Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

AIR PROSES DAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL


ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIA DALAM AIR LIMBAH, ANALISA ZAT
PADAT DALAM AIR LIMBAH, ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI DALAM
AIR LIMBAH, ANALISA OKSIGEN TERLARUT DALAM AIR LIMBAH DAN
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN CARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

DISUSUN OLEH:

SANTI INDRIYANI 11020067

3K4

DOSEN : HARIYANTI RAHAYU S, S.Teks., M.T.

ASISTEN : BUDY HANDOKO, S.ST., M.T.

WULAN S, S.ST., M.T.

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL


BANDUNG
2014
ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN KIMIA DALAM AIR LIMBAH

I. Maksud dan Tujuan


I.1 Maksud
Melakukan analisis kebutuhan oksigen kimia atau COD (Chemical Oxygen
Demand) dalam air limbah.
I.2 Tujuan
Mengetahui kebutuhan oksigen kimia atau kebutuhan oksigen yang
berasal dari zat kimia dengan metoda refluks tertutup secara titrimetri.

II. Teori Dasar


Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan salah satu parameter kunci yang
digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat pencemaran bahan organik dalam
perairan umum. Semakin besar nilai COD suatu air, semakin besar pula tungkat
pencemaran yang terjadi pada air tersebut.
Chemical Oxygen Deman (COD) atau Kebuutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah
besaran yang menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zat
kimia dalam air limbah secara kimiawi menggunakan oksidator kuat atau kalium
permanganat. Zat organik yang diurai oleh kromat dalam asam sulfat yang dirubah
menjadi CO2 dan air. Prosedur pengujiannya adalah dengan menambahkan kalium
dikromat standar, asam sulfat yang sudah ditambahkan perak sulfat, dan sejumlah
contoh uji dengan volume terukur. Oksidasi zat organik merubah dikromat menjadi
kromium trivalent, seperti reaksi dibawah ini:

Zat organik + Cr2O72- + H+ panas


CO2 + H2O

Pengujian KOK mengacu pada SNI 06-6989.2-2004 dilakukan dengan refluks


tertutup secara spektrofotometri. Jumlah oksidan yang dibutuhkan dinyatakan dalam
ekuivalen oksigen (O2 mg/L).

III. Percobaan
III.1 Alat
Alat yang digunakan:
 Alat refluks lengkap  Piala gelas 250 ml
 Pemanas listrik  Gelas ukur 100ml
 Buret 50ml  Labu ukur 100 ml
 Pipet volume 10 ml  Tabung pencerna
 Erlenmeyer 
III.2 Bahan dan Zat Kimia
- Garam Mohr (Ferroamonium Sulfat)
- Larutan standar kalium dikromat 0,2500 N
- H2SO4 pekat
- Reagen H2SO4 + AgNO3
- Indikator Feroin

III.3 Langkah Kerja


- Contoh uji di homogenkan.
- Tabung refluks dan tutupnya dicuci dengan reagen H2SO4 + AgNO3.
- Contoh uji, larutan pencerna (Kalium Dikromat) dan pereaksi campuran H 2SO4
+ AgNO3 ke dalam tabung pencerna dengan jumlah tergantung dari ukuran
tabung pencerna.
- Tabung ditutup dan dikocok secara perlahan agar homogeny.
- Tabung pencerna diletakkan pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu
150oC dan refluks selama 2 jam.
- Setelah selesai refluks, air limbah dalam tabung pencerna dipindahkan ke
dalam Erlenmeyer dan dibilas hingga bersih dengan volume terukur, untuk
dititrasi garam Mohr (Ferroamonium sulfat) sebelumnya ditambah indicator
feroin.
- Sisa dikromat dititrasi dengan garam Mohr sampai warna hijau kebiruan
berubah tepat merah coklat.
- Dilakukan percobaan untuk blanko.
- Dilakukan standarisasi larutan ferroamonium sulfat.
 Larutan ferroamonium sulfat adalah larutan yang tidak stabil sehingga
normalitasnya harus selalu distandardisasi setiap kali akan digunakan.
 Pipet

III.4 Reaksi
CH6O + CrO72- + H-  CO2 + H2O + Cr3+
Sisa kromat dititrasi dengan garam Mohr
6Fe2+ + Cr2O72- + 14H-  6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7H2O
dengan klorida
6 Cl- + Cr2O72- + 14H+  3 Cl2 + 2Cr3+ + 7 H2O + Hg2+ + 2 Cl-  HgCl2
IV. Data Percobaan
Standarisasi K2Cr2O7
V1 x N1 = V2 x N2
10 x 0,0167 = 12,4 x N2
N2 = 0,01346
K2Cr2O7 = 0,01346 N

Titrasi Blanko
1. 0,1 ml – 2,5 ml = 2,4 ml
2. 2,5 ml – 4,8 ml = 2,3 ml
Rata – rata = 2,35 ml

Titrasi Contoh Uji

1. 10,6 ml – 12,2 ml = 1,6 ml


2. 18,7 ml – 20,25 ml = 1,55 ml
Rata – rata = 1,575 ml

( ml titrasi blanko−ml titrasi contoh uji ) x N titran x 8000


KOK =
ml contoh uji

2,35−1,5 x 0,01346 x 8000


KOK = =36 ,61 mg O 2
2,5

V. Diskusi
Pada pengujian COD, dilakukan standarisasi K2Cr2O7 terlebih dahulu karena
memungkinkan terjadi perubahan nilai standarisasi akibat waktu penyimpanan yang
terlalu lama atau bahkan mungkin terhidrolisa oleh udara, sehingga dilakukan
standarisasi ulang. Setelah distandarisasi ulang, nilai yang didapat berbeda dengan
yang tertera pada botol. Ketidaksesuaian kadar suatu larutan akan mempengaruhi
perhitungan Kebutuhan Oksigen Kimia yang akan dicari.
Dari hasil yang didapat, kebutuhan kimia oksigen pada contoh uji sebesar 36,61 mg
O2/L. hal ini menunjukkan bahwa pada larutan contoh uji, limbah yang terkandung
didalamnya lumayan banyak. Hal ini dapat terlihat secara visual dimana contoh uji
terlihat berwarna pekat yang menunjukkan bahwa limbah yang berada didalam
larutan tersebut cukup banyak.

VI. Kesimpulan
Kebutuhan Oksigen Kimia pada contoh uji sebesar 36,61 mg/L O2.

ANALISIS ZAT PADAT DALAM AIR LIMBAH


I. Maksud dan Tujuan
I.1 Maksud
Melakukan analisis zat padat dalam limbah dengan menimbang endapan yang
didapat dari penyaringan dan pemanasan.
I.2 Tujuan
Mengetahui kandungan zat padat tersuspensi (didapat dari hasil penyaringan),
zat padat total (didapat dari hasil pemanasan) dan zat padat terlarut yang ada
dalam air limbah.

II. Teori Dasar

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah
berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah,
yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan
Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah
dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia,
sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Dalam jumlah tertentu
dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat merusakkan kesehatan bahkan
mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas
yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu. Adanya batasan kadar
dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu ruang dan waktu tertentu
dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih
dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan ataupun
pemakai. Karena itu untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan
nilai ambang batasnya. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah
tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
Jenis Limbah Industri
Limbah berdasarkan nilai ekonominya dirinci menjadi :
1. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut
akan memberikan nilai tambah.
2. Limbah nonekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses bentuk apapun
tidak akan memberikan nilai tambah, kecuali mempermudah sistem
pembuangan. Limbah jenis ini yang sering menjadi persoalan pencemaran
dan merusakkan lingkungan.
Sesuai dengan sifatnya/karakteristiknya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Limbah cair
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air
dalam sistem prosesnya. Di samping itu ada pula bahan baku mengandung air
sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses
pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu
bahan sebelum diproses lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian
diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan
buangan air
b. Limbah gas/asap
c. Limbah padat.
Menurut sifat dan bawaan limbah mempunyai karakteristik baik fisika, kimia
maupun biologi (Limbah air memiliki ketiga karakteristik ini). Karakteristik dasar limbah :
1. Berukuran mikro
2. Dinamis
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Parameter Kualitas Limbah Cair
1. Parameter Fisika
- Padatan total
Jumlah zat padat yang tertinggal apabila air limbah diuapkan pada suhu
103oC-105oC. Terdiri dari :
 padatan tersuspensi (> 1μ), dapat mengendap sendiri, tidak memerlukan
koagulan, padatan umumnya lumpur.
 padatan koloidal (1mμ-1μ), tidak dapat mengendap, memerlukan
koagulan untuk mengendap, umumnya dioksidasi biologis.
 padatan terlarut (<1μ), merupakan senyawa organic atau anorganik,
dalam larutan berupa ion-ion.
- Suhu
Suhu limbah umumnya lebih besar dari suhu tempat buangan. Suhu
merupakan parameter kehidupan. Makhluk air, reaksi kimia dan kecepatan
reaksi serta kegunaan airnya. Suhu sangat besar kandungan oksigen dalam
air berkurang, air menjadi keruh sehingga kehidupan air sukar/tidak
berlangsung normal.
- Warna
Warna menyerap oksigen dalam air, dan mengganggu keindahan ( terkadang
bersifat racun dan sukar dihancurkan)
- Bau
Berupa gas hasil penguraian zat anorganik yang mengandung belerang.
Belerang atau senyawa sulfat dalam kondisi miskin oksigen
2. Parameter Kimia
BOD/KOB
Jumlah Oksigen Terlarut Dalam Air Limbah Yang Dipakai Untuk
Menguraikan Senyawa Organik dengan Bantuan Microorganisme pada kondisi
tertentu (secara Biologi). Adanya zat organik dalam air limbah terutama unsur
karbon, hidrogen,oksigen berpotensi menyerap oksigen kekurangan oksigen
menyebabkan air menjadi keruh dan berbau sehingga berakibat terhadap
kehidupan air.

Padatan Total

Istilah padatan total adalah semua bahan yang terdapat dalam contoh air setelah
dipanaskan. Padatan total yang menguap adalah padatan total yang menghilang
setelah pemanasan. Padatan total terikat adalah padatan total yang tersisa setelah
dilakukan pemanasan.
Prinsip pengujiannya adalah dengan memanaskan contoh uji pada suhu 103 – 105oC
selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga berat tetap.

Padatan Terlarut Total

Metoda ini digunakan untuk menentukan kadar padatan terlarut total, padatan larutan
total yang menguap, dan padatan terlarut total yang terikat dalam air dan air limbah
secara gravimetric.
Padatan terlarut total adalah semua bahan dalam contoh uji yang lolos melalui
saringan membran. Prinsip pengujiannya adalah dengan menguapkan contoh uji
yang sudah disaring dengan kertas saring, kemudian ditimbang sampai berat tetap.

2.1 Padatan Tersuspensi Total


Metoda ini digunakan untuk menentukan residu tersuspensi yang terdapat dalam
contoh uji secara gravimetric.
TTS adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan. Prinsip
pengujiannya adalah contoh uji yang disaring kemudian ditimbang. Sebelumnya
dikeringkan terlebih dulu. Kenaikan berat kertas saring merupakan padatan
tersuspensi total (TTS).

III. Percobaan
III.1 Alat
Alat yang digunakan:
 Neraca analitik  Penjepit kertas saring
 Cawan terbuat dari porcelain atau platina  Alat penyering
 Desikator/Eksikator  Penangas air
 Oven  Pipet
 Tanur  Penjepit cawan

III.2 Bahan dan Zat Kimia


- Air limbah contoh uji
- Kertas saring kering bebas abu

III.3 Langkah Kerja


1. Zat Padat Total
- Cawan kosong yang telah dibersihkan dipanaskan dalam oven pada
temperatur 105 0 C selama 1 jam.
- Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit kemudian ditimbang
dengan teliti (B).
- Contoh uji air limbah diambil 50 ml kemudian dituangkan kedalam cawan,
kemudian dipanaskan sampai hampir kering tetapi tidak sampai
membentuk gelembung.
- Air limbah dalam cawan tersebut sisanya diuapkan dan dikeringkan
didalam oven.
- Cawan didinginkan didalam eksikator selama 15 menit kemudian
ditimbang (A).
2. Zat Padat Tersuspensi
- Kertas saring dipanaskan didalam oven pada temperatur 1050 C selama 1
jam.
- Kemudian didinginkan didalam eksikator selama 15 menit lalu ditimbang
dengan teliti hingga berat konstan (D).
- Contoh uji yang telah dikocok kemudian diambil 50 ml dan disaring
dengan hati-hati dengan menggunakan kertas saring yang telah
ditimbang tadi.
- Kertas saring diambil dan dikeringkan didalam oven.
- Kertas saring yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan kedalam
eksikator lalu ditimbang sampai mendapat berat konstan (A).

IV. Data Percobaan


- TS = Padatan Total, contoh uji 50ml
- Berat cawan awal = 69,0164 gram (B)
- Berat cawan akhir = 69,1618 gram (A)
- Berat kertas saring awal = 1,1823 gram (D)
- Berat kertas saring akhir = 1,2686 gram (C)

A−B 69,1686−69,0164
Ä Zat padat total= x 1000 = = 3,044 mg/L
ml C .U 50
(C−D ) ×1000 ( 1,2686−1,1823 ) × 1000
Ä Zat Padat Tersuspensi= = =¿1,726 mg/L
ml contoh uji 50 ml
Ä Zat Padat Terlarut =zat padat total−zat padat tersuspensi
Zat Padat Terlarut =3,044 mg/ L−1,726 mg/ L=1,318 mg/ L

V. Diskusi
Pada pengujian analisa zat padat dalam air limbah (TTS) pada dasarnya
menggunakan prinsip pemisahan zat yang berbeda jenis dan karakteristiknya. Zat
pertama berbentuk cairan (pelarut/air) dan zat yang terlarut di dalamnya berbentuk
padat, dimana dilakukan proses pemisahan secara fisika dengan menggunakan
metode penyaringan (dengan kertas saring) yang ditruskan dengan pemanasan
sehingga terjadi penguapan pelarut (air) dan didapatkan residu yang tertinggal.
Residu ini tidak ikut menguap karena berbentuk padat.
Dari data yang didapat, zat padat total sebanyak 3,044 mg/L yang dihasilkan dari
selisih berat cawan kosong dengan berat cawan beserta residu yang dikalikan 1000
per banyaknya larutan contoh uji yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa
seluruh padatan dalam contoh uji sebanyak 3,044 mg/L.
Sedangkan untuk padatan tersespensi, nilai yang didapat sebanyak 1,726 mg/L yang
didapat dari hasil zat yang tertahan oleh kertas saring terukur yang kemudian
dipanaskan untuk menghilangkan kadar air yang terserap pada kertas, sehingga
didapatkan hanya berat dari padatan saja, yang kemudian dicari selisihnya dari berat
kertas saring yang terukur sebelumnya yang kemudian dikalikan 1000 per
banyaknya contoh uji yang digunakan.
Dan untuk padatan terlarut didapat hasil sebanyak 1,318 mg/L yang merupakan
selisih antara zat padat total dengan zat padat yang tersuspensi. Dimana padatan
terlarut ini merupakan padatan yang bias menembus kertas saring atau padatan
yang lolos dari penyaringan.

VI. Kesimpulan
Zat padat total = 3,044 mg/L
Zat padat tersuspensi = 1,726 mg/L
Zat padat terlarut = 1,318 mg/L
ANALISA KEBUTUHAN OKSIGEN BIOLOGI DALAM AIR LIMBAH

I. Maksud dan Tujuan


1.1 Maksud
Melakukan analisis kebutuhan oksigen biologi atau BOD (Biological Oxygen
Demand) pada air limbah.
1.2 Tujuan
Mengetahui oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mendegradasi limbah
dengan menghitung selisih DO (Dissolved Oxygen) sebelum diinkubasi dan
setelah diinkubasi selama 3 hari..

II. Teori Dasar


Limbah tekstil umumnya berwarna, mempunyai kondisi alkali yang tinggi, nilai BOD
dan padatan tersuspensi yang tinggi, dan suhu yang tinggi pula. Limbah tekstil
umumnya bersumber dari kotoran kotoran yang berasal dari serat dan zat kimia hasil
proses tekstil yang dihasilkan dari bahan tekstil yang kemudian dibuang menjadi
limbah.
Pengolahan air limbah adalah suatu proses penghilangan atau penguraian zat
pencemar yang terkandung dalam air limbah sehingga air buangan tersebut aman
bagi lingkungan. Untuk menangani masalah tersebut, perlu dilakukan yang namanya
pengolahan limbah.
Kebutuhan oksigen biologi (KOB) atau Biological Oxygen Demand (BOD) adalah
suatu analisa yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologi yang
terjadi di dalam air. Nilai KOB menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bakteri untuk menguraikan zat organik yang berbeda di dalam air.
Pemeriksaan KOB berdasarkan kepada reaksi oksidasi organik dengan oksigen di
dalam air. Pemeriksaan tersebut dilakukan pda temperatur pengeraman 20OC
selama 5 hari. Pada saat ini reaksi sudah berjalan kurang lebih 75 %. Reaksi
sempurna setelah 20 hari. Pemeriksaan dilakukan dalam botol yang tertutup rapat,
msehingga tidak ada pertukaran oksigen dari luar.
Jumlah zat organik di dalam air diukur melalui jumlah oksigen yang dibutuhkan
bakteri untuk mengoksidasikan zat organik tersebut. Karena reaksi BOD dilakukan
dalam botol tertutup, maka jumlah oksigen yang dibutuhkan adalah selisih antara
kadar oksigen pada saat awal reaksi dan kadar oksigen setelah 5 hari. Secara
sederhana proses okidasi secara biologi digambarkan seperti di bawah ini :
nitrifikasi

karbon
BOD 20

BOD 5

hari
5 20
Skema Proses Oksidasi Zat Organik secara Mikrobiologi
Gangguan pada umumnya terdapat pada analisa KOB adalah adanya zat beracun
yang membunuh bakteri,nitrifikasi yaitu perubahan amoniak menjadi nitrat oleh jenis
bakteri tertentu yang juga membutuhkan oksigen sehingga mengacaukan
perhitungan, kemasukan udara dalam botol, kekurangan bakteri dan kekurangan
nutrisi untuk bakteri.
Reaksi
Zat Organik + Oksigen (O2) CO2 + H2O + NH3

PERHITUNGAN :
Nilai KOB (mg/l) = ( DOO - DO5 ) air contoh – ( DOO – DO5 ) blanko
P

III. Percobaan

3.1 Alat
Alat yang digunakan:
 Botol inkubasi  Labu pengencer 1 L dan 2L
Winkler
 Inkubator 200C  Tabung Pengencer dengan volume tertentu
 Pipet volume 10 ml  Gelas ukur 100 ml
 Buret 50 ml  Erlenmeyer
3.2 Bahan dan Zat Kimia
a. Air pengencer yang terbuat dari : air suling jenuh oksigen ditambah
1 ml larutan-larutan :
 Bufer phosphat yang terdiri dari : 8,5 g KH 2PO4, 21,75 g
K2PO4, 1,7 gNH4Cl dan 33,4 g Na2 HPO4.7H2O dalam 1 liter air pada
pH 7,2.
 22,5 g/l MgSO4.7H2O.
 27,5 g/l CaCl2.
 0,25 g/l FeCl2.6H2O.
 Bibit air kotor (warna biru)
 NaOH atau H2SO4 sebagai pengatur pH.

b. Air limbah contoh uji


c. MnSO4
d. Larutan alkali iodide azida
e. H2SO4 pekat
f. Indicator kanji

3.3 Langkah Kerja


- Contoh dinetralkan sampai pH 7 dengan NaOH atau H 2SO4.
- Untuk contoh yang mengandung sisa khlor harus dinetralkan dengan
Na2SO3.
- Dilakukan pengenceran sesuai dengan kadar zat organic yang ada
dalam air contoh :
 Untuk air limbah industri diencerkan 100 – 1000 kali
 Untuk air limbah penduduk diencerkan 20 – 100 kali
 Untuk air limbah yang telah diolah diencerkan 4 – 20 kali
- Kedalam labu ukur diisi air pengencer setengahnya, kemudian dipipet
sejumlah air contoh lalu diencerkan sampai tepat 1 liter. Tutup labu ukur
dan dicocok dengan hati-hati sampai contoh homogen.
- Air contoh dimasukan kedalam botol winkler, dihindari masuknya udara
kedalam botol.
- Salah satu botol langsung diperiksa kandungan oksigennya dinyatakan
sebagai DO0.
- Dilakukan analisa yang sama terhadap blanko air pengencer untuk
koreksi.
- Kedalam contoh air yang berada dalam botol winker ditambahkan 1 ml
MnSO4 dan 1 ml larutan alkali iodida azida dan botol ditutup kembali
dengan hati-hati agar tidak ada gelembung dara, kemdian dikocok
dengan membalik-balikan beberapa kali.
- Dibiarkan mengendap, setelah endapan sempurna larutan dibuang
sebanyak 10 ml.
- Botol digoyang beberapa kali, sampai endapan larut sempurna.
- Iodim yang terjadi segera dititar dengan larutan tioslfat 0,01 N sampai
berwarna coklat muda, kemudian ditambahkan 2 ml indicator kanji.
- Titrasi dilanjutkan sampai warna biru dari kanji tepat hilang.

IV. Data Percobaan


Titrasi DO0
1. 16,0 – 20,6 ml = 4,6 ml
2. 20,8 – 25,7 ml = 4,9 ml
Rata – rata = 4,75

Titrasi DO3

1. 24,0 ml – 28,0 ml = 4 ml
2. 28,0 ml – 32,2 ml = 4,2 ml
Rata – rata = 4,1 ml

Blanko DO0

1. 0,3 ml – 4,8 ml = 4,5 ml


2. 4,5 ml – 9,1 ml = 4,6 ml
Rata – rata = 4,55 ml

Blanko DO3

1. 10,0 ml – 14,3 ml = 4,3 ml


2. 15,0 ml – 19,5 ml = 4,5 ml
Rata – rata = 4,4 ml
( 4,75−4,1 )−(4,55−4,4 )
KOB = = 2,35 mg/L
50/1000

V. Diskusi
BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan ukuran pencemaran organik yang
paling banyak digunakan untuk mengendalikan mutu air limbah. BOD merupakan
jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi
atau mengoksidasi limbah organik. Jika BOD tinggi, maka jumlah oksigen terlarut
akan kecil. Dalam industeri tekstil yang menggunakan bahan organik seperti resin,
zat warna, dan zat pembantu, jika pengggunaannya terlalu banyak, maka akan
menaikkan nilai BOD.
Pada pengujian penentuan nilai BOD, dilakukan dua kali pengujian DO0 dan DO5.
DO0 yaitu kandungan oksigen terlarut pada 0 hari, artinya pada saat larutan mulai
diuji. DO0 dihitung, agar didapat perbandingan jumlah oksigen terlarut, sedangkan
DO5 yaitu kandungan oksigen terlarut setelah digunakan oleh bakteri untuk
menguraikan zat organik selama 5 hari.
Hal-yang harus diperhatikan pada pengujian BOD ini yaitu adanya penguapan
oksigen yang disebabkan botol winkler yang digunakan kurang tertutup dengan
rapat. Untuk menghindari hal ini, maka tutup botol harus ditutup dengan rapat dan
disimpan ditempat yang gelap (untuk menghindari reaksi yang dapat terjadi dengan
adanya sinar matahari), yang dapat mengurangi atau menambah kadar oksigen.
Selain itu, adanya zat kimia yang bersifat toxic, yang dapat membunuh bakteri
pengurai sehingga akan mengurangi jumlah bakteri dan mengurangi penggunaan
oksigen. Proses-proses kimia lain yang dapat berlangsung pada contoh uji yang
menggunakan oksigen seperti nitrifikasi juga dapat mengacaukan hasil perhitungan
sehingga hasil yang didapat kurang akurat.Dari pengujian didapatkan nilai BOD
sebesar 2,35 mg/l
VI. Kesimpulan
KOB = 2,35 mg/L
PENGOLAHAN LIMBAH DENGAN CARA KOAGULASI FLOKULASI

I. Maksud dan Tujuan


1.1 Maksud
Melakukan pengolahan air limbah terutama air limbah industry tekstil dengan
cara koagulasi dan koagulasi-flokulasi.
1.2 Tujuan
Mengetahui cara mengolah limbah terutama air limbah industry tekstil
dengan cara koagulasi (penambahan zat kimia koagulan) untuk
mengendapkan limbah padatnya, maupun dengan cara koagulasi-flokulasi
yang selain ditambah zat koagulan juga ditambah flokulan untuk kemudian
dianalisis padatan totalnya sehingga bisa mengetahui efisiensi yang
terbaik antara koagulasi atau koagulasi-flokulasi.
II. Teori Dasar
Untuk membuang air limbah ke badan penerima air, apapun jenis air limbahnya,
bagaimanapun kualitasnya, sebelum dibuang harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Jadi pengolahan air limbah dilakukan untuk memperbaiki kualitas air sampai
memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Industri tekstil menghasilkan cukup banyak limbah cair yang mengandung
bermacam-macam polutan. Air limbah industri tekstil hanya diperbolehkan di lepas
ke badan penerima air, setalah kadar polutan yang dikandung di dalamnya
diturunkan sampai ambang batas yang diperbolehkan. Untuk mengurangi kadar zat
polutan pada air limbah, secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara :
Pertama yaitu mengurangi zat polutan yang dihasilkan, hal ini dapat dilakukan
dengan cara mengurangi konsentrasi zat polutan dan volume limbah yang akan
dibuang. Usaha ini dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya : mengurangi
volume air proses, berarti mengurangi volume air limbah, mengurangi rangkaian
proses, penggunaan kembali zat-zat kimia, yang memberikan kadar zat pencemaran
rendah. Kedua, mengolah air limbah sebelum dibuang ke badan penerima air,
karena beragamnya jenis dan ukuran polutan yang dikandung, pengolahan limbah
cair industri tekstil memerlukan beberapa tahap proses pengolahan diantaranya
pengolahan primer berupa ekualisasi dan netralisasi dilanjutkan pengolahan
sekunder untuk menghilangkan padatan dengan proses kimia atau biologi.
Komposisi dan laju air limbah dari proses pada industri tekstil sangat bervariasi, oleh
karena itu perlu dibuat seragam melalui ekualisasi. Proses ekualisasi dibuat dengan
cara mencampur dan menyimpan air limbah didalam kolam. Proses selanjutnya
adalah penyaringan dan pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan partikel-
partikel tersuspensi yang relatif besar, seperti serat, zat kimia yang tidak larut, dan
butiran-butiran padat dari air limbah.
Zat organik maupun anorganik berupa padatan tersuspensi atau berupa padatan
terlarut umumnya dipisahkan dengan cara biologi yaitu dengan bantuan mikroba, zat
organik diuraikan menjadi molekul yang lebih sederhana , atau cara kimia yaitu
menggunakan zat koagulan sehingga partikel-partikel yang lebih halus akan
digabung secara kimia fisika menjadi gumpalan yang mudah dipisahkan, kecuali
partikel non ionik yang sangat halus.
Untuk mrnrntukan dosis optimal dari zat koagulan dan parameter lainnya seperti pH,
jenis zat koagulan yang akan digunakan dalam proses koagulasi dilakukan dengan
percobaan jar tes. Alat ini merupakan model sederhana proses koagulasi
Suatu larutan yang keruh biasanya mengandung partikel-partikel kecil yang ringan
dan sulit mengendap dalam waktu yang lama. Partikel-partikel tersebut tidak dapat
bergabung menjadi partikel yang lebih besar dan lebih berat karena muatan partikel-
partikel tersebut sama (biasanya negatif), sehingga ada gaya elektrostatis di antara
partikel tersebut. Dengan pembubuhan zat koagulan, maka sebagian zat koagulan
terlarut dalam air, molekul-molekul ini akan menempel pada permukaan partikel
(karena zat koagulan bermuatan positif) dan mengubah muatan elektris dari
sebagian partikel anion. Sebagian besar zat koagulan tidak terlarut dan akan
mengendap sebagai flok yang mengurung partikel-partikel zat padat dan
membawanya ke bawah.
Proses koagulasi ada tiga langkah, yaitu :
1. Pelarutan zat koagulan, dan mencampur dengan contoh sampai homogen
dilakukan dengan pengadukan cepat menggunakan putaran 100 rpm selama 1
menit, jika perlu, pH harus diatur sesuai dengan kebutuhan.
2. Pembentukan flok harus dilakukan dengan putaran yang cukup pelan sekitar
20 rpm selama 20 menit, karena pengadukan yang terlalu cepat akan merusak flok
yang telah terbentuk.
3. Pengendapan flok dengan partikel yang terkurung di dalamnya selama 20
atau 30 menit.

III. Percobaan

3.1. Alat :
 Jar tester
 Piala gelas 1000 ml
 Labu ukur 100 ml
 Tabung reaksi
 Pipet
 Piala gelas 50 ml
3.2. Pereaksi :

 Zat koagulan
 NaOH 0,1 N
 HCl 0,1 N

3.4 Cara Kerja


Ä Contoh uji sebanyak 300 ml dimasukkan kedalam piala gelas.
Ä Zat koagulan dimasukkan kedalam piala gelas yang telah berisi contoh uji air limbah
tersebut. Untuk cara koagulasi-flokulasi, selain ditambahkan koagulan juga ditambah
zat flokulasi/flokulan.
Ä Piala gelas diletakkan pada tempatnya pada alat jar tester.
Ä Pengaduk diturunkan sampai kira-kira ditengah cairan.
Ä Jar tester diputar pada rpm 100 selama 1 menit untuk meratakan dan penempelan zat
koagulan pada partikel-partikel zat padat.
Ä Putaran jar tester diturunkan menjadi 20 Rpm agar terbentuk flok yang lebih besar
dan berat dan dilakukan selama 20 menit.
Ä Larutan yang telah membentuk flok dibiarkan selama 20 menit agar terjadi
pengendapan dari flok-flok.
Ä Dengan hati-hati larutan bagian atas diambil untuk dianalisa padatan totalnya seperti
langkah kerja “analisa zat padat dalam air limbah”.

IV. Data Percobaan


terlampir
V. Diskusi
Koagulasi adalah proses dimana partikel-partikel halus yang menyebabkan
kekeruhan dan warna (zat warna, detergent, pembasah, dan zat pembantu lain),
yang dapat tinggal sebagai suspensi dalam waktu yang tidak terhingga akan
digabungkan secara kimia-fisika menjadi masa yang mudah mengendap.
Pengendapan biasa tanpa koagulasi pada umumnya tidak dapat menghasilkan
air buangan yang jernih. Koagulan yang dipakai pada pengujian ini adalah
FeSO4. Pada proses koagulasi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
seperti penjagaan pH, pengaturan kecepatan (rpm) pengaduk dan pengambilan
pelarut yang telah terpisah. Pengaturan pH disesuaikan dengan zat flokulan yang
digunakan, seperti pada tabel dibawah ini :
pH Koagulasi Zat Koagulan Konsentrasi (g/l)
6,5 - 8,5 PAC 0,25 - 0,75
7 - 8 Al2(SO4)3 1,0 - 1,5
8 - 9 FeSO4 1,75 - 2,0
Sistem pengadukan harus konstan dan tepat, dimana pada awalnya
menggunakan rpm yang tinggi (100 rpm) selama 1 menit. Setelah itu rpm
diturunkan menjadi 20 rpm selama 20 menit . Penggunaan rpm yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan flok-flok yang sudah terbentuk akan pecah kembali
sehingga tidak akan terjadi pemisahan, sedangkan jika rpm terlalu rendah, maka
tidak akan terbentuk flok. Sehingga pengaturan pengadukan harus benar-benar
tepat agar didapatkan flok yang dapat dipisahkan dari pelarutnya. Selain itu,
kekeruhan larutan contoh uji juga dapat mempengaruhi proses koagulasi ini.
Setelah terbentuk flok, pengambilan larutan bening yang berada di atas flok,
harus dilakukan dengan hati-hati, karena jika ada getaran/goncangan, maka flok
yang terbentuk dapat pecah dan terurai kembali, dan pengambilan larutan bening
ini di jaga jangan sampai floknya ikut terbawa.
Dari pengujian, didapatkan persentase penurunan TS sebasar 45,03%. Hasil ini
sesuai dengan standar pengujian seperti data pada tabel di bawah :

Cara Pengolahan BOD (%) SS (%) TDS (%)


Penyaringan (Screening) 0–5 5 – 20 0
Sedimentasi Tanpa Koagulan 5 – 12 15 – 20 0
Koagulasi dan Flokulasi 25 – 60 30 – 90 0 – 50
Trickling Filter (aerob) 40 – 85 80 – 90 0 – 30
Lumpur Aktif 75 – 95 85 – 95 0 – 40
Kolam Biasa 30 – 80 30 – 80 0 – 40
Kolam Aerasi 50 – 95 50 – 95 0 - 40
2. Keterangan : BOD = Biologycal Oxygen Demand
3. SS = Suspended Solid
4. TDS = Total Dissolved Solid

I. Kesimpulan
Efisiensi = 37,91%
DAFTAR PUSTAKA

 Isminingsih Gitopadmojo dan Wiwin Winiati, Penyesuaian Teknologi untuk Proses Tekstil
dengan Produksi Bersih, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil,
Bandung.
 Kemal, Nurati, S.Teks, Diktat Praktikum Kualitas Air Proses dan Air Limbah Industri
Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung : 2004.
 Jurnal Praktikum Utilitas II

Anda mungkin juga menyukai