Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

(MTBS)

Disusun oleh :

Alvian Fauzhan

1035201001

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH. THAMRIN

JAKARTA

2021
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Chilhood Illnes (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi /terpadu
dalam tatalaksana balita sakit dengan focus kepada kesehatan anak usia 0-
5 tahun (balita) secara menyeluruh, MTBS bukan merupakan suatu
program kesehatan tetapi suatu pendekatan atau cara penatalaksana balita
sakit. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh
WHO merupakan suatu bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang
ditunjukan untuk menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan
bayi dan anak balita di Negara-negara berkembang.
Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan unit rawat jalan kesehatan
dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes
dll). Upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit
yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia.
Dikatakan dengan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan
penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konselisng), upaya
kuratif (pengobatan), terhadap penyakit- penyakit dan masalah yang sering
terjadi pada balita.

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan


keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas
rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif
terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, DHF, infeksi
telinga, malnutrisi dan upaya promotif serta preventif yang meliputi
imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang
bertujuan untuk menurunkan Angka kematian bayi dan anak balita serta
menekan morbiditas untuk penyakit tersebut.

Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang penting dan


menguntungkan yaitu :

1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus


balita sakit (selain dokter,petugas kesehatan non-dokter dapat pula
memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatih).
2. Memperbaiki system kesehatan (perwujudan terintergrasinya banyak
program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS).
3. Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan rumah
dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan
pemberdayaan masnyarakat dalam pelayanan kesehatan).

2. Sejarah Manajemen Terpadu Balita Sakit


Startegi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun
1996. Pada tahun 1997 depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO.
Modul tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997
dengan pelatihan dari SEARO. Sehat itu penerapan MTBS di Indonesia
berkembang secara bertahap dan update modul MTBS dilakukan secara
berkala sesuai perkembangan program kesehatan di depkes dan ilmu
kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS
telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu
menerapkan karena berbagai sebab yaitu belum adanya tenaga kesehatan
di puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan
terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen
dari pimpinan puskesmas. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari
dinas kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan Nasional
Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah puskesmas dikatakan sudah
menerapkan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55% (Dirjen Bina
Kesehatan Anak, 2012 ). Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS
bila memenuhi kriteria sudah melaksankan (melakukan pendekatan
memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di
Puskesmas tersebut.

3. Sasaran Manajemen Terpadu Balita Sakit


Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua
kelompok sasaran yaitu :
1. Bayi muda umur 1 minggu – 2 bulan
2. Anak umur 2 bulan – 5 tahun

4. Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit


Menurunkan secara signifikan angka kesakitan dan kematian global yang
terkait dengan penyebab utama penyakit pada balita, melalui peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan dasar dan memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan perkembangan kesehatan anak
.
5. Manfaat Manajemen Terpadu Balita Sakit

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan


angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dasar seperti di Puskesmas.
MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat

a. Menurunkan angka kematian balita

b. Memperbaiki status gizi

c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang
menguntungkan, yaitu:
1. Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus
balita sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula
memeriksa dan menanganipasien apabila sudah dilatih).
2. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak
program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS).
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di
rumah danupaya pencarian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

6. Prosedur Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit


Menjaga kualitas pelayanan dan meningkatkan keterampilan klinis dalam
MTBS yang terdiri dari, penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan
sampai 5 tahun, menentukan tidakan, pengobatan, konseling bagi ibu,
tindak lanjut, serta tatalaksana bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan.
Selanjutnya menjaga tetap terpeliharanya keterampilan petugas akan
manajemen pengelolaan pada balita, pelaksanaan dilapangan diterapkan
formulir MTBS/MTBM yang berupa ceklist pengamatan untuk
membimbing petugas dalam melakukan pelayanan kepada bayi dan balita.
Kompetensi yang diharapkan dari pelatihan MTBS adalah petugas
kesehatan bisa melaksanakan proses manajemen kasus penanganan balita
sakit dan bayi muda di fasilitas pelayanan dasar seperti Puskesmas,
Puskesmas pembantu, Pondok bersalin, maupun kunjungan rumah.
Dengan berpedoman pada buku bagan, petugas menangani balita sakit dan
bayi muda diantaranya dengan melakukan:
1. Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi
dan pemberian vitamin A.
2. Membuat klasifikasi penyakit.
3. Menentukan tindakan sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan
apakah anak perlu dirujuk.

4. Memberikan pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis


pertama antibiotika atau pemberian vitamin A.
5. Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti
pemberian oralit, vitamin A dan imunisasi.
6. Mengajari ibu cara memberikan obat tertentu di rumah, seperti
antibiotika oral.
7. Memberikan konseling pada ibu mengenai pemberian makan pada anak
dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
8. Melakukan penilaian ulang dan memberikan perawatan yang tepat pada
saat anak datang kembali sesuai jadwal pelayanan lanjut.

7. Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit


Dengan menggunakan buku bagan bagian penilaian dan klasifikasi anak
umur 2 bulan sampai 5 tahun, petugas mempraktikkan keterampilan
sebagai berikut:
A. Penilaian Dan Klasifikasi Penyakit
1. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah yang dihadapi
2. Memeriksa tanda bahaya umum
a. Tidak bisa minum atau menyusui
b. Anak selalu memuntahkan semuanya
c. Anak menderita kejang
d. Tampak letargis atau tidak sadar
3. Menanyakan kepada ibu mengenai empat keluhan utama:
a. Batuk atau sukar bernafas

b. Diare
c. Demam
d. Masalah telinga
Apabila ada keluhan utama tersebut diatas maka dilanjutkan dengan:
1. Melakukan penilaian lebih lanjut gejala lain yang berhubungan
dengan gejala utama
2. Membuat klasifikasi penyakit anak berdasarkan gejala
yang ditemukan
3. Memeriksa dan mengklasifikasi status gizi anak dan anemia
4. Memeriksa status imunisasi dan pemberian vitamin A pada
anak dan menentukan apakah anak membutuhkan imunisasi dan
/atau vitamin A pada saat kunjungan tersebut
5. Menilai masalah/keluhan lain yang dihadapi anak.
B. Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan
Pengobatan pada anak sakit dapat dimulai di klinik dan diteruskan dengan
pengobatan lanjutan dirumah. Pada beberapa keadaan, anak yang sakit berat
perlu dirujuk ke Puskesmas rawat inap atau ke Rumah Sakit untuk
perawatan yang lebih lanjut. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pra
rujukan sebelum anak dirujuk. Pada bagian ini petugas mempunyai
keterampilan untuk:
1. Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera
2. Menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan
3. Merujuk anak, menjelaskan perlunya rujukan, menulis surat rujukan

1. Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak


memerlukan rujukan segera
2. Memilih obat yang sesuai dengan menentukan dosis dan jadwal
pemberian
3. Memberi cairan tambahan untuk diare dan melanjutkan pemberian
makanan
4. Memberi imunisasi setiap anak sakit sesuai kebutuhan
5. Memberi suplemen vitamin A
6. Menentukan waktu untuk kunjungan ulang.
C. Konseling Bagi Ibu
Petugas kesehatan dilatih menyediakan waktu untuk menasihati ibu dengan
cermat dan menyeluruh. Pada bagian ini adalah penting bagi petugas untuk
memahami bahwa praktik menasihati/konseling bagi ibu adalah diharapkan
ibu mampu menerapkan perawatan dirumah dengan baik. Pola perawatan
dirumah yang benar merupakan indicator keberhasilan petugas dalam
memberikan pemahaman/konseling mengenai masalah kesehatan anak ibu.
Sebagai alat komunikasi penggunaan kartu nasihat ibu (KNI)/Buku KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak), akan membantu petugas untuk mempraktikkan
konseling pada ibu.
Petugas akan mempraktikkan tugas konseling ini antara lain:
1. Menggunakan ketrampilan komunikasi yang baik
2. Mengajari ibu cara memberikan obat oral dirumah
3. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal dirumah
4. Mengajari ibu cara pemberian cairan dirumah
5. Melakukan penilaian pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan makanan anak
6. Menentukan masalah pemberian ASI dan makanan anak

7. Konseling bagi ibu tentang masalah pemberian ASI dan makanan


8. Menasihati ibu tentang:
a. Kapan kembali untuk kunjungan ulang
b. Kapan kembali segera untuk perawatan leb ih lanjut
c. Kapan kembali untuk imunisasi dan pemberian vitamin A
d. Kesehatan sendiri
9. Menentukan prioritas nasehat
Pada tiap akhir kunjungan, petugas akan menjelaskan kapan harus
kunjungan ulang. Kadang seorang anak membutuhkan tindak lanjut untuk
lebih satu masalah. Pada kasus seperti ini, ibu diberitahu kapan waktu
terpendek dan pasti ibu harus kembali. dan jelaskan juga kemungkinan anak
harus kembali lebih awal jika masalah seperti demam menetap.
Proses manajemen kasus MTBS meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Mengkaji anak dengan memeriksa tanda-tanda umum.
2. Mengklasifikasi penyakit anak dengan menggunakan system
triase/kode warna
3. Setelah mengelompokkan semua kondisi, mengidentifikasikan
pengobatan khusus untuk anak.
4. Menginformasikan petunjuk pemberian obat, tindak lanjut, dan tanda-
tanda yang menunjukkan anak harus segera kembali berobat.
5. Menilai makan,termasuk pemberian ASI, dan nasihat untuk
memecahkan masalah jika terdapat masalah makanan.
6. Jika anak dibawa kembali ke fasilitas kesehatan, memberikan
perawatan tindak lanjut jika diperlukan.
Tabel 2.1. Menunjukkan jadwal kunjungan ulang anak 0 bulan sampai 5
tahun

Anak dengan Penyakit Kunjungan Ulang


Pnuemonia 2 hari
Disentriiii 3 hari
Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut 3 hari
Diare persisten 3 hari
Infeksi telinga akut 5 hari
Infeksi telinga kronis 5 hari
Masalah pemberian makan 7 hari
Gizi buruk tanpa komplikasi 7 hari
Anemia 14 hari
Gizi kurang 30 hari
Batuk bukan pneumonia, jika tidak ada perbaikan 2 hari
Diare DRS, jika tidak ada perbaikan 3 hari
Diare tanpa dehidrasi, jika tidak ada perbaikan 3 hari
Demam : malaria, jika tetap demam 3 hari
Demam: mungkin bukan malaraia, jika tetap demam 3 hari
Mungkin DBD, jika tetap demam 1 hari
Demam : mungkin bukan DBD, jika tetap demam 2 hari
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.

Ada beberapa kunjungan ulang yang berbeda untuk masalah gizi yaitu:

1. Anak yang mempunyai masalah pemberian makan, dan ibu balita telah
dianjurkan untuk melakukan perubahan dalam hal pemberian makan,
kunjungan ulang dalam waktu 5 hari adalah untuk melihat apakah ibu telah
melakukan perubahan itu.
2. Anak yang tampak pucat (anemia), kunjungan ulang dalam 2 minggu
untuk member makanan tambahan zat besi (yang penting anak dengan
anemia akan mendapat zat besi dengan total pemberian untuk 2 minggu dan
mendapat tindak lanjut setelah 2 minggu tersebut).
3. Anak yang menderita BGM, kunjungan ulang dalam waktu 4 minggu/1
bulan untuk menimbang anak, menilai ulang pemberian makan dan
memberi nasihat lebih lanjut sesuai Kartu Nasihat Ibu/KIA.
Jadwal kunjungan ulang ini terdapat dalam Kartu Nasihat Ibu, bersama
nasihat kapan harus kembali. Bagian terpenting dari kapan harus kembali
ini, petugas dilatih untuk selalu menecek pemahaman ibu sebelum
meninggalkan klinik. Dalam memberikan nasihat itu petugas dapat
menggunakan istilah lokal yang mudah dimengerti ibu. Kartu nasihat ibu
menampilkan tanda-tanda tersebut dalam bentuk kalimat maupun gambar
petugas akan melingkari tanda-tanda yang harus dingat ibu. Petugas harus
selalu menyadari bahwa kata-kata dan nasihat tersebut dimengerti oleh ibu.
Jika ibu tidak mengerti, mungkin ibu tidak akan kembali. Jika ibu tidak
kembali pada saat anak menderita penyakit mungkin dapat meninggal.
Tabel 2.2. Kapan harus kembali pada balita 0 bulan sampai 5 tahun

Kunjungan Ulang Tanda-tanda


Setiap anak sakit Tidak bisa minum atau menetek.
Bertambah parah.
Timbul demam
Anak dengan batuk : bukan Napas cepat
Pneumonia, juga kembali jika : Sukar bernapas
Jika anak diare, kembali jika : Berak bercampur darah
Malas minum
Jika anak : mungkin DBD atau Ada tanda – tanda perdarahan
Demam, mungkin bukan DBD, juga Ujung ekstremitas dingin
harus kembali jika : Nyeri ulu hati atau gelisah
Adanya penurunan kesadaran
Muntah terus – menerus
Pada hari ke 3-5 saat suhu turun dan
anak tampak lemas.
Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.

Dengan demikian, konseling yang baik diharapkan akan memberikan


pemahaman kepada ibu balita akan perawatan balita yang benar dirumah,
yang pada akhirnya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu akan
perawatan yang benar bagi balitanya.

8.Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit


Disamping keterampilan yang harus di jaga benar oleh petugas dan pola
perawatan dirumah yang benar oleh ibu balita bagi bayi dan balitanya,
MTBS ini juga perlu persiapan untuk penerapannya di Puskesmas.
Penerapan kegiatan MTBS di Puskesmas meliputi:
1. Diseminasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas Puskesmas

2. Persiapan penilaian dan penyiapan logistik, obat-obatan dan alat yang


diperlukan dalam pemberian pelayanan
3. Persiapan/pengadaan formulir

4. Persiapan dan penilaian serta pengamatan terhadap alur pelayanan,


sejak penderita datang, mendapatkan pelayanan hingga konseling
5. Melaksanakan pengaturan dan penyesuaian dlam pemberian pelayanan

6. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dan penerapan


pencatatan dan pelaporan untuk pelayanan di Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, dan pondok bersalin Desa
7. Penerapan MTBS di Puskesmas dilaksanakan secara bertahap
disesuaikan dengan keadaan rawat jalan di tiap Puskesmas

MTBS adalah suatu bentuk pengelolaan balita yang mengalami sakit


dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan serta kuali-tas pelayanan
kesehatan anak. Pada pelaksanaannya manajeman terpadu ba-lita sakit ini
meliputi upaya kuratif, promotif, dan preventif.
Upaya kuratif dilakukan dengan pengobatan secara langsung bagi
balita yang sakit, seperti adanya penyakit pneumonia, diare, malaria, DBD,
campak, maupun masalah gizi. Sedangkan upaya promotif dan preventif
dilakukan dengan cara konseling gizi, pemberian vitamin A, ataupun
imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit. Penerapan pendekatan
MTBS selain untuk menangani masalah pneumonia, juga ditunjukan untuk
mengelola penyakit lain terutama penyakit yang merupakan penyebab
kematian anak umur <5 tahun, yaitu: diare, malaria, pneumonia, campak,
dan gizi buruk. Bentuk pengelolaan balita sakit ini dapat dilakukan pada
pelayanan kesehatan dasar, seperti: unit rawat jalan, puskesmas, puskesmas
pembantu (pustu), dan pondok bersalin desa (polindes), dengan tujuan agar
semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
MTBS dalam pelaksanaannya ditentukan oleh sumber daya manusia
(petugas puskesmas/ pelaksana program), tatalaksana pelayanan, dan sarana
pendukung. Sampai saat ini pelaksanaan MTBS masih perlu dkembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan agar jaminan pelayanan MTBS
berkualitas dan mencakup sasaran yang luas.

Sarana dan prasarana manajemen terpadu balita sakit yaitu sarana dalam
pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit meliputi formulir Manajemen
Terpadu Balita Sakit, Kartu Nasehat Ibu, formulir rujukan, buku register
kunjungan Manajemen Terpadu Balita Sakit, ruang pemeriksaan khusus
balita, pokja oralit dan pokja gizi. Sedangkan prasarana dalam pelaksanaan
Manajemen Terpadu Balita Sakit meliputi peralatan medis dan obat-obatan.
Cakupan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Dalam memulai
penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit, tidak ada patokan khusus
besarnya presentase kunjungan balita sakit yang ditangani dengan
pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Tiap Puskesmas perlu
memperkirakan kemampuannya mengenai seberapa besar balita sakit yang
akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan akan dicapai cakupan
100%. Sebagai acuan dalam pentahapan, penerapan adalah sebagai berikut:
1. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit < 10 orang perhari
pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit dapat diberikan langsung
kepada seluruh balita.
2. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 – 25 orang perhari,
berikanlah pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit kepada 50 %
kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama
diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan Manajemen
Terpadu Balita Sakit.
Puskemas yang memiliki kunjungan balita sakit 21 – 50 orang perhari,
berikanlah pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit kepada 25 %
kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama
diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan Manajemen
Terpadu Balita Sakit.

9.Komponen Manajemen Terpadu Balita Sakit


Menurut Prasetyawati tahun 2012 dalam rencana aksi MTBS 2009-2014
Kementeriaan Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan
strategi MTBS, yaitu :
1. Komponen I

Improving case management skills of first level worker through


training and follow up yaitu meningkatkan keterampilan tenaga
kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman
MTBS yang telah diadaptasi.

2. Komponen II

Ensuring that health facility support reqired to provide effective IMCI


care are in place yaitu memperbaiki system kesehatan agar penangan
penyakit efektif.

3. Komponen III

Household and community component yaitu meningkatkan praktek/peran


keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya
pencarian pertolongan kasus balita sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Wilyani, Elizabet, Siwi. Materi Ajar Lengkap Kebidanan Komunitas. Yogyakarta:


Pt Pustaka Baru Pers; 2014.
Depkes RI. 2008. Pengantar Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.
Kemenkes RI, 2013. [Internet]; [Diakses oleh: Alvian fauzhan : tanggal 05 April
2021] Tersedia di Kesga.kemkes.go.id/ Manajemen Terpadu Balita Sakit. Pdf
Prasetyawati, AE. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium
Development Goals (MDGs). Yogyakarta. Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai