan sebagainja, diantara lima
tahun kemudian timbul pula suara-suara menghendaki supaja orang-orang Melayu
mengadakan Perkumpulan-perkumpulan (Partai-partai) politik untuk membela nasib
bangsanja, tuntutan demokrasi makin meluas dikalangan pemuda-pemuda, keinsjafan makin
mendalam dikalangan sebahagian Rakjat jang terhitung golongan melarat.
Pihak Sultan-sultan dan keluarga Radja serta Dato-dato tidak suka akan suara-suara
jang menghendaki demokrasi dan menuntut persamaan hak itu, serta tidak menjetudjui akan
adanja badan-badan politik jang akan membela hak bangsanja, diantara Sultan-sultan dan
orang besar-besar Melayu jang saban bulan menerima pension politik jang banjak itu ada jang
mengatakan: „Orang Melayu tidak boleh tjampur politik, karena politik negeri dan bangsanja
ada ditangan Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu jang harus ditaati dengan setia
oleh orang-orang Melayu. Orang Melayu tidak boleh durhaka kepada Radja-radja-nja
Demikianlah suara-suara dari kalangan Radja-radja Melayu, jang masa itu belum sadar
jang Negeri-negeri-nja sudah masuk perangkap Malayanization Policy Inggeris, dan
penduduk-penduduk Kosmopolitan sedang menuntut supaja mereka diberi hak jang sama
dengan orang Melayu, dan supaja penduduk Malaya seluruhnja didjadikan bangsa Malayan
jang memiliki bersama akan Malaya, seperti mana bangsa-bangsa orang dari Eropah
menduduki dan memiliki Amerika, Australia, dan Afrika Selatan. Pihak Radja-radja dan
pembesar-pembesar Melayu masih djuga mau bertangan besi dengan bermaharadjalela kepada
orang Melayunja itu.
Pemuda Melayu jang progressive sesudah melihat adanja badan-badan politik Melayu
jang dibangunkan sedemikian rupa, maka diantara begitulah ditimbulkannja gerakan
undergroundnja jang bergerak sedjak tahun 1930 didjadikan gerakan terang pada tahun 1938
dengan memakai nama Kesatuan Melayu Muda (Malay Youth Organization) atau K.M.M;
Kesatuan ini tidak menjebutkan setia kepada Sultan dan Keradjaan Inggeris, tetapi tidak pula
menjebutkan non-cooperation, hanja bekerdja membangkitkan kesadaran bangsa dan
peladjaran dikalangan anggauta-anggautanja jang terutama diperkuatkannja keanggautaan
dari kalangan bawahan, kesatuan ini tidak memakai definasi (takrif) Melayu menurut seperti
badan-badan politik jang ada itu, Kesatuan ini menghendaki kesadaran kepada kesatuan
national besar dengan seruan “Melayu-Raya”, yakni meliputi seluruh Kepulauan Melayu,
artinya ialah Indonesia-Raya, menurut fahaman nationalnya; Malaya adalah sebahagian dari
Indonesia jang dipisahkan oleh dua pendjadjahan, yaitu Belanda dan Inggris.
3. Djaman Djepang.
Pemerintah Inggeris di Malaya dari bermula K.M.M. adalah satu pergerakan politik jang
berbahaja kepadanja, karena kesatuan ini dipimpin oleh orang-orang jang tidak mau
berkerdjasama dengan Inggeris, orang-orang jang menarik dirinja tidak mau mendjadi pegawai
didalam pemerintahan, diantaranja Intje Hadji Mohammad dan penulis buku ini sendiri.
Sementara itu perkembangan anggautanja dikalangan pemuda progressive makin meluas,
dalam masa jang pendek sahadja K.M.M mempunjai anggauta diseluruh Malaya, bahkan
sampai Riaw dan Brunei.
Sebelum Perang-dunia ke-II petjah di Lautan Pasific Desember 1941 itu, pihak Inggeris
telah mentjatat pemimpin K.M.M adalah anti Inggeris, oleh itu ditahan dibawah Defence
Regulation (Undang-undang Pertahanan) Inggeris di Malaya.
