Anda di halaman 1dari 78

NUSA dan BANGSA MELAJU

Oleh: IBRAHIM YAACOB


(IBHY) – 16 April 1951

Untuk suwargi:

Majoor A. Manap bin Batjik,

Jang gugur di Tandjung Batu Pulau Krimon Riaw.

ISINJA

1. Dari Penerbit.

2. Kata Pendahuluan.

3. Bab I. Tjita-tjita Bangsa orang Melayu.

4. Bab II. Sedjarah Perikatan Bangsa dan Nusa.

5. Bab III. Sedjarah Perpetjahan Negeri-negeri Melayu.

6. Bab IV. Tekanan Pendjadjah Inggris.


7. Bab V. Hak National orang Melayu dibahagi-bahagi.

8. Bab VI. Orang Melayu Mempertahankan Hak Nationalnja.

9. Bab VII. Kearah Kesatuan Bangsa Bersama.

10. Bab VIII. (Kata Penutup) Malaya Pendjuru Asia jang Penting.

DARI PENERBIT.

Buku Nusa dan Bangsa Melayu ini diterbitkan sebagai menambah


perpustakaan bangsa Indonesia dengan mengenal akan saudara kandungnja orang
Melayu dinegeri-negeri Melayu jang masih terpisah dari Indonesia.

Adapun buku ini ditulis oleh Intje Ibrahim Yaacob seorang daripada
pemimpin National Melayu jang memimpin perdjuangan kearah tjita-tjita national
Indonesia-Raya jang telah bergerak memimpin organisasi Pemuda, dan Malay
Nationalist Party kearah tjita-tjita tersebut. Riwajat ringkas beliau, ialah seorang
bekas Guru jang tahun 1931 telah lulus dari Sultan Idris College Tandjung Malim
Perak di Malaya, kemudian mendjadi guru di sekolah pemerintah di Pahang,
sesudah itu dipindah kesekolah latihan polisi di Kuala Lumpur hingga tahun 1937,
beliau meninggalkan djawatannja tertarik oleh pergerakan politik. Dalam tahun
1937-1940 beliau mendjadi Pemimpin Umum surat kabar Madjlis di Kuala Lumpur
dan Pemimpin Pergerakan Pemuda Melayu jang terkemuka, achirnja dalam tahun
1941 mendjadi Pemimpin surat kabar Warta Malaya di Singapura hingga sampai
waktu beliau dan teman-teman-nja ditahan oleh pemerintah Inggeris diachir tahun
itu.

Apabila beliau dan kawan-kawan-nja bebas dari tahanan waktu Djepang


menduduki Singapore beliau mula-mula kembali ke surat kabar Warta Malaya,
hingga sampai surat kabar itu diambil Djepang, beliau pun keluar dan diambil
djadi Penasehat hal-ichwal anak negeri di Pusat Pemerintahan Tentara Djepang
buat Malaya/Sumatra di Singapore hingga tahun 1943, kemudian didjadikan pula
Panglima Malay Giyu Gun (PETA). Tetapi beliau turut memimpin underground
melawan Djepang. Dengan tuntutan organisasi jang dipimpin beliaulah jang
memperdjuangkan Malaya supaja masuk Indonesia Merdeka, dan kemudian
seterusnja perdjuangan nationalist progressive Melayu tetap menuntut Malaya satu
kepada Indonesia.

Pada waktu buku ini diterbitkan, meski beliau sud ah lebih lima tahun
berad a di Indonesia, tetapi tetap turut memimpin pergerakan Nationalist
Melayu dan sekarang ditugaskan oleh Malay Nationalist Party jang beliau
memimpinkan gerakan itu dari luar Malaya. Didalam buku ini beliau
membentangkan hal „Nusa dan Bangsa Melayu" dan memberikan
pendjelasan-pendjelasan sekadarnja mengenai dengan pergerakan nationalist
Melayu dengan tjita-tjita-nja menudju kepada satu ikatan national besar di Asia
Tenggara ini.

Moga-moga apa jang dibentangkan oleh beliau dapatlah difahamkan dengan


baik oleh sidang pembatja.

Wassalam, Penerbit.

KATA PENDAHULUAN

S e s ua tu j a ng b er a sa l s a t u, w ala u pu n s ud a h pe tj a h b e la h d i ha n tj ur ka n
o le h s e s u a t u k ua s a, l a mb at l a u n a k a n k e mb al i bersatu - IBHY.
Saja persembahkan buku ketjil ini kepada segenap bangsa Indonesia ialah
untuk memupuk benih kesatuan kembali, hingga pusaka warisan Sri-Vidjaja dan
Madjapahit dapat kembali kepangkuan bangsa dan negara kita, maka inilah
diusahakan memberikan Pendjelasan Tentang ,,Nusa dan Bangsa Melayu", jang
sebahagian daripadanja hampir seakan-akan dilupakan sesudah Indonesia
Merdeka sekarang ini.

Saja sebutkan „sebahagian daripadanja" ialah karena sebahagian besar


dari daerah aseli Melayu Sri-Vidjaja dahulu itu ialah di Sumatra, Riaw/Lingga,
Kalimantan dan Bantam sudah masuk kepada Indonesia, jang tinggal terpisah
ialah Negeri-negeri Melayu di Malaya dan Serawak/Brunei.

Berhubung dengan saja sendiri kebetulan seorang daripada orang jang turut
memimpin Perdjuangan Bangsa Melayu sedjak anggaran dua puluh tahun ini, maka
teringatlah saja akan sebuah sadjak pantun Melayu berbunji :

„Dj ika roboh Kota (benteng) Malaka,

Kota (benteng) di Djawa kita dirikan,

Djika sungguh bagi d ikata,

Badan dan djiwa rela diberikan".

Sesungguhnja, bagi saja dan kawan-kawan seperdjuangan merasa tepat


betul dengan rangkaian pantun ini, apabila mengingat adjakan dari antara
pemimpin-pemimpin perdjuangan di Djawa, agar kami bersama-sama
membangunkan satu negara ibu buat bangsa Indonesia seluruhnja. Kedjadian ini
dapatlah disamakan dengan robohnja benteng di Melaka, maka datanglah kami
turut membangunkan benteng di Djawa, Meskipun dengan tenaga „bak melukut
dibibir gantang; bak setitik air djatuh dilautan, tetapi kami mempunjai penuh
kejakinan, bahwa perdjuangan untuk mentjantumkan perpetjahan sesuatu jang
berasal satu akan dapat kedjajaan, oleh itu badan dan djiwa kami berikan untuk
perdjuangan nusa dan bangsa.

Keadaan sekarang perdjuangan jang dikerdjakan masih berdjalan terus, oleh


itu disamping Indonesia merdeka; di Semenandjong Melaka (Malaya) perdjuangan
national orang Melayu menghadapi kesulitan-kesulitan jang amat besar, bangsa
Melayu sesudah Perang-dunia ke-II ini, bukannja sahadja didjadjah, tetapi hak
kebangsaannja dihapuskan, tanah airnja akan diserahkan kepada penduduk
Kosmopolitan dinegeri itu dengan menamakan „Bangsa Malayan", jakni „Bangsa
Melayu dihapuskan", orang Melayu mendjadi sebahagian dari bangsa Malayan
sahadja.

Maka inilah, untuk memperingatkan kepada bangsa Indonesia, saja


usahakan menuliskan buku ini untuk menerangkan, bahwa orang Melayu di
Malaya dan Serawak/Brunei menurut Rupa-bangsa (Ethnology) adalah satu dalam
sifat tubuh, asal darah turunan, dan kebudajaannja dengan orang jang berbangsa
Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu, daerah Negeri-negeri Melayu
itu masuk didalam alam Indonesia, bahkan sedjarah membuktikan akan
kesatuannja seperti jang diterangkan didalam bab II buku ini. Sekarang bangsa
Melayu itu mempunjai minat bersatu, dan sedang meneruskan perdjuangannja.

Moga-moga dengan keterangan-keterangan jang saja bentangkan didalam


buku ini, 70 djuta bangsa Indonesia akan teringatlah hendaknja, bahwa disana
diseberang Selat Melaka arah ketimur Pulau Sumatra jang djaraknja tidak berapa
puluh kilometer itu; adalah segerombolan saudara kandung jang sama asal-baka
darah turunannja dengan bangsa Indonesia, dan mereka sedang menghadapi
bahaja dan antjaman dan pemerasan pendjadjah jang telah membelenggunja
selama 440 tahun lamanja, mereka itu sedang menderita, sedang menghadapi masa
jang sangat tjemas hampir tidak berdaja lagi, mereka mengharapkan bantuan
saudara kandungnja, karena bahaja jang menimpa mereka lambat laun akan
menimpa djuga kepada Indonesia, sedjarah sudah membuktikan adanja demikian.
Bukti sedjarah jang dimaksudkannja itu ialah, tanah air kita Indonesia pada
achir tahun 1941 didapati dikuasai oleh tiga Pendjadjah jaitu :

1. Belanda menguasai seluruh Kepulauan Djawa, Sumatra, Tiga-Bahagian


Kalimantan, Sulawesi, Sunda Ketjil, Maluku, dan Irian Barat.

2. Inggeris menguasai Malaya, satu-bahagian Kalimantan, dan Irian timur.

3. Portugis sedjak abad ke-17 dikalahkan oleh Belanda dan masih menguasai
bahagian timur Pulau Timur.

Sedjarah kedatangan ketiga-tiga pendjadjah itu mulai dari abad ke-16,


mula-mula datang Portugis, sudah itu Belanda, dan kemudiannja Inggeris lebih
dahulu menduduki Malaka sesudah itu baharulah menguasai Indonesia
seluruhnja. Pun Djepang mendjadjah Indonesia ialah dengan menduduki Malaya
lebih dahulu, oleh itu kepentingan Malaya itu sangat besar untuk arti
Kemerdekaan Indonesia.

Maka dengan adanja bangsa Melayu di Malaya disamping bangsa Indonesia,


bukannja sahadja besar arti didalam persaudaraan bangsa, tetapi djuga sangat
penting bagi pertahanan Indonesia Merdeka.

Dengan karena itu membiarkan saudara kandung di Malaya didalam


suasananja sekarang akan membawa akibat jang sangat mengantjam Indonesia
dimasa datang. Pendjelasan selandjutnja mengenai tentang hal nusa dan bangsa
Melayu itu dapat dipahamkan dengan sebaik-baik dan sedalam-dalam-nja dari
segala keterangan-keterangan jang diberikan didalam buku ini. Dalam pada itu
penting pula mengambil perhatian akan seruan jang sengadja dibentangkan
didalam BAB VII buku ini, jaitu meminta kesadaran seluruh bangsa Indonesia
tentang perdjuangan saudara kandungnja di Malaya dan diseluruh Negeri Melayu
jang masih didjadjah.
Atas nama Kesatuan Malaya Merdeka saja mengaturkan hormat kepada
sidang pembatja sekaliannja.

Tetap Merdeka!

Ibrahim Yaacob (IBHY)

Djakarta, tgl. 16 April 1951.

BABI

TJITA-TJITA
BANGSA ORANG
MELAYU

Adapun nama
„Melayu" itu
sesungguhnja masih
merupakan satu nama
anikaan (plural),
karena bangsa-bangsa
di Asia Tenggara ini disebut keturunan darah orang Melayu (Malay-race), di Philipine merasa
asalnja dari keturunan orang Melayu, dikalangan suku-suku orang aseli di Polynesia dan
lain-lain Kepulauan di Lautan Pasifik menganggap orang Melayu satu bangsa jang tertinggi
lebih dan mereka, dan dikalangan penduduk-penduduk golongan tua di Sumatra, di
Kalimantan, di Kepulauan Riaw/Lingga, dan didaerah Bantam/Djakarta masih mengakui
dirinja „orang Melayu". Bahkan lebih djauh dari itu ba hasa Indonesia sekarang masih tetap
disebut oleh orang-orang di Djawa Tengah sana katanja, „ngomong Melayu", pula
orang-orang desa di Menado, Makassar, dan lain-lainnja mengatakan „berbitjara bahasa
Melayu atau bertjakap Melayu".
Ringkasnja nama bangsa dan bahasa „Melayu" masih dipakai dan diakui sebagai bibit
pertumbuhan bangsa dan bahasa Indonesia sekarang. Karena nama „Melayu" itu adalah satu
nama aseli jang telah lahir sedjak .tahun 600 M dahulu, dengan bangunnja Keradjaan Melayu
Buddha Sri-Vidjaja di Palembang jang mendjadi pusat kesofanan dan berkuasa diseluruh
Asia-Tenggara ini selama lebih 600 tahun lamanja. Kemudian pada abad ke-15 Kesofanan
Melayu itu bangun kembali di Malaka dengan membawa perkembangan Islam keseluruh
Kepulauan Asia Tenggara ini.

Bagi orang Melayu di Malaya, nama Melayu itu adalah nama tunggal (singular) jaitu
nama bangsa, mereka menamakan Kepulauan Asia Tenggara (Indonesia dan Philipine) ini.
Pulau-pulau Melayu dan Malaya dinamakannja Tanah-Melayu, dan orang-orang-nja Bangsa
Melayu jang berbahasa dan beradat-istiadat Melayu, bahkan diakuinja, mereka adalah turunan
dari warisan Sri-Vidjaja. Kebesaran dan kehormatan Sri-Vidjaja jaitu “Tjap Kempa” dan
Pedang Tjorek „Simandang-kini” masih mendjadi kebesaran pusaka mereka. Adat
Temenggung jaitu adat Sri-Vidjaja jang didjadikan Undang-Undang Adat Negeri diluar
Palembang dan Minangkabau masih dipakai di Malaya, sebagai adat Melayu jang harus
dituruti, karena adat Temenggung kelaut (artinja menjeberang laut) dan adat Perpatih ke darat
(buat Palembang djaman dahulu kedarat, ialah ke minangkabau).

Pada masa sekarang, meski pun asal perkataan Indonesia itu dari perkataan Indo-Nesos
jang diartikan banjak Kepulauan di Hindia, tetapi sebahagian orang menganggap; Indonesia ini
adalah pendjelmaan dari „Melayu” dengan bahasa Melayu dan orang Melayu masuk djadi satu
Indonesia.

Akan tetapi sebahagian dari rakjat bangsa Indonesia; terutama orang-orang desa;
belumlah sadar bahwa orang Melayu di Tanah Melayu belum masuk kepada Indonesia, ialah
lantaran Negeri-negeri Melayu atau Malaka itu sudah disebut dengan nama „Malaya”, maka
bagi orang-orang Indonesia jang tua-tua itu, tidaklah begitu kenal akan nama itu, malahan ada
pula jang menganggap Malaya itu satu daerah asing.

Takrif (definesi) bangsa Melayu di Malaya.


Tetapi, bagi bangsa Melayu di Malaya tetap merasa Indonesia adalah sebahagian
daripada ,bangsanja, disekolah-sekolah rakjat menjebut Kepulauan ini dengan nama Alam
Melayu atau Kepulauan Melayu (Malay-Archipalego), buku-buku Sedjarahnja disebut
„Sedjarah Alam Melayu”, maksudnya ijalah sedjarah Indonesia. Dan didalam definesi bangsa
Melayu jang dipakai di Malaya sebelum tahun 1945 dahulu ialah „Orang bangsa Melayu itu
ialah orang-orang berasal keturunan penduduk aseli di Negeri-negeri Melayu (Malaya) dan
Pulau-pulau Melayu (Indonesia) jang beragama Islam . Orang ini mendjadi rakjat kepada
Sultan Melayu dinegeri mana orang itu bertempat tinggal . Hanja masa itu bangsa Melayu itu
dibahagi-bahagi-kan lagi, jaitu Melayu-djati ; jalah orang-orang jang asal turun-temurun di
Malaya; Melayu-Seberang, ialah orang-orang dari Kepulauan Melayu. Tetapi pada umumnja
tidak ada bedanja antara djati dengan seberang itu, mereka itu diakui sebagai rakjat Sultan
dinegeri mana ia bertempat tinggal.

Oleh jang demikian, meskipun Negeri-negeri Melayu sudah dipisahkan dari Kepulauan
Melayu oleh Inggeris Belanda sedjak tahun 1824 (lihat Bab III), tetapi dalam perhubungan
orangnja masih tetap, hanja kemudian ini sahadja nama daerah dirubah jaitu satu Indonesia;
jang lain Malaya dan sekarang ini orang Melayu di Malaya masih didjadjah Inggeris, dan
tersendiri sedemikian sulit perdjuangannja.

Tjita-Tjita Melayu-Raya kearah Indonesia-Raya.

Semendjak dari bulan Djuli tahun 1511 bangsa Melayu di Malaya (Malaka) itu
senantiasalah menghadapi peperangan dan penindasan pendjadjah-pendjadjah, jaitu
mula-mula Portugis, sudah itu Belanda, kemudiannja Inggeris seterusnja Djepang dan sekarang
Inggeris lagi.

Dalam perdjuangan national bangsa Melayu di Malaya pada waktu mula-mula


tumbuhnja rasa kebangsaan baru sesudah tahun 1927, memanglah dirasainja sungguh-sungguh
Bangsa Melayu itu adalah tunggal (singular) meliputi seluruh Kepulauan Asia Tenggara ini
semuanja itu adalah daerah dunia-Melayu (Malay-world), tjita-tjita bangsa kearah kesatuan itu
mulai tumbuh, maka lahirlah perkataan Melayu-Raya, maksudnja satu kesatuan jang menudju
kepada kesatuan bangsa jang besar dan luas.
Pendapatan ini memang datang dari sebab tumbuhnja kesadaran national, hingga
disadarinja betul-betul perpetjahan bangsa itulah jang menjebabkan bangsa-bangsa di Asia
Tenggara didjadjah oleh pendjadjah-pendjadjah dari Eropah. Kebangkitan Inggeris-Raya ialah
dari kesatuannja kembali sesudah berabad-abad bangsa itu didjadjah oleh Roman, dan
Norman, tetapi hari ini djadi pendjadjahan jang paling pertama didunia lantaran kesatuannja
kembali pada abad ke-13 itu. Untuk kebangkitan bangsa jang telah terpetjah-petjah di
Pulau-pulau Melayu ini, haruslah membina akan kesatuannja kembali dengan Memerdekakan
semua nusantaranja dari pendjadjah-pendjadjah jang ada sekarang ini.

Pada mula-mula-nja pemimpin-pemimpin bangsa Melayu berusaha menumbuhkan


tjita-tjita Melayu-Rayanja di Malaya, dalam waktu itu djuga kedengaran pula suara-suara ketjil
tentang adanja tjita-tjita Pan-Malaysia jang ditumbuhkan di Philipine. Akan tetapi manakala
pemimpin-pemimpin muda jang ingin mengembalikan segera akan kesatuan bangsa dan nusa
warisan Sri-Vidjaja, Madjapahit, dan Malaka dahulu itu melihat; bahwa diseberang didaerah
jang didjadjah Belanda sudah ada pergerakan jang lebih besar dan kuat meliputi lebih dari tiga
perempat dunia-Melayu; jaitu pergerakan Indonesia jang berdasar tjita-tjita national
Indonesia-Raya; maka diarahkannjalah tjita-tjita nationalnja kepada Indonesia-Raya, dan oleh
itulah; tahun 1929 kalangan pemimpin-pemimpin pemuda ada jang turut menganut kepada
Persatuan National Indonesia (P.N.I.) dan dengan beransur-ansur tumbuh kembanglah
tjita-tjita nasional Indonesia Raya di Malaya. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 itu, meskipun mereka ketinggalan, tetapi diwaktu yang sama mereka
(nationalist-Melayu) mengambil putusan didalam Kongresnja akan meneruskan perdjuangan
Kemerdekaannja bersatu kepada Indonesia (lihat Bab VI muka 63).

Adapun hubungan Negeri Melayu dengan Kepulauan Indonesia adalah hubungan jang
tidak ada perpisahannja sama sekali, dari segala sudut kebangsaan, kenegaraan, politik,
ekonomi dan kepentingan menghendaki akan hubungan kesatuannja, jang memisahkannja
hanja karena adanja kuasa pendjadjahan maka sekarang perasaan kedaerahan jang ditanamkan
oleh pendjadjahan – guna melemahkan kebangunan bangsa kita itu – haruslah dilenjapkan
semuanja sekali.

Demikianlah tjita-tjita bangsa Melayu dalam perdjuangan kebangsaannja sedjak


dimulaikan Oleh. Pemimpin-pemimpin Kesatuan Melayu Muda sampai kepada Partai
Kebangsaan Melayu Malaya dan terusannja.

Bukti-bukti dari kesatuan daerah, darah, kebudajaan dan bahasa.

Sebelum menindjau akan bukti-bukti dan Tjatatan Sedjarah jang menerangkan bahwa
Negeri-negeri Melayu itu senantiasa bersatu kepada Indonesia; perlulah didjelaskan tentang
.ikatan kesatuannja .didalam daerah negara, darah orangnja, kebudajaan dan bahasanja; jaitu:

Daerah/Wilayah.

1. Nama: Daerah-daerah jang meliputi Semenandjong Melayu (Malaya), Sumatra, Djawa,


Sunda-Ketji1, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Philipine pada djaman
purbakala tidaklah ada satu mama untuk kesatuannja, jang ada hanja nama dari sesuatu
kekuasaan jang meliputi seluruhnja yaitu seperti kekuasaannja Sri-Vidjaja dan
Madjapahit jang berkuasa memerintah seluruh daerah-daerah tersebut.

Kemudian mulai pada abad ke 16 M, daerah ini dikenal oleh orang-orang Eropah
dengan nama Malay-Archipelago (Kepulauan Melayu) atau disebut djuga Malay-world (dunia
Melayu), atau East-Indies (Hindia-Timur), sesudah itu disebut pula “Malaynesia” jaitu asalnja
dari perkataan Malaynesos-Asia, artinja Kepulauan Melayu di Asia (Nesos artinja pulau-pulau).
Diantaranja pula Professor A. Bastian dari Djerman pada abad ke 18 menjebut akan
daerah-daerah ini dengan nama Indo-Nesos-Asia jang artinja banjak pulau-pulau India jang
dipendekkannja “Indonesosia dan beliau menulis sebuah buku dalam bahasa Djerman yang
berjudul “Indonezien”, dari sinilah lahir nama Indonesia”. Maksud dari perkataan itu meliputi
semua pulau-pulau dilautan pacific diantara Asia-Australia termasuk didalamnja itulah jang
dinamakannya Indonesia.

Pendjadjah Belanda telah menentukan namanya dengan nama Oost-Indies, sebab itu
daerah-daerah jang mendjadi djadjahan Belanda disebut dengan nama Nederland Oost
Indische (Hindia-Timur Belanda).
Pemimpin-pemimpin nasional telah memilih nama “Indonesia” sebagai nama kesatuan
seluruh daerah kepulauan ini, mulai digunakan pada awal abad ke-20 ini, jakni memakai nama
jang diberikan oleh Professor Bastian dahulu. Maka sekarang inilah jang djadi nama resmi,
mempersatukan sebahagian besar dari dunia-Melayu, yaitu seluruh daerah bekas
Hindia-Belanda dahulu; menurut aseli nama Indonesosia termasuklah semua daerah
kepulauan Melayu dan Malay archipelago.

Kedudukan: Malaya dan Serawak/Brunei dan Sabah jang berkedudukan diantara


Sumatera dengan Kalimantan adalah merupakan duduk ditengah-tengah bahagian utara
Indonesia sekarang, hingga garis perbatasan utara Republik Indonesia jang seharusnja lurus
dari Sabang ke Pulau Laut terus ke Pulau Miangas di utara Pulau Halmahera itu terpaksa djadi
bersiku-siku seperti satu huruf “W” digaris perbatasan Indonesia (Lihat peta jang terlampir).

Dari itu njatalah bahwa daerah Negeri-negeri Melayu itu (Malaya, Singapura dan
Kalimantan-Utara) masuk kepada daerah Indonesia, bahkan kedudukan jang sangat penting
bagi Indonesia, terutamanya Malaya jang memiliki sebagagian dari selat Malaka jang duduknja
betul-betul dimuka pintu besar Indonesia, hingga dalam arti kedudukan alamnja; belumlah
sempurna Kemerdekaan Indonesia, selama siku-siku huruf “W” itu belum dihapuskan dari
garis perbatasannja, jakni selama negeri-negeri Melayu itu dikuasai oleh kuasa asing, berartilah
belum sempurna Kemerdekaannja, karena masih ada daerah Indonesia jang di djadjah.

Hal ini sudah lama disadari oleh pemimpin nasional Indonesia dan pemimpin Rakjat
Malaya, bahkan seperti diketahui tadi semenjadjak tahun 1928-1929 sudah berkembang
tjita-tjita nasional Indonesia-Raya dan saja sendiri adalah salah seorang penggeraknja jang
pertama menerima adjaran Sosio-national-demokrasi.

Darah.

Hubungan satu daerah kepulauan ini; diperkuatkan pula oleh satu keturunan darah
penduduk aseli (anak-negeri) jang mewarisi daerah-daerah ini, jaitu dari darah suku bangsa
jang dikenal dengan nama Malay-race (Ras-Melayu) atau Malay-stock (rumpunan-Melayu) atau
Maleiers, hal ini memang diaku oleh ahli penjelidik keturunan manusia. Oleh itu sjahlah
bahwa penduduk putera-bumi Negeri-negeri Melayu itu (Malaya dan Kalimantan-Utara)
adalah golongan bangsa Indonesia jang masih didjadjah, jang menjebabkan djadi lain
kebangsaan (nationality)-nja lantaran mash didjadjah, manakala sebahagian besar dari
saudaranja, keluarganja, dan sebahagiannja jang berada di Sumatra, Riaw, Kalimantan, Djawa
dan lain-lain-nja sudah mendjadi bangsa jang Merdeka jaitu bangsa Indonesia, sedang mereka
di Malaya dan Kalimantan-Utara terpisah, terpisah oleh karena dua bendera, jaitu bendera
pendjadjahan Inggeris jang mendjadjah mereka dan Sang Merah-Putih lambang Kemerdekaan
Indonesia

Kuasa-kuasa pendjadjahan sendiri mengaku, bahwa tumpah-darah orang Melayulah


jang dinamakan bangsa Indonesia sekarang, dan Inggeris sendiri didalam Kitab „the Great
Britain in Asia" penulisnja mengaku; pusat rumpunan orang Melayu, ialah di Djawa; artinja
orang Melayu di Malaya satu bangsanja dengan orang Djawa jang sekarang djadi bangsa
Indonesia jang Merdeka.
Sesungguhnja kita tidak lupa, bahwa tidak ada bangsa didalam dunia ini jang bersih
darahnja iari pertjampuran darah dari berbagai-bagai bangsa. Bahkan asal timbulnja
ras-Melayu semendjak 50 ribu tahun dahulu berkembang dengan kesofanannya adalah dari
pertjampuran darah Dravida dan Mongol, kemudian bertjampur-tjampur lagi dengan darah
orang Aria (Aryan) dan Semite jang datang ke Asia-Tenggara ini, pertjampuran darah inilah
jang melahirkan Malay-stock sekarang djadi dua bangsa, jaitu Indonesia dan Filipino, dalam hal
ini orang-orang Melayu di Malaya dan Kalimantan-Utara ada lebih dekat kepada Indonesia dan
mereka merasa satu dengan bangsa Indonesia dalam segala hal sedjak dari kesadaran
nasionalnja.

Kebudajaan.

Sedjarah Malaynesia atau Indonesia ini menerangkan bahwa bangsa disini telah
didatangi oleh kebudajaan dan kesofanan dari India jang datang membawa adjaran agama
Hindu dan Buddha kedalam masjarakat negeri ini, sedjak lebih dua ribu tahun dahulu, hingga
kebudajaan dan kesofanan aseli diganti dengan kebudajaan baru menurut kesofanan agama
jang sangat mempengaruhi kehidupan manusia djaman dahulu, kemudian sedjak 600 tahun
dahulu didatangi oleh adjaran Islam, achirnja adjaran Kristian masuk pula bersama-sama
dengan pendjadjah-pendjadjah Eropah. Meskipun begitu dasar kesofanan aselinja masih tetap
ada, dari karena itu pokok kebudajaan Indonesia masih satu, hanja berbeda didalam pengaruh
jang mempengaruhinja; umpamanja di Bali dan di Djawa, kebudajaannja dipengaruhi oleh
agama Hindu dan Buddha, di Sumatra, Kalimantan, Malaya dan di Sulawesi Selatan
dipengaruhi Islam, di Sulawesi Utara, Maluku dan lain-lain dipengaruhi Kristen; tetapi dalam
pokoknja adalah sama, hingga diwaktu jang achir ini dapatlah saling ambil mengambil hingga
merupakan- satu kebudajaan Indonesia-baru, jang nanti akan menghilangkan dasar-dasar
perbedaan agama, lalu melahirkan Kebudajaan national Indonesia baru jang menurut djaman
dan kemadjuannja jang sesuai dengn kepribadiannja dan kepentingan hidup masjarakatnja.

Bahasa.

Ikatan kebudajaan ini bertambah kuat lagi menarik kepada kesatuan bangsa; ialah
berhubung dengan satu bahasa; jaitu bahasa Melayu jang mendjadi pokok bahasa Kesatuan
Indonesia pada masa ini, jaitu bahasa Melayu pasar jang diaduk tjampur dengan
perkataan-perkataan dari bahasa daerah dan bahasa asing lalu mendjadi bahasa kesatuan; jaitu
bahasa Indonesia jang sedang hidup dan kembang madjunja itu, kesatuan bahasa ini akan
segera menumbuhkan kebudajaan baru jang sesuai dengan keadaan djaman jang mendorong
kepada kemadjuan bangsa.

Djadinja pada masa ini meskipun nusa dan bangsa Melayu (Malaya dan
Kalimantan-Utara) belum bersatu kepada Indonesia, tetapi bahasa Melayu sudah masuk
kepada Indonesia, dengan tidak ketinggalan pula kebudajaannja dan ikatan bahasanja.

Maka dari apa jang diterangkan diatas, adalah mendjadi bukti-bukti jang njata jang
dapat diperiksa dan dianalysis pada masa ini; bahwa Negeri dan orang Melayu senantiasa
dalam keadaan satu dengan Indonesia. Hingga soal darah jang seharusnja banjak tjampurannja
itupun penduduk didaerah ini masih tetap satunja, karena selangkan darah radja-radja jang
mendjadi Sultan di Negeri-negeri Melayu itu berasal darah dari kepulauan Indonesia, jaitu
seperti Sultan-sultan Johor, Pahang, Trengganu, Perak dan Selangor turunan darah
Daeng-daeng Bugis dari Sulawesi-Selatan, keterangan ini boleh didapati dari Kitab Silsilah
Radja-radja Melayu dan Bugis serta Kitab Sedjarah Alam Melayu. Sultan-sultan Johor, Pahang,
Perak, Trengganu dan Kedah dari darah Radja-radja Riaw, Jam-Tuan Besar Negeri Sembilan
asal dari Radja Minangkabau dan Sultan Brunei tjampuran darah Bugis dan Djawa; oleh
demikian orang Melayu itu adalah bangsa Indonesia aseli menurut darah turunannja dan
hubungan kekeluargaannja, bahkan jang sangat dekat hubungannja ialah Sumatra, Kalimantan,
Djawa dan Sulawesi Selatan. Perpisahannja hanjalah oleh dua pendjadjahan, dan sekarang oleh
sebab Negeri-negeri Melayu itu masih didjadjah atau setengah didjadjah oleh Inggris.

Selandjutnja pengarang-pengarah sedjarah bangsa Eropah dan Amerikapun sering


mengaku akan kebenarannja bukti-bukti jang dibentangkan diatas; didalam buku „A Short
History of the Far East", oleh K. Scott Latourette c.s. jang diterbitkan di U.S.A. tahun 1947; muka
348 - menerangkan mengenai East Indies (Hindia Timur) jang didjadjah oleh tiga pendjadjahan;
jaitu Portugis, Inggeris, dan Belanda, diantara lain-lain katanja; „Kepulauan di Asia Tenggara
jang keselatan dan ketimurnja; oleh orang Eropah disebutnja East Indies (Hindia Timur), jaitu
tempat tinggal dari penduduk jang banjak matjam kebudajaannja; tetapi umumnja ialah dari
rumpunan darah-Melayu (Malay-stock); ketjuali orang-orang jang menduduki New Guinea
(Irian) jaitu orang Papua. Dan dikatakannja; bahasa penduduk ialah berpokok dari satu, jaitu
bahasa Melayu jang dimengerti oleh sebahagian besar dari orang-orang didaerah-daerah ini.
Adapun ketiga-tiga kuasa pendjadjah tersebut, masing-masing-nja dahulu (tadinja) ada
mempunjai East Indies Company jang dibangunkan pada abad ke-17 M".

Seterusnja diterangkannja, jaitu sedjak dari tahun 1824 (sesudah Perang Napoleon)
Belanda memberhentikan tjita-tjita menaklukkan Malaya dan daerah pusat kekuasaannja jaitu
Kota Melaka diserahkan kepada Inggeris ditukarkan dengan Bengkulen, (Bengkahulu) jaitu
pusat kekuasaan Inggeris, di Sumatra diserahkan kepada Belanda.

Oleh itu dapatlah difahamkan oleh pembatja buku ini, jaitu sedjak Jahun 1824 itulah
petjahnja Negeri-negeri Melayu di Malaya dari Indonesia oleh sebab perbuatan dari
pendjadjahan Belanda dan Inggeris. (Lihat Bab III kitab ini).

Sesungguhnja bagi orang-orang pentjinta bangsa jang menghendaki satu kesatuan


national jang luas besar, dapatlah mengerti apa jang dimaksudkan Indonesia-Raya itu; ialah
meliputi seluruh daerah Malay-Archipalego atau Malaynesia atau dunia Melayu jang oleh
orang-orang Eropah disebut dengan nama Hindia Timur (East Indies) itu; jakni termasuklah
daerah-daerah jang didjadjah Inggeris, daerah-daerah itu memang penting bersatu kepada satu
ikatan, oleh karena daerah-daerah ini merupakan daerah-daerah ketjil tetapi strategies dan
dengan orangnja jang tidak seberapa ramai itu tidaklah dapat membangunkan pemerintahan
sendiri jang terpisah, seperti Philipine. Daerah-daerah Malaynesia Inggeris itu merupakan
daerah-daerah jang kedudukannja tidak dapat terpisah dari Indonesia seperti mana adanja
kedudukan Malaya dan Kalimantan-Utara itu djadinja dengan sendirinja tempat-tempat itu
sangat penting kepada Indonesia dan memang warisan turun-temurunnja.

Demikianlah beberapa bukti jang mengenai dengan hubungan-hubungan daerah, darah,


kebudajaan dan bahasa diantara Indonesia dengan negeri-negeri Melayu. Dengan mengadakan
kesatuan dengan daerah-daerah tersebut baharulah tudjuan Indonesia Raya dapat
diselenggarakan dengan sempurna. Maka itulah mendjadi „Tjita-tjita bangsa orang Melayu
dalam meneruskan perdjuangan nationalnja". Dan di Malaya sekarang pedjuang-pedjuang
national itu mengibarkan Sang Merah-putih dengan bintang kuning dua belas di podjok merah
atas, (Lihat gambar di kulit) ialah menegakkan hasrat Rakjat Melayu jang ingin bersatu dengan
Indonesia, atas kemauannja sendiri Rakjat Malaya disana sudah semendjak tahun 1929
menerima baik akan sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, jang menjatakan: “Satu Bangsa,
Satu Nusa, Satu Bahasa INDONESIA”, hanja kaum Radja Malaya yang diperalat oleh kaum
kapitalis Inggris dengan kompradornja kapitalis Tjina, India, Ceylon, Yahudi dan lain-lainnja
jang menentang dan menindas perdjuangan Rakjat Melayu Malaya jang sekarang ini diteruskan
oleh Kesatuan Malaya Merdeka.

BAB II

SEDJARAH PERIKATAN BANGSA DAN NUSA.

1. Sedjarah Asal lahirnja.

Didalam Bab I telah diterangkan hubungan dalam perikatan daerah, negara dan darah
orang Melayu dengan Kepulauan Asia Tenggara, kebudajaan dan bahasa segala sesuatunja itu
mempujai hubungan dan perikatan jang kuat diantara satu dengan jang lainnja.

Bagi sesuatu keluarga bangsa jang lahir di daerah kepulauan jang luas bertaburan
demikian banjaknja seperti Kepulauan Indonesia atatu Malaynesia ini dengan sedjarah
kelahiran manusianya sudah ada 50 ribu tahun dahulu, jakni telah ada begitu tua dan lama
tentulah banjak sekali pertjampuran darah, pertukaran kesofanan - kebudajaan, dan melalui
banjak kedjadian-kedjadian perpetjahan serta pertjantuman bangsa dan nusanja, menurut
aliran sedjarah turun-naiknja kekuasaan suku-bangsanja, dan perhubungann aja dengan
kesofanan serta kebudajaan luar negeri. Hal ini sungguh banjak dialami dan dirasai oleh
bangsa dikepulauan ini, di dalam masa kurang lebih enam ribu tahun sedjarah bangsanja
sendiri.

Adapun orang Melayu (Malay-Race) itu, disebut pula oleh penulis Arab dengan nama
orang Djawi atau Djawa. Pada umumnya orang Melayu jang menduduki Asia-Tenggara ini
dapat dipetjahkan kepada beberapa puak suku besar diantaranja ijalah: Melayu, Djawa, Bugis,
Sunda dan Sulu, disampingnja ada beberapa puak-suku jang tidak beragama Islam seperti
orang-orang Batak, Dajak, Kubu, Badoi, Alipuru dan lain-lainnja, diantaranja ada pula
puak-puak jang masih liar seperti Sakai, Kajan dan lain-lainnja. Timbulnja puak suku-suku itu
ijalah karena perubahan-perubahan dalam agama, kesofanan dan pertjampuran dari semasa
kesemasa, tetapi pada pokok asal-usulnja adalah satu, karena memang puak-suku bangsa ini
telah bersatu seperti akan diterangkan sedjarahnja dibawah ini.

Berhubung dengan duduknja daerah ini ditengah persimpangan djalan pelajaran dunia
diselatan Asia, menjebabkan banjak sekalj, pengaruh luar negeri terhadapnja, terutama dari
India dan Tiongkok, kemudiari 400 tahun daerah-daerah ini didjadjah oleh pendjadjahan
Eropah (Anglo-Saxon.) jang membawa pula kesofanan-sofanan barat, tetapi sjukur kepada
kesofanan Melayu jang telah dilahirkan oleh pembangunnja dibeberapa puluhan abad jang lalu,
maka karena keteguhannja itulah hingga hari ini, djiwa dan isinja masih tetap satu dan hidup,
hanja jang berubah, nama dan kulitnja sahadja, seperti mana lain-lain bangsa djuga menerima
perubahan-perubahan menurut aliran djaman, umpamanja orang Roman berubah kepada
Italia, Babylonia berubah kepada Persia dan sekarang djadi Irania, Prussia berubah kepada
German, maka begitulah kita sekarang untuk menimbulkan satu kesatuan.bangsa jang
luas-kuat mengambil perubahah nama; dengan nama “Indonesia” ini hanja nama kasatuan,
dalam djiwa dan isi kebangsaannja tetap sama, dan perubahan nama itu adalah satu
pertumbuhannja jang semakin sybur, seperti ternjata bahasa Melayulah jang mendjadi bibit
bahasa Indonesia.

Sedjarah kelahiran suku bangsa di kepulauan Asia Tenggara ini jang dinamakan
Rumpunan Melayu (Malay-stock) itu telah lahir didaerah kepulauan ini yaitu berpusat di
Kalimantan, kemudian mereka berkembang dan berhubungan dengan orang-orang aseli dari
Bugis. Orang-orang jang pertama datang ijalah orang liar jang berpindah-pindah, jaitu orang
Dravida dari pantai timur India, mereka sampai ke Malaya dan Sumatera, kemudian terus ke
pulau-pulau di timurnja sampai ke Maluku, di Maluku darah mereka masih lebih banjak
seperti didapati kepada orang-orang Alipuru dan puaknja, manakala dipulau-pulau lain sudah
banjak tjampuranja, hanja ada puak-puak sukunja jaitu ora ng Ita dan Igorot di Philipine, orang
Semang di Malaya, sedangkan rumpunan-rumpunan orang aseli di Sumatera, Malaya,
Kalimantan dan Sulawesi banjak tjampuran darahnja dengan orang-orang Mongol jang datang
kemudian, mereka ini terdiri dari kaum Tani, jang suka berpindah-pindah menurut musim dan
mereka bertjampur dengan orang-orang jang datang dahulu daripadanja, lalu membuka tanah
pertanian berkampong desa, tempat-tempat jang diduduki oleh mereka di pinggir-pinggir kali
(sungai) jang besar. Dari pertjampuran orang-orang inilah jang melahirkan kesofanan Melayu
aseli, tempat kediaman mereka jang ramai ijalah di Djawa, Sumatera, Malaya, kemudian
berkembang ke Kalimantan, Luzon, Mindanao, Sulawesi, Maluku, Sunda Ketjil dan sekitarnja.
Mereka tidak beragama, hanja mempunjai kepertjajaan kepada semangat (Anamisma) jaitu
seperti bekas-bekas-nya ada kepada orang Sakai di Malaya, orang Kubu di Sumatera, orang
Kajan di Kalimantan, Toradja di Sulawesi, Tobelo di Halmahera dan lain-lainnja.

2. Permulaan Sedjarah dan Kedatangan Agama Hindu.

Walaupun penduduk aseli sudah ada semendjak 50 ribuan tahun dulu dan
kesofanannja dimulai 6 ribu tahun jang lalu tetapi ditimbang dari aliran sedjarah jang mengenai
dengan kemadjuan dan kedjadian di India dan Tiongkok (Tjina); maka njatalah di
Asia-Tenggara ini sebelum Masehi sudah ada keradjaan-keradjaan ketjil kaum Tani orang
Melayu jang Animisma. Kemudian diantara tahun 500 sebelum Masehi datanglah orang-orang
India beragama Hindu kedaerah ini mengadjarkan agama tersebut kepada
penduduk-penduduk disini. Pada masa itu di India sedang menghadapi perang saudara,
karena serangan-serangan dari kuasa-kuasa keradjaan jang bangkit di India Utara, dan karena
pertentangan mudzahab dikalangan agama Hindu jang dipetjah-petjah-kan oleh kasta-kasta-nja
itu, jang mana agama Hindu/Brahma memegang kekuasaan dan tertinggi di India. Sebab itu
peladjaran Hindu/Visnu dan Hindu/Sjiwalah jang kembang diluar India, djadinja orang-orang
India jang datang itu bukanlah menaklukkan negeri-negeri di timur India ini, tetapi mereka
pelarian-pelarian agama jang datang kenegeri-negeri disini lalu mengadjarkan adjaran
agamanja kepada orang-orang disini. Maka masuklah kesofanan jang berdasar kepada agama
Hindu dikalangan bangsa orang-orang Melayu, dan pemerintahan keradjaan.nja menurut dasar
agama Hindu, serta banjaklah pelarian-pelarian agama dari India itu berkawin dengan
puteri-puteri Radja atau/pembesar-pembesar disini, serta ada pula jang sampai mendjadi
Radja, tetapi sama sekali tidak ada hubungannja dengan keradjaan di India jang sedang
berperang kasta masa itu; bahkan diantara tahun 250 Sebelum Masehi kuasa agama Hindu di
India digantikan oleh kuasa agama Buddha dengan bangunnja Keradjaan Maharadja Asoka,
menjebabkan bertambah banjak orang-orang agama Hindu lari ke Asia Tenggara ini.

Meskipun kerajaan Hindu djatuh di India, tetapi anggaran mulai tahun 300 Sebelum
Masehi beberapa keradjaan Melayu beragama Hindu jang ketjil-ketjil telah ada disini
diantaranja ijalah: Langkasuka di Selat-Malaka kemudian lahir, Tarumanagara di Selat-Sunda,
Keradjaan Keling (Kedu), dan lain-lainnja di tanah Djawa. Sri-Vidjaja, Pasai, dan lain-lain-nja di
Sumatra; Pahang, Tamasik (Singapura), dan Bentan (Riaw) di Tanah-Melayu. Tetapi jang
njatanja ijalah sekitar tahun 200 Masehi telah bangun keradjaan Tarumanegara beragama
Hindu menguasai seluruh Pasundan, kemudian menaklukkan daerah-daerah Lampong,
Indragiri, Pulau Bentan sampai ke Tamasik .(Singapura), Keradjaan Kutai di Kalimantan-Timur
pada tahun 600 Masehi. Keradjaan Hindu Keling (Kedu) menguasai seluruh Djawa-Tengah
kemudian ke Timur hingga Bali dan Keradjaan Hindu Minasambu berkuasa di
Sumatera-Timur, disamping itu beberapa banjak keradjaan ketjil-ketjil jang sebentar-bentar
bangun, sebentar-sebentar hilang ditakluk oleh kuasa keradjaan besar jang berdekatan
dengannja.

Pada waktu Keradjaan agama Buddha Maharadja Asoka djatuh di India tahun 1 50
Sebelum Masehi dan di India bangun kembali kuasa keradjaan-keradjaan Hindu/Brahma;
tetapi di Asia Tenggara ini masih berkembang djuga agama Hindu/Sjiwa dengan tidak ambil
tahu akan apa jang terdjadi di India, bahkan anggaran tahun 500 Masehi mulai pula kembang
agama Buddha dinegeri-negeri ini, padahalnja di India kuasa agarna Buddha itu didalam
kekalahan dan hilang pengaruhnja, jang kemudian hanja dapat mempertahahkan
kedudukannja di Pulau Serendip (Ceylon) dan di Bengal sahadja.

3. Sedjarah Kesatuan jang Gilang-gemilang.

Sungguh pun agama Buddha hilang di India, tetapi makin luas berkembangan di Asia
Tenggara dan banjaklah keradjaan-keradjaan beragama Hindu bertukar mendjadi keradjaan
agama Buddha, dan achirnja anggaran tahun 600 Masehi bangunlah Keradjaan Melayu agama
Buddha Sri-Vidjaja memerintah Palembang dan Minangkabau bernama Keradjaan Pamalayu
(Melayu) Sri Vidjaja jang kemudiannja dapat menaklukkan Keradjaan-keradjaan Hindu
Tarumanagara, Mataram, Inderagirii Bentan, Temasik achirnia menguasai seluruh Sumatra,
Pulau Djawa, Tanah Melayu, Kalimantan, Sunda Ketjil, Maluku, Pulau Pahlawan, Mindanau
dan lain-lain-nja, bahkan Keradjaan Hindu Mataram Tua diganti dengan Keradjaan Mataram
Buddha diperintah oleh adik Maharadja Sri-Vidjaja jang sedang madju dengan gemilangnja
mempersatukan seluruh Indonesia atau Malaynesia ini kepada satu pusat pemerintahan jang
berdasar kepada kesofanan tatatertib agama Buddha dan suku bangsa Melayu.

Meskipun pada abad ke-9 Masehi pernah Tentara Djawa menjerang pusat Sri-Vidjaja di
Palembang dan ada kedjadian pemberontakan jang menjebabkan pusat pemerintahan
Sri-Vidjaja berpindah ke Mataram buat beberapa tahun, tetapi pemberontakan itu dapat diatasi
dan pada achir abad itu Sri-Vidjaja makin besar kuasanja, hingga menaklukkan
KeradjaanTjempa, Kambodja dan Anam di Indo Tjina, bahkan tahun 1005 Masehi
membangunkan Tjandi Buddha di Nagapatam (Bangel ?) dan di Nilanda di Burma, masa itu
Maharadja Paladewa (agama Budha) jang memerintah di Bangel bersahabat baik dengan
Maharadja Purbadewa di Sri-Vidjaja.

Di djaman itu, Sri-Vidjaja mendjadi pusat kekuasaan dan peladjaran agama Buddha di
Asia Tenggara, ulama-ulama Buddha dari Ceylon, Bangel, dan Tiongkok sering datang beladjar
ke Sri-Vidjaja, Ulama Besarnja ialah Dharma Kirti, hingga ulama besar Buddha di Bangel
bernama Depankara itupun pernah berguru kepadanja di Sri-Vidjaja, begitu pula ulama-ulama
Buddha dari Tiongkok seperti: I Tsing, Tjoa Dju Kuo dan lain-lain-nja datang melawat dan
berguru kepada Dharrna Kirti, bahkan menurut riwajat; Sri-Vidjaja pernah pula menjerang
Pulau Serendip (Ceylon).

Kuasa Sri-Vidjaja telah djatuh pada abad ke-13 Masehi, jaitu pada mula-mula-nja
anggaran dalam tahun 1250 Masehi telah timbul perang saudara, menjebabkan beberapa
Radja-radja dan Rakjat-Rakjat keluar dari Palembang membuka negeri-negeri baru ke Tanah
Melayu (Malaya), Kalimantan, Mindanau, Sulawesi, dan lain-lain-nja, serta tidak mau lagi
tunduk kepada Sri-Vidjaja di Palembang, diantaranja ialah Radja Singapura jang mana bangun
keradjaan sendiri mulai tahun 1280 Masehi itu. Achirnja .pada tahun 1292 Masehi Sri-Vidjaja
jang berpusat di Palembang itu dikalahkan oleh Keradjaan Djawa Hindu Tumapel (Singosari).
Adapun orang-orang agama Hindu/Sjiwa di Djawa meskipun ditakluk oleh
Sri-Vidjaja, tetapi disitu daerah di Djawa Timur tetap mereka mempertahankan kekuasaannja
dengan mendirikan Keradjaan beragama Hindu Kediri dan mengadakan perlawanan kepada
kuasa-kuasa keradjaan agama Budha Mataram di Djawa dan Keradjaan Sri-Vidjaja, oleh
itulah disebutnja didalam kitab Nagarakartagama katanja:

„Wira-wiri Keradjaan Pamalayu Sri-Vidjaja", karena pada perasaan orang Djawa Hindu,
Sri-Vidjaja adalah sebagai musuhnja jang mundar-mandir. Dan berkali-kali mereka datang
menjerang Palembang, tetapi tidak dapat dikalahkannja. Baru pada tahun 1292 angkatan
perang Singosari dapat mengalahkan ibu kota Sri-Vidjaja di Palembang dan meruntuhkan ibu
kota Budha Sri-Vidjaja

Setelah Sri-Vidjaja djatuh kuasanja, kemudian Keradjaan Hindu Tumapel dikalahkan


pula oleh Keradiaan Hindu/Visnu Daha, tetapi keturunan Radja Tumapel membangunkan
Keradjaan Madjapahit mengalahkan Daha, maka Madjapahit pun bangkit menaklukkan
seluruh Tanah Djawa, Sunda Ketjil, Palembang serta seluruh Sumatra, Tanah-Melayu (Malaya),
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku sampai ke Papua. Radja-radja keturunan SriVidjaja jang
membuka Keradjaan Melayu Singapura tahun 1280 itupun, achirnja dikalahkan oleh
Madjapahit anggaran dalam tahun 1370 Masehi, maka timbullah djaman jang gemilang kali
kedua bagi seluruh Indonesia ini, dengan mempunjai pemerintahan kesatuan berpusat di
Madjapahit, masa itu meskipun di Madjapahit beragama Hindu /Sjiwa, tetapi agama Buddha
dan Iain-lain-nja dapat didjalankan dengan bebas, sebab itu boleh didapati sekarang disatu
tjandi ada mengerdjakan kedua-dua agama tersebut.

Madjapahit telah djatuh kuasanja pada pertengahan abad ke-15 Masehi, jang achirnja
tahun 1478 Masehi dihantjurkan oleh Keradjaan Djawa Islam Demak.

Adapun keturunan Radja Sri-Vidjaja jang membuka Singapura pada achir abad ke-13
itu, kemudiannja dikalahkan oleh Madjapahit seperti diterangkan diatas, dan pada anggaran
tahun 1380 Masehi membuka Keradjaan Melayu Malaka, dan masuk agama Islam tahun 1409
Masehi. Dengan demikian bangkitlah satu Keradjaan Melayu berdasar agama Islam dengan
memakai gelaran „Sultan". Keradjaan Melayu Malaka selama abad ke-15 Masehi telah berkuasa
menaklukkan seluruh Tanah-Melayu sampai ke Petani dan Ligor, Bentan (Riaw-Lingga),
Sumatra, Brunai (termasuk Serawak), dan Tandjong Pura di Kalimantan Barat, serta
berkembanganlah pengaruh Islam sampai ke Pulau Pahlawan, Mindanau, Maluku, serta
Sulawesi. Meskipun masa itu telah bangkit djuga Keradjaan Islam Pasai (Atjeh), tetapi
keradjaan itu dapat ditaklukkan oleh Sultan Malaka pada pertengahan abad ke-15 Masehi. Pada
djaman inilah kuasa Keradjaan Melayu Islam mempengaruhi seluruh Kepulauan Indonesia ini,
bersahabat baik dengan Ratu Madjapahit dan dengan Maharadja Tiongkok, mereka
utus-mengutus surat serta perwakilan persahabatan.

Di Djawa dan Sunda Ketjil masih dikuasai oleh Keradjaan Hindu Madjapahit, dan
Keradjaan Malaka merasa tidak senang kepada Madjapahit, seperti tersebut didalam Hikajat
Hang Tuah, jaitu meskipun Sultan Malaka bersahabat dengan Ratu Madjapahit, tetapi ada rasa
persaingan, dalarn Hikajat itupun menjebutkan „Gadjah Mada tjelaka", serta .mentjeritakan
Ratu Madjapahit dan Gadjah Mada berusaha mau membunuh Hang. Tuah dan menaklukkan
Sultan Malaka jang meskipun sudah djadi menantu Ratu Madjapahit.

Dalam Sedjarah Melayu dan Hikajat Hang Tuah, teranglah kemadjuan dan kebesaran
Sultan Malaka adalah melalui diplomasi, hingga Ratu Madjapahit menjerahkan Inderagiri,
Palembang, Pulau-pulau Djemadja, Siantan dan Bunguran kepada Sultan Malaka, kedjadian ini
diantara tahun 1450-1470 Masehi jaitu sebelum Riwajat Madjapahit tammat dikalahkan oleh
Keradjaan Islam Demak.

Keradjaan Melayu Islam Malaka selama abad ke-15 itu, mendjadi pusat kesofanan
berdasar agama Islam, hingga seluruh daerah jang dibawah kekuasaannja Rakjat memeluk
agama Islam, akan tetapi pada achir abad tersebut, jaitu sesudah mangkat (meninggal)-nja
Sultan Mansur Sjah dan Laksamana Hang Tuah, kemadjuannja telah terhenti, kemudian dalam
tahun 1511 Masehi pusat pemerintahannja di Kota Malaka telah diserang dan dikalahkan oleh
Portugis, jaitu bangsa Eropah jang mula-mula datang mendjadjah ke Asia Tenggara ini. Dan
sesudah abad ke-16 Masehi, Sedjarah Malaynesia adalah mentjatatkan sedjarah jang kelam,
lemah, djatuh kedalam lembahan pendjadjahan, didjadjah oleh pendjadjah-pendjadjah dari
Eropah, jaitu dari Portugis dan Sepanjol, Belanda, Inggeris dan Amerika. Sedjarah bangsa kita
mulai abad itu adalah sedjarah jang menjedihkan.
Sesungguhnjal menurut keterangan sedjarah seperti jang telah dinjatakan dengan
ringkas diatas, tidaklah dapat ditolak lagi, bahwa orang Melayu di Malaya dan
Serawak/Brunei termasuk orang Dajaknja adalah bangsa Indonesia sedjati, dan daerah
Negeri-negeri Melayu itu adalah daerah Indonesia aseli, jang mana bangsa dan nusa-nja masih
didjadjah oleh kuasa asing sebagai kelandjutan datangnja pendjadjahan Eropah ke Indonesia ini
mulai abad ke-16 Masehi, seperti akan didjelaskan sedikit dibawah ini.

4. Peperangan melawan Pendjadjah dari Eropah.

Adapun seperti diterangkan diatas tadi bangsa Eropah jang mula-mula datang
mendjadjah ke Asia Tenggara ialah Portugis, jang pada achir abad ke-15 Masehi. sudah
menduduki perlabuhan Goa di India, dari sana datang ke Indonesia menaklukkan Kota Malaka
dengan kekuatan Armadanja.

Sungguhpun Portugis dapat menaklukkan Kota perlabuhan Malaka; tetapi tidaklah


dapat menaklukkan Keradjaan Melaju, Sultan Melayu memindahkan Pusat Pemerintahannja
dari Kota Malaka ke Muar, kemudian ke Pahang, setelah itu ke Bentan (Riaw), lalu pindah ke
Kampar di Sumatra, Sultan Mahmud mangkat di Kampar tahun 1529, Puteranja Sultan
Alauddin Rikjat Sjah II membuka negeri Johore tahun 1530 dan dari Johorlah
Angkatan Perang Melayu meneruskan peperangannja melawan Portugis. Oleh sebab itulah
Portugis terpaksa membangunkan Benteng-batu jang kuat di Kota Malaka, dan tidak berkuasa
di Malaya dan Sumatra, hanja dapat meluaskan kuasanja ke Pulau Maluku dan Sunda Ketjil
sahadja.

Dalam tahun 1602, Belanda dan Inggeris datang ke Indonesia ini; jaitu Inggeris masuk
ke Sumatra bersahabat dengan Radja Atjeh, kemudian menduduki Bengkulen. Dan Belanda
bersahabat dengan Sultan Melayu di Johor, kemudian menduduki Bantam di Djawa-Barat.
Persahabatan Sultan Melayu dengan Belanda itu ialah dengan perdjandjian bersekutu untuk
memerangi Portugis di Kota Malaka, apabila Portugis kalah, daerah Malaka kembali kepada
Keradjaan Melayu, dan Belanda dibebaskan berdagang disemua daerah Melayu. Tetapi, oleh
karena tahun 1612 Sultan di Johor dikalahkan dan ditawan oleh Radja Atjeh, maka rentjana
menjerang Portugis terhenti sementara.
Sesudah Radja Atjeh Mahkota Alam mangkat, Sultan Melayu jaitu Alauddin Rikjat Sjah
III dibebaskan kembali memegang kekuasaannja pulang ke Johor, tetapi ta’ berapa lama
mangkat pula, lalu pemerintahan diteruskan oleh puteranja Sultan Abdul Djalil Rikjat Sjah III
jang berhubungan lagi dengan Belanda tahun 1639.

Tahun 1641, Angkatan Perang Melayu dengan dibantu oleh kapal-kapal Belanda
datanglah menjerang Portugis di Kota Malaka, hingga Portugis kalah menjerah diri kepada
Angkatan Perang Melayu dan Belanda. Tetapi, sesudah itu Belanda mendjalankan penipuannja
tidak mau menjerahkan daerah Kota Malaka kepada Johor. Jang demikian petjahlah perang
antara Keradjaan Melayu dengan Belanda, jang mana sesudah 130 tahun berperang dan
bermusuh-musuh-an dengan Portugis, lalulah meneruskan pula peperangan melawan akan
Belanda di Kota Malaka, jang mengambil waktu lebih dari 150 tahun seperti akan diterangkan
lagi.

Adapun peperangan Melayu/Belanda itu berdjalan terus diantara tahun 1650-1800,


semua lodji-lodji Belanda jang dibangunkannja didaerah-daerah Keradjaan Melayu dan jang
berdekatan dengannja dihantjurkan oleh Angkatan Perang Melayu, kapal-kapal Belanda
diserang. Badjak Laut (Perampok Lanun) diatur untuk merampok kapal-kapal Belanda,
kemudian pada abad ke-18 Keradjaan Melayu di Johor itu bersekutu pula dengan Badjak Laut
orang Bugis jang dipimpin olehDaeng Perani lima saudara, dan lahirlah kesatuan Melayu-Bugis
memerangi Belanda di Selat Malaka dan dilaut-laut Indonesia ini.

Akan tetapi pada permulaan abad ke-18 Masehi kuasa Keradjaan Melayu telah lemah,
karena timbul peperangan saudara didaerah-daerah-nja jang masih luas di Semenandjong dan
Sumatra itu, hingga timbullah beberapa buah keradjaan ketjil jang menentang kepada Sultan,
jang mana pada abad itu daerah Keradjaan Melayu jang ber-Sultan ke Johor hanja tinggal Johor,
Pahang dan Pulau-pulau Riaw/Lingga sahadja lagi.

Daerah-daerah lain diutara, ialah: Kedah, Petani, Kelantan dan Trengganu memerintah
sendiri, pada abad ke-18 Masehi mendapat perlindungan dengan membajar ufti-emas
(gold-tribute) kepada Maharadja Siam. Radja Perak jang ada hubungan darah dengan Sultan di
Riaw memerintah sendiri, dan kemudian Selangor dibangunkan oleh Daeng Bugis seakan-akan
tunduk kepada Sultan Perak dan melepaskan diri dari Sultan Melayu jang sudah pindah ke
Riaw.

Daerah-daerah di Sumatra, sedjak abad ke-17 Masehi telah mulai membangunkan


pemerintahan keradjaan sendiri, jaitu: Siak, Indragiri, Djambi dan lain-lain-nja, bahkan pada
awal abad ke-18 itu, Sultan di Johor diserang oleh saudaranja Radja Ketjik Sultan Siak,
menjebabkan Sultan Sulaiman Badrul Alam Sjah dibawa pindah oleh Daeng-daeng Bugis ke:
Riaw, dan Riawlah jang mendjadi Pusat Keradjaan Melayu jang terachir.

Apabila Sultan berpindah ke Riaw, maka daerah kepulauan Riaw/Lingga diperintah


langsung oleh Sultan dan daerah-daerahnja di Semenandjong (Malaya), yaitu Johor termasuk
Pulau Singapura dan daerah-daerah jang bersatu djadi Negeri Sembilan sekarang, -
diperintahkan oleh Temenggung Sri Maharadja – turunan darah Bugis dan daerah Pahang
diperintahkan oleh Bendahara Sri-Maharadja darah Bugis, kedua-dua orang besar ini
berkedudukan sebagai Gubernor mewakili Sultan, ringkasnja pembesar-pembesar itu disebut
Temenggung Johor dan Bendahara Pahang.

Adapun pada masa ini peperangan dengan Belanda didjalankan terus oleh Angkatan
Perang Melayu dan Bugis jang sama sekali tidak mau tunduk kepada Belanda, hingga kota
Melaka diduduki oleh Inggris baharulah peperangan merebut kembali kota Melaka berhenti.

Perpetjahan membawa pada kedjatuhan.

Sesungguhnja mulai dari tahun 1511 sampai tiga ratus tahun kemudiannja, kedjajaan
dan kegemilang Sri-Vi jaja, Madjapahit achirnja Melaka itu bukannja sahadja bertambah muram
dan gelap keadaannja, tetapi berpetjah-belah, seluruh nusa dan bangsa Melayu bukan sahadja
menghadapi pendjadjahan-pendjadjahan Portugis, Spanjol, Belanda, dan Inggris, tetapi lebih
sulit lagi ialah lenjapnja pusat pemerintahan jang dapat mempersatukan tenaga bangsa, disana
sini bangunlah berpuluh-puluh bahkan hampir ratusan keradjaan-keradjaan ketjil, hampir
dimana-mana ada satu batang sungai jang agak besar ramai penduduknja, disana berdirilah
satu keradjaan ketjil berdiri sendiri dan berperang dengan negeri-negeri tetangga bangsanja
sendiri jang berdekatan dengannja, disamping itu masuklah pengaruh-pengaruh kuasa asing
untuk mengadu-dombakan negeri-negeri ketjil sama sebangsa Malaya itu sendiri.

Maka dengan begitulah Kuasa Keradjaan Melayu jang berpusat di Riaw, jang tadinja
dibangunkan dan dipertahankan dengan persekutuan Melayu dan Bugis djadi hilang, terutama
sesudah mangkatnja Sultan Mahmud 5jah ke-III tahun 1816 Masehi. Maka Keradjaan Melayu
itupun berpetjah dua; jaitu Putera Sultan jang ke-2 , bernama Tengku Abdul Rachman disokong
oleh pembesar-pembesar jang berpihak kepada Belanda mau didjadikan Sultan di Riaw, hal ini
disetudjui oleh Bendahara di Pahang, tetapi ditentang oleh Temenggung di Johor jang
bertempat tinggal di Singapura menghendaki putera ke-I jaitu Tengku Long djadi Sultan,
pertentangan soal ganti Sultan ini bertahun-tahun lamanja, tahun 1819 dengan disokong oleh
Belanda maka Tengku Abdul Rachmanlah jadi Sultan Melayu di Riaw. Karena pada tahun itu
djuga orang Inggeris Stamford Reffles datang ke Singapura dan berunding dengan Temeggung,
lalu Temenggung setudju menerima Inggeris masuk ke Singapura dengan mengambil Tengku
Long djadi Sultan bergelar Sultan Husain Sjah memerintah Singapura, Johore dan Muar.

Sesudah perang Napoleon di Eropah, maka pada tahun 1824 Belanda dan Inggeris pun
menentuka pembahagian daerah pengaruhnja di Nusantara Melayu (Indonesia) ini, dengan
muslihat Inggeris pada tahun itu djuga Sultan Husain Sjah dihilangkan kuasanja,
pembesar-pembesar daerah seperti : (a) Bendahara di Pahang berdiri memerintahkan sendiri
kemudian bergelar Sultan bernaung kepada Keradjaan Inggeris, (b) Temenggung di Johor
memerintah sendiri kemudiannja bergelar Sultan, dan achirnja mendjadi negeri naungan
djuga kepada Inggeris. Lihat Bab III Pasal 3.

Maka dengan begitulah kuasa Sultan Melayu jang berachir di Riaw beransur-ansur
lemah, jaitu sesudah Keradjaan Melayu itu berdaja-upaja mempertahankan kedudukannja
selama masa anggaran 300 tahun, maka achirnja lenjaplah kuasa Sultan Melayu jang berasal
dari Sri-Vidjaja itu. Di Malaya dan Brunei timbullah Radja-radja atau Sultan-sultan baru jang
djadi perkakas pendjadjah asing, dan Negeri-negeri Melayu bertjerai dari Kepulauan Indonesia
jang lainnja hingga hari ini, ketjuali daerah Kepulauan Riaw/Lingga termasuk Pulau-pulau
Unguran, Siantan, Pulau Laut dan lain-lain-nja sahadja jang masuk kepada Republik Indonesia.
Hal ini adalah akibat pendjadjahan dari Eropah Barat, chususnja Inggeris dan Belanda jang
memetjah-belahkannja. Tetapi bagaimanapun djuga Malaya adalah sebagian dari Nusantara
Melayu jang wilajah, sedjarah dan tumpah-darahnja satu dengan Indonesia itu.

BAB III

SEDJARAH PERPETJAHAN NEGERI MELAYU DAN TEKANAN PENDJADJAH

Adapun aliran Sedjarah dunia-Melayu (Malaynesia) atau Indonesia ini, dapat


dibahagikan kepada empat djaman:

1. Djaman pertubuhan pre-Sedjarah semendjak 50,000 tahun sebelum Masehi sampai


antara tahun 1000.

2. Djaman perkembangan permulaan berabad sofa mulai tahun 1000.

3. Djaman perkembangan dan kekuasaan jang gilang-gemilang diantara tahun 500


Masehi, mulai dari kekuasaan Tarumanegara; ke Sri-Vidjaja; masuk ke Madjapahit, berakhir
dengan Melaka tahun 1511.

4. Djaman pendjadjahan jang sudah masuk kepada 4 abad lamanja ini; jaitu
“Djaman kedjatuhan”.

Setelah melewati empat djaman tersebut, maka mulai bulan Agustus 1945 djaman
Kebangkitan Pertubuhan. Lampiran Sedjarah baru mulai dibuka untuk sedjarah bangsa dan
nusa di Asia-Tenggara ini.

Dibawah diterangkan sekadarnja djaman perpetjahan dan tekanan pendjadjah.

1. Kedatangan Perdjadjah.

Ringkasnja kedataangan pendjadjah ke Nusa dan Bangsa Melayu (Indonesia) ini seperti
diterangkan diatas, jaitu Portugis datang merampas Ibu Kota Keradjaan Melayu Melaka tahun
1511 Masehi, sesudah itu datanglah orang-orang Sepanjol, Belanda dan Inggris mendjadjah
negeri-negeri disini.

Meskipun berates-ratus tahun lamanja Keradjaan-Keradjaan Melayu, Djawa, Pasundan,


Bugis dan Moro (Sulu), menentang masuknja pendjadjah-pendjadjah dari Eropah semendjak
dari abad ke-16 itu, tetapi karena perpetjahan Nusa dan Bangsa dan hilangnja pusat-pusat
pemerintahan jang kuat itu, maka dengan beransur-ansur achirnja pada abad ke-19 Masehi
didapati seluruh negeri-negeri itu di djadjah dan dibahagi-bahagi-kan oleh
pendjadjah-pendjadjah dari Eropah.

Pendjadjah-pendjadjah dari Eropah jang pertama ijalah Portugis dan Sepanjol jang
keluar mengembangkan kuasanja berdasar agama Kristian mulai pada achir abad ke-15 Masehi,
yaitu sesudah mereka itu dikepungi oleh Kuasa-Kuasa Islam di Laut Middertranean,
menjebabkan mereka mentjari djalan ke India dan daerah-daerah timur dengan djalan laut,
mula-mula-nja mereka mendjumpai djalan melalui Afrika Selatan, dan dalam sementara
mentjari djalan ke India itulah pula mereka telah mendjumpai akan djalan ke benua Amerika.
Berhubung dengan timbul perselisihan diantara Portugis dan Sepanjol mengenai perdagangan
didaerah-daerah jang mereka djumpai itu, maka pada tahun 1494 Masehi oleh Ulama Besar
Kristian Pope di Roma, dibahagikannja daerah kekuasaan didunia baru itu kepada dua kuasa
pendjadjahan; jaitu daerah-daerah baru jang didjumpai disebelah timur garis Kepulauan
Tandjung Verde mendjadi daerah kekuasaan Portugis, dan jang dibaratnja mendjadi daerah
kekuasaan Sepanjol, oleh itu Portugislah jang datang menguasai Afrika dan India ke timurnja,
Sepanjol menguasai Amerika dan ke baratnja, jaitu mereka belum tahu jang dunia ini
bulat/bundar seperti bola hingga dalam menentukan kedudukan Sepanjol jang mendjumpai
Pulau-pulau Mindanau, Luzon (Philipine) pada abad ke-16 Masehi itupun; susah akan
mempastikan apakah daerah-daerah kepulauan itu ada di barat atau di timur.

Sementara itu ada awal abad k -17 Masehi orang-orang Belanda dan Inggeris datang
pula dengan djalan Iaut jang dilalui oleh Portugis dan Sepanjol itu, dengan tidak
mengindahkan pembahagian dunia oleh Pope itu, mereka melawan, perang terhadap Portugis
dan Sepanjol, menjerang dan merampas akan kapal-kapal serta kota-kota perlabuhan jang
diduduki oleh kedua-kedua bangsa jang telah dahulu berlajar mentjari daerah-daerah
djadjahan dibahagian timur dan barat dunia ini. Inggris berangkat sebagai serigala laut jang
buas.

Meskipun Inggeris dan Belanda datang ke Malaynesia (Indonesia) ini didalam masa
jang hampir bersamaan; diawal abad ke-17 Masehi itu, tetapi Inggeris memperkuatkan
kedudukannja di India, Afrika Selatan dan Amerika Utara melawan akan Portugis, Perantjis,
Sepanjol dan Belanda, sebab itu Belanda dapat memperkuatkan kedudukannja di Malaynesia
(Indonesia) melawan akan Portugis. Kekuatan Belanda masa itu dipusatkannja di Batavia dan
Kota Melaka, hampir dua abad Belanda bebas menguasai Malaynesia ini dengan hanja
menghadapi Portugis dan serangan Angkatan Perang Radja-radja Melayu dan Bugis sahadja,
jaitu hingga achir abad ke-18 Masehi, sesudah itu Inggeris turut tjampur kedaerah-daerah ini
dengan mula-mula menduduki Pulau Pinang tahun 1786 Masehi dan menduduki Bengkulen di
Sumatra Barat.

Rentjana Belanda dalam abad ke-18 Masehi itu, ijalah mau menguasai seluruh
daerah Malaynesia ini dengan mengalahkan akan Portugis di .Kota Melaka dan di Maluku, dan
menentang masuk tjampurnja Inggeris kedaerah-daerah ini. Tetapi; rentjana Belanda itu gagal
apabila petjah Perang Napoleon di Eropah, jaitu kelandjutan Revolusi di Perantjis, Napoleon
dapat berkuasa membawa tentara Perantjis menaklukkan Italia, Negeri Belanda, Sepanjol, dan
berperang dengan Inggeris. Berhubung itu Inggeris merebut djadjahan-djadjahan Perantjis,
Sepanjol, Italia, dan Belanda, jang ada di Amerika, Afrika, India dan Malaynesia ini. Oleh itu
tahun 1795 Masehi Inggeris mengambil Kota Melaka dari. Belanda, dan tahun 1811 Masehi,
dengan kekuatan sendjata Inggeris mengambil Pulau Djawa seluruhnja. Tetapi dengan adanja.
Perdjandjian Vienna tahun 1815, semua kuasa-kuasa Eropah menentang Napoleon, dan
Belanda turut bersekutu dengan Inggeris, maka pada tahun 1816 Masehi oleh Inggeris
dikembalikannja Tanah Djawa kepada Belanda, kemudian Kota Melaka dikembalikan tahun
1816 Masehi, tempat-tempat kedudukan Inggeris di Malaynesia ini hanja tinggal Pulau Pinang,
dan Bengkulen, kemudian- menduduki Pulau Singapura tahun 1819 Masehi dengan
memisahkan pulau itu dari kekuasaan Sultan Riaw.

3. Negeri Melayu dibahagi-bahagi.

Djandjinja djelas oleh kaum pendjadjah dan kapitalis Eropah itu pada awal abad ke-19
Masehi, nusantara negera kita buka sahadja di djadjah, tetapi dibahagi-bahagi, jaitu bertalian
dengan soal-soal politik kaum kapitalis di Eropah, maka mengenai dengan kedudukan
djadjahan mereka di Malaynesia (Hindia Timur) inipun ditentukan. Pada tahun 1824 M;
Inggeris dan Belanda menentukan pembahagian daerah djadjahannja didaerah ini, jaitu
Inggeris memberhentikan rentjana mendjadjah Sumatra, oleh itu Bengkulen djadjahan Inggeris
di Sumatra Barat. diserahkannja kepada Belanda; dan Belanda melepaskan rentjana mendjadjah
Semenandjung Malaya dengan menjerahkan Kota Melaka kepada Inggeris, Keradjaan Melayu
Riaw satu kedudukan Belanda di tanah-air kita ini, serta mereka mengadakan Perdjandjian
mengenai daerah, isi perdjandjian itu sebagai berikut:

1. Orang Belanda dibenarkan berniaga didaerah djadjahan Inggeris, sebaliknja Inggris


boleh boleh berniaga didjadjahan Belanda ketjuali di Pulau-pulau Maluku.

2. Kedua-dua bangsa hendaklah bersama-sama memerangi badjak-laut


(Melayu-Bugis).

3. Malaka dan daerah Belanda di India hendaklah diserahkan kepada Inggeris,


akan tetapi Bengkulen, Pulau Belitong dan Pulau-pulau Melayu lain-lain-nja didjadikan
djadjahan Belanda.

4. Inggeris tiada boleh mentjampuri akan hal-ichwal dalam segala perkara jang
mengenai, daerah-daerah di selatan Pulau Singapura, jakni kepulauan Riaw dan lain-lainnja.

5. Pulau Singapura tetap mendjadi milik keradjaan Inggeris.

Maka dari semendjak itu terpisah atau terpetjah belahlah Malaya dan Singapura dari
Kepulauan Indonesia jang lain-lainnja, bahkan kuasa Sultan Melayu di Riaw pun dengan
sendiri lepas dari daerah-daerah kedaulatannja di Malaya jaitu Pahang dan Johor.

Mengenai dengan pembahagian ini, meskipun Inggeris dan Belanda sedjak dari abad
ke-17 Masehi ada dalam permusuhan berebutkan tanah djadjahan, tetapi mereka senantiasa
satu dalam usaha memasukkan kuasa pendjadjahannja, dan menurut akan putusan-putusan
pemerintahnja di Eropah, istimewa pula pada abad ke-19 Masehi itu Belanda sendiri telah
lemah kedudukannja di Eropah, hingga merupakan satu negeri jang turut kepada Inggeris, oleh
sebab itu pembahagian djadjahan di Asia-Tenggara ini diadakan sedemikian rupa.

Maka sedjak dari Perdjandjian itu, pemerintahan Belanda pun dengan menggunakan
kekuatan sendjata terhadap negeri-negeri ketjil, suku bangsa kita jang berhasil terpetjah-petjah
ketjil itu, pendjadjah berhasil mendjadjah akan Hindia Timur bahagiannja
berpusat di Batavia (Jakarta), dan Inggeris memasukkan kekuasaannja kepada Negeri-negeri
Melayu di Malaya dan Kalimantan-utara dengan segala tipu-daja dan kekuatan sendjata pula.

Adapun pada waktu kedua-dua pendjadjah tersebut membag-bagi2- kan Hindia Timur
ini; negeri-negeri Keradjaan-keradjaan ketjil orang-orang Melayu, Djawa, dan Bugis belumlah
lagi dapat dikuasai oleh mereka seluruhnja, hanja jang dikuasai oleh mereka, tempat-tempat
pusat perlabuhan dagang jang penting jang dibuka oleh mereka itu sendiri, umpamanja
Singapura, Batavia, Makasar, dan lain-lain-nja.

3. Tekanan Pendjadjahan.

Pada tahun 1824 Masehi itu, Negeri-negeri Melayu seluruhnja masih Merdeka penuh,
Inggeris hanja menduduki akan Pulau Pinang, Kota Melaka dan Pulau Singapura sahadja, jang
dinamakan Negeri Selat. Lima puluh tahun lamanja Inggeris mendjalankan infiltrasinja
baharulah dapat masuk mentjampuri hal negeri-negeri Melayu, jaitu manakala mereka berdaja
mengadakan Perdjandjian Pangkor dengan Sultan Perak tahun 1874 Masehi dan 40 tahun
kemudian baharulah seluruh Melayu dapat dikuasai oleh Inggeris jaitu tahun 1914 Masehi.
Tekanan pendjadjah terhadap Negeri-negeri Melayu itu ialah dengan mendjalankan dua
policies (dasar), jaitu:

A. Dasar dipetjah-petjah dan ditakluk (didjadjah).

Dasar ini adalah satu muslihat jang terutama sekali didjalankan oleh Belanda dan
Inggeris di Hindia Timur ini, jangmana Belanda-lah jang pertama mendjalankannja; jaitu
memetjahkan kekuasaan Radja-radja Djawa, mulai pada abad ke-17 Masehi, untuk meluaskan
kuasa Kompeni Belanda (V.O.C.) berpusat di Batavia. Kemudian apabila Inggeris turut tjampur
mendjadjah ke daerah ini, maka usahanja bukannja sahadja memetjah dan mengadu-dombakan
dengan membangunkan Keradjaan-keradjaan ketjil orang Melayu, tetapi menghapuskan Sultan
negeri-negeri ketjil jang menentang pendjadjah, dan membangunkan Sultan-sultan baru buat
daerah ketjil jang mendjadi alat untuk mendjadjah orang Melayu, seperti mana adanja
Sultan-sultan Melayu jang masih ada sekarang, jang seterusnja djadi alat pendjadjah Inggeris.

Bertalian inilah, jang mendjadi pokok tudjuan perdjandjian Belanda/Inggeris mengenai


Hindia Timur ini, ialah menentukan tjara memetjahkan pusat kekuasaan Sultan Melayu jang
telah lebih 300 tahun melawan akan pendjadjahan-pendjadjahan dari Eropah. Kerana itulah
kuasa Sultan jang berpusat di Riaw-lah jang mendjadi sasaran pertama untuk dihantjurkan oleh
kedua-kedua pendjadjah itu.

Oleh itu, setelah pegawai-pegawai Inggeris di Singapura sesudah dapat


memperalatkan Sultan Hussain Sjah sebagai alatnja jang pertama, memetjahkan kuasa Sultan
Melayu, maka apabila kepentingan adanja Sultan itu telah habis, Maka dengan tipu
muslihatnja, tahun 1824 itu djuga Sultan Hussain Sjah menjerahkan Pulau Singapura kepada
Keradjaan Inggeris, Sultan mengundurkan diri, kemudiari daerah-daerah Johor dan Muar
diserahkannja, pula kepada Temenggung memerintah sendiri dibawah pengaruh Inggeris,
maka hilanglah kuasa Sultan sama sekali.

Menurut perdjandjian Inggeris/Belanda itu daerah-daerah dari Singapura ke utaranja


lagi masuk daerah kekuasaan Inggeris; tetapi Bendahara Pahang ditimur Semenandjong masih
tunduk kepada Sultannja di Riaw jang ada dibawah pengaruh Belanda. Maka tindakan rahasia
diambil oleh Inggeris pada achir abad ke-19 itu ialah menjokong akan revolusi ketjil jang
dipimpin oleh Wan Achmad melawan Bendahara Pahang, dan Wan Achmad menang
kemudiannja djadi Sultan alat Inggeris di Pahang.

Demikianlah seterusnja Inggeris mendjalankan siasat memetjah dan didjadjah akan


Negeri2 Melayu dan mengadu-dombakan Radja-radja Melayu seperti akan diterangkan lagi
dibawah ini.
B. Dasar pintu terbuka.

Pada pertengahan abad ke-19 meskipun Belanda sudah menguasai Pulau Djawa,
Sumate ra Selatan, Sunda Ketjil, Maluku dan tempat-tempat di Kalimantan Barat, Selatan dan
Timur; tetapi Inggeris di Semenandjung Melayu hanja dapat menguasai akan tiga daerah ketjil;
jaitu Singapura, Pulau Pinang, dan Kota Melaka, ketiga daerah ini adalah kota perlabuhan jang
terpenting di Selat Melaka, dinamakannja daerah-daerah ini Straits Settlement (Negeri Selat),
dan Inggeris sudah pernah membuka Pulau Labuan dibarat Brunei tahun 1800 tetapi tidak
djaja.

Dengan tiga daerah Negeri Selat itulah Inggeris mendjalankan dasar pintu terbuka
(open door policy) terhadap Negeri-negeri Melayu jang sedang berpetjah-petjah masa itu.

Adapun sebab-sebab-nja dasar ini dibawa, ialah karena Inggeris bertudjuan kepada
pemasukan Modal untuk untung, oleh itu jang djadi pokok usahanja mendapatkan pasar
dagang dan bahan-bahan mentah, untuk ini perlu membuka negeri jang didjadjahnja untuk
kepentingan Modal dan untungnja. Sebab itu dibukakannja kota-kota perlabuhannja kepada
Buruh-Buruh murah dari Tiongkok Selatan dan dari India Selatan.

Sebenarnja, dasar ini telah dimulakan oleh orang Belanda J.P. Coen jang mula-mula
menaklukkan Bantam membuka Batavia diawal abad ke-17 Masehi. Rentjana dialah jang
pertama mendjalankan usaha memasukkan orang-orang Tionghoa sebanjak-banjak-nja, untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan jang dihadapinja terhadap perlawanan jang dilakukan oleh
orang-orang Melayu, Bugis, dan Djawa masa itu. Ini adalah dasar istimewa jang ditentukan
oleh J.P. Coen sendiri pada mula-mula menduduki Pulau Djawa. Dasar ini diturut pula oleh
Stamford Reffles (Inggeris) pada waktu membuka Singapura tahun 1819.

Dalam menjelenggarakan dasar pintu terbuka ini, Inggeris lebih berdjaja untuk
membukakan Malaya dan Serawak/Brunei kepada Buruh-Buruh murah Tionghoa dan India,
kedjajaan ini ialah oleh karena : (I) Kedudukan Negeri-negeri itu dekat dengan Tiongkok-
Selatan; dan Inggeris mempunjai perlabuhan Hongkong untuk memudahkan membawa Buruh
Tionghoa masuk kedaerah kekuasaannja, (II) India djadjahan Inggeris jang buruhnja dengan
mudah dapat dibawa ke Negeri-negeri Melayu, dan (III) Penduduk orang-orang Melayu tidak
tjukup ramai untuk mengatasi Buruh-Buruh dari luar itu, seperti mana keadaan di Djawa. Oleh
itu dengan mudahlah Inggeris mengangkut akan Buruh-Buruh dari kedua-dua bangsa tersebut
untuk mendjadi alat pendjadjahannja, hingga dalam masa jang pendek Negeri-negeri Melayu
mendjadi daerah bangsa tjampuran (Kosmopolitan) jang paling hebat di Asia ini. Djadinja
dengan dasar pintu terbuka ini, dengan sendirinja menindas kepada hak politik dan ekonomi
orang Melayu jang dikatakan oleh Inggeris mau dilindunginja itu.

Dasar ini, Belanda di Indonesia tidaklah begitu djaja, karena djadjahannja di Tiongkok
tidak ada, dan ketjepatan perkembangan penduduk Pulau Djawa segera dapat mengatasi akan
bilangan bangsa-bangsa lain jang dimasukkan ke Batavia dan lain-lain kota jang dibuka oleh
Belanda di Indonesia ini, meskipun ada kurang lebih dua djuta orang-orang Tionghoa jang
dimasukkan ke Indonesia, tetapi bilangan itu tidaklah dapat mengatasi bilangan bangsa
Indonesia aseli jang lebih 70 djuta orang itu, Indonesia selamat dari pada bahaja Kosmopolitan
jang sangat membahajakan itu, ketjuali Kalimantan-Barat dan Sumatra Timur ada merasa akan
desakan jang seakan-akan2 di Malaya itu.

C. Kuasa Pendjadjahan masuk dengan kekerasan.

Sesungguhnja semendjak pertengahan abad ke-17 sampai abad ke-19 Masehi itu, Inggris
dan Belanda dengan kekerasan menekankan kekuasaan pendjadjahannja masuk keseluruh
Indonesia (Malaynesia) ini, meskipun Belanda dalam waktu permulaan kembali ke Djawa
menghadapi Revolusi Diponegoro, di Sumatera timbul Revolusi Imam Bondjol dan perlawanan
Atjeh jang dipimpin oleh Teuku Umar, Tjut Njak Dien dan hulubalang pahlawan-nja jang
gagah-berani, di Kalimantan dilawan oleh Panglima Batur, seterusnja di Sulawesi, Sultan
Hasanuddin, Daeng-daeng Bugis tetap melawan Belanda. Keturunan Daeng Rilaka Lima,
puteranja menjerang Belanda di kota Melaka dan menduduki Riaw, Johor dan Pahang.
Persatuan Melayu/Bugis berpusat di Riaw masih meneruskan perlawanannja, pun pula di Bali,
Maluku dan lain-lain-nja mengadakan perdjuangan menolak kekuasaan Belanda, tetapi pada
umumnja mudah diatasinja dan dengan aman dapatlah Belanda memasukkan kuasa
pendjadjahannja dengan menimbulkan Radja-radja dan pembesar-pembesar jang mendjadi alat
pendjadjahan, membangunkan pemerintahan Hindia Timur Belanda ditanah air kita ini.
Begitu pulalah halnja dengan Inggeris di Negeri-negeri Melayu, meskipun ada
perlawanan jang dilakukan oleh pembesar-pembesar seperti Dato’ Haji Said Nening, Sultan
Abdullah dan Dato’ Sagoh di Perak, Radja Mahadi di Selangor, Dato’ Kaja Bahaman di Pahang,
dan lain-lain-nja, semuanja itu perlawanan setempat-setempat, bersendiri-sendiri jang pokok
perlawanannja tidaklah bertudjuan menolak tjampur tangan kuasa asing; tetapi bersebab
mengenai soal padjak/tjukai tanah, soal pension dan sebagainja.

Inggeris, begitu djuga Belanda; dalam menghadapi perlawanan jang setempat-setempat


itu, memakai orang Indonesia sendiri untuk mengadakan penindasan kepada perlawanan itu
.dengan memakai siasat dan mengangkat akan Sultan-sultan, Radja-radja, dan Dato-dato’ jang
diberinja pension dan pangkat baru dengan mendapat sokongan jang penuh dari kuasa
pendjadjahan itu, hingga didalam kenjataan jang terdjadi; bukanlah peperangan atau
pertempuran diantara kuasa pendjadjah dengan jang mau didjadjah, tetapi pertempuran
diantara orang besar atau pemimpin jang mau menjerahkan nusa dan bangsanja kepada
pendjadjah dengan orang besar atau pemimpin jang mempertahankan hak Kemerdekaan
bangsanja sendiri, Inggeris tjampur tangan dengan alasan akan mendamaikan dan
mengamankan; tetapi dengan tjampur tangannja itulah kekuasaannja dimasukkan melalui
orang besar jang menerima Inggeris dengan baik, dan orang itulah jang djadi Sultan atau
pembesar negeri, jakni boneka alat kekuasaan pendjadjah.

Lebih djauh ditjatat oleh Sedjarah, ialah Buruh-Buruh murah dari Tiongkok dan
pendjahat-pendjahat, gangster-gangster dari Tiongkok selatan itu adalah alat pendjadjah jang
terpenting kepada Inggris untuk menghisap dan mengantjam Rakjat Bumiputera Malaya,
bilamana di djelaskan setjara djudjur hal ini mungkin tidak dirasai oleh orang-orang Tionghoa
jang datang ke Asia-Tenggara ini, duduknja hal ini ijalah

I. Kota perlabuhan Negeri Selat dibukakan pintunja oleh Inggeris dengan seluas-luas-nja
kepada orang-orang Tionghoa masuk, dan diantaranja ada pula pemimpin-pemimpin
pertengahan jang berdjiwa opportunis, berdjiwa kapitalis, tjari untung, mereka ini mendjadi
Rakjat Inggeris (British subject) sebagai penduduk Negeri Selat (Singapura, Kota Melaka dan
Pulau Pinang).
II. Dari ketiga-tiga perlabuhan Negeri Selat, beribu-ribu-lah orang Tionghoa masuk
kenegeri-negeri Melayu jang bersultan, mereka mendjadi kuli lombong mengeluarkan hasil
timah dan lain-lain-nja, dan sebahagian besar mengadakan kekatjauan didalam negeri,
merampok, menjamun, dengan membangunkan kongsi gelap jang memang terkenal
dikalangan masjarakat Tionghoa suka mengerdjakan kedjahatan demikian dengan
kongsi-kongsi gelapnja seperti tertjatat dalam hikajat Abdullah, “The Yellow Slough”
(English).

III. Sementara itu Perwakilan Inggeris (British Agent) diadakan di Negeri-negeri


Melayu/ber-Sultan itu, mewakili Gubernor di Singapura untuk mengawasi perdagangan dan
Rakjat Inggeris di daerah-daerah negeri Sultan itu. (Rakjat Inggris ijalah Tiongha).

IV. Di Negeri-negeri Melayu itu timbul kekatjauan, dari kejahatan-kejahatan jang


dilakukan oleh orang-orang Tionghoa, kedjahatan mana sangat termasjhur di Malaya pada
abad ke-19 itu, oleh sebab kedjahatan itu, berlakulah pembunuhan kepada orang-orang
Tionghoa Rakjat Inggeris, bertalian dengan ini Sultan dan pembesar-pembesar Melayu
dituntut oleh pemerintah Inggeris di Negeri Selat supaja mengamankan negeri, serta
membajar kerugian atas harta dan njawa orang Tionghoa, Rakjat Inggeris jang terbunuh itu.

V. Sultan-sultan Melayu dan pembesar-pembesar-nja jang memang ta’ mungkin


mengamankan kekatjauan jang didatangkan oleh orang-orang Tionghoa jang sesungguhnja
diatur oleh Inggris dari Negeri Selat itu terpaksa menerima tuntutan-tuntutan Inggeris itu,"
dan „meminta bantuan Pemerintah Inggeris" di Negeri Selat untuk mengamankan negerinja.

VI. Inggeris mendatangkan bantuan jaitu pasukan jang terdiri dari orang India dan
Gurkha dengan membuat surat-surat Perdjandjian memasukkan Negeri Melayu jang meminta
bantuan itu kepada „Naungan” Keradjaan Duli Jang Maha Mulia Baginda King Inggeris".

Demikianlah djalannja tipu-daja djahat Inggris memasukkan kekuasaannja.


Negeri-negeri Perak, Selangor telah bernaung kepada Inggris tahun 1874; daerah-daerah
Djelebu, Sungai Udjung, Djempul dan Rembu jang satu persatu masuk diantara tahun
1874-1895 kemudian bersekutu djadi Negeri Sembilan (Negeri Minangkabau ketjil di Malaya),
dan Negeri Pahang bernaung kepada Inggris tahun 1887, kemudian Negeri-negeri Melayu ini
bersekutu mendjadi Federated Malay States tahun 1896 Masehi kepada Keradjaan Inggris.

Semua negeri-negeri ini bernaung atau berlindung atas dua sebab, jaitu : (I) ,.Perang
saudara" jang kemenangannja diterima oleh pihak jang meminta bantuan Inggeris, dan (II)
Disebabkan oleh kekatjauan jang dilakukan oleh orang-orang Tionghoa serta orang Tionghoa
Rakjat Inggeris didapati terbunuh, begitulah pembangun-pembangun Pendjadjahan
Inggeris-Raya meluaskan djadjahannja, dengan djalan aman mereka telah mendjadjah seluruh
Negeri-negeri Melayu, dan tertjerailah dari kesatuannja dengan Indonesia, dengan bangunnja
Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu-Bugis jang baru; mendjadi alat pendjadjahan
Inggeris menekan kepada bangsa Melayu di Negeri-negeri Melayu.

Kemudian tahun 1909 Masehi, Negeri Melayu jang membajar ufti (tribute) kepada Radja
Siam (Thai) diserahkan oleh Keradjaan Siam kepada Inggeris pula, jaitu : Kedah, Perlis,
Kelantan, dan Trengganu, dan masing-masing negeri itu sendiri-sendiri masuk pula kepada
naungan Keradjaan Inggeris. Achirnja Johor jang tadinja diperintah oleh Temenggung,
disjahkan oleh Inggeris, Temenggung djadi Sultan, dan pada tahun 1914 Masehi masuk
bernaung djuga kepada Inggeris, demikian petjah-belah negeri dan orang Melayu itu
didjalankan oleh Inggeris di Malaya, dan terpetjahlah dari daerah Hindia Timur jang lain-lain.
Bahkan Pusat Keradjaan Melayu di Riaw achirnja lenjap semua sekali dihapuskan oleh Belanda
tahun 1913, karena Sultannja tidak mau tunduk kepada kekuasaan Belanda di Batavia.

D. Mengenai Kalimantan-Utara.

Pada abad ke-15, Negeri Brunei termasuk semua daerah Borneo Utara dan Serawak
sekarang adalah termasuk daerah Keradjaan Melayu Melaka diperintahkan oleh seorang besar
bergelar Sang-Adji. Maka sesudah djatuh Keradjaan Malaka, Brunei berkeradjaan sendiri
mendjadi pusat kesofanan orang Melayu dan Sulu-Islam didaerah Kalimantan-Barat dan
Pulau-pulau Sulu, dari sinilah adjaran Islam kembang sampai ke Mindanau, meskipun dalam
antara abad ke-17-18 M. kapal-kapal Portugis dan Sepanjol pernah sampai ke Brunei, tetapi
tidaklah dapat ditaklukkannja negeri itu. Inggeris telah sampai kedaerah, ini sesudah tahun
1800 Masehi dan mentjoba membuka Pulau Labuair dengan persetudjuan Radja Brunei, tetapi
tidak djaja, hingga beberapa lama pulau itu ditinggalkannja begitu sambil orang-orang Inggeris
membuat baik kepada Radja Brunei.

Dalam anggaran tahun 1830 Masehi seorang Inggeris pegawai kepada East India
Company bernama James Brooke, telah, datang ke Brunei, bersahabat dengan Pangeran Hasjim
jang memerintah Negeri Brunei masa itu. Dengan tipu muslihatnja, dia dapat mendjadi
Radja-Putih memerintah bahagian Selatan Negeri Brunei itu, kemudian daerah-daerah-nja
diperluas, hingga djadilah daerah negeri Serawak jang diperintahnja sendiri; terpisah dari
Keradjaan Brunei. Kemudian Serawak djadi negeri naungan Inggeris. Negeri Brunei jang
tinggal ketjil itupun achirnja turut bernaung kepada Inggeris tahun 1880. Dan daerah jang
diudjung Borneo Utara jang disebut British North Borneo; asalnja daerah itu dikuasai oleh
Radja Brunei jang kemudian takluk kepada Sultan Sulu (masuk ke Philipine), daerah itu dibeli
pula oleh British North Borneo Company daripada Sultan Sulu, djadi djadjahan Mahkota
(Crown Colony) Inggeris.

Demikianlah usaha Inggeris menguasai Negeri-negeri Melayu sesudah mengadakan


Perdjandjian pembahagian daerah, kekuasaan masing-masing dengan Belanda itu. Dan Belanda
lalu dibantu pula oleh Inggeris menguasai daerah Indonesia jang luas itu dengan
mendjadikan Singapura pusat pertahanan di Asia Tenggara, dan pusat perdagangan seluruh
Indonesia, kedua-dua pendjadjahan ini senantiasa bekerdjasama menurut perdjandjian jang
mereka buat di London tahun 1898, bahkan dalam arti pertahanan dan ekonomi, Singapuralah
jang djadi pusat Indonesia, karena Negeri Belanda sendiri sedjak abad ke-19 telah mendjadi
anak tangan kepada Inggeris di Eropah dan di Asia.
BAB IV.

TEKANAN PENDJADJAHAN
INGGERIS DINEGERI MELAYU

1. Djandjinja mau melindungi hak


national.

Dalam masa hampir satu abad


lamanja, sesudah Keradjaan Melayu jang
terakhir berpusat di Riaw (Bentan) itu
dibagi-bagikan daerahnja oleh
Pendjadjahan Inggeris dan Belanda, maka
berdjajalah Inggeris memetjah-memetjah
Negeri-negeri Melayu itu kepada
negeri-negeri keradjaan ketjil, dengan
mengaku akan kepala daerah ketjil itu
mendjadi Sultan atau Radja jang bernaung kepada Keradjaan Inggeris, dan mengadakan surat
Perdjandjian atau surat Persetiaan, itulah tumbuh 9 Keradjaan Melayu di Malaya dan dua
keradjaan di Kalimantan.

Adapun Perdjandjian-perdjandjian itu ditjapai sesudah daerah-daerah Negeri Melayu


itu dimasuki dan dikatjau oleh pendjahat-pendjahat Tionghoa, dan Radja-radja Melayu atau
Dato-dato Melayu jang keras hati tidak mau membuat perdjandjian dengan Inggeris
didjatuhkan, diganti oleh Radja-radja atau pembesar-pembesar Melayu jang dapat sokongan
pegawai-pegawai Pemerintah Inggeris di Negeri Selat, maka itulah antara tahun 1874 M.
sampai 1914, semua Radja-radja dan pembesar-pembesar Melayu jang suka membuat surat
Perdjandjian memasukkan negerinja kepada Naungan Keradjaan Inggeris, naik djadi Radja
atau Sultan sampai kepada turun temurunnja, dengan mendapat pension politik dari
pemerintah negerinja jang dikemudikan oleh Inggeris.
Dengan demikian, pada permulaan abad ke-20 M sjahlah diaku oleh Keradjaan
Inggeris ada 11 Sultan atau Radja-radja Keradjaan Negeri-negeri Melayu bekas daerah
Keradjaan Melayu Melaka dahulu, dengan merupakan negeri ketjil, jaitu : Sultan-sultan Perak,
Selangor, Pahang, dan Jam Tuan Besar Negeri Sembilan; keempat negeri ini bersekutu
dinamakan Pemerintahan Federated Malay States (Negeri Melayu Bersekutu), jang lain-lain
ialah : Sultan Kedah, Radja Perlis, Sultan-sultan Kelantan, Trengganu, Johore, Brunei dan Radja
Serawak, semua negeri-negeri ini mendjadi Negeri-negeri Melayu jang masing-masing
mendjalankan pemerintahan dibawah Naungan Keradjaan Inggeris, menurut surat
Perdjandjian jang dibuat diantara Keradjaan Negeri-negeri itu dengan Keradjaan Inggeris.

Menurut bunji surat-surat Perdjandjian diantara Radja-radja Melayu dengan Keradjaan


Inggeris, sama ada bagi masing-masing Negeri Melayu Bersekutu, atau. Tudjuh buah
Negeri-negeri Melayu lainnja itu, pokoknja ialah : Keradjaan Inggeris mengaku adanja
Pemerintahan Keradjaan-keradjaan Melayu, dan Keradjaan-keradjaan Melayu itu menerima
akan Naungan Keradjaan Inggeris, dengan memakai Pegawai Inggeris jang digelar British
Resident bagi Negeri-negeri Melayu Bersekutu, dan British Adviser bagi masing-masing negeri
lainnja itu; untuk membantu mendjalankan pemerintahan dimasing-masing negeri tersebut.
Pemerintah Keradjaan Sultan-sultan Melayu wadjiblah menerima akan nasehat-nasehat
Pegawai Inggeris tersebut dalam segala hal, ketjuali jang mengenai adat resam Melayu dan
agama Islam.

Dengan demikian, British Resident atau British Adviser itulah jang mendjalankan
pemerintahan negeri, seperti didjalankan didaerah djadjahan Inggeris, dengan memakai bahasa
Inggeris bersama-sama bahasa Melayu sebagai bahasa resminja, dan berangsur-angsur bahasa
Inggeris djadi bahasa resmi jang terutama. Dengan demikian Negeri-negeri Melayu itu
semuanja sekali dikuasai oleh Inggeris, tetapi hak national Melayu masih diakuinja.

Ditilik dari pokok Perdjandjian-perdjadjian Inggeris/Melayu, njatalah pegawai-pegawai


Pemerintah Inggeris telah diundang atau diminta oleh Sultan-sultan dan pembesar-pembesar
Melayu untuk mendjalankan pemerintahan negeri jang aman, dan melindungi akan hak
kepentingan orang Melayu sebagai satu bangsa jang mewarisi akan negeri-negeri itu, tetapi
kenjataan dari apa jang terdjadi, maka perdjandjian mau melindungi itu tidaklah
disempurnakan, bahkan pihak pegawai-pegawai Inggeris menekankan kekuasaan
pendjadjahannja kepada Negeri-negeri Keradjaan Melayu, dan bangsa Melayu djadi
korak-karik ditindas oleh „open door policy" dan tanah air orang Melayu mendjadi daerah
Kosmopolitan.

Sebagai akibat dari Inggeris tidak memenuhi djandji melindungi hak bangsa orang
Melayu; sesudah negerinja dipetjah-petjahkan, maka orang Melayu jang telah djatuh sedjak
tahun 1511 M itu; pada abad ke-20 M inipun terus djatuh, bahkan akan dihilangkan sama sekali
dari tanah airnja dengan setjara berangsur-angsur, jaitu dari tahun ketahun akan
berangsur-angsur lenjap dari bumi negaranja sendiri. Naungan atau perlindungan Inggeris itu
sama sekali tidak disempurnakan.

2. Tindakan menekan politik dan pemerintahan.

Adapun tekanan jang dilakukan oleh pegawai-pegawai Ingeris, ialah dengan tjara jang
sangat halus dan berangsur-angsur, jaitu Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu jang
masih berkuasa sesudah tahun 1874 itu, diberikan kemewahan dengan pension politik, dan
dibuatkan istana jang indah, serta segala kesenangannja menurut adat-istiadat Melayu dan
agama Islam, sementara itu kekuasaan pemerintah berangsur-angsur masuk kepada tangan
British Resident atau British Adviser, hingga Radja-radja Melayu menjerahkan sahadja, “apa
kata tuanlah", artinja perbuatlah apa jang tuan Inggeris fikir baik untuk mendjalankan
pemerintahan negeri, maka itulah semakin besar kekuasaan dipindahkan kepada
pegawai-pegawai Inggeris, maka semakin banjaklah pension politik jang diterima oleh
Radja-radja dan pembesar-pembesar Melayu jang menjerahkan negerinja itu. Tekanan jang
dimasukkan itu dari Negeri Selat, tiga perkara sama-sama ditekankan masuk kenegeri-negeri
Melayu, jaitu : Modal, Buruh-murah, dan Kuasa memerintah, sebegitu banjak Modal
dimasukkan begitu pula Buruh mengikut masuk, dan begitulah kekuasaan pegawai-pegawai
Inggeris meluas masuk, dan negeri dibuka (exploitasi). Sebab itu dapat dilihat aliran gerakannja
masuk, dari selatan dan barat Malaya menudju keutara dan timur, berhubung itulah
negeri-negeri dibahagian utara-timur seperti Pahang, Trengganu dan Kelantan belum begitu
meluas dibuka oleh Modal Inggeris; djika dibandingkan dengan Perak, Selangor, Negeri
Sembilan dan Johore jang dibarat selatannja.
Susunan Pemerintahan jang didjalankan oleh Pendjadjahan Inggeris didalam
mendjalankan pernaungannja kepada Negeri-negeri Melayu itu ialah :

a. Daerah Negeri Selat jang meliputi daerah-daerah ketjil jang terpentji1-terpentjil,


jaitu: Pulau Singapura (termasuk Pulau Labuan di barat Brunei, Pulau Kokos dan Pulau
Chrismas), Pulau Pinang (termasuk Seberang Perai), dan daerah Kota Melaka; semuanja itu
masuk dalam kekuasaan satu Pemerintahan „Negeri Selat atau Straits Settlements (S.S.)", jang
diperintahkan oleh seorang Gubernor Inggeris, berkedudukan di Singapore.

b. Negeri-negeri Naungan jang membuat perdjandjian dengan Inggeris diantara tahun


1874-1895, jaitu: Perak, Selangor, Negeri Sembilan, dan Pahang; didjadikan „Negeri Melayu
Bersekutu atau Federated Malay States (F.M.S.)" dibentuk pada tahun 1896, dengan diadakan
Pemerintahan Persekutuan (Federal) jang pegawai Tingginja semua orang Inggeris berpusat di
Kuala Lumpur, Gubernor Negeri Selatlah jang mendjadi Kepala Pemerintahan Federal itu,
dengan digelar High Commissioner (Komasaris Tinggi), dan Pemerintahan daerah bagi
masing-masing negeri itu, dipegang oleh British Resident jang mengambil kekuasaan
pemerintahan dari masing-masing Sultan Melayu di ke empat-empat negeri itu.

c. Negeri-negeri Naungan jang diluar Persekutuan itu, dimasing-masing negeri


diadakan British Adviser jang nasehatnja mesti diterima oleh pemerintahan Sultan, dan
Gubernor Negeri Selat itu djuga jang mendjadi High Commissioner pihak Pemerintah Inggeris
terhadap Negeri-negeri Melayu itu.

Dengan gambaran seperti diatas, maka teranglah, kekuasaan memerintah ada disatukan
kepada Gubernor di Singapore; dan Negeri-negeri Melayu jang diperintah itu dipetjahkan
sedemikian rupa, hingga orang-orang Melayu itu petjahlah kepada beberapa daerah
Kesultanan atau keradjaan ketjil jang tidak berarti apa-apa itu. Maka terpetjah belahlah
orang-orang Melayu itu dengan keadaan jang tertekan gerakan politiknja, dan mati rasa
kebangsaannja, jang hidup hanja rasa kedaerahannja jang membawa kepada kemunduran dan
kelemahan bangsanja.

3. Tekanan Ekonomi.
Dalam waktu Inggeris mengadakan tekanan politik mengambil kekuasaan
pemerintahan di Negeri-negeri Melayu itu, didjalankan bersamaan dengan tekanan ekonomi,
jaitu:

a. Perusahaan-perusahaan ketjil orang Melayu; seperti perusahaan mengeluarkan hasil


timah, emas dan sebagainja dengan berangsur-angsur berpindah kepada Modal-besar asing
(Inggeris), hingga achirnja sesudah perusahaan tjara modern (baru) dibuka besar-besaran oleh
modal asing, perusahaan tjara primitive (kuno) jang didjalankan oleh orang-orang Melayu
dahulu diberhentikan menurut peraturan undang-undang baru yang menguntungkan
pemodal asing/borjuis-capital, maka berangsur-angsur lenjaplah perusahaan orang Melayu
dalam segala bentuk.

b. Buruh-buruh murah jang dimasukkan dari Tiongkok dan India itu, bukan sahadja
mereka mendjadi alat exploitasi Modal-modal Eropah di Negeri-negeri Melayu; tetapi
mendesak kepada kehidupan orang Melayu disegala lapangan hidupnja.

c. Dari pasar perdagangan jang baru dibuka oleh modal-modal asing itu, orang Melayu
terpaksa undur keluar dari daerah-daerah kota jang baru itu, karena desakan modal dan
pedagang-pedagang asing jang datang semakin ramai menurut Buruh dan perusahannja.

Sekarangpun, dapat dibuktikan dari kota-kota jang baru, seperti Singapore, Kuala
Lumpur, Ipoh, Pulau Pinang, dan lain-lainnja, orang Melayu diusir keluar kota, ketjuali di
dikota-kota lama seperti Kota Bahru, Kuala Trengganu, Alor-Star, Pekan, dan lain-lainnja;
masih didapati pedagang-pedagang dan pengusaha-pengusaha orang Melayu setjara primitive
dengan sedikit kemadjannja.

Ringkasnja, didalam arti ekonomi, orang Melayu bukan sahadja terbiar tidak diberi
perlindungan (naungan), tetapi ditekan dengan sehebat-hebatnja, hingga achirnja kehidupan
orang-orang Melayu didalam keadaan jang melarat dan miskin diatas tanah airnja jang
makmur, subur, dan kaja itu. Kehidupannja hanja mendjadi kaum tani dan nelajan (penangkap
ikan) dengan system jang sangat primitive seperti kehidupan datok-neneknja seratus tahun
dahulu, kaum-kaum tani Melayu itulah jang memenuhi desa-desar diluar kota, dan
dihulu-hulu negeri, dan kaum nelajannja jang menduduki pantai laut, jang hidupnja dengan
keadaannja jang terbiar, bahkan terdesak oleh modal-modal asing jang memeras akan hasil
pekerdjaan mereka untuk diperdagangkan, tidak ada sesuatu perlindungan, pengawasan, dan
pimpinan dari pemerintahan jang mengaku akan melindungi hak keselamatan orang Melayu,
sebaliknja jang diberi perlindungan; ialah perusahaan-perusahaan Modal asing, padahalnja
perusahaan-perusahaan lombong (tambang) asing itu, tidak sedikit merusakkan
pertanian-pertanian Rakjat dihilir sungai jang dihulunja ada tambang-tambang timah.
Ringkasnja, perlakuan tekanan ekonomi jang ditimpakan kepada orang Melayu tersangatlah
berat, tetapi dunia tidaklah mengetahuinja.

Pegawai-pegawai Pemerintah Inggeris sesudah mendjalankan tekanan itu, memberikan


pendjelasan kepada dunia, mengatakan „Kemakmuran Malaya telah didapati daripada usaha
bekerdjasama diantara Modal dan kepintaran dari Inggeris dengan Buruh dari Tiongkok",
djadinja, tanah-air orang Melayu dilupakan dipertiadakan oleh pegawai-pegawai Inggeris, jang
tadi-tadi-nja berdjandji dengan nama King-nja akan menaungi hak bangsa orang Melayu,
bahkan lebih djauh lagi pegawai-pegawai Inggeris mempropagandakan kepada dunia;
mengatakan orang Melayu adalah bangsa „orang tidak apa-apa (care free people)", dan orang
jang MALAS", hingga tuduhan-tuduhan ini diwaktu jang perang dunia ke-II, mendjadi
tuduhan dan perasaan umum terhadap orang Melayu di Malaya.

Djadinja, begitulah rupanja hasil Naungan dan perlindungan jang Inggeris djandjikan
kepada orang Melayu pada achir abad ke-19 M jang lalu, jaitu: hak politik dan pemerintahan
orag Melayu dirampas dengan melalui nasehat-nasehat pegawai-Inggeris jang diwadjibkan
diterima oleh Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu, hak ekonomi didesak dan
dihempit didalam segala lapangan hidup kemudian propaganda didjalankan untuk menindas
terus akan orang Melayu achirnja berdjalanlah tindakan mengadakan dasar baru jang akan
melenjapkan hak bangsa, jaitu dengan mengadakan Malayanization Policy (Dasar
me-Malayan-kan) kepada Negeri Melayu, dasar inilah jang ditekan oleh Inggeris kepada
Negeri-negeri Melayu pada awal abad ke-20 ini, jang akibatnja Hak bangsa orang Melayu
dilenjapkan, digantikan oleh kedudukan hak „bangsa Malayan ", sebagai anak jang dilahirkan
oleh Inggeris-Raya di Asia Tenggara ini seperti akan diterangkan di Bab V.
4. Politik adu-domba tjara baru dan tuntutan hak orang-orang Kosmopolitan.

Sementara itu, Politik adu-domba Inggeris di Malaya di abad ke-20 ini ditukar dari tjara
abad jang Ialu, jaitu tjara baru dengan mengadu-dombakan orang Melayu dengan
penduduk-penduduk bangsa asing jang ada di Malaya, jang telah djadi penduduk
Kosmopolitan (berbagai-bagai bangsa) itu.

Penduduk Kosmopolitan itu terutama dari orang-orang Tionghoa dan India lah jang
djadi penduduk asing jang ramai dan madju di Malaya, mereka ini didatangkan mendjadi alat
pendjadjahan Inggeris menekan akan orang Melayu, jaitu sesudah politik dan ekonomi orang
Melayu tertekan, maka orang-orang bangsa asing jang berada di Negeri-negeri Melayu
menuntut pula haknja kepada Inggeris, agar mereka diberi hak sebagai penduduk anak negeri
di Malaya.

Dengan ini, maka politik adu-domba Inggeris berdjalan terus; jaitu, tuntutan
orang-orang bangsa asing didjawab dengan mengatakan: „Negeri2 Melayu hanja dinaungi oleh
Inggeris jang berhak orang Melayu; Dan kepada orang Melayu jang menuntut perlindungan
hak sepenuhnja kepada Inggeris, didjawab; „Orang Melayu harus mengerti; kemakmuran
negeri ini karena adanja orang-orang dari luar negeri, dan orang Melayu jang dalam segala
hal tentu tidak dapat menguasai akan negeri”. Berhubung ini dijakinkan pula kepada
pembesar-pembesar Melayu: „Djika Inggeris tidak ada di Malaya, maka hak bangsa Melayu
akan lenjap dikuasai oleh Tionghoa", dengan begitu timbullah pertentangan tuntutan-tuntutan
politik diantara orang-orang Melayu dengan penduduk-penduduk asing itu, demikian
adu-domba baru jang berlaku di Malaya sesudah tahun 1925 sampai sekarang.

Untuk mendjalankan taktik adu-domba itu, dari kalangan orang-orang Inggeris sendiri,
dimuntjulkan dua golongan, jaitu: satu pihak menjokong akan tuntutan orang-orang asing itu,
dan satu pihak mempertahankan hak bangsa orang Melayu, bagaimana adanja pertentangan
dua golongan itu di Negeri Melayu; begitu pula kelihatannja ada dua fikiran di London.
Diantara wartawan-wartawan politik di London jang turut mempertahankan hak bangsa orang
Melayu itu ialah Wartawan George Bilainkin, dia menulis didalam bukunja „Hail Penang";
menjebutkan: „We must ever remember that we are in Malaya not as conquerors but as people
whom Malay rulers invited into Peninsula. We must never allow Chinese to push out Malays
,,artinja: „Kita mustilah senantiasa ingat, jang kita berada di Malaya bukanlah sebagai
pendjadjah, tetapi sebagai orang jang diundang oleh Radja-radja Melayu ke Semenandjong ini.
Kita mustilah djangan membenarkan orang Tionghoa menekan akan hak orang Melayu.

Perkataan-perkataan seumpama ini bukan sahadja ditulis dan diperkatakan oleh


wartawan seperti. G. Bilainkin jang datang dari London ke Malaya, tetapi sering dibitjarakan
oleh pegawai-pegawai Tinggi Inggeris di Malaya maupun di London. Akan tetapi bukti jang
ternjata dari kedjadian jang sebenar-benar-nja adalah sebaliknja, hak orang Melayu ditekan,
ditekan dan mau dihapuskan serta diadu-dombakan-terus-menerus, hingga hak bangsa orang
Melayu tidak ada lagi. Dan Inggeris mau djadikan semua Negeri-negeri Melayu sebuah negeri
kepunjaan bersama jang penduduk-penduduk-nja ta'at setia kepada Great Britain dengan
menurut pimpinan orang-orang Inggeris. Demikianlah tekanan Pendjadjah Inggeris kepada
Nusa dan Bangsa Melayu.

B A B V.

HAK NATIONAL ORANG MELAYU DIBAHAGI-BAHAGI

1. Perlakuan merobek djandji.

Adapun perdjandjian-perdjandjian jang dibuat diantara tahuri 1874 sampai 1914 jang
Keradjaan Inggeris akan memberikan perlindungan kepada hak national Melayu itu; semuanja
dengan diam-diam dirobek-robek oleh Pegawai Inggeris jang datang memerintah di
Negeri-negeri Melayu, mereka datang bukanlah menjempurnakan dari apa jang ditentukan
mengikut surat-surat Perdjandjian, tetapi datang membukakan Negeri-negeri Melayu,
melenjapkan hak bangsa orang Melayu, menekan kepada bangsa dan nusa orang Melayu,
seperti mana telah terbukti dengan keadaan jang ada sekarang ini di Negeri-negeri Melayu.

Dengan tegasnja dapat dikatakan bahwa pekerdjaan jang diselenggarakan oleh


Pegawai-pegawai Tinggi Inggeris ke Negeri-negeri Melayu bukanlah mau menjelenggarakan
(execute) akan perdjandjian jang dibuat dengan orang Melayu, tetapi berusaha merubah dan
menekan isi perdjandjian itu daripada longgar kepada kemas-ketat daripada berkuasa kepada
tidak berkuasa dengan memindahkan kuasa sebanjak-banjak-nja kepada Pegawai-pegawai
Tinggi Inggeris, demikianlah dari satu perdjandjian kesatu perdjandjian jang dibuat diantara
Wakil Mahkota Inggeris dengan Sultan-sultan Melayu. Jang mana segala perbuatan
pegawai-pegawai Inggeris itu sangat bertentangan dengan djandji jang semula.

Perbuatan Inggeris jang amat bertentangan itu dapatlah dianggap sebagai satu
perbuatan menghantjurkan hak bangsa Melayu, jang mana satu perbuatan jang tidak dapat
dilupakan oleh sedjarah Asia, perbuatan mana masih terang-terang dapat dibuktikan sekarang
ini djuga. Tidak ada daerah jang mendjadi Kosmopolitan begitu rupa didalam dunia ini, tetapi
Negeri-negeri Melayu jang dinaungi Inggeris, tidak ada diabad ke-20 ini bangsa jang mau
dihilangkan hak bangsanja diatas tanah-air pusakanja, tetapi hak bangsa orang Melayu jang
dinaungi oleh Inggeris, jaitu seperti mana direntjanakan oleh pihak Inggeris mau menjerahkan
Negeri-negeri Melayu kepada satu bentukan bangsa baru jang dinamakannja “Malayan
Nationality”.

Adapun perbuatan Inggeris itu djika diteruskannja adalah mendjadi satu tanda hitam
jang djadi kenang-kenangan kepada Asia, dan kita akan menjaksikan seterusnja sampai kemana
perbuatan itu mau diteruskannja.

2. Tuntutan penduduk Kosmopolitan.

Sebagai akibat dari 50 tahun open-door policy (politik membuka pintu) jang didjalankan
oleh Inggeris di negeri-negeri Melayu, dengan tidak mengindahkan kepentingan dan
keselamatan hak bangsa orang Melayu, maka sebelum tahun 1941 didapati daripada bilangan
kurang lebih 6 djuta orang penduduk Malaya dan Singapura: 45 % Melayu dan Indonesia, 39 %
Tionghoa, 14 % India, dan kurang dari 2 % lain-lain bangsa. Tetapi sebahagiah besar
orang-orang Tionghoa berada di Singapura. Djadinja penduduk Malaya sendiri didapati 54%
orang Melayu-Indonesia; 32% Tionghoa; lebih 14% Indian, dan lebih 1% lain-lain bangsa.
Orang-orang Melayu-Indonesia itu, pada umumnja adalah kaum tani penduduk desa jang
mendjalankan pertanian setjara primitive (kuno) karena mereka terbiar dengan keadaan tjara
lama. Selang penduduk Kosmopolitan mendjadi penduduk kota-kota baru jang dibuka oleh
Inggeris.

Sesudah tahun 1925, penduduk-penduduk Kosmopolitan, terutama dari golongan


Tionghoa, menuntut hak sebagai hak anak negeri di Malaya, dan banjak pula diantara mereka
mengaku dua kewargaan, jaitu warga negara aselinja dan warga negara djadjahan Ingeris
(British Subjects), Inggeris pada mula-mula-nja menolak akan tuntutan mereka itu dengan
memberikan alasan Negeri-negeri Melayu kepunjaan orang Melayu. Tetapi itu sekadar alasan
sahadja, pihak Inggeris tidaklah ada tjita-tjita untuk melindungi hak bangsa Melayu itu,
pihaknja mempunjai rentjana menghilangkan bangsa Melayu.

3. Malayanization Policy; melenjapkan hak national orang Melayu,

Tudjuan Inggeris sesudah Perang dunia ke-I, ialah dengan merentjanakan djalan akan
menghilangkan semua sekali hak national orang Melayu dengan tjara beransur-ansur, langkah
jang mula-mula-nja; ditukarnja nama Malay Peninsula (Semenandjong Melayu) mendjadi
„Malaya”, dan kadang-kadang ditulis British-Malaya.

Sesudah itu diusulkannja supaja perdjandjian lama dengan Sultan-sultan Melayu


diubah, oleh itu timbullah Malayanization Policy, jakni mau ME-MALAYAN-KAN
Negeri-negeri Melayu, seperti mana negeri di Afrika Selatan di South African-kan mendjadi
warisan bersama diantara bangsa-bangsa Kosmopolitan jang berkulit putih, dan
Malayanization ialah Kosmopolitan orang Asia dan Eropah dipimpin oleh orang Eropah
(Inggeris), karena orang-orang Asia (Melayu, Tionghoa, India, dan lain-lain) tentu tidak dapat
bersesuaian faham dengan sama-sama Asianja, melainkan dengan pimpinan Inggeris atau
orang kulit putih. Dengan tudjuan itulah rupa-rupa-nja Malayanization Policy didatangkan.

Pada djaman politik ini direntjanakan di Malaya, memanglah perasaan bersatu diantara
bangsa-bangsa Asia masih sangat tipis, terutama di Malaya; penduduk Kosmopolitan itu
senantiasa bertentangan didalam arti kehidupan, kesofanan, dan kemauannja, maka jang dapat
djadi orang perantaraan didalam perselisihan atau pertentangan orang Kosmopolitan-Asia di
Malaya itu ialah orang Eropah (Inggeris) jang mendjalankan pemerintahan. Oleh itu taktik ini
berguna sangat dipakai untuk memperkuatkan kedudukan Inggeris di Malaya, jaitu berdiri
diatas Malayan.

Djadinja, tudjuan chusus jang terkandung didalam politik Inggeris mau melenjapkan
hak national orang Melayu dengan memberikan Negeri-negeri Melayu mendjadi hak
kepunjaan bersama diantara Tionghoa, India, Serani (Indo), Melayu, dan Inggeris, serta
lain-lain-nja dengan nama „Bangsa Malayan" itu, ialah melahirkan satu bangsa ketjil di Asia
Tenggara ini jang nanti senantiasa menggantungkan diri kepada Inggeris, lantaran dikalangan
bangsa ketjil baru itu sendiri tidak akan rukun, oleh karena perbedaan hidupnja itu, hingga
selamanja mereka hidup sebagai anak jang senantiasa meminta dirukunkan (damaikan) oleh
bapanja, jaitu orang kulit putih (Inggeris).

Sebelum. Perang-dunia ke-II, pertentangan didalam djiwa diantara


penduduk-penduduk Kosmopolitan makin bertambah besar, orang Melayu merasa mempunjai
Malaya, selang orang-orang Tionghoa dan India membangga-bangga-kan pergerakan
nationalnja masing-masing, hingga timbullah Malayan-Chinese, Malayan-Indian,
Malayan-Eurosia n dan lain-lain-nja.

Setelah Malaya diduduki Tentara Djepang tahun 1942-1945 terbentuklah Malaya


Peoples Anti Japanese (Fascist) Army, disamping itu masing-masing bangsa Indian, Chinese
(Tionghoa), dan Melayu mempunjai tjaranja sendiri untuk menjelamatkan kedudukan
bangsanja masing-masing menghadapi tekanan pendjadjahan Tentara Djepang itu, Inggeris ada
dipihak MPAJA dan dari India; Inggeris bersuara mendjandjikan bersetudju membangunkan
Malayan Democratic Government.

Pihak Nationalist Melayu meskipun turut tjampur kepada MPAJA, tetapi setelah
melihat suasana tahun 1944 itu mengetjewakan, pimpinannja terus membela kepada tudjuan
asalnja mau mempersatukan Malaya kepada Indonesia Merdeka. Jakni Nationalist Melayu
tetap menolak tudjuan me-Melayan-kan Negeri Melayu, kerana dirasainja itu membahajakan
kepada kedudukan hak nationalnja.

Setelah Djepang menjerah, Inggeris kembali ke Malaya bulan September 1945, tindakan
jang pertama ialah merampas akan kuasa semua Sultan-sultan Melayu dengan menjodorkan
Perdjandjian „Mac Mecheal” supaja ditanda tangani oleh Sultan Melayu, mengaku menjerahkan
kedaulatan negerinja masing-masing kepada Maharadja Inggeris. Dibelakang surat
perdjandjian jang dipaksakan itu ber-bisik-bisik-lah suara menuduh-nuduh jang Sultan-sultan
dan orang Melayu bekerdja-sama dengan Djepang, dan dibawah ugatan dan tuduhan itulah
Sultan-sultan Melayu menanda tangani perdjandjian itu, dan oleh Inggeris dibangunkanlah
Pemerintah Malayan Union jang Malaya sebagai djadjahan langsung dibawah Mahkota
Inggeris, jang akan mendjalankan Rentjana Malayanization-nja.

4. Pergerakan menentang Inggeris (Federasi Malaya).

Meskipun pihak penduduk-penduduk Kosmopolitan (bukan Melayu) pada


mula-mula-nja menerima baik akan Malayan Union, tetapi setelah dirasainja, itu satu tjara baru
mendjadjah Malaya, dan djandji-djanji kepada MPAJA tidak disempurnakan oleh Inggeris,
maka orang-orang bukan Melayu pun turut pula menentang Malayan Union itu. Inggeris
dalam menghadapi kepada tentangan itu, lalu mengambil kembali kepada Sultan-sultan
Melayu dengan memberikan hak lambang (symbol) kepada Sultan-sultan Melayu, jaitu segala
kekuasaan pemerintah negeri didjalankan dengan melalui Sultan-sultan dan
pembesar-pembesar Melayu sebagai salurannja, tetapi jang sebenar-benar-nja berdjalan itu
kekuasaan pendjadjah Inggeris.

Untuk menjempurnakan ini, dikatakannjalah Perdjandjian Mac Mecheal ditjabut


kembali, dan pemerintahan Federation of dibangunkan Djanuari tahun 1948, dengan kekuasaan
pegang oleh Pegawai Tinggi Inggeris berkedudukan High Commissioner, dan
Keradjaan-keradjaan Sultan Melayu dikatakan berdjalan memerintah didaerah-daerah-nja
masing-masing dengan dijalankan oleh masing-masing Menteri Besar. Sementara itu kekuasaan
jang sebenar-benar-nja ada ditangan Pegawai Inggeris (Resident Commisioner), dan arah jang
ditudju oleh pemerintah Federation of Malaya ialah membangunkan „Malayan Nationality”,
menurut Inggeris mau membangunkan satu bangsa ketjil jang menggantungkan hidupnja
kepada Inggeris seperti diterangkan tadi

Adapun Federation of Malaya disambut dengan Revolusi oleh sebahagian penduduk


Malaya, Revolusi ini dipimpin oleh pemimpin-pemimpin Malayan Peoples Anti Japanese
dahulu, terdiri dari pimpinan Malayan Communist Party (MCP), Malay Nationalist Party
(MNP), Malayan Democratic Union (MDU) dan lain-lainnja dengan membentuk Tentara
Pembebasan Rakjat Malaya. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Emergency Law
(Undang-undang Keadaan Bahaja) mulai pada 20 Djuni 1948. Dengan Emergency
Law itulah semua partai-partai politik jang menentang Federation of Malaya dibasmi,
diantaranja dari pihak organisasi-organisasi Nationalist ialah Malay Nationalist Party,
Angkatan Pemuda Insjaf (API), Angkatan Wanita Sedar (AWAS), dan lain-lain-nja, dengan
orang Melayu berserta pemimpin-pemimpin-nja ditahan oleh pemerintah, diantara
pemimpin-pemimpin national Melayu jang ditawan oleh pemerintah, diantara
pemimpin-pemimpin national Melayu yang ditawan ialah intje Ishak bin Hadji Mohammad,
Ahmad Bustaman, Ustad Hadji Abu Bakar, Dr. Burhanuddin Al-Helmy, Thaha Kalu, dan
lain-lain-nja. Lain daripada itu beberapa buah kampong dan desa dikosongkan oleh pemerintah
Inggeris, penduduk-penduduk-nja ada jang dibunuh, ada pula jang ditahan, serta dipindahkan,
hingga berdjalanlah pemerintahan liar dinegeri itu berundang-undang mulut bedil dan mata
pedang sahadja.

5. Usaha Inggeris me-Malayan-kan Melayu.

Dalam usaha mematahkan Revolusi Rakjat di Malaya itu, Inggeris terus berusaha
membentuk bangsa baru di Malaya, jaitu Bangsa Malayan (bukan Melayu atau Malaya, tetapi
Malayan) jang telah lama direntjanakannja itu. Rentjana Malayan itu disokong oleh sebahagian
besar kaum modal Tionghoa dan India, dan lain-lain-nja, dan sangat diusahakan oleh
saudagar-saudagar Inggeris, tetapi sebahagian besar orang Melayu dari golongan manapun
djuga menolak akan Malayan-Nationality itu.

Untuk mengatasi akan penolakan orang Melayu jang tidak mau djadi Malayan itu, oleh
Inggeris segera dipakainja United Malay Nationalist Organization (U.M.N.O.) jang dipimpin
oleh Dato Onn bin Djaafar. ini, tadinja adalah gabungan organisasi-organisasi politik orang
Melayu jang didirikan oleh Malay Nationalist Party tahun 1946, dalam usaha menentang
Malayan Union. Apabila M.N.P. dan organisasi-organisasi sefahamnja keluar dari U.M.N.O.
karena menentang Constitution Federation of Malaya, buatan Inggeris; maka pihak jang
menerima akan Constitution (Undang-udang Dasar) itu tetaplah didalam U.M.N.O, maka
petjahlah dua badan politik orang Melayu, jaitu U.M.N.O. pro-Inggeris, dan M.N.P. dengan
badan sefahamnja membentuk organisasi Pusat Tenaga Rakjat (PUTERA) meneruskan
perdjuangannja anti pendjadjah, menuntut Kemerdekaan penuh bagi Malaya.

Rakjat Malaya bersatu menolak akan rentjana Federasi Malaya jang dibentuk Inggeris,
dan menolak akan „Malayan Nationality", oleh itu pada awal tahun 1947 badan-badan politik
jang bukan Melayu (Tionghoa, India dan lain-lain-nja) pun, dengan dipimpin oleh Malayan
Democratic Union (M.D.U.) mengadakan badan gabungan bernama All Malaya Council of Joint
Action (A.M.C.J.A.). Pada tgl. 25 Agustus tahun 1947 pihak PUTERA dan A.M.C.J.A.
mengadakan Kongress memadjukan usul (draft) Constitution baru bagi Malaya, dengan
mengambil putusan jaitu: „Semua penduduk-penduduk jang setia mau djadi Rakjat Malaya
mendjadi „bangsa Melayu (Malay-Nationality). Tetapi usul dan putusan Kongress ini ditolak
oleh Pemerintah Inggeris, jang akibatnja membawa kepada pertempuran jang berdjalan di
Malaya sekarang.

Inggeris dukung kepada U.M.N.O., dan dengan U.M.N.O- lah Federation of Malaya
dibangunkan, jang kemudian disokong oleh Malayan Chinese Association, Malayan Indian
Congress, Malayan Ceylonese Association, dan Malayan Association (Orang-orang Eropah) dan
lain-lain badan jang menghendaki adanja bangsa Malayan jang terpetjah-petjah sedemikian
rupa.

U.M.N.O jang tadinja menerima anggauta hanja untuk golongan orang Melayu sahadja
dan menolak orang lain bangsa masuk djadi bangsa Melayu, lalu tahun 1950 mengambil
langkah sebaliknja, jaitu akan menerima orang-orang bukan Melayu masuk anggauta U.M.N.O,
bahkan lebih aneh lagi jaitu menerima tudjuan mendjadikan orang Melayu djadi bangsa
Malayan (Malayan Nationality), artinja menghapuskan hak bangsa Melayu
(Malay-Nationality), meskipun umunmja pengikut-pengikut-nja tidak mau, tetapi
pemimpin-pemimpin besarnja mau djadi bangsa Malayan, demikianlah bangsa Melayu akan
dilenjapkan haknja didjadikan Malayan, dan tanah air orang Melayu dibahagi-dibahagi-kan
djadi hak kepunjaan bersama oleh orang-orang Kosmopolitan. jang dibawa oleh. Inggeris ke
Malaya.
6. Alasan mendjadikan bangsa Malayan.

Adapun keinginan mendjadikan semua penduduk Kosmopolitan di Malaya itu djadi


Bangsa Malayan telah dikemukakan sebelum tahun 1930, terutama oleh orang-orang Tionghoa
nationalist, alasannja ialah:

I. Orang-orang Melayu bukanlah bangsa mempunjai Malaya, karena orang-orang


Melayu adalah orang-orang jang datang dari Djawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan
Kepulauan Indonesia jang lain-lain-nja, djadinja mereka sama-sama djuga datang seperti
orang-orang Tionghoa, Indian, Ceylonese dan lain-lain-nja.

II. Kemadjuan Malaya sekarang adalah dibuka dengan modal dan tenaga
bangsa-bangsa jang baru datang itu, oleh itu Malaya harus djadi kepunjaan bersama diantara
bangsa-bangsa jang menduduki Malaya

III. Sebagai tjontoh dapatlah dibandingkan dengan kemadjuan Amerika, Kanada,


Australia, dan lain-lain negeri jang dibuka oleh bangsa-bangsa dari Eropah, jang sekarang
mendjadi bangsa-bangsa American, Canadian, Australian, dan lain-lain-nja; oleh itu penduduk
Kosmopolitan di Malaya patutlah djadi Malayan mempunjai hak bersama akan negeri itu.

Alasan-alasan dan pandangan ini ditentang oleh orang Melayu sedjak dari mula-mula
fikiran itu dilahirkan, tetapi rupa-rupa-nja Pegawai-pegawai Tinggi Inggeris sambil mengaku
akan melindungi hak bangsa Melayu sambil merentjanakan Malayanization Policy untuk me-
Malayan-kan hak bangsa Melayu.

7. „Malaya hak Bangsa Melayu".

Demikian slogan orang Melayu, walaupun mereka sudah begitu lemah tidak
mempunjai tenaga jang kuat lagi didalam arti politik dan ekonomi, tetapi mereka jakin kepada
keadilan dunia.

Tiga alasan me-Malayan-kan Malaya itu tidaklah benar, oleh karena:


I. Seperti telah diterangkan oleh Sedjarah, bahwa Malaya mulai dari abad ke-6 sudah
mendjadi daerah Keradjaan Melayu Buddha Sri-Vidjaja dan negeri itu sudah dipunjai oleh
orang Melayu, jang pada abad ke-14 Malaya mendjadi daerah Madjapahit, dan diabad ke-15
Keradjaan Melayu Islam Malaka telah berkuasa buat seluruh Malaya, Sumatra, Riaw Lingga,
dan Brunei, hingga tahun 1511, Kota Melaka diserang oleh Portugis, djadinja datangnja
orang-orang dari Sumatra, Djawa, Bugis, dan lain-lain-nja ke Malaya adalah ulang-alik didalam
daerah tanah-air sendiri, sama seperti ulang-alik diantara orang-orang Pulau Hainan dengan
orang-orang di Kuantung. Tetapi orang Tionghoa, India, dan lain-lain jang datang ke Malaya
diabad ke-19-20 adalah orang asing jang datang kenegeri Melayu jang sedang didjadjah
Inggeris.

II. Kemadjuan Malaya dibuka oleh mereka bersama itu, ialah karena mereka
dibawa oleh Modal pendjadjahan Inggeris jaitu sama djuga seperti kedatangan orang-orang
India ke Afrika dan orang Negro ke Amerika. Bahkan mereka telah mendjadi alat pendjadjahan
lantaran desakan ekonomi dinegeri-negeri asalnja, sebab itu tidaklah seharusnja mereka
merebut hak bangsa Melayu, terutama diwaktu kebangkitan bangsa-bangsa Asia sekarang,
djika mereka mau djadi penduduk Malaya sebagai bangsa; mereka masuk sahadja djadi bangsa
Melayu, seperti mana dilakukan oleh orang2 Tionghoa, India, Arab, dan lain-lain-nja jang
datang ke Negeri Melayu pada djaman dahulu, orang Melayu jang ada sekarangpun adalah
tjampuran darah dari India, Tiongkok, Arab, dan lain-lain-nja djadi „Bangsa Melayu".

III. Malaya diabad ke-20 ini tidaklah dapat disamakan dengan Amerika dan
Australia diabad ke-17 dan 18 dahulu. Orang-orang Eropah datang ke Amerika dan Australia
tidak mendjumpai pemerintahan jang teratur dan kesofanan manusia tang sempurna,
orang-orang Eropah datang membuka negeri itu dengan mengatur pemerintahan dan
kesofanan oleh mereka sendiri, hingga mereka boleh mempunjai negeri itu dengan bangsa
barunja American, Canadian, Australian, dan sebagainja. Tetapi orang Eropah sampai di
Malaya tahun 1509 mendjumpai Keradjaan Melayu Melaka jang besar kuasanja dan diserang
oleh Portugis tahun 1511 tidak dapat menaklukkan seluruhnja, bahkan kemudian Belanda dan
achirnja Inggeris datang, hingga abad ke-20 Negeri Melayu tetap sebagai negeri dibawah
lindungan Keradjaan Inggeris jang hak bangsa Melayu diaku.

Maka tersangatlah bertentangan dengan hak kemanusiaan ka bangsa Melayu


dihapuskan diganti dengan bangsa Malayan, bangsa Melayu akan mempertahankannja (lihat
Bab VI buku ini).

BAB VI.

ORANG MELAYU MEMPERTAHANKAN HAK NATIONALNJA.

1. Kata-kata Hang Tuah.

„Bangsa Melayu tidak akan hilang didunia", demikian kata Laksamana Hang Tuah
waktu memperdjuangkan kebangunan dan kebesaran Malaka. Sesudah itu, waktu Hang Tuah
akan melangkahkan kakinja jang terachir keluar dari Istana Radja Malaka, dia meninggalkan
amanat, katanja „Taubatlah aku berbuat baik dengan Radja Melayu; berbuat baik
berpada-pada, berbuat djahat djangan sekali-kali".

Sesunguhnja dari kata-kata ini, rupa-rupa-nja Hang Tuah jang hidup 500 tahun dahulu
telah merasa insjaf akan apa jang akan terdjadi kepada bangsa orang Melayu, jaitu sesudah
Hang Tuah hilang; Keradjaan Melayu Malaka djatuh, bangsa Melayu menghadapi djaman jang
pahit, penuh dengan mala-tjelaka jang beratus-ratus tahun lamanja menudju kepada
kehantjuran dan kemusnahannja, tetapi Hang Tuah masih jakin; meskipun telah tergambar
olehnja jang bangsa orang Melayu akan djatuh, tetapi akan dapat bangun menebus kembali
semua hak pusaka warisan bangsanja.

Maka oleh itulah, Hang Tuah memberi amaran (memperingatkan) kepada anak
tjutjunja, djanganlah lagi mempertjajakan kepada Radja-radja Melayu, mereka-mereka itulah
jang membinasakan negeri dengan menjerahkan negerinja kepada orang asing. Bagi orang
Melayu hendaklah berhati-hati, bertaubatlah djangan lagi mengikut kepada Radja-radja
Melayu, dan hendaklah berbuat baik berpada-pada; jakni djangan terlalu sangat baik hingga
menjerahkan hak kebangsaan kepada orang lain jang datang menumpang ditanah air kita,
tetapi djangan pula sampai suka berbuat djahat, jakni merusak dan memusuhi orang-orang
asing. Djadinja jang dikehendaki oleh Hang Tuah; supaja anak tjutjunja orang Melayu
senantisalah berhati-hati, mendjaga kepentingan nusa dan bangsanja. Sekarang apa hendak
dikata lagi; nasi sudah mendjadi bubur, tanah pusaka orang Melayu sudah dikuasai oleh orang
asing lantaran orang Melayu masih terlalu pertjaja kepada Radja-radja dan terlalu berbuat baik
kepada orang asing (pendjadjah). Begitupun, harapan masih ada untuk orang Melayu bangun
kembali, agar bangsa Melayu tidak terhapus (hilang) dari dunia, jaitu djika mereka segera sadar
dan insjaf serta segera menurut akan pimpinan, pemimpin-pemimpin nationalnja jang sedjati
lahir dari kalangan Rakjat sendiri, demikian tafsiran dari perkataan Hang Tuah itu.

2. Kesadaran bangsa Melayu.

Bagi bangsa Melayu sesudah Keradjaan Melayu Melaka dirampas oleh Portugis tahun
1511 itu, meskipun Sultan-sultan Melayu keturunan Melaka itu dapat memindah-mindah-kan
kedudukan pemerintahannja seperti disebutkan didalam Bab III dan IV, tetapi pada
pertengahan abad ke-19 didapatilah Negeri Melayu sudah berpetjah-petjah dan bangsa Melayu
pun berpetjah-petjah kepada daerah-daerah ketjil mengikut telundjuk Sultan-sultan jang
memerintah daerah-daerah ketjil itu sahadja, dan negerinja sudah dimasuki oleh kuasa dan
modal dari luar negeri.

Adapun kesadaran orang Melayu merasa, jang hak tanah airnja sudah diserahkan oleh
Sultan-sultan Melayu jang berpetjah-petjah itu kepada bangsa-bangsa lain ialah tahun 1927,
kesadaran ini terutama dengan adanja pergerakan-pergerakan national jang menuntut
Kemerdekaan di Indonesia, India, Mesir, Marokko dan lain-lain-nja, bahkan dikalangan
pemuda-pemuda Melayu ditahun 1929 ada pula jang sudah turut djadi anggauta Persatuan
National Indonesia jang berpusat di Bandung, dan tjita-tjita Indonesia-Raya mulai pula tumbuh
di Malaya.

Maka pada masa itu mulailah lahir surat-surat kabar Melayu jang membawa
fikiran-fikiran politik, kemudian timbullah penulis-penulis jang membela nasib Rakjat Melayu,
penulis-penulis jang mengeluarkan fikiran jang merasa tidak puas akan tindakan-tindakan
pemerintah melakukan exploitasi dengan dasar pintu terbuka, dan sebagainja, diantara lima
tahun kemudian timbul pula suara-suara menghendaki supaja orang-orang Melayu
mengadakan Perkumpulan-perkumpulan (Partai-partai) politik untuk membela nasib
bangsanja, tuntutan demokrasi makin meluas dikalangan pemuda-pemuda, keinsjafan makin
mendalam dikalangan sebahagian Rakjat jang terhitung golongan melarat.

Pihak Sultan-sultan dan keluarga Radja serta Dato-dato tidak suka akan suara-suara
jang menghendaki demokrasi dan menuntut persamaan hak itu, serta tidak menjetudjui akan
adanja badan-badan politik jang akan membela hak bangsanja, diantara Sultan-sultan dan
orang besar-besar Melayu jang saban bulan menerima pension politik jang banjak itu ada jang
mengatakan: „Orang Melayu tidak boleh tjampur politik, karena politik negeri dan bangsanja
ada ditangan Sultan-sultan dan pembesar-pembesar Melayu jang harus ditaati dengan setia
oleh orang-orang Melayu. Orang Melayu tidak boleh durhaka kepada Radja-radja-nja

Demikianlah suara-suara dari kalangan Radja-radja Melayu, jang masa itu belum sadar
jang Negeri-negeri-nja sudah masuk perangkap Malayanization Policy Inggeris, dan
penduduk-penduduk Kosmopolitan sedang menuntut supaja mereka diberi hak jang sama
dengan orang Melayu, dan supaja penduduk Malaya seluruhnja didjadikan bangsa Malayan
jang memiliki bersama akan Malaya, seperti mana bangsa-bangsa orang dari Eropah
menduduki dan memiliki Amerika, Australia, dan Afrika Selatan. Pihak Radja-radja dan
pembesar-pembesar Melayu masih djuga mau bertangan besi dengan bermaharadjalela kepada
orang Melayunja itu.

Akan tetapi kesadaran national telah tumbuh dikalangan pemuda-pemuda Melayu,


runtunan fikiran jang menghendaki supaja orang Melayu mengadakan Partai politiknja makin
kuat, terutama didorong oleh surat-surat kabar kebangsaan seperti surat kabar Madjlis di Kuala
Lumpur dan lain-lain-nja. Achirnja dalam tahun 1937 lahirlah Persatuan Melayu Perak, sesudah
itu Kesatuan Melayu Selangor, berturut-turut pula dengan adanja Persatuan-persatuan Melayu
di Pahang, Negeri Sembilan, Kelantan, Serawak, dan lain-lain-nja merupakan
Persekutuan-persekutuan jang berhaluan politik membela hak nationalnja dengan tjara
bekerdja-sama dengan pemerintah, setia kepada Sultan dan Keradjaan Inggeris. Oleh itu
Sultan-sultan dan Pembesar-pembesar Melayu pun menjetudjuilah adanja badan-badan
persekutuan politik seperti itu, dan diantara Radja-radja, Pembesar Melayu itu berebut-rebut
pula mau memegang pimpinan, hingga hampir seluruh badan-badan politik jang
bekerdja-sama itu dipimpin oleh kaum Radja dan Pembesar-pemebesar Melayu.

Pemuda Melayu jang progressive sesudah melihat adanja badan-badan politik Melayu
jang dibangunkan sedemikian rupa, maka diantara begitulah ditimbulkannja gerakan
undergroundnja jang bergerak sedjak tahun 1930 didjadikan gerakan terang pada tahun 1938
dengan memakai nama Kesatuan Melayu Muda (Malay Youth Organization) atau K.M.M;
Kesatuan ini tidak menjebutkan setia kepada Sultan dan Keradjaan Inggeris, tetapi tidak pula
menjebutkan non-cooperation, hanja bekerdja membangkitkan kesadaran bangsa dan
peladjaran dikalangan anggauta-anggautanja jang terutama diperkuatkannja keanggautaan
dari kalangan bawahan, kesatuan ini tidak memakai definasi (takrif) Melayu menurut seperti
badan-badan politik jang ada itu, Kesatuan ini menghendaki kesadaran kepada kesatuan
national besar dengan seruan “Melayu-Raya”, yakni meliputi seluruh Kepulauan Melayu,
artinya ialah Indonesia-Raya, menurut fahaman nationalnya; Malaya adalah sebahagian dari
Indonesia jang dipisahkan oleh dua pendjadjahan, yaitu Belanda dan Inggris.

3. Djaman Djepang.

Pemerintah Inggeris di Malaya dari bermula K.M.M. adalah satu pergerakan politik jang
berbahaja kepadanja, karena kesatuan ini dipimpin oleh orang-orang jang tidak mau
berkerdjasama dengan Inggeris, orang-orang jang menarik dirinja tidak mau mendjadi pegawai
didalam pemerintahan, diantaranja Intje Hadji Mohammad dan penulis buku ini sendiri.
Sementara itu perkembangan anggautanja dikalangan pemuda progressive makin meluas,
dalam masa jang pendek sahadja K.M.M mempunjai anggauta diseluruh Malaya, bahkan
sampai Riaw dan Brunei.

Sebelum Perang-dunia ke-II petjah di Lautan Pasific Desember 1941 itu, pihak Inggeris
telah mentjatat pemimpin K.M.M adalah anti Inggeris, oleh itu ditahan dibawah Defence
Regulation (Undang-undang Pertahanan) Inggeris di Malaya.
Oleh itu, meskipun dalam dasar politik menentang Pendjadjah dan Fascist, dan diantara
ada jang turut dalam pergerakan rahasia anti-Fascist, tetapi berhubung dengan
pemimpin-pemimpin-nja ditahan oleh Inggris sedemikian rupa, maka pada waktu Tentara
Djepang masuk ada beberapa orang diantara anggauta-anggauta K.M.M jang tidak ditahan itu
turut membantu Djepang menjerang Inggris dan pekerdjaan mereka dipergiat setelah melihat
pihak Indian Youth League, Tionghoa golongan jang pro Wang Cheng Wei dan lain-lain pihak
telah turut membantu Djepang. Djadinja karena pemimpin-pemimpin K.M.M. ditahan oleh
Inggeris pada waktu itu, biarpun anggauta-anggauta jang ada diluar itu tidak menerima
sebarang petundjuk (instruksi), tetapi mereka dengan kemauan sendiri lantaran ingin membela
teman-teman-nja lalu mereka turut membantu Tentara Djapang.

Sesungguhnja, dengan perbuatan mereka itu dapatlah- pula. berichtiar menjelamatkan


djiwa dan harta benda orang Melayu; daripada kekedjaman Tentara Djepang jang masuk ke
Malaya mengedjar akan Tentara Pertahanan Inggeris jang mengundurkan diri itu, hingga orang
Melayu lepas dari tuduhan sebagai musuh Tentara Djepang, hingga terhindarlah dari
pembunuhan setjara besar-besaran, hingga pemimpin-pemimpin K.M.M. dapat selamat, dan
sekeluarnja dari pendjara apabila Singapore djatuh kepada Djepang itu dapatlah mereka
gunakan kesempatan menjelamatkan beribu-ribu bekas tentara dan lasjkar Melayu jang
ditawan itu dibebaskan serta melindungi beberapa ramai pegawai-pegawai Melayu jang mau
dibunuh oleh Djepang, bahkan lebih djauh rentjana Djepang akan meminta bajaran indemnity
(emas harga darah) kepada orang Melayu pun dapat digagalkan.

Kemudian bulan April tahun 1942 Kesatuan Melayu Muda dibubarkan oleh Pemerintah
Tentara Djepang. Tetapi anggauta-anggauta-nja meneruskan pergerakan dibawah tanah
(underground) melawan Tentara Djepang, diantaranja ada jang turut langsung kepada Malaya
Peoples Anti Japanese (Fascist) Army (M.P.A.J.A.), dan ada jang berhubung langsung dengan
gerakan melawan Djepang di Sumatra dan Djawa, serta ada pula jang turut pasukan Wataniah
di Pahang guna melawan Djepang. Dalam pada itu pemimpin-pemimpin underground K.M.M.
dapatlah memegang akan pimpinan pasukan Malai Giyu Gun jang dibentuk oleh Djepang achir
tahun 1943 itu.

Selama pendudukan Tentara Djepang di Malaya itu, tidak ada satupun persatuan
Melayu jang banjak-banjak tadi berusaha mempertahankan hak bangsa Melayu sama ada
terang maupun gelap, pemimpin-pemimpin kaum Radja-radja dan Dato-dato itu hanja tjari
keselamatan diri, dengan pada mula-mula-nja mereka berlindung diri kepada K.M.M, mereka
mengambil bahagian didalam pimpinan didaerah-daerah, tetapi sesudah kesatuan itu
dibubarkan, ada pula diantara mereka jang berchianat menjebabkan beberapa orang K.M.M.
daerah ditahan disiksa oleh Djepang.

Pimpinan Kesatuan Melayu Muda, semendjak tahun 1942 itu teruslah menggerakkan
undergroundnja. Sementara itu persatuan pemerintahan Malaya-Sumatra jang diadakan oleh
Djepang itu dipakainja sebagai kesempatan bergerak menudju Kesatuan Indonesia-Raya,
dengan diam-diam diusulkan kepada Djepang supaja mengadakan Konperensi Sultan-sultan
Melayu Malaya-Sumatra, Konperensi Ulama-ulama Malaya-Sumatra. Usaha menumbuhkan
rasa kesatuan di diteruskan sampai Malaya-Sumatra dipetjahkan lagi tahun 1944, dan utara
Malaya diserahkan kepada Thailand.

Pada awal tahun 1945, dengan berani, Pemimpin-pemimpin K.M.M. jang djuga
memimpin Giyu Gun; memadjukan tuntutannja kepada Djepang, supaja Malaya turut kepada
Indonesia Merdeka, dengan didjelaskan benar-benar bahwa tudjuan pergerakannja berdasar
kepada kesatuan national Indonesia. Oleh karena keadaan Djepang sudah terdesak, maka
tuntutan itu diterimanja pada bulan Djuli 1945, Bangsa Melayu bersatu djadi bangsa Indonesia
Merdeka. Itulah Merah-Putih dikibarkan di Singapura tanggal 8 Agustus 1945 seterusnja
sampai Inggeris mendarat, dan sekarang jang djadi bendera perdjuangan Gurilja pihak bangsa
Melayu di Malaya, ialah Sang Merah-Putih dengan bintang kuning dua belas disudut merah
atas (Lihat gambar kulit).

Adapun kepastian Malaya masuk (turut) Indonesia Merdeka itu sudah mendjadi atjara,
lantaran itulah diadakan pertemuan diantara Pemimpin-pemimpin besar Indonesia dengan
Pemimpin-pemimpin Nationalist Melayu pada tanggal 13 Agustus 1945 di Taiping — Malaya;
kemudian di Singapura, sebagai menentukan gabungan Kemerdekaan jang direntjanakan itu.
Dan meskipun pada waktu Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945 di Djakarta itu hanja meliputi daerah-daerah bekas Hindia Timur Belanda
sahadja, karena suasana menghendaki demikian, tetapi segala sesuatunja diikuti dengan teliti
dan tenang oleh pemimpin-pemimpin Nationalist Melayu jang berada di Malaya, dan jang
datang ke Djawa dua hari sesudah selesai Kongressnja di Kuala Lumpur untuk turut Republik
Indonesia.

Pada waktu Djepang menjerah kepada Tentara Serikat itu, pihak Pimpinan K.M.M. telah
lebih dahulu mengadakan persiapan untuk meneruskan perdjuangan kebangsaannja. Oleh itu
pada tgl. 15, 16, dan 17 Agustus 1945 mereka mengadakan Kongressnja di Kuala Lumpur
dengan mengambil putusan jang tegas meneruskan perdjuangan Kemerdekaan dan bersatu
kepada Indonesia. Dato Onn bin Djaafar serta beberapa orang pemimpin United Malay
Nationalist Organization sekarangpun turut bersetudju menerima akan putusan itu. Dalam
pada itu, persiapan Pasukan Giyu Gun terus disediakan. Tetapi segala sesuatunja pada achirnja
gagal, karena pergerakan nationalist Melayu ini belum tjukup bulat dan kuat untuk mengatasi
keadaan di Malaya jang sudah mendjadi daerah Kosmopolitan. Penulis sendiri jang turut
memegang pimpinan telah segera ke Djawa untuk menjelenggarakan perdjuangan jang lebih
effectief, tetapi djuga sesudah mengalami banjak kesulitan, maka semuanja terpaksa
didjalankan seperti jang ada sekarang ini, rupa-rupa-nja tenaga jang dapat mempertahankan
hak national orang Melayu hanja sekadar itu sahadja dahulu. Tetapi perdjuangan berdjalan
terus.

Berhubung dengan putusan dari pemimpin-pemimpin M.P.A.J.A. di Kuala Lumpur


tidak akan mengadakan perlawanan terhadap mendarat kembalinja Tentara Inggeris ke
Malaya, maka Malaya Giyu Gun jang dikirim dari Singapura ke Kuala Lumpur tgl. 19 Agustus
1945 itu, sampai ke Muar lalu dibubarkan, dan diantara anak-anak Giyu Gun itu ada jang
masuk ke Sumatra turut kepada perdjuangan Republik Indonesia diantaranja ialah Major A.
Manaf jang gugur bertempur dengan Belanda di Tandjung Batu Karimon. Kemudian sebagai
kelandjutan perdjuangan politik, oleh pemimpin-pemimpin K.M.M. serta lain-lain anggauta
perdjuangan Nationalist Melayu lalu dibentuk Partai Kebangsaan Melayu, atau Malay
Nationalist Party (M.N.P).

4. Perdjuangan diteruskan.

Sesungguhnja, sesudah Djepang menjerah dan Inggeris datang kembali ke Malaya itu,
pihak jang terus menentang Inggeris ialah Malay Nationalist Party, jang menuntut
Kemerdekaan Malaya dengan membangunkan Pemerintahan Demokrasi bagi bangsa Melayu,
dan didalam Kongressnja tahun 1946 menuntut pula Malaya satu kepada Indonesia. Disamping
itu timbullah organisasi-organisasi Angkatan Pemuda Insjaf (API), Angkatan Wanita Sedar
(AWAS), dan beberapa lagi, jang kemudiannja semua badan-badan perkumpulan Melayu
tergabung kepada United Malay Nationalist Organization (UMNO). Tetapi, dalam tahun 1947
UMNO petjah dua, karena pertentangan antara pro dan contra dengan Inggeris, oleh itu pihak
M.N.P. keluar dari UMNO, bersama API, AWAS, dan lain-lain-nja karena menentang
Konstitusi Federasi Malaya jang diusulkan oleh Inggeris, lalu mereka membentuk gabungan
baru bernama Pusat Tenaga Rakjat (PUTERA) jang dipimpin oleh M.N.P. Organisasi inilah jang
terus menentang Konstitusi buatan Inggeris dan menolak Malayan Nationality dengan
menuntut Kebangsaan penduduk Malaya ialah „Bangsa Melayu, serta menegaskan tiap-tiap
orang turunan asing jang mau djadi Rakjat jang setia kepada Malaya supaja mereka djadi
Bangsa Melayu". Tuntutan PUTERA ini disokong oleh organisasi2 orang2 jang bukan Melayu
(Tionghoa dan India) jang mengadakan gabungan bernama All Malaya Council of Joint Action
(A.M.C.J.A) dipimpin oleh Malayan Democratic Union (M.D.U.). Pihak PUTERA dan AMCJA
seperti diterangkan dalam Bab V ajat 5, jaitu pada pertengahan tahun 1947 mengadakan
Kongress gabungan membuat rentjana usul Konstitusi Malaya jang menuntut kedaulatan
Malay Nationality, tetapi usul itu ditolak oleh pemerintah Inggeris.

Pada pertengahan tahun 1948 timbullah kerusuhan di Malaya menentang pemerintah


Federasi Malaya, dan oleh karena itu Undang-undang Keadaan Bahaja (Emergency Law)
diadakan di Malaya, dengan Undang-undang inilah M.N.P, API, AWAS, dan PUTERA-AMCJA
ditindas, pemimpin-pemimpin nationalist ditangkap, berates-ratus anggautanja ditahan,
organisasinja dibekukan. Keadaan di Malaya terus bergolak.

Adapun pihak pergerakan-pergerakan national Melayu jang ditindas oleh pemerintahan


pendjadjah Inggeris jang berusaha membangunkan „Malayan Nationality" di Malaya itu,
pertjaja; bahwa hak national; bagaimanapun djuga tidaklah akan dapat ditindas begitu sahadja,
sudah 440 tahun kuasa-kuasa pendjadjah Eropah menekan orang Melayu, tetapi belumlah
bangsa Melayu mati hilang begitu sahadja. Sedjarah telah membuktikan; sesuatu bangsa jang
mempunjai sedjarah kesofanannja, meskipun beribuan tahun diperas dan ditekan serta mau
dihapuskan oleh sesuatu kekuasaan lain bangsa, tetapi lambat laun bangsa jang tertindas itu
akan bangkit kembali, umpamanja bangsa Yahudi; ditindas dari djaman Assyria sampai
kedjaman Roman terus kedjaman Arab langsung kedjaman Turkia, achirnja toch bangun
kembali ke Palestina. Sepanjol berabad-abad dikuasai oleh Arab; dapat bangun kembali. Yunani
beberapa abad dibawah kekuasaan Roman, tetapi Yunani tetap Yunani, dan begitulah beberapa
tjatatan sedjarah membuktikan, bahwa bangsa-bangsa jang sofan (civilize) itu meskipun
bagaimana djuga djatuhnja, achirnja bangsa itu akan dapat dipertahankan dan akan bangun
kembali.

Menindjau kepada kedudukan kebangsaan orang Melayu jang haknja di Negeri-negeri


Melayu mau dilenjapkan oleh pendjadjahan itu, bagaimanapun djuga akan dapat
dipertahankan oleh Pemimpin-pemimpin Kebangsaan Melayu jang dengan kejakinannja jang
penuh itu. Tetapi hal ini tergantung kepada keinsjafan, dan kesadaran orang Melayu di Malaya
dan keluarga bangsanja diluar Malaya, umpamanja Indonesia dan Filipino bangsa saudara
kandung bangsa Melayu jang turunan dari Sri-Vidjaja,

Dari pihak pemimpin-pemimpin Nationalist Melayu jang insjaf; bukan sahadja hanja
menentang dengan suara akan gerakan ME-MALAYAN-KAN orang Melayu, tetapi
melandjutkan perdjuangan Partai Kebangsaan Melayu, jang meskipun sudah dibasmi oleh
Inggeris; dengan putusan Konperensi Putjuk pimpinannja memberikan kuasa penuh kepada
pemimpin2 national diluar Malaya meneruskan pimpinan perdjuangan partainja, maka itulah
bulan Djuni 1950 mereka membangunkan Kesatuan Malaya Merdeka berkedudukan diluar
Malaya, dengan program perdjuangannja jang singkat ialah:

1. Mempertahankan kelandjutan hak national orang Melayu diseluruh Negeri-negeri


Melayu (Malaya dan Serawak/Brunei).

2. Menuntut Kemerdekaan penuh bagi seluruh Negeri-negeri Melayu, mendjadi satu


negeri ibu buat bangsa keturunan darah Melayu (Malay-race) dan Rakjat Malaya
seluruhnja.
Pergerakan national Melayu tetap menerima akan semua penduduk di Malaya jang
bukan Melayu (non-Malays) masuk mendjadi bangsa orang Melayu, seperti mana jang
diputuskan oleh Kongress PUTERA dan All Malaya Council of Joint Action dahulu. Maksud
jang terutama ialah supaja dapat dipastikan orang-orang jang mengaku bangsa Tionghoa
supaja tetap setia kepada Tiongkok, orang-orang jang mengaku bangsa India tetap setia kepada
India, dan seterusnja jang lain-lain-nja, djadinja orang jang setia kepada Malaya mereka
mestinja mendjadi bangsa Melayu, tidak perlu dipetjah-petjahkan dengan puak-puak suku
seperti Malayan Chinese, Malayan Indian, dan sebagainja, itu hanja muslihat adu-domba belaka
jang melambatkan kebangkitan Asia dan menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Kita
tidak mau djadi bangsa jang diperalat pendjadjah lagi.

Rentjana pergerakan nationalist Melayu selandjutnja djika sudah berhasil


memperdjuangkan programnja tersebut diatas itu ialah dengan mengingat bahwa keluarga
orang Melayu jang satu asal keturunari darahnja, sama kedudukan daerah nusanja, sama djalan
sedjarahnja, satu dalam pokok bahasa, kebudajaan dan kepentingannja itu bukannja hanja
dengan 3-4 djuta orang Melayu penduduk Malaya dan Serawak/Brunei, tetapi bangsa jang satu
dalam segala-gala-nja itu ada mengandungi 100 djuta penduduk seluruh kepulauan di Asia
Tenggara ini, seperti telah diterangkan dalam Bab I Kitab ini, maka dengan bangsa-bangsa
itulah orang Melayu mengarahkan tjita-tjita kesatuannja, jang dimaksudkannja Melayu-Raya
ialah kearah Indonesia-Raya, karena diantara satu dengan jang lainnja jang berasal satu itu
tidak dapat djadjah-mendjadjah, tetapi satu dengan jang lainnja menghendaki pada bersatu
membangunkan satu bangsa jang besar dan kuat di Asia Tenggara ini, guna kepentingan Rakjat
seluruhnja.

Demikianlah tjita-tjita perdjuangan nationalist Melayu dalam pergerakan


mempertahankan hak nationalnja, oleh itu perdjuangan mempertahankannja itu tidaklah hanja
diartikan hanja memerdekakan Negeri-negeri Melayu kembali kepada pangkuan Rakjat
Malaya, tetapi mendjadikan Malaya dan orang Melayu sebahagian dari satu ikatan kebangsaan
bersama jang besar dan luas di Asia Tenggara ini.

Sesungguhnja, Malaya dan Serawak/Brunei adalah warisan bagi seluruh bangsa jang
berasal dari darah keturunan Melayu jang menduduki di Kepulauan Asia Tenggara, dan
merekalah jang mewarisi seluruh Kepulauan Asia Tenggara ini. Moga-moga dapatlah
diwudjudkan satu Kesatuan Malaynesia jang bersifat satu Ikatan Kebangsaan Bersama (A
Common National Unity) jang kuat didaerah Malay-world (dunia-Melayu) ini.

BAB VII.

KEARAH KESATUAN BANGSA BERSAMA.

Adapun bangsa-bangsa jang ada bersangkutan di Kepulauan Asia Tenggara ini,


berdasar sedjarah, masing-masing mengaku berasal dari keturunan Sri-Vidjaja jang bangun
diantara tahun 600 sampai tahun 1270. Oleh itu benarlah, warisan Sri-Vidjaja sekarang terpetjah
tiga, jaitu Republik Indonesia, Republik Philipine, dan Negeri-negeri Melayu (Malaya dan
Kalimantan Inggeris) jang masih didjadjah.

Tempat pertahanan warisan Sri-Vidjaja jang terachir ialah di Malaka, dan didaerah
itulah djuga jang mendjadi tempat pertahanan jang terachir bagi pihak pendjadjah, apabila dua
Republik baru telah didirikan diatas runtuhan Sri-Vidjaja itu. Berhubung dengan ini,
teringatlah akan rangkaian pantun jang merupakan sambungan kepada rangkaian pantun dari
Kata Pendahuluan buku ini, jaitu:

Diatas runtuhan Kota Malaka,

Bangun berdjuang Vidjaja bangsa,

Bersatulah bangsa keturunan sebaka,

Menjusun kembali ikatan nusa.

Sesungguhnja kearah kesatuan bangsa dan ikatan nusa jang berasal satu itulah jang
mendjadi tjita-tjita bangsa orang Melayu. Dalam mentjapai tjita-tjita ini, Semenandjong Melayu
(Malaya) adalah sendi (strategies) jang sangat penting didalam arti kedudukan nusantara Asia
Tenggara ini.
Melihat kepada suasana di Malaya dengan orang Melayunja jang kurang lebih 3 djuta
orang menghadapi situasi jang begitu sulit itu, sungguh sukar bagi mentjapai tjita-tjita national
jang sutji murni itu, karena dengan keruntuhan Malaka selama 440 tahun lamanja, orang
Melayu menghadapi pemerasan, pendjadjahan, dari Portugis datang ke Belanda djatuh ke
Inggeris, masuk ke Djepang kembali ke Inggeris lagi itu telah membikin seakan-akan orang
Melayu itu tidak berdaja lagi akan bangun kembali. Akan tetapi, dikalangan mereka jang sadar
dan insjaf, mereka mengerti bahwa 70 djuta keluarga bangsanja Indonesia sudah merdeka, dari
karena itu timbullah harapan jang penuh dengan kejakinan bahwa Nusa dan Bangsa Melayu
dapat pembelaan sepenuhnja dari saudara-saudara kandung sebangsanja diseberang.

Pada umumnja orang Melayu petjah kepada tiga alam fikirannja, jaitu: (I) Pihak tua
menjerahkan sahadja kepada perlindungan Inggeris, (II) Pihak opportunis menerima Malayan
Nationality buatan Inggeris, dan (III) Pihak jang memperdjuangkan hak bangsanja menuntut
Kemerdekaan Malaya buat Rakjat Malaya, dan mempertahankan hak bangsa Melayu. Tetapi
bagaimanapun djuga pihak (III) ini adalah pihak jang memperdjuangkan keadilan dan
kemanusiaan jang pasti akan Menang achirnja, dan pihak inilah jang berdjuang kearah
„Kesatuan bangsa bersama", guna kepentingan Nusa dan Bangsa Melayu.

Djelasnja, jang mendjadi tudjuan tjita-tjita bangsa orang Melayu ialah


memperdjuangkan Kemerdekaan Nusa dan Bangsa Melayu jang mempersatukan kembali
kepada satu ikatan nusa jang besar menurut kepentingan dan kemauan Rakjat seluruhnja.
Tetapi jang mendjadi pokok perdjuangan sekarang ialah mentjapai Malaya Merdeka dahulu,
karena itulah jang djadi sendi (strategies) Asia Tenggara jang tersangat penting bukan sahadja
guna buat Malaya, tetapi buat Kemerdekaan dan keamanan seluruh Asia Tenggara, seluruh
warisan Sri-Vidjaja, moga-moga segenap keturunan sebaka (seasal) itu dapat menjusun ikatan
bangsa dan nusanja jang abadi.

Oleh jang demikian, tudjuan Melayu-Raya kearah Indonesia-Raya jang djadi tjita-tjita
pergerakan kebangsaan Melayu itu ialah untuk menebus kembali hak warisan nusantara
Sri-Vidjaja, ialah kearah Kesatuan bangsa bersama. Selama Kemerdekaan Malaya, buat bangsa
Melayu itu belum berhasil, maka tjita-tjita national jang murni itu belumlah boleh berhasil.
Maka, untuk menjerukan kearah Kesatuan national itulah dibawah ini diturunkan
Surat terbuka dari Pemimpin Umum Kesatuan Malaya-Merdeka jang sedang melandjutkan
perdjuangan M.N.P. jang dialamatkan „Kepada Bangsa Indonesia", jaitu

,,Saudara-saudara! Merdeka!

Surat ini, saja bentangkan kepada Saudara-saudara Jang Terhormat, mengenai dengan
Malaya dan perdjuangan bangsa Melayu jang rasanja tidak kurang pentingnja untuk bangsa
Indonesia sendiri; maka inilah dengan setjara ringkas saja bentangkan sekadarnja.

Saudara-saudara! Siapakah orang Melayu dan apakah Malaya itu? Ini perlu didjelaskan,
„Perpisahan selama 127 tahun inilah jang menjebabkan bangsa Indonesia hampir lupa kepada
saudara kandungnja sendiri di Malaya". Sesungguhnja orang Melayu itu tidaklah lain daripada
segerombolan saudara kandung bangsa Indonesia jang masih didjadjah oleh Inggeris. Sebabnja
saja berani mengatakan begitu tepat; ialah karena Rupa bangsa (Ethnology) jakni keturunan
darah dan kebudajaan hidup orang Melayu adalah bersamaan dengan orang-orang di Sumatra,
Djawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda Ketjil, dan lain-lain-nja itu, istimewa pula
sedjarah, bahasa, kedudukan daerah bangsa dan nusa orang Melayu itu telah menentukan
sendiri Malaya masuk kepada lingkungan Indonesia.

Saja gambarkan tentang ethnology. Siapakah jang Saudara-saudara katakan bangsa


Indonesia aseli, djika bukan dari asal keturunan Malay-race (darah-Melayu)? Sebelum abad
ke-20 ini dunia belum mengenal bangsa Indonesia ditanah air kita ini, jang dikenal ialah orang
Melayu, atau orang Djawi kata orang Arab, djadinja sedjak dari berabad-abad dahulu Malaya
dan Kepulauan Indonesia merupakan satu rupa bangsa dari bentuk sifat badannja sampai
kepada kebudajaan, dan bahasa, umumnja tergolong mendjadi satu bangsa.

Tentang daerah Saudara-saudara! Lihatlah sadja dipeta negara Indonesia ini, dimana
letaknja Malaya dan Kalimantan Inggeris itu? Peta dengan terang menggambarkan perbatasan
utara

Indonesia terpaksa djadi bersiku-siku seperti huruf “W” untuk memisahkan kedua-dua
daerah itu dari Indonesia. Oleh itu njata Malaya kepunjaan alam Indonesia, hanja oleh karena
adanja perdjandjian Pendjadjahan Inggeris dengan Belanda ,tahun 1824 telah memetjahkan
daerah tanah air kita ini jang Inggeris undur dari Sumatra, Djawa dan Maluku, dan Belanda
undur dari Malaya diserahkannja kepada Inggeris; itulah sebabnja perpetjahan Malaya dari
Indonesia sekarang.

Saudara-saudara! Menindjau kepada sedjarah tanah air, sesungguhnja sedjarah jang


ditulis oleh orang-orang Eropah sendiri mengaku akan kebenaran kesatuan daerah dan bangsa
ini, bahkan didalam kitab Sedjarah Alam Melayu jang dikeluarkan dengan resmi untuk
peladjaran disekolah-sekolah pemerintah di Malaya Serie No. 7 telah mendjelaskan, jaitu:

„Negeri-negeri di Malaya pada abad ke-6 sampai abad ke-13 Masehi masuk mendjadi
daerah Keradjaan Melayu Sri-Vidjaja jang berpusat di Palembang. Dalam abad ke-14 Masehi
Negeri-negeri Melayu takluk kepada Madjapahit. Kemudian pada abad ke-15 Keradjaan
Melayu Islam Melaka sudah bangun menguasai seluruh Malaya sampai ke Negeri-negeri
Petani, dan menaklukkan akan Palembang, negeri-negeri dipantai timur Sumatra dan pantai
barat-selatan Kalimantan. Dalam tahun 1610-1630 Negeri-negeri Melayu takluk kepada
Keradjaan Melayu Islam Atjeh dan tahun 1700-1730 takluk kepada Keradjaan Melayu Siak,
achirnja tahun 1720 Sultan Melayu di Johor memindahkan pusat pemerintahannja ke Riaw
dengan memerintah seluruh Johor, Pahang, Muar, Selangor, dan Kepulauan Riaw/Lingga
sampai tahun 1824".

Dalam buku Inggeris The Great Britain in Asia. Meskipun isinja menerangkan hal
kelemahan hak orang Melayu dengan melupakan sedjarah bangsa Melayu di abad-abad jang
terdahulu dari abad ke-16, dan membandingkan Malaya diabad ke-17 dengan Malaya jang
sudah di-exploitasi di abad ke-20 ini, tetapi daerah Indonesia jang disebutnja Malay-world
(dunia-Melayu) itu didjelaskan termasuk Malaya, dan diakuinja pusat dunia-Melayu itu di
Djawa, disamping itu tidak sedikit buku-buku bahasa Inggeris, Belanda, dan lain-lain-nja jang
membuktikan Malaya dan orang Melayu saudara kandung bangsa Indonesia, atau bangsa
Indonesia itulah orang Melayu.

Tambahan lagi inengenai bahasa, apakah jang dinamakan bahasa Indonesia sekarang
djika bukan bahasa Melayu? Orang-orang Djawa didesa-desa daerah pedalaman Djawa-Tengah
sana masih mengatakan berbitjara dalam bahasa Indonesia itu dikatakannja „ngomong
Melayu", di Malaya sendiri tidak ada bahasa daerahnja jang lain, hanja bahasa Melayu jang
mendjadi pokok bahasa Indonesia sekarang. Oleh itu teranglah bahwa bahasa Melayu sudah
masuk Indonesia, jang belum hanja daerah dan penduduknja sahadja.

Saudara-saudara! Bukanlah disini saja mengadjak Indonesia supaja menuntut Malaya


masuk Indonesia atau turut menentang pendjadjahan Inggeris di Malaya dan di Kalimantan
Inggeris. Tidak! Saudara-saudara, pergerakan national Melayu tidaklah menghendaki
demikian, meskipun diri saja sendiri seorang Melayu bangsa Indonesia aseli bersama
kawan-kawan telah turut menentang Belanda.

Maksud jang terpenting memberikan pendjelasan dengan surat ini ialah untuk
mengingatkan: „Bahwa orang dan nusa Melayu adalah saudara kontan (kandung) bangsa
Indonesia".

Kemudian dari itu, pentinglah disampaikan kepada Saudara-saudara disini, „Bahwa


hak bangsa Melayu sekarang ini sedang dimusnahkan mau dihapuskan oleh pendjadjah
Inggeris di Malaya didjadikan hak kepunjaan bersama diantara penduduk-penduduk
Kosmopolitan dinegeri itu dengan menamakan „Bangsa Malayan" bukannja bangsa Melayu.
Djadinja nasib bangsa Melayu samalah dengan nasib bangsa Yahudi jang dirampas oleh bangsa
Assyria tahun 750 Sebelum Masehi dahulu dan seperti orang aseli di Amerika dan Australia
dirampas oleh orange Eropah pada abad ke-17 dan 18 dahulu".

„Meskipun kedudukan Negeri-negeri Melayu sampai sekarang bukanlah negeri


djadjahan, hanja Negeri-negeri Melayu jang diperlindungi (protectorate) oleh Keradjaan
Inggeris, tetapi pada tahun 1951 ini bangsa Melayu mau dihapuskan diganti dengan bangsa
Malayan, meskipun sesungguhnja perbuatan itu bertentangan dengan Piagam P.B.B.". Apakah
sampai hati kita bangsa Indonesia membiarkan nasib bangsa saudara kandung diperlakukan
demikian oleh sesuatu kuasa pendjadjahan?

Saudara-saudara! Sebelum tahun 1942 orang Melayu telah lama menolak akan Malayan
Nationality jang direntjanakan oleh Inggeris itu, kemudian sesudah Djepang menjerah rentjana
itu dibawa lagi ke Malaya tahun 1945, Malay Nationalist Party terus berdjuang menentang
tudjuan Inggeris dan menuntut Malaya Merdeka dengan kedaulatan bangsa Melayu.

Tuntutan Malay Nationalist Party ditolak oleh Inggeris dan dengan kekerasannja
sekarang mau membentuk akan „bangsa Malayan" mendjadikan Malaya tanah air pusaka
bangsa Melayu itu milik kepunjaan bersama antara penduduk Malaya jang mendjadi „Bangsa
Malayan". Dan Malay Nationalist Party jang memperdjuangkan hak bangsa Melayu telah
dibasmi oleh Inggeris sedjak tahun 1948, pemimpin-pemimpin national Melayu ditangkap dan
ditahan dalam pendjara, diantaranja Intje Ishak Hadji Mohammad, Dr. Burhanuddin Al-Helmy,
Uztaz Hadji Abu Bakar, Taha Kalu, Ahmad Bustaman, dan beribu-ribu jang lainnja mereka
ditahan dengan didasarkan kepada Undang-undang Keadaan Bahaja (Emergency Law) jang
dipaksakan oleh Inggeris di Malaya. Beribu-ribu orang Melayu dipindahkan diusir dari
kampong halamannja, tidak terhitung jang mati tertembak oleh gerakan Tentara Inggeris jang
katanja melawan bandit Komunis dan sebagainja itu, padahalnja itu adalah pergerakan
melawan tentara Inggeris dan gerakan jang menuntut hak Kemerdekaan bangsa di Malaya,
tindakan Inggeris di Malaya lebih kedjam dari tindakan Belanda di Indonesia dahulu,
demikianlah nasib orang Melayu dan penduduk-penduduk Malaya sekarang.

Saudara-saudara! Orang Melayu seperti sudah saja didjlaskan diatas, adalah saudara
kontan kita bangsa Indonesia, samalah seperti persaudaraan antara orang Djawa dengan
Sumatra, sedjarah telah membenarkan, bukti-bukti jang ada telah membenarkan. Berhubung
dengan ini; apakah Saudara-saudara 70 djuta di Indonesia akan membiarkan sahadja 3 djuta
saudara kontannja dilenjapkan hak bangsanja di Malaya itu?

Saudara-saudara! Kita di Indonesia sekarang sudah Merdeka, sudah mempunjai tenaga


kebangsaan, sudah mulai membangunkan bangsa kembali; Apakah sampai hati
Saudara-saudara membiarkan saudara kita jang satu darah bangsa, satu Bahasa dan satu
didalam segala-gala-nja itu terbiar dalam keadaan jang melarat terdesak sampai hilang
bangsanja?

Sesungguhnja atas hal inilah saja mengadakan Appeal (seruan) kepada


Saudara-saudara! Malaya bagi Indonesia samalah dengan Pondatjeri-Peratjis dan Goa-Portugis
bagi India, dan Palestina bagi negeri-negeri Arab, hanja Indonesia ini satu benua Kepulauan,
jang Malaya ditjeraikan oleh Selat Melaka dari Sumatra tetapi kedudukan daerah nusantaranja
adalah satu seperti diterangkan diatas, lihatlah dipeta bagaimana Malaya dan Sarawak/Brunei
masuk didalam daerah Indonesia.

Maka dengan ini saja dengan segala hormat membentangkan hal Malaya dan nasib
orang Melayu saudara kontan kita bangsa Indonesia, supaja moga-moga adalah hendaknja
perhatian Saudara-saudara kepadanja.

Guna meneruskan perdjuangan kebangsaan orang Melayu jang sangat ditindas oleh
pemerintah Inggeris, pemimpin-pemimpin Melayu sudah dipendjara semua, jang berada diluar
Malaya sekarang ditjari-tjari dan akan dipendjarakan djika ada pulang, maka untuk
meneruskan perdjuangan national itu, inilah diluar Malaya dibangunkan, Kesatuan Malaya
Merdeka. Adapun Kesatuan ini tersangatlah berharapkan bantuan Indonesia, dan kepada
Saudara-saudara-lah jang terutamanja diharapkan. Karena pada hemat orang Melayu
kepentingan Malaya adalah sangat penting kepada Indonesia, bahkan sebahagian dari orang
Melayu sendiri insjaf, hingga mereka sendiri jang telah pernah menuntut Malaya bersatu
kepada Indonesia, karena dunia pun mengaku akan kebenarannja, bahwa bangsa dan nusa
Melayu satu dengan Indonesia, jang mentjeraikannja hanja kekuasaan pendjadjah.

Adapun tingkatan perdjuangan sekarang, Saudara-saudara! Kesatuan Malaya Merdeka


belumlah menghendaki Malaya satu kepada Indonesia, jang diharapkan ialah bantuan moral
dan material saudara-saudara kepada perdjuangan national di Malaya. Sungguh pun djaman
Djepang sudah dituntut Malaya disatukan kepada Indonesia, dan tuntutan itu berhasil
sebentar, dan dalam tahun 1946-1947 M.N.P menuntut Malaya supaja disatukan kepada
Indonesia, tetapi tuntutan itu ditinggalkan dahulu Saudara-saudara, jang mendjadi
perdjuangan sekarang mempertahankan hak bangsa Melayu dan mentjapai Kemerdekaan
Malaya dengan kedaulatan bangsa Melayu. Inilah dasar perdjuangan jang sedang diteruskan
sekarang ini, dan mengharapkan bantuan Saudara-saudara.

Adapun kedudukan Malaya itu; sangat penting kepada keamanan dan pembangunan
serta pertahanan Indonesia sendiri, strategies dalam lapangan politik, ekonomi dan kemiliteran.
Untuk mentjapai keamanan itu, ialah dengan berdirinja Republik Malaya Merdeka. Dalam hal
hal bantuan dan sokongan jang diharapkan supaja Indonesia dapat melakukannja ialah:

1. Memberikan sokongan sepenuhnja akan perdjuangan national di Malaya, hingga


tertjapai Republik Malaya Merdeka dengan kedaulatan bangsa bagi Rakjat Malaya.

2. Mengadakan desakan kepada Inggeris; supaja memberhentikan


perbuatannja jang kedjam di Malaya, dan membebaskan semua
pemimpin-pemimpin dan orang-orang jang memperdjuangkan Kemerdekaan
Malaya jang masih ditawan itu.

1. Membawa perkara Malaya kepada keadilan dunia, supaja perbuatan


Inggeris menghapuskan hak national . di Malaya itu diadili oleh dunia internasional
jang anti imperialism.

2. Mendesak kepada Inggeris; jaitu guna mendapatkan keamanan, supaja


segera mengadakan persiapan untuk meninggalkan Malaya, mengembalikan Malaya
kepada Putera-putera Malaya.

Demikianlah diharapkan pembelaan dari Rakjat dan pemimpin-pemimpin


Indonesia terhadap perdjuangan Kemerdekaan bangsa di Malaya sekarang ini.

Tetap Merdeka!

Kesatuan Malaya Merdeka

Pemimpin Umum,

t. t. (Ibrahim Yaacob).
Sekianlah isi surat terbuka jang dibentangkan oleh pemimpin Kesatuan
Malaya Merdeka kepada Bangsa Indonesia jang perlu djuga didjadikan satu
peringatan bagi perdjuangan bangsa guna mempersatukan nusa dan bangsa
Melayu seluruhnja.

Sesungguhnja tudjuan kearah Kesatuan bangsa bersama buat seluruh


bangsa-bangsa dari keturunan darah Melayu warisan Sri-Vidjaja itu adalah satu
tudjuan jang mutlak jang oleh tiap-tiap pentjinta bangsa haruslah mengerdjakan
dan memperdjuangkannja, tetapi sendi strategies Kepulauan Melayu ini ialah
Malaya Merdeka-lah jang terpenting, dari sebab itu bangsa-bangsa turunan
Sri-Vidjaja di minta turut memperdjuangkan Malaya Merdeka.

BAB VIII.

(Kata Penutup)

MALAYA PENDJURU ASIA JANG PENTING.

Mengingat akan kepentingan Malaya.

Bagi menutup akan buku ketjil jang membentangkan setjara ringkas akan Nusa dan
Bangsa Melayu ini, maka rasanja pentinglah „mengingat atau mengenali akan bagaimana
pentingnja Malaya", dibentangkan setjara ringkas disini, agar dimengerti betul oleh sidang
pembatja bangsa Indonesia akan pentingnja Malaya bagi Indonesia.

Adapun Malaya, luas tanahnja kurang lebih 60 ribu mijl persegi; jaitu 52 ribu mijl
persegi didjadjah oleh Inggeris dengan penduduknja orang Melayu sedjumlah kurang lebih 3
djuta orang, dan seluas hampir 10 ribu mijl persegi dibawah kekuasaan Thai (Siam) dengan
penduduknja, orang Melayu lebih satu djuta orang, maka daerah inilah jang merupakan kuntji
di Asia Tenggara.

Disamping itu, Malaya mempunjai kekajaan alam jang luar biasa; jaitu buminja
mengandungi timah, besi, batu-bara, aluminium (bauxite), dan emas, jang sebahagian besar
daripada besinja dibenarkan oleh Inggeris untuk di-export ke Djepang. Dan tanahnja jang
subur, hampir separuh daripada hutan-rimbanja telah bertukar mendjadi hutan getah (karet)
kepunjaan modal Eropah, dan sedikit kepunjaan orang Melayu (anak negeri).

Djadinja, Malaya sungguh pun buminja ketjil, tetapi adalah satu daripada pendjuru.
Asia jang terkaja didalam dunia, hingga bukannja sahadja kedudukannja jang sangat strategies,
tetapi hasil bumi jakni kekajaan alamnja pun sangat strategies, seluruh dunia, mengharapkan
timah dan karet dari Malaya. Lantaran itu, bangsa Indonesia dalam pembangunannja penting
sungguh mengenal akan Malaya sebagai satu daripada nusa tanah-air Melayu warisan
Indonesia jang masih didjadjah.

Disamping itu, Serawak/Brunai dan Borneo utara tidak pula kurang kekajaannja
bahkan mempunjai sumber minjak pula, dengan karena itu tanah-air jang mendjadi nusa bagi
bangsa Melayu itu adalah daerah-daerah jang terkaja didalam dunia jang sebahagian besar
daripada kekajaannja masih belum dibuka.

Maka, diatas daripada kekajaan alam jang begitu penting kepada dunia, seperti telah
disebutkan, jaitu Malaya merupakan kuntji Asia Tenggara, karena kedudukannja jang sangat
strategies; jaitu dengan pantai Malaya dan Sumatra-lah adanja Selat Malaka jang merupakan
sebagai Terusan Suez ditimur atau Terusan Panama di Asia Tenggara itu dapat dikuasai,
mengenai ini, mendjadikan Malaya lebih teristimewa pentingnja bagi Indonesia, bahkan
memang dari selamanja kedudukan Indonesia sangat bertalian kepada keadaan-keadaan di
Malaya jang semendjak djaman dahulu masuk lingkungan Indonesia, seperti mana
digambarkan dipeta, bahwa perbatasan Indonesia sekarang terpaksa bersiku-siku seperti huruf
„W" untuk memisahkan Malaya dan Serawak/Brunai dari Indonesia, maka itulah penting
mengenali Malaya itu guna kepentingan Indonesia.

Usaha Inggeris untuk kepentingannja.

Bagi Inggeris sudah tentulah akan mempertahankan dengan segala tenaganja akan
kedudukannja di Malaya itu, hal ini, telah pernah diutjapkan oleh Perdana Menteri Inggeris
didalam Parliamentnja bulan Maret 1950, mengatakan: „Kita (Inggeris) berniat akan tetap
menduduki Malaya dengan kita mendjadi anggauta suku-suku bangsa jang mempunjai hak
jang sama di Malaya", jakni maksudnja ialah orang Inggeris mendjadi teman suku-suku bangsa
(Tionghoa, India, Melayu dan lain-lain) di Malaya jang tergabung mendjadi bangsa baharu;
jaitu bangsa „Malayan". Dalam hal ini djelaslah Inggeris akan menduduki Malaya
selama-lama-nja dengan rentjana akan menghapuskan. hak bangsa Melayu.

Adapun tudjuan jang terutama pihak Inggeris membangunkan bangsa Malayan itu,
ialah untuk mengisolasi Malaya dari pergerakan national Indonesia, sebab pergerakan itulah
jang paling berbahaja bagi Inggeris di Malaya, maka itulah jang diutamakan oleh Inggeris
tahun 1947-1948, ialah membasmi akan Malay Nationalist Party jang memperdjuangkan
tjita-tjita national IndonesiaRaya.

Bukti-bukti jang njata pihak Inggeris di Asia Tenggara merasa pergerakan. national
Indonesia lebih berbahaja kepadanja, ialah seperti mana telah diterangkan oleh seorang
anggauta Parliament Inggeris Tuan Alan Lennox Boyd (Conservative) bulan Nopember 1950
jang lalu, dalam membitjarakan soal Malaya, ia berkata:

“…………………..the Dutch Empire in the Far East had been dissolved might will be
regarded as a major world disaster” - „Pendjadjahan Belanda di Timur Djauh sudah
dibubarkan, kedjadian ini bolehlah dianggap sebagai satu kebinasaan dunia jang hebat sekali".

Djadinja teranglah diantara orang Inggris menganggap; tuntutan Kemerdekaan


Indonesia sebagai malapetaka besar kepada dunia (dunia pendjadjah); itu soal Malaya harus
dipertahankannja djangan sampai binasa, maka itulah sebabnja Inggeris sangat memusuhi
pemimpin-pemimpin Malay Nationalist Party, hingga dibasminja sedemikian rupa, jaitu
maksud jang terpenting ialah mengisolasi Malaya dari pergerakan dan tuntutan national
berdasar Indonesia-Raya jang didjalankan oleh orang Melayu di Malaya sendiri. Hal ini kita
insjafi benar hendaknja,

Adapun djalan Inggeris untuk mengisolasinja itu, ialah dengan membangunkan


„Bangsa Malayan" dengan mendjadikan bangsa-bangsa Kosmopolitan memiliki bersama akan
Malaya. Meskipun dalam bentukan bangsa baharu itu orang-orang jang boleh mendjadi
penduduk Malaya mengandungi 78% Melayu, 12% Tionghoa, 7% India, lebih 1 % lain bangsa,
dan orang Inggeris tidak ada 1%, tetapi pimpinan tetap ada ditangan Inggeris, hingga bangsa
baharu ketjil itu semata-mata bersandar kepada British Commonwealth, bahkan bangsa
Malayan itu tidak akan dapat Merdeka; dalam arti Kemerdekaan jang sebenar-benar-nja,
bangsa ketjil baharu itu hanja akan mendjadi bidak-tjatur pendjadjah Inggeris sahadja nanti.
Karena memangnja, rentjana baharu bagi Inggeris dalam menghadapi akan tuntutan
Kemerdekaan bangsa-bangsa jang didjadjahnja itu, diusahakan memperbanjakkan
negeri-negeri ketjil separuh Merdeka supaja medjadi anggauta Commonwealth of Nations jang
merupakan satu blok Negara-negera dibawah pimpinan Inggeris-Raya, dengan demikian
diharapkannja akan membentuk satu tjara pendjadjahan dalam ikatan kekajaan bangsa jang
dipimpin dari London. Maka untuk kekuatan di Asia Tenggara ini Malaya-lah sebagai , kuntji
jang sangat penting akan dipertahankan.

Penting buat Indonesia:

Maka bagi menghadapi soal Malaya dan seluruh. nusa tanah-air orang Melayu itu,
mendjadi salah satu soal jang sangat penting buat Indonesia, meskipun soal ini djika menurut
dasar Undang-undang berada diluar Indonesia, tetapi bagaimana pun djuga soalnja sangat
mempengaruhi akan kepentingan ekonomi, politik, dan pertahanan Indonesia seperti
didjelaskan didalam surat Seruan Pemimpin Umum Kesatuan Malaya Merdeka jang dimuat
dalam Bab VII diatas.

Sesungguhnja, pada masa ini orang Melayu di Malaya berdjuang dengan tenaganja
sendiri untuk mempertahankan hak national dan untuk mentjapai Kemerdekaannja jang
dipimpin oleh pedjuang-pedjuang jang tidak ingin membiarkan orangnja djadi satu bangsa
ketjil sebagai bidak-tjatur jang dipermain-main-kan oleh kuasa-kuasa besar. Tuntutan
perdjuangan national Melayu, ialah Merdeka penuh bagi bangsa dan nusanja, dapat
menentukan nasib sendiri untuk memilih dan memutuskan bentukan national dan
pemerintahan jang bagaimana dirasa sesuai dengan kepentingan bangsa dan nusa Melayu
sendiri dengan tjita2 national jang tegas dan njata, jaitu menghendaki akan Ikatan Kebangsaan
Bersama buat seluruh nusa dan bangsa jang mempunjai persamaan hidup, dalam kebudajaan,
bahasa, kepentingan, dan sebagainja di Asia Tenggara ini; hingga terwudjudlah „satu
gabungan keluarga Melayu" jang aman sentosa dan abadi. Maka ini diminta agar segenap
keluarga darah Melayu membantu perdjuangan national di Malaya untuk Kemerdekaan
bersama.

TAMMAT

Anda mungkin juga menyukai