Laporan Pendahuluan Solusio Plasenta
Laporan Pendahuluan Solusio Plasenta
Laporan Pendahuluan Solusio Plasenta
SOLUSIO PLASENTA
OLEH:
FARID MA`RUF
NPM.13144011104
b. Fisiologi
Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu
terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum
dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan intra uterin.
Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi
plasenta.
Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari
bagian konseptus yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat
kuat pada endometrium sampai janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat
banyak, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi
untuk tumbuh kembangnya janin, sebagai alat respirasi, sebagai alat sekresi
hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai sumber hormonal kehamilan.
Plasenta juga bekerja sebagai penghalang guna menghindarkan
mikroorganisme penyakit mencapai fetus. Kebanyakan obat-obatan juga
dapat menembus plasenta seperti morfin, barbiturat dan anestesi umum yang
diberikan kepada seorang ibu sewaktu melahirkan, dapat menekan
pernafasan bayi yang baru lahir.
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin
karena merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya,
berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal
lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena
permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat
untuk melakukan implantasi. Permukaan fetal ialah yang menghadap ke
janin, warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di
bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang
menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-
celah/sekat-sekat yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta
dibagi menjadi 16-20 kotiledon. Pada penampang sebuah plasenta,yang
masih melekat pada dinding rahim nampak bahwa plasenta terdiri dari dua
bagian yaitu bagian yang dibentuk oleh jaringan anak dan bagian yang
dibentuk oleh jaringan ibu.
Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup
(membrana chorii), yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah
janin, chorion dan villi. Bagian yang terbentuk dari jaringan ibu disebut
piring desidua atau piring basal yang terdiri dari desidua compacta dan
sebagian dari desidua spongiosa, yang kelak ikut lepas dengan plasenta.
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah
satu fungsi plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai
tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan
berkembangnya janin di dalam rahim, berupa penyaluran zat asam, asam
amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan pembuangan
karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu.
Fungsi lain dari plasenta adalah:
a. Nutrisi: memberikan bahan makanan pada janin
b. Ekskresi: mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
c. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
d. Endokrin: menghasilkan hormon-hormon (hCG, HPL,
estrogen,progesteron, dan sebagainya)
e. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
f. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin,
yang diberikan melalui ibu
g. Proteksi: barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi
akhir2 ini diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah
terpapar infeksi / intoksikasi yang dialami ibunya)
(www. akbidcipto.com)
2. Definisi
Solusio Plasenta merupakan terlepasnya plasenta yang letaknya normal
pada korpus uteri yang terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 199)
Abrupsio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat tertanamnya,
sebelum waktunya. (Helen, 2007: 643)
Solusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta, atau
perdarahan aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat
implantasi normal sebelum kelahiran janin. (www.obgyn-rscmfkui.com)
3. Etiologi
Solusio Plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun beberapa
keadaan tertentu dapat menyertai seperti: umur ibu yang tua (>35 tahun),
karena kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas; penyakit hipertensi
menahun, karena peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin
tidak ada; trauma abdomen, seperti terjatuh telengkup, tendangan anak yang
sedang digendong. Karena pengecilan yang tiba-tiba pada hidramnion dan
gamelli; tali pusat yang pendek, karena pergerakan janin yang banyak atau
bebas; setelah versi luar sehingga terlepasnya plasenta, karena tarikan tali
pusat. (Rukiyah & Yulianti, 2010: 201)
4. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan
mendesak jaringan plasenta, perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu, dan tanda serta gejala pun tidak jelas. Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan pada
permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus
yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan
bertambah besar, sehingga sebagian akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot-
otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan
uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini dsebut uterus couvelaire (perut
terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat keruakan jaringan miometrium dan
pembekuan retroplasenter, maka banyak trombosit akan masuk ke dalam
peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana,
yang akan menghabiskan sebagian besar fibrinogen. Akibatnya, terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya
di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 201-202)
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bisa terjadi pada ibu maupun janin yang dikandungnya
dengan kriteria
a. Komplikasi pada ibu yaitu perdarahan yang dapat menimbulkan variasi
turunnya tekanan darah sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai
keadaan penderita anemis sampai syok, kesadaran bervariasi dari baik
sampai koma.
b. Gangguan pembekuan darah: masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan disertai hemolisis,
tejadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrigen dapat mengganggu
pembekuan darah.
c. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat
menimbulkan produksi urin makin berkurang.
d. Perdarahan postpartum: pada solusio plasenta sedang sampai berat tejadi
infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan
menimbulkan perdarahan karena atonia uteri; kegagalan pembekuan darah
menambah beratnya perdarahan
e. Sementara komplikasi yang terjadi pada janin antara lain: asfiksia ringan
sampai berat dan kematian janin, karena perdarahan yang tertimbun di
belakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan nutrisi ke arah janin.
Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin dalam rahim tegantung
pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya di fundus
uteri.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 202)
7. Prognosis
Angka kematian ibu di seluruh dunia akhir-akhir ini antara 0,5% dan 5%.
Sebagian besar wanita meninggal karena perdarahan (segera atau tertunda),
gagal jantung atau gagal ginjal. Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan
menurunkan angka kematian ibu sampai 0.3%-1%. Angka kematian janin
berkisar 50% sampai 80%. Sekitar 30% janin dengan pelepasan prematur
plasenta dilahirkan cukup bulan. Pada hampir 20% pasien dengan solusio
plasenta tidak didapati adanya denyut jantung janin ketika dibawa ke rumah
sakit, dan pada 20% lainnya akan segera terlihat adanya gawat janin. Jika
diperlukan transfusi ibu segera, angka kematian janin mungkin paling sedikit
50%. Kelahiran kurang bulan terjadi pada 40%-50% kasus pelepasan prematur
plasenta. Bayi meninggal karena hipoksia, prematuritas atau trauma persalinan.
(www.obgyn-rscmfkui.com)
8. Pengkajian
a. Anamnesis: ibu mengeluh terjadi perdarahan disertai sakit yang tiba-tiba di
perut untuk menentukan tempat terlepasnya plasenta. Perdarahan
pervaginam dengan berupa darah segar dan bekuan-bekuan darah.
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
tidak bergerak lagi). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan
berkunang-kunang, Ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar. Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma.
b. Inspeksi: pasien tampak gelisah, pasien terlihat pucat, sianosis dan keringat
dingin, terlihat darah keluar pervaginam.
c. Palpasi: didapatkan hasil fundus teraba naik karena terbentuknya
retroplasenta hematoma, uterus tidak sesuai dengan kehamilan; uterus teraba
tegang dan keras seperti papan disebut uterus in bois (wooden uterus baik
waktu his maupun di luar his); nyeri tekan terutama di tempat plasenta;
bagian- bagian janin sudah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi: sulit dilakukan, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin
terdengar biasanya di atas 140 kali/menit, kemudian turun di bawah 100
kali/menit dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas dari sepertiganya.
e. Pada pemeriksaan dalam, teraba servik biasanya lebih terbuka atau masih
tertutup. Kalau servik sudah terbuka, maka ketuban dapat teraba menonjol
dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his; kalau ketuban sudah pecah
dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun kebawah dan
pemeriksaan disebut prolapsus plasenta.
f. Hasil pemeriksaan umum: tekanan darah semula mungkin tinggi karena
pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun
dan pasien jatuh syok, Nadi cepat dan kecil filiformis.
g. Pemeriksaan laboratorium: urin: protein (-) dan reduksi (-); Albumin (+)
pada pemeriksaan sedimen terdapat silider dan lekosit; darah: haemoglobin
(Hb) anemi, pemeriksa golongan darah, kalau bisa cross match tets.
h. Pemeriksaan plasenta sesudah bayi dan plasenta lahir, maka kita harus
memeriksa plasentanya. Biasanya plasenta tampak tipis dan cekung
dibagian plasenta yang terlepas (kater) dan terdapat koagulan atau darah
dibelakang plasenta yang disebut hematoma retroplasenter.
i. Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG), akan dijumpai perdarahan
antara plasenta dan dinding abdomen.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 202-204)
9. Diagnosis Banding
a. Penyebab perdarahan nonplasenta. Biasanya tidak nyeri. Ruptur uterus
dapat menyebabkan perdarahan per vaginam tetapi, jika banyak, disertai
dengan rasa nyeri, syok dan kematian janin.
b. Penyebab perdarahan plasenta. Plasenta previa disertai perdarahan tanpa
rasa nyeri dan biasanya terdiagnosis dengan ultrasonografi.
c. Penyebab perdarahan yang tidak dapat ditentukan. Pada paling sedikit 20%
kasus, penyebab perdarahan antepartum tidak dapat ditentukan. Namun, jika
masalah-masalah serius dapat disingkirkan, perdarahan tidak terdiagnosis
ini jarang berbahaya.
(www.obgyn-rscmfkui.com)
10. Penatalaksanaan
a. Tindakan darurat.
Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan harus dipulihkan
sebelum melakukan upaya apapun untuk melahirkan bayi. Berikan
kriopresipitat, FFP atau darah segar. Berikan terapi anti syok. Pantau
keadaan janin terus menerus.
Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari kemungkinan
cara pelahiran yang akan dipakai.
b. Tindakan spesifik.
1) Derajat 1
Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu dengan
pengawasan ketat merupakan indikasi, karena pada banyak kasus
perdarahan akan berhenti secara spontan. Jika persalinan mulai terjadi,
siapkan persalinan per vaginam jika tidak ada komplikasi lebih lanjut.
2) Derajat 2
Siapkan pelahiran per vaginam jika persalinan diperkirakan akan terjadi
dalam waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin mati. Seksio sesarea
sebaiknya dilakukan jika terdapat bukti kuat adanya gawat janin dan
bayi mungkin hidup.
3) Derajat 3
Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus tetanik dan
mungkin terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki koagulopati,
lahirkan per vaginam jika dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam.
Persalinan per vaginam tampaknya paling baik untuk pasien multipara.
Jika tidak, kerjakan seksio sesarea.
c. Tindakan-Tindakan Bedah
Seksio sesarea merupakan indikasi jika persalinan diperkirakan akan
berlangsung lama (lebih dari 6 jam), jika perdarahan tidak memberi
respons terhadap amniotomi dan pemberian oksitosin encer secara hati-
hati, dan jika terjadi gawat janin dini (tidak berkepanjangan) dan janin
mungkin hidup.
Histerektomi jarang diperlukan. Uterus Couvelaire sekalipun akan
berkontraksi, dan perdarahan hampir akan selalu berhenti jika defek
koagulasi sudah diperbaiki.
(www.obgyn-rscmfkui.com)
12. Intervensi
Tujuan dan
No. Diagnosis Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Ketidakefek Setelah Monitor tanda TD, frekuensi
tifan perfusi diberikan tanda vital nadi yang rendah,
jaringan askep, frekuensi RR dan
(perifer) diharapkan suhu tubuh yang
b.d. perfusi tinggi
hipovolemia jaringan pasien menunjukkan
d.d. adekuat, gangguan
conjungtiva dengan kriteria sirkulasi darah
anemis, hasil:
akral a. Conjunc- Observasi tingkat Mengantisipasi
dingin, Hb tiva tidak pendarahan setiap terjadinya shock
turun, muka anemis 15-20 menit
pucat, dan b. Akral
lemas. hangat
c. Hb Catat intake dan Produksi urin
normal output yang kurang dari
d. Muka 30 ml/jam
tidak menunjukkan
pucat, dan penurunan fungsi
pasien ginjal
tidak Kolaborasi dalam Cairan infus
lemas. pemberian terapi isotonic dapat
infuse isotonik mengganti
volume darah
yang hilang
akibat
pendarahan
Kolaborasi dalam Transfusi darah
pemberian dapat mengganti
transfusi darah volume darah
apabila Hb rendah yang hilang
akibat
pendarahan
2. Nyeri akut Setelah Jelaskan Memberikan
b.d. diberikan penyebab nyeri informasi
kontraksi askep, pada klien mengani
uterus diharapkan penyebab nyeri
ditandai klien dapat yang dideritanya
terjadi beradaptasi akan membuat
distress/ dengan nyeri klien kooperatif
pengerasan yang dengan tindakan
uterus, nyeri dideritanya, yang akan
tekan dengan kriteria diberikan.
uterus. hasil: Ajarkan teknik Teknik relaksasi
a. Klien relaksasi distraksi distraksi
dapat pernapasan pernapasan dapat
melaku- mendorong klien
kan relaks dan
tindakan memberikan
untuk klien cara
mengu- mengatasi dan
rangi mengontrol
nyeri. tingkat nyeri
b. Klien
kooperatif
dengan Berikan posisi Posisi miring
tindakan yang nyaman mencegah
yang (miring ke kiri / penekanan pada
diberikan kanan) vena cava
13. Evaluasi
a. Perfusi jaringan pasien adekuat.
b. Klien dapat mengontrol nyeri yang dideritanya.
c. Klien memahami keadaannya.
Daftar Pustaka
Rukiyah, Ai Yeyeh, S.Si.T dan Yulianti, Lia, Am.Keb, MKM. 2010. Asuhan
Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV. Trans Info Media
Helen, Varney. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed. 4, Vol. 1. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. dan Ahern, Nancy R.. 2013. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Ed.
9. Jakarta: EGC