Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL TESIS

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SANTRI DALAM


PERSPEKTIF KITAB AL-MUSTAFAD MIN QOSHOSH AL-QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN MANBA’UL QUR’AN KOTA MOJOKERTO

Oleh : Muh. Jauhari


NIM : 20182550001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
2

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER SANTRI DALAM


PERSPEKTIF KITAB AL-MUSTAFAD MIN QOSHOSH AL-QUR’AN
DI PONDOK PESANTREN MANBA’UL QUR’AN KOTA MOJOKERTO
jauharibancang@gmail.com

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan, sebagaimana ditegaskan Mulkan1, merupakan model rekayasa

sosial yang paling efektif untuk menyiapkan suatu bentuk masyarakat masa depan.

Degradasi moral yang semakin menghawatirkan, membuat pemerintah mengkaji

ulang berbagai kebijakan pendidikan, untuk mengembalikan peradaban bangsa

Indonesia yang berkarakter santun dan luhur, berbagai terobosan dilakukan mulai

dari mengganti kurikulum sampai pada gagasan yang sangat kontraversial “fullday

school”namun permasalahan yang terjadi justru semakin rumit ketika sampai pada

tingkat amplikasi dilapangan, berbagai masalah yang berujung pada runtuhnya

moralitas justru banyak terjadi dilembaga pendidikan, seperti kasus narkotika,

pergaulan bebas, korupsi, kekerasan hingga pembunuhan.

Inovator dan kreator haruslah memadukan dua komponen penting yaitu iman

dan takwa (imtak) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni (ipteks)

perpaduan dari imtak dan ipteks itulah yang menjadi wawasan ulul albab maka

wajarlah Allah akan mengangkat derajat atas keterpaduan tersebut seperti dalam

firmannya

ٍ ‫يرفَ ِع اللَّه الَّ ِذين آمنُوا ِمْن ُكم والَّ ِذين أُوتُوا الْعِْلم درج‬
ۚ ‫ات‬ َ ََ َ َ َْ َ َ ُ ْ

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang orang yang beriman dan orang-
orang yang berilmu beberapa derajat.2
1
Mulkam Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim (Yogyakarta: sipress, 2013) 21.
2
al-Qur’an, 58:11.
3

Pendidikan dalam Islam, tidak hanya menekankan pada aspek akal dan

jasmani saja, sebagaimana yang umum terjadi dalam pendidikan Barat, tetapi

hendaknya juga menyentuh aspek akhlak dan keimanan (rohani).

Hal tersebut selaras dengan pernyataan Ahmad Tafsir ketika berbicara tentang

manusia dan perilakunya. Menurut beliau, bahwa berbicara tentang manusia yang

baik berarti berbicara tentang budi pekerti atau akhlak. Akhlak ialah kepribadian,

tingkah laku atau budi pekerti. Karena akhlak itu adalah kepribadian maka isi

kurikulum pastilah mengutamakan akhlak (karakter). Bahkan akhlak itulah yang

menjadi core kurikulum (kurikulum inti). Akhlak yang baik harus memiliki

penjamin, dan penjamin terkuat adalah iman yang kuat. 3 Maka karakteristik lulusan

yang diharapkan yaitu memiliki tiga ciri sebagai berikut: Pertama, badan sehat dan

kuat. Kedua, otaknya cerdas dan pandai. Ketiga, lulusan mesti beriman kuat.

Abuddin Nata menjelaskan bahwa bagi keluarga muslim, seharusnya sekolah

yang dipilih bukan hanya sekolah yang lulusannya hanya unggul dalam menguasai

ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan pengalaman, melainkan juga unggul

dalam kepribadian dan akhlak mulia.4

Demikian juga Abul Hasan al-Nadawi menyatakan bahwa sekolah-sekolah

harus peduli dengan aspek-aspek pendidikan Islam, sehingga melahirkan generasi-

generasi (lulusan-lulusan) yang memiliki ilmu yang mumpuni, sehat akalnya, kuat

fisiknya dan keimanannya. Sehingga, dengan adanya bimbingan para guru mereka

mempunyai semangat dalam beragama, siap berjuang dan berkorban dalam

3
Ahmad Tafsir, Filasafat Pendidikan Islam (Bandung: PT Rosda, 2010), 100.
4
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 110.
4

mengarungi kehidupan, tumbuh semangat persaudaraan yang tulus, kecintaan yang

murni, siap membantu dan mendahulukan kepentingan orang lain.5

Berdasarkan uraian di atas, maka pendidikan islam adalah pendidikan yang

berorientasi kepada lima pilar agama, yaitu (1) keimanan, (2) adab, (3) akhlak, (4)

ibadah, dan (5) muamalat. Dua pilar berkaitan erat dengan urusan akhirat yaitu

keimanan dan ibadah. Sedangkan tiga pilar yang lain berkaitan dengan urusan dunia,

yaitu akhlak, adab, dan muamalat. Jika kelima pilar tersebut diperhatikan dalam

pendidikan, maka pendidikan tersebut akan melahirkan manusia-manusia yang kuat

imannya, benar ibadahnya, baik akhlak dan adabnya, serta mampu berinteraksi

dengan masyarakat, dan bisa terlibat dalam kehidupan sesuai dengan skill (keahlian)

yang dimilikinya.

Pendidikan dalam pandangan islam merupakan upaya pengejawantahan nilai-

nilai islam secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologisnya. 6 Tugas

pendidikan pada kerangka ini, adalah menginternalisasikan nilai-nilai Islam agar

dapat diimplementasikan oleh manusia dalam melaksanakan tugas hidupnya sebagai

hamba Allah maupun sebagai khalifah di bumi. Sebagai hamba Allah memiliki

fungsi untuk mengabdi kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah

ِ ‫وما خلَ ْقت اجْلِ َّن واإْلِ نْس إِاَّل لِيعب ُد‬
‫ون‬ ُْ َ َ ُ َ ََ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mengabdi
kepadaKu”7

5
Abul Hasan al-Nadawi, Pemikiran Pendidikan Islam (Beirut: Dar al-Irsyad, 1969), 23.
6
Tobroni, The Spiritual Leadhersip (Malang: UMM Press, 2008), 13.
7
al-Qur’an, 51: 56.
5

Sehingga segala aktivitas kehidupan layaknya bermuara dan bermakna sebagai

pengabdian kepada-Nya. Sesuai dengan kedudukannya sebagai khalifah di bumi,

manusia juga telah dianugerahi potensi-potensi yang wajib dikembangkan dalam

rangka menyempurnakan tugas hidup, dan menunaikan amanat sebagai rahmat bagi

seluruh alam. Sebagaimana firman Allah

ِ ِ
َ ‫اك إِاَّل َرمْح َةً ل ْل َعالَم‬
‫ني‬ َ َ‫َو َما أ َْر َس ْلن‬

“Dan tiadalah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rohmat bagi semesta
alam” 8

Globalisasi yang didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

selain memberi manfaat juga menimbulkan akses negatif di bidang budaya, etika, dan

moral yang menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. 9 Kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang seharusnya dapat menghantarkan umat manusia

kepada kenyamanan dan kesejahteraan, namun pada kenyataannya selalu ada salah

guna dan pemanfaatan yang justru menjerumuskan sebagian manusia kepada perilaku

buruk yang tidak diharapkan.

Krisis moral dikalangan pelajar dan mahasiswa yang terjadi dewasa ini, telah

mencapai tahap yang memprihatinkan.10 Beberapa hasil penelitian juga telah

menunjukkan betapa dahsyatnya krisis moral yang terjadi di Indonesia dewasa ini.

Survei mengenai seks bebas di kalangan remaja Indonesia yang dilakukan oleh

BKKBN di 33 provinsi menunjukkan bahwa 63% remaja Indonesia melakukan seks

bebas atau telah melakukan hubungan layaknya suami istri di luar nikah. Sementara
8
al-Qur’an, 21 : 107.
9
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di
Sekolah (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013), 15-16.
10
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di
Sekolah (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013), 16.
6

wabah korupsi terus menggerogoti tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang

hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang tak kunjung terselesaikan.11

Harapan masyarakat untuk menuai lulusan perguruan tinggi yang akan

menjalankan misinya sebagai orang-orang terdidik, berilmu, dan berakhlak mulia

seolah-olah telah sirna, karena maraknya kerusakan moral di kalangan mahasiswa.

Fenomena kerusakan moral di kalangan mahasiswa seperti peredaran narkoba,

perilaku anarkis, tawuran, dan lain-lain bukan lagi merupakan hal yang sulit untuk

ditemukan, bahkan seolah-olah dipertontonkan di hadapan masyarakat. Berbagai

tindak kekerasan mahasiswa yang terjadi di berbagai wilayah dan penjuru tanah air

turut menandai betapa rendahnya moral mahasiswa di era sekarang ini. Kekerasan

yang terjadi bahkan sampai menimbulkan korban jiwa, sering kali hanya disebabkan

oleh hal-hal sepele. Misalnya saja tawuran mahasiswa yang terjadi di salah satu

perguruan tinggi hanya disebabkan senggolan antar mahasiswa di area parkir.12

Menurut penulis krisis moral tersebut menunjukkan kelemahan generasi

dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter mulia dalam kehidupan, dan

lemahnya keimanan. Oleh sebab itu pendidikan perlu dikembangkan ke arah

penginternalisasian nilai-nilai agama yang menyatu dalam pengembangan aspek

kognitif, afektif, maupun psikomotor, sehingga timbul dorongan kuat untuk

mengamalkan dan mentaati ajaran serta nilai-nilai agama, yang telah


13
diinternalisasikan pada peserta didik . Pola pendidikan diharapkan dapat

11
Kesuma, dkk, Penddika Karakter: Kajian Teori dan Praktek di Sekolah (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), 2-4.
12
Wibowo, Agus dan Sigit Purnama, Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), 4-6.
13
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di
Sekolah (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013), 169.
7

menciptakan peserta didik yang benar-benar menjadi generasi ulul albab, yaitu

manusia yang mampu mendayagunakan potensinya, untuk pengabdian kepada Allah

yang terwujud dalam iman dan amal saleh di tengah-tengah kehidupan masyarakat.14

Sistem pendidikan yang lebih menonjolkan pengembangan aspek intelektual

tidak hanya melahirkan generasi yang tidak menghargai kemuliaan budi pekerti

dalam kehidupan masyarakat, melainkan juga kurang memiliki peran dalam

kesuksesan hidup seseorang, sebagaimana dikutip oleh Susanto15 berdasarkan

penelitian yang dilakukan di Harvard University pengetahuan dan kemampuan teknik

(hard skill) atau kecerdasan intelektual hanya berperan 20% dalam menentukan

sukses hidup seseorang. Selebihnya dari itu kesuksesan hidup seseorang 80% justru

sangat ditentukan oleh kecerdasan emosional dan spiritual (soft skill). Hal demikian

karena orang yang cerdas secara emosional, dan spiritual akan memiliki kemampuan

mengelola diri, dan orang lain, pandai menempatkan diri, dan beradaptasi dalam

sebuah lingkungan sosial, dan hidupnya bermanfaat bagi orang lain atau sesamanya.

Sebagaimana hadits Nabi:

ِ ِ‫الناس أَن َفعُ ُه ْم ل‬


‫لناس‬ ِ ‫َخْيُر‬

“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama”.16

Dalam hadits lain beliau bersabda

ِ ‫إِمَّنَا بعِثْت ألُمَتِّم م َكا ِرم األَخ‬


‫الق‬ ْ َ ََ ُ ُ

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia” 17


14
Didin Hafidhuddin, Membangun Karakter Melalui Pendidikan Agama (Jakarta: Rajawali Press,
2012), 6.
15
Muhammad Susanto, Kenakalan Remaja Indonesia “Dalam Deteksi, Edisi 18 Januari 2010
16
H.R at-Thobroni, al-Mu’jam al-Ausath VII, 58
17
H.R al-Hakim 670. 2
8

Berdasarkan hadits tersebut, maka implementasi nilai-nilai agama melalui

pendidikan karakter akan menjadi benteng yang kokoh bagi masyarakat dan bangsa,

untuk menghindari dampak buruk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Implementasi nilai-nilai Islam melalui pendidikan karakter dalam hal ini merupakan

cakupan yang menarik untuk diteliti dalam mengatasi permasalahan krisis moral

sebagaimana sabda Rasulullah

ِِ
ْ ‫ني إِميَانًا أ‬
‫َح َس ُنه ْم ُخلُ ًقا‬ َ ‫أَ ْك َم ُل املُْؤمن‬

“Mukmin yang sempurna imannya adalah orang yang paling bagus akhlaknya” 18
Pondok pesantren adalah model pendidikan tertua di Indonesia, yang hingga

saat ini masih bertahan. Sebagai lembaga Pendidikan keagamaan khas Indonesia,

pondok pesantren memiliki keunikan tersendiri, pondok pesantren sudah banyak

melahirkan ulama, cendikiawan muslim yang memiliki penguasaan mendalam

terhadap ilmu agama (khasanah Keislaman klasik).19

Pondok pesantren sebagai salah satu sistem Pendidikan Nasional yang

mempunyai keunggulan, dan karakteristik khusus dalam pengaplikasikan pendidikan

karakter santri. Hal itu dikarenakan: pertama, adanya jiwa dan falsafah. Kedua,

terwujudnya integralitas dalam jiwa, nilai, sistem, dan standar operasional

pelaksanaan. Ketiga, terciptanya tripusat pendidikan yang terpadu. Keempat, totalitas

pendidikan.

Karakter mulia pada santri di pondok pesantren, menjadikan pondok

pesantren dipandang sebagai institusi yang efektif dalam pembangunan

karakter/akhlak. Disinilah pondok pesantren mengambil peran untuk menanggulangi

18
HR. Tirmidzi no. 1162. al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284.
19
Zamakhsyari dhofir, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3S,1982).
9

persoalan- persoalan tersebut, khususnya krisis moral yang sedang melanda bangsa

Indonesia.

Dengan demikian, pondok pesantren diharapkan mampu mencetak generasi

yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi,

yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa

berdasarkan Pancasila.20

Dalam hal ini, implementasi kaitannya dengan pendidikan karakter adalah

penerapan suatu kegiatan atau metode secara terus-menerus yang dilakukan oleh para

kiai, ustadz, pengurus, santri sebagai upaya pembentukan karakter santri menjadi

manusia yang berkarakter, bermanfaat, bermartabat, selamat dunia akhirat.

Dalam historis pendidikan di Indonesia, pondok pesantren termasuk lembaga

Pendidikan islam tradisional21 yang lebih menekankan aspek moralitas dalam sejarah

perjuangan dan pembangunan bangsa, pondok pesantren sudah banyak memberikan

kontribusi nyata dalam melahirkan pemimpin yang berkarakter kuat, militan, penuh

integritas, gigih, visioner, pantang menyerah dan ikhlas dalam berjuang. Kontribusi

tersebut tidak berhenti pada masa perjuangan bangsa, melainkan hingga dewasa ini,

pimpinan institusi tertinggi negara banyak yang dipimpin oleh tokoh nasional dengan

latar belakang pondok pesantren.


20
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol 17, No 1 dalam Kemendikbud (Publisher: Balitbang, 2011),
Kemendikbud. 2.
21
Model pesantren tradisional memang menunjukkan ciri khas sebagai sebuah pusat pendidikan
ilmu-ilmu keagamaan yang didalamnya terdapat sedikitnya lima unsur utama. Pertama, pondok
(asrama untuk para santri) kedua, masjid (tempat melakukan ritual dan sekaligus proses belajar
mengajar) ketiga, santri (murid-murid yang datang kepada Kyai untuk belajar ilmu-ilmu agama)
keempat, Kyai (tokoh utama untuk belajar ilmu agama) kelima, pengajian kitab kuning yakni kitab-
kitab klasik tentang masalah-masalah pokok agama islam meliputi bidang tata bahasa arab (nahwu
shorof), fiqih, usul fiqih, hadist, tafsir, akhlak, tasawuf, dll.
Marwan saridjo, Sejarah Pondok pesantren di Indonesia, (Jakarta:Darmabakti, 1983), 9.
10

Menurut penulis pondok pesantren sebagai agen implementasi pendidikan

karakter secara efektif, terbukti di pondok pesantren tidak hanya diajarkan tentang

nilai- nilai agama saja, melainkan juga diajarkan tentang nilai etika, nilai moral, nilai

estetika dan nilai seni budaya yang membawa santri menjadi manusia yang

berkepribadian sempurna.22

Dalam hal ini, pondok pesantren Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto adalah

termasuk lembaga pendidikan yang masih bertahan dalam pendidikan hingga sistem

pengajarannya dengan tata nilai dan tradisi melestarikan warisan klasik

‫َصلَ ِح‬ ِ ِ ِ ‫احملاَفَظَةُ علَى ال َق ِدمْيِ الصالِ ِح واأل‬


ْ ‫َخ ُذ باجلَديْد األ‬
ْ َ َ َ ُ

“Menjaga dan melestarikan nilai-nilai lama yang masih baik dan mengambil nilai-
nilai baru yang lebih baik”23

Membekali para santri menjadi generasi hafidz al-Qur’an lafdhon (baik

bacaannya) wa ma’nan (memahami maknanya) wa ‘amalan (mengamalkan isi

kandungannya)

Berbicara tentang implementasi pendidikan karakter santri, penulis tertarik

dan menganggap urgen untuk meneliti konsep pendidikan karakter dalam kitab al-

Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an karya Abdul Karim Zaidan (1917-2014)

ketertarikan penulis, pertama sismatika penulisannya dengan metode maudui

(tematik) corak tafsir adabi al ijtima’i (Tafsir yang berorientasi pada pendidikan

karakter, budaya, dan kemasyarakatan). kedua pendekatannya menumbuhkan ruh

ilahiyah mencakup tujuan jasmaniyah (Ahdaf al-Jismiyah) tujuan rohaniyah (Ahdaf

22
Dawam Raharjo, Pesantren Dan Perubahan yang dimuat Dalam Jurnal LP3ES, (Jakarta, 1983) Cet
II, 9.
23
Ibnu Abdissalam, Qawaid al-Akhkam Fi Masholih al-Anam (Dar Fikr, 2017) 170.
11

al-Ruhaniyah) tujuan akal (Ahdaf al-Aqliyah) tujuan sosial (Ahdaf al-Ijtima’iyah).

Ketiga, mendidik dan memberi motivasi pada ranah aplikatif menuju kesholehan

individual, kesholehan sosial menuju insan bermanfaat bermartabat menuju

keselamatan dunia akhirat.

Berdasarkan paparan tersebut diatas, penulis tertarik dan menganggap urgen

penelitian dalam sebuah karya ilmiah dengan judul Implementasi Pendidikan

Karakter Santri Dalam Perspektif Kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di

pondok pesantren Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas serta untuk membatasi penelitian ini

maka yang menjadi fokus dan subfokus penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana Pendidikan Karakter santri dalam perspektif kitab al-Mustafad Min

Qohsosh al-Qur’an di Pondok Pesantren Manbaul Qur’an Kota Mojokerto?

2. Bagaimana Implementasi Pendidikan karakter santri dalam perspektif kitab al-

Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di Pondok Pesantren Manbaul Qur’an Kota

Mojokerto?

3. Bagaimana Implikasi Pendidikan Karakter santri dalam perspektif kitab al-

Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di Pondok Pesantren Manbaul Qur’an Kota

Mojokerto?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah fokus dan subfokus dan pertanyaan diatas,

yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


12

1. Untuk mengetahui Pendidikan Karakter santri dalam perspektif kitab al-

Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an Kota

Mojokerto.

2. Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Karakter santri dalam perspektif

kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di Pondok Pesantren Manba’ul

Qur’an Kota Mojokerto.

3. Untuk mengetahui Implikasi Pendidikan Karakter santri dalam perspektif kitab

al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di Pondok Pesantren Manb’aul Qur’an

Kota Mojokerto.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan fokus dan subfokus rumusan masalah, pertanyaan dan tujuan

penelitian diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis:

1. Manfaat teoritis

a. Menambah pengetahuan dan informasi tentang implementasi pendidikan

karakter santri dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di

Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto.

b. Memberikan wawasan pengetahuan bagi peneliti, pendidik, dan pengelola

lembaga pendidikan

2. Manfaat praktis
13

a. Dapat memberikan manfaat kepada pengelola lembaga tentang pentingnya

mengimplementasikan pendidikan karakter santri baik secara teoritis maupun

praktis yang bisa diterapkan di lembaga pendidikan Islam lainnya.

b. Menjadi bahan evaluasi bagi kepala pondok pesantren, pengurus dan santri

terkait pendidikan karakter khususnya di pondok pesantren Manba’ul Qur’an

Kota Mojokerto serta dapat menjadi acuan dasar dalam kajian penelitian lebih

lanjut.

E. Definisi Istilah

Untuk lebih memudahkan dalam memahami, dan memperoleh gambaran

yang lebih jelas secara komprehensif mengenai judul tesis yang penulis susun, maka

dalam hal ini akan di jelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini.

1. Implementasi

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), implementasi

berarti pelaksanaan, penerapan. maksudnya adalah penerapan kurikulum

dalam proses pendidikan, atau tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh

sekelompok individu yang telah ditunjuk untuk menyelesaikan suatu tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya.24

2. Pendidikan Karakter Santri

Karakter merupakan bagian penting yang tak terpisahkan dari

pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia.25 Pendidikan karakter

memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan budi pekerti,

24
Nuruddin Usman, Konteks Implementasi berbasis Kurikulum (Jakarta: Grasindo, 2002), 70.
25
Ahmad Tafsir, Pendidikan budi pekerti (Bandung: Maestro, 2009), 33.
14

pendidikan akhlak, dan pendidikan moral.26 Sementara menurut Samani

Muhlas dan Hariyanto27 pendidikan karakter adalah upaya yang terencana

untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi

nilai-nilai sehingga berperilaku sebagai insan kamil.

Karakter menurut al-Ghozali adalah sifat yang tertanam dalam jiwa

yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa

memerlukan pemikiran dan pertimbangan.28

Karakter menurut Abdul Karim Zaidan adalah nila-nilai dan sifat-sifat

yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang

dapat menilai perbuatannya baik atau buruk untuk kemudian melakukan atau

meninggalkannya.29

Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditegaskan bahwa pendidikan

karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara

sistematis untuk menanamkan perilaku peserta didik yang berhubungan

dengan Tuhan yang maha esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan

kebangsaan yang terwujud dalam prilaku, sikap, perasaan, perkataan, dan

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan

adat istiadat.30

Merujuk pada penjelasan diatas maka sebagai ruang lingkup

penelitian dalam tesis ini adalah implementasi pendidikan karakter santri

26
Fathurrohman, dkk, Pengembangan Pendidikan Karakter (Bandung: Refika Aditama, 2013), 67.
27
Samani Muhlas & Hariyanto, Pendidikan Karakter Konsep dan Moral (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013), 46.
28
Al-Ghozali, Ikhya’ Ulumuddin (Darul Minhaj, 2011), 318.
29
Abdul Karim Zaidan, al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an (ar-Risalah, 2017), 28.
30
Arfan Muamar, Pendidikan Karakter Strategi Internalisasi Values dan kajian Teoritis (Depok:
Rajawali Press PT. Raja Grafindo Persada, 2019), 6.
15

dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an yang dijadikan

acuan dalam rangka menanamkan nilai-nilai karakter santri di Pondok

Pesantren Manba’ul Qur’an.

Santri, istilah “santri” berasal dari Bahasa Sansekerta “shastri”,

artinya orang yang belajar kalimat suci dan indah. Para wali songo kemudian

mengadopsi istilah tersebut sebagai “syahadatayn” di Jawa menjadi “sekaten”

dan seterusnya. Jadi, “shastri” atau “santri” adalah orang yang belajar

kalimat suci dan indah, yang menurut pandangan para wali songo berarti

kitab suci al-Qur’an dan hadits, kalimat-kalimat suci tersebut kemudian

diajarkan, dipahami, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.31

3. Kitab

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah kitab bacaan.

Atau wahyu Tuhan yang dibukukan dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat

Islam. Adapun dalam istilah pondok pesantren kitab adalah sebuah kitab

kuning yang merupakan khasanah keilmuan islam produk ulama’ as-Shalaf

al-Shalih, yang dijadikan panduan oleh para kiai, bunyai, dan santri untuk

memahami subtansi ajaran yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits.

4. Al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an

Menurut kamus al-Mu’jam al-Wasit32 adalah dari kata Istafada –

Yastafidu yang artinya mengambil faedah, al-Mustafad Min Qoshosh al-

Qur’an berarti mempunyai arti faedah atau nilai-nilai yang diambil dari cerita

dalam al-Qur’an.

31
Sid Aqil Siroj, Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren (Jakarta: Renebook, 2014), 3.
32
Syauqi Dhaif, al-Mu’jam al-Wasit (Dar al-Fkar, 2017) 57.
16

5. Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional islam untuk

mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran islam

dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku

sehari-hari, dan mempunyai unsur penting di dalamnya, yaitu kiai, santri, dan

asrama.33 Sedangkan Manba’ul Qur’an artinya sumber al-Qur’an, adalah

pondok pesantren yang mengunggulkan program Tahfidz al-Qur’an, yang

berada di Jl. Bancang Gg II No. 28 A Wates Kota Mojokerto. Sebagai objek

penelitian dalam tesis ini.

Dari beberapa definisi dan istilah diatas maka yang dimaksud

implementasi pendidikan karakter santri dalam perspektif kitab al-Mustafad

Min Qoshosh al-Qur’an adalah nilai-nilai pendidikan karakter yang tertanam

pada santri pondok pesantren Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto.

F. Penelitian Terdahulu

1. Tesis yang ditulis oleh Siti Ayamil Choliyah 2017 “Model Pendidikan

Karakter di Pondok Pesantren al-Ittihad dan SMK al-Ittihad Bringin

Kabupaten Semarang”. Hasil Penelitian Membahas tentang pendidikan

karakter santri maju, santun, trampil, mandiri, inovatif, jujur. Menurut

Peneliti, Penelitian tersebut difokuskan pada karakter religius, mandiri,

bertanggungjawab, dan membekali peserta didik menjadi santri maju, santun,

trampil, mandiri, inovatif, jujur.

2. Tesis yang ditulis oleh Nurkholis ‘Athourrohman 2016 di UIN Yogyakarta

“Pendidikan Karakter Perspektif Musthafa al-Ghalayini dan Relevansinya


33
Zamakhsyari dhofir, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3S, 1982).
17

Terhadap Pendidikan Islam.” Studi analisis kitab ‘Idzah an-Nasyi’in. Hasil

Penelitiannya membahas tentang nilai nilai karakter yang terkandung dalam

kitab ‘Idzah an-Nasyi’in diantaranya optimisme, sabar, ikhlas, mempunyai

harapan / cita-cita, mengutamakan kemaslahatan umum, jujur, dermawan,

tolong-menolong. Menurut penulis penelitian tersebut fokus membahas

konsep pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan, relevansi pendidikan

karakter Perspektif Musthafa al-Ghalayini terhadap Pendidikan Islam

diantaranya optimisme, sabar, ikhlas, mempunyai harapan/cita-cita,

mengutamakan kemaslahatan umum, jujur, dermawan, tolong menolong.

3. Tesis yang ditulis oleh Mukhlasin 2016 di Universitas Lampung

“Manajemen Pendidikan Santri (Studi Kualitatif di Pondok Pesantren Bahrul

Ulum Margodadi Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus).” Hasil

Penelitiannya Membahas tentang manajemen pendidikan karakter santri

mencakup pengelolahan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta

tanggungjawab aktor, pengkoordinasian pendidikan karakter santri dilakukan

dengan teknologi kasbi, tazkiyah, teladan, motivasi, peraturan, dan

pembiasaan. Menurut penulis, Penelitian tersebut fokus pada perencanaan,

pelaksanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan penilaian pendidikan

santri.

4. Tesis yang ditulis oleh Safaruddin Yahya 2016 di Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang “Model Pendidikan Karakter di Pondok

Pesantren (Studi kasusu di Pondok Modern al-Syaikh Abdul Wakhid, Kota

Baubau Sulawesi Tenggara).” Hasil Penelitian Membahas tentang model


18

pendidikan karakter di pondok modern al-Syaikh Abdul Wakhid, nilai-nilai

karakter yang ditanamkan implementasi dan implikasi model pendidikan

karakter santri di pondok modern al Syaikh Abdul Wakhid. Menurut penulis,

penelitian tersebut ada persamaan pendidikan karakter Pondok Pesantren dan

ada perbedaan terhadap fokus pembahasan yang diteliti Model Pendidikan

Karakter di Pondok Pesantren (Studi kasus di Pondok Modern al-Syaikh

Abdul Wakhid, Kota Baubau Sulawesi Tenggara). Adalah Pesantren modren

sedangkan yang penulis teliti adalah Pesantren Salaf klasik yang mendalami

dan menghafalkan al-Qur’an 30 Juz.

5. Jurnal pendidikan nasional indonesia volume 1 nomor 2 bulan september

2016. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Keteladanan

dan Pembiasaan. Menurut Penulis Penelitian tersebut fokus pada makna

pendidikan karakter, fungsi dan tujuan pendidikan karakter, nilai-nilai

pendidikan karakter di sekolah dengan keteladanan dan pembiasaan.

Dari beberapa paparan penelitian terdahulu terlihat ada persamaan dan

perbedaan terhadap fokus permasalahan yang diteliti oleh masing-masing

peneliti sedangkan penelitian ini fokus pada implementasi pendidikan

karakter santri dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di

Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto, yang sebelumnya

belum diteliti sehingga urgen dan menarik untuk di teliti.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian


19

Fokus penelitian ini adalah “implementasi pendidikan karakter santri

dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an di Pondok

Pesantren Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto. Diperlukan pengamatan yang

mendalam dalam situasi yang wajar (natural setting) maka pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah

suatu pendekatan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan

menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas, sosial, sikap, kepercayaan,

persepsi, pemikiran orang secara individual, maupun kelompok, dan data

yang dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-

orang, dan perilaku yang diamati.34 Dengan alasan

Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini membutuhkan

sejumlah data lapangan yang sifatnya kontekstual.

Kedua, pemilihan pendekatan ini didasarkan pada keterkaitan masalah

yang dikaji dengan sejumlah data primer dari subyek penelitian (Emic View)

yang tidak dapat dipisahkan dari latar alamiahnya, tanpa ada rekayasa serta

pengaruh dari luar disini penulis hanyalah orang yang belajar mengenai apa

yang menjadi pandangannya, terutama terkait dengan implementasi

pendidikan karakter santri dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh

al-Qur’an.

Ketiga, penelitian kualitatif memberikan peluang untuk meneliti

fenomena secara holistik, fenomena yang dikaji merupakan suatu kesatuan

yang tak terpisahkan karena tindakan yang terjadi dikalangan masyarakat

pondok pesantren bukanlah tindakan yang diakibatkan oleh satu atau dua
34
L. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), 3.
20

faktor, akan tetapi adalah melibatkan sekian banyak faktor yang saling

berkait.

Keempat, proses tindakan yang didalamnya terkait dengan makna

subyektif haruslah dipahami dari kerangka “ungkapan” mereka sendiri

sehingga perlu dipahami dari kerangka penelitian kualitatif. Hal ini senada

dengan Moleong35 bahwa “penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian

yang menghasilkan data kualitatif berupa kata kata tertulis maupun lisan dari

perilaku orang-orang yang diamati. Adapun metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah etnografi sebagai salah satu varian dalam penelitian

kualitatif. Etnografi memberikan uraian dan penjelasan komprensif mengenai

suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya, alat-alat,

pakaian, bangunan dan sebagainya yang bersifat abstrak, seperti pengalaman,

kepercayaan, norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti.36 Esensi dari

penelitian ini memahami secara mendalam proses dan makna peristiwa dalam

lingkungan sosial budaya.

Metode etnografi.37 Peneliti mempelajari peristiwa dengan menyajikan

pandangan subyek yang menjadi obyek penelitian, etnografi merupakan

bentuk penelitian yang berfokus pada pencarian makna melalui observasi

lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural dimana etnografer

memfokuskan penelitiannya pada suatu masyarakat (Masyarakat pesantren).38

35
L. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 3.
36
Deddy Mulyana, Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 29.
37
Spradley James P, Metode Etnografi, penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth (Yogyakarta: Tiara
wacana, 1997), 12.
38
Emzir, metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
28.
21

Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengungkapkan data deskriptif

dari para in forman tentang apa yang peneliti rasakan, lakukan, dan peneliti

alami terhadap fokus penelitian. Penelitian ini hakikatnya mengungkap

fenomena yang ada di lapangan. Sebagai peneliti kualitatif, penelitian ini

tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis akan tetapi untuk memaparkan

data dan mengolahnya secara deskriptif. Oleh karena itu peneliti

menggunakan pendekatan kualitatif.

Rancangan penelitian ini adalah implementasi pendidikan karakter

santri dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an, karena

berusaha memusatkan perhatian pada suatu karakter santri secara intensif dan

mendalam terhadap suatu organisme, lembaga, atau gejala tertentu dan

meliputi subyek yang sempit tetapi sifatnya lebih mendalam. Hal ini

didasarkan pada pendapat Suharsimi Arikunto.39

Studi etnografi mendeskripsikan dan menginterpretasikan budaya,

kelompok sosial, atau sistem. Meskipun makna budaya itu sangat luas, tetapi

studi etnografi biasanya dipusatkan pada pola- pola kegiatan, bahasa,

kepercayaan, ritual dan cara-cara hidup.40 Etnografi adalah salah satu jenis

penelitian kualitatif, dimana peneliti melakukan studi terhadap budaya

kelompok dalam kondisi yang alamiah melalui observasi dan wawancara.

Selanjutnya pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif yang artinya penelitian berlandaskan pada filsafat post- positivisme

39
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),
118.
40
Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Rosdakarya, v), 62.
22

(interpretif), digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,

(natural setting) dimana peneliti merupakan instrumen kunci.41

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian sebagaimana dikemukakan spradley 42, adalah

merupakan sumber informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Manba’ul

Qur’an jln. Bancang II/28 Wates Kota Mojokerto dengan alasan bahwa

lembaga ini tergolong muda usianya namun kematangan, dan kemampuannya

dalam mengemban amanat pendidikan cukup baik dan mampu bersaing

dengan pendidikan islam lainnya, utamanya dalam membekali, mendididik,

dan mengimplementasikan nilai-nilai karakter mulia terhadap para santri.

Adapun subjek penelitiannya mencakup Pengasuh Pondok Pesantren,

Ustadz, Pengurus, dan seluruh santri di lingkungan Pondok Pesantren

Manba’ul Qur’an Kota Mojokerto.

3. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti melalui studi pendahuluan ini peneliti sebagai

pengamat dan pengumpul data apa yang akan diteliti mencoba menentukan

informan kunci yang nantinya bisa menjawab fokus penelitian. Dan mudah

dalam menentukan alur kerja pada saat mengadakan penelitian. Setelah

rencana penelitian disusun, kemudian dilakukan penelitian partisipatif, yakni

41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), 235.
42
James P. Spradley, Metode Etnografi (Tiara Wacana, 2007), 3.
23

peneliti ikut berperan langsung pada subjek penelitian. Menurut Sugiyono,43

"dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri". Oleh

karena itu, pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperan

serta pada semua kegiatan yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren

Manba’ul Qur’an Pada saat kegiatan berperan serta inilah peneliti akan

bertindak sebagai instrumen untuk menggali data yang berkaitan dengan

fokus penelitian. Pada proses pengumpulan data ini peneliti akan

menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang relevan.

4. Sumber Data

Menurut Lofland dalam Lexy J. Moleong, "sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata- kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen atau lain-lain".44 Data primer dalam penelitian ini

adalah Pengasuh Pondok Pesantren, Kepala Pondok Pesantren, Ustadz , dan

Santri, sementara data sekundernya adalah meliputi kurikulum pondok

pesantren, pembelajaran di pondok pesantren, dan data-data pendukung lain.

Dengan demikian, jenis data yang ingin digali dalam penelitian adalah kata-

kata yang diucapkan oleh informan kunci ataupun yang lain.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan

informasi yang diperlukan untuk menyajikan gambaran real suatu

peristiwa atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk


43
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta Timur: Bumi
Aksara, 2018), 84.
44
L. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 157.
24

membantu, mengerti perilaku manusia dan untuk evaluasi yaitu

melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik

terhadap pengukuran tersebut. Hasil observasi berupa aktifitas, kejadian,

peristiwa, obyek, kondisi atau suasana tertentu.45

Jenis observasi yang dilakukan adalah partisipasi pasif yaitu

peneliti berada di lokasi yang diamanti mengamati kegiatan kegiatan

yang berlangsung, tetapi tidak terlibat dalam kegiatan tersebut 46 dalam

hal ini observasi dilakukan untuk mengetahui dan mengamati secara

langsung proses pembelajaran dan implementasi pendidikan karakter

santri dalam perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an.

Terkait dengan pengumpulan data menggunakan observasi, objek

peneliti adalah semua kegiatan pondok pesantren Manba’ul Qur’an

dengan mengikuti segala kegiatan yang ada diharapkan peneliti akan

mengetahui segala kegiatan terkait pendidikan karakter santri dalam

Perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an baik dari sisi

pelaksanaan program pondok pesantren, karakter santri, maupun yang

lain.

Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah dokumentasi yaitu

mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip termasuk

juga buku tentang teori, pendapat, dan lain- lain yang berhubungan

dengan masalah penelitian.47 Peran dari dokumentasi dalam penelitian ini

45
Nana Sudjana, Penelitian Hasil Belajar mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 84.
46
Wiratna Sujarweni, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014), 34.
47
Nurul Zuhriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori, Aplikasi (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), 191.
25

adalah menguji, menafsirkan, dan meramalkan. 48 Dalam teknik

dokumentasi ini, peneliti menggunakan literatur pondok pesantren yang

terkait, seperti halnya arsip pondok pesantren, catatan- catatan denah

lokasi dan lain- lain.

b. Wawancara

Wawancara, Menurut Esterberg dalam Sugiyono wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu

topik tertentu. Adapun pihak- pihak yang akan di wawancarai dengan

peneliti yaitu; (1) Pengasuh Pondok Pesantren (2) Ustadz (3) Pengurus

(4) Santri.

c. Dokumentasi

Dokumentasi, Menurut Sugiyono49 merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-

karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar

hidup, dan lain- lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya

seni, berupa gambar, patung, film dan lain- lain. Studi dokumen

merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara

dalam penelitian kualitatif.

6. Teknik Analisis Data

48
L. J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), 217.
49
Sugiono, Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif R & D (Bandung: Alfabeta, 2013), 240.
26

Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen,50 adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskanya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Analisis data kualitatif menurut Seiddel, proses perjalanan sebagai

berikut:

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi

kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan mensintesiskan,

membuat ikstisar, dan membuat indeksnya.

c. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai

makna, mencari dan menentukan pola dan hubungan-hubungan, dan

membuat temuan-temuan umum.

Selanjutnya penelitian ini menggunakan analisis data seperti yang

dikembangkan oleh Miles dan Huberman.51 analisis data, pengumpulan data,

reduksi data, display data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi.

H. Sistematika Pembahasan

50
Bogdan & Biklen 1982: 145 dalam Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 248.
51
Miles, M.B & Huberman, Qualitative Data Analysis a sourcebook of New Methods (London: Sage
Publication, 1995), 10-14.
27

Penelitian ini ditulis secara sistematis dalam lima bab penyusunan sistematis

dilakukan agar pembahasan ditiap-tiap bab tidak hanya mendalam, tetapi juga dapat

dibaca sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Bab Kesatu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, devinisi istilah dan penelitian

terdahulu, metode penelitian, sistematika penelitian.

Bab Kedua Membahas tentang tentang kurikulum pendidikan, pengertian,

dasar, tujuan, model pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter,

implementasi pendidikan karakter.

Bab Ketiga menjelaskan tentang metode penelitian. Jenis dan pendekatan

penelitan, subjek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data dan metode

analisis data.

Bab Keempat menjelaskan tentang paparan hasil penelitian yaitu pendidikan

karakter santri dan implementasinya di Pondok Pesantren Manba’ul Qur’an Kota

Mojokerto. Terlebih dahulu peneliti akan memaparkan gambaran umum objek

penelitian meliputi sejarah berdirinya, letak geografis, lingkungan, struktur

organisasi, keadaan guru dan keadaan santri. Hasil penelitian meliputi nilai-nilai

pendidikan karakter santri, dan implementasinya di Pondok Pesantren Manba’ul

Qur’an Kota Mojokerto.

Bab Kelima penutup , merupakan kesimpulan dari bahasan tema penelitian

tesis. Pada bab ini juga terdiri dari rekomendasi penulis bagi pihak yang terkait pada

pembahasan tesis ini.

I. Kerangka Tesis
28

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

B. Rumusan masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Kegunaan Penelitian ( teoritis dan praktis)

E. Penelitian Terdahulu

F. Definisi Istilah

G. Metode Penelitian

H. Sistematika Pembahasan

BAB II : LANDASAN TEORI

A. Tinjauan pustaka (hasil penelitian terdahulu yang relefan)

1. Pengertian, Tujuan, dan Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

2. Model pendidikan karakter

3. Pembentukan pendidikan karakter

4. Pendidikan karakter perspektif islam

B. Telaah nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif kitab

al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an karya Abdul Karim Zaidan.

1. Model pendidikan karakter dalam perspektif kitab al-Mustafad

Min Qoshosh al-Qur’an karya Abdul Karim Zaidan

2. Memahami pondok pesantren

3. Nilai-nilai pendidikan karakter santri di pondok pesantren

4. Implementasi pendidikan karakter di pondok pesantren


29

C. Kerangka Berfikir

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Tempat dan waktu penelitian

C. Subyek Penelitian

D. Prosedur Penelitian

E. Instrumen Penelitian

F. Teknik Pengumpulan Data

G. Teknik Analisis Data

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum obyek Penelitian

1. Profil pondok pesantren Manba’ul Qur’an

2. Visi misi dan tujuan pondok pesantren Manba’ul Qur’an

3. Struktur organisasi pondok pesantren Manba’ul Qur’an

4. Sistem pendidikan pondok pesantren Manba’ul Qur’an

5. Kurikulum pendidikan pondok pesantren Manba’ul Qur’an

6. Keadaan guru dan santri pondok pesantren Manba’ul Qur’an

B. Sarana dan prasarana pondok pesantren Manba’ul Qur’an

Pembahasan

1. Model pendidikan karakter santri

di pondok pesantren Manba’ul Qur’an


30

2. Nilai-nilai karakter yang ditanamkan

di pondok pesantren Manba’ul Qur’an

3. Implementasi pendidikan karakter santri dalam

perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an

di pondok pesantren Manba’ul Qur’an

4. Implikasi pendidikan karakter santri dalam

perspektif kitab al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an

di pondok pesantren Manba’ul Qur’an

C. Temuan / Hasil Penelitian

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Ahmad. Metode Cepat & Efektif Menghafal al-Qur’an al-
karim. Yogyakarta: Garailmu. 2009.

Al-Hilali, Majid. Agar al-Qur’an Menjadi Teman Rahasia Menghayati Kitab Suci
untuk Perubahan Diri. Jakarta: Zaman. 2011.

Alfiah dan Zalyana AU, Hadis Tarbawi. Pekanbaru: Zanafa Publishing. 2011.

Amin, Jum’ah. Fiqih Dakwah. Solo: Era Adicitra. 2011.

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka


Cipta. 2002.

Aziz, Abdul dan Abdur Rauf. Tarbiyah Syakhsiyah Qur’aniyah 16 Langkah


Membangun Kepribadian Qur’ani. Jakarta Timur: Markaz al-Qur’an. 2011.

Bungin, Burhan M. Penelitian kualitatif edisi kedua. Jakarta: Kencana. 2017.

Dali, Zulkarnain. Manajemen Mutu Madrasah. Yogyakarata: Pustaka Pelajar. 2017.

Depag. al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: kementrian Agama RI. 2012.

_____. Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: kementrian Agama RI. 2012.

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren; Study Tentang Pandangan Hidup Kyai.


Jakarta: LP3ES. 2011.

Effendi, Djordan. Pesan-Pesan al-Qur’an. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2012.

Elzaky, Jamal. Buku Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah. Jakarta: Zaman. 2011.

Fannie, R. Zainuddin. Pedoman Pendidikan Modern. Solo: Tinta Medina. 2011.

Fathurrahman, Pupuh dkk. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Refika


Aditama. 2013.

Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta. 2012.

Hafidz, Ahsin Wijaya Al. Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an. Jakarta: Amzah.
2008.
Hamzah, Amir. Dinamika Pembelajaran Karakter Perspektif pesantren. Malang:
Literasi Nusantara Abadi. 2017.
Kesuma, Dharma. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktek di Sekolah.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012.

Kusaeri. Acuan & Teknik Penilaian Proses & Hasil Belajar dalam Kurikulum. 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2014.

Lickona, Thomas. Character Matters; Peroalan karakter, terj. Juma Wadu


Wamaungu, editor Uyu Wahyuddun dan Suryani. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.

Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Rosda. 2014.

Marzuki. Pembentukan Kultur Akhlaq Mulia di Kalangan Mahasiswa UMY Melalui


Pembelajaran PAI, Jurnal Cakrawala Pendidkan, Edisi Februari, th. XXIX, No.
1, hlm. 120-133.

Moleong. J. Lexy. Metode Penelitian Kualitaif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. 2014.

Muammar, Arfan. Pendidikan karakter stategi internalisasi values dan kajian


Teoritis. Depok: Rajawali pres. 2019.

Mulana, Rahmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. 2011.

Mulkan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim. Yogyakarta: Sipress. 2013.

Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara. 2014.

Nucci, Larry P, dan Durcia Narvaez. Handbook Pendidikan Moral dan Karakter,
terj. Imam Baehaqie dan Derta Sri Widowati. Bandung: Nusa Pratama. 2014.

Ramayulis dan Mulyadi. Manajemen dan kepemimpinan kependidikan islam. Jakarta:


Kalam Mulia. 2017.

Sadi dan M. Nasikin. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta: Erlangga.
2013.

Samani, Muhlas dan Hariyanto. Pendidikan Karakter: Konsep dan Model. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2013.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Siraj, Said Aqil. Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta:


Renebook. 2014.
Sofwan, Arif Muzayyin. Pendidikan Keagamaan Islam Multikultural, Disertasi.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. 2016.

Sugiyono. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2015.

_____. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2013.

Sujarweni, Wiratna. Metode Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: Pustaka Baru Press.


2014.

Sukardi. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta:


Bumi Aksara. 2018.

Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. 2006.

Syarbini, Amirulloh. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga Revalitas Peran


Keluarga Dalam membentuk Karakter Anak Menurut Perspektif Islam. Jakarta:
Elex Media Komputindo. 2014.

Tafsir, Ahmad. Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Maestro. 2009.

______. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Rosda. 2010.

______. Ilmu Pendidikan Islami. Bandung: PT Rosda. 2012.

Ulwan, Abdullah Nashih. Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidiakn Anak Dalam
Islam). Solo: Insan Kamil. 2015.

Wahbah az-Zuhaili. Tafsir al-Munir fi al-`aqidah wa asy-Syar`iah wa al-Manhaj.


Suriah, (Damaskus : Darul Fikri). Cet -9. 2007.

Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LKiS. 2010.

Wajdi, Muhammad Fafid. Pesan dan Amalan Kekasih Allah. Jakarta: Qalam. 2016.

Wibowo, Agus dan Sigit Purnama. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.

Yusuf, Kadar M. Tafsir Tarbawi. Pekanbaru: Zanafa Publishing. 2011.

Zaidan, Abdul karim. al-Mustafad Min Qoshosh al-Qur’an. Beirut: Maktabah Ar


Risalah. 2017.

Zuhriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori Aplikasi. Jakarta:
Bumi Aksara. 2006.

Anda mungkin juga menyukai