Anda di halaman 1dari 16

MODUL 8

STANDARISASI KESELAMATAN ATAU KEAMANAN KAPAL

MAUPUN PELABUHAN (INTERNATIONAL SHIP AND PORT

FACILITIES SECURITY CODE)

Peserta kuliah sangat diharapkan untuk memahami keselamatan dan

keamanan kapal, sehingga untuk mendapatkan capaian belajar yang optimal, maka

peserta kuliah diharapkan mengikuti tahapan berikut dalam mempelajari modul

ini:

a. Bacalah bagaian uraian dari setiap Kegiatan Belajar, tahapan diperlukan

agar peserta kuliah mendapatkan informasu atau akhir dari setiap tahapan.

b. Setelah itu, peserta kuliah membaca kembali bagian uraian sambil

mempraktikkan setiap langkah.

c. Kerjakanlah sesuai instruksi yang telah disediakan.

d. Kebijakan tes formatif yang disediakan untuk mengecek seberapa jauh

anda mencapai tujuan pembelajaran setiap kegiatan belajar tanpa melihat

rambu-rambu jawaban yang disediakan.

e. Bila Anda merasa telah menjawab Tes Formatif dengan baik,

bandingkanlah jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban

yang disediakan. Bila nilai Anda ternyata telah mencapai tingkat

penguasaan sama atau lebih besar dari 80% setelah dihitung, Anda

dipersilakan meneruskan ke kegiatan belajar berikutnya.


KEGIATAN PEMBELAJARAN 9

KETENTUAN PENGAMANAN KAPAL DAN PELABUHAN

A. Deskripsi Singkat

Pengamanan kapal maupun pelabuhan menjadi hal yang sangat penting

penegakan hukum laut di Indonesia dan hal ini sudah diatur melalui

ketentuan-ketentuan internasional dan nasional.

B. Relevansi

Pengamanan kapal dan pelabuhan merupakan salah satu bagian dari

penegakan hukum laut di Indonesia.

C. Capaian Pembelajaran

1. Uraian

Ketentuan-ketentuan ISPS Code sudah diadopsi oleh Organisasi Maritim

Internasional pada tanggal 12 Desember 2002 dan telah diratifikasi oleh

sebagian besar negara-negara anggotanya, termasuk di dalamnya Republik

Indonesia serta diharapkan ketentuan-ketentuan dari ISPS ini dapat segera

diimplementasikan oleh masing-masing negara. Sesuai de- ngan ketentuan

ISPS, maka paling lambat atau batas akhir untuk memberlakukan secara efektif

ketentuan-ketentuan ISPS ini adalah pada tanggal 1 Juli 2004 dengan

persyaratan bahwa tidak ada keberatan yang diajukan dari sebagian besar

anggotanya sampai dengan permulaan Januari 2004 (Wikipe- dia, the Free

Encyclopedia, www.google.com.)
Selanjutnya dalam ketentuan-ketentuan ISPS ini terdapat prinsip-

prinsip pokok yang dapat dikemukakan sebagai berikut. Materi ISPS Code

merupakan penyempurnaan dan amandemen ketentuan-ketentuan internasional

mengenai ke- selamatan jiwa di laut yang selama ini dikenal dengan sebutan The

Convention for the Safety of Life at Sea 1974 (SOLAS Convention 1974/1988)

tentang pengaturan keama- nan minimum bagi kapal, pelabuhan serta badan-

badan pemerintah (government agencies).

Dengan tanggungjawab bagi pemerintah, perusahaan perkapalan

(shipping company), personel di atas kapal (shipboard personnel) maupun

personel pelabuhan dan fasilitasnya (port/facility personnel untuk mendeteksi

anca- man keamanan serta mengambil tindakan-tindakan atau langkah-langkah

preventif (preventive measures) dalam menghadapi insiden keamanan yang

dapat menggangu kapal atau fasilitas-fasilitas pelabuhan yang digunakan dalam

pelayaran internasional.

Isi daripada ISPS Code adalah terdiri dari sejarahnya, ruang

lingkupnya, persyaratan-persyaratannya serta imple- mentasi ketentuan-

ketentuan ISPS Code dalam hukum nasional (national implementation).

Ketentuan-ketentuannya telah digunakan oleh negara-negara sebagai pedoman

bagi kapal dagang dan kapal penumpang di seluruh dunia. ISPS Code

diciptakan oleh masyarakat internasional untuk meng- hadapi meningkatnya

berbagai ancaman atas keamanan yang dewasa ini dapat terjadi kapan saja serta

di mana saja, teru- tama ancaman terhadap keselamatan kapal-kapal dan fasili-

tas pelabuhan di seluruh dunia, di mana hal ini dipicu oleh tragedi yang terjadi
di AS pada tanggal 11 September 2001 (9/11 atau peristiwa nine eleventh).

Dengan kata lain, perkembangan dan implementasinya semakin

dipercepat guna menjawab tragedi yang terjadi pada tanggal 11 September

2001 serta pemboman kapal tanker Perancis yang bernama Limburg. Namun

sebelum kejadian tragis ini terjadi, maka ISPS Code ini dibentuk atau

dirumuskan sebagai response dari masyarakat internasional terhadap peristiwa

pembajakan kapal pesiar Italia (the Italian Cruise Ship) yang bernama Achille

Lauro pada tanggal 7 Oktober 1985 dan mengakibatkan terbunuhnya para

sandera orang Yahudi Amerika.

The US Coast Guard sebagai badan utama di dalam Delegasi AS

pada IMO mendesak negara-negara ter perlunya diambil langkah-langkah

pengamanan. ISPS Code diisepakati pada pertemuan yang diadakan oleh 108

negara-negara yang menandatangani Konvensi SOLAS di London pada bulan

Desember 2002. Langkah-langkah atau aturan-aturan yang telah disepakati

berdasarkan ISPS Code tersebut telah diberlakukan pada 1 Juli 2004

Selanjutnya mengenai ruang lingkupnya (Scope) dapat dikemukakan bahwa

ISPS Code adalah sebuah dokumen yang terdiri dari dua bagian yang

menyatukan persyaratan- persyaratan minimum bagi keamanan kapal serta

pelabuhan. Bagian A dari Code itu mengatur persyaratan-persyaratan yang

harus dipenuhi atau diwajibkan (mandatory require- ments), sementara Bagian

B mengatur petunjuk atau pedo- man (guidance) yang dapat dipergunakan

dalam mengimple- mentasikan ketentuan-ketentuan ISPS Code.

ISPS Code adalah upaya untuk menciptakan suatu perlindungan


keamanan yang lebih pasti dan sistematis bagi kapal barang atau kapal kargo

serta kapal penumpang dengan kecepatan tinggi yang melayani jalur pelayaran

internasional (ships on international voyages) yang berukuran500 gross ton

atau di atasnya. (Wikipedia, The Free Encyclopedia, www.google.com). Di

samping kapal-kapal se- perti itu, maka upaya perlindungan keamanan sebagai

ke- rangka dari ISPS Code juga ditujukan bagi unit instalasi pengeboran yang

memanfaatkan fasilitas pelabuhan serta fasilitas pelabuhan yang melayani

kapal-kapal on international voyages).

Adapun tujuan utama dari ISPS Code adalah: 1) men- deteksi

ancaman keamanan serta menerapkan langkah- langkah keamanan. 2)

menetapkan peran serta tanggung- jawab menyangkut keamanan maritim bagi

pemerintah, pemerintah setempat (local administration), perusahaan industri

perkapalan dan pelabuhan baik pada tingkat nasional maupun internasional. 3)

memeriksa dan mengumumkan in- formasi yang terkait dengan keamanan (to

collate and promulgate security related information) 4) menentukan metode

penilaian keamanan (security assessments) agar supaya dapat ditetapkan

rencana serta prosedur dalam melakukan reaksi atas berubahnya level-level

keamanan.

Selanjutnya tentang persyaratan-persyaratan (require- ments) yang

terdapat dalam ISPS Code, maka Code ini tidak mengatur secara terperinci

langkah-langkah spesifik yang harus diambil oleh masing-masing pelabuhan

maupun kapal guna menjamin keselamatan dari fasilitas-fasilitas tersebut dalam

melawan atau menghadapi terorisme karena fasilitas- fasilitas seperti itu


mempunyai banyak tipe dan ukuran yang beraneka ragam. Sebagai gantinya

maka ISPS Code menetap- kan secara garis besar suatu kerangka standar dalam

meng- evaluasi adanya risiko yang memungkinkan pemerintah untuk mengatasi

perubahan ancaman keamanan disertai berubahnya kerawanan bagi kapal

maupun fasilitas-fasilitas pelabuhan.

Adapun standar persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap kapal terdiri dari

rencana pengamanan kapal (ships security plans), petugas keamanan kapal

(ship security officers), petugas keamanan perusahaan (company security

officers) serta alat perlengkapan tertentu yang harus ada di atas kapal (certain

onboard equipments). Demikian mengena persyaratan-persyaratan standar

keamanan menyangkut ka- pal yang melakukan pelayaran internasional.

Sedangkan mengenai fasilitas pelabuhan (port facilities), maka persyara- tan-

persyaratan standarnya mencakup rencana pengamanan fasilitas pelabuhan

(port facility security plans), petugas keamanan fasilitas pelabuhan (port facility

security officers), alat perlengkapan keamanan yang sudah ditentukan (certain

security equipment).

Di samping itu, masih ada lagi persyaratan-persya- ratan yang

berlaku atau harus dipenuhi baik oleh kapal mau- pun pelabuhan, yaitu 1)

memantau serta mengawasi akses atau jalan masuk menuju pelabuhan

(monitoring and controlling access); 2) memantau kegiatan orang serta kargo

(monitoring the activities of people and cargo); 3) jaminan yang memadai

dalam hal komunikasi keamanan (ensuring security communications are

readily available).
Dengan demikian kapal-kapal yang melayani trayek pelayaran internasional itu

harus merencanakan dan meleng- kapi pengamanan dirinya secara maksimal

baik berupa petu- gas keamanan serta alat perlengkapannya sehingga mampu

menangkal semua ancaman dan serangan teroris. Dalam hal ini kapal harus

memiliki serta membawa system peralatan pemberitahuan dini, mempersiapkan

jaringan komunikasi yang handal, peralatan deteksi terhadap adanya ancaman

serangan teroris maupun ancaman lainnya. ISPS Code juga memberikan

keleluasaan dan kebebasan yang lebih besar kepada kapal-kapal seperti itu

untuk mempertahankan dirinya dalam menghadapi ancaman ataupun serangan

fisik yang dilakukan oleh sekelompok penjahat selama pelayaran.

Oleh karena itu kapal-kapal tersebut mempunyai ke- wenangan

untuk mempergunakan segala macam cara untuk melawan serangan, termasuk

melakukan pergerakan kapal dan menggunakan peralatan pengamanan yang ada

di atas kapal secara maksimal. Kajian IMO menyebutkan bahwa ada beberapa

faktor yang mendorong meningkatnya aksi kejaha- tan terhadap kapal dagang

dan kapal penumpang dalam beberapa tahun terakhir ini.

Faktor-faktor itu antara lain adalah kapal yang digu- nakan para

pelaku kejahatan di laut semakin lama semakin tinggi kecepatannya sehingga

mereka dengan mudah dapat melakukan pengejaran terhadap kapal-kapal

dagang dan penumpang maupun target sejenisnya. Selanjutnya factor lain yang

menyebabkan terjadinya peningkatan aksi kejahatan adalah terbatasnya

kemampuan kapal komersial untuk mem- pertahankan diri sehingga senantiasa

tidak berdaya dalam menghadapi serangan para pelaku kejahatan, terutama para
perampok atau bajak laut atau pelaku terorisme lainnya. Para pelaku kejahatan

selalu memiliki dan membawa persenjataan lengkap sehingga dapat dengan

mudah melumpuhkan para awak kapal.

Terdapat beberapa kasus mengenai terjadinya sera- ngan atas kapal dagang dan

kapal penumpang, bahkan atas kapal perang di berbagai perairan internasional

yang menun- jukkan peningkatan intensitas dalam beberapa tahun terak- hir.

Salah satu kasus atau insiden yang pernah terjadi adalah peristiwa pembajakan

terhadap kapal dagang M.S. Columbia Eagle yang terjadi di perairan Thailand

pada tahun 1970 (Gatot Widakdo, 2004:24).

Di samping itu terjadinya serangan terorisme terhadap USS Cole

(kapal perang AS) di perairan pelabuhan negara Aden. Serangan serupa tidak

hanya diarahkan terhadap ke- pentingan AS, tetapi juga terhadap kapal-kapal

dari negara lain. Terjadinya pembajakan kapal penumpang Achille Lauro di

luar garis pantai Mesir pada tahun 1985. Pembajakan kapal penumpang MS

Trabzonn di perairan Turki oleh suatu kelompok teroris yang memberi

dukungan terhadap gerakan separatis Rusia. Gambaran secara keseluruhan

mengenai aksi kejahatan yang dilakukan terhadap kapal-kapal dagang di

seluruh dunia menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2001 dari kasus-kasus yang dilaporkan kepada IMO tercatat 16 kali

pembajakan kapal dan 3 kapal dinyatakan hilang. Sementara banyak pihak

mengakui bahwa kasus-kasus yang tidak dilaporkan kepada IMO jauh lebih

banyak. Hal ini disebabkan karena kasus yang terjadi di perairan negara-negara

tertentu yang dilaporkan pihak kapal tidak mendapatkan tanggapan yang


semestinya dari otoritas negara setempat. Kemudian penyampaian laporan

biasanya sangat terlambat untuk segera ditangani oleh instansi yang berwenang.

Mengenai soal implementasi atau penerapan ketentuan-ketentuan

ISPS Code di dalam hukum nasional suatu negara (national implementation),

antara lain dapat dikemuka- kan bahwa Amerika Serilkat telah mengeluarkan

sebuah pera- turan guna mengundangkan ketentuan-ketentuan the Maritime

Transportation Security Act tahun 2002 serta menggabung- kan atau

menyatukan peraturan domestik dengan standar keamanan maritim yang

terdapat dalam SOLAS Convention serta ISPS Code (Wikipedia, The Free

Encyclopedia, www.goog le.com).

Peraturan tersebut dapat dilihat dan ditemukan dalam Title 33 of the

Code of Federal Regulations, yang di dalam salah satu Bagiannya memuat

peraturan keamanan kapal yang meliputi beberapa ketentuan yang berlaku bagi

kapal asing yang berada di perairan nasional AS. Terdapat beberapa jenis kapal

yang mengalami kesulitan dalam mengimplemen- tasikan ISPS Code, terutama

kapal kargo dengan ukuran kecil yang menjalankan kegiatan bongkar muat

kapal (cargo operations). Dengan menunjuk seorang crewmember atau seorang

anggota awak kapal untuk secara terus menerus berada di pintu masuk ke kapal

yang sementara menjalani cargo operations, maka tinggal sedikit saja crew

yang dapat melakukan pekerjaan lain Dalam beberapa kasus kejadian, keadaan

seperti ini agak membahayakan awak kapal (crewmembers) yang sedang

menjalankan kegiatan yang memang berbahaya (hazardous activities). Namun

dengan menyewa dan mempekerjakan penjaga pantai (shore-based personnel)