Oleh itu, meskipun dalam dasar politik menentang Pendjadjah dan Fascist, dan diantara
ada jang turut dalam pergerakan rahasia anti-Fascist, tetapi berhubung dengan
pemimpin-pemimpin-nja ditahan oleh Inggris sedemikian rupa, maka pada waktu Tentara
Djepang masuk ada beberapa orang diantara anggauta-anggauta K.M.M jang tidak ditahan itu
turut membantu Djepang menjerang Inggris dan pekerdjaan mereka dipergiat setelah melihat
pihak Indian Youth League, Tionghoa golongan jang pro Wang Cheng Wei dan lain-lain pihak
telah turut membantu Djepang. Djadinja karena pemimpin-pemimpin K.M.M. ditahan oleh
Inggeris pada waktu itu, biarpun anggauta-anggauta jang ada diluar itu tidak menerima
sebarang petundjuk (instruksi), tetapi mereka dengan kemauan sendiri lantaran ingin membela
teman-teman-nja lalu mereka turut membantu Tentara Djapang.
Kemudian bulan April tahun 1942 Kesatuan Melayu Muda dibubarkan oleh Pemerintah
Tentara Djepang. Tetapi anggauta-anggauta-nja meneruskan pergerakan dibawah tanah
(underground) melawan Tentara Djepang, diantaranja ada jang turut langsung kepada Malaya
Peoples Anti Japanese (Fascist) Army (M.P.A.J.A.), dan ada jang berhubung langsung dengan
gerakan melawan Djepang di Sumatra dan Djawa, serta ada pula jang turut pasukan Wataniah
di Pahang guna melawan Djepang. Dalam pada itu pemimpin-pemimpin underground K.M.M.
dapatlah memegang akan pimpinan pasukan Malai Giyu Gun jang dibentuk oleh Djepang achir
tahun 1943 itu.
Selama pendudukan Tentara Djepang di Malaya itu, tidak ada satupun persatuan
Melayu jang banjak-banjak tadi berusaha mempertahankan hak bangsa Melayu sama ada
terang maupun gelap, pemimpin-pemimpin kaum Radja-radja dan Dato-dato itu hanja tjari
keselamatan diri, dengan pada mula-mula-nja mereka berlindung diri kepada K.M.M, mereka
mengambil bahagian didalam pimpinan didaerah-daerah, tetapi sesudah kesatuan itu
dibubarkan, ada pula diantara mereka jang berchianat menjebabkan beberapa orang K.M.M.
daerah ditahan disiksa oleh Djepang.
Pimpinan Kesatuan Melayu Muda, semendjak tahun 1942 itu teruslah menggerakkan
undergroundnja. Sementara itu persatuan pemerintahan Malaya-Sumatra jang diadakan oleh
Djepang itu dipakainja sebagai kesempatan bergerak menudju Kesatuan Indonesia-Raya,
dengan diam-diam diusulkan kepada Djepang supaja mengadakan Konperensi Sultan-sultan
Melayu Malaya-Sumatra, Konperensi Ulama-ulama Malaya-Sumatra. Usaha menumbuhkan
rasa kesatuan di diteruskan sampai Malaya-Sumatra dipetjahkan lagi tahun 1944, dan utara
Malaya diserahkan kepada Thailand.
Pada awal tahun 1945, dengan berani, Pemimpin-pemimpin K.M.M. jang djuga
memimpin Giyu Gun; memadjukan tuntutannja kepada Djepang, supaja Malaya turut kepada
Indonesia Merdeka, dengan didjelaskan benar-benar bahwa tudjuan pergerakannja berdasar
kepada kesatuan national Indonesia. Oleh karena keadaan Djepang sudah terdesak, maka
tuntutan itu diterimanja pada bulan Djuli 1945, Bangsa Melayu bersatu djadi bangsa Indonesia
Merdeka. Itulah Merah-Putih dikibarkan di Singapura tanggal 8 Agustus 1945 seterusnja
sampai Inggeris mendarat, dan sekarang jang djadi bendera perdjuangan Gurilja pihak bangsa
Melayu di Malaya, ialah Sang Merah-Putih dengan bintang kuning dua belas disudut merah
atas (Lihat gambar kulit).
Adapun kepastian Malaya masuk (turut) Indonesia Merdeka itu sudah mendjadi atjara,
lantaran itulah diadakan pertemuan diantara Pemimpin-pemimpin besar Indonesia dengan
Pemimpin-pemimpin Nationalist Melayu pada tanggal 13 Agustus 1945 di Taiping — Malaya;
kemudian di Singapura, sebagai menentukan gabungan Kemerdekaan jang direntjanakan itu.
