Anda di halaman 1dari 14

BAB

PLEURAL PARASINTESA
Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa mampu melakukan pleural parasintesa

Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa mampu :
 Mempersiapkan alat dan bahan
 Mempersiapkan pasien
 Memakai sarung tangan aseptic
 Melakukan desinfeksi lapangan operasi
 Memasang duk steril
 Melakukan anestesi infiltrasi di daerah tindakan
 Melakukan cricothyroidotomy dengan teknik yang benar
 Melakukan sterilisasi alat yang telah dipakai
 Melakukan perawatan pasca operasi
 Mahasiswa mampu :
 Mempersiapkan alat-alat dan bahan-bahan
 Mempersiapkan pasien
 Memakai sarung tangan aseptic
 Melakukan desinfeksi lapangan operasi
 Memasang duk steril
 Melakukan anestesi daerah tindakan
 Melakukan pleural parasintesa dengan teknik yang benar
 Melakukan sterilisasi alat yang telah dipakai
 Mahasiswa mampu :
 Mempersiapkan alat dan bahan

Pleural Paransintesa
 Mempersiapkan pasien
 Memakai sarung tangan aseptic
 Melakukan desinfeksi lapangan operasi
 Memasang duk steril
 Melakukan anestesi daerah tindakan
 Melakukan sitostomi dengan teknik yang benar
 Melakukan sterilisasi alat yang telah dipakai

A. PLEURAL PARASINTESA/ASPIRATION

Pleural parasintesis ialah salah satu tindakan


kegawatdaruratan di bidang bedah dimana dilakukan
pengeluaran/drainase cairan yang berada di dalam rongga pleura.
Tujuan dilakukan tindakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk pemeriksaan sitologi diagnostik,
2. Untuk mengosongkan semua cairan dari cavum pleura
sehingga sesak napas yang dialami penderita dapat
berangsur-angsur berkurang bahkan hilang.

Indikasi dilakukan tindakan ini adalah:


A. Pemeriksaan sitologi diagnostic untuk penyakit:
a.1. Karsinoma Paru
 sekarang merupakan indikasi utama dari aspirasi.
a.2. Tuberkulosis
a.3. Empiema
B. Sesak napas hebat akibat penekanan dari akumulasi
cairan intrapleura (efusi pleura) ke paru-paru.

Pleural Paransintesa
Jika memungkinkan, foto rontgen toraks sangat bermanfaat, foto
ini akan membantu dalam memilih tempat paling baik untuk
aspirasi. Dengan adanya obat kemoterapeutik mutakhir,
radioterapi, diuretik dan operasi, maka jumlah volume cairan
intrapleura yang di aspirasi jauh lebih berkurang daripada masa-
masa sebelumnya.

Peralatan yang diperlukan :


 spuit 20 - 50 ml steril
 1 jarum 25 MG x 5W (0,5 mm x 16 mm)
 1 Kran 3-arah/saluran dengan penghubung Luer
 1 jarum 2P SWG x 2 1/1" (0,8 mm x 63 mm)
 tabung serba guna steril
 Lignokain 1% dan adrenalin 1:200.000
 Povidon iodine atau alkohol 70%

Tehnik operasi :
1. Penderita duduk di tempat tidur seperti pada Gambar 4 atau
lebih tepat dengan penderita duduk mengangkang kursi dan
condong membungkuk ke depan.
2. Mencari daerah redup dengan cara perkusi pada dinding dada.
Bila memungkinkan dapat dilakukan bersamaan dengan
radiografi yang diambil dengan posisi posterior anterior dan
posisi miring untuk mencegah kekecewaan percobaan
mengaspirasi cairan yang berada di lokulus anterior dengan
jarum yang dimasukkan ke dalam punggung. Pemeriksaan
klinis yang teliti dan foto rontgen toraks terbaru akan

Pleural Paransintesa
menentukan tempat terbaik untuk aspirasi; biasanya pada
ruang interkostal ke arah belakang.
3. Dianjurkan untuk memasukkan jarum satu atau dua sela iga di
bawah batas atas redup; jika dimasukkan terlalu rendah
mungkin menembus diafragma dan melukai hati dan limpa
yang di bawahnya.
4. Kulit di bawahnya dilumuri dengan Povidon-iodin dalam
spiritus (larutan betadin alkohol) dan disuntikkan sejumlah kecil
Lignokain secara intradermal dengan jarum 25 SWG (0,5 mm)
untuk membuat gelembung.
5. Injeksi intravena pendahuluan dengan petidin (Demerol) 50 mg
dan Diazepam 5-10 mg dapat ditawarkan kepada pasien jika
pasien terlalu gelisah.
6. Jarum kemudian diganti dengan jarum yang lebih panjang 21
SWG (0,8 mm) dan kran tiga-arah dan jaringan subkutan, otot-
otot interkostal, pleura diinfiltrasi dengan anestesi lokal. Seperti
pada parasentesis abdomen, anestesi lokal harus diberikan
dengan sangat perlahan, suntikkan sedikit sebelum
menusukkan jarum lebih dalam, diperlukan waktu sebelum
daerah tersebut teranestesi.
7. Dokter harus tahu tentang cara kerja keran tiga-arah dan harus
mengujinya dulu sebelum dipergunakan; harus bisa melakukan
anestesi lokal melalui jarum, aspirasi cairan kembali, dan
dengan memutar kran, putuskan hubungan dengan jarum
pada saat menyuntikkan cairan aspirasi ke dalam tabung
serba guna. Penting harus diperhatikan supaya udara tidak
masuk ke dalam rongga dada.

Pleural Paransintesa
8. Normalnya dokter umum dapat merasakan lapisan-lapisan
yang berbeda yang ditembus oleh jarum aspirasi; segera
setelah memasuki rongga pleura, cairan harus disedot ke
dalam spuit dan dipindahkan ke tabung serba guna (Gambar
5).
9. Jika hanya sedikit cairan efusi yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan sitologi, keran tiga-arah dapat dilepas dan diganti
dengan spuit steril 20 ml dan jarum 21 SWG x 2 1/2" (0,8 mm x
63 mm). Pada kasus seperti ini, hanya diambil 20 ml cairan
dan jarum serta spuit ditarik. Segera dipasang pembalut
kolodion.

Catatan :
 Pada pemakaian jarum yang runcing ada beberapa bahaya
karena permukaan paru-paru dapat tertusuk dan menimbulkan
pneumotoraks.
 Pilihan penulis menggunakan trokar halus dan kanula yang
dirancang untuk tujuan ini. Kanula intravena plastik modern
merupakan pengganti yang paling baik.
 Akan kurang sakitnya jika pada penderita diinfiltrasikan
lignokain 1% dari kulit ke dalam sampai pleura.; udara harus
tidak dibolehkan masuk melalui kanula aspirator dan tiga
saluran digunakan untuk mempermudah ini.
 Penderita akan menjadi tidak bernafas jika pengembangan
kembali paru-paru tidak mampu menyamai kecepatan aspirasi
cairan.

Pleural Paransintesa
 Seandainya ia mengeluh kesulitan bernafas adalah bijaksana
untuk istirahat satu atau dua menit dan mendorong dia
bernafas dalam dan batuk.
 Aspirasi sederhana terutama cocok bila diharapkan bahwa
pengumpulan cairan tidak cepat terjadi.

Gambar 4. Posisi yang cocok untuk


aspirasi dada

Gambar 5. Aspirasi efusi


pluera

Pleural Paransintesa
Gambar 6. Metode/cara mendrainase cairan dari dada.
A. Menunjukkan prinsip, dengan hanya mengarahkan pipa dari pasien ke
dalam air.
B. Jika anda tidak mempunyai perlengkapan yang baik, gunakanlah
botol yang sesuai.
C. Metode satu botol.
D. Metode dua botol.

C. SISTOSTOMI
Ada 3 cara untuk mengalirkan air seni keluar dari buli-buli yaitu :
1. melalui uretra,
2. langsung melalui buli-buli dengan menembusnya secara
suprapubik,
3. kadang-kadang masih dilakukan melalui perineal.
Yang akan dibicarakan di sini adalah Sistostomi Suprapubik.
Indikasi :
1. Pada penderita dengan retensi air seni yang disebabkan oleh
hal tersebut dibawah ini :
 striktura dari uretra
 batu uretra yang tertancap
 kelenjar prostat yang sangat besar
 adanya infiltrat dari air seni di daerah genitalia dan
perineum.
2. Dilakukan pula sistostomi suprapubik pada penderita-penderita
dengan : "neurogenic bladder" yang mengalami kesukaran
dalam pengosongan kandung seni :
 pada ruptura buli-buli

Pleural Paransintesa
 rekonstruksi pada operasi sklerosis leher buli-buli
diperlukan drainase air seni supra pubik.
 operasi plastik pada hipospadi atau anti reflux.
Penderita dengan retensi air seni harus kita tentukan pada
pemeriksaan klinis secara palpasi dan perkusi.
Harus dibedakan antara retensi air seni dan anuria. Hal tersebut di
atas sangat diperlukan terutama kalau kita ingin melakukan
sistostomi suprapubik pada keadaan darurat.

Macam-macam drainase urin supra pubik :


1. Punksi supra pubik (S.P.P. = supra pubic puncture)
2. Sistostomi trokar.
3. Sistostomi terbuka.

1. Punksi supra pubik (S.P.P. = supra pubic puncture).


Tindakan darurat sementara, mendahului tindakan definitif.
2. Operasi sistostomi trokar.
 Lebih mudah, sederhana, cepat, cukup efektif.
 Hati-hati bila terdapat cicatrix/bekas operasi perut bagian
bawah.

Persiapan Operasi dan Anestesia :


Dengan melakukan sistostomi ini kita dapat
mengawasi/mengendalikan/mengontrol infeksi, memperbaiki
fungsi ginjal di samping pemberian antibiotika dan cairan.
Anestesi lokal dapat digunakan dengan menyuntikkan secara
infiltrasi obat anestesi (prokain, xylokain, lidokain) ke dalam

Pleural Paransintesa
lapisan bawah kulit dan otot cukup adekuat untuk melakukan
operasi sistostomi ini.
Pada orang tua, penderita-penderita dengan keadaan umum
yang kurang baik, anestesi lokal ini merupakan pilihan yang
tepat. Pada anak-anak dipertimbangkan penggunaan anestesi
umum.
3. Operasi Sistostomi Terbuka :
 Posisi penderita :
Penderita diletakkan dalam posisi terlentang biasa.
Kadang diperlukan tambahan pengangkat sakrum
(menambah beberapa bantal di bawah sakrum atau
seluruh tungkai diletakkan lebih rendah) terutama dalam
hal diperlukan kemudahan mencapai ruangan (rongga)
retropubik.
 Kulit perut bawah sampai dasar penis, pelipatan paha
kanan dan kiri didesinfeksi dengan larutan betadine 2-3
kali.
 Lapangan operasi dipersempit dengan kain steril.
 Dilakukan penyuntikan xylokain ½ untuk anestesi lokal.
Irisan yang digunakan di sini adalah di garis median tegak
lurus ke atas. SP di bawah pusat.
Di samping ini masih dikenal beberapa macam bentuk
irisan yaitu antara lain transversal menurut Cherney.
 Irisan ini, mulai dari kulit yang diperdalam terus menembus
lapisan subkutan, fascia dari muskulus rektus yang digaris
tengah kita namakan : linea alba.

Pleural Paransintesa
 Dilakukan penyisihan lipatan peritoneum di atas buli-buli ke
atas.
Dalam hal buli-buli penuh, lipatan peritoneum ini dengan
sendirinya sudah terdorong ke atas. Kedudukan ini
dipertahankan dengan meletakkan kasa basah di atasnya
dan menariknya ke atas (memakai retraktor).
 Buli-buli dikenal karena banyak pembuluh darah vena yang
berjalan sebagian besar vertikal.
 Dinding buli-buli disanggah oleh dua buah jahitan yang
diletakkan di sisi kiri dan kanan dinding buli-buli sebelah
depan (dapat pula digunakan klem dari Allis).
 Untuk meyakinkan dapat dilakukan punksi buli-buli. Bila
ternyata air seni yang keluar melalui tempat punksi
tersebut diperlebar dengan membuat irisan tempat di titik
punksi tadi dan selanjutnya diperlebar dengan
menggunakan klem dari Pean.
 Setelah dilakukan eksplorasi dan buli-buli dimasukkan
kateter dari Foley dengan ukuran antara Ch. 20-24.
Luka buli-buli ditutup kembali dengan melakukan 1 lapis
jahitan benang chrom catgut No. 0-2. Tidak dibenarkan
menjahit dengan benang yang tidak dapat diserap (menjadi
inti pembentukan batu di dalam buli-buli).
 Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka waktu
lama, maka dinding buli-buli digantungkan di dinding perut
dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot rektus
kanan dan kiri
 Luka operasi ditutup/dijahit lapis demi lapis.

Pleural Paransintesa
 Otot dengan catgut chromic.
 Fascia dengan catgut chromic.
 Lemak dengan catgut plain.
 Kulit dengan benang sutera.
 Untuk mencegah terlepasnya kateter, maka selain balon
kateter dikembangkan, juga dilakukan penjahitan fiksasi
kateter dengan kulit.
Penyulit :
 Tertembusnya peritoneum sehingga rongga peritoneum
terbuka.
Peritoneum yang robek ini harus dijahit untuk menghindarkan
terjadinya peritonitis.
 Sebagai penyulit yang kronis sering pula terjadi fistula dari buli-
buli tadi, tetapi ini biasanya disebabkan oleh adanya obstruksi
di bagian intravesikal.
Catatan :
 Kateter sistostomi dari latex harus diganti, paling lama 2
minggu sekali.
Bila digunakan kateter silikon (walau lebih mahal), dapat
diganti setiap 6-8 minggu.
 Selama memakai sistostomi diusahakan diuresis ≥ 2L/24 jam.
 Mobilisasi penderita (jika mungkin).

Pleural Paransintesa
CHECK LIST PLEURAL PARASINTESA

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1. Persiapan penderita (pemberitahuan dan posisi)
2. Persiapan alat dan bahan
3. Melakukan cuci tangan dengan alkohol 70%
4. Memakai sarung tangan secara aseptik
5. Melumuri kulit di bawahnya dengan Povidon-iodin
dalam spiritus (larutan betadin alkohol)
6. Mencari daerah redup dengan cara perkusi pada
dinding dada.
7. Menyuntikkan sejumlah kecil Lignokain secara
intradermal dengan jarum 25 SWG (0,5 mm) untuk
membuat gelembung dan jaringan subkutan, otot-
otot interkostal, pleura diinfiltrasi dengan anestesi
lokal.
8. Memasukkan jarum satu atau dua sela iga di bawah
batas atas redup
9. Mengganti jarum dengan jarum yang lebih panjang
21 SWG (0,8 mm) dan kran tiga-arah
10. Melakukan aspirasi cairan kembali, dan dengan
memutar kran, memutuskan hubungan dengan
jarum pada saat menyuntikkan cairan aspirasi ke
dalam tabung serba guna.
11. Menyedot cairan ke dalam spuit dan dipindahkan ke
tabung serba guna segera setelah jarum aspirasi
memasuki rongga pleura.
12. Melepas dan mengganti keran tiga-arah dengan
spuit steril 20 ml dan jarum 21 SWG x 2 1/2" (0,8
mm x 63 mm).Mengambil 20 ml cairan dan jarum
serta spuit ditarik. (pada pemeriksaan sitologi)
13. Memasang pembalut kolodion.
14. Menaruh alat-alat tajam pada bak yang diisi larutan
bayclin
15. Menaruh handscoun pada bak lain yang diisi larutan
bayclin
Jumlah
Keterangan : 0 = bila tidak dilakukan
1 = dilakukan tapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
jumlah
Nilai = x100 % = %
30

Pleural Paransintesa
DAFTAR PUSTAKA

Awori Nelson, Cairns James, Gerald Hankins, et all.2002.Bedah


Primer : Trauma.Alih bahasa dr. Anton Cahaya Widjaja & dr.
Herni K.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bachsinar Bob, dr., 1992, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta
Bailey Hamilton.1992.Ilmu Bedah Gawat Darurat.Penerjemah
Prof.Dr.A. Samik Wahab & dr. Soedjono Aswin,
Ph.D.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Brown Stuart J.1995.Bedah Minor : Buku Ajar dan Atlas. Alih
bahasa dr. Devi HR & dr. Melfiawati S.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Dabson, 1994. Penuntun Praktis Anestesi, alih bahasa Aji
Dharma, EGC, Jakarta
Gary G Wind MD. Facs, Norman M. Rich MD. Facs. Jakarta:
Penerbit Hipokrates, 1993. Alih bahasa: dr. Sudjoko kuswadji.
Cetakan 2.
John Stuart Brown. Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995. Alih bahasa: dr. Devi H.
Ronardy, dr. Melfiawati S.
Nealon Thomas F., Jr., M.D., Wiliam H. Nealon, M.D., 1996,
Fundamental Skills in Surgery 4 th Edition, Alih bahasa : Brahm
U Pendit, dr., Irene Winata, dr., EGC, Jakarta, hal : 12 – 24.
Oswari E., dr., 1993, Bedah dan Perawatannya, Gramedia,
Jakarta
Peter klaul. Ikhtisar Bedah Minor . Jakarta: Penerbit Hipokrates,
1994. Alih bahasa: dr. Edward Lukito. Edisi 2.

Pleural Paransintesa
Rifaat Abdelazim M., 1977, Kasr El-Aini Manual of Operative
Surgery, 1st edition, The Scientific Book Centre, Mahmoud
Shata and Co., Cairo, Egypt
Siregar, 1995. Atlas Berwarna dan Dasar-Dasar Teknik Bedah
Minor. Widya Medika, Jakarta.
Wibowo, Soetamto, Puruhito, et all.1993, Pedoman Tehnik
Operasi-“OPTEK”.Surabaya: Airlangga University Press.
http://www.ttuhsc.edu/som/pharmacology/medpharm/Blanton/LOC
AL.htm
http://dermnetnz.org/procedures/local-anaesthetics.html

Pleural Paransintesa

Anda mungkin juga menyukai