Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH EPIDEMIOLOGI ZOONOSIS

“MENGANALISIS COVID-19,SARS, H5N1, H1N1, MERS DALAM


TINJAUAN EPIDEMIOLOGI & CARA PENANGGULANGANNYA”
Dosen Pengampu: Zata Ismah, SKM. M.Kes

Oleh:
Kelompok 1 :

ADELLA DWI PUSPITA SIREGAR (0801183400)


HILDA VILIA (0801182249)

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI SEMESTER VI


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Yang Telah Memberikan Rahmat Dan Hidayah-Nya
Sehingga kami Dapat Menyelesaikan Tugas Makalah Yang Berjudul “MENGANALISIS
COVID-19,SARS, H5N1, H1N1, MERS DALAM TINJAUAN EPIDEMIOLOGI & CARA
PENANGGULANGANNYA” Ini Tepat Pada Waktunya.Tujuan Penulisan Dari Makalah Ini
Adalah Untuk Memenuhi Tugas dari ibu Zata Ismah, SKM.M.Kes.Pada Mata Kuliah
Epidemiologi Zoonosis dan Untuk Menambah Wawasan Tentang penyakit COVID-
19,SARS, H5N1, H1N1, MERS asosiasi Bagi Para Pembaca Dan Juga Bagi Penulis.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ini.kami menyadari,
makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

[Padangsidimpuan, 18 april 2021]


 
Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………. ii
Daftar Isi………………………………………………………................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang……………………………………………………….... 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 1
C. Tujuan………………………………………………………................. 2
Bab II Pembahasan
1. COVID-19…………………………………………………………….. 3
2. SARS …………………………………………………………………. 11
3. H5N1………………………………………………………………….. 15
4. H1N1………………………………………………………………….. 20
5. MERS…………………………………………………….…………… 28
Bab III Penutup
A. Kesimpulan……………………………………………………….......... 35
B. Saran………………………………………………………………….. 35
Daftar Pustaka …………………………………………………………….. 36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Influenza merupakan suatu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang dapat
menimbulkan kematian.
Zoonosis secara umum dapat didefinisikan sebagai penyakit yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia atau sebaliknya. Menurut World Health Organization (WHO), zoonosis
adalah suatu penyakit atau infeksi yang secara alami ditularkan dari hewan vertebrata ke
manusia.
Agen penyakit zoonosis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, klamidia, rickettsia maupun protozoa.Penyakit zoonosis dapat pula disebabkan
oleh organisme yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya parasite cacing, beberapa jenis
jamur dan oleh beberapa ektoparasit.
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme
seperti virus, bakteri, parasite atau jamur dan dapat berpindah ke orang lain yang sehat.
Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung.Penularan secara
langsung terjadi ketika kuman pada orang yang sakit berpindah melalui kontak fisik,
misalnya lewat sentuhan dan ciuman, melalui udara saat bersin dan batuk, atau melalui
kontak dengan cairan tubuh seperti urine dan darah.
Penyakit menular juga dapat berpindah secara tidak langsung.Misalnya saat menyentuh
knop pintu, kran air atau tiang besi pegangan di kereta yang terkontaminasi.Kuman atau
mikroorganisme lainnya dapat menginfeksi seseorang jika orang tersebut menyentuh mata,
hidung atau mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah menyentuh barang-barang
tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja wabah penyakit zoonosis flu di dunia?
2. Bagaimana wabah penyakit covid-19 itu?
3. Bagaimana wabah penyakit SARS itu?
4. Bagaimana wabah penyakit Flu Burung (H5N1) itu?

1
5. Bagaimana wabah penyakit Flu Babi (H1N1) itu?
6. Bagaimana wabah penyakit MERS itu?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui wabah penyakit zoonosis flu di dunia.
2. Untuk mengetahui tentang penyakit covid-19.
3. Untuk mengetahui tentang penyakit SARS.
4. Untuk mengetahui tentang penyakit flu burung (H5N1).
5. Untuk mengetahui tentang penyakit flu babi (H1N1)
6. Untuk mengetahui tentang penyakit MERS.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Covid-19
a. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap.Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan tetap
merasa sehat.Gejala covid-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah dan batuk
kering.Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat,
pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan
pembauan serta ruam pada kulit.
b. Karakteristik H-A-E
- Host

Merupakan penjamu yang memengaruhi pajanan, kerentanan dan respons terhadap agen
yaitu berdasarkan usia (lansia), status fisiologis (penurunan sistem kekebalan tubuh),
penyakit lain yang sudah ada sebelumnya /penyakit penyerta (diabetes, hipertensi,
kardiovaskuler, pneumonia) serta perilaku higienitas yang kurang baik.

- Agent

Merupakan agent yang menyebabkan penyakit covid-19 yang bernama


coronavirus.Coronavirus merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 120-160
nm.Virus ini utamanya menginfeksi hewan termasuk di antaranya adalah kelelawar dan
unta.

- Environment

Merupakan lingkungan yang memengaruhi keberadaan agen penyakit dan kerentanan


terhadap penjamu.Di antaranya yaitu lingkungan dengan sanitasi yang buruk, lingkungan
dengan kepadatan penduduk/berkerumun serta lingkungan yang mempertemukan antara
penjamu dengan agent penyakit.

c. Rantai Infeksi

3
Rantai infeksi penularan penyakit covid-19 terutama ditularkan dari orang yang
bergejala (simptomatik) ke orang lain yang berada jarak dekat melalui droplet. Penularan
droplet terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat (dalam 1 meter) dengan
seseorang yang memiliki gejala pernapasan (misalnya batuk atau bersin).Penularan juga
dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang terkontaminasi droplet di sekitar orang
yang terinfeksi.
d. Riwayat Alamiah Penyakit
- Tahap Pre Patogenesis

Tahap yang merupakan terjadinya interaksi antara host, Agent dan enviroment di luar
tubuh manusia.Namun belum ditemukan adanya gejala pada penjamu yang terinfeksi.
Pada penyakit Covid-19 yaitu di mana penjamu memiliki riwayat kontak erat dengan
penderita, seperti sentuhan fisik dalam radius 1 meter.Dan seseorang yang tidak
memakai APD saat menangani penderita yang mengalami penyakit Covid-19.Serta
seseorang yang melakukan perjalanan ke daerah yang terinfeksi penyakit.

- Tahap pra-gejala

Tahap terjadinya infeksi pada penjamu namun belum menunjukkan gejala serta belum
terjadi gangguan pada fungsi organ selama masa inkubasi penyakit.Untuk penyakit
Covid-19, masa inkubasinya sendiri itu adalah 14 hari.

- Tahap klinis

Tahap yang merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ dan
menimbulkan gejala.Pada penyakit Covid-19 yaitu gejala batuk kering, nyeri kepala,
sesak napas, dan demam.Namun ada pula beberapa penjamu yang tidak menunjukkan
gejala atau orang tanpa gejala.

- Tahap Penyakit Lanjut

Tahap yang merupakan saat akibat dari penyakit mulai terlihat.Pada penyakit Covid-19
yaitu terjadinya pneumonia berat.

- Tahap Akhir Penyakit

4
Tahap terakhir pada penyakit yang berakhir sembuh maupun kematian.Begitu pula
dengan penyakit Covid-19.

e. Besar Masalah (Prevalensi/Insiden)


SKALA GLOBAL
Total kasus konfirmasi COVID-19 global per tanggal 13 April 2021 adalah 136,291,755
kasus dengan 2,941,128 kematian (CFR 2,2%) di 222 Negara Terjangkit dan 190 Negara
Transmisi lokal.
SKALA INDONESIA
Total kasus konfirmasi Covid-19 di Indonesia per tanggal 13 April 2021 yaitu 1.577.526
kasus dengan daerah terbanyak yaitu DKI Jakarta.
f. Pola Penyebaran/Distribusi OTW
- Orang

Pola penyebaran pada orang yaitu orang-orang yang rentan terhadap penyakit covid-
19.Di antaranya adalah orang dengan penyakit komorbid seperti hipertensi, diabetes
melitus, kardiovaskuler serta orang dengan jenis kelamin laki-laki yang sering dikaitkan
sebagai perokok aktif tertinggi.Selain itu juga orang-orang yang kontak erat dengan
penderita covid-19.

- Tempat

Tempat atau lingkungan yang menjadi pola penyebaran penyakit covid-19 adalah tempat
yang sudah tersebar droplet (percikan air liur) oleh penderita.Selain itu juga tempat yang
sudah terdapat benda-benda yang tercemar droplet penderita tadi.

- Waktu

Waktu penyebaran penyakit covid-19 yaitu ketika penderita menularkan virus dari
percikan droplet kepada seseorang yang berada pada jarak kurang lebih dari 1 meter.
Dan penyebaran melalui sentuhan terhadap barang-barang di suatu tempat hingga
akhirnya disentuh oleh orang lain.

g. Faktor Risiko

5
Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes melitus,
jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-
CoV-2.Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-laki diduga terkait dengan
prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi.Pada perokok, hipertensi, dan diabetes
melitus.Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-
CoV-2. Kanker diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin yang berlebihan,
supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan maturasi sel dendritik.47 Pasien dengan
sirosis atau penyakit hati kronik juga mengalami penurunan respons imun, sehingga
lebih mudah terjangkit COVID-19, dan dapat mengalami luaran yang lebih buruk.
Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien
COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan
namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah.53
Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular. Di Italia,
sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis.
h. Kriteria Wabah
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada Coronavirus yaitu: protein N
(nukleokapsid), glikoprotein M (membran), glikoprotein spike S (spike), protein E
(selubung). Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coronaviridae.Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau
manusia.Terdapat 4 genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus, gammacoronavirus,
dan deltacoronavirus.Sebelum adanya COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43
(betacoronavirus), HCoVNL63 (alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus),
SARS-CoV (betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus betacoronavirus,
umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm.
Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang
sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah SARS pada 2002-2004 silam, yaitu

6
Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV)
memberikan nama penyebab COVID-19 sebagai SARS-CoV-2.
i. Implikasi Bencana

Penetapan penyebaran covid 19 sebagai bencana tertuang dalam Keputusan Presiden


(Keppres) No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Bencana Non-Alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf c UU Penanggulangan Bencana, yang berwenang


menetapkan status bencana nasional dan daerah adalah pemerintah. Normatifnya,
penetapan status dan tingkat bencana memuat indikator yang meliputi jumlah korban,
kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena
bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Dalam konsiderans Keppres No. 12 Tahun 2020 jelas bahwa penetapan status darurat
nasional didasarkan pada meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda,
meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, dan timbulnya implikasi sosial
ekonomi yang sangat luas. Data per 13 April 2020 menunjukkan 4.557 kasus
terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien tak hanya terpusat di Jakarta –meskipun angka
terbesar masih di Ibukota—tetapi menyebar ke daerah. Implikasi ekonominya juga
tampak jelas, setidaknya pada potensi PHK besar-besaran.

Presiden menetapkan bencana nasional dengan merujuk pada UU No. 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, dan Keppres No. 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), sebagaimana diubah dengan Keppres No. 9
Tahun 2020.

Selain diktum menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional, ada tiga diktum lain yang
tertuang dalam Keppres No. 12 Tahun 2020. Pertama, penanggulangan bencana nasional
akibat penyebaran Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19 melalui sinergi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kedua,

7
sebagai ketua gugus tugas di daerah masing-masing yang dapat menerbitkan kebijakan,
maka Gubernur, Bupati/Walikota harus memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat.
Ketiga, diktum mengenai mulai berlakunya penetapan, yakni sejak ditetapkan pada Senin
13 April 2020.

Penetapan status bencana nasional membawa konsekuensi pada tanggung jawab


Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. Pusat bertanggung jawab antara lain
mengurangi risiko bencana, melindungi masyarakat dari dampak bencana, menjamin
pemenuhan hak masyarakat yang terdampak bencana secara adil dan sesuai dengan
standar pelayanan minimum, alokasi anggaran penanggulangan bencana dari APBN,
alokasi anggaran penanggulangan dalam bentuk siap pakai, dan pemeliharaan
arsip/dokumen otentik. Daerah juga bertanggung jawab mengalokasikan APBD untuk
penanggulangan bencana.

Darurat Bencana merujuk pada peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Penyebabnya dapat berupa faktor
alam, nonalam, atau faktor manusia yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, atau dampak psikologis. Covid-19 termasuk
darurat karena faktor nonalam. Jika merujuk pada Pasal 69 UU Penanggulangan Bencana,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu saling bahu membahu untuk menjalankan
beberapa hal. Misalnya, menyediakan bantuan santunan duka, dan memberikan pinjaman
lunak bagi warga yang kehilangan mata pencaharian.

j. Pencegahan
Untuk mencegah transmisi, WHO merekomendasikan serangkaian komprehensif
langkah-langkah yang mencakup:
 Mengidentifikasi kasus suspek sesegera mungkin, melakukan tes, dan mengisolasi
semua kasus (orang yang terinfeksi) di fasilitas yang sesuai;
 Mengidentifikasi dan mengarantina semua kontak erat orang yang terinfeksi dan
melakukan tes terhadap orang-orang yang menunjukkan gejala sehingga dapat
diisolasi jika terinfeksi dan membutuhkan perawatan;

8
 Menggunakan masker kain dalam situasi-situasi tertentu, misalnya di ruang publik di
mana transmisi komunitas terjadi dan langkah-langkah pencegahan lain seperti
penjagaan jarak fisik tidak memungkinkan;
 Menjalankan kewaspadaan kontak dan droplet untuk tenaga kesehatan yang merawat
pasien suspek dan terkonfirmasi COVID-19, dan menjalankan kewaspadaan airborne
jika prosedur yang menghasilkan aerosol dijalankan;
 Terus-menerus menggunakan masker bagi tenaga kesehatan dan pengasuh yang
bekerja di area klinis, selama semua kegiatan rutin sepanjang giliran kerjanya;
 Selalu membersihkan tangan dengan sering, menjaga jarak fisik jika memungkinkan,
dan menjalankan etiket batuk dan bersin; menghindari tempat-tempat yang ramai,
tempat-tempat kontak erat, dan tertutup, dan tempat-tempat dalam ruangan dengan
ventilasi yang buruk; mengenakan masker kain saat berada di ruang tertutup yang
terlalu padat untuk melindungi orang lain; dan memastikan ventilasi lingkungan yang
baik di semua tempat tertutup; serta pembersihan dan disinfeksi lingkungan yang
tepat.

k. Pengobatan
Saat ini WHO merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang
termasuk dalam kategori suspek. Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah
amplifikasi asam nukleat dengan real-time reversetranscription polymerase chain
reaction (rRTPCR) dan dengan sequencing. Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-
CoV-2) bila rRT-PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S, atau RdRP) yang
spesifik SARSCoV-2; ATAU rRT-PCR positif betacoronavirus, ditunjang dengan hasil
sequencing sebagian atau seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2.

Hingga saat ini, belum ada obat yang spesifik untuk mencegah atau mengobati COVID-
19. Pengobatan ditujukan sebagai terapi simptomatis dan suportif.Ada beberapa kandidat
vaksin dan obat tertentu yang masih diteliti melalui uji klinis.China telah membuat
rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10 hari.
Rincian dosis dan administrasi sebagai berikut:
 IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi;

9
 LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral;
 RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan IFN-alfa
atau LPV/r;
 Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral;
 Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/ hari per oral.
l. Program Penanggulangan dan Pemberantasan
Dalam rangka menanggulangi pandemi COVID-19, Indonesia telah menerapkan
berbagai langkah kesehatan masyarakat termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) seperti penutupan sekolah dan bisnis,
pembatasan perpindahan atau mobilisasi penduduk, dan pembatasan perjalanan
internasional.
m. Tindakan Internasional

Organisasi kesehatan dunia Who mendesak negara-negara untuk melipatgandakan upaya


memerangi virus Corona setelah menyatakan ancaman Kesehatan Global itu sebagai
pandemi. Badan perserikatan bangsa-bangsa yang mengurusi kesehatan internasional ini
menyerukan kepada semua negara agar menerapkan sejumlah strategi dalam menangani
wabah Covid-19.

Who menyarankan semua negara mengambil 4 strategi yang melibatkan persiapan,


deteksi, pengurangan, transmisi, dan inovasi. Negara-negara yang memutuskan untuk
menyerap pada langkah-langkah kesehatan masyarakat yang mendasar dapat berakhir
dengan masalah yang lebih besar. Selain itu, beban yang lebih berat pada sistem
kesehatan yang membutuhkan langkah-langkah yang lebih berat untuk dikendalikan.
Semua negara mengambil pendekatan komprehensif yang disesuaikan dengan keadaan
mereka dengan penahanan sebagai pilar utama. Wau bekerja siang dan malam
mendukung negara-negara menangani wabah ini. Wao menyiapkan lebih dari US$440
juta untuk rencana kesiapsiagaan dan respon atas dampak tersebut

10
2. SARS
a. Gejala Klinis

SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) merupakan penyakit infeksi saluran napas
yang disebabkan oleh virus corona dengan sekumpulan gejala klinis yang berat.SARS
memiliki gejala yang disebut gejala prodromal yang dimulai dari gejala infeksi sistemik
yang tidak spesifik seperti demam, myalgia, menggigil dan rasa kaku-kaku di tubuh, batuk
kering yang disertai sesak ketika batuk, nyeri kepala dan pusing.

b. Etiologi SARS

Etiologi severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah infeksi oleh severe acute
respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV). Genom SARS-CoV telah diurutkan
(sequenced) dan tidak terkait dengan coronavirus manusia ataupun coronavirus hewan yang
telah dikenal sebelumnya. Kemungkinan SARS-CoV awalnya adalah virus pada hewan yang
kemudian mengalami mutasi menjadi patogen manusia

SARS-CoV memiliki stabilitas yang tinggi di lingkungan dan dapat bertahan 2-3 hari di
suhu ruangan pada permukaan kering yang terkontaminasi, serta 2-4 hari pada feses. Selain
itu, studi oleh Rabenau HF et al menemukan bahwa SARS-CoV dapat bertahan sampai 9
hari pada cairan dan dapat bertahan 24 jam sampai 6 hari pada lingkungan kering

c. Rantai Infeksi
Rantai infeksi penularan penyakit SARS hampir sama dengan penyakit Covid-19 yaitu
melalui kontak langsung membran mukosa (mata, hidung dan mulut) dengan droplet
penderita yang terinfeksi.
Selain kontak langsung dengan droplet penderita yang terinfeksi, berbagai prosedur
aerosolisasi (intubasi, nebulisasi, suction dan ventilasi) dapat meningkatkan risiko
penularan SARS, baik itu karena kontaminasi alat yang digunakan dari droplet ataupun
dari materi infeksius lainnya seperti feses dan urin.Dan ada pula penularan melalui
benda-benda yang menyerap debu dan sulit dibersihkan.
Selain itu, dikarenakan virus ini menyebabkan diare pada penderita.Maka ada
kemungkinan bahwa rantai infeksi penularan juga bisa melalui fecal oral.
d. Riwayat Alamiah Penyakit

11
Perjalanan penyakit SARS terdiri atas dua fase, yaitu fase 1 dan fase 2. Fase 1 ditandai
dengan gejala prodromal flu-like yang muncul dalam 2-7 hari pasca inkubasi. Fase 2
adalah fase saluran pernapasan bawah yang muncul 3 hari pasca inkubasi atau lebih.
 Patofisiologi
Patofisiologi severe acute respiratory syndrome (SARS) diawali dengan interaksi
protein pada severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) dengan sel di
paru dan di jantung manusia melalui reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2).
Setelah memasuki sel manusia, encoding genome akan terjadi untuk memfasilitasi
ekspresi gen yang membantu adaptasi virus dalam tubuh inang dan mengaktivasi jalur
inflamasi.
 Perlekatan dan Fusi Coronavirus
Perlekatan dan fusi SARS-CoV diawali oleh interaksi protein virus dengan sel manusia
melalui reseptor ACE2 yang diekspresikan di paru dan jantung manusia. Protein spike
yang terdapat pada permukaan SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan
ACE2 manusia. Ikatan ini memungkinkan SARS-CoV masuk ke dalam membran sel
inang dan memediasi infeksi SARS-CoV pada paru.
Tubuh manusia juga memiliki DC-SIGN (dendritic cell–specific intercellular
adhesion molecule–grabbing nonintegrin) dan protein CD209L (L-SIGN) yang dapat
membantu memfasilitasi penyebaran SARS-CoV. Setelah memasuki sel, encoding
genome akan terjadi untuk memfasilitasi ekspresi gen yang membantu SARS-CoV
beradaptasi pada tubuh inang. RNA virus kemudian dikeluarkan dalam sitoplasma sel
inang. Proses ini diikuti dengan respons imun seluler dan adaptif yang memunculkan
reaksi proinflamasi
 Respon Imun Seluler dan Adaptif
Infeksi SARS-CoV akan meningkatkan sitokin proinflamasi seperti interleukin-10, IFN-
gamma, dan interleukin-1. Infeksi ini juga akan menurunkan limfosit T dan subsetnya
seperti sel T CD4(+) dan CD8(+). Antibodi IgG spesifik SARS dihasilkan pada minggu
kedua dan dapat bertahan lama sedangkan IgM hanya bertahan sementara. Protein spike
dan protein nukleokapsid yang banyak terdapat di SARS-CoV berkontribusi penting
terhadap produksi antibodi selama perjalanan penyakit
 Distribusi Organ yang Terdampak SARS-CoV

12
Selain di paru, SARS-CoV juga dapat dijumpai pada trakea, bronkus, lambung, usus
kecil, tubulus ginjal, kelenjar keringat, paratiroid, hipofisis, pankreas, kelenjar adrenal,
hati dan serebrum. Hal ini menunjukkan bahwa selain pada sistem pernapasan, SARS-
CoV juga dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan organ lain. Perubahan patologis
pada organ-organ ini dapat disebabkan secara langsung oleh efek sitopatik yang
dimediasi replikasi lokal SARS-CoV atau secara tidak langsung oleh respon sistemik
terhadap gagal napas atau respons imun berlebihan akibat infeksi virus.

Rerata periode inkubasi adalah 6,4 hari (rentang 2-10 hari). Manifestasi klinis yang
muncul menyerupai gejala infeksi sistem pernapasan akut (ISPA) biasa yaitu demam,
batuk, dan sesak napas yang dapat diikuti dengan pneumonia berat. Apabila pneumonia
tidak ditangani, gejala ARDS akan muncul. Syok sepsis juga dapat terjadi dan ditandai
dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi dengan tekanan darah sistol <90
mmHg walaupun sudah diberikan resusitasi cairan yang adekuat
e. Besar Masalah (Prevalensi/Insiden)
Secara epidemiologi, severe acute respiratory syndrome (SARS) bermula di China
Selatan pada November 2002 kemudian menyebar ke Hongkong pada Februari 2003.
Setelah itu SARS menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, terutama negara-negara di
Asia. World Health Organization (WHO) kemudian mengumumkan SARS sebagai
ancaman global tanggal 15 Maret 2003.[1,5]
 Global
Satu bulan setelah WHO mengumumkan SARS sebagai ancaman global, 8 negara
melaporkan community transmission SARS yaitu Kanada, China, Hong Kong, Taiwan,
Inggris, Amerika Serikat, Vietnam dan Singapura. Padahal data WHO tanggal 17 Maret
2003 baru mencatat 4 negara yang kemudian meningkat menjadi 5 negara pada 19
Maret 2003 dan 6 negara pada 26 Maret 2003. Pada akhir epidemi di Juni 2003, total
kumulatif global untuk SARS adalah 8422 kasus dengan 911 kematian (case fatality rate
11%).
f. Penyebaran SARS
SARS-CoV dapat menyebar melalui droplet, kontak dengan material terkontaminasi,
dan melalui jalur fecal-oral.

13
Cara penyebaran :

 Melalui uap air udara pernapasan (batuk atau bersin).


 Melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi (selimut atau pegangan
pintu).
 Melalui air liur (berciuman atau minuman bersama).
 Melalui kontak kulit (jabat tangan atau pelukan).
g. Faktor Risiko

Faktor risiko dari penyakit SARS di antaranya yaitu melakukan kontak fisik dengan orang
atau hewan yang terinfeksi virus penyebab SARS.Selain itu, faktor risikonya adalah
mengunjungi wilayah yang terpapar virus SARS.Serta tidak menerapkan perilaku hidup
bersih dan sehat seperti tidak mencuci tangan sampai bersih katika hendak makan ataupun
selesai makan.

h. Pencegahan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah SARS, yaitu:

 Jangan bepergian ke daerah endemik SARS. Jika terpaksa bepergian ke daerah


tersebut, jaga kesehatan, hindari pusat keramaian, gunakan masker, dan ikuti protokol
atau aturan yang diberlakukan di negara tersebut.
 Terapkan hand hygiene. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun. Jika tidak ada,
gunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol sebanyak 60–95%.
 Jangan menyentuh mata, hidung, atau mulut sebelum mencuci tangan.

Peran pemerintah dalam screening pendatang dari China dan negara endemis serta
screening masyarakat yang bepergian ke negara-negara tersebut juga membantu
pencegahan SARS.

i. Pengobatan

Penatalaksanaan severe acute respiratory syndrome (SARS) berfokus pada


pemberian terapi suportif untuk mencegah morbiditas dan mortalitas. Hal ini
dikarenakan terapi definitif untuk SARS belum tersedia sebab belum ada antiviral yang
terbukti efektif menangani SARS. Terapi suportif mencakup pemberian oksigen,
ventilasi, hidrasi, antipiretik, analgesik, serta antibiotik untuk kasus infeksi sekunder
oleh bakteri.

Untuk mencegah transmisi terutama transmisi nosokomial, pasien yang dicurigai SARS
harus dirawat di ruang isolasi dengan ventilasi negatif agar tidak menginfeksi pasien

14
lain. Pasien perlu dipantau sampai hasil tes reverse-transcriptase polymerase chain
reaction (RT-PCR) terkonfirmasi negatif dan pasien sudah menunjukkan perbaikan
klinis. Selain itu, tenaga kesehatan yang merawat pasien probable atau terkonfirmasi
SARS harus menggunakan alat pelindung diri dan lebih dianjurkan untuk menggunakan
respirator N95 dari pada masker bedah.

Penderita SARS harus dirawat di rumah sakit dan diisolasi dari pasien lain. Selama
dirawat di rumah sakit, pasien akan diberikan obat-obatan berupa:

 Obat untuk meredakan gejala, seperti obat analgetik-antipiretik, obat batuk, dan obat
untuk meredakan sesak napas
 Obat antivirus untuk menghambat perkembangan virus, seperti lopinavir, ritonavir,
atau remdesivir
 Obat antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang terjadi saat penderita SARS
mengalami pneumonia
 Obat kortikosteroid dosis tinggi untuk mengurangi pembengkakan di paru-paru
j. Program Penanggulangan dan Pemberantasan

CDC (Center for Disease Control) menyatakan bahwa tindakan mencuci tangan
sehabis kontak dengan pasien SARS, menggunakan masker yang sesuai, serta memakai
jubah (baju hazmat) dan sarung tangan untuk dapat melindungi tenaga medis dari
terpapar droplet pasien SARS.Tindakan tersebut terbukti mampu menurunkan angka
penularan SARS di rumah sakit dengan signifikan.

3. H5N1 (Flu Burung)


a. Gejala klinis
Avian influenza atau yang biasa disebut dengaflu burung merupakan infeksi yang
disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 (H=hemaglutinin; N=neuraminidase)
yang pada umumnya menyerang unggas (burung dan ayam). Gejala flu burung dapat
dibedakan pada unggas dan manusia:
- Gejala pada unggas di antaranya Jengger berwarna biru, Borok di kaki, Kematian
mendadak dan memiliki masa inkubasi pada unggas satu minggu.
- Gejala pada manusia di antaranya demam (suhu badan diatas 38'C), batuk-batuk dan
tenggorokan terasa nyeri &kering, radang saluran pernapasan atau Pneumonia
(radang paru-paru), pusing, mual dan nyeri perut, tidak ada nafsu maka, infeksi mata,
nyeri otot, keluar lendir dari hidung, sesak napas, muntah, diare.

15
b. Karakteristik HAE
- Host

Penjamu dalam penyakit ini yaitu ketika memiliki usia sangat muda dan orang dewasa
dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut dengan
penakit ginjal kronik atau gangguan metabolik endokrin dapat meninggal akibat
penyakit.

- Agent
Agent adalah adanya virus influenza A yang penyebarannya cukup luas.

- Enviroment
Lingkungan meliputi adanya sumber penular yaitu orang yang terinfeksi virus influenza
A serta keberadaan unggas yang terinfeksi virus influenza A.
c. Rantai Infeksi
Umumnya virus flu burung tidak bereplikasi secara efisien pada manusia.Hal ini
mengindikasikan bahwa penularan langsung virus flu burung dari manusia jarang
terjadi.Sebagai contoh, virus flu burung dalam dosis tinggi diperlukan agar dapat
bereplikasi dalam tubuh manusia (Beare dan Webster, 1991).
d. Riwayat Alamiah Penyakit
Wabah flu burung yang terjadi di Hongkong ini bersifat unik dan
mengindikasikan bahwa kemungkinan pandemik virus flu burung dapat terjadi melalui
penularan secara langsung dan reassortment atau adaptasi di tubuh manusia. Meskipun
demikian, bagaimana cara penularan virus flu burung pada manusia masih belum bisa
dipastikan.
Di Indonesia, virus flu burung subtipe H5N1 yang dapat diisolasi dari unggas di
sekitar kasus flu burung subtipe H5N1 pada manusia masih mengenal avian receptor dan
belum mengenal human receptor sehingga infeksi pada manusia kemungkinan
tertulardari unggas yang terlebih dahulu terinfeksi virus flu burung subtipe H5N1. Virus
flu burung yang diisolasi dari ayam sekitar kasus flu burung subtipe H5N1 pada manusia
mempunyai karakter genetik pada NS1 yang menarik sehingga kemungkinan berkorelasi
dengan adaptasi dari virus pada manusia.

16
e. Besar Masalah (Prevalensi/Insiden)
SKALA GLOBAL
Hingga 3l oktober 2006, WHO telah mencatat sebanyak 256 kasus dengan 152 kematian
pada manusia yang disebabkan virus H5N1.
SKALA NASIONAL
Sejak Juli 2005 sampai dengan l0 September 2006, di Indonesia telah dilaporkan
terdapat 210 kasus berdasarkan penyelidikan klinis dan epidemiologi serta pemeriksaan
laboratorium hasilnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 63 kasus dikonfirmasikan
sebagai kasus Flu Burung pada manusia (di mana 48 meninggal dunia), 147 kasus dalam
penyelidikan (di mana 44 meninggal dunia). Sejak terjadinya wabah AI pada unggas di
Indonesia, kasus AI masih terus terjadi dengan frekuensi yang beragam. Selama tahun
2006-2011 berturut-turut terjadi612 kasus (2006), 2.751 kasus (2007), 1.413 kasus
(2008), 2.293 kasus (2009), 1.502 kasus (2010), dan 1.411 kasus (2011). Peningkatan
kasus AI biasanya terjadi pada bulan Januari sampai April, bersamaan dengan perubahan
musim dari
musim hujan ke musim kemarau.
f. Pola Penyebaran/Distribusi OTW
A. Orang
Penyakit flu burung dapat menyerang semua golongan umuf, namun secara umum flu
burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun, hal ini dikarenakan sistem
kekebalan mereka belum begitu kuat, disamping itu karena seringnya mereka bermain
ditempat dimana unggas berada. Yang berisiko tinggi untuk terkena flu burung adalah:
a. Pekerja peternakan (termasuk dokter hewan atau insinyur petemakan)
b. Laboratorium yang mengumpulkan dan meneliti sampel pasien atau unggas yang
terjangkit.
c. Pengunjung petemakan dalam I minggu terakhir.
d. Mereka yang terPaPar.
Faktor resiko yang memperberat flu burung adalah umur tua (65 tahun keatas),
perawatan yang terlamba! keterlibatan infeksi saluran nafas bawah (pneumonia), dan
leukopenia serta limfopenia saat masuk.
B. Tempat

17
Pertama kali muncul di Hongkong dengan 18 orang dirawat di rumah sakit dan 6 orang
diantaranya meninggal duni4 kemudian menyebar ke Vietnam dan Korea. Jenis yang
diketahui menjangkiti manusia adalah influenza A sub jenis H5N1.
C. Waktu
Bila dilihat sejarahnya, flu burung sudah terjadi sejak 1960-an. Penularanvirus influenza
asal unggas ke manusia sudah dilaporkan sejak 1968.Flu burungpertama kali melewati
"halangan spesies" dari unggas ke manusia tahun 1997.Sebelumny4 flu ini hanya
menyerang burung, bukan manusia.Sepanjang tahun2003 dua kasus ditemukan di
Hongkong dengan satu diantaranya meninggal.Kedua kasus itu mempunyai riwayat
perjalanan dari Cina.Virus yang ditemukanadalah Avian Influenza A (HsNl).Ditemukan
83 kasus pada pekerja petemakandi Nederland, termasuk keluarganya dengan satu
diantaranya meninggal. Virusyang ditemukan adalah Avian Influeza A (H7N7).
Ditemukan seorang anak tanpakematian di Hongkong terserang virus Avian Influenza A
(H9N2).
g. Faktor Risiko
Penyakit ini berisiko untuk mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan
fungsi kardiopulmoner yang terbatas.Juga penderita yang berusia lanjut dengan penakit
ginjal kronik atau gangguan metabolik endokrin dapat meninggal akibat penyakit yang
dikenal sebagai penyakit yang tidak berbahaya ini.
h. Pencegahan
Pada Unggas :
 Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
 Vaksinasi pada ungags yang sehat

Pada Manusia kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang):

 Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.


 Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung
 Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
 Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
 Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
 Imunisasi.

18
Masyarakat umum

 Jaga kebersihan diri sendiri, antara lain sering mencuci tangan dengan sabun
 Bersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal
 Menggunakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan, kaca mata)
 Mencuci telur mentah yang baru di beli, biasanya ada sedikit
menempel kotoran ayam agff tidak terjadi kontaminasi sebelum
disimpan di kulkas.
 Daging unggas harus dimasak sampai suhu 700 C atau 800 C selama
sedikitnya 1 menit.
i. Pengobatan
Pengobatan bagi penderita flu burung yaitu :
1. Oksigenasi bila terdapat sesak napas
2. Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus)
3. Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
4. Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48 jam
pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila
berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.
5. Kunci keberhasilan penanganan flu burung adalah deteksi dini, pelaporan dini, dan
tindakan dini. Kecurigaan adanya kasus harus dilaporkan dini.
6. Selanjutnya dikonfirmasi secepat mungkin dan akhirnya dilakukan aksi penanganan
yang tepat dengan segera
j. Program Penanggulangan dan Pemberantasan

Penanggulangan H5N1

 Dilakukan penguatan surveilans terpadu pada unggas dan manusia;


 intensifikasi sosialisasi peningkatan kewaspadaan flu burung oleh pemerintah namun
tidak membuat panik masyarakat;
 peningkatan kapasitas RS rujukan FB melalui penguatan tindakan life saving di Unit
Gawat Darurat (UGD) rumah sakit rujukan flu burung;
 simulasi respon flu burung memanfaatkan sarana kesehatan pemerintah dan swasta serta
pemberdayaan masyarakat;
 penguatan riset memantau perkembangan virus H5N1; dan

19
 penguatan sistem One Health (kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, kesehatan
lingkungan dan kesehatan satwa liar).
4. H1N1 (Flu Babi)
Influenza A H1N1 merupakan influenza (flu) yang semula disebut flu babi disebabkan
oleh virus influenza tipe Asubtipe H1N1 baru strain Meksiko. Virus ini berbeda dengan
virus influenza musiman yang ada selama ini (seasonalinfluenza), atau virus influenza A
H1N1 yang pernah menjadi wabah di Spanyol tahun 1918.

Influenza A H1N1 ditemukan pertama kali 12 April 2009 di Meksiko. Penyakit ini
penyebarannya sangat cepat walaupun angka kematiannya di seluruh dunia rendah (0,4%).
Pada 25 April 2009 WHO menetapkan Influenza A H1N1 sebagai PHEIC (Public Health
Emergency Internacional Concerns) fase 3. Tanggal 27 April dinaikkan menjadi fase 4 dan
tanggal 29 April dinaikkan lagi menjadi fase 5 dan pada tanggal 11 Juni ditingkatkan lagi
menjasi fase 6. Menurut catatan WHO sampai 6 Juli, influenza A H1N1 telah menyebar
ke135 negara menyebabkan 94.512 orang positif influenza A H1N1, dan 429 kasus orang
diantaranya meninggal dunia.

Virus ini sudah ada di Indonesia, sampai dengan 20 Juli 2009 di Indonesia sudah
ditemukan 293 kasus positif Influenza A H1N1 terdiri dari 36 Warga Negara Asing dan
203 warga Negara Indonesia.

Virus influenza mati dalam suhu 75-100°C. Virus ini juga mati setelah bersentuhan
dengan zat kimia pembunuh kuman, termasuk klorin, hidrogen peroksida, detergen
(sabun), iodofor (anti septic berbasis iodin), dan alkohol jika digunakan dalam konsentrasi
yang tepat untuk waktu tertentu. Misalnya, jel atau tisu basah mengandung alcohol dapat
digunakan untuk membersihkan tangan. Gosok jel anti septic pembersih tangan hingga
kering.

Penyebab Flu Babi

Flu babi disebabkan oleh virus influenza H1N1. Sama seperti virus influenza lainnya,
virus tersebut akan menyerang sel-sel pada hidung, tenggorokan, dan paru-paru.Perlu
dicatat,virus ini tidak bisa menyebar melalui konsumsi daging babi.

20
Setelah WHO menyatakan pandemi infeksi H1N1 berakhir, virus H1N1dianggap sebagai
flu musiman dan dianggap hampir mirip dengan flu biasa. Saat menjadi pandemik, flu
babi sering terjadi pada anak-anak, dan orang dewasa muda. Selain itu, risiko tertular flu
babi akan meningkat jika seseorang berada di daerah wabah.

a) Gejala

Masa inkubasi virus flu babi (waktu dari terpapar virus sampai timbul gejala) adalah
sekitar 1–4 hari. Flu babi memiliki gejala yang mirip dengan flu biasa, sehingga
keduanya sulit dibedakan. Gejala yang bisa muncul pada flu babi adalah:

 Demam(>3800C)
 batuk,pilek
 Mata merah dan berair
 letih,lesu
 sakit tenggorokan mungkin disertai mual,
 muntah dan diare,
 bila semakin berat akan mengakibatkan sesak napas yang menyebabkan terjadinya
pneumonia sehingga mengakibatkan kematian.
b) Cara penularan

Cara penularan virus H1N1 mirip dengan virus influenza lain, yaitu jika terhirup droplet
dari penderita yang bersin atau batuk. Penularanjuga bisaterjadi jika droplet yang
mengandung virus menempel dimata, hidung, serta mulut seseorang yang sehat.Virus
dapat menular dari manusia ke manusia semudah seperti flu musiman. Gejala baru akan
dirasakan 1–4 hari setelah tertular virus flu babi. Flu babi lebih mudah menular pada
anak-anak, lansia, ibu hamil, serta orang dengan sistem imun yang lemah.

c) Patofisiologi

Patofisiologi swine flu atau yang dikenal dengan flu babi dimulai dari infeksi virus H1N1
kedalam sel epithelial pernafasan babi dan manusia. Invasi virus kedalam manusia dan
babi bergantung pada 2 antigen utama, yaitu hemaglutinin tipe 1 (H1) dan neuraminidase
tipe 1 (N1). Transmisi virus ini berasal dari droplet dan kontaminasi dari benda dan

21
lingkungan sekitar. Masa infeksi sampai timbulnya gejala membutuhkan waktu 2 – 7
hari.

Molekul Virus pada Patogenesis Flu Babi

Virus H1N1 memiliki 2 antigen utama yang terletak di permukaan virus, yaitu
hemaglutinin tipe 1 (H1) dan neuraminidase tipe 1 (N1). Perbedaan yang dimiliki virus
H1N1 dibanding virus influenza lainnya adalah protein yang dimiliki dan berperan
langsung terhadap patogenisitas dari virus, yaitu protein 7 PBIF2.

Antigen hemaglutinin yang dimiliki juga menjadi marker yang berperan dalam
patogenisitas virus H1N1. Enzim protease juga didapati pada virus H1N1 yang berperan
dalam fusi antar sel virus dengan sel host dan mengaktivasi molekul hemaglutinin pada
virus untuk menyebabkan terjadinya infeksi pada sel host.

Periode Inkubasi dan Infeksi

Masa inkubasi flu babi terjadi selama 2-7 hari. Spektrum klinis pada flu babi juga
berkisar dari derajat ringan hingga derajat berat yang mengancam nyawa, seperti gagal
napas hingga kematian. Pemeriksaan virus sudah dapat memberikan hasil positif sejak 1
hari sebelum gejala muncul hingga 5-7 hari setelah timbul gejala, atau hingga gejala
membaik. Pada pasien anak dan pasien dengan status imunodefisiensi, gejala yang
ditimbulkan dapat terjadi lebih lama. Sama seperti flu lainnya, flu babi juga bersifat self
limiting disease.

Transmisi pada Manusia

Virus flu babi ditularkan antar manusia melalui udara maupun kontaminasi dari benda
dan lingkungan sekitar seperti halnya flu burung. Transmisi utama melalui udara, yaitu
akibat percikan droplet pernapasan antar manusia. Selain itu, penularan melalui sentuhan
terhadap benda yang terkontaminasi virus juga dapat terjadi. Contohnya adalah tangan
yang terkontaminasi virus H1N1 setelah berkontak dengan benda ataupun hewan babi
digunakan untuk menyentuh mulut atau hidung sebagai saluran pernafasan. Virus
Influenza A H1N1 ditemukan dapat bertahan pada permukaan keras seperti metal selama

22
24-48 jam, sedangkan pada permukaan berpori dapat bertahan selama 8-12 jam. Virus
dapat bertahan lama hingga 72 jam pada permukaan basah/lembab.

Rantai penularan virus H1N1 ini sangat cepat terjadi antar manusia, didapat apabila
seseorang sudah terinfeksi virus H1N1, maka 8%-19% orang disekitarnya juga dapat
tertular. Penularan antar manusia umumnya terjadi dalam jarak dekat. Penularan virus
melalui makanan atau minuman yang mengandung produk hewan babi tidak terbukti.

Transmisi pada Populasi Babi

Pada hewan babi, virus dapat ditularkan antar babi dengan cara penularan yang sama
dengan antar manusia. Penularan dari babi ke manusia didapatkan melalui percikan dahak
atau droplet dari saluran pernapasan babi yang terinfeksi. Maka dari itu, hal ini tentunya
membahayakan para peternak babi maupun pekerja yang kontak langsung dengan babi

d) Etiologi H1N1

Etiologi dari flu babi adalah virus Influenza A tipe H1N1. Influenza virus memiliki jenis
virus A, B, dan C. Ketiga virus influenza ini dapat menginfeksi manusia, namun hanya
tipe A yang dapat ditemukan pada hewan babi.

Virus influenza yang dikenal dapat menginfeksi di hewan babi adalah virus influenza A
subtipe H1N1, H1N2, H2N3, H3N1, dan H3N2. Flu babi ini sendiri sudah dikenal sejak
tahun 1918, namun virus influenza yang menginfeksi baru ditemukan tahun 1930. Pada
60 tahun terakhir sejak ditemukannya penyakit flu babi, virus influenza subtipe H1N1
menjadi penyebab utama virus yang menginfeksi hewan babi.

e) Faktor risiko

Faktor risiko flu babi mencakup tingkat higienitas, riwayat bepergian, riwayat penyakit
sebelumnya, usia, dan kebiasaan merokok.

Tingkat Higienitas

Tingkat higienitas yang rendah menjadi faktor risiko terbesar dari rantai penularan virus
H1N1, dikarenakan rute transmisi yang cepat antar manusia. Tingkat higienitas yang

23
rendah dapat terjadi pada lingkungan kumuh dan padat, serta masyarakat yang kurang
menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan.

Usia

Infeksi virus H1N1 sering didapatkan pada anak dan remaja dewasa (3 bulan hingga 18
tahun) dan penduduk lanjut usia diatas 65 tahun.

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Pasien yang sedang mendapat terapi aspirin jangka panjang, sindrom Reye, anak dan
dewasa dengan penyakit paru kronis seperti asma atau PPOK, serta pasien yang
menderita penyakit jantung, hati, kelainan darah, sindrom metabolik, maupun kelainan
neurologis juga menjadi faktor risiko dari flu babi. Konsumsi obat-obatan imunosupresan
jangka panjang juga menjadi faktor risiko tertular dan terkenanya komplikasi dari infeksi
virus H1N1 ini.

Merokok

Merokok menjadi salah satu faktor risiko mudahnya penularan dari babi ke manusia,
dikarenakan pada orang merokok sistem pernafasan sudah tidak selayaknya orang
normal. Merokok atau tobacco use disorder menyebabkan penurunan fungsi dari traktus
pernafasan sehingga membuat rentan terinfeksi dari virus influenza, terutama virus flu
babi.

Riwayat Bepergian

Bagi orang yang sering bepergian ke daerah Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada
sebaiknya waspada terhadap penyebaran virus influenza A H1N1 ini karena daerahnya
yang banyak terdapat kasus flu babi.

f) Diagnosis
Dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan melakukan pemeriksaan fisik
terlebih dahulu. Setelah itu, dokter dapat menyarankan pasien menjalani pemeriksaan
lanjutan untuk mengetahui ada atau tidaknya virus flu babi yang menyerang saluran
pernapasan.

24
Pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan dokter adalah:

 Rapid test (tes cepat) yang dilakukan dengan alat khusus, untuk mendeteksi ada tidaknya
infeksi virus flu babi dengan cara yang lebih cepat namun dengan tingkat akurasi yang
lebih rendah.
 Kultur swab hidung dan tenggorokan yang akan diperiksa di laboratorium, untuk
mengetahui jenis virus.

Tidak semua penderita yang mengalami gejala dan keluhan flu diharuskan menjalani
pemeriksaan lanjutan. Beberapa kondisi yang mengharuskan penderita flu menjalani tes
tersebut adalah :

 Sudah menjalani rawat inap dirumah sakit


 Berisiko tinggi mengalami komplikasi akibat flu
 Tinggal bersama orang yang berisiko tinggi mengalami komplikasi flu
g) Komplikasi FluBabi

Pada keadaan tertentu, flu babi bisa menimbukan komplikasi, seperti :

 Pneumonia
 Gagal napas
 Gangguan pada sistem saraf, seperti kejang dan gangguan kesadaran
 Penyakit kronis, seperti asma atau penyakit jantung yang semakin memburuk
h) Prevelensi

Berdasarkan data epidemiologi, swine flu (flu babi) bersifat pandemi di Amerika serikat
dengan puncaknya pada tahun 2009. Pada tahun 2009 WHO melaporkan adanya 18.631
kematian terkonfirmasi laboratorium secara global. Di Indonesia belum dilaporkan angka
kematian akibat flu babi.

 Global

Pada tahun 2009, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengidentifikasi
terjadinya flu babi pertama yang bersifat pandemik. World Organization for Animal
Health juga melaporkan bahwa virus ini tidak hanya terdapat pada babi. Penularan pada

25
manusia sendiri terjadi antar manusia, dan bukan dari konsumsi makanan yang
mengandung babi.

Virus influenza A tipe H1N1 yang menginfeksi manusia didapati pertama kali di
Amerika Serikat sejak tahun 1998, dan meningkat pada tahun 2005 hingga puncaknya
tahun 2009. Didapatkan 30.000 kasus flu babi yang tersebar di 74 negara. Berdasarkan
WHO, terdapat 18.631 kematian yang terkonfirmasi oleh laboratorium di seluruh dunia.

Penelitian di Amerika melaporkan sejak 2009 – 2010 didapatkan 61 juta kasus


simptomatik dengan 12.500 kematian dan 274.000 kasus rawat inap.

Setelah, didapati bahwa 60% pasien merupakan usia 18 tahun kebawah, sehingga
dinyatakan pada usia anak dan remaja muda lebih rentan terinfeksi virus influenza A tipe
H1N1 ini. Namun, flu babi ini sendiri dapat menginfeksi usia dewasa dan tua juga,
dengan rentang usia yang terkena infeksi flu didapat sejak usia 3 bulan hingga 81 tahun.

 Indonesia

Data terbaru di Indonesia mengenai flu babi belum ditemukan. Pada tahun 2009
Departeme Kesehatan Indonesia mengungkapkan ditemukannya 12 orang yang terjangkit
flu babi, namun tidak ditemukannya ternak babi yang terinfeksi flu babi. Selain itu,
Pemerintah Provinsi Bali sempat menetapkan status kejadian luar biasa (KLB)
dikarenakan adanya warga asing yang meninggal dunia dikarenakan infeksi flu babi
tersebut.

Mortalitas

Angka mortalitas pada flu babi mencapai 4% dari total populasi yang positif terkena flu
babi. 23.3% penderita mengalami gejala yang berat saat terinfeksi flu babi. Penyebab
kematian dari infeksi flu babi ini adalah gagal napas, sepsis, dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit.

i) Pengobatan H1N1

26
Pengobatan flu babi akan disesuaikan dengan gejala dan kondisi yang dialami oleh
pasien. Riwayat penyakit serta ada tidaknya kondisi khusus, seperti kehamilan juga
menentukan jenis pengobatannya.

Pada umumnya, penderita flu babi yang gejalanya masih ringan dapat melakukan
beberapa langkah berikut untuk meredakan keluhan:

 Beristirahat dengan cukup


 Minum banyak air putih untuk menghindari dehidrasi
 Mengonsumsi yang bisa meredakan demam atau rasa nyeri, seperti ibu profen dan
paracetamol

Meski demikian, ada sebagian kasus flu babi yang membutuhkan penanganan dirumah
sakit, terutama jika penderita memiliki risiko tinggi untuk mengalami komplikasi. Dokter
biasanya akan memberikan obat anti virus,seperti:

 Oseltamivir
 Zanamivir
 Peramivir
 Zaloxavir

Perlu diingat, dokter tidak akan memberikan antibiotic untuk mengobati flu. Hal ini
karena antibiotic tidak memiliki efek untuk membunuh virus. Meskipun demikian,
antibiotic dapat diberikan jika penderita mengalami infeksi bakteri yang terjadi
bersamaan dengan flu.

j) Pencegahan H1N1

Langkah utama untuk menghindari flu babi adalah dengan mendapatkan vaksin
influenza.Vaksin yang umumnya dianjurkan satu kali dalam setahun ini akan membantu
dalam membangun pertahanan tubuh terhadap virus H1N1.

Selain vaksin, ada beberapa cara sederhana yang bisa diterapkan untuk mencegah
penularan dan penyebaran flu babi, diantaranya :

1. Tetap tinggal dirumah jika sedang sakit.

27
2. Tidak bepergian ke daerah yang sedang memiliki kasus flu babi.
3. Rutin cuci tangan dengan air dan sabun atau handsanitizer yang memiliki kandungan
alcohol 70%.
4. Tutup mulut dan hidung dengan tisu ketika bersin atau batuk kemudian buanglah tisu
ketempat sampah usai digunakan.
5. Menjaga kondisi tubuh tetap sehat diantaranya makan dengan gizi seimbang dan bila
perlu tambahkan vitamin/suplemen.
6. Bila batuk atau bersin menutup mulut dan hidung dengan sapu tangan/tisu.
7. Apabila ada gejala influenza, minum obat penurun panas,gunakan masker dan tidak
kekantor/sekolah atau tempat-tempat keramaian serta istirahat dirumah selama 5 hari.
8. Apabila dalam 2 hari flu tidak membaik, segera ke dokter.
9. Hindari kontak atau jaga jarak dengan penderita flu
5. MERS
a. Etiologi
Etiologi Middle East Respiratory Syndromeatau yang dikenal dengan MERS,
adalah coronavirus golongan betacoronavirus. Reservoir dari MERS adalah kelelawar
dan dromedari (unta berpunuk satu). Saat ini, dromedari menjadi reservoir utama karena
sudah terbukti dapat menularkan MERS kepada manusia, sedangkan peran kelelawar
sebagai reservoir masih dalam penelitian
b. Gejala, tanda, dan masa inkubasi
Sebagian besar kasus konfirmasi MERS mengalami sindrom Saluran Pernapasan
Akut yang berat dengan gejala awal yang paling sering ditemukan: demam (98%),
menggigil (87%), batuk (83%), dan sesak (72%).
Beberapa kasus juga mengalami gejala gastrointestinal seperti diare dan
mual/muntah. Kebanyakan kasus MERS disertai komplikasi yang parah, seperti
pneumonia dan gagal ginjal. Sekitar 3-4 dari 10 pasien yang dilaporkan MERS
meninggal. Sebagian besar kasus meninggal karena kondisi medis yang sudah ada
sebelumnya. Beberapa kasus yang terinfeksi memiliki gejala ringan (seperti flu) atau
tanpa gejala, dan mereka sembuh.
Hingga saat ini, orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (disebut
juga komorbiditas) dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah lebih

28
cenderung terinfeksi MERS, atau memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi. Kondisi
medis yang sudah ada sebelumnya, antara lain diabetes; kanker; penyakit paru-paru
kronis, penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
Masa inkubasi MERS (waktu antara saat seseorang terinfeksi MERS hingga timbul
gejala) biasanya sekitar 5 atau 6 hari, namun bisa berkisar antara 2 sampai 14 hari.
c. Patofiologi

Patofisiologi MERS dicurigai berasar dari kelelawar dan unta. Masuknya coronavirus
kedalam sel inang melalui perlekatan protein S dengan reseptor dan dilanjutkan dengan
fusi kepada membran sel inang. Diikuti dengan respons imun seluler dan adaptif yang
memunculkan pro inflamasi dan mengaktivasi jalur inflamasi lainnya.

Perlekatan dan Fusi Virus Coronavirus :

Perlekatan Coronavirus dengan membran sel inang mengawali infeksi MERS. Protein S
berikatan dengan reseptor dipeptidyl peptidase-4 (DPP4) dan memberikan jalan kepada
virus untuk masuk kedalam sel inang.

d. Cara penularan
Virus MERS seperti virus corona yang lain menyebar dari sekresi saluran pernafasan
(droplet). Akan tetapi mekanisme penyebaran virus secara tepat belum diketahui dengan
pasti.
Penularan infeksi MERS dari manusia ke manusia hampir sebagian besar terjadi di
layanan kesehatan karena ada melalui kontak erat dengan kasus, seperti merawat atau
tinggal bersama orang yang terinfeksi. Penularan infeksi MERS dari hewan ke manusia
masih belum diketahui, hingga saat ini unta cenderung menjadi reservoir utama untuk
MERS, dan sumber hewan infeksi pada manusia. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai kemungkinan penyebaran lanjutan MERS di masyarakat.
 Penularan dari hewan ke manusia.
Mengingat strain Mers-Cov yang sesuai dengan strain manusia telah dapat diisolasi dari
unta di beberapa negara (Mesir, Oman, Qatar dan Arab Saudi). Hal tersebut diyakini

29
bahwa manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan unta
yang terinfeksi di Timur Tengah.
 Penularan dari manusia ke manusia
Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat transmisi
penularan antar manusia yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui :
Langsung : melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau bersin.
Tidak Langsung : melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus.
e. Kriteria Kasus dan Peneggakan Diagnose
I. Kasus dalam penyelidikan (underinvestigated case)

a. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan tiga keadaan di
bawah ini:

 Demam (≥38°C),
 Batuk,
Pneumonia berdasarkan gejala klinis atau gambaran radiologis yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
 Perlu waspada pada pasien dengan gangguan system kekebalan tubuh
(immunocompromised) karena gejala dan tanda tidak jelas.
II. Kasus Probabel

a. Seseorang dengan pneumonia atau ARDS ((Acute Respiratory Distress Syndrome)


dengan bukti klinis, radiologis atau histopatologis

b. Seseorang dengan pneumonia atau ADRS dengan bukti klinis, radiologis atau
hispatologis

III. Kasus Konfirmasi

a. Seseorang yang terinfeksi MERS Co-V dengan hasil pemeriksaan laboratorium


positive.

IV. Kasus Kontak

30
a. Seseorang yang kontak fisik, atau berada dalam satu ruangan, atau berkunjung
(bercakap-cakap dalam radius 1 meter) dengan kasus probable atau kasus konfirmasi.

Termasuk Kontak Erat antara lain :

 Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar, dan membersihkan


ruangan ditempat perawatan kasus
 Orang-orang yang merawat atau menunggui di ruangan
 Orang yang tinggal se rumah dengan kasus
 Tamu yang berada dalam satu ruangan dengan kasus
V. Kasus Kluster
Bila terdapat dua orang atau lebih memiliki penyakit yang sama,dan mempunyai
riwayat kontak yang sama dalam jangka waktu 14 hari. Kontak dapat terjadi pada
keluarga atau rumah tangga, dan berbagai tempat lain seperti rumah sakit, ruang
kelas, tempat kerja, barak militer, tempat rekreasi, dan lainnya.
f. Komunitas Risiko Tinggi
 Orang yang melakukan perjalanan ke Timur Tengah (atau daerah terjangkit)

 Orang yang kontak langsung atau tidak langsung dengan unta yg terinfeksi di Timur
Tengah

 Orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita MERS-Cov atau ISPA berat

 Tenaga Kerja Indonesia, mahasiswa, jemaah Haji dan Umroh, wisatawan atau pebisnis
yang ada di kawasan Timur Tengah

Faktor Risiko Lain :

 Keluarga dan tenaga kesehatan dapat terinfeksi MERS-Cov


 Infeksi dapat terjadi apabila kontak dengan penderita tanpa memperhatikan dan
menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti masker, pelindung mata dan
pelindung wajah, dan sarung tangan. Selain itu, kontak juga mengabaikan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) dengan tidak menjaga kebersihan tangan dengan baik
 Pihak RS harus membatasi pengunjung dan petugas yang menangani penderita
g. Prevelensi Mers
Prevalensi MERS di dunia mencapai 2600 orang dalam 5 tahun terakhir. Kasus terbesar
ditemukan di daerah timur tengah khususnya Arab Saudi. Beberapa negara lain seperti

31
Korea Selatan, Cina, serta Malaysia pernah melaporkan kejadian MERS-CoV. Akibat
angka mortalitas yang tinggi, MERS menjadi salah satu fokus penyakit yang diutamakan
penanganannya oleh WHO.

Global

Kasus MERS paling banyak terjadi di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, sekitar 79% dari
jumlah seluruh kasus. Walaupun begitu, kejadian MERS juga banyak terjadi di Korea
Selatan, diawali pada saat outbreak pada tahun 2015.
h. Treatment/penatalaksanaan Kasus
 Orang yang dicurigai terinfeksi MERS-Cov harus masuk ke dalam ruang perawatan
isolasi selama munculnya gejala hingga 24 jam setelah gejala hilang

 Tidak ada pengobatan antiviral yang spesifik bagi penderita MERS-Cov.

 Pada umumnya penderita hanya mendapatkan obat untuk meredakan gejala. Pada kasus
yang parah, pengobatan juga termasuk untuk pemulihan fungsi organ-organ vital.

 MERS-Cov akan muncul sebagai penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) berat
sehingga pengobatan diberikan sesuai diagnosa tersebut.

 Pada penderita anak dan ibu hamil, harus dilakukan suportif awal dan pemantauan pasien

Tatalaksana gangguan napas berat, hipoksemia dan ARDS (Acute Respiratory Distress
Syndrome) :

 Pemberian aliran oksigen dengan konsentrasi tinggi

 Pemberian ventilasi mekanik

 Tindakan intubasi endotrakeal

 Untuk pasien ARDS, menggunakan strategi Lung Protective Strategy Ventilation (LPV)

i. Cara Pencegahan Untuk Umum


Pencegahan MERS dengan edukasi serta promosi kesehatan merupakan tindakan terbaik
yang dapat dilakukan masyarakat dan pemerintah. Kedua pencegahan ini berfokus pada
32
penggunaan alat pelindung diri serta menghindari faktor risiko. Peran pemerintah dalam
skrining pendatang dari timur tengah maupun masyarakat yang bepergian ke timur tengah
juga sangat membantu dalam pencegahan MERS.
Penyebaran infeksi MERS dapat dicegah dengan cara:

 Menggunakan masker jika sakit atau sedang berada di keramaian.

 Menjaga kebersihan / hygiene tangan dengan membiasakan cuci tangan pakai sabun
dengan air mengalir.

 Istirahat cukup, asupan gizi yang baik dan tidak merokok.

 Selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yang dimasak dengan baik.

 Tidak menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dibersihkan.

 Membatasi kontak dengan kasus yang sedang diselidiki dan bila tak terhindarkan buat
jarak dengan kasus, serta tidak kontak dekat dengan orang sedang sakit saat berada di
kawasan Timur Tengah.

 Menerapkan etika batuk ketika sakit

 Menyampaikan komunikasi, informasi, dan edukasi pada masyarakat.

 Meningkatkan kesadaran tentang MERS di kalangan wisatawan dari dan ke negara-


negara yang terkena dampak sebagai praktek kesehatan masyarakat yang baik.

 Bagi jemaah Haji dan Umroh disarankan menghindari kontak erat dengan
penderita/hewan penular.

Cara Pencegahan Untuk Profesional Medis

 Dalam upaya melokalisir penyebaran infeksi secara hirarkis di tata sesuai dengan
efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection Prevention and Control –
IPC), meliputi :

Pengendalian administratif

 Identifikasi dini pasien dengan ISPA / ILI (Influenza like Illness) baik ringan maupun
berat yang diduga terinfeksi MERS.

Pengendalian dan rekayasa lingkungan.

 Dilakukan diinfrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar dan di rumah tangga (yang
merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS).

33
 Tersedianya ventilasi lingkungan yang cukup memadai di semua area didalam fasilitas
pelayanan kesehatan serta di rumah tangga.

 Kebersihan lingkungan yang memadai, seperti pengelolaan limbah yang baik.

 Dijaga pemisahan jarak minimal 1 m antara setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk
dengan petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD)

 Isolasi terhadap pasien di rumah.

 Pengendalian terhadap hewan pembawa penyakit (menghindari hewan sakit, menghindari


makanan yang mungkin telah terkontaminasi dengan sekresi hewan)

 Alat Perlindungan Diri (APD): Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.

j. Tindakan Internasional
Rekomendasi WHO untuk semua negara :

 Meningkatkan surveilans Pneumonia / ISPA

 Meningkatkan komunikasi risiko

 Menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi

 Tidak merekomendasikan travel warning ataupun restriction

34
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
virus, bakteri, parasite atau jamur dan dapat berpindah ke orang lain yang sehat. Penyakit
menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung.Seperti halnya penyakit
zoonosis tentang flu ini yang penyebarannya lumayan cepat melalui udara.Apabila
seseorang tidak menerapkan pencegahan untuk memutus mata rantai wabah penyakit, maka
bisa dipastikan kasus yang timbul semakin meningkat.

B. SARAN
Dengan adanya tulisan ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi pembaca dalam menelaah
mengenai zoonosis terutama pada penyakit flu.Ada kalanya pembaca mampu mencari
referensi lebih dari yang penulis sajikan.Sehingga ilmu mengenai zoonosis flu ini tidak
hanya sampai di sini dan tidak hanya sekadar tulisan ini saja.

35
DAFTAR PUSTAKA

Rahma, Shofia Safira, dkk. 2016. Gambaran Pengetahuan Masyarakat mengenai Influenza pada
manusia di kabupaten Indramayu dan Majalengka sebagai wilayah kejadian luar biasa H5N1
pada ungags di jawa barat tahun 2014. JSK. 1(3) : 127-132.
Biru, Desi Maria Anggriani,dkk. 2018. Kajian Pemahaman peternak dan pelaku usaha produk
pangan asal hewan tentang penyakit zoonosis dan pencegahannya di kota kupang. Jurnal kajian
veteriner. 6(2) : 85-111.
Sumadikarya, Indriani kurniadi. 2003. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Meditek.
11(28) : 56-64.
Susilo Adityo, dkk. 2020. Coronavirus disease 2019: Tinjauan literatur terkini coronavirus
disease 2019: review of current literatures. Jurnal penyakit dalam Indonesia.7(1).
Sembiring J, dkk. 2010. Epidemiologi dan diagnosis kedokteran laboratorik infeksi virus H1N1.
Indonesian journal of clinical pathology and medical laboratory. 16(3):105-151.
WHO. Transmisi SARS-Cov-2 : Implikasi terhadap kewaspadaan pencegahan infeksi. 2020.
Kemenkes. Situasi Terkini Perkembangan Novel Coronavirus (COVID-19) per tanggal 13 April
2021.
Kemenkes.Pedoman pencegahan dan pengendalian coronavirus disease (COVID-19). 2020.
Chin, James. 2000. Manual Pemberantasan penyakit menular.
Salinan Bab 393 Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Salinan Bab 392 Influenza burung (Avian influenza).
https://www.alodokter.com/flu-babi

https://indonesianjournalofclinicalpathology.org/index.php/patologi/article/download/1040/761

https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/11/091117_flubabi

https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/tren/read/2020/02/29/140000265/mengenal-
virus-h1n1-dan-garis-waktu-pandeminya

36
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/swine-flu

https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/middle-east-respiratory-syndrome-mers

http://rsas.kalselprov.go.id/berita-170-apa-itu-virus-mers-middle-east-respiratory-
syndrome-.html

https://kkpmakassar.com/assets/files/SE_Mers_-_cov_presentation.pdf

https://www.alodokter.com/mers

https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/mers/epidemiologi

37

Anda mungkin juga menyukai