Dan meskipun pada waktu Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 di Djakarta itu hanja meliputi daerah-daerah bekas Hindia Timur Belanda
sahadja, karena suasana menghendaki demikian, tetapi segala sesuatunja diikuti dengan teliti
dan tenang oleh pemimpin-pemimpin Nationalist Melayu jang berada di Malaya, dan jang
datang ke Djawa dua hari sesudah selesai Kongressnja di Kuala Lumpur untuk turut Republik
Indonesia.
Pada waktu Djepang menjerah kepada Tentara Serikat itu, pihak Pimpinan K.M.M. telah
lebih dahulu mengadakan persiapan untuk meneruskan perdjuangan kebangsaannja. Oleh itu
pada tgl. 15, 16, dan 17 Agustus 1945 mereka mengadakan Kongressnja di Kuala Lumpur
dengan mengambil putusan jang tegas meneruskan perdjuangan Kemerdekaan dan bersatu
kepada Indonesia. Dato Onn bin Djaafar serta beberapa orang pemimpin United Malay
Nationalist Organization sekarangpun turut bersetudju menerima akan putusan itu. Dalam
pada itu, persiapan Pasukan Giyu Gun terus disediakan. Tetapi segala sesuatunja pada achirnja
gagal, karena pergerakan nationalist Melayu ini belum tjukup bulat dan kuat untuk mengatasi
keadaan di Malaya jang sudah mendjadi daerah Kosmopolitan. Penulis sendiri jang turut
memegang pimpinan telah segera ke Djawa untuk menjelenggarakan perdjuangan jang lebih
effectief, tetapi djuga sesudah mengalami banjak kesulitan, maka semuanja terpaksa
didjalankan seperti jang ada sekarang ini, rupa-rupa-nja tenaga jang dapat mempertahankan
hak national orang Melayu hanja sekadar itu sahadja dahulu. Tetapi perdjuangan berdjalan
terus.
4. Perdjuangan diteruskan.
Sesungguhnja, sesudah Djepang menjerah dan Inggeris datang kembali ke Malaya itu,
pihak jang terus menentang Inggeris ialah Malay Nationalist Party, jang menuntut
Kemerdekaan Malaya dengan membangunkan Pemerintahan Demokrasi bagi bangsa Melayu,
dan didalam Kongressnja tahun 1946 menuntut pula Malaya satu kepada Indonesia. Disamping
itu timbullah organisasi-organisasi Angkatan Pemuda Insjaf (API), Angkatan Wanita Sedar
(AWAS), dan beberapa lagi, jang kemudiannja semua badan-badan perkumpulan Melayu
tergabung kepada United Malay Nationalist Organization (UMNO). Tetapi, dalam tahun 1947
UMNO petjah dua, karena pertentangan antara pro dan contra dengan Inggeris, oleh itu pihak
M.N.P. keluar dari UMNO, bersama API, AWAS, dan lain-lain-nja karena menentang
Konstitusi Federasi Malaya jang diusulkan oleh Inggeris, lalu mereka membentuk gabungan
baru bernama Pusat Tenaga Rakjat (PUTERA) jang dipimpin oleh M.N.P. Organisasi inilah jang
terus menentang Konstitusi buatan Inggeris dan menolak Malayan Nationality dengan
menuntut Kebangsaan penduduk Malaya ialah „Bangsa Melayu, serta menegaskan tiap-tiap
orang turunan asing jang mau djadi Rakjat jang setia kepada Malaya supaja mereka djadi
Bangsa Melayu". Tuntutan PUTERA ini disokong oleh organisasi2 orang2 jang bukan Melayu
(Tionghoa dan India) jang mengadakan gabungan bernama All Malaya Council of Joint Action
(A.M.C.J.A) dipimpin oleh Malayan Democratic Union (M.D.U.). Pihak PUTERA dan AMCJA
seperti diterangkan dalam Bab V ajat 5, jaitu pada pertengahan tahun 1947 mengadakan
Kongress gabungan membuat rentjana usul Konstitusi Malaya jang menuntut kedaulatan
Malay Nationality, tetapi usul itu ditolak oleh pemerintah Inggeris.
Dari pihak pemimpin-pemimpin Nationalist Melayu jang insjaf; bukan sahadja hanja
menentang dengan suara akan gerakan ME-MALAYAN-KAN orang Melayu, tetapi
melandjutkan perdjuangan Partai Kebangsaan Melayu, jang meskipun sudah dibasmi oleh
Inggeris; dengan putusan Konperensi Putjuk pimpinannja memberikan kuasa penuh kepada
pemimpin2 national diluar Malaya meneruskan pimpinan perdjuangan partainja, maka itulah
bulan Djuni 1950 mereka membangunkan Kesatuan Malaya Merdeka berkedudukan diluar
Malaya, dengan program perdjuangannja jang singkat ialah:
Sesungguhnja, Malaya dan Serawak/Brunei adalah warisan bagi seluruh bangsa jang
berasal dari darah keturunan Melayu jang menduduki di Kepulauan Asia Tenggara, dan
merekalah jang mewarisi seluruh Kepulauan Asia Tenggara ini. Moga-moga dapatlah
diwudjudkan satu Kesatuan Malaynesia jang bersifat satu Ikatan Kebangsaan Bersama (A
Common National Unity) jang kuat didaerah Malay-world (dunia-Melayu) ini.
BAB VII.
Tempat pertahanan warisan Sri-Vidjaja jang terachir ialah di Malaka, dan didaerah
itulah djuga jang mendjadi tempat pertahanan jang terachir bagi pihak pendjadjah, apabila dua
Republik baru telah didirikan diatas runtuhan Sri-Vidjaja itu. Berhubung dengan ini,
teringatlah akan rangkaian pantun jang merupakan sambungan kepada rangkaian pantun dari
Kata Pendahuluan buku ini, jaitu:
Sesungguhnja kearah kesatuan bangsa dan ikatan nusa jang berasal satu itulah jang
mendjadi tjita-tjita bangsa orang Melayu. Dalam mentjapai tjita-tjita ini, Semenandjong Melayu
(Malaya) adalah sendi (strategies) jang sangat penting didalam arti kedudukan nusantara Asia
Tenggara ini.
Melihat kepada suasana di Malaya dengan orang Melayunja jang kurang lebih 3 djuta
orang menghadapi situasi jang begitu sulit itu, sungguh sukar bagi mentjapai tjita-tjita national
jang sutji murni itu, karena dengan keruntuhan Malaka selama 440 tahun lamanja, orang
Melayu menghadapi pemerasan, pendjadjahan, dari Portugis datang ke Belanda djatuh ke
Inggeris, masuk ke Djepang kembali ke Inggeris lagi itu telah membikin seakan-akan orang
Melayu itu tidak berdaja lagi akan bangun kembali. Akan tetapi, dikalangan mereka jang sadar
dan insjaf, mereka mengerti bahwa 70 djuta keluarga bangsanja Indonesia sudah merdeka, dari
karena itu timbullah harapan jang penuh dengan kejakinan bahwa Nusa dan Bangsa Melayu
dapat pembelaan sepenuhnja dari saudara-saudara kandung sebangsanja diseberang.
Pada umumnja orang Melayu petjah kepada tiga alam fikirannja, jaitu: (I) Pihak tua
menjerahkan sahadja kepada perlindungan Inggeris, (II) Pihak opportunis menerima Malayan
Nationality buatan Inggeris, dan (III) Pihak jang memperdjuangkan hak bangsanja menuntut
Kemerdekaan Malaya buat Rakjat Malaya, dan mempertahankan hak bangsa Melayu. Tetapi
bagaimanapun djuga pihak (III) ini adalah pihak jang memperdjuangkan keadilan dan
kemanusiaan jang pasti akan Menang achirnja, dan pihak inilah jang berdjuang kearah
„Kesatuan bangsa bersama", guna kepentingan Nusa dan Bangsa Melayu.
Oleh jang demikian, tudjuan Melayu-Raya kearah Indonesia-Raya jang djadi tjita-tjita
pergerakan kebangsaan Melayu itu ialah untuk menebus kembali hak warisan nusantara
Sri-Vidjaja, ialah kearah Kesatuan bangsa bersama. Selama Kemerdekaan Malaya, buat bangsa
Melayu itu belum berhasil, maka tjita-tjita national jang murni itu belumlah boleh berhasil.
