Anda di halaman 1dari 24

A.

KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah
infeksi virus pada otak (Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah
peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak.

2. ETIOLOGI
Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula
sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di dekat
selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus
kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012). Penyebab meningitis adalah
sebagai berikut :
a. Bakteri Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh
flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia
collimerupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini.
Pada anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan
streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering. Selain itu
meningitis juga di sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal
dari penyakit TBC.
b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus
imunodefisiensi manusia (HIV).
c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan.
d. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi imunoglobin
dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi.
e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).
3. TANDA DAN GEJALA
Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:
a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai
terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada
akhir perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan
diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif,
mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok
m)Telinga mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
b. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.
Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala
gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu atau
dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan muntah
merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan tungkai,
tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat
terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang
secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10
hari tanpa dampak yang tersisa.
4. PATOFISIOLOGI
Pada umum virus masuk sistem limfatik, melalui penelanan
enterovirus pemasukan pada membran mukosa oleh campak, rubella, VVZ,
atau HSV : atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan
serangga lain. Di tempat tersebut mulai terjadi, multiplikasi dan masuk
aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase
ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tapi jika terjadi multiplikasi virus
lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus
dapat terjadi. Invasi SSS disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis,
HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang
akson saraf.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan
penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan/atau
oleh reaksi hospes terhadap antigen virus, kebanyakan penghancuran saraf
mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respons jaringan
hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler
serta perivaskuler (Nelson, 2010).

5. KOMPLIKASI
Menurut (Riyadi, dkk, 2009)komplikasi yang dapat muncul pada anak
dengan meningitis antara lain, yaitu :
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat
sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah
subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada
meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan
produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis
lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran
LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak
tertahan di intracranial.
d. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat.
e. Epilepsi.
f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu
gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
g. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan
yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap
antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi
infeksi SSS nonenterovirus.
b. Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).
c. Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan sensitivitas
mikroorganisme.
d. Pemeriksaan laboratorium.
e. CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat
pembengkakan dan tempat nekrosis.
f. Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi
(Elizabeth, 2009).
g. Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.
h. Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
i. Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
j. Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum
(Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :
a. Antibiotik
b. Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.
c. Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik
d. Asetamenofen dianjurkan untuk demam
e. Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah
f. Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).
Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus
meningoensefalitis yaitu anak ditempatkan dalam ruang isolasi
pernapasan sedikitnya selama 24 jam setelah mendapatkan terapi
antibiotic IV yang sensitif terhadap organisme penyebab, steroid dapat
diberikan sebagai tambahan untuk mengurangi proses inflamasi, terapi
hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
elektrolit dan memberikan hidrasi. Dalam pemberian cairan ini perlu
dilakukan pengkajian yang sering utuk memantau volume cairan yang
diinfuskan untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan, seperti edema
serebri. Pengobatan kemudian ditujukan untuk mengidentifikasi dan
mengatasi komplikasi dari proses penyakit.

