Oleh:
Irwan Syaputra
Irvan Mawi
Nadya Putri Pratiwi
Ilhamsyah
Muhammaddiansyah
“ PEMEKARAN DESA DITINJAU DARI ASPEK OTONOMI
DAERAH DI KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN
BERAU “
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini bertujuan menguraikan bagaimana proses pemekaran wilayah
Kampung -kampung Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau dan faktor – faktor
yang mempengaruhi proses pemekaran wilayah Kampung.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ekonomi Regional dengan ini
penulis mengangkat judul “PEMEKARAN DESA DITINJAU DARI ASPEK
OTONOMI DAERAH DI KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN
BERAU”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
3. Masa Kemerdekaan
a. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap
perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-
masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan
tidak memiliki penjelasan.
b. Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya
sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi
sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di
definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan
dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang
menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi
juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah
dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat
menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
c. Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan
negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan
masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber
daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan
politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi
merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di
mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang,
situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang
sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa
desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat”
bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai
suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu
adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan
pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada
rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan,
seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi
masyarakat.
PEMEKARAN WILAYAH
Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah
strategis yang ditempuh oleh Pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan baik dalam rangka pelayanan,
pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan
kehidupan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur.
Pemekaran Wilayah Kampung secara intensif hingga saat ini telah
berkembang di Indonesia sebagai salah satu jalan untuk pemerataan
pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dalam
bidang ekonomi, keuangan (rencana dana add 1 Milyard setiap Kampung),
pelayanan publik dan aparatur pemerintah Kampung termasuk juga
mencakup aspek sosial politik, batas wilayah maupun keamanan serta
menjadi pilar utama pembangunan pada jangka panjang.
PAYUNG HUKUM
Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat
dimekarkan mejadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun
1999 diganti dengan Undang- undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada
pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran
Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau
lebih daerah otonom.
Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan:
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau
bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi
dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 dalam UU tersebut
dinyatakan: Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai
batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
TOPOGRAFI
Bentang alam kecamatan Sambaliung bervariasi berdasarkan bentuk relief,
kemiringan lereng dan ketinggian dari permukaan laut. Wilayah daratan
Sambaliung Kabupaten Berau lebih banyak berbentuk gugusan bukit yang
luas dengan kepadatan penduduk rendah. Wilayah daratan tidak lepas dari
perbukitan yang terdapat hampir di seluruh wilayah.
Suatu daerah dikatakan makmur atau sejahtera bukan hanya karena
memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi bagaimana sumber
daya manusia yang didalamnya mau mengelola dengan baik dan mau
bekerja keras untuk kemajuan daerahnya.
Oleh karena itu ketersediaan pendidikan, fasilitas dan teknologi sangat
penting untuk kemajuan daerah. keberhasilan beberapa pemerintah daerah
paska otonomi daerah telah membuktikan desentralisasi
(Desentralisasi adalah penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonom)
memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di daerah.
Adanya otonomi daerah atau desentralisasi membuat manajemen daerah
bisa berkembang lebih baik, partisipasi masyarakat akan lebih tinggi
karena dekat dengan kekuasaan dan dengan adanya kontrol dan
pengawasan bisa membatasi ruang gerak apa yang disebut dengan korupsi
dan antek-anteknya.
KAMPUNG DI SAMBALIUNG
Jumlah kampung 14 terdiri dari:
Bena Baru, Gurimbang, Inaran, Long lanuk, Pesayan, Pilanjau, Sukan
Rantau panjang,Tanjung Prangat, Tumbit dayak, Sukan tengah,
Sambaliung, Pegat Bukur, Suaran, Bebanir.
KESIMPULAN
Dalam hal kemajuan pembangunan di Kecamatan Sambaliung, pada setiap
kampung di kecamatan Sambaliung sangat merata, kita ambil contoh kasus
kampung Bena Baru yang merupakan salah satu kampung yang ada di
kecamatan sambaliung, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur, dengan
penduduk mayoritas suku Dayak Kenyah Badeng dan mayoritas beragama Kristen
Protestan dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai petani ladang padi
gunung, selain itu berkebun pisang dan coklat (kakao) serta tanaman sayur-mayur
lainnya di sela-sela tanaman keras yang menjadi tanaman utama, warga kampung
ini sangat menjujung tinggi adat istiadat dan budaya yang telah turunkan dari
nenek moyang seperti acara adat kesenian baik tarian, ukiran, musik serta alat
musik tradisional yang masih dijalani dan dikembangkan sampai sekarang,
masyarakat di dalam kampung ini juga masih berpegang pada etika ada istiadat
leluhur yang sangat menghargai / menghormat orang yang lebih tua dan yang
dituakan dan disamping itu masyarakat di kampung ini memiliki hukum adat
sendiri yang dipegang dari dan kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman
yang wajib diikuti oleh siapa yang masuk di dalam wilayah kampung bena baru.
Masyarakat kampung Bena baru ini berasal dari pedalaman Malinau dengan nama
Long Bena yang pada masa tahun 1980an masih masuk dalam Kecamatan
Pujungan Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur dengan akses hanya
melalui sungai dengan medan yang sangat ekstrem karena aliran sungai yang
sangat deras dan berbatu serta jarak tempuh yang sangat lama bahkan dapat
memakan waktu berminggu minggu, sehingga banyak makan korban jiwa jika
ingin berpergian ke kota atau hanya sekadar ke kecamatan sehingga pada tahun
1980 sampai dengan tahun 1983 penduduk dari kampung Long Bena berpindah ke
Kampung Bena Baru yang ada sekarang dengan alasan untuk mendekatkan diri
dengan Pendidikan dan pelayanan Kesehatan dan meningkatkan perekonomian
masyarakat, benar saja pada tahun 2014 putra putri kampung ini telah banyak
yang menyandang gelar sarjana dalam berbagai disiplin ilmu dan perekonomian
masyarakat lebih berkembang pesat, masyarakat sudah sangat mudah mengakses
dan mendapatkan segala keperluan, kesehatan, pendidikan, informasi,dll.
Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti
sendiri dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Otonomi dalam
makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih
luas diartikan sebagai “berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti
kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai
berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 1 hingga ayat 7.
2) Undang-Undang No.32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan
daerah.
3) Undang-Undang No.33 Tahun 2004 yang mengatur tentang sumber keuangan
negara.
Beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi,
pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk
mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang
demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri
dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk
mencapai pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan
agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat
turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masin
e. Kecamatan sambaliung yang mempunyai 14 kampung, dimana kampung-
kampung tersebut sudah mengalami kemajuan pesat, dari kemudahan
masyarakatnya yang mudah untuk mengakses pendidikan, kesehatan dan
Ekonomi masyarakatnya yang bisa bersaing dengan desa lain di Kabupaten Berau.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 1945‐2005 Proses dan Realita Perkembangan Otda
Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.
Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi
Banten.Skripsi pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.
Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber
Daya. Bandung: Djambatan.
Sam, C. dkk. (2008). Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Widarta. (2001). Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Yogyakarta: Lapera Pustaka
Utama.
Google dan Berau dalam Angka (BADAN PUSAT STATISTIK)