Maka, untuk menjerukan kearah Kesatuan national itulah dibawah ini diturunkan
Surat terbuka dari Pemimpin Umum Kesatuan Malaya-Merdeka jang sedang melandjutkan
perdjuangan M.N.P. jang dialamatkan „Kepada Bangsa Indonesia", jaitu
,,Saudara-saudara! Merdeka!
Surat ini, saja bentangkan kepada Saudara-saudara Jang Terhormat, mengenai dengan
Malaya dan perdjuangan bangsa Melayu jang rasanja tidak kurang pentingnja untuk bangsa
Indonesia sendiri; maka inilah dengan setjara ringkas saja bentangkan sekadarnja.
Saudara-saudara! Siapakah orang Melayu dan apakah Malaya itu? Ini perlu didjelaskan,
„Perpisahan selama 127 tahun inilah jang menjebabkan bangsa Indonesia hampir lupa kepada
saudara kandungnja sendiri di Malaya". Sesungguhnja orang Melayu itu tidaklah lain daripada
segerombolan saudara kandung bangsa Indonesia jang masih didjadjah oleh Inggeris. Sebabnja
saja berani mengatakan begitu tepat; ialah karena Rupa bangsa (Ethnology) jakni keturunan
darah dan kebudajaan hidup orang Melayu adalah bersamaan dengan orang-orang di Sumatra,
Djawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda Ketjil, dan lain-lain-nja itu, istimewa pula
sedjarah, bahasa, kedudukan daerah bangsa dan nusa orang Melayu itu telah menentukan
sendiri Malaya masuk kepada lingkungan Indonesia.
Tentang daerah Saudara-saudara! Lihatlah sadja dipeta negara Indonesia ini, dimana
letaknja Malaya dan Kalimantan Inggeris itu? Peta dengan terang menggambarkan perbatasan
utara
Indonesia terpaksa djadi bersiku-siku seperti huruf “W” untuk memisahkan kedua-dua
daerah itu dari Indonesia. Oleh itu njata Malaya kepunjaan alam Indonesia, hanja oleh karena
adanja perdjandjian Pendjadjahan Inggeris dengan Belanda ,tahun 1824 telah memetjahkan
daerah tanah air kita ini jang Inggeris undur dari Sumatra, Djawa dan Maluku, dan Belanda
undur dari Malaya diserahkannja kepada Inggeris; itulah sebabnja perpetjahan Malaya dari
Indonesia sekarang.
„Negeri-negeri di Malaya pada abad ke-6 sampai abad ke-13 Masehi masuk mendjadi
daerah Keradjaan Melayu Sri-Vidjaja jang berpusat di Palembang. Dalam abad ke-14 Masehi
Negeri-negeri Melayu takluk kepada Madjapahit. Kemudian pada abad ke-15 Keradjaan
Melayu Islam Melaka sudah bangun menguasai seluruh Malaya sampai ke Negeri-negeri
Petani, dan menaklukkan akan Palembang, negeri-negeri dipantai timur Sumatra dan pantai
barat-selatan Kalimantan. Dalam tahun 1610-1630 Negeri-negeri Melayu takluk kepada
Keradjaan Melayu Islam Atjeh dan tahun 1700-1730 takluk kepada Keradjaan Melayu Siak,
achirnja tahun 1720 Sultan Melayu di Johor memindahkan pusat pemerintahannja ke Riaw
dengan memerintah seluruh Johor, Pahang, Muar, Selangor, dan Kepulauan Riaw/Lingga
sampai tahun 1824".
Dalam buku Inggeris The Great Britain in Asia. Meskipun isinja menerangkan hal
kelemahan hak orang Melayu dengan melupakan sedjarah bangsa Melayu di abad-abad jang
terdahulu dari abad ke-16, dan membandingkan Malaya diabad ke-17 dengan Malaya jang
sudah di-exploitasi di abad ke-20 ini, tetapi daerah Indonesia jang disebutnja Malay-world
(dunia-Melayu) itu didjelaskan termasuk Malaya, dan diakuinja pusat dunia-Melayu itu di
Djawa, disamping itu tidak sedikit buku-buku bahasa Inggeris, Belanda, dan lain-lain-nja jang
membuktikan Malaya dan orang Melayu saudara kandung bangsa Indonesia, atau bangsa
Indonesia itulah orang Melayu.
Tambahan lagi inengenai bahasa, apakah jang dinamakan bahasa Indonesia sekarang
djika bukan bahasa Melayu? Orang-orang Djawa didesa-desa daerah pedalaman Djawa-Tengah
sana masih mengatakan berbitjara dalam bahasa Indonesia itu dikatakannja „ngomong
Melayu", di Malaya sendiri tidak ada bahasa daerahnja jang lain, hanja bahasa Melayu jang
mendjadi pokok bahasa Indonesia sekarang. Oleh itu teranglah bahwa bahasa Melayu sudah
masuk Indonesia, jang belum hanja daerah dan penduduknja sahadja.
Maksud jang terpenting memberikan pendjelasan dengan surat ini ialah untuk
mengingatkan: „Bahwa orang dan nusa Melayu adalah saudara kontan (kandung) bangsa
Indonesia".
Saudara-saudara! Sebelum tahun 1942 orang Melayu telah lama menolak akan Malayan
Nationality jang direntjanakan oleh Inggeris itu, kemudian sesudah Djepang menjerah rentjana
itu dibawa lagi ke Malaya tahun 1945, Malay Nationalist Party terus berdjuang menentang
tudjuan Inggeris dan menuntut Malaya Merdeka dengan kedaulatan bangsa Melayu.
Tuntutan Malay Nationalist Party ditolak oleh Inggeris dan dengan kekerasannja
sekarang mau membentuk akan „bangsa Malayan" mendjadikan Malaya tanah air pusaka
bangsa Melayu itu milik kepunjaan bersama antara penduduk Malaya jang mendjadi „Bangsa
Malayan". Dan Malay Nationalist Party jang memperdjuangkan hak bangsa Melayu telah
dibasmi oleh Inggeris sedjak tahun 1948, pemimpin-pemimpin national Melayu ditangkap dan
ditahan dalam pendjara, diantaranja Intje Ishak Hadji Mohammad, Dr. Burhanuddin Al-Helmy,
Uztaz Hadji Abu Bakar, Taha Kalu, Ahmad Bustaman, dan beribu-ribu jang lainnja mereka
ditahan dengan didasarkan kepada Undang-undang Keadaan Bahaja (Emergency Law) jang
dipaksakan oleh Inggeris di Malaya. Beribu-ribu orang Melayu dipindahkan diusir dari
kampong halamannja, tidak terhitung jang mati tertembak oleh gerakan Tentara Inggeris jang
katanja melawan bandit Komunis dan sebagainja itu, padahalnja itu adalah pergerakan
melawan tentara Inggeris dan gerakan jang menuntut hak Kemerdekaan bangsa di Malaya,
tindakan Inggeris di Malaya lebih kedjam dari tindakan Belanda di Indonesia dahulu,
demikianlah nasib orang Melayu dan penduduk-penduduk Malaya sekarang.
Saudara-saudara! Orang Melayu seperti sudah saja didjlaskan diatas, adalah saudara
kontan kita bangsa Indonesia, samalah seperti persaudaraan antara orang Djawa dengan
Sumatra, sedjarah telah membenarkan, bukti-bukti jang ada telah membenarkan. Berhubung
dengan ini; apakah Saudara-saudara 70 djuta di Indonesia akan membiarkan sahadja 3 djuta
saudara kontannja dilenjapkan hak bangsanja di Malaya itu?
Maka dengan ini saja dengan segala hormat membentangkan hal Malaya dan nasib
orang Melayu saudara kontan kita bangsa Indonesia, supaja moga-moga adalah hendaknja
perhatian Saudara-saudara kepadanja.
Guna meneruskan perdjuangan kebangsaan orang Melayu jang sangat ditindas oleh
pemerintah Inggeris, pemimpin-pemimpin Melayu sudah dipendjara semua, jang berada diluar
Malaya sekarang ditjari-tjari dan akan dipendjarakan djika ada pulang, maka untuk
meneruskan perdjuangan national itu, inilah diluar Malaya dibangunkan, Kesatuan Malaya
Merdeka. Adapun Kesatuan ini tersangatlah berharapkan bantuan Indonesia, dan kepada
Saudara-saudara-lah jang terutamanja diharapkan. Karena pada hemat orang Melayu
kepentingan Malaya adalah sangat penting kepada Indonesia, bahkan sebahagian dari orang
Melayu sendiri insjaf, hingga mereka sendiri jang telah pernah menuntut Malaya bersatu
kepada Indonesia, karena dunia pun mengaku akan kebenarannja, bahwa bangsa dan nusa
Melayu satu dengan Indonesia, jang mentjeraikannja hanja kekuasaan pendjadjah.
