OLEH:
Efi Zuhrortul Karimah, S. Kep
NIM 182311101125
Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-
buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang
bervariasi.Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian
posterior. Uretraposterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars
membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan
bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30
ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.
Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam waktu
yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan
retensi urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%)
dan trauma (33%). Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter
Folley.
e. Patofisiologi
Residu urine yang sedikit mungkin akan menimbulkan gangguan, namun jika
banyak dan melebihi batas kapasitas vesika memungkinan terjadinya refluks dan
jika berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan hidronephrosis. Selain itu,
stagnansi urine yang lama menimbulkan sedimentasi sehingga kemungkinan akan
terjadi urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari dampak striktur adalah
terjadinya gagal ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada ginjal akan memperberat
kerja ginjal untuk melakukan fungsinya.
Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi masalah, begitu pula
dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan adanya striktur. Urine
yang bersifat asam/ basa akan berusaha mencari jalan baru sebgai saluran dengan
meningkatkan iritabilitas pada mukosa jaringan sekitar dan terbentukla fistel.
(Prabowo & Pranata, 2014: 147-149)
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra
menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi urine. Aliran urine yang
terhambat tersumbat mencari jalan keluar di tempat lain (di sebelah proksimal
striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi
menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah membentuk fistula
uretrokutan. Pada keadaan tertentu dijumpai banyak sekali fistula sehingga
disebut sebagai fistula seruling. (Purnomo, 2011: 144)
Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada
selangkangan (straddle injury) dan fraktur tulang pelvis. Proses radang akibat
trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatriks
pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran
urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di
tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga
periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah
membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu banyak dijumpai fistula
sehingga disebut sebagai fistula seruling.
Tindakan yang kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat menimbulkan
salah jalan ( false route) yang menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan
strikture dikemudian hari. Demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada
pemakaian kateter menetap yang menyebabkan penekanan kateter pada
perbatasan uretra bulbo-pendulare yang mengakibatkan penekanan uretra terus
menerus, menimbulkan hipoksia uretra daerah itu, yang pada akhirnya
menimbulkan fistula atau strikur uretra.
f. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis pada umumnya mirip dengan obstruksi saluran kemih
lainnya, misalnya BPH. Namun ada beberapa yang khas dari klien striktur uretra,
yaitu pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/
obstruksi pada saluran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine
low dan obstruksi yang berada di medial akan membuat alira urine terpecah,
sehingga seolah-olah pancaran urine terbelah dua. Gejala yang lain dari striktur
uretra antara lain:
a) Frekuensi
Merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan
frekuensi untuk berkemih pada klien striktur uretra dikarenakan tidak tuntasnya
klien untuk mengosongkan vesika, sehingga masih terdapat residu urine dalam
vesika. Hal inilah yang kemudian mendorong m.detrusor untuk berespon
mengosongkan vesika.
b) Urgensi
Merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Akumulasi yang kronis pada klien striktur uretra adalah
mengakibatkan iritabilitas vesika urinaria meningkat. Hal ini akan merangsang
persarafan yang mengontrol eliminasi uri untuk mengosongkan melalui efek
kontraksi pada bladder. Dengan demikian keinginan untuk miksi akan terjadi
terus-menurus pada striktur uretra.
c) Disuria
Merupakan rasa sakit dan kesulitan untuk melakukan miksi. Klien striktur
urtra akan mengalami iritabilitas mukosa, baik pada uretra maupun pada vesika
urinaria. Hal ini dikarenakan akumulasi urine yang melebihi kapasitas bladder dan
sifat pH dari urine yang cenderung asam/ basa akan melukai mukosa saluran
kemih. Selain itu, relaksasi vesika yang melebihi dari kemampuan otot vesika
akan menimbulkan inflamasi dan nyeri.
d) Inkontenensia urine
Merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol miksi ( bahasa awam :
ngompol ) kejadian ini pada klien striktur uretra dipicu oleh iritabilitas sayaraf
perkemihan sehingga kemampuan untuk mengatur regulasi miksi menurun.
e) Urine menetes
Merupakan dampak dari residu urine dan adanya obsruksi pada meatus
uretralis, sehingga pancara urine melemah dan pengosongan tidak bisa spontan.
f) Penis membengkak
Bendungan urine dan obstruksi pada saluran uretra akan menyebabkan
resistensi kapiler jaringan sekitar meningkat dengan gejala inflamasi yang
jelas, sehingga penis akan membengkak.
g) Infiltrat
Jika obstruksi pada klien striktur uretra tidak tertangani dengan baik dan
terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan infeksi pada striktur
akan terjadi mengingat urine merupakan media untuk pertumbuhan kuman yang
baik. Jika hal ini terjadi, inflamasi jaringan striktu akan menjadi abses dan
infiltrasi akan terjadi pula.
h) Abses
Diakibatkan oleh invasi bakteri melalui urine kepada jaringan obstruksi
striktur.
i) Fistel
Urine yang bersifat asam/ basa akan berusaha secara patologis untuk
mencari jalan keluar. Oleh karena itu, iritabilitas jaringan sekitar akan terus terjadi
untuk membuat saluran baru, sehingga kemungkinan akan terbentuk fistel sebagai
jalan keluar urine baru.
j) Retensio urine
Striktur yang total akan menghambat secara total aliran urine, sehingga
urine tidak akan keluar sedikit pun dan terakumulasi pada vesika urinaria.
k) Kencing bercabang
Pancaran urine yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan/
obstruksi pada saluran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine
low dan obstruksi yang berada di medial akan membuat alira urine terpecah,
sehingga seolah-olah pancaran urine terbelah dua. (Prabowo & Pranata, 2014:
146)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
b) Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
2) Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran
urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya
proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan
pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal
menandakan ada obstruksi
3) Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan
dan besarnya penyempitan uretra. Teknik pemeriksaan uretrogram adalah
pemeriksaan radiografi ureter dengan bahan kontras uretra. Untuk mengetahui
lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar
sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-
buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur
dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi
4) Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan
kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan
ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke buli- buli. Apabila dengan kateter
ukuran kecil dapat masuk menandakan adanya penyempitan lumen uretra.
5) Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra.Jika diketemukan
adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu
memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk penderita Striktur Uretra
adalah dengan menggunakan penatalaksanaan farmakologis dan non
farmakologis.
1) Terapi Farmakologis
a) Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan
periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis
bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai
dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari
logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit
melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie bengkok atau
lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya. Dilatasi
dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar
tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap
dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan
baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan
perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah (false
passage). Perkecil kemungkinan terjadinya bakteremi, septikemi, dan syok
septic dengan tindakan asepsis dan dengan penggunaan antibiotik.
Gambar 4. Dilatasi uretra pada pasien pria (lanjutan). Bougie lurus dan
bougie bengkok (F); dilatasi strikur anterior dengan sebuah bougie lurus (G)
dilatasi dengan sebuah bougie bengkok (H-J)
b) Uretrotomi interna
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur
uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak
lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2- 3 hari pasca
tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1
bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur
hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran
urinnya < 10 ml/det dilakukan bouginasi.
c) Uretrotomi eksterna
Stadium II: beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,
dilakukan pembuatan uretra baru.
d) Uretroplasty
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, maka
otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai pada suatu saat
kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot buli-buli mula-mula akan
menebal terjadi trabekulasi pada fase kompensasi, setelah itu pada fase
dekompensasi timbul sakulasi dan divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan
divertikel adalah penonjolan mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli
sedangkan divertikel menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah
tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
b) Residu urine
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin kuat tidak
timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul residu. Residu adalah
keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam kandung kencing.Dalam
keadaan normal residu ini tidak ada.
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine dikeluarkan buli-
buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan intravesika yang
meninggi maka akan terjadi refluks, yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli
akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ginjal.
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara
tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap
saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi
maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli mudah terkena infeksi.
Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan
timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal
dengan segala akibatnya.
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang meninggi maka bisa
timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proksimal dari striktur. Urine
yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra menyebabkan timbulnya infiltrat
urine, kalau tidak diobati infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul
fistula di supra pubis atau uretra proksimal dari striktur.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status
kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan
klien, serta merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi Sachse
dan pengkajian post operasi Sachse.
1. Pengkajian pre operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan sejak klien MRS sampai saat operasinya,
yang meliputi; a. Pengkajian fokus :
Palpasi :
1. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan
retensi umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra
pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada
klien biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien,
ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus menurun atau
meningkat.
2. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat
dapat teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi
retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk
scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
Inspeksi :
a. Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
b. Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan
purulent (nanah)
c. Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan
d. Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal
lainnya pada penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina.
e. Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan
ketidak nyamanan pada saat akan mixi.
b. Pengkajian psikososial :
1. Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu :
menarik diri, cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
2. Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran
diri, takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan
kematian. Riwayat psikososial terdiri dari :
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan
muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul karena
ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat
kecemasan dapat dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien
tentang sakitnya.
a. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien
dalam masyarakat.
b. Pengkajian diagnostik
Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel
urin yaitu sel, eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan
protein.
c. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat,
no. rigester dan diagnosa medis.
d. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah
frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak
lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu
miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
e. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran
perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang
berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang
pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat
penyakit DM dan hipertensi.
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga
yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang
menderita DM, asma, atau hipertensi.
g. Pola Fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan
tembakau, penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan
upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang
adekuat).
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan
pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan
menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause,
stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya
tidak mengalami gangguan atau masalah.
h. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu ragu, jumlah kecil dan tidak lancar menetes –
netes, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah
mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien
ditanya tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi
akibat dari p[enyempitan urethra kedalam rectum.
i. Pola tidur dan istirahat .
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang
berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam hari
( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau situasi
lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi
kesulitan tidur.
j. Pola Aktifitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas
penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada
perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas
sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih
mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
k. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota
keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien
dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan sebagai mana
seharusnya.
l. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang
dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya
muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya. Tanggapan
klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien
dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa
tidak berdaya.
m. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan
pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir,
isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak
terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
n. Pola reproduksi seksual
Klien ditanya jumlah anak, hubungannya dengan
pasangannya, pengetahuannya tantang seksualitas. Perlu dikaji pula
keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah seksual yang
dialami sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan
pola perilaku seksual
o. Pola Mekanisme Koping
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab
stress, mekanisme penanggulangan terhadap stress yang dialami.
Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien bersama siapa.
Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif.
Pemeriksaan fisik
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :
Eliminasi Urin:
No Indikator Awal Tujuan
1 2 3 4 5
1. Partikel urin
terlihat
2. Darah terlihat
dalam urin
3. Nyeri saat kencing
4. Rasa terbakar saat
berkemih
5. Retensi urin
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Nyeri akut NOC NIC: Manajemen nyeri (1400)
Kontrol nyeri (1605) 1. Lakukan pengkajian nyeri
Tingkat nyeri (2102) secara komprehensif (lokasi,
Kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) karakteristik, durasi, dan
intensitas nyeri)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
2. Observasi adanya petunjuk
nyeri akut pada pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil: nonverbal nyeri
Indikator Awal 1 2 3 4 5 3. Jelaskan pada pasien terkait
Melaporka nyeri yang dirasakan
n nyeri
berkurang NIC: Terapi relaksasi (6040)
Mengenali 4. Gambarkan rasional dan
nyeri manfaat relaksasi seperti nafas
Mengetahui dalam
penyebab 5. Dorong pasien mengambil
nyeri posisi nyaman
Mencari
bantuan
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
Secara konsisten menunjukkan
Ansietas NOC: Tingkat Kecemasan (1211) NIC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, Anxiety Reduction (penurunan
ansietas pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: kecemasan)
1 Gunakan pendekatan yang
Indikator Awa 1 2 3 4 5
menenangkan
l 2 Nyatakan dengan jelas
Menyambaika harapan terhadap pelaku
n rasa takut pasien
Tekanan darah 3 Jelaskan semua prosedur dan
Frekuensi nadi apa yang dirasakan selama
Frekuensi prosedur
pernafasan 4 Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
5 Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
6Dorong keluarga untuk
menemani anak
7 Dengarkan dengan penuh
perhatian
8 Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
9 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
10 Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
Resiko Infeksi area NOC NIC :
pembedahan Kontrol resiko (1902) Infection Control (Kontrol infeksi)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, 1 Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
tidak terjadi infeksi pada pasien dengan kriteria hasil:
2 Pertahankan teknik isolasi
3 Batasi pengunjung bila perlu
Indikator Awa 1 2 3 4 5 4 Instruksikan pada pengunjung
l untuk mencuci tangan saat
Bau busuk berkunjung dan setelah
Suhu tubuh berkunjung meninggalkan
Nanah pada pasien
luka 5 Gunakan sabun antimikrobia
Kemampuan untuk cuci tangan
mengidentifika 6 Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
si faktor risiko
keperawtan
7 Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8 Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
Risiko Cedera Jatuh NOC Knowledge: fall prevention NIC Environtmental Management
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan risio
cedera jatuh klien dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Monitoring dan memanipulasi
dari lingkungan fisik untuk
meningkatkankeamanan.
Tujuan 2. Identifikasi kebutuhan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 keamanan pasien dari fisik,
1. Benar dalam fungsi kognitif dan
menggunakan kebiasaan perilaku pasien.
peralatan 3. Identifikasi bahaya
keamanan keselamatan pasien di
2. Benar dalam lingkungan (ex: fisik, biologis,
menggunakan kimia).
terali yang 4. Hilangkan risiko dari
tersedia lingkungan jika
memungkinkan.
3. Benar dalam 5. Modifikasi lingkungan untuk
menggunakan meminimalkan resiko dan
pintu keamanan bahaya.
6. Menyediakan alat adaptif (ex:
Alat untuk melangkah dan
4. Penggunaan dari pegangan tangan)
tata cara untukmeningkatkan keamanan
berpindah yang dari lingkungan.
aman 7. Gunakan alat pelindung (mis.
Pegangan samping, pintu
Keterangan:
tertutup, gerbang)
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu untukketerbatasan mobilitas
3. Cukup terganggu fisik.
4. Sedikit terganggu 8. Memberitahu agensi
5. Tidak terganggu pemerintah yang sah untuk
melindungi lingkungan
Tujuan (ex:departemen lingkungan,
No Indikator Awal
1 2 3 4 5
dll).
1. Peningkatan suhu
9. Memberikan pasien nomor
kulit
telepon darurat (ex:
2. Penurunan suhu
departemen kesehatan
kulit
3. Sakit kepala terdekat, polisi,dll).
4. Radang dingin 10. Monitor lingkungan untuk
mengubah status keamanan.
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi
keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi
Discharge Planning
1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah
pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan
khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi
lanjut atau tindakan lainnya di rumah (misal kunjungan rumah oleh tim
kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan
memonitor status kesehatan pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan
bekerja sebagai partner dengan pasien untuk memberikan perawatan dan
bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Tijani KH, Adesnya AA, Ogo CN. The New pattern of Urethral Stricture Disease
in Lagos, Nigeria. Niger Postgrad Med J. 2009 Jun;16(2):162-5
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M., Gallo, B.M. 2011. Keperawatan Kritis:
Pendekatakan Asuhan Holistik. Jakarta: EGC
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ke 3. Jakarta: CV. Agung Seto.
Putri, Puspa Utami. 2013. Discharge planning pada Klien dengan Urolitiasis Post
Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan RSUP
Persahabatan. UNiversitas Indonesia [diakses online pada 8 Oktober 2017]
lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351454-PR-Puspa%20Utami.pdf
Sjamsuhidrajat R, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2. Jakarta :EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suharyanto, T., & Madjid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Trans Info Media.