untuk menjalankan tugas-tugas penjagaan, hal ini dapat mengurangi timbulnya

masalah tersebut di atas. Akan tetapi kegiatan menyewa atau mempekerjakan

seorang penjaga pantai tidak bisa dilakukan di beberapa negara karena kegiatan

menjaga keamanan umumnya dikenal sebagai pekerjaan para preman. Kapal

penumpang dan kapal pesiar yang menurut tipenya memiliki jumlah awak yang

besar dan staf keamanan tertentu yang biasanya tidak memiliki kesabaran dalam

menghadapi persoalan (suffer from te problem). Inilah antara lain kesulitan

dalam menerapkan ketentuan-ketentuan ISPS Code.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota IMO yang telah

meratifikasi ISPS Code mempunyai kewajiban yang sama untuk

mengimplementasikan ketentuan-ketentuannya. Pemerintah Republik Indonesia

secara intensif sementara mempersiapkan beberapa kegiatan awal yang sifatnya

mendasar sejak pertengahan tahun 2003. Mengadakan sosialisasi dengan

masyarakat maritim, melakukan pemilihan fasilitas pelabuhan dalam usaha

menerapkan ketentuan- ketentuan ISPS Code, menyiapkan organisasi keamanan

(security organization atau recognized security organization), mendeklarasikan

penerapan ISPS Code Mengingat batas waktu yang tersedia sangat sempit

sampai tanggal 1 Juli 2004, sementara kewajiban yang harus dipenuhi masih

sangat banyak, maka sebaiknya Pemerintah Republik Indonesia perlu

mempercepat langkah dan menen- tukan skala prioritas terutama dalam

menentukan pemilihan pelabuhan yang disertifikasi. Hal ini dikhawatirkan,

waktu yang tersedia tidak akan mencukupi untuk mensertifikasi semua

pelabuhan internasional yang jumlahnya sekitar 141 pelabuhan yang ada di


Indonesia.

Beberapa tugas pokok lainnya yang harus dikerjakan oleh

Pemerintah adalah menentukan tingkat keamanan (security level) di setiap

pelabuhan. Hal ini sangat diperhitung- kan karena akan di[pergunakan sebagai

referensi bagi kapal- kapal pelayaran internasional yang singgah di suatu

pelabu- han. ISPS Code menetapkan adanya tiga tahap tingkat kea- manan dari

suatu pelabuhan. Tingkat keamanan pertama adalah tingkat keamanan yang

mengharuskan untuk melaku- kan tindakan pencegahan keamanan secara

minimal dan terus menerus. Kemudian tingkat keamanan kedua adalah tingkat

keamanan yang memerlukan tambahan tindakan pencegahan keamanan.sebagai

akibat meningkatnya suatu risiko insiden keamanan.

Selanjutnya tingkat atau level keamanan ketiga adalah tingkat keamanan yang

memerlukan tindakan pencegahan spesifik dalam kurun waktu terbatas ketika

terjadi suatu insiden keamanan. Pemerintah harus memper hatikan dan

mempertimbangkan aspek keamanan di setiap pelabuhan, antara lain derajat

ancaman dari skala terendah sampai skala tertinggi dengan melihat potensi

terjadinya suatu insiden keamanan atau serangan teroris di suatu pelabuhan.

Penilaian yang dimaksud tidak hanya terhadap sisi darat dari

pelabuhan, tetapi juga terhadap wilayah perairan pelabuhan, termasuk daerah

berlabuh serta perairan pedala- man (Gatot Widakdo, 2004:24). Akan tetapi

harus diakui bahwa kondisi keamanan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia secara

keseluruhan harus diakui sangat mengkhawatirkan dan sangat berpotensi

terjadinya insiden keamanan terhadap kapal maupun fasilitas vital dari


pelabuhan. Hal ini disebab- kan karena masih sangat kurangnya jumlah dan

kualitas peralatan keamanan, prosedur keamanan yang belum baku,

beragamnya instansi keamanan yang bertugas di pelabuhan sehingga sering

menyebabkan tumpang tindih kewenangan, dan setiap orang dapat dengan

mudah memasuki kawasan pelabuhan bahkan sampai ke atas kapal tanpa

terdeteksi.

Ketika seorang wartawan dari Harian Kompas menco- ba masuk ke sejumlah

fasilitas pelabuhan di Pelabuhan Tanjung Priok dengan mempergunakan mobil,

ternyata hal ini tidak sulit dilakukan memasuki areal pelabuhan yang

merupakan areal terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa pelabuhan Tanjung

Priok sangat rawan terhadap ancaman keamanan, termasuk dari serangan

teroris. Sementara di wilayah perairan pelabuhan kelemahan yang paling

mencolok adalah kurangnya jumlah kapal patroli pantai.

Padahal pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan

serta jaminan keamanan bagi kapal yang me- masuki pelabuhan dengan segala

konsekuensinya. Seharus- nya Pemerintah memberi perhatian terhadap

keselamatan kapal di sepanjang perairan pantai dan perairan pedalaman.

Dengan demikian penting sekali segera menentukan pola pengamanan di

perairan yang menuju pelabuhan.

ISPS Code tidak menentukan sanksi apapun yang dapat dijatuhkan

terhadap Pemerintah dari suatu negara dalam hubungan dengan penerapan atau

implementasi ketentuan-ketentuan ISPS tersebut. Namun demikian jika terjadi

insiden keamanan, maka sertifikat ISPS Code dari pelabuhan yang


bersangkutan bisa dicabut. Apabila terjadi pencabutan sertifikat, maka

akibatnya tidak akan ada kapal mancanegara yang diperkenankan datang ke

pelabuhan itu. Demikian pula sebaliknya kapal dari negara pelabuhan tadi juga

tidak diperkenankan mendatangi pelabuhan dari negara- negara lain. Pada skala

yang lebih luas, insiden tersebut bisa membawa dampak pada terganggunya

perekonomian negara.

Kredibilitas pemerintah di mata dunia juga akan merosot. Padahal persentase

kapal-kapal pelayaran internasional yang mengunjungi pelabuhan umum di

Indonesia cukup signifikan meskipun setiap pelabuhan menunjukkan angka

yang berbeda. Di pelabuhan Tanjung Priok misalnya persentase kedatangan

kapal pelayaran internasional pada tahun 2002 sebesar 33,4 persen dari total

kapal yang dilayani. Sementara di pelabuhan Tanjung Perak sebesar 13,1

persen, Tanjung Emas 18,6 persen dan pelabuhan Makassar 6,7 persen.

Persentase terbesar terdapat di pelabuhan Belawan yang mencapai

55,4 persen. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat potensi pelayaran

internasional dalam mendukung arus perdagangan negara dan dampak kerugian

yang terjadi terhadap kelancaran ekspor non migas apabila ISPS Code tidak

terwujud sebagaimana mestinya. Pengamat pelayaran dari ITS (Institut

Teknologi 10 November Surabaya), Saur Gurning menilai proses sertifikasi

ISPS Code di Indonesia ma- sih memiliki banyak kelemahan dan kejanggalan.

Kelemahan dan kejanggalan itu antara lain adalah : 1) Proses security plan

yang dilakukan oleh RSO (Recognized Security Organiza- tion), di mana

mereka yang melakukan perencanaan, tetapi mereka juga yang melakukan


penilaian.

Menurut Saur Gurning, pemerintah seharusnya lebih fokus kepada pelabuhan

khusus, terutama perusahaan yang memproduksi LNG dan gas yang posisinya

berada di Kaliman- tan dan bagian Indonesia Timur lainnya. Ia juga

mengemuka- kan, meskipun ISPS Code sudah diterapkan di Indonesia, ia tidak

yakin struktur pengamanan di pelabuhan dapat berjalan sebagaimana

diharapkan. Struktur pengamanan pelabuhan di Indonesia masih menggunakan

pola lama. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya instansi yang terlibat dalam

pengamanan pelabuhan seperti polisi, administrator pelabuhan, satpam dan

aparat lainnya.

Hadirnya ISPS Code seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai

momentum awal untuk lebih memberdayakan kegia- tan pengamanan di

perairan serta dapat menghasilkan suatu bentuk pengamanan yang lebih kokoh

di pelabuhan-pelabu- han. Untuk mencapai tujuan ini maka para pengelola

pelabu- han harus mulai memikirkan bagaimana memperbaiki system

keamanannya. Pengelola pelabuhan jangan hanya berorientasi mendapatkan

sertifikat dan setelah itu perencanaan dan implementasi ISPS Code terabaikan.

Sementara bagi Pemerin- tah, dalam hal ini Departemen Perhubungan (Ditjen

Perhubu- ngan Laut) juga jangan bertindak seperti produsen sinetron yang

hanya berorientasi kejar tayang tanpa memperhatikan kualitas dan dampak yang

bakal timbul dari kebijakan yang bakal dihasilkannya. Dengan lain perkataan

pemberian sertifi- kat ISPS Code kepada pengusaha kaya dan pelabuhan jangan

hanya sekedar sebuah sertifikat formal semata-mata tanpa disertai kualitas yang
dipersyaratkan

2. Latihan

3. Rangkuman

ISPS Code adalah upaya untuk menciptakan suatu perlindungan

keamanan yang lebih pasti dan sistematis bagi kapal barang atau kapal kargo

serta kapal penumpang dengan kecepatan tinggi yang melayani jalur pelayaran

internasional (ships on international voyages) yang berukuran500 gross ton

atau di atasnya. (Wikipedia, The Free Encyclopedia, www.google.com). Di

samping kapal-kapal se- perti itu, maka upaya perlindungan keamanan sebagai

ke- rangka dari ISPS Code juga ditujukan bagi unit instalasi pengeboran yang

memanfaatkan fasilitas pelabuhan serta fasilitas pelabuhan yang melayani

kapal-kapal on international voyages).Adapun tujuan utama dari ISPS Code

adalah: 1) men- deteksi ancaman keamanan serta menerapkan langkah- langkah

keamanan. 2) menetapkan peran serta tanggung- jawab menyangkut keamanan

maritim bagi pemerintah, pemerintah setempat (local administration),

perusahaan industri perkapalan dan pelabuhan baik pada tingkat nasional

maupun internasional. 3) memeriksa dan mengumumkan in- formasi yang

terkait dengan keamanan (to collate and promulgate security related

information) 4) menentukan metode penilaian keamanan (security assessments)

agar supaya dapat ditetapkan rencana serta prosedur dalam melakukan reaksi

atas berubahnya level-level keamanan.

4. Pustaka

a. Dhiana Puspitawati. (2017). Hukum Laut Internasional. Depok: Kencana


b. I Wayan Parthiana. (2014). Hukum Laut Internasional dan Hukum

Laut Indonesia. Bandung: Yrama Widya

D. Tugas dan Lembar Kerja

Pada tugas ini, peserta kuliah diharapkan membaca minimal 2 referensi.

E. Tes Formatif

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Bila Anda merasa telah menjawab tes formatif dengan baik,

bandingkanlah jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban yang

disediakan. Jika hasil perhitungan menunjukkan anda telah mencapai tingkat

penguasaan sama atau lebih besar dari 80%, Anda dipersilakan untuk

meneruskan ke kegiatan belajar berikutnya.

Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada kegaitan belajar

1 ini, anda cukup menghitung menggunakan rumus berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 x 100 = %

𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙 (𝑎𝑡𝑎𝑢 9)

Anda mungkin juga menyukai