Adapun kedudukan Malaya itu; sangat penting kepada keamanan dan pembangunan
serta pertahanan Indonesia sendiri, strategies dalam lapangan politik, ekonomi dan kemiliteran.
Untuk mentjapai keamanan itu, ialah dengan berdirinja Republik Malaya Merdeka. Dalam hal
hal bantuan dan sokongan jang diharapkan supaja Indonesia dapat melakukannja ialah:
Tetap Merdeka!
Pemimpin Umum,
t. t. (Ibrahim Yaacob).
Sekianlah isi surat terbuka jang dibentangkan oleh pemimpin Kesatuan
Malaya Merdeka kepada Bangsa Indonesia jang perlu djuga didjadikan satu
peringatan bagi perdjuangan bangsa guna mempersatukan nusa dan bangsa
Melayu seluruhnja.
BAB VIII.
(Kata Penutup)
Bagi menutup akan buku ketjil jang membentangkan setjara ringkas akan Nusa dan
Bangsa Melayu ini, maka rasanja pentinglah „mengingat atau mengenali akan bagaimana
pentingnja Malaya", dibentangkan setjara ringkas disini, agar dimengerti betul oleh sidang
pembatja bangsa Indonesia akan pentingnja Malaya bagi Indonesia.
Adapun Malaya, luas tanahnja kurang lebih 60 ribu mijl persegi; jaitu 52 ribu mijl
persegi didjadjah oleh Inggeris dengan penduduknja orang Melayu sedjumlah kurang lebih 3
djuta orang, dan seluas hampir 10 ribu mijl persegi dibawah kekuasaan Thai (Siam) dengan
penduduknja, orang Melayu lebih satu djuta orang, maka daerah inilah jang merupakan kuntji
di Asia Tenggara.
Disamping itu, Malaya mempunjai kekajaan alam jang luar biasa; jaitu buminja
mengandungi timah, besi, batu-bara, aluminium (bauxite), dan emas, jang sebahagian besar
daripada besinja dibenarkan oleh Inggeris untuk di-export ke Djepang. Dan tanahnja jang
subur, hampir separuh daripada hutan-rimbanja telah bertukar mendjadi hutan getah (karet)
kepunjaan modal Eropah, dan sedikit kepunjaan orang Melayu (anak negeri).
Djadinja, Malaya sungguh pun buminja ketjil, tetapi adalah satu daripada pendjuru.
Asia jang terkaja didalam dunia, hingga bukannja sahadja kedudukannja jang sangat strategies,
tetapi hasil bumi jakni kekajaan alamnja pun sangat strategies, seluruh dunia, mengharapkan
timah dan karet dari Malaya. Lantaran itu, bangsa Indonesia dalam pembangunannja penting
sungguh mengenal akan Malaya sebagai satu daripada nusa tanah-air Melayu warisan
Indonesia jang masih didjadjah.
Disamping itu, Serawak/Brunai dan Borneo utara tidak pula kurang kekajaannja
bahkan mempunjai sumber minjak pula, dengan karena itu tanah-air jang mendjadi nusa bagi
bangsa Melayu itu adalah daerah-daerah jang terkaja didalam dunia jang sebahagian besar
daripada kekajaannja masih belum dibuka.
Maka, diatas daripada kekajaan alam jang begitu penting kepada dunia, seperti telah
disebutkan, jaitu Malaya merupakan kuntji Asia Tenggara, karena kedudukannja jang sangat
strategies; jaitu dengan pantai Malaya dan Sumatra-lah adanja Selat Malaka jang merupakan
sebagai Terusan Suez ditimur atau Terusan Panama di Asia Tenggara itu dapat dikuasai,
mengenai ini, mendjadikan Malaya lebih teristimewa pentingnja bagi Indonesia, bahkan
memang dari selamanja kedudukan Indonesia sangat bertalian kepada keadaan-keadaan di
Malaya jang semendjak djaman dahulu masuk lingkungan Indonesia, seperti mana
digambarkan dipeta, bahwa perbatasan Indonesia sekarang terpaksa bersiku-siku seperti huruf
„W" untuk memisahkan Malaya dan Serawak/Brunai dari Indonesia, maka itulah penting
mengenali Malaya itu guna kepentingan Indonesia.
