Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM: 201910110311497
Kelas A
FAKULTAS HUKUM
2020/2021
SEMESTER GENAP
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘Hukum Pajak Materiil dan Formil’ ini dengan
baik.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas. Selain dari pada itu,
makalah ini juga disusun dengan tujuan menambah wawasan tentang Hukum Administrasi Negara
khususnya Hukum Pajak Materiil dan Formil Hukum Administrasi Negara itu sendiri baik bagi penulis
maupun pembaca.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih ditulis masih belum sempurna. Oleh
karenanya, kritik dan saran yang membangun harapannya dapat menyempurnakan malakah ini.
Zainab Az Zahro
BAB 15. HUKUM PAJAK MATERIL DAN FORMIL
A. Hukum pajak materil dan hukum pajak formil1
Ada 2 macam hukum pajak yaitu:
1. Hukum pajak materil, yaitu memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang
dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu
tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah
dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/ tata cara untuk mewujudkan hukum materil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum iini memuat
antara lain:
a) Tata cara penyelanggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b) Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai
keadaan, perbuatan dna peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c) Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan
hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan atau banding. Contoh:
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
B. Pengelompokan pajak
Pengelompokan pajak terdiri dari cara pemungutan, sifat dan lembaga pemungutnya.
1. Jenis pajak berdasarkan cara pemungutannya;
a) Pajak Langsung: Pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dialihkan kepada orang lain. Dengan kata lain, proses pembayaran pajak harus
dilakukan sendiri oleh wajib pajak bersangkutan.
b) Pajak Tidak Langsung: pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain
karena jenis pajak ini tidak memiliki surat ketetapan pajak. Artinya, pengenaan pajak
tidak dilakukan secara berkala melainkan dikaitkan dengan tindakan perbuatan atas
kejadian sehingga pembayaran pajak dapat diwakilkan kepada pihak lain.
Tata cara pemungutan pajak biasa disebut dengan sistem pemungutan pajak. Sistem
Pemungutan Pajak sendiri merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk
menghitung besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak ke negara. Untuk cara
pemungutan pajak di Indonesia terbagi menjadi tiga sistem yang biasa digunakan oleh
negara, yaitu : Self Assessment System, Official Assessment System, dan Withholding
System.
1. Self Assessment System
Self Assessment System adalah sistem penentuan pajak yang membebankan penentuan
besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri.
Jadi dalam Self Assessment System, wajib pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam
menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) atau melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah. Peran
pemerintah dalam sistem pemungutan pajak ini adalah sebagai pengawas dari aktivitas
perpajakan para wajib pajak. Penerapan self assessment system ini berlaku untuk jenis
pajak pusat. Contoh jenis pajak pusat di Indonesia adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
dan Pajak Penghasilan (PPh). Adapun ciri-ciri dari Self Asssessment System ialah sebagai
berikut;
Penentuan besaran pajak terutang dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri.
Wajib pajak berperan aktif dalam menuntaskan kewajiban pajaknya mulai dari
menghitung, membayar, hingga melaporkan pajak.
Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak, kecuali jika wajib
pajak telat lapor, telat bayar pajak terutang, atau terdapat pajak yang seharusnya
wajib pajak bayarkan namun tidak dibayarkan.
2. Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus atau aparat perpajakan
sebagai pemungut pajak kepada seorang wajib pajak. Dalam sistem ini, petugas pajak
sepenuhnya memiliki wewenang dalam menghitung dan memungut pajak. Penerapan
official assessment system ini pun ditujukan kepada masyarakat selaku wajib pajak, yang
dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab dalam menghitung serta
menetapkan pajak. Sistem pemungutan pajak ini diterapkan dalam Pajak Bumi Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak
yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.
Adapun ciri-ciri sistem perpajakan Official Assessment System ialah sebagai berikut;
Sifat wajib pajak pasif dalam perhitungan pajak karena besaran pajak terutang
dihitung oleh petugas pajak yang dipilih dalam pengelolaan pajak.
2
https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pengelompokan-jenis-jenis-pajak-dan-penjelasannya
Pajak terutang ada setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dan
menerbitkan surat ketetapan pajak.
Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besarnya pajak yang wajib
dibayarkan.
3. Withholding System
Pada Withholding System, besarnya pajak dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib
pajak dan bukan juga petugas pajak/fiskus. Contoh withholding system adalah pemotongan
penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Jadi, karyawan tidak
perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut. Jenis pajak yang
menggunakan withholding system di Indonesia adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh
Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.3
Selain itu, pembayaran ini perlu menggunakan mata uang yang berlaku di Indonesia,
dalam hal ini adalah Rupiah.
2. Kompensasi
Kompensasi dapat dilakukan jika Wajib Pajak memiliki kelebihan dalam membayar pajak
sehingga dapat digunakan untuk membayar utang pajak. Kelebihan bayar pajak sendiri
dapat terjadi karena berbagai hal, seperti perubahan undang-undang pajak, kekeliruan
pembayaran, adanya pemberian pengurangan, dan sebagainya. Karena itu, kelebihan pajak
ini dapat dikreditkan.
Wajib pajak dapat menghapus utang pajak menggunakan cara ini dengan syarat ia wajib
mengajukan sendiri kepada pejabat pajak. Selain itu, Wajib Pajak tidak bisa
mengkompensasikan utang pajak dengan utang biasa karena berbeda konteks.
Kompensasi kerugian, ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu kompensasi kerugian
yang mendatar (horizontal compensative), kompensasi yang tegak (vertical
compensative), dan kompensasi kerugian perang.
Kompensasi pembayaran, ini dapat dilakukan jika salah satu pihak memiliki utang
dan memiliki tagihan pada pihak lain.
Jika ingin menggunakan cara kompensasi, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan:
Bahwa pada saat yang sama, kedua subjek saling mempunyai tagihan.
Hal yang dikompensasikan hanyalah dua utang berupa uang dan barang yang sama
macamnya.
Kompensasi berlaku karena hukum, bahkan jika pihak yang berhutang tidak
mengetahuinya dan saling menghilangkan utang yang sama besarnya pada saat
yang sama.
3. Kedaluwarsa
Kedaluwarsa di sini adalah kedaluwarsa penagihan. Melansir dari DJP, hak untuk menagih
pajak kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejat tanggal terutang
pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang
bersangkutan. Kedaluwarsa penagihan pajak dapat dicegah dengan melakukan penagihan
teguran, dan pengakhiran dengan mengajukan permohonan keberatan atau penangguhan.
Selain itu, ada dua macam kedaluwarsa dalam hal utang pajak. Pertama adalah
kedaluwarsa lemah (penagihannya kedaluwarsa), dan Kedua adalah kedaluwarsa kuat
(utangnya kedaluwarsa).
4. Pembebasan
Alternatif lain untuk menghapus utang pajak adalah dengan cara pembebasan. Namun,
pembebasan di sini pada umumnya bukan berarti menghilangkan pokok utang pajak,
meniadakan sanksi administratif terkait utang pajak. Tetapi, utang pajak dapat berakhir
dengan pembebasan karena cara ini merupakan sarana hukum pajak untuk melepaskan
tanggung jawab wajib pajak berupa membayar pajak.
5. Penghapusan/Peniadaan
Penghapusan utang pajak mirip dengan cara pembebasan. Perbedaannya, cara
penghapusan diberikan karena keadaan keuangan Wajib Pajak. Penghapusan juga
merupakan cara untuk mengakhiri utang pajak. Namun, hanya dengan alasan tertentu,
seperti Wajib Pajak terkena musibah atau karena dasar penetapannya tidak benar. Ketika
utang pajak telah dihapus, perikatan pajak akan berakhir sehingga Wajib Pajak tidak lagi
memiliki kewajiban membayar pajak yang terutang.
Itulah pembahasan singkat mengenai timbul dan hapusnya utang pajak. Secara garis besar,
ada dua ajaran atau dua teori yang mengatur timbulnya utang pajak, yaitu ajaran formil dan
ajaran materil. Lalu untuk menghapus utang pajak tersebut, ada 5 alternatif yang dapat
Wajib Pajak lakukan, yang meliputi: pembayaran, kompensasi, kedaluwarsa, pembebasan,
dan penghapusan/peniadaan.
Meskipun pemungutan pajak secara teoritik maupun secara hukum memiliki dasar yang
kuat, namun dalam praktek pemungutannya ada banyak hambatan yang mungkin terjadi.
Ada setidaknya dua jenis hambatan dalam pemungutan pajak. Hambatan pemungutan
pajak yang pertama sering disebut hambatan pemungutan yang timbul karena adanya
perlawanan pasif.
Perlawanan pasif yang dilakukan bisa berupa keengganan wajib pajak membayar pajak.
Keengganan ini dipicu oleh beberapa alasan misalnya perkembangan intelektual dan moral
wajib pajak. Kurangnya edukasi terkait pajak membuat masyarakat kurang menyadari arti
pentingnya membayar pajak, sehingga mereka enggan membayar pajak. Demikian pula
pengelolaan pajak, maraknya korupsi, penegakan hukum yang lemah memberikan
perkembangan kurang baik bagi pertumbuhan kesadaran masyarakat untuk membayar
pajak. Alasan lain keenganan membayar pajak adalah karena sistem perpajakan yang
cenderung sulit dan rumit, sehingga masyarakat kurang dapat memahami tata laksanan
perpajakan. Mereka akan berpendapat mau bayar saja kok rumit. Alasan lainnya lagi
adalah sistem kontrol yang tidak jalan. Mereka yang tidak membayar pajak ternyata tidak
mendapat sangsi. Hal ini akan menimbulkan pemikiran untuk apa membayar pajak kalau
tidak ada sangsi bila tidak membayar.
Hambatan pemungutan pajak yang kedua adalah dalam bentuk perlawanan aktif.
Perlawanan aktif ini memiliki dua bentuk. Bentuk pertama disebut tax avoidance. Istilah
untuk menyebut upaya-upaya menghindari pajak tanpa melanggar hukum. Bentuk yang
kedua adalah tax evasion. Merupakan upaya menghindari pajak dengan cara-cara
melanggar hukum atau ilegal.(Hendra Poerwanto)5
F. Tarif Pajak6
Dilansir dari buku Hukum Pajak (2013) karya Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton,
dijelaskan bahwa tarif pajak yang ada saat ini dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
5
https://sites.google.com/site/referensipajak/wajib-timbul-hapus-hambatan-pemungutan-menentukan-
tahun-pajak#:~:text=Hambatan%20pemungutan%20pajak%20yang%20pertama,timbul%20karena%20adanya
%20perlawanan%20pasif.&text=Demikian%20pula%20pengelolaan%20pajak%2C%20maraknya,kesadaran
%20masyarakat%20untuk%20membayar%20pajak.v
6
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/17/174044169/jenis-jenis-tarif-pajak
1) Tarif Tetap; Merupakan tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Misalnya adalah tarif
bea meterai, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2000 tarif bea meterai
adalah Rp 3.000 dan Rp 6.000.
3) Tarif Progresif; Dalam buku Hukum Pajak (2016) karya Erly Suandi, dijelaskan bahwa
tarif progresif adalah tarif pajak yang presentasenya semakin besar apabila dasar
pengenaan pajaknya meningkat.
Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan
dasar pengenaan pajaknya. Misalnya, tarif pajak penghasilan untuk pendapatan kena pajak
(PKP) yaitu:
Rp0,00 sampai dengan Rp25.000.000,00 tarifnya sebesar 5%.
Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000,00 tarifnya sebesar 10%.
Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 tarifnya sebesar 15%.
Rp100.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00 tarifnya sebesar 25%.
Rp200.000.000,00 ke atas, tarifnya sebesar 35%
4) Tarif degresif; Merupakan tarif pajak yang presentasenya semakin kecil apabila dasar
pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai
dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. Khusus tarif degresif
tidak pernah digunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan di Indonesia.
G. Hal-hal yang berkaitan dengan wajib pajak (Syarat Subyektif dan Obyektif
Wajib Pajak)7
Ketentuan Subjek Pajak dalam Undang-undang PPh pasal 2 adalah sebagai berikut:
7
https://ekstensifikasi423.blogspot.com/2014/04/syarat-subjektif-dan-syarat-objektif.html
4. Bentuk usaha tetap.
Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
Sedangkan ketentuan mengenai objek pajak tercantum dalam pasal 4 sebagai berikut;
Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih
kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan
tersebut. Dengan kalimat sederhana, Anda berhak menerima kembali kelebihan bayar
ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya.
Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat
dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan
diterima.
Kalau Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak
menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak
berhak untuk:
Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat
perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan
Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak yang
menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika
wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila
belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan
banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan
peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
a) Hak Kerahasiaan
Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas semua
informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan
perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang perpajakan dilarang untuk
mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi adalah:
Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu.
d) Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan
beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk
mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan
tertentu.
Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena
bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang
PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan
juga dapat mengajukan pengurangan PBB.
Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah
dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan pengurangan PBB
dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten setempat.
Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan
untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan.
Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar
negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier
utama ditanggung oleh pemerintah.
Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas
pembebasan PPN. BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-
buku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh
wajib pajak tertentu.
Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan
di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan
baku.
Nomor pengukuhan PKP (NPPKP) ini berbeda dengan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) meski keduanya berfungsi sebagai identitas perpajakan. Perbedaannya adalah,
NPWP merupakan identitas wajib pajak, baik pribadi maupun badan yang merupakan
identitas atau bukti kepesertaan dalam melakukan hak dan kewajiban perpajakan.
Sedangkan nomor pengukuhan PKP (NPPKP) lebih menitikberatkan pada identitas wajib
pajak perorangan atau badan yang terikat pada kewajiban perpajakan untuk PKP.
9
https://klikpajak.id/blog/berita-regulasi/apa-itu-npwp/
Memungut pajak yang terutang.
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal pajak keluaran lebih besar
dari pada pajak masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan PPnBM yang
terutang.
Melaporkan pemungutan, penyetoran, dan penghitungan pajaknya paling lambat
akhir bulan berikutnya.
Dokumen yang dibutuhkan saat pengajuan untuk mendapatkan surat dan nomor pengukuhan
PKP (NPPKP) antara lain:
1. Untuk wajib pajak pribadi:
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau
fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP) bagi Warga Negara Asing (WNA) yang dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang.
Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat Pemerintah
Daerah (Pemda) sekurang-kurangnya dari Lurah atau Kepala Desa.
2. Untuk wajib pajak badan:
Fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahan bagi Wajib Pajak
badan dalam negeri, atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk
usaha tetap, yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
Fotokopi NPWP salah satu pengurus, atau fotokopi paspor dan surat keterangan
tempat tinggal dari Pejabat Pemda sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa
dalam hal penanggung jawab adalah WNA.
Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi yang
berwenang.
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari pejabat Pemda sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa.
3. Untuk wajib pajak badan berbentuk Kerja Sama Operasional (KSO):
Fotokopi perjanjian kerjasama/akta pendirian sebagai bentuk kerja sama operasi (joint
operation), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
Fotokopi NPWP masing-masing anggota bentuk KSO yang diwajibkan untuk
memiliki NPWP.
Fotokopi NPWP orang pribadi salah satu pengurus perusahaan KSO, atau fotokopi
paspor dalam hal penanggung jawab adalah orang WNA.
Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari pejabat Pemda sekurang-kurangnya
Lurah atau Kepala Desa bagi wajib pajak badan dalam negeri maupun badan asing.
Kelengkapan dokumen-dokumen ini disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), pengusaha akan
menerima bukti penerimaan surat. Setelah itu, KPP atau KP2KP kemudian akan melakukan
survey.
Setelah dokumen diterima dan survey dilakukan, maka KPP atau KP2KP harus memberikan
keputusan dalam jangka waktu 5 hari kerja setelah bukti penerimaan surat diterbitkan. Jika
keputusan dari KPP atau KP2KP adalah menerima permohonan pengusaha untuk menjadi
PKP, maka KPP atau KP2KP akan memberikan surat pengukuhan PKP disertai dengan
nomor pengukuhan PKP (NPPKP).10
10
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjZhs70xqzwAhUZ73MBHQRrANoQF
jABegQIAxAD&url=https%3A%2F%2Fwww.online-pajak.com%2Ftentang-pph-final%2Fnomor-pengukuhan-pkp
%23%3A~%3Atext%3DNomor%2520pengukuhan%2520PKP%2520(NPPKP)%2520ini%2Cmelakukan%2520hak
%2520dan%2520kewajiban%2520perpajakan.&usg=AOvVaw0gJ5yauc0uL8tfaaIlvODm