8. PENCEGAHAN
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak
mengalami kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan
dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai
tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat
mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan
tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis
yang di sebabkan oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab
meningitis akibat komplikasi dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan
4 bulan. Selain itu vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk
mencegah penyakit TBC, pemberian dilakukan pada usia 1 bulan
(Pusdiknakes, 2015).
9. PATHWAY
10.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan dan
mengabsorbsi zat – zat gizi.
c. Nyeri akut b.d proses infeksi.
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
e. Risiko trauma/injuri b.d aktifitas kejang umum.
f. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
g. Hipertermi b/d paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :
a. Identitas Pasien Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat
tanggal lahir/umur,jenis kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir
cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena
mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan
kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini Biasanya pasien meningitis keluhan gejala
awal berupa sakit kepala dan demam.Keluhan kejang perlu mendapat
perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana
sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan
keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak mengalami
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit
dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
3) Riwayat penyakit dahulu Pasien meningitis biasanya pernah memiliki
riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji
tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui
seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu
pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk
melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat
hamil (Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak Pada pasien dengan
meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang
berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan
sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman
pertumbuhan dan perkembangan seperti retardasi mental, gangguan
kelemahan atau ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki
(paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami
keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan
usia.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran kesadaran anak menurun apatis sampai dengan
koma. Nilai GCS yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS
normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).
2) Tanda-tanda vital Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-
37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50
x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
3) Kepala Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan
pada anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada
pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan
kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala
untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak (Wong,
dkk, 2009).
4) Mata Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi
pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan
penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi
pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui
pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang
berlebihan terhadap cahaya.
5) Hidung Biasanya tidak ditemukan kelainan.
6) Mulut Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses
evaporasi.
7) Telinga Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak
dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital
terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan
biasanya tidak ditemukan kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi
pada pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.
b) Jantung penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan
denyut jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100-
140x/i).
9) Kulit Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan
lesi purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit
mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus.
Pada tahap lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan
keseimbangan pada alat gerak.
11) Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada
pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah
mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak di
ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau
sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di
dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya
tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan
trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher
dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi serta indra pengecap normal.
13) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan
koordinasi pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau
hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-
otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif Ketika pasien di baringkan dengan paha
dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di
fleksikan, maka d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di
lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi,
maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan (Muttaqin, 2008).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan dan
mengabsorbsi zat – zat gizi.
3. Nyeri akut b.d proses infeksi.
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
5. Risiko trauma/injuri b.d aktifitas kejang umum.
6. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
7. Hipertermi b/d paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
Tujuan & kriteia hasil:
NOC :
a) Circulation status
b) Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :tekanan
systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
2) Tidak ada ortostatik hipertensi
3) Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
4) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
b) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
c) Memproses informasi
d) Membuat keputusan dengan benar
e) Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh:
tingkatkesadaran membaik, tidak ada gerakan gerakan
involunter.
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
1) Berikan informasi kepada keluarga
2) Set alarm
3) Monitor tekanan perfusi serebral
4) Catat respon pasien terhadap stimuli
5) Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
6) Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
7) Monitor intake dan output cairan
8) Restrain pasien jika perlu
9) Monitor suhu dan angka WBC
10) Kolaborasi pemberian antibioti
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan pemasukan atau mencerna makanan dan
mengabsorbsi zat – zat gizi.
Tujuan & Kriteria Hasil :
NOC :
1) Nutritional status: food and fluid intake
2) Nuritional status: nutrien intake
3) Weight control
Kriteria Hasil:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC :
Nutrition Management
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula
6) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
c. Nyeri akut b.d proses infeksi.
Tujuan & Kriteria Hasil
NOC :
1) Pain Level,
2) Pain control,
3) Comfort level
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal.
NIC :
Pain Management
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien.
4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9) Kurangi faktor presipitasi nyeri
10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12) Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15) Tingkatkan istirahat
16) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3) Cek riwayat alergi
4) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
7) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10) Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
Tujun & Kriteria Hasil:
NOC:
1) Joint Movement : Active
2) Mobility Level
3) Self care : ADLs
4) Transfer performance
Kriteria Hasil :
1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4) Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
1) Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan.
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7) Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8) Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
9) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
e. Risiko trauma/injuri b.d aktifitas kejang umum.
NOC :
1) Knowledge : Personal Safety
2) Safety Behavior : Faal Prevention
3) Safety Behavior : Falls occurance
4) Safety Behavior : Physical Injury
NIC :
Environmental Management safety
1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
3) Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
4) Memasang side rail tempat tidur
5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih6)Menempatkan
saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
6) Membatasi pengunjung
7) Memberikan penerangan yang cukup
8) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
9) Mengontrol lingkungan dari kebisingan
10) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
11) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
f. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
Tujuan & kriteria Hasil
NOC :
1) Immune Status
2) Risk control
Kriteria Hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) Jumlah leukosit dalam batas normal
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC:
Infection Control (Kontrol infeksi)
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Pertahankan teknik isolasi
3) Batasi pengunjung bila perlu
4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung
dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5) Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
7) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8) Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9) Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
11) Tingkatkan intake nutrisi
12) Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2) Monitor hitung granulosit, WBC
3) Monitor kerentanan terhadap infeksi
4) Batasi pengunjung
5) Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6) Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang berisiko
7) Pertahankan teknik isolasi k/p
8) Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9) Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
10) Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11) Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12) Dorong masukan cairan
13) Dorong istirahat
14) Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
15) Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16) Ajarkan cara menghindari infeksi
17) Laporkan kecurigaan infeksi
18) Laporkan kultur positif
g. Hipertermi b/d paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi
NOC:
Thermoregulation Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NIC :
Fever treatment
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor IWL
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tekanan darah, nadi dan RR
5) Monitor penurunan tingkat kesadaran
6) Monitor WBC, Hb, dan Hct
7) Monitor intake dan output
8) Berikan anti piretik
9) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10) Selimuti pasien
11) Lakukan tapid sponge
12) Berikan cairan intravena
13) Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
14) Tingkatkan sirkulasi udara
15) Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam
2) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3) Monitor TD, nadi, dan RR
4) Monitor warna dan suhu kulit
5) Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
6) ingkatkan intake cairan dan nutrisi
7) Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8) Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
9) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
10) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
11) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12) Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3) Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5) Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
6) Monitor kualitas dari nadi
7) Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8) Monitor suara paru
9) Monitor pola pernapasan abnormal
10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11) Monitor sianosis perifer
12) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik).

DAFTAR PUSTAKA

NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017. (Budi


Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada anak/ Sujono
Riyadi & Sukarmin – Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi 2. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Sugiyono. 2014. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.

Supardi, Sudibyo & Rustika. 2013. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: TIM.

Wong, Donna L., dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2.
Jakarta: EGC

Moorhead,et.al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Ke-5.


Singapore: Elsevier

Kemenkes. 2015. Buku Ajar Imunisasi Cetakan II. Jakarta selatan: Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

ulechek, et.al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Ke-6.


Singapore: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai