Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yaitu schizein dan phren. Schizen
artinya untuk memecah, sedangkan phren artinya pikiran, sehingga dapat diartikan bahwa
schizophrenia adalah kekacauan otak yang diartikan abnormalitas dalam persepsi atau
ekspresi dari kenyataan. Istilah ini diciptakan oleh Eugen Bleuler (1857 – 1939) pada tahun
1908.

Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidak seimbangan


dopamine yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling
lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respon emosional dan menarik diri dari
sosialisasi normal. Pada umumnya penderita mengalami delusi (keyakinan yang salah) dan
halusinasi (persepsi tanpa ada rangsangan panca indera).

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental


berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi
sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya
gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada
Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negatif seperti penarikan diri, apati, dan
perawatan diri yang buruk.

BAB II
1
PEMBAHASAN

2.1 ANAMNESIS

Identitas: nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.

Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya.

Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar
belakang, lokasi anatomi dan penyebarannya, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan,
faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan
konstan, intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test
diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Catat riwayat yang berkaitan termasuk
pengobatan sebelumnya faktor resiko dan hasil pemeriksaan yang negatif. Riwayat keluarga
dan psikososial yang berkaitan dengan keluhan utama. Masalah lain yang signifikan harus
dicantumkan juga dalam riwayat penyakit sekarang dalam bagian atau paragraf yang berbeda.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin
dan obat herbal. Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan manifestasi alergi
spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah termasuk kapan dan berapa
banyak jumlah produk darahnya, trauma dan riwayat penyakit yang dulu. helm waktu
bersepeda.

Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada
anggota keluarga. Gunakan skema keluarga (pedagre).

Riwayat psikososial (sosial): stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau
sekolah, kesehatan) dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup (alkohol,
obat-obatan, tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga, paparan terhadap agen
lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien (mencakup status pernikahan, anak, orientasi
seksual, pekerjaan sekarang dan sebelumnya, dukungan finansial dan asurasi, pendidikan,
agama, hoby, kepercayaan, kondisi tempat tinggal), untuk veteran mencakup riwayat militer.

2
2.2 PEMERIKSAAN

2.2.1 Fisik

Pemeriksaan kesadaran dan tanda vital yaitu tekanan darah, suhu, frekuensi nafas dan
frekuensi nadi. Lakukan juga pemeriksaan menyeluruh pada bagian organ yang lain yaitu
kepala, mata, lidah , leher, dada (paru-paru dan jantung), abdomen dan ekstremitas. Status
neurologik (nervus kranialis, reflek fisiologis dan reflek patologis) turut dilakukan.

2.2.2 Status Mental

Pemeriksaan status mental terbagi kepada beberapa bagian bermula dari :

• Deskripsi umum : kesan umum, kesadaran, perilaku dan aktifitas, pembicaraan,


perhatian, sikap terhadap pemeriksa)

• Keadaan afektif (mood) dan perhatian

• Fungsi intelektual (kognitif) : tarap pendidikan, pengetahuan dan kecerdasan umum,


daya konsentrasi, orientasi, daya ingat, pikiran abstrak, kemampuan menolong diri
sendiri.

• Gangguan persepsi : halusinasi dan ilusi, depersonalisasi dan derealisasi.

• Proses pikir : arus pikiran, isi pikiran, bentuk pikiran.

• Pengendalian impuls

• Daya nilai

• Persepsi pasien pada tentang diri dan lingkungannya

• Tilikan (insight)

• Taraf dapat dipercaya

2.3 DIAGNOSIS

2.3.1 Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll


3
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama,
namun kualitasnya berbeda ; atau

- “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan

- “thought broadcasting”= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;

b. - “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah


terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus);

- “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang


bermakna sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;

c. Halusinasi auditorik:
 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
 mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
 jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dan dunia lain)

4
• Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
b. arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
c. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
d. gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
• Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
• Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

2.3.2 Diagnosis Banding

• Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat

Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis
psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia
disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis
yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan
katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat
terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain.
Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis

5
nonpsikiatrik di dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang
jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak
tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien
skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua
kelompok tersebut.

Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman
umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup
agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya
gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara.
Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap,
termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada
pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia
mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan
gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.

• Berpura-pura dan Gangguan buatan

Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis


yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak
menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan
diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi
gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut
biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien
yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi
diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan
skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk
mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.

• Gangguan Psikotik Lain

Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama
6
(durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan.
Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala
berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis
yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan
gejala utama skizofrenia.

Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia
lainnya atau suatu gangguan mood.

• Gangguan Mood

Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala
primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus
menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya
membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.

• Gangguan Kepribadian

Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri


skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti
skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan
selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.

2.4 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5
persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin
prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan
penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.
Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita.

7
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita penyakit
fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian diantara
penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali seumur
hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala
depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%,
kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan
hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan
efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita
skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%).
Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok
meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa
laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah
tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap
Skizofrenia.

Faktor resiko

• Riwayat skizofrenia dalam keluarga

• Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri,


dan/atau impulsivitas.

• Stress lingkungan

• Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat
kecil.

• Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena


dideritanya gangguan ini

2.5 ETIOLOGI

Penyebab pasti skizofrenia belum diketahui, dugaan sementara:

8
• Genetik
kedua orang tua merupakan penderita: 40 %
Kembar monozigot : (40-50%)
kembar dizigot (10%)
 diketahui bahwa pengasuhan bayi yang jauh dari orang tuanya yang
menderita skizofrenia dapat menahan peningkatan resiko bagi anak tersebut
untuk mengalami skizofrenia di kemudian hari (Cameron
(2004)
• Perinatal
skizofrenia merupakan suatu gangguan neurodevelopmental (Frankenburg (2007)
Contoh: para wanita hamil yang malnutrisi ataupun mengalami penyakit infeksi virus
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan bakat sikzofrenia
yang kuat.

2.6 PATOFISIOLOGI

Model diatesis -stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan
lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika
dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.

Faktor Biologi

• Komplikasi kelahiran

Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.

• Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan
pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi
virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi
skizofrenia.
• Hipotesis Dopamin
9
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat
reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik
maka gejala psikotik diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan
bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem
dopaminergik.5’7

• Hipotesis Serotonin

Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid
diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor
5-HT. Temyata zat ini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal.
Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena
penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas
terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57

• Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak
setelah lahir.81°

Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum
tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua,
kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai
hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering
dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia
berpeluang 40%, satu orang tua 12%.

10
Gambaran klinis

Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif
dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi
jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan
waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu
serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti
yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya. Pada fase aktif
gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham,
halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila
tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami
eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala
gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa,
kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).

Gejala positif dan gejala negative skizofrenia

• Gejala positif : berupa peningkatan atau distorsi dari fungsi yang normal

 Waham
 Halusinasi
 Inkoherensi, sosialisai longgar, peningkatan perbicaraan
 Perilaku yang sangat kacau

• Gejala negative : berupa pengurangan atau kehilangan dari fungsi yang normal

 Ekspresi afektif yang dasar


 Alogia (kemiskinan perbicaraan)
 Avolition (ketidakmampuan memulai dan mempertahankan aktivitas yang
bertujuan)
 Anhedonia

11
 Bloking
 Penarikan sosial
 Defisit kognitif
 Defisit perhatian
 Ketidak mampuan merawat diri

Klasifikasi skizofrenia menurut PPDGJ III :

• Skizofrenia paranoid
• Skizofrenia hebefrenik
• Skizofrenia katatonik
• Undifferentiated katatonia
• Depresi pasca-skizofrenia
• Skizofrenia residual
• Skizofrenia simpleks
• Skizofrenia lainnya yang tidak tergolongkan (YTT)

Masing-masing jenis skizofrenia tersebut memiliki berbagai kriteria pedoman diagnostic


berbeda-beda.

2.7 PENATALAKSANAAN

I. Psikofarmaka

• Pemilihan obat pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek
samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian
disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak
memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu
yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang
tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat
antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik,
maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih

12
menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya
bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah
tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita
adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik
generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik,
mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan
gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa:
gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan
menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala
negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik
seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I
dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama
dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan
pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala
dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila
dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine
digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit
tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat
jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan
sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah
clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
• Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

o Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu


Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
o Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak
mengganggu kualitas hidup penderita.
o Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau
haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien
13
yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.

• Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran
dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda),
dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian
dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis
maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-
2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4ininggu) lalu stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan
paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali).
Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian
mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah,
diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian
anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl
3x2 mg/hari.

II. Terapi Psikososial

Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

• Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
• Psikoterapi kelompok
• Psikoterapi keluarga
• Manajemen kasus
• Assertive Community Treatment (ACT)

2.8 PROGNOSIS

dubia et bonam (cenderung baik).

14
2.9 KOMPLIKASI

Percobaan bunuh diri yang bisa menyebabkan kecacatan atau kematian.

KESIMPULAN

Lelaki berumur 25 tahun merasa mulas sejak 2 bulan sebelumnya karena yakin ada katak
dalam perutnya dan berusaha memuntahkannya menderita skizofrenia.hipotesis diterima.

DAFTAR PUSTAKA

1. Robert W.Buchanan, William T.Carpenter. Introduction and Overview of


Schizophrenia. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry Seventh
Edition. United States of America.1994.

15
2. Grayson S.Norquist, William E.Narrow. Epidemiology of Schizophrenia. Kaplan and
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry Seventh Edition. United States of
America.1994.

3. Stephen J. Mcphee et al. Psychiatric Disorders. Current Medical Diagnosis and


Treatment. 48th Edition. United States of America : The McGraw-Hill
Companies;2009.

4. Fauci et al. Psychiatric Disorders. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th


Edition. United States of America : The McGraw-Hill Companies;2008.

5. Dr.Dan Hidayat .Klasifikasi Gangguan Jiwa PPDGJ III. Bahan Kuliah Blok 22
Neurology and Behaviour Science. UKRIDA Jakarta Barat Indonesia.2011.

6. Dr.Hubertus.Skizofrenia. Bahan Kuliah Blok 22 Neurology and Behaviour Science.


UKRIDA Jakarta Barat Indonesia.2011.

7. Dian Ratma. Skizofrenia Paranoid. Diunduh dari,


http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=presus+jiwa+
%22SKIZOFRENIA+PARANOID%22

8. Andre Yuindartanto.Skizofrenia.Diunduh dari,


http://yumizone.wordpress.com/2009/01/10/skizofrenia/

16

Anda mungkin juga menyukai