Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN
DI RUANG NIPAH DR MIDIYANTO SURATANI
TANJUNGPINANG

DISUSUN OLEH :
MU’MIN BIBI SULLEIMAN ANGULLIA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANJUNGPINANG
TAHUN 2021
KONSEP DASAR

A. Konsep Stroke Hemoragik

1. Pengertian Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal
dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti
“memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai
istilah CVA atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan
pada pembuluh darah dan otak.
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome
neurologi yang dapat menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia.
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2010).

2. Etiologi
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan
yangmenyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah
keotak.Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau plak
aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya antara lain
hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid darah,diabetes dan
riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya
perdarahan subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan
masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma
otak atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol,
dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid
bisa berakibat pada koma atau kematian.
Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa
terjadi kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek
lapisan tengah dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).
3. Klasifikasi Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intra serebral (PIS)

Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh


darah intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011).
Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama
lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah
terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik,
emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh
hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan,
kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)

Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang


subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder)
dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri
(perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011).
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya
aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa
aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi
(iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya
trombositopenia, leukimia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal
vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik
atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011).
Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga
kasus terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol
seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu
keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab
(Junaidi, 2011).
2. Penyebab Stroke Hemoragik

Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke


hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya,
seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh
darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon
yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik
(Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
a. Faktor risiko medis

Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:


1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)

2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)

3) Migraine (sakit kepala sebelah)

b. Faktor risiko pelaku

Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan
gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok

2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol

3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)

4) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag

5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat
dimodifikasi

1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)

Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.


Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke
otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama-
kelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung

Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot


jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan
pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran
darah menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan
jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus

Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku


atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia

Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam


darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan
menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas

Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor


terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol
dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (Low-
Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (High-
Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan
obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada
dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas abdominal dan
obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan lingkar pinggang
lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok

Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang


merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.

d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1) Usia

Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke.


Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih
akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk
otak.
2) Jenis kelamin

Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih


besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga

Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan


dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang
dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar
untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa riwayat
stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras

Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia


sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini
dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering
terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia.
Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.
3. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan


glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh
badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%glukosa.
Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi
gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral.
Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika
aliran darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami
tidak sadar dan dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika
aliran darah ke otak terganggu lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013).
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan mekanisme
autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke otak
untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme
autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri
dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka
pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
a. Mekanisme anastomis

Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis.


Arteri karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna.
Karotis interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan
media. Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring,
meningens.
Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis
mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk
oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai
dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum, dimana
arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar
bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi kebutuhan
permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal
dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan vertebrabasilaris
merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak,
tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang
membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri posterior dihubungkan dengan
arteri serebri media dan arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri
komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran yang lengkap.
Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit. Arteri
ini merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah
arteri yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi

Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk


metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-
menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan
750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan oleh suatu
mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka
mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat.
Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran
darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun
perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan
glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida
merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh
untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan
vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan
iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih
kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode anoxia
(tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati
dan terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.
B. Konsep Dasar Ketidakefetifan Perfusi Jaringan
4. Pengertian Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan merupakan kondisi berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan otak adalah rentan mengalami penurunan
sirkulasi jaringan otak yang dapat menggangu kesehatan (NANDA, 2018).
5. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Adapun beberapa factor risiko perfusi serebral tidak efektif adalah
arterosklerosis aorta, tumor otak, embolisme, cedera kepala, dan hipertensi(Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Arterosklerosis aorta adalah penyempitan atau
pengerasan pembuluh darah. Arterosklerosis aorta yang terjadi di pembuluh darah
jantung disebut sebagai penyakit jantung coroner.Penyumbatan pembuluh darah
dapat berakibat fatal.Darah yang menggumpal bercampur dengan lemak yang
menempel di pembuluh darah.Akibatnya serangan jantung, stroke dan kematian
mendadak.
Tumor otak adalah neoplasma atau proses desak ruang yang timbul di
dadalm rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun
intratentorial mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler,
kelenjar hipofise, saraf otak, jaringan penyangga serta bagian tubuh lainnya.
(Syamsuddin, 2017). Embolisme terjadi ketika gumpalan darah atau debris lainnya
menyebar dari otak dan tersapu melalui aliran darah. Jenis gumpalan darah ini
disebut embolus. emboli berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang
terbentuk di luar otak.(Rudi Haryono & Maria Putri Sari Utami, 2019).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat pendarahan atau pembengkan
otak sebagai respon terhadap cedera danmenyebabkan peningkatan tekanan
intracranial. Peningkatan tekanan intracranial akan menimbulkan distrosi dan
bergesernya otak yang akan mengganggu perfusi serebral (Tarwoto, 2013) dan
Hipertensi merupakan factor risiko utama yang dapat mengakibatkan pecahnya
maupun penyempitan pembuluh darah ke otak. Pecahnya pembuluh darah otak akan
menimbulkan perdarahan, akan sangat fatal bila terjadi interupsi aliran darah ke
bagian distal, di samping itu darah ekstravasi akan tertimbun sehingga akan
menimbulkan tekanan intracranial yang meningkat, sedangkan penyempitan
pembuluh darah otak akan menimbulkan terganggunya aliran darah ke otak dan sel-
sel otak akan mengalami kematian (Hasan, 2018).
6. Upaya Penanganan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Manajemen perfusi serebral yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
perfusi serebral yaitu mengatur posisi kepala pasien pada posisi 300 untuk
meningkatkan venous drainage dari kepala dan elevasi kepala dapat menurunkan
tekanan darah sistemik mungkin dapat dikompromi oleh tekanan perfusi serebral.
(nurarif & kusuma, 2015).
A. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik dengan
Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan yaitu menilai informasi yang dihasilkan dari
pengkajian skrining untuk menentukan normal atau abnormal yang
nantinya akan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan diagnosis yang
berfokus masalah atau resiko. Pengkajian terdiri dari dua yaitu pengkajian
skrinning dan pengkajian mendalam.Keduanya membutuhkan
pengumpulan data, keduanya mempunyai tujuan yang berbeda.
Pengkajian skrinning adalah langkah awal pengumpulan data.
Pengkajian mendalam lebih fokus, memungkinkan perawat untuk
mengeksplorasi informasi yang diidentifikasi dalam pengkajian skrinning
awal, dan untuk mencari petunjuk tambahan yang mungkin mendukung
atau menggugurkan bakal diagnosis keperawatan (NANDA, 2018).
Terdapat 14 jenis subkategori data yang harus dikaji yakni respirasi,
sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat,
neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Pengkajian pada pasienstroke hemoragik (SNH) menggunakan
pengkajian mendalam mengenai risiko perfusi serebral tidak efektif,
dengan kategori Fisiologis dan subkategori Sirkulasi.(Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017)

Pengkajian dilakukan sesuai dengan factor risiko yaitu


keabnormalan masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial,
penurunan kinerja ventrikel kiri, arterosklerosis aorta, diseksi arteri,
fibrilasi atrium, tumor otak, stenosis karotis, miksoma atrium, aneurisma
serebri, koagulapati(mis.anemia sel sabit), dilatasi kardiomiopati,
koagulasi intravaskuler diseminata, embolisme, cedera kepala,
hiperkolesteronemia, hipertensi, endocarditis infektif, katup prosetektik
mekanis, stenosis mitral, neoplasma otak, infark miokard akut, sindrom
sick sinus, penyalahgunaan zat, terapi tombolitik,dan efek samping
tindakan(mis tindakan operasi)(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Pengkajian keperawatan pada pasien SH Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan menurut Muttaqin adalah :
a. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
registrasi, dan diagnose medis (Muttaqin, 2011).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : keluhan utama merupakan factor yang sangat mendorong pasien
untuk mencari pertolongan. Keluhan yang sering didapatkan meliputi
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
konvulsi(kejang), sakit kepala yang hebat, nyeri otot, kaku kuduk, sakit
punggung, tingkat kesadaran menurun (GCS<15)(Muttaqin, 2011).
2) Riwayat penyakit sekarang : pasien stroke non hemoragik diawali gangguan
neurologis. Pada gangguan neurologis riwayat penyakit sekarang yang mungkin
didapat meliputi adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak
lumpuh pada saat pasien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada
gastrointestinal seperti mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, di
samping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain,
gelisah, letargi, lelah apatis, perubahan pupil, pemakaian obat-obat
(sedatif,antipsikotik, perangsang saraf), dan lain-lain(Muttaqin, 2011).
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu dilakukan untuk menggali
permasalahan yang mendukung masalah saat ini pada pasien dengan deficit
neurologi sangat penting. Pertanyaan sebaiknya diarahkan pada penyakit-
penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan
dengan masalah yang dialami pasien sekarang (Muttaqin, 2011) Beberapa
pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu dalam pengkajian
neurologi meliputi:
a) Apakah pasien menggunakan obat-obat, seperti analgesic, sedatif, hipnotis,
antipsikotik, antidepresi, atau perangsang sistem saraf.
b) Apakah pasien pernah mengeluh gejala sakit kepala, kejang, tremor, pusing,
vertigo, kebas, atau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan, nyeri atau
perubahan dalam bicara.
4) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi,
saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan
tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan
untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang
isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI
(abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung

Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada


pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara
kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya
pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan
keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong
pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis
dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang
terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat
bicara

8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien
hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang
jelas
9) Leher

Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik


mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thoraks
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan
kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak
terlihat Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada
asites Palpasi : biasanya tidak ada
pembesaran hepar Perkusi : biasannya
terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut
pasien digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
c) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
d) Bawah

Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I


kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada
saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di
ketukkan (reflek patella (+)).

Tabel 2.3
Nilai kekuatan otot
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, 0

lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013

d. Test diagnostik

1) Radiologi

a) Angiografi serebri

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti


stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi

Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan


lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan

Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,


adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya
secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak.
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.


Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah


sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium

a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit,


Eritrosit. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien
menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun
pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit
infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi

Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,


partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio
(INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah

Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,


asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih,
bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu
stroke (Robinson, 2014).
e. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol.
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat
badan.

3) Pola tidur dan istirahat


Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot.
4) Pola aktivitas dan latihan

Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,


kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya


terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran.

Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien


mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri.

Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah


marah, dan tidak kooperatif
(Batticaca, 2008).

4. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA


(2010) dan Tarwoto: Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan
(2013)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
obstruksi jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
e. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan kardiak output
g. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran,
disfungsi otak global
h. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)
i. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
fungsi bicara, afasia
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan depresi pusat pencernaan
k. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

5. Rencana keperawatan

Tabel 2.4
Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas keperawatan diharapkan a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Definisi : bersihan jalan menjadi efektif ventilasi
Ketidakmampuan dengan kriteria hasil b) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien
membersihkan sekresi 1. Status pernafasan : untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
atau obstruksi dari saluran a. Frekuensi pernafasan normal c) Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk
napas untuk (16-25x/menit) melakukan batuk atau menyedot lender
mempertahankan bersihan b. Irama pernafasan teratur d) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan
jalan nafas c. Kemampuan untuk batuk efektif
mengeluarkan sekret e) Auskultasi suara nafas
Batasan karakteristik: 2. Tanda-tanda vital: f) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
1. Batuk yang tidak a. Irama pernafasan teratur
efektif b. Tekanan darah
2. Dispnea normal (120/80mmHg)
3. Gelisah c. Tekanan nadi normal (60-100 Monitor pernafasan
4. Perubahan frekuensi x/menit) a. Monitor kecepatan, irama,
nafas kedalaman dan kesulitan bernafas
b. Catat pergerakan dada, catat
Faktor yang ketidaksimetrisan, penggunaan otot
berhubungan : bantu pernafasan dan retraksi otot
1. Benda c. Monitor suara nafas tambahan
asing dalam jalan d. Monitor pola nafas
nafas e. Auskultasi suara nafas, catat area
2. Sekresi yang dimana terjadi penurunan atau tidak
tertahan adanya ventilasi dan keberadaan suara
nafas tambahan
f. Kaji perlunya penyedotan pada jalan
nafas dengan auskultasi suara nafas
ronki di paru
g. Monitor kemampuan batuk efektif
pasien
h. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan (misalnya nebulizer)
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologic setiap jam
jaringan serebral keperawatan diharapkan perfusi 2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
jaringan serebral pasien menjadi 3. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
Definisi : rentan mengalami efektif dengan kriteria hasil : cahaya, gerakan mata
oenurunan sirkulasi jaringan a. Tanda-tanda vital normal 4. Kaji reflek kornea
otak yang dapat menganggu b. Status sirkulasi lancer 5. Evaluasi keadaan motorik dan
kesehatan c. Pasien mengatakan nyaman dan sensori pasien
tidak sakit kepala 6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
Batasan karaketristik : d. Peningkatan kerja pupil 7. Hitung irama denyut nadi, auskultasi
1. Tanda-tanda vital e. Kemampuan komunikasi baik adanya murmur
2. Status 8. Pertahankan pasien bedrest, beri
sirkulasi lingkungan tenang,
Faktor yang batasi pengunjung, atur waktu istirahat
berhubungan : dan aktifitas
1. Hipertensi 9. Pertahankan kepala tempat tidur 30-
2. Embolisme 45° dengan posisi leher tidak
3. Tumor otak (missal: menekuk/fleksi
gangguan serebrovaskul 10. Anjurkan pasien agar tidak menekuk
ar, penyakit neurologis, lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang
trauma, tumor) keras atau mengedan
11. Pertahankan suhu normal
12. Pertahankan kepatenan jalan napas,
suction jika perlu, berikan oksigen
100% sebelum suction dan suction
tidak lebih dari 15 detik
13. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-
45mmHg dan PaO2
>80 mmHg
14. Bantu pasien dalam pemeriksaan
diagnostic
15. Berikan obat sesuai program dan
monitor efek samping
(1)Antikoagulan:hepari
n (2)Antihipertensi
(3)Antifibrolitik :
Amicar (4)Steroid,
dexametason (5)Fenitoin,
fenobarbital (6)Pelunak
feses
Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
Nafas Definisi : inspirasi keperawatan diharapkan pola nafas a. Posisikan pasien untuk
atau ekspirasi yang tidak pasien menjadi efektif dengan memaksimalkan ventilasi
memberi ventilasi adekuat kriteria hasil: b. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial
1. Status pernafasan pasien untuk memasukkan alat
a. Frekuensi pernafasan normal membuka jalan nafas
Batasan karaketristik : (16-25x/menit) c. Instruksikan bagaimana agar bias
1. Dispnea b. Irama pernafasan teratur melakukan batuk efektif
2. Pola nafas abnormal c. Suara auskultasi nafas d. Auskultasi suara nafas
(irama, frekuensi, normal e. Posisikan untuk meringankan
kedalaman) d. Kepatenan jalan nafas sesak nafas
e. Retraksi dinding dada tidak
Faktor yang ada Terapi oksigen
berhubungan : a. Siapkan peralatan oksigen dan
1. Disfungsi Neuromuskular 2. Tingkat kelelahan berkurang berikan melalui system
. Gangguan neurologis dengan kriteria hasil : humidifier
(misal: elektroensefalog a. Kelelahan tidak ada b. Berikan oksigen tambahan seperti
ram [EEG] positif, b. Nyeri otot tidak ada yang diperintahkan
trauma kepala, c. Kualitas istirahat cukup c. Monitor aliran oksigen
gangguan kejang) d. Kualitas tidur cukup d. Monitor efektifitas terapi
oksigen
e. Amati tanda-tanda hipoventialsi
induksi oksigen
f. Konsultasi dengan tenaga kesehatan
lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan dan atau
tidur

Monitor tanda-tanda vital


a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernafasan dengan tepat
b. Monitor tekanan darah saat pasien
berbaring, duduk dan berdiri
sebelum dan setelah perubahan
posisi
c. Monitor dan laporkan tanda dan
gejala hipotermia dan hipertermia
d. Monitor keberadaan nadi dan
kualitas nadi
e. Monitor irama dan tekanan
jantung
f. Monitor suara paru- paru
g. Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban
h. Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital

Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan


fisik keperawatan diharapkan mobilitas 1. Kaji kemampuan motorik
fisik tidak terganggu kriteria hasil : 2. Ajarkan pasien untuk melakukan ROM
Definisi : keterbatasan dalam 1. Peningkatan aktifitas fisik minimal 4x perhari bila mungkin
gerakan fisik atau satu atau 2. Tidak ada kontraktur otot 3. Bila pasien di tempat tidur, lakukan
lebih ekstremitas secara 3. Tidak ada ankilosis pada sendi tindakan untuk meluruskan postur
mandiri dan terarah 4. Tidak terjadi penyusutan otot tubuh
a. Gunakan papan kaki
Batasan karakteristik : b. Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4
1. Penurunan kemampuan jam
melakukan keterampilan c. Sanggah tangan dan pergelangan
motorik halus pada kelurusan alamiah
2. Penurunan kemampuan 4. Observasi daerah yang tertekan,
melakukan keterampilan termasuk warna, edema atau tanda lain
motorik kasar gangguan sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama pada daerah
Faktor yang tertekan, beri bantalan lunak
berhubungan : 6. Lakukan massage pada daerah tertekan
1. Gangguan neuromuskula 7. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
r 8. Kolaborasi stimulasi elektrik
2. Gangguan sensoriporsept 9. Kolaborasi dalam
ual penggunaan tempat tidur anti
dekubitus

Sumber: Bulecheck, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).
Singapore: Elsevier Global Rights.
Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC).
Singapore: Elsevier Global Rights.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC
6. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan
dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan

b. Diagnosis keperawatan

c. Evaluasi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Aminoff, M.J., & Josephson, S.A. 2014. Aminoff’s Neurology and General
Medicine. Elsevier

Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC

Asmadi. 2008. Teknik prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Docthterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013.
Nursing Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of
America: Mosby Elsevier, Inc
Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC

Debora, O. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba


Medika

Misbach, J. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:


Badan Penerbit FKUI

Moorhead S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th edition. United State Of America: Mosby
Elsevier, Inc
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian


Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1


(Martha Ardiaria, Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara

Sutrisno, A. 2007. Stroke sebaiknya anda tau sebelum anda terserang stroke.
Jakarta: PT.Gramedia Utama

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan.


Jakarta: CV.Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai