Anda di halaman 1dari 15

PEMEKARAN KAMPUNG DITINJAU

DARI ASPEK OTONOMI DAERAH DI


KECAMATAN SAMBALIUNG
KABUPATEN BERAU

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MUHAMADIYAH


TANJUNG REDEB

Oleh:
Irwan Syaputra
Irvan Mawi
Nadya Putri Pratiwi
Ilhamsyah
Muhammaddiansyah
“ PEMEKARAN DESA DITINJAU DARI ASPEK OTONOMI
DAERAH DI KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN
BERAU “

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini bertujuan menguraikan bagaimana proses pemekaran wilayah
Kampung -kampung Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau dan faktor – faktor
yang mempengaruhi proses pemekaran wilayah Kampung.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ekonomi Regional dengan ini
penulis mengangkat judul “PEMEKARAN DESA DITINJAU DARI ASPEK
OTONOMI DAERAH DI KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN
BERAU”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

LATAR BELAKANG MASALAH


Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding
fatherstelah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan
Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS
1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit
Presiden 5 juli 1959.
Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi
senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu
periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya.
Sebagai perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkah-
langkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan
bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun
demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam
realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai
kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi
Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru
menuju kea rah Otonomi Daerah yang sebenarnya.

 Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik yang dalam


pelaksanaan pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah propinsi dan
daerah propinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi,
kabupatan dan kota mempunyai pemerintahan daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan.
 Dampak lain adalah tumbuhnya kehidupan demokrasi yang lebih semarak,
khususnya dalam pemilihan kepala daerah. Selain itu kebijakan -
kebijakan yang sifatnya menyangkut publik dilakukan lebih transparan.
 Dengan demikian adanya otonomi dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam mengelola daerahnya masing-masing, baik secara
kualitas maupun kuantitas.

PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti
sendiri dannamos yang berarti undang-undang atau aturan. Dengan demikian
otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”.
Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi
daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan
pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan
daerah maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk
melakukan apa saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar
dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan
bahwa :
1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau
tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur
dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa
otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah
nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat.
Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah
adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang
diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material
yang substansial (sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang
berbeda.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan
oleh para pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah
otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
SEJARAH OTONOMI DAERAH
1. Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad
No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang
mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan
Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah
kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan
ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan
groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu
juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat
setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan
kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak
pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga
masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
2. Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia
Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra.
Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan
Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda.
Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil
melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia
Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang
(Osamu Seire) No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki
kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada
masa tersebut bersifat misleading.

3. Masa Kemerdekaan
a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap
perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-
masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan
tidak memiliki penjelasan.

b. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948


Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di
Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai
berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah
Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
1) Propinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil
4) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

c. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957


Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti
dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan
kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah
seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

d. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959


Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7
November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan
daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang
berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I,
tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah
pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama
dari kalangan pamong praja.

e. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965


Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi (tingkat I)
2) Kabupaten (tingkat II)
3) Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang
pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan
koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan
pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya
oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah
mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan
daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
f. Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan
mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini
dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1) Provinsi/ibu kota negara
2) Kabupaten/kotamadya
3) Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena
daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih
mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini
adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

g. Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999


Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam
penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka
NKRI.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk
berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan
bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai
perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan
belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

h. Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004
tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan
bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas
dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara
provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan
kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi,
dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi
terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar
antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas.

LANDASAN DAN AZAS OTONOMI DAERAH


Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi
daerah .
a. Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang kami
tuliskan di sini. Asas-asas tersebut sebagai berikut:
· Asas tertib penyelenggara negara
· Asas Kepentingan umum
· Asas Kepastian Hukum
· Asas keterbukaan
· Asas Profesionalitas
· Asas efisiensi
· Asas proporsionalitas
· Asas efektifitas
· Asas akuntabilitas

b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya
sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan
dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang
menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi
juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah
dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan
negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan
masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber
daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan
politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi
merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di
mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa
desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai
suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu
adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan
pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada
rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi
masyarakat.

PEMEKARAN WILAYAH
Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah
strategis yang ditempuh oleh Pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan baik dalam rangka pelayanan,
pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan
kehidupan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur.
Pemekaran Wilayah Kampung secara intensif hingga saat ini telah
berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dalam
bidang ekonomi, keuangan (rencana dana add 1 Milyard setiap Kampung),
pelayanan publik dan aparatur pemerintah Kampung termasuk juga
mencakup aspek sosial politik, batas wilayah maupun keamanan serta
menjadi pilar utama pembangunan pada jangka panjang.

SYARAT PEMBENTUKAN DESA


 Permendagri No. 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan,
Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan,
tertera syarat-syarat pembentukan desa baru, diantaranya :
 Jumlah penduduk, yaitu:
  Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK.
  Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK.
 Wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750 jiwa
atau 75 KK.
 Luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan
pembinaan masyarakat.
◦ Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi
antar dusun.
◦ Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat
beragama dan kehidupanbermasyarakat sesuai dengan adat istiadat
setempat.
◦ Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya
manusia.
◦ batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
  sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan
desa dan perhubungan.

PAYUNG HUKUM
 Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat
dimekarkan mejadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun
1999 diganti dengan Undang- undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada
pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran
Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau
lebih daerah otonom.
 Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan:
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau
bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi
dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 dalam UU tersebut
dinyatakan: Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai
batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

TUJUAN PEMEKARAN DAERAH


 Dalam PP No. 129 tahun 2000 diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran,
penghapusan, dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat; karena pembentukan, pemekaran, penghapusan,
dan
 penggabungan daerah dilakukan atas dasar pertimbangan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kehidupan
berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan
meningkatkan keamanan dan ketertiban
Sabarno (2007:76) menyatakan bahwa rumusan tujuan kebijakan
pemekaran daerah telah banyak dituangkan dalam berbagai kebijakan-
kebijakan yang ada selama ini, baik dalam Undang-undang maupun
Peraturan Pemerintah.

TOPOGRAFI
 Bentang alam kecamatan Sambaliung bervariasi berdasarkan bentuk relief,
kemiringan lereng dan ketinggian dari permukaan laut. Wilayah daratan
Sambaliung Kabupaten Berau lebih banyak berbentuk gugusan bukit yang
luas dengan kepadatan penduduk rendah. Wilayah daratan tidak lepas dari
perbukitan yang terdapat hampir di seluruh wilayah.
 Suatu daerah dikatakan makmur atau sejahtera bukan hanya karena
memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi bagaimana sumber
daya manusia yang didalamnya mau mengelola dengan baik dan mau
bekerja keras untuk kemajuan daerahnya.
 Oleh karena itu ketersediaan pendidikan, fasilitas dan teknologi sangat
penting untuk kemajuan daerah. keberhasilan beberapa pemerintah daerah
paska otonomi daerah telah membuktikan desentralisasi
(Desentralisasi adalah penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonom)
memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah.
 Adanya otonomi daerah atau desentralisasi membuat manajemen daerah
bisa berkembang lebih baik, partisipasi masyarakat akan lebih tinggi
karena dekat dengan kekuasaan dan dengan adanya kontrol dan
pengawasan bisa membatasi ruang gerak apa yang disebut dengan korupsi
dan antek-anteknya.

KAMPUNG DI SAMBALIUNG
Jumlah kampung 14 terdiri dari:
 Bena Baru, Gurimbang, Inaran, Long lanuk, Pesayan, Pilanjau, Sukan
Rantau panjang,Tanjung Prangat, Tumbit dayak, Sukan tengah,
Sambaliung, Pegat Bukur, Suaran, Bebanir.

Luas Wilayah Menurut Desa,


2016
Desa Luas (km2) Persentase

(1) (2) (3)


1 Long Lanuk 427,11 17,77
2 Tumbit Dayak 81,19 3,38
3 Inaran 351,47 14,62
4 Pegat Bukur 62,49 2,60
5 Rantau Panjang 147,13 6,12
6 Sambaliung 81,93 3,41
7 Sei Bebanir Bangun 42,32 1,76
8 Gurimbang 125,72 5,23
9 Tanjung Perangat 55,11 2,29
10 Sukan Tengah 194,42 8,09
11 Suaran 494,52 20,57
12 Pesayan 96,44 4,01
13 Pilanjau 199,62 8,30
14 Bena Baru 44,39 1,85
Kecamatan Sambaliung 2 403,86 100,00

KESIMPULAN
Dalam hal kemajuan pembangunan di Kecamatan Sambaliung, pada setiap
kampung di kecamatan Sambaliung sangat merata, kita ambil contoh kasus
kampung Bena Baru yang merupakan salah satu kampung  yang ada di
kecamatan sambaliung, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur, dengan
penduduk mayoritas suku Dayak Kenyah Badeng dan mayoritas beragama Kristen
Protestan dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai petani ladang padi
gunung, selain itu berkebun pisang dan coklat (kakao) serta tanaman sayur-mayur
lainnya di sela-sela tanaman keras yang menjadi tanaman utama, warga kampung
ini sangat menjujung tinggi adat istiadat dan budaya yang telah turunkan dari
nenek moyang seperti acara adat kesenian baik tarian, ukiran, musik serta alat
musik tradisional yang masih dijalani dan dikembangkan sampai sekarang,
masyarakat di dalam kampung ini juga masih berpegang pada etika ada istiadat
leluhur yang sangat menghargai / menghormat orang yang lebih tua dan yang
dituakan dan disamping itu masyarakat di kampung ini memiliki hukum adat
sendiri yang dipegang dari dan kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman
yang wajib diikuti oleh siapa yang masuk di dalam wilayah kampung bena baru.
Masyarakat kampung Bena baru ini berasal dari pedalaman Malinau dengan nama
Long Bena yang pada masa tahun 1980an masih masuk dalam Kecamatan
Pujungan Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur dengan akses hanya
melalui sungai dengan medan yang sangat ekstrem karena aliran sungai yang
sangat deras dan berbatu serta jarak tempuh yang sangat lama bahkan dapat
memakan waktu berminggu minggu, sehingga banyak makan korban jiwa jika
ingin berpergian ke kota atau hanya sekadar ke kecamatan sehingga pada tahun
1980 sampai dengan tahun 1983 penduduk dari kampung Long Bena berpindah ke
Kampung Bena Baru yang ada sekarang dengan alasan untuk mendekatkan diri
dengan Pendidikan dan pelayanan Kesehatan dan meningkatkan perekonomian
masyarakat, benar saja pada tahun 2014 putra putri kampung ini telah banyak
yang menyandang gelar sarjana dalam berbagai disiplin ilmu dan perekonomian
masyarakat lebih berkembang pesat, masyarakat sudah sangat mudah mengakses
dan mendapatkan segala keperluan, kesehatan, pendidikan, informasi,dll.

Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti
sendiri dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam
makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih
luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti
kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai
berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi,
pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang
demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri
dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan
agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat
turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masin
e. Kecamatan sambaliung yang mempunyai 14 kampung, dimana kampung-
kampung tersebut sudah mengalami kemajuan pesat, dari kemudahan
masyarakatnya yang mudah untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan
Ekonomi masyarakatnya yang bisa bersaing dengan desa lain di Kabupaten Berau.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda
Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi
Banten.Skripsi pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber
Daya. Bandung: Djambatan.
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.
Google dan Berau dalam Angka (BADAN PUSAT STATISTIK)

Anda mungkin juga menyukai