Anda di halaman 1dari 12

Perkembangan Dan Metamofosis Serangga

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah pulau 17.508. Tiap

masing-masing pulau memiliki karakteristik dan keindahannya sendiri, serta lengkap dengan

kelimpahan sumber daya alamnya baik itu flora ataupun faunanya (Suhendang, 2002).

Keadaan sumber daya alam yang melimpahmembuat Indonesia termasuk negara

Megabiodiversity. Indonesia memiliki luas wilayah 1,3% dari luas bumi, memiliki 10% flora

berbunga, 12% mamalia, 17% burung, 25% ikan dan 15% serangga (Rahayuningsih, 2012).

Keadaan geografis yang dilalui garis khatulistiwa, menjadikan negara ini termasuk negara tropis,

sehingga memiliki suhu yang stabil untuk flora dan fauna. Salah satu kelompok fauna yang

dimiliki adalah serangga, Indonesia memiliki 250.000 spesies serangga dari 751.000 spesies

serangga dunia. Spesies serangga yang tersebar pada wilayah di Indonesia terbagi atas dua

golongan besar yaitu Apterygota dan Pterygota. Hal ini didasarkan pada struktur sayap, bagian

mulut, metamorfosis dan bentuk tubuh keseluruhan (Siregar, 2009).

Setiap hari kita selalu bertemu dengan serangga baik secara sadar ataupun tidak sadar.

Lalat rumah, kecoa, dan nyamuk merupakan anggota dari serangga yang mungkin sudah menjadi

bagian dari kehidupan kita. Walaupun kita sering bertemu dengan hewan-hewan ini, namun

mungkin banyak dari kita yang belum tahu apa itu serangga. Serangga merupakan salah satu

organisme yang termasuk dalam Kingdom Animalia, Filum Arthropoda merupakan hewan
dikelompokkan dalam kelas Insecta. telah ada di muka bumi ini lama sebelum manusia muncul.

Hal ini dibuktikan dari penemuan fosil serangga yang telah berumur sekitar 350 juta tahun

sementara manusia baru ada diduga sejak 2 juta tahun yang lalu. serangga adalah salah satu

kelompok hewan yang paling dominan di muka bumi. Ratusan ribu jenis telah berhasil

diidentifikasi, berjumlah sekitar tiga kali dari jumlah seluruh hewan yang telah diketahui.

Serangga dapat ditemukan di tanah, air (tawar, payau, dan sejumlah kecil di laut), serta udara.

Beberapa serangga yang hidup memakan daun, mengebor batang tanaman, dan hidup di dalam

tubuh hewan lain.

Pada umumnya morfologi serangga kurang lebih memanjang dan memiliki bentuk seperti

tabung dan setangkup bilateral. Ukuran panjang serangga berkisar 0,25 sampai 330 mm dan

bentangan sayap 0,5 sampai 300 mm. Tubuh pada serangga dewasa terbagi atas satu rentetan

ruas, yaitu metamer, dan ruas-ruas ini di kelompokkan atas tiga bagian utama atau tagmata

(tunggal tagma) yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen) perpaduan syaraf, dan

mengumpulkan makanan. Tagma yang dapat bergerak dan terdapat tungkai serta sayap itu

disebut thorax. Di dalam abdomen itu sendiri terdapat organ-organ dalam seperti sistem saluran

pencernaan, ekskretoris, dan reproduksi (Borror, 1996).

Dalam hal kemampuan melakukan reproduksi, serangga merupakan hewan yang sangat

menakjubkan. Beberapa hal unik pada kemampuan reproduksi dari serangga (berbeda untuk

setiap jenis) adalah sebagai berikut.

1. Jumlah telur fertil yang diletakkan oleh setiap betina bervariasi dari satu hingga ribuan.

2. Lama waktu satu generasi bervariasi dari beberapa hari hingga tahunan. Bila alam

tidak melalukan mekanisme untuk mengendalikan jumlah serangga maka serangga

dapat menutupi seluruh permukaan bumi. Sebagai contoh, pada kondisi yang ideal,
lalat buah (Drosophila) dapat menghasilkan 25 generasi setiap tahun. Apabila setiap

betina dapat menghasilkan sampai 100 telur, dengan nisbah kelamin 50 : 50, maka dari

satu pasang lalat ini (tanpa memperhitungkan mortalitas), akan dihasilkan 100 individu

generasi kedua, 5000 generasi ketiga, demikian seterusnya. Sehingga pada generasi

ke-25 (setelah satu tahun), akan dihasilkan sekitar 1,92 × 1041 individu lalat.

