Anda di halaman 1dari 31

A.

KONSEP MEDIS
1. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat, 2018). Bronkopneumonia adalah
radang pada paru-paru yang menggambarkan pneumonia yang mempunyai penyebaran
berbercak, teratur, dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas
ke parenkim paru (Wijayaningsih, 2013). Bronkopneumonia adalah suatu peradangan
pada parenkim paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada
bronkioli (Ringel, 2012).

2. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri seperti

diplococus pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus aureus,

haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni), mycobacterium

tuberculosis, disebabkan oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus

influenza dan virus sitomegalik, dan disebabkan oleh jamur seperti citoplasma

capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides, aspergillus Sp,

candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan aspirasi benda asing

(Wijayaningsih, 2013).

3. TANDA DAN GEJALA

Menurut Ringel, 2012 tanda-gejala dari Bronkopneumonia yaitu :


a. Gejala penyakit datang mendadak namun kadang-kadang didahului oleh infeksi
saluran pernapasan atas.
b. Pertukaran udara di paru-paru tidak lancar dimana pernapasan agak cepat dan
dangkal sampai terdapat pernapasan cuping hidung.
c. Adanya bunyi napas tambahan pernafasan seperti ronchi dan wheezing.
d. Dalam waktu singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang-kadang terjadi
kejang.
e. Anak merasa nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan bernapas.
f. Batuk disertai sputum yang kental.
g. Nafsu makan menurun.

4. PATOFISIOLOGI

Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing (Hidayat, 2018). Suhu

tubuh meningkat sampai 39-40oC dan dapat disertai kejang karena demam yang

sangat tinggi. Anak yang mengalami bronkopneumonia sangat gelisah, dipsnea,

pernafasan cepat, dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung, serta sianosis

disekitar hidung dan mulut, merintih dan sianosis (Riyadi & Sukarmin, 2019).

Bakteri yang masuk ke paru-paru menuju ke bronkioli dan alveoli melalui saluran

napas yang menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan

edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial (Riyadi &

Sukarmin, 2019). Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang

berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli

menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik

maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari

alveolus akan mengalami kerusakan. Perubahan tersebut akan berdampak pada

pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Sehingga berakibat pada

hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang menurun dan

hiperkapnia. Penurunan itu yang secara klinis menyebabkan penderita mengalami

pucat sampai sianosis.


5. KOMPLIKASI

Bronkopneumonia adalah penyakit yang memengaruhi sistem pernapasan.


Oleh sebab itu, jika tidak diobati atau telanjur parah, penyakit ini dapat
menyebabkan berbagai komplikasi bahkan kematian. Pneumonia jenis apa pun
dapat menyebabkan komplikasi, termasuk bronkopneumonia. Berikut beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit ini adalah:
 Infeksi aliran darah atau sepsis
 Abses paru
 Penumpukan cairan di sekitar paru-paru, yang dikenal sebagai efusi pleura
 Gagal napas
 Gagal ginjal
 Gagal jantung, serangan jantung, dan ritme jantung yang tidak normal

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara:


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah neutrofil).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes
sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba.
2. Pemeriksaan radiologi
a) Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus.
b) Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat.

7. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen 1-2 liter per menit

b. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui

selang nasogastrik dengan feeding drip

c. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

dan beta agonis untuk transport muskusilier

d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.

8. PENCEGAHAN

Dalam banyak kasus, infeksi ini sebenarnya dapat dicegah. Beberapa pencegahan
yang bisa dilakukan agar tak terkena penyakit ini adalah dengan pemberian vaksin
serta menghindari berbagai faktor risiko dari penyakit ini.
Beberapa cara paling umum untuk mencegah penyakit bronkopneumonia adalah:
 Vaksinasi. Bronkopneumonia pada anak juga dapat dicegah dengan cara vaksin.
Biasanya vaksin yang diberikan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun
dengan anak yang berusia 2-5 tahun berbeda.
 Menerapkan pola hidup yang bersih. Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi.
Untuk mengurangi risiko, Anda harus menjaga kebersihan diri, keluarga, dan
lingkungan. Sering-seringlah cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir agar bakteri dan virus tak menempel di permukaan kulit.
 Jauhi rokok. Kebiasaan ini hanya akan membuat saluran pernapasan Anda
terinfeksi, termasuk organ paru.
 Menjalani pola hidup yang sehat. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan
Anda secara menyeluruh. Selain itu, dengan mengonsumsi makanan yang sehat
dan berolahraga rutin, Anda akan memiliki sistem kekebalan yang kuat dan
mampu menangkal berbagai zat asing masuk ke dalam tubuh.

9. PATHWAY
10. DIAGNOSA MEDIS
Bronkopneumonia
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGEKAJIAN

a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.


b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas,
disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut- turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan otot
bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP,
bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita


kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat
memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi
kima dalam jangka panjang misalnya debu/ asap.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor


keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.

f. Pola pengkajian

1. Pernafasan

Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap

dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun)

selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2

tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali

Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan

pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/

asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk

gergaji)

Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas,

penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya : meninggikan bahu,

retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)

Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP

(bentuk barel), gerakan difragma mini mal.

Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar

Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu
keseluruhan.

2. Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan tekanan darah

Peningkatan frekuensi jantung / takikardi Berat, disritmia Distensi vena


leher (penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan
penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan
peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane mukosa : normal
atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.

3. Makanan / cairan

Gejala : Mual / muntah, Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema)


Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan

Tanda : Turgor kulit buruk, Berkeringat

Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.

4. Aktifitas / istirahat

Gejala : Keletihan, keletihan, malaise


Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit bernafas
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi .
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan
Gelisah/ insomnia
Kelemahan umum / kehilangan masa otot

5. Integritas ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko

Tanda : Perubahan pola hidup

Ansietas, ketakutan, peka rangsang


6. Hygiene

Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan melakukan

aktifitas sehari- hari

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

7. Keamanan

Gejala : riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor lingkungan.

Adanya infeksi berulang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobonkial.

Pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus kapiler,

gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan penerimaan oksigen.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan

cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan toksemia.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas

sehari- hari.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum

Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan

nafas

Kriteria hasil: Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak

ada dispenia.
Intervensi

a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada

Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak

simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan

dinding dada dan cairan paru.

b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau / tak ada aliran udara dan

bunyi nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi.

Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area

konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas bronchial ( normal

pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. Krekels,

ronki, mengi terdengar inspirasi dan / ekspirasi pada respon

terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan spasme jalan

nafas/ obstruksi.

c. Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari melakukan batuk,

misalnya dengan menekan dada dan batukl efektif sementara posisi duduk

tinggi.

Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru- paru /

jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan

jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan

nafas pasien. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada

dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan

lebih kuat.

d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi).

Tawarkan air hangat daripada dingin.

Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.


e. Lakukan penghisapan sesuai indikasi.

Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik

pada pasien yang tidak mampu melakukan, karena batuk tidak

efektif atau perubahan tingkat kesadaran.

f. Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesic.

Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret.

Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan

menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-

hati, karena dapat menurukan upaya batuk / menekan pernafasan.

2. Diagnosa keperawatan : gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen

darah, gangguan pengiriman oksigen.

Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan GDA

dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan

Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan

oksigenasi

Intervensi

a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.

Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat

keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya sianosis

perifer atau sirkulasi sentral

Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh

terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun telinga,


membrane mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan

hipoksemia sistemik.

c. Awasi frekuensi jantung / irama.

Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi juga

dapat merupakan respon terhadap hipoksemia.

d. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan

aktifitas senggang.

Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/

konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.

e. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam

dan batuk efektif.

Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan

pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi.

f. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan.

Jawab pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi.

Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai dengan

respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan

peningkatan rasa aman dapat menurunkan komponen

psikologis, sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan efek

merugikan dari respon fisiologi.

g. Berikan terapi oksigen dengan benar.

Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas

60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang

memberikan pengiriman dengan tepat dalam toleransi pasien.


3. Diagnosa keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses

inflamasi dalam alveoli

Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan

kedalaman rentang normal dan paru bersih

Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas/ perilaku peningkatan fungsi paru.

Intervensi

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya

pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal.

Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan

kerja nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung derajat

gagal nafas.

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius seperti krekels

atau mengi

Rasional : Bunyi nafas menurun / tidak ada jika jalan nafas obstruksi sekunder

terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil (

atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas.

c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turun dari

tempat tidur dan ambulasi dini.

Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatakan

pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi

gas.
d. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/ iritasi. Sputum

berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan ( infark paru)

atau anti koagulan berlebihan.

e. Berikan oksigen tambahan

Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

f. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.

Rasional : Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu

pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.

4. Diagnosa keperawatan : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral

Tujuan : Menunjukan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik,

pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil

Intervensi

a. Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh

Rasional : Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolic dan kehilangan

cairan melalui evaporasi.

b. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa.

Rasional: Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun

membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut

dan oksigen tambahan.

c. Tekankan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi individual.

Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko dehidrasi


d. Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetic.

Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan.


e. Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan.

Rasional : Pada dasarnya penurunan masukan / banyak

kehilangan. Penggunaan parenteral dapat memperbaiki /

mencegah kekurangan.

5. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan peningkatan kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan

proses infeksi, anorexia, distensi abdomen Tujuan : Pemenuhan nutrisi

mencukupi kebutuhan

Kriteria Hasil :Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan /

meningkatkan berat badan

Intervensi

a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya: Sputum

banyak, pengobatan, atau nyeri.

Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah.

b. Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural dan

sebelum makan.

Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan

pasien yang dapat menurunkan mual.

c. Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan

makanan yang menarik untuk pasien.

Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin

lambat untuk kembali


d. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.

Rasional :Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau

keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya

tahanan terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi.

6. Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi

oksigen untuk aktivitas hidup sehari- hari

Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda vital

dalam rentang normal

Intervensi

a. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,

peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah

aktifitas.

Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan memudahkan

dalam pemilihan intervensi.

b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai

indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan yang tepat.

Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih.

c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya

keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk

menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energy untuk

penyembuhan. Pembatasan aktivitas dengan respon individual

pasien terhadap aktifitas dan perbaikan kegagalan pernafasan.


d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur.

Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di kursi.

e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan

aktivitas selama fase penyembuhan.

Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu

keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. A. (2018). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep

dan Proses Keperawatan (2 ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Kartika Sari Wijayaningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM.

Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih

Bahasa:dr.Elfiawati Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2,

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai