Anda di halaman 1dari 10

CHAPTER 11

THE BALANCE SHEET

Kita punya 4 laporan keuangan, satu set laporan keuangan itu ada neraca, ada laba rugi, ada
arus kas, ada perubahan ekuitas. Kalau menurut standar akuntansi ada 5, satunya lagi catatan
atas laporan keuangan, tapi bukan dalam format laporan. Yang dalam format laporan hanya 4.
Dari yang 4 itu, neraca dan laba rugi disebutkan yang paling utama. Mengapa paling utama?
Karena dengan neraca dan laba rugi kita bisa nyusun laporan arus kas, kita bisa nyusun
laporan perubahan ekuitas. Tapi kalau kita hanya punya dua yang terakhir (laporan arus kas
dan laporan perubahan ekuitas), kita tidak bisa membuat laporan laba rugi dan neraca.

Dua yang utama itu (neraca dan laporan laba rugi) dalam bahasa inggrisnya disebut financial
statement proper. Proper disini artinya bukan layak, bukan wajar, tapi proper disini berarti
utama. Jadi yang utama adalah neraca dan laba rugi. Dalam sistem double entry yang kita
pakai, neraca dan laba rugi kita itu berhubungan, dalam bahasa inggrisnya berartikulasi.
Digambarkan sebagai berikut:

Articulation

Accounting Classification System

Dari gambar diatas dalam terlihat, neraca kita itu akan balance (seimbang) kalau
penghitungan laba ruginya (selisihnya apakah itu laba atau rugi) sudah kita pindahkan ke
ekuitas. Di ekuitasnya masuk ke dalam retained earnings. Inilah yang disebut
dengan artikulasi, dua laporan berhubungan.
Di pengantar akuntansi itu ada lajur 10 kolom, terdiri dari 2 kolom pertama trial balance, 2
kolom berikutnya adjustments, 2 kolom berikutnya adjusted trial balance, 2 kolom
berikutnya income statement accounts (laba rugi), 2 kolom berikutnya balance sheet
accounts (neraca). Dua kolom pertama, trial balance harus balance (kanan kiri harus
sama), adjustment harus balance, adjusted trial balance harus balance, income
statement dan balance sheet tidak balance. Kalau income statement itu balance berarti break
even (tidak ada laba, tidak ada rugi). Tapi karena ada laba atau rugi maka laba atau ruginya
itu harus dipakai untuk mem-balance kolomnya. Kalo yang kredit lebih banyak daripada
debit berarti laba. Selisihnya tuliskan di debitnya supaya jumlahnya balance. Selisih tadi
kalau di income statement masuknya di sisi debit berarti kreditnya lebih banyak, berarti di
neraca assetnya lebih banyak, debitnya lebih banyak, berarti kreditnya yang kurang,
kurangnya sebesar selisih tadi yaitu laba yang harus dipindahkan. Masuknya ke retained
earnings. Jumlahnya jadi balance  lagi. Ini yang kita sebut dengan artikulasi.

Masalahnya apa?

Revenue-Expense Approach

Sekarang ada dua laporan, ada neraca, ada laba rugi. Sudut pandang kita mementingkan yang
mana? Kita tidak bisa mementingkan keduanya. Kita harus menekankan pada salah satu. Jadi
kalau kita mengatakan bahwa laba rugi itu lebih utama karena laba itu mengukur kinerja dan
berbagai alasan kita sampaikan, itu berarti kita memberi tekanan pada laporan laba rugi.
Kalau kita memberi tekanan lebih pada laporan laba rugi berarti kita dikatakan
menggunakan Revenue-Expense Approach, yaitu pendekatan yang menekankan pada
pengukuran revenue dan pengukuran expense. Akibatnya apa? Kalau ada sisa-sisa
pengukuran, maka sisa-sisa pengukuran itu masuk ke neraca. Akibatnya di neraca, assetnya
disamping berisi aset akan ada sisa pengukuran revenue dan expense namanya deferred
debets. Di sisi pasivanya, selain berisi liabilites dan owners’ equity, juga akan berisi sisa-sisa
pengukuran dari laba rugi yaitu deferred credits. Akibatnya apa? Neraca kita asetnya tidak
meyakinkan, karena disamping ada aset, ada juga deferred debets yaitu debet yang
ditangguhkan, misalnya deferred charges (beban ditangguhkan). Harusnya beban, tapi karena
tidak dibebankan pembebanannya ditangguhkan. Gimana meletakkan yang ditangguhkan ini?
Jadi aset kita berisi aset dan bukan aset. Jadi nilai informasi asetnya turun, tidak bagus.
Begitu juga untuk passiva, liabilities dan owners’ equity. Disitu ada deferred credits.

Jadi dampaknya apa?

Kita punya 2 laporan, yaitu neraca dan laba rugi. Kalau kita mengutamakan laba rugi, dengan
kata lain berarti kita “mengorbankan neraca”. Kita mengorbankan neraca karena informasi
yang ada disitu tidak sepenuhnya memenuhi definisi elemen neraca. Aset tidak sepenuhnya
aset, ada deferred debets. Passiva tidak sepenuhnya, liabilities dan owners’ equity tidak
sepenuhnya liabilities dan owners’ equity, ada deferred credits.

Asset-Liability Approach

Sekarang dibalik, bagaimana kalau kita lebih mementingkan neraca. Berarti kita fokus pada
mengukur aset dan liability. Carilah ukuran-ukuran yang bagus untuk mengukur aset dan
untuk mengukur liability. Kalau ada sisa-sisa pengukuran, sisa pengukurannya masuk ke laba
rugi. Sama seperti tadi, tapi ini kita balik, yang ditekankan adalah asset dan liability, berarti
kita menekankan neraca, berarti dengan kata lain kita “mengorbankan laba rugi”.
Asetnya bagus, tidak ada deferred charges. Liabilitynya bagus, tidak ada deferred credits.
Tapi ukuran revenue dan expensenya ibaratnya punya kuliatas kedua, bukan kualitas no1.
Yang kualitasnya 1 nya neraca karena kita pakai pendekatan asset-liability. Revenue dan
expensenya kualitas ke 2. Berarti kita korbankan laporan laba rugi.

The Nonarticulated Approach

Coba bayangkan, laporan utama ada 2, karena artikulasi maka 1 kita korbankan. Berarti
laporan yang “tidak dikorbankan” yang isi informasinya bagus itu cuma 1. Situasi seperti ini
tidak bagus. Kita harus menghasilkan 4 laporan, dua itu ikutan, dua lagi utama. Tapi dari dua
yang utama itu yang bagus cuma 1 tergantung pendekatan mana yang kita gunakan. Kalau
menggunakan revenue-expense approach berarti laporan laba ruginya bagus. Kalau
menggunakan asset-liability approach berarti neracanya yang bagus.

Jadi, kalau kita kembali ke chapter 8, kita mau menguji apakah informasi yang kita hasilkan
direspon oleh pasar atau tidak, kita pakai teori pasar efisien. Terus hasilnya direspon, tapi
kadang-kadang tidak direspon. Yang tidak direspon itu kita sebut anomaly, karena kita
menyalahkan pasarnya tidak efisien, sudah diberi informasi kok tidak direspon berarti
pasarnya tidak efisien. Sekarang kita sampai pada situasi anggap saja kita menghasilkan
cuma 2 laporan, neraca dan laba rugi, tapi yang bagus cuma 1. Masa pasar tidak merespon
informasi yang tidak bagus? Yang salah bukan pasarnya, yang salah kita menghasilkan
informasi yang tidak bagus. Jadi, ada kemungkinan kedepan nanti  research pasar modal akan
menemukan anomali-anomali. Selama kita tetap menghasilkan hanya 1 laporan yang bagus.

Coba kita pakai pengukuran untuk asset dan liabilitynya pakai prinsip capital maintenance.


Tujuannya supaya capitalnya termaintain, berarti sebetulnya kita pakai pendekatan asset-
liability. Pengukuran revenue, pengukuran expense kualitas kedua. Akibatnya angka laba kita
kualitas dua. Terus kita pakai laba tadi untuk mengukur reaksi pasar, abnormal return, diukur
kok ga respon ya? Berarti anomaly ini. Pasarnya tidak efisien. Nanti dulu. Laba kita itu bagus
tidak ukurannya? Kalau tidak bagus jangan salahkan pasar. Tidak direspon karena informasi
labanya tidak bagus.
Jadi bagaimana memperbaiki ini? Tidak bisa diperbaiki kecuali kita pakai pendekatan non
artikulasi. Belum ada di dunia ini standar akuntansi yang menggunakan non artikulasi. Tapi
di level teori kita bisa bilang, laporan neraca tidak berhubungan dengan laporan laba rugi.
Kok bisa? Di teori itu bisa, di praktik tidak ada. Artinya apa? Kita buat ukuran asset dan
ukuran liability untuk neraca. Kita buat ukuran revenue dan expense untuk laba rugi. Berarti
neraca lajur 10 kolomnya nanti tidak nyambung. Tidak harus nyambung karena memang
tidak berartikulasi. Pikirkanlah sistem yang baru, neraca yang tidak berartikulasi dengan laba
rugi.

FIFO itu bagus untuk neraca tidak informasinya? Atau bagus untuk laba rugi? FIFO, harga
awal jadi  cost of good sold, harga akhir jadi persediaan di neraca. Jadi harga akhirnya cocok
dengan harga sekarang ga? Harga akhir lebih cocok dengan harga sekarang. Berarti informasi
persediaan di neraca itu sesuai dengan harga sekarang. Kalau begitu kita bisa bilang
neracanya bagus informasinya. Berarti kalau begitu untuk neraca kita pakai FIFO.

Sekarang FIFO itu untuk laba rugi bagus ga? COGS kita itu terlalu rendah kalau ada inflasi,
laba kita tidak cocok. Berarti FIFO tidak cocok untuk menghasilkan informasi laba yang
bagus, harusnya kalau begitu pakai LIFO. Kalau non artikulasi, neracanya pakai FIFO, laba
ruginya pake LIFO. Nanti angkanya tidak cocok.. Siapa yang suruh cocok? Karena
pendekatannya adalah non artikulasi, jadi ya memang tidak cocok :D

Coba pikirkan sistem yang baru, yang tujuannya menghasilkan dua laporan yang dua-duanya
memuat informasi yang bagus. Tapi jadinya apa? Jadinya tidak berhubungan. Itu termasuk ke
model yang non articulation.

Kita mau buat neraca, yang penting itu untuk aktiva tetap itu book valuenya harus sesuai
dengan harga sekarang. Kita mau buat laporan laba rugi, laporan laba rugi biaya depreasinya
harus menunjukkan biaya untuk masa sekarang. Yang ini kalau pakai double entry artikulasi
ga bisa ini. Kita menekankan book value, berarti kita meremehkan biaya depresiasi,
itulah asset-liability approach. Kalau kita mementingkan biaya depresiasi, kita meremehkan
nilai buku, itu yang disebut revenue-expense approach kalo artikulasi. Kalau dua-duanya
mau dipentingkan jadinya ga nyambung, itu namanya non artikulasi.

***
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa owners’s equity terbagi 3, yaitu contributed capital,
retained earnings, dan unrealized capital adjustment.

Contributed capital  itu biasa disebut dengan modal disetor. Kalau kita menerbitkan saham,
kita jual ke bursa, saham kita itu nominalnya 1000 rupiah, kita tawarkan di bursa 1100,
berarti pembelinya harus nyetor 1100 per lembarnya. Kalau kita beli 1 lot (100 lembar)
saham x 1100 = 110.000. Uangnya diterima oleh perusahaan, dicatat dalam 2 akun yang
berbeda, yaitu legal capital dan other contributed capital. Legal capital itu nilai nominal/nilai
pari, 1000 rupiah dicatat disitu. Sisa 100 nya masuk premium atau bahasa lainnya agio itu
other contributed capital (modal setoran yang lain). Jadi 1100 dibagi ke 2 akun, nominalnya
masuk kea kun nominal, selisihnya disebut agio kalo diatas nominal atau disebut disagio kalo
dibawah nominal.

Selanjutnya retained earnings, akan dijelaskan setalah ini. Unrealized capital adjustment itu


apa? Kita ambil contoh, kalo perusahaan kita punya anak di luar negeri, anak perusahaan kita
(subsidiary) itu harus dikonsolidasi dengan induknya. Laporan keuangannya harus
dikonsolidasi. Karena mata uang di luar negeri berbeda dengan mata uang kita, maka ada
proses penjabaran (translation). Proses penjabaran ini menimbulkan selisih lebih atau selisih
kurang. Zaman dulu itu disebut laba atau rugi, selisih laba atau ruginya masuk ke laba rugi.
Zaman sekarang, selisih lebih/kurang karena perubahan kurs itu tidak boleh masuk ke laba
rugi, tapi masuk ke capital adjustment yang belum direalisasi. Jadi akan ada unrealized
translation adjustment, yaitu adjustment akibat penjabaran yang belum direalisasi. Artinya
realisasi apa? Kalo anak perusahaan kita dijual, kita menerima uangnya dalam bentuk dollar,
kita rupiahkan ke Indonesia itulah realisasi. Selama perusahaan kita masih berdiri di luar
negeri maka namanya unrealized. Jadi selisih kursnya yang tadi, kurs dollarnya naik/turun,
itu cuma selisih angka, itu selisih angka atau penyesuaian akibat penjabaran. Tapi itu belum
direalisasi, makanya masuk ke neraca.

Jadi di owners’ equity itu ada apa? Ada modal setoran (nominal, agio/disagio), ada laba
ditahan, ada selisih-selisih yang belum direalisasi, salah satu contohnya adalah selisih dari
penjabaran laporan keuangan anak perusahaan di luar negeri. Itu akan ada disana selamanya,
angkanya berubah-ubah, tergantung dari perubahan kurs. Ini akan hilang, akan masuk ke laba
rugi kalau perusahaannya kita jual. Unrealized capital adjustmentnya
menjadi realized setelah dijual. Begitu jadi realized pindah ke laba rugi, keluar dari neraca.

Selanjutnya retained earnings. Retained earnings itu isinya ada 3. Kita bisa lihat ini dalam
laporan perubahan ekuitas. RE 1 januari ditambah laba atau dikurangi rugi tahun itu. Laba
atau ruginya dari income statement accounts (akun-akun laba rugi) itu. Ada debit, ada kredit.
Kalo debit itu ada biaya dan rugi, kalo di kredit itu revenue dan gain. Keduanya ada yang
ordinary dan ada juga yang extraordinary. Selisihnya laba/rugi masuk ke retained earnings.
Jadi retained earning awal ditambah laba atau dikurangi rugi jadilah retained earnings akhir.

Kalo ada dividen, dividennya kita kurangkan. RE awal ditambah laba atau dikurangi rugi,
kurangi dividen ketemu RE akhir.

Kalo ada koreksi dari tahun sebelumnya (prior period adjustment), prior period
adjustment tidak boleh masuk ke laba rugi. Tapi prior period adjustment langsung dilaporkan
ke retained earnings.

Jadi komponen retained earningsnya akan ada 3, RE awal tambah laba atau kurangi rugi,
kurangi dividen, tambah/kurangi prior period adjustment tergantung angkanya positif atau
angkanya negative.

Misalnya, kita mengukur gedung dengan taksiran 20 tahun. Sekarang kita ubah taksirannya
menjadi 40 tahun, berarti depresiasi yang lalu-lalu jadi salah. Kita harus perbaiki depresiasi
yang lalu-lalu, itu namanya adjustment untuk periode sebelumnya. Koreksi dari depresiasi itu
yang disebut prior period adjustment. Tidak boleh membebaninya laba rugi, tapi langsung
dilaporkan di retained earnings. Kenapa? Karena laba rugi yang sebelum-sebelumnya sudah
masuk ke retained earnings. Setiap tahun saldo laba masuk ke retained earnings. Kesalahan-
kesalahan ini ngumpul di retained earnings. Kalo begitu retained earningsnya yang
dikoreksi.

Jadi skema itu menunjukkan artikulasi laba rugi ke retained earnings, retained earnings ke
neraca.
***
Chapter ini membahas 3 elemen dari neraca, ada asset, ada liability, ada owners’ equity.

ASSETS

Definisi Aset

Ada 3 kali usaha formal, di luar formal juga ada ahli-ahli akuntansi yang melakukan definisi,
tapi yang formal itu ada 3 kali.

Defenisi aktiva yang dirumuskan profesi akuntansi AS:

1. Defenisi dari Committee on Terminology (1953), menyatakan aktiva sebagai sesuatu


yang dinyatakan dalam saldo debit yang akan dipindahkan melalui penutupan akun
menurut aturan akuntansi, dengan dasar bahwa sesuatu tersebut menyatakan baik hak
milik atau perolehan nilai atau terjadinya suatu pengeluaran yang menimbulkan sebuah
properti atau layak diterapkan untuk masa yang akan datang.
Defenisi ini menekankan pada legal property, tetapi juga memasukkan beban
ditangguhkan dengan alasan beban ditangguhkan terkait dengan LLR periode yang akan
datang.  Defenisi ini menunjukkan pendekatan pendapatan-biaya atas laporan keuangan.
2. Defenisi dari APB (1970), APB Statement No. 4 menyatakan aktiva sebagai sumber-
daya ekonomis dari suatu perusahaan yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.
Dalam aktiva juga termasuk beban ditangguhkan, yang bukan merupakan sumber-daya
tetapi diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
3. Defenisi dari FASB (1985), SFAC No. 6 menyatakan aktiva sebagai manfaat
ekonomi masa mendatang yang kemungkinan besar (probable) diperoleh atau dikontrol
oleh suatu entitas sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu.
Executory Contracts

Ada yang menyalahi dalam praktik. Sebetulnya kontrak untuk pembelian jangka panjang,
kontrak untuk kepegawaian, itu sudah memenuhi syarat untuk dicatat sebagai aset dan
kewajiban. Cuma praktik kita tidak. Kalo kontrak jangka panjang itu semacam MoU, kalo
sudah ada kontrak walaupun barangnya belum di order harusnya diakui. Tapi praktik kita
tidak mengakui itu. Kalau sudah melakukan order pembelian barulah dilakukan pencatatan.
Jadi ada praktik yang sudah lama dalam akuntansi yang sebenarnya salah tapi kita tetap
melakukan praktik akuntansi yang seperti itu.

Recognition and Measurement of Assets: Summary of Asset Measurement.

1. Recognition and measurement untuk piutang itu kita mau menaksir  net realizable
valuenya. Caranya bisa pakai analisa umur piutang, dan sebagainya.
2. Investments (subject to SFAS No. 115), surat berharga dibagi 3, yaitu available for
sale, trading, held to maturity. Available for sale dan traning pakai fair value. Held to
maturity pakai historical cost.
3. Investments (subject to APB Opinion No. 18), kalau kita punya kurang dari 20%, 20-
50%, atau lebih dari 50% saham yang beredar. Kurang dari 20% pakai cost method. 20-
50% pakai equity method. Lebih dari 50% equity method pakai konsolidasi.
LIABILITIES

Definisi Liabilities

Definisi dari FASB, SFAC No. 6 menyatakan kewajiban adalah potensi pengorbanan
manfaat-manfaat ekonomik di masa depan yang timbul dari kewajiban saat ini dari suatu
entitas tertentu untuk mentransfer aset atau menyediakan jasa kepada entitas-entitas lain
sebagai akibat dari transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian masa lalu.

Karakteristik utang ada 3, yaitu:

1. Kewajiban itu ada


2. Kewajiban itu tidak bisa untuk ditiadakan / Tidak bisa dihindari / Tidak boleh
dihapus.
3. Kejadian yang menimbulkan kewajiban untuk perusahaan itu sudah terjadi.
Kita tidak boleh menghapus hutang. Kita boleh menghapus piutang. Piutang itu aset kita.
Tapi kalau kewajiban kita itu tidak boleh dihapus kecuali kreditor kita menyatakan sudah
tidak akan menagih lagi. Lain dengan aset. Kalau aset kita yang menghapus, kalau utang kita
tidak boleh menghapus kecuali diberi penghapusan oleh kreditor.

Ada 5 pengelompokan utang:

1. Contractual liabilities
2. Constructive obligation
3. Equitable obligation
4. Contingent liabilities
5. Deferred credits
Yang utang sesungguhnya hanya yang contractual. Yang constructive dan equitable lebih
karena nilai moral, tapi secara hukum tidak ada dasarnya. Contingent itu utang bersyarat, jadi
utang kalo syaratnya terjadi. Misalnya, kita jual barang, lalu ada pembeli, ada jaminan atas
kerusakan. Kalo barangnya rusak, kita harus mengganti. Ini contingent liabilities bagi kita
sebagai penjual. Akan jadi liabilities kalo syaratnya dipenuhi yaitu barangnya rusak. Kalo
barangnya tidak rusak, kita tidak harus membayar ganti ruginya, berarti tidak ada  liabilities.
Perusahaan kita punya sengketa, dituntut ke pengadilan dimintai ganti rugi. Harus dilaporkan
di neraca sebagai contingent liabilities. Baru jadi utang kalo pengadilan menyatakan kita
kalah lalu harus membayar ganti rugi, barulah itu jadi utang. Kalo dinyatakan kalah oleh
pengadilan di persidangan akhir, baru menimbulkan hutang. Kalo tidak kalah, bukan
utang. Deferred credit harusnya menurut definisi itu bukan hutang, tapi dalam praktik itu
masuk di bagian liability.

Recognition and Measurement of Liabilities.

1. Notes payable with below market rates of interest

Jadi harusnya pengakuan utang itu harga pasar. Kalau kita mengeluarkan utang wesel, utang
wesel kita itu berbunga, harusnya bunganya itu sesuai bunga pasar. Tapi kalo utang wesel itu
dibawah, bunganya dibawah tingkat bunga pasar, hutang weselnya harus dikoreksi angkanya.
Bisnis itu adalah arm length transaction (kesepakatan sepanjang lengan). Kalo kita
mengeluarkan surat utang, bunganya pakai bunga pasar. Kalo bunganya dibawah pasar
berarti sebetulnya utangnya itu tidak sebesar itu. Berarti harus dihitung utangnya 1000,
bunganya 6%. Berarti bunganya 60, sedangkan tingkat bunga itu 9%. Berarti harusnya
utangnya itu memberi bunga 90. Kalo bunganya cuma 60 berarti utangnya bukan 1000.
Utangnya 1000:60 x 9% itu tadi. Harus dikoreksi seperti itu.

2. Bonds payable

Ada penghitungan agio dan disagio.

3. Convertible bonds

Convertible bonds ini utang sampai tanggal dikonversikan berubah menjadi saham. Sebelum
dikonversi itu utang.

4. Debt with stock warrants

Stock warrants, ada penjual obligasi, ada lembar disitu kalo kita beli obligasi kita boleh beli
saham dengan harga sekian. Berarti harga jual obligasi adalah harga jual obligasi dan harga
jual warrant.  Harganya harus dialokasikan untuk keduanya.

5. Redeemable preferred stock and other hybrid security

Yang namanya stock tidak pernah jatuh tempo, yang jatuh tempo itu hutang. Kalo
itu preferred stock juga tidak boleh boleh jatuh tempo. Kalau disebut redeemable preferred
stock (preferred stock yang bisa dibeli kembali oleh perusahaan) itu bukan preferred stock,
itu utang. Jadi dalam praktik itu banyak kreativitas menciptakan transaksi. Bagaimana kita
menilai. Kalau saham tidak boleh jatuh tempo, kalo jatuh tempo artinya utang. Kalo ini
namanya saham tapi bisa dilunasi, berarti ini cuma nama sahamnya, tapi sebetulnya hutang.
Berarti redeemable preferred stock harusnya masuk dibagian liability.
6. Securitizations

Sekuritisasi sekarang ini adalah transaksi yang umum dilakukan. Kita punya aset keuangan,
punya piutang, piutangnya baru mau dibayar 3 tahun lagi. Kita butuh uang, yang punya
piutang baru mau bayarnya 3 tahun lagi. Kita jual piutangnya. Jaman dulu
namanya factoring, jaman sekarang namanya sekuritisasi. Kalo kita jual piutang, lalu ada
yang beli, mereka harus membayar ke kita, tapi yang mau beli ini ga punya uang. Lalu yang
mau beli ini menerbitkan obligasi dulu. Piutangnya dijadikan jaminan untuk obligasi itu. Jadi
obligasinya di  secure oleh financial asset kita, oleh piutang, transaksi seperti ini namanya
sekuritisasi. Yang sudah banyak terjadi, bank-bank menjual tagihan kartu kreditnya
ke multifinance.

***

Owners’ Equity

Masalahnya disini adalah treasury stock dan stock dividend.

Treasury stock

Kita jual saham ke bursa, boleh dibeli lagi. Kita jual 1000, trus kita beli lagi 900, berarti laba
100. Tapi akuntansi tidak membolehkan transaksi saham sendiri menerbitkan laba atau rugi.
Jadi kalau kita beli saham kita sendiri namanya treasury stock. Selisihnya tadi mengurangi
modal disetor atau menambah modal disetor, tergantung selisihnya. Tidak boleh masuk ke
dalam laporan laba rugi. Ini namanya capital transaction, bukan revenue transaction. Kalau
kita beli saham perusahaan lain, kita jual harganya naik, kita dapat selisih laba, masuk ke laba
rugi. Tapi kalau yang kita beli itu saham kita sendiri, tidak ada dampaknya ke laba rugi, tapi
masuk ke ekuitas

Stock Dividend

Kita kalo bagi stock dividen sebetulnya karena ga punya uang, kalo punya uang kita harusnya
memberi dividen tunai. Masa mau ngasi dividen malah ngasi saham. Jadi kalo ga cukup
likuiditasnya, maka diberi dividen tapi bukan uang, nanti kalo butuh uang bisa dijual
sahamnya.

Anda mungkin juga menyukai