Bagi Inggeris sudah tentulah akan mempertahankan dengan segala tenaganja akan
kedudukannja di Malaya itu, hal ini, telah pernah diutjapkan oleh Perdana Menteri Inggeris
didalam Parliamentnja bulan Maret 1950, mengatakan: „Kita (Inggeris) berniat akan tetap
menduduki Malaya dengan kita mendjadi anggauta suku-suku bangsa jang mempunjai hak
jang sama di Malaya", jakni maksudnja ialah orang Inggeris mendjadi teman suku-suku bangsa
(Tionghoa, India, Melayu dan lain-lain) di Malaya jang tergabung mendjadi bangsa baharu;
jaitu bangsa „Malayan". Dalam hal ini djelaslah Inggeris akan menduduki Malaya
selama-lama-nja dengan rentjana akan menghapuskan. hak bangsa Melayu.
Adapun tudjuan jang terutama pihak Inggeris membangunkan bangsa Malayan itu,
ialah untuk mengisolasi Malaya dari pergerakan national Indonesia, sebab pergerakan itulah
jang paling berbahaja bagi Inggeris di Malaya, maka itulah jang diutamakan oleh Inggeris
tahun 1947-1948, ialah membasmi akan Malay Nationalist Party jang memperdjuangkan
tjita-tjita national IndonesiaRaya.
Bukti-bukti jang njata pihak Inggeris di Asia Tenggara merasa pergerakan. national
Indonesia lebih berbahaja kepadanja, ialah seperti mana telah diterangkan oleh seorang
anggauta Parliament Inggeris Tuan Alan Lennox Boyd (Conservative) bulan Nopember 1950
jang lalu, dalam membitjarakan soal Malaya, ia berkata:
“…………………..the Dutch Empire in the Far East had been dissolved might will be
regarded as a major world disaster” - „Pendjadjahan Belanda di Timur Djauh sudah
dibubarkan, kedjadian ini bolehlah dianggap sebagai satu kebinasaan dunia jang hebat sekali".
Maka bagi menghadapi soal Malaya dan seluruh. nusa tanah-air orang Melayu itu,
mendjadi salah satu soal jang sangat penting buat Indonesia, meskipun soal ini djika menurut
dasar Undang-undang berada diluar Indonesia, tetapi bagaimana pun djuga soalnja sangat
mempengaruhi akan kepentingan ekonomi, politik, dan pertahanan Indonesia seperti
didjelaskan didalam surat Seruan Pemimpin Umum Kesatuan Malaya Merdeka jang dimuat
dalam Bab VII diatas.
Sesungguhnja, pada masa ini orang Melayu di Malaya berdjuang dengan tenaganja
sendiri untuk mempertahankan hak national dan untuk mentjapai Kemerdekaannja jang
dipimpin oleh pedjuang-pedjuang jang tidak ingin membiarkan orangnja djadi satu bangsa
ketjil sebagai bidak-tjatur jang dipermain-main-kan oleh kuasa-kuasa besar. Tuntutan
perdjuangan national Melayu, ialah Merdeka penuh bagi bangsa dan nusanja, dapat
menentukan nasib sendiri untuk memilih dan memutuskan bentukan national dan
pemerintahan jang bagaimana dirasa sesuai dengan kepentingan bangsa dan nusa Melayu
sendiri dengan tjita2 national jang tegas dan njata, jaitu menghendaki akan Ikatan Kebangsaan
Bersama buat seluruh nusa dan bangsa jang mempunjai persamaan hidup, dalam kebudajaan,
bahasa, kepentingan, dan sebagainja di Asia Tenggara ini; hingga terwudjudlah „satu
gabungan keluarga Melayu" jang aman sentosa dan abadi. Maka ini diminta agar segenap
keluarga darah Melayu membantu perdjuangan national di Malaya untuk Kemerdekaan
bersama.
TAMMAT