Anda di halaman 1dari 28

POLARISASI CAHAYA (HUKUM MALUS)

LAPORAN MINGGUAN EKSPERIMEN FISIKA II

Nama : Naufal Nurrofiqi Hafidz J

NIM : 181810201067

Kelompok : A2

LABORATORIUM FISIKA MODERN

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... i


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL……………………………..………………………………………….iii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ...................................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1 Sejarah Polarisasi .................................................................................................... 4
2.2 Definisi Polarisasi Cahaya ................................................................................... 4
BAB 3. METODE EKSPERIMEN.................................................................................... 8
3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................................ 8
3.2 Desain Eksperimen ................................................................................................. 8
3.3 Metode Analisis Data .......................................................................................... 12
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 13
4.1 Hasil .......................................................................................................................... 13
4.2 Pembahasan ............................................................................................................ 16
BAB 5. PENUTUP ................................................................................................................. 18
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 18
5.2 Saran ......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
………………………………….………………………………………………………….
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………
……………….……………

i
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Peristiwa polarisasi (a) Tali digetarkan searah dengan celah (b) digetarkan
dengan arah tegak lurus celah..............................................................
Gambar 2.2 Proses terjadinya polarisasi oleh hamburan cahaya oleh atmosfir di
langit..................................................................................................
Gambar 3.1 Diagram Alir Eksperimen polarisasi cahaya (Hukum
Malus)................ 9
Gambar 3.2 Susunan eksperimen polarisasi cahaya……………………………9

Gambar 3.3 Fotometer dan bangku putar (rotating table)


....................................... 10
Gambar 3.4 Susunan eksperimen bidang

penunda.............................................. 11
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara I/Io dan θ pada Hukum Malus .................
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara I/Io dan θ pada Bidang Penunda..............
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Hasil Eksperimen Polarisasi Hukum Malus .................................................13
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Secara Teori ........................................................................13
Tabel 4.3 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan
Teori.........................................................................................................................14

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Bidang Penunda ............................................................... 14


Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Secara Teori ........................................................................15
Tabel 4.6 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan
Teori.........................................................................................................................15
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena polarisasi, getaran dari cahaya menyebar ke segala arah tetapi tetap
tegak lurus terhadap arah rambatannya (gelombang transversal) ketika melewati
filter polarisasi, getaran horizontal diserap sedangkan getaran vertical sebagian
saja yang diserap. Polarisasi adalah suatu proses pengutupan arah getaran dari
vector yang membentuk suatu gelombang transversal menjadi satu arah. Polarisasi
hanya terjadi pada gelombang transversal tidak bisa terjadi pada gelombang
longitudinal. Suatu gelombang apabila mempunyai sifat gerak medium dalam
bidang tegak lurus dikatakan bahwa gelombang ini terpolarisasi linier. arah dari
bidang getar gelombang tali terpolarisasi adalah searah dengan celah
(Krane,1992).
Eksperimen polarisasi cahaya bertujuan untuk membuktikan hukum Malus,
mempelajari sifat-sifat kristal penunda. Percobaan polarisasi cahaya ini dilakukan
di ruang gelap agar mendukung ketika pengamatan menggunakan laser. Langkah
pertama yang dilakukan yaitu meletakkan dua buah polaroid yang di pasang
sejajar. Polaroid pertama disebut sebagai polarisator yang berfungsi mengubah
cahaya tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi, sedangkan polaroid kedua
disebut sebagai analisator karena berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya
terpolarisasi yang dibentuk oleh polaroid pertama. Intensitas diukur sebagai fungsi
sudut antara polarizer dan analyzer dengan variasi sudut dari 10º sampai 90º.
Selanjutnya pada percobaan bidang penunda, Cermin akan merefleksikan cahaya
transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda. Eksperimen ini cermin akan
merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar.
Eksperimen polarisasi cahaya (hukum Malus) memiliki banyak manfaat yang
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh penerapan
dari proses polarisasi adalah Liquid Crystal Display (LCD). LCD digunakan
dalam banyak tampilan mulai dari jam digital, layar kalkulator, hingga layar
televisi. LCD dapat diartikan alat peraga kristal cair, berisi dua filter polarisasi
yang saling menyilang dan didukung oleh sebuah cermin. Biasanya polarisator

1
2

yang saling menyilang menghalangi semua cahaya yang melewatinya. Diantara


kedua filter itu terdapat lapisan kristal cair. Selain energi listrik alat ini
dipadamkan, kristalnya memutar sinar-sinar yang kuat dengan membentuk sudut
90o. Sinar-sinar yang berputar itu kemudian dapat menembus filter (penyaring)
bagian belakang. Kemudian sinar-sinar itu dipantulkan oleh cermin sehingga
peraga (layar) tampak putih. Angka atau huruf pada peraga dengan menyatakan
daerah-daerah kristal cair. Posisi kristal cair ini mengubah tersebut sehingga
kristal-kristal tidak lagi memutar cahaya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus), yaitu:
1. Bagaimana grafik hubungan antara intensitas cahaya terpolarisasi terhadap
sudut analyzer (θ)?
2. Bagaimana pengaruh nilai sudut θ terhadap nilai intensitas yang dihasilkan?
3. Bagaimana perbandingan intensitas cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari
sumber cahaya masukan laser HeNe dengan menggunakan bidang penunda
dan tanpa bidang penunda?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus), yaitu:
1. Mengetahui grafik hubungan antara intensitas cahaya terpolarisasi terhadap
sudut analyzer (θ).
2. Mengetahui pengaruh nilai sudut θ terhadap nilai intensitas yang dihasilkan.
3. Mengetahuiperbandingan intensitas cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari
sumber cahaya masukan laser HeNe dengan menggunakan bidang penunda
dan tanpa bidang penunda.

1.4 Manfaat

Manfaat dari eksperimen polarisasi cahaya adalah dapat diaplikasikan dalam


beberapa benda yang menggunakan prinsip polarisasi. Salah satu aplikasinya
3

adalah pertunjukan film 3 dimensi. Film ini dibuat dengan menggunakan dua buah
kamera atau kamera khusus dengan dua lensa. Film 3 dimensi sebenarnya terdiri
atas dua film yang dipertunjukkan pada saat yang sama oleh dua proyektor film.
Di dalam gedung bioskop, kedua film diproyeksikan pada layar secara simultan.
Kedua film berasal dari dua proyektor yang ditempatkan pada lokasi berbeda.
Tiap film kemudian diproyeksikan dari dua sisi yang berbeda ke dalam layar
logam. Sebuah filter polarisasi yang diletakkan di depan lensa proyektor sebelah
kiri akan meneruskan gelombang cahaya dari gambar pada suatu arah getar
tertentu. Bersamaan dengan itu filter lain di bagian kanan akan meneruskan
gelombang cahaya tegak lurus arah getar yang dihasilkan oleh filter pertama. Film
diproyeksikan melalui filter polarisasi. Sumbu filter polarisasi untuk proyektor
sebelah kiri dan sumbu filter polarisasi untuk proyektor sebelah kanan saling
tegak lurus. Akibatnya, dua film yang sedikit berbeda diproyeksikan ke layar.
Tiap film dipancarkan oleh cahaya yang terpolarisasi dengan arah tegak lurus
terhadap film yang satunya. Penonton mengenakan kacamata khusus yang
berfungsi sebagai filter. Filter ini akan menyebabkan kesan gambar yang diterima
oleh mata kiri dan kanan akan berbeda.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Polarisasi

Polarisasi cahaya ditemukan oleh Erasmus Bhartolinus pada tahun 1969.


Fenomena polarisasi cahaya, cahaya alami yang getarannya ke segala arah tetapi
tegak lurus terhadap arah merambatnya (gelombang transversal) ketika melewati
filter polarisasi, getaran horizontal diserap sedang getaran vertikal diserap
sebagian. Cahaya alami seperti cahaya matahari yang getarannya ke segala arah di
sebut cahaya tak terpolarisasi, sedang cahaya yang melewati polaroid hanya
memiliki getaran pada satu arah saja, yaitu arah vertikal, disebut cahaya
terpolarisasi linear (Beiser,1999).

2.2 Definisi Polarisasi Cahaya

Cahaya memiliki sifat sebagai gelombang elektromagnetik, yaitu gelombang


yang merambat tanpa memerlukan sebuah medium. Berdasarkan arah getarannya,
cahaya merupakan sebuah gelombang transversal, hal ini menyebabkan cahaya
mengalami sebuah proses polarisasi. Gejala polarisasi hanya dapat terjadi dalam
gelombang transversal saja. Menurut Alonso dan Finn (1992), polarisasi cahaya
merupakan peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang. Seberkas cahaya
jika dilewatkan dalam dua polisator maka intensitas cahaya akan ditransmisikan
akan mencapai nilai maksimum bila arah transmisi cahaya dari kedua polisator
tersebut saling sejajar. Seberkas cahaya akan menghasilkan intensitas minimum
bila arah transmisi cahaya dari kedua polisator tersebut saling tegak lurus. Kedua
polisator ini apabila ditengah tengahnya diberikan suatu medium transparan yang
dikenai oleh sebuah medan listrik luar maka memungkinkan arah sudut polarisasi
cahaya yang ditransmisikan oleh polisator mengalami sebuah perubahan. Medium
transparan jika yang diletakkan di antara ke-dua polarisator mengalami perubahan
sifat-sifat fisik, maka sangat dimungkinkan sifat optisnya juga mengalami
perubahan sehingga dapat mempengaruhi perubahan sudut polarisasi cahayanya.
Tjia (1993) menjelaskan

4
5

bahwa gejala polarisasi dapat digambarkan dengan gelombang yang terjadi pada
tali yang dilewatkan pada celah. Apabila tali digetarkan searah dengan celah maka
gelombang pada tali dapat melewati celah tersebut. Sebaliknya jika tali digetarkan
dengan arah tegak lurus celah maka gelombang pada tali tidak bisa melewati celah
tersebut. Menurut Tjia (1993), Peristiwa polarisasi digambarkan sebagai bentuk
berikut ini:

Gambar 2.1 Peristiwa polarisasi (a) Tali digetarkan searah dengan celah (b) digetarkan
dengan arah tegak lurus celah
(Sumber : Tjia,1993)
Polarisasi cahaya yang disebabkan oleh penghamburan cahaya (Scattering)

merupakan salah satu fenomena optik yang banyak terjadi di alam. Kejadian ini
akan menyebabkan cahaya matahari menjadi terpolarisasi parsial linier (partially

linearly polarized light) setelah bertabrakan dan terhambur oleh molekul atmosfir
bumi (Coulson, 1988). Cahaya terpolarisasi dan warna di langit diciptakan oleh
cahaya yang terhambur (scattering), yaitu istilah teknis untuk cahaya yang yang
"dipantulkan" ke segala arah dengan acak oleh sesuatu. Menurut Wenher (2001),
proses terjadinya polarisasi oleh hamburan cahaya di atmosfir di langit adalah
sebagai berikut:
6

Gambar 2.2 Proses terjadinya polarisasi oleh hamburan cahaya oleh atmosfir di langit
(Sumber: Wehner, 2001)
Menurut hukum Malus, suatu polarisasi yang sempurna akan menghasilakn
50% intensitas cahaya yang tidak terpolarisasi secara datang. Memiliki anggapan
bahwa tidak adanya cahaya yang hilang oleh pantulan dan rantai-rantai
hidrokarbon didalamnya benar-benar sejajar. Anggaplah bahwa komponen
polarisasi yang tidak diinginkan seluruhnya dapat diserap, sedangkan komponen
polarisasi yang diinginkan seluruhnya diteruskan. Jika suatu cahaya terpolarisasi
linier dijatuhkan tegak lurus terhadap polaroid, sedang arah polarisasi membuat
sudut θ dengan sumbu mudah polaroid, maka amplitudo yang diteruskan sebesar
proyaksi medan listrik pada sumbu mudah. Menurut Sutrisno (1984), persamaan
hukum malus adalah sebagai berikut:
= ( )2 (2.1)

Bias ganda merupakan sifat yang dimiliki beberapa kristal tertentu terutama
kalsit. Tujuannya untuk membentuk dua sinar bias dari suatu sinar datang tunggal.
Sinar bias (ordinary ray) mengikuti hukum-hukum pembiasan normal. Sinar bias
lain, yang dinamakan sinar luar biasa (extraordinary ray), mengikuti hukum yang
berbeda. Kedua sinar tersebut bergerak dengan kelajuan yang sama, di mana
cahaya sinar biasa terpolarisasi tegak lurus terhadap cahaya sinar luar biasa
(Sutrisno, 1984)
Cahaya yang terpolarisasi bidang bisa diperoleh dari cahaya yang tidak
terpolarisasi dengan menggunakan bahan bias ganda yang disebut polaroid.
Polaroid terdiri atas molekul panjang yang rumit yang tersusun paralel satu sama
lain. Satu berkas cahaya jika terpolarisasi bidang jatuh pada polaroid yang
sumbunya membentuk sudut θ terhadap arah polarisasi datang, amplitudonya akan
diperkecil sebesar cos θ . Intensitas berkas cahaya karena sebanding dengan
kuadrat amplitudo, maka intensitas terpolarisasi bidang yang ditransmisikan oleh
alat polarisasi adalah:
=2 (2.2)
7

Dimana :
Io : Intensitas datang
Alat polarisasi menganalisis untuk menentukan apakah cahaya terpolarisasi
dan untuk menentukan bidang polarisasi adalah polaroid. Cahaya yang tidak
terpolarisasi terdiri atas cahaya dengan arah polarisasi (vektor medan listrik) yang
acak, yang masing masing arah polarisasinya diuraikan menjadi komponen yang
saling tegak lurus. Ketika cahaya yang tidak terpolarisasi melewati alat polarisasi,
satu dari komponenkomponennya dihilangkan. Jadi, intensitas cahaya yang lewat
akan diperkecil setengahnya karena setengah dari cahaya tersebut dihilangkan.
BAB III. METODE EKSPERIMEN

Metode eksperimen berisi tentang rincian dari pelaksanaan eksperimen.


Metode ini berisi alat dan bahan yang akan digunakan serta langkah kerja yang
akan dilakukan. Alat dan bahan, desain eksperimen, dan metode analisis data yang
akan digunakan dalam praktikum eksperimen polarisasi cahaya (hukum Malus)
adalah sebagai berikut:

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam eksperimen polarisasi cahaya (hukum
Malus), yaitu:
1. Meja Optik (OS-9103), digunakan sebagai tempat eksperimen.
2. Sumber Laser He-Ne (OS-9171), digunakan sebagai sumber cahaya
3. Bangku laser (OS-9172), digunakan sebagai tempat laser diletakkan
4. Angular Translator (OS-9106A), digunakan sebagai tempat analizer
5. 4 buah holder (OS9107), sebagai tempat meletakkan polarizer, analyzer, dan
retarder
6. 3 buah polarizer (OS-9109), digunakan untuk menciptakan cahaya menjadi
terpolarisasi linier
7. Penunda (retarder) 140 nm (OS-9110), digunakan untuk alat
penunda cahaya yang akan dipolarisasi
8. Cermin datar/flat front surface mirror (OS-9136), digunakan
sebagai penghalang polarisasi cahaya.
9. Layar pengamatan (OS-9138), digunakan sebagai tempat untuk
mengamati hasil yang dipancarkan.
10. Photometer (OS-912B), digunakan untuk mengukur intensitas cahaya
yang dihasilkan.
3.2 Desain Eksperimen
Desain eksperimen polarisasi cahaya (Hukum Malus) adalah sebagai 9
berikut:
3.2.1 Diagram Alir Eksperimen

Diagram alir yang digunakan pada eksperimen polarisasi cahaya (Hukum


Malus) adalah sebagai berikut:

Mulai

Menyiapkan dan menghidupkan


peralatan

Menggunakan Laser HeNe/ Biasa


pada alat

Melakukan variasi besar sudut Menghasilkan polarisasi

Intentitas cahaya

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Eksperimen polarisasi cahaya (Hukum Malus)

Gambar 3.2 Susunan eksperimen polarisasi cahaya


(Sumber : Tim Penyusun, 2021)
10

Gambar 3.3 Fotometer dan bangku putar (rotating table)


(Sumber : Tim Penyusun, 2021)

Gambar 3.4 Susunan eksperimen bidang penunda


(Sumber : Tim Penyusun, 2021)

Langkah-langkah yang dilakukan pada eksperimen polarisasi cahaya


dimulai dengan menyusun alat dan bahan eksperimen seperti

gambar 3.2. Sumber laser He-Ne diposisikan pada bangku. Polarizer diletakkan
pada holder didepan laser sehingga berkas dapat melewati polarizer tersebut,
sudut 0° polarizer diarahkan vertical keatas. Analyzer diletakkan pada bangku
optic. Sudut 0° analyzer diarahkan sejajar dengan polarizer. Selembar kertas
digunakan sebagai layar pengamatan dibelakang analyzer. Sudut analyzer diubah
secara perlahan dengan memutarnya dan perubahan intensitas bayangan diamati
pada layar tersebut. probe Fotometer diletakkan pada meja putar. Intensitas
cahaya yang ditransmisikan oleh analyzer diamati melalui fotometer. Intensitas
sebagai fungsi sudut antara polarizer dan analyzer diukur. Sudut analyzer diputar
pada angka 10° dan intensitas berkas yang ditransmisikan oleh analyzer dicatat.
11

Pemutaran dilakukan sampai dengan sudut 90° dan intensitasnya dicatat sebagai
fungsi sudut yang berbeda-beda. Polarizer ketiga diletakkan pada holder diantara
kedua polarizer pertama dan kedua pada satu arah dimana sumbu polarizer ketiga
membentuk sudut 45° terhadap polarizer pertama.
Percobaan selanjutnya adalah menggunakan bidang penunda untuk cahaya
yang akan dipolarisasi. Langkah pertama polarizer diletakkan pada holder dan
bidang penunda 140 nm pada holder yang sama sehingga sumbu 0° bidang
penunda membentuk sudut 45° terhadap sumbu 0° polarizer. Susunan ini
diletakkan pada bangku sehingga bagian depan polarizer berhadapan dengan
berkas laser. Analyzer diletakkan dan layar pengamatan digunakan untuk
menentukan apakah berkas yang diteruskan melalui kombinasi polarizer dan
bidang penunda ini mengalami polarisasi atau tidak. Layar pengamatan
dipindahkan dan probe fotometer diletakkan di depan analyzer. Intensitas cahaya
transmisi untuk beberapa variasi sudut analyzer (0°-90°) diukur. Cermin datar
diletakkan disebelah kanan kombinasi polarizer penunda. Cermin ini akan
merefleksikan cahaya transmisi balik menuju kombinasi polarizer penunda.
Intensitas bayangan diperhatikan pada bagian depan laser (cermin harus
diletakkan membentuk sudut sedemikian hingga anda dapat melihat bayangan
pada bagian muka, bersebelahan dengan output laser). Bidang penunda diputar
dan intensitas bayangan tersebut diperhatikan. Cahaya yang terpolarisasi
melingkar dapat mempunyai arah melingkar ke kanan atau melingkar ke kiri
(bergantung pada kedudukan relatif antara arah bidang penunda dan sumbu Layar
Sumber cahaya Polarizer 1 Polarizer 2 (Analiser) Bidang Penunda Cermin
polarizer). Pada eksperimen ini, cermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya
menjadi terpolarisasi melingkar. Efek bidang penunda divariasi dengan merubah
sudut antara bidang penunda dengan polarizer. Susunan eksperimen yang dapat
digunakan dibuat untuk mengamati variasi sudut ini.

3.2.2 Variabel Operasional Eksperimen

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi terjadinya


perubahan.Variabel bebas pada eksperimen ini yaitu posisi sudut. Variabel terikat
12

merupakan faktor-faktor yang diamati dan diukur oleh peneliti untuk menentukan ada tidaknya
pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat pada eksperimen ini yaitu besar sudut. Variabel
kontrol merupakan variabel yang dibuat sama untuk semua perlakuan. Variabel kontrol pada
eksperimen ini yaitu intensitas cahaya.

3.3 Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan pada praktikum meliputi formula yang digunakan untuk
pengukuran (skala pengukuran) dan metode perhitungannya.

3.3.1 Formula dan Ralat

Formula dan ralat yang digunakan untuk pengolahan data pada eksperimen Polarisasi
Cahaya (Hukum Malus) adalah sebagai berikut:
1. Formula
𝜃 (𝑟𝑎𝑑) = 𝜃𝑥 3.14 / 180°

𝐼0 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝐼 ̅ / (cos 𝜃) 2
2. Ralat

3.3.2 Analisis Data

Data yang didapatkan dalam eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) ini adalah
berupa nilai intensitas dan besar pergeseran sudut. Metode analisis data yang digunakan dalam
eksperimen polarisasi cahaya adalah bersifat interval atau melalui pengukuran. Metode
pengukuran ini berupa pengukuran intentitas cahaya. Pengukuran secara langsung dilakukan
untuk mengetahui besar intentitas cahaya. Data tersebut kemudian dicari nilai error dan
deskripansinya untuk mengetahui perbandingan antara data pada eksperimen dan data yang ada
pada teori baik secara rumus maupun analisis pada grafik yang dihasilkan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil yang didapatkan dalam eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus)
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Eksperimen Polarisasi Cahaya Hukum Malus

(I/Io)rata-
No θ (o) θ (rad) I1 I2 I3 (I/Io)1 (I/Io)2 (I/Io)3 ∆(I/Io)
rata

1 0 0,00 9,00 9,20 9,20 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00


2 10 0,17 8,00 8,40 8,20 0,89 0,91 0,89 0,90 0,01
3 20 0,35 7,60 7,60 7,40 0,84 0,83 0,80 0,82 0,02
4 30 0,52 7,20 7,20 7,00 0,80 0,78 0,76 0,78 0,02
5 40 0,70 6,20 6,00 6,20 0,69 0,65 0,67 0,67 0,02
6 50 0,87 5,40 5,60 5,60 0,60 0,61 0,61 0,61 0,01
7 60 1,05 4,20 4,40 4,60 0,47 0,48 0,50 0,48 0,02
8 70 1,22 3,80 3,60 3,40 0,42 0,39 0,37 0,39 0,03
9 80 1,40 2,20 2,40 2,20 0,24 0,26 0,24 0,25 0,01
10 90 1,57 0,90 0,60 0,80 0,10 0,07 0,09 0,08 0,02

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Secara Teori

No θ (o) θ (rad) cos θ cos2θ (I/Io)teori


1 0 0,00 1,000000 1,000000 1,000000
2 10 0,17 0,984823 0,969877 0,969877
3 20 0,35 0,939753 0,883136 0,883136
4 30 0,52 0,866158 0,750230 0,750230
5 40 0,70 0,766272 0,587173 0,587173
6 50 0,87 0,643126 0,413612 0,413612
7 60 1,05 0,500460 0,250460 0,250460
8 70 1,22 0,342602 0,117376 0,117376
9 80 1,40 0,174345 0,030396 0,030396
10 90 1,57 0,000796 0,000001 0,000001
14

Tabel 4.3 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan
Teori

No θ (o) θ (rad) (I/Io)ukur (I/Io)teori Diskrepansi (%)


13
1 0 0,00 1,00 1,000000 0%
2 10 0,17 0,90 0,969877 7%
3 20 0,35 0,82 0,883136 7%
4 30 0,52 0,78 0,750230 4%
5 40 0,70 0,67 0,587173 14%
6 50 0,87 0,61 0,413612 46%
7 60 1,05 0,48 0,250460 92%
8 70 1,22 0,39 0,117376 236%
9 80 1,40 0,25 0,030396 716%
10 90 1,57 0,08 0,000001 13255407%

Grafik Hubungan antara I/Io dan θ


1.20

1.00

0.80

0.60
I/I
0

Hitungan
0.40 Teori

0.20

0.00
0 20 40 60 80 100
θ (o)

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara I/Io dan θ pada Hukum Malus

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Bidang Penunda


θ
No θ (o) I1 I2 I3 (I/Io)1 (I/Io)2 (I/Io)3 (I/Io)rata-rata 15 ∆(I/I o)
(rad)
1 0 0,00 4,00 4,20 4,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00
2 10 0,17 3,80 4,00 3,80 0,95 0,95 0,95 0,95 0,00
3 20 0,35 3,60 3,40 3,40 0,90 0,81 0,85 0,85 0,05
4 30 0,52 3,20 3,00 3,00 0,80 0,71 0,75 0,75 0,04
5 40 0,70 2,80 2,80 2,60 0,70 0,67 0,65 0,67 0,03
6 50 0,87 2,60 2,40 2,40 0,65 0,57 0,60 0,61 0,04
7 60 1,05 2,20 2,00 2,20 0,55 0,48 0,55 0,53 0,04
8 70 1,22 1,80 1,60 1,40 0,45 0,38 0,35 0,39 0,05
9 80 1,40 1,00 1,20 1,00 0,25 0,29 0,25 0,26 0,02
10 90 1,57 0,60 0,40 0,40 0,15 0,10 0,10 0,12 0,03

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Secara Teori

No θ (o) θ (rad) cos θ cos2θ (I/Io)teori


1 0 0,00 1,0000 1,000000 1,000000
2 10 0,17 0,9848 0,969877 0,969877
3 20 0,35 0,9398 0,883136 0,883136
4 30 0,52 0,8662 0,750230 0,750230
5 40 0,70 0,7663 0,587173 0,587173
6 50 0,87 0,6431 0,413612 0,413612
7 60 1,05 0,5005 0,250460 0,250460
8 70 1,22 0,3426 0,117376 0,117376
9 80 1,40 0,1743 0,030396 0,030396
10 90 1,57 0,0008 0,000001 0,000001

Tabel 4.6 Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan Data Perhitungan
Teori

Diskrepansi
No θ (o) θ (rad) (I/Io)ukur (I/Io)teori
(%)
1 0 0,00 1,00 1,000000 0%
2 10 0,17 0,95 0,969877 2%
3 20 0,35 0,85 0,883136 3%
4 30 0,52 0,75 0,750230 1%
5 40 0,70 0,67 0,587173 14%
6 50 0,87 0,61 0,413612 47%
7 60 1,05 0,53 0,250460 110%
8 70 1,22 0,39 0,117376 235%
9 80 1,40 0,26 0,030396 762%
16
10 90 1,57 0,12 0,000001 18147320%

Grafik Hubungan antara I/Io dan θ


1.20

1.00

0.80

0.60
I/I
0

Hitungan
0.40
Teori
0.20

0.00
0 20 40 60 80 100

θ (o)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara I/Io dan θ pada Bidang Penunda

Pembahasan :

Polarisasi merupakan proses pembatasan gelombang vector yang membentuk


suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Eksperimen polarisasi
cahaya (hukum Malus) bertujuan untuk menjelaskan sifat cahaya dengan
membuktikan hukum Malus tentang polarisasi cahaya dan mempelajari sifat
kristal penunda. Eksperimen polarisasi cahaya (hukum Malus) dilakukan dengan
dua kali percobaan yaitu percobaan pertama polarisasi cahaya tanpa menggunakan
bidang penunda dan percobaan kedua polarisasi cahaya menggunakan bidang
penunda atau retarder. Data yang diperoleh dari eksperimen ini yaitu berupa sudut
perubahan analyzer dan intensitas cahaya yang diukur. Hasil pengolahan data
kemudian dibuat sebuah grafik. Grafik hubungan antara intensitas cahaya
terhadap sudut analyzer (θ) baik menggunakan bidang penunda atau
tanpa bidang penunda menunjukkan grafik linier terbalik bahwa semakin besar
sudut analyzer intensitas cahaya semakin kecil. Hasil ini sesuai dengan literature
yang ada.

Pengaruh nilai sudut (θ) terhadap nilai intensitas yang dihasilkan yaitu
semakin besar nilai sudut yang digunakan pada analyzer maka semakin kecil nilai
nilai intensitas yang didapatkan

dalam eksperimen ini. Hubungan antara sudut yang dibentuk oleh polarizer
17
pertama dengan polarizer kedua adalah berbanding terbalik dengan nilai intensitas
cahaya terpolarisasi yang terbentuk. Semakin besar sudut yang dibentuk oleh
polarizer pertama maka semakin kecil nilai intensitas yang dibentuk, bahkan
ketika sudut mencapai 90° nilai intensitas sama dengan nol. Eksperimen polarisasi
cahaya (hukum Malus) dilakukan untuk mengetahui perbandingan intensitas
cahaya terpolarisasi yang dihasilkan dari sumber cahaya masukan laser HeNe
dengan menggunakan bidang penunda. Intensitas cahaya terpolarisasi tanpa
menggunakan bidang penunda lebih besar dibandingkan menggunakan bidang
penunda. Hal ini dikarenakan cahaya yang terpolarisasi pada polarisator pertama
terhalangi saat akan ditransmisikan ke polarisator kedua yaitu analyzer.

Hukum Malus menyatakan suatu polarisasi sempurna akan menghasilkan


50% intensitas cahaya. Cahaya yang tidak terpolarisasi terdiri atas cahaya dengan
arah masing-masing polarisasinya diuraikan menjadi komponen yang saling tegak
lurus. Cahaya dapat mengalami polarisasi menunjukkan bahwa cahaya termasuk
gelombang transversal. Polarisasi dapat terjadi karena pemantulan pada cermin
datar, absorpsi selektif dari bahan polaroid, dan bias kembar oleh kristal.
eksperimen ini didapatkan bahwa sudut analyzer memiliki pengaruh terhadap
intensitas cahaya terpolarisasi. Semakin besar sudut yang dibentuk maka semakin
kecil nilai intensitas yang dibentuk. Percobaan bidang penunda dilakukan dengan
sumbu 0° bidang penunda membentuk sudut 45° terhadap sumbu polarizer dan
dilakukan pengamatan yang sama seperti pecobaan hukum Malus. Nilai standart deviasi hukum
malus lebih kecil dibandingkan bindang penunda. Nilai deskrepansi antara hukum malus dan
bidang penunda secara umum sama. Grafik hubungan antara intensitas cahaya yang terpolarisasi
terhadap sudut analizer menunjukkan ketika besar sudut kecil intensitas cahaya yang dihasilkan
besar, sedangkan ketika sudut analizer besar intensitas yang dihasilkan semakin kecil. Grafik
tersebut dapat menunjukkan bahwa besar sudut dengan besar intensitas adalah berbanding terbalik.
Karena pada gambar grafik di atas hasilnya adalah menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang ada
bahwa semakin besar sudut maka intensitas cahaya terpolarisasi akan semakin kecil.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dalam eksperimen polarisasi cahaya (hukum
Malus) adalah sebagai berikut :

1. Grafik hubungan antara intensitas cahaya terhadap sudut analyzer (θ) baik menggunakan
bidang penunda atau tanpa bidang penunda menunjukkan grafik linier terbalik bahwa semakin
besar sudut analyzer intensitas cahaya semakin kecil.
2. Pengaruh nilai sudut (θ) terhadap nilai intensitas yang dihasilkan yaitu semakin besar nilai
sudut yang digunakan pada analyzer maka semakin kecil nilai nilai intensitas yang
didapatkan.
3. Perbandingan intensitas cahaya terpolarisasi tanpa menggunakan bidang penunda lebih besar
dibandingkan menggunakan bidang penunda.

5.2 Saran

Saran yang didapat dalam eksperimen polarisasi cahaya (hukum

Malus) praktikan memahami modul dengan benar, agar meminimalisir kesalahan


yang terjadi. Pengolahan data diexcel harus teliti dan lebih diperhaikan. Memahami
literature yang ada diperlukan supaya tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pengolaha data di
excel.
DAFTAR PUSTAKA

18
Alonso, M dan Finn, E. J.1992. Dasar-dasar Fisika Universitas Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Beiser, A.1991. Konsep Fisika Modern, Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Coulson, K.L. 1988. Polarization and Intensity of Light in the Atmosphere, Hampton, VA:A.
Deepak Publishing.
Krane, Kenneth S. 1992. Fisika Modern. Jakarta : Universitas Indonesia.

Sutrisno. 1984. Fisika Dasar Jilid 1. Bandung: ITB.


Tim Penyusun. 2020. Buku Panduan Praktikum Eksperimen Fisika II. Jember:
FMIPA Universitas Jember.
Tjia,M.O.1993.Gelombang.Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Wehner, Rudiger. 2001. Polarization Vision – A Uniform Sensory Capasity,The Journal of
Experimental Biology 204, 2589–2596.
LAMPIRAN

Tabel 1. Data Perhitungan Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus)

(I/Io)rata-
No θ (o) θ (rad) I1 I2 I3 (I/Io)1 (I/Io)2 (I/Io)3 ∆(I/Io)
rata

1 0 0,00 9,00 9,20 9,20 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00


2 10 0,17 8,00 8,40 8,20 0,89 0,91 0,89 0,90 0,01
3 20 0,35 7,60 7,60 7,40 0,84 0,83 0,80 0,82 0,02
4 30 0,52 7,20 7,20 7,00 0,80 0,78 0,76 0,78 0,02
5 40 0,70 6,20 6,00 6,20 0,69 0,65 0,67 0,67 0,02
6 50 0,87 5,40 5,60 5,60 0,60 0,61 0,61 0,61 0,01
7 60 1,05 4,20 4,40 4,60 0,47 0,48 0,50 0,48 0,02
8 70 1,22 3,80 3,60 3,40 0,42 0,39 0,37 0,39 0,03
9 80 1,40 2,20 2,40 2,20 0,24 0,26 0,24 0,25 0,01
10 90 1,57 0,90 0,60 0,80 0,10 0,07 0,09 0,08 0,02

Tabel 2. Analisis Hasil Perhitungan Secara Teori

No θ (o) θ (rad) cos θ cos2θ (I/Io)teori


1 0 0,00 1,000000 1,000000 1,000000
2 10 0,17 0,984823 0,969877 0,969877
3 20 0,35 0,939753 0,883136 0,883136
4 30 0,52 0,866158 0,750230 0,750230
5 40 0,70 0,766272 0,587173 0,587173
6 50 0,87 0,643126 0,413612 0,413612
7 60 1,05 0,500460 0,250460 0,250460
8 70 1,22 0,342602 0,117376 0,117376
9 80 1,40 0,174345 0,030396 0,030396
10 90 1,57 0,000796 0,000001 0,000001

Tabel 3. Tabel Analisis Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran dan


Data Perhitungan Teori

No θ (o) θ (rad) (I/Io)ukur (I/Io)teori Diskrepansi (%)

1 0 0,00 1,00 1,000000 0%


2 10 0,17 0,90 0,969877 7%
3 20 0,35 0,82 0,883136 7%
4 30 0,52 0,78 0,750230 4%
5 40 0,70 0,67 0,587173 14%
6 50 0,87 0,61 0,413612 46%
7 60 1,05 0,48 0,250460 92%
8 70 1,22 0,39 0,117376 236%
9 80 1,40 0,25 0,030396 716%
10 90 1,57 0,08 0,000001 13255407%

Grafik Hubungan antara I/Io dan θ


1.20

1.00

0.80

0.60
I/I
0

Hitungan
0.40 Teori

0.20

0.00
0 20 40 60 80 100
θ (o)

Gambar 1. Grafik Hubungan antara I/Io dan θ pada Hukum Malus

Tabel 4. Tabel Analisis Hasil Pengukuran Bidang Penunda

θ
No θ (o) I1 I2 I3 (I/Io)1 (I/Io)2 (I/Io)3 (I/Io)rata-rata ∆(I/Io)
(rad)
1 0 0,00 4,00 4,20 4,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,00
2 10 0,17 3,80 4,00 3,80 0,95 0,95 0,95 0,95 0,00
3 20 0,35 3,60 3,40 3,40 0,90 0,81 0,85 0,85 0,05
4 30 0,52 3,20 3,00 3,00 0,80 0,71 0,75 0,75 0,04
5 40 0,70 2,80 2,80 2,60 0,70 0,67 0,65 0,67 0,03
6 50 0,87 2,60 2,40 2,40 0,65 0,57 0,60 0,61 0,04
7 60 1,05 2,20 2,00 2,20 0,55 0,48 0,55 0,53 0,04
8 70 1,22 1,80 1,60 1,40 0,45 0,38 0,35 0,39 0,05
9 80 1,40 1,00 1,20 1,00 0,25 0,29 0,25 0,26 0,02
10 90 1,57 0,60 0,40 0,40 0,15 0,10 0,10 0,12 0,03
Tabel 5. Tabel Analisis Hasil Perhitungan Secara Teori

No θ (o) θ (rad) cos θ cos2θ (I/Io)teori


1 0 0,00 1,0000 1,000000 1,000000
2 10 0,17 0,9848 0,969877 0,969877
3 20 0,35 0,9398 0,883136 0,883136
4 30 0,52 0,8662 0,750230 0,750230
5 40 0,70 0,7663 0,587173 0,587173
6 50 0,87 0,6431 0,413612 0,413612
7 60 1,05 0,5005 0,250460 0,250460
8 70 1,22 0,3426 0,117376 0,117376
9 80 1,40 0,1743 0,030396 0,030396
10 90 1,57 0,0008 0,000001 0,000001

Tabel 6. Tabel Analisis Perhitungan Diskrepansi Data Hasil Pengukuran


dan Data Perhitungan Teori

Diskrepansi
No θ (o) θ (rad) (I/Io)ukur (I/Io)teori
(%)
1 0 0,00 1,00 1,000000 0%
2 10 0,17 0,95 0,969877 2%
3 20 0,35 0,85 0,883136 3%
4 30 0,52 0,75 0,750230 1%
5 40 0,70 0,67 0,587173 14%
6 50 0,87 0,61 0,413612 47%
7 60 1,05 0,53 0,250460 110%
8 70 1,22 0,39 0,117376 235%
9 80 1,40 0,26 0,030396 762%
10 90 1,57 0,12 0,000001 18147320%
Grafik Hubungan antara I/Io dan θ
1.20

1.00

0.80

0.60
I/I
0

Hitungan
0.40
Teori
0.20

0.00
0 20 40 60 80 100

θ (o)

Gambar 2. Grafik Hubungan antara I/Io dan θ pada Bidang Penunda

Anda mungkin juga menyukai