3. Perbandingan individu betina pada setiap generasi untuk menghasilkan keturunan

betina kembali pada generasi berikutnya dapat dikendalikan, bahkan ada serangga

yang mampu menghasilkan keturunan 100% betina, contohnya lebah madu.

4. Beberapa jenis serangga dari kelompok tawon dapat menghasilkan 18-60 individu dari

satu telur. Hal ini merupakan suatu keunikan tersendiri karena pada hewan lain

umumnya satu telur yang fertil akan berkembang menjadi satu individu. Pada manusia

dan beberapa jenis hewan, kadang kala dapat terjadi peristiwa kelahiran kembar dua,

atau tiga, atau empat.

5. Pada beberapa jenis dari ordo Coleoptera atau bangsa kumbang (Micromalthus,

Phengodes, Thylodrias), dapat terjadi proses reproduksi yang disebut paedogenesis,

yaitu reproduksi yang dilakukan oleh larva.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan dan metamorphosis serangga


2. Faktor yang mempengaruhi perkembangan dan metamorphosis serangga

C. Tujuan

1. Mengetahui perkembangan dan metamorphosis serangga


2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan dan metamorphosis serangga
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perkembangan Dan Metamorphosis Serangga

Serangga berkembang dari telur yang terbentuk di dalam ovarium serangga betina.

Kemampuan reproduksi serangga dalam keadaan normal pada umumnya sangat besar. Oleh

karena itu, dapat dimengerti mengapa serangga cepat berkembang biak. Masa perkembangan

serangga di dalam telur dinamakan perkembangan embrionik, dan setelah serangga keluar

(manetas) dari telur dinamakan perkembangan pasca embrionik.

Metamofosis adalah keseluruhan rangkaian perubahan bentuk dan ukuran sejak telur

sampai menjadi dewasa (imago). Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga

yaitu metamorfosa sempurna atau holometabola yang melalui tahapan-tahapan atau stadium:

telur- larva –pupa-dewasa dan metamorfosis bertahap atau hemimetabola yang melalui stadium-

stadium: telur-nimfa-dewasa.

1. Metamorfosis sempurna (Holometabola)

Beberapa jenis serangga mengalami metamorfosa sempurna. Metamorfosa ini

mempunyai empat bentuk; mulai dari telur menjadi larva, kemudian kepompong (pupa) baru

dewasa. Pada tipe ini serangga pradewasa (larva dan pupa) biasanya memiliki bentuk yang

sangat berbeda dengan serangga dewasa (imago). Larva merupakan fase yang sangat aktif

makan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan dengan terjadinya

perombakan dan penyusunan kembali alat-alat tubuh bagian dalam dan luar, contohnya adalah

serangga dari ordo Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera dan lain-lain. lebih jelasnya

dapat dilihat pada gambar berikut ini:


Gambar 2.1 perkembangan serangga secara Holometabola (Perkembangan sempurna)

2. Metamorfosis Tidak Sempurna

Pada Hemimetabola, bentuk nimfa mirip dewasa hanya saja sayap belum berkembang

dan habitat (tempat tinggal dan makanan) nimfa biasanya sama dengan habitat stadium

dewasanya. Metamorfosa tidak sempurna mempunyai tiga bentuk: mulai dari telur, menjadi

nimfa, kemudian dewasa. Dengan demikian metamorfosa tidak sempurna tidak terdapat bentuk

kepompong, contohnya adalah pada ordo Odonata, Ephimeroptera dan Plecoptera, seperti yang

terlihat pada berikut ini:


Gambar 2.1 Perkembangan serangga secara Hemimetabola (perkembangan bertahap)

B. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga

perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam yang

dimiliki serangga itu sendiri dan faktor luar yang berda di lingkungan sekitarnya. Tinggi

rendahnya populasi suatu jenis serangga pada suatu waktu merupakan hasil antara kedua fakor

tersebut. Contohnya pada lalat buah (Drosophilla melanogaster) proses perkembangan

metamorphosis sangat dipengaruhi oleh media biakannya. Media biakan ini selain tempat hidup

lalat buah juga sebagai sumber makanan dari mulai larva hingga imago (dewasa)(Agustina,

2013).

1. Faktor Dalam

a. Kemampuan berkembang biak

Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kepiridian dan

fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkembang biak). Kepiridian (natalis) adalah
besarnya kemampuan suatu jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umunya

memiliki kepiridinan yang cukup tinggi. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah

kemampuannya untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu

jenis serangga, maka lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Biasanya semakin kecil

ukuran serangga, semakin besar kepiridinannya (Jumar, 2000).

b. Perbandingan Kelamin

Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dan betina

yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kelamin ini umumnya adalah 1:1, akan

tetapi karena pengaruh-pengaruh tertentu, baik faktor dalam maupun faktor luar seperti keadaan

musim dan kepadatan populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah (Jumar, 2000).

c. Sifat Mempertahankan Diri

Seperti halnya hewan lain, serangga dapat diserang oleh berbagai musuh. Untuk

mempertahankan hidup, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk mempertahankan dan

melindungi dirinya dari serangan musuh. Kebanyakan serangga akan berusaha lari bila diserang

musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam. Sejumlah serangga

berpura-pura mati bila diganggu. Beberapa serangga lain menggunakan tipe pertahanan ”perang

kimiawi”, seperti mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari musuhnya. Beberapa

serangga melakukan mimikri untuk menakut-nakuti atau mengelabui musuhnya. Mimikri terjadi

apabila suatu spesies serangga mimiknya menyerupai spesies serangga lain (model) yang dijauhi

atau dihindari sehingga mendapatkan proteksi sebab terkondisi sebelumnya serupa predator

(Jumar, 2000).
d. Siklus Hidup

Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga

selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewasa). Pada serangga-

serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola), rangkaian stadia dalam siklus

hidupnya terdiri atas telur, larva, pupa dan imago. Misalnya pada kupu-kupu (Lepidoptera),

kumbang (Coleoptera), dan lalat (Diptera). Rangkaian stadia dimulai dari telur, nimfa, dan imago

ditemui pada serangga dengan metamorfosis bertingkat (paurometabola), seperti belalang

(Orthoptera), kepik (Hemiptera), dan sikada (homoptera) (Jumar, 2000).

e. Umur Imago

Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang beberapa hari,akan

tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya umur imago Nilavarpata lugens

(Homoptera; Delphacidae) 10 hari, umur imago kepik Helopeltis theivora (Hemiptera; Miridae)

5-10 hari, umur Agrotis ipsilon (Lepidoptera; Noctuidae) sekitar 20 hari, ngengat Lamprosema

indicata (Lepidoptera; Pyralidae) 5-9 hari, dan kumbang betina Sitophillus oryzae (Coleoptera;

Curculinoidae) 3-5 bulan (Jumar, 2000).

2. Faktor Luar

a. Suhu dan Kisaran Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Diluar kisaran suhu

tersebut serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pengaruh suhu ini jelas terlihat pada

proses fisiologi serangga. Pada waktu tertentu aktivitas serangga tinggi, akan tetapi pada suhu

yang lain akan berkurang (menurun). Pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu

minimum 150C, suhu optimum 250C dan suhu maksimum 450C. Pada suhu yang optimum.
kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas

umur akan sedikit.

b. Kelembaban/Hujan

Kelembaban yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelembaban tanah, udara, dan

tempat hidup serangga di mana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi,

kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai serangga biasanya lebih

tahan terhadap suhu ekstrem. Pada umumnya serangga lebih tahan terhadap terlalu banyak air,

bahkan beberapa serangga yang bukan serangga air dapat tersebar karena hanyut bersama air.

Akan tetapi, jika kebanyakan air seperti banjir da hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa

jenis serangga. Sebagai contoh dapat disebutkan, misalnya hujan deras dapat mematikan kupu-

kupu yang beterbangan dan menghanyutkan larva atau nimfa serangga yang baru menetas.

c. Cahaya/Warna/Bau Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya

terdahap cahaya, sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi hari, siang, sore atau

malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribusi lokalnya. Serangga

ada yang bersifat diurnal, yakni yang aktif pada siang hari mengunjungi beberapa bunga,

meletakkan telur atau makan pada bagian-bagian tanaman dan lain-lain. Seperti contoh

Leptocorixa acuta. Selain itu serangga-serangga yang aktif dimalam hari dinamakan bersifat

nokturnal, misalnya Spodoptera litura. Sejumlah serangga juga ada yang tertarik terhadap

cahaya lampu atau api, seperti Scirpophaga innotata. Selain tertarik terhadap cahaya, ditemukan

juga serangga yang tertarik oleh suatu warna sepeti warna kuning dan hijau. Sesungguhnya

serangga memiliki preferensi (kesukaan) tersendiri terhadap warna dan bau.


d. Angin

Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama bagi serangga yang

berukuran kecil. Misalnya Apid (Homoptera; Aphididae) dapat terbang terbawa oleh angin

sampai sejauh 1.300 km. Kutu loncat lamtoro, Heteropsylla cubana (Homoptera; Psyllidae)

dapat menyebar dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Selain itu, angin juga

mempengaruhi kandungan air dalam tubuh serangga, karena angin mempercepat penguapan dan

penyebaran udara.

e. Faktor Makanan

Kita mengetahui bahwa makanan merupakan sumber gizi yang dipergunakan oleh

serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan tersedia dengan kualitas yang cocok dan

kuantitas yang cukup, maka populasi serangga akan naik cepat. Sebaliknya, jika keadaan

makanan kurang maka populasi serangga juga akan menurun. Pengaruh jenis makanan,

kandungan air dalam makanan dan besarnya butiran material juga berpengaruh terhadap

perkembangan suatu jenis serangga hama. Dalam hubungannya dengan makanan, masing-

masing jenis serangga memiliki kisaran makanan (inang) dari satu sampai banyak makanan

(inang).

f. Faktor Hayati

Faktor hayati adalah faktor-fakor hidup yang ada di lingkungan yang dapat berupa

serangga, binatang lainnya, bakteri, jamur, virus dan lain-lain. Organisme tersebut dapat

mengganggu atau menghambat perkembangan biakan serangga, karena membunuh atau

menekannya, memarasit atau menjadi penyakit atau karena bersaing (berkompetisi) dalam

mencari makanan atau berkompetisi dalam gerak ruang hidup.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa perkembangan serangga di dalam telur dinamakan perkembangan

embrionik, dan setelah serangga keluar (manetas) dari telur dinamakan perkembangan pasca

embrionik. Metamofosis adalah keseluruhan rangkaian perubahan bentuk dan ukuran sejak telur

sampai menjadi dewasa (imago). Dua macam perkembangan yang dikenal dalam dunia serangga

yaitu metamorfosa sempurna atau holometabola yang melalui tahapan-tahapan atau stadium:

telur- larva –pupa-dewasa dan metamorfosis bertahap atau hemimetabola yang melalui stadium-

stadium: telur-nimfa-dewasa. Perkembangan serangga di alam dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

faktor dalam yang dimiliki serangga itu sendiri dan faktor luar yang berda di lingkungan

sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina elika dkk. Perkembangan Metamorphosis Lalat Buah (Drosophilla Melanogaster) Pada
Media Biakan Alami Sebagai Referensi Pembelajaran Pada Matakuliah Perkembangan
Hewan. Jurnal biotik, vol.1(1)Hal.1-66, 2013.

Borror, dkk. (1996). Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Enam. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Dr. Agus Dana Permana dan Dr. Ramadhani Eka Putra “Serangga dan Manusia “.

Rahayuningsih., Oqtaiana., dan Priyono. (2012). Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu.

Siregar, Zuliyanti, Amelia. 2009. Serangga Berguna Pertanian. Medan : USU Press Spratt,
N.T.Jr.1971. Developmental biology. Wadsworth Publishing Company, Inc. Belmont.
Suhendang, Endang. 2002. Pengantar ilmu kehutanan. Fakultas Kehutanan, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai