Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iodium

2.1.1 Definisi

Iodium adalah suatu unsur kimia yang di butuhkan oleh manusia untuk
memproduksi hormon tiroid. Hormon ini di produksi oleh kelenjar tiroid,
strukturnya berbentuk kupu-kupu yang berada di bagian depan leher yang
terdiri dari dua lobus di kedua sisi tenggorokan yang di hubungkan oleh
jembatan sempit yang disebut isthmus (WHO, 2009).

Setelah diproduksinya kelenjar tiroid, hormon tiroid bersikulasi di


dalam darah dan mengendalikan banyak proses kimia di berbagai bagian
tubuh. Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan normal tubuh,
fungsi otak dan sistem saraf, mengatur suhu panas tubuh dan berperan dalam
menghasilkan energi dalam tubuh (WHO, 2009)

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Iodium

2.1.2.1 Asupan Iodium

Asupan iodium dari makanan sangat bervariasi tergantung pada


lokasi geografis, pola makan, dan kadar iodium dalam makanan yang
dikonsumsi.

2.1.2.2 Lingkungan

Tanah yang menurun kadar iodiumnya berada di daerah


pedalaman, daerah pegunungan, daerah pesisir pantai dan daerah yang
sering mengalami banjir. Hal ini berkaitan dengan timbulnya efek
menurunnya kadar iodium tersebut dipengaruhi oleh efek pencucian

5
6

tanah dari air hujan dan air laut yang dapat menghilangkan iodium dari
tanah (WHO, 2009).

2.1.2.3 Absobsi Tubuh

Iodium mudah di absobsi dalam sistem pencernaan, apabila


terjadinya kelebihan dalam proses absorbsi maka ginjal berperan
dalam pengendalian kelebihan penyerapan iodium. Walaupun
demikian, penyerapan iodium oleh tubuh dipengaruhi oleh zat
goitrogen sebagai inhibitor yang mengganggu biosintesis hormon
tiroid. Zat goitrogen dapat ditemukan pada sayuran seperti buncis, kol,
lobak, kecambah, brokoli, serta kelompok makanan pokok seperti
singkong, ubi, maizena, dan gandum. Goitrogen dapat menjadi
masalah ketika seseorang memiliki asupan iodium yang sedikit dan
mengonsumsi makanan mengandung goitrogen, khususnya jika
makanan tersebut tidak dimasak dengan baik (Mann, 2014).

2.1.3 Fisiologi Iodium

Proses di mulai dengan adanya perubahan konsentrasi iodide yang di


mulai pada minggu ke 11 pada masa kehamilan yang kemudian matur menjadi
salah satu sistem endokrin yang paling penting bagi tubuh manusia. Terdapat
beberapa hormon tiroid, seperti triiodothyrone (T3) dan Tiroksin (T4) yang
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan normal bagi tubuh. Selain
itu, T3 dan T4 dapat mendorong dan mengatur sejumlah besar proses fisiologi
tubuh pada usia dewasa, seperti perkembangan sistem saraf pusat (SSP),
pengaturan sinyal pada saraf perifer, fungsi kerja jantung, pengaturan
metabolisme nutrisi, pengaturan metabolisme pada hepar, penghasil energi,
pengaturan suhu tubuh, pengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dan
berperan dalam sistem skeletal (Wolmarans D, 2017).
7

Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus, dengan ukuran masing-masing


sekitar 2,0 x 2,5 x 4,0 cm dan dengan berat rata-rata 15-20gr. Secara
fungsional, kelenjar tiroid terdiri dari folikel yang berbentuk bulat, masing-
masing terdiri dari satu lapisan epitel yang mengelilingi lumen yang
mengandung koloid. Sedangkan epitel dapat berperan dalam sintesis T3 dan
T4. Pada koloid terdiri dari thyroglobulin (TG), glikoprotein yang mampu
meyimpan cadangan hormon tiroid dan prekursornya, monoiodotyrosine
(MIT) dan diiodotyrosine (DIT). Kelenjar tiroid terletak tepat dibawah laring
pada kedua sisi dan di sebelah anterior trakea, merupakan salah satu kelenjar
endokrin terbesar, normalnya memiliki berat 15 sampai 20 gram pada orang
dewasa. Tiroid menyekresikan 2 hormon utama, yakni tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3) (Wolmarans D, 2017).

Produksi dan pelepasan T3 dan T4 melibatkan 4 proses, yaitu


penyerapan dan oksidasi iodium, iodinasi tirosin, sistesis T3 dan T4,
kemudian reabsorbsi dan preteolisis thyroglobulin. Beberapa proses tersebut
dapat di pengaruhi oleh TSH dan thyrotropin. Untuk menghasilkan T4 pada
tingkat normal yaitu 85µg perhari, maka diperlukan iodium thyroidal 75µg.
Untuk mengkompensasi kehilangan melalui eksresi dari ginjal dan feses, nilai
asupan harian iodium yang di rekomendasikan adalah 100–150µg pada orang
dewasa, 90-120µg pada anak dan 200µg pada ibu hamil. Sedangkan total
kadar iodium di jaringan perifer berjumlah 250µg, pada kelenjar tiroid
mengandung hingga 8000 µg yang sebagian besar dalam bentuk MIT dan
DIT. Pada keadaan Euthyroidsm, setiap thyroglobulin akan mengandung 3-4
molekul T4, sementara 1 dari 5 thyrogbulin akan mengandung T3 tunggal,
sehingga di dapatkan perbandingan antara T3 dan T4 adalah 1:15. Namun
apabila terjadi keadaan tidak adanya iodium tiroid yang cukup, maka
perbandingan kadar T3:T4 meningkat, hal ini di akibatkan oleh kadar iodium
8

mengalami penurunan hingga 25% yang di perlukan untuk mensintesis T3,


dibandingkan T4 (Wolmarans D, 2017).

Pada keadaan normal, ketika fraksi bebas plasma T4 (FT4) menurun,


maka akan terjadi respon dari hipotalamus dan hipofisis berupa sekresi
thyrotropin releasing hormone (TRH) dan TSH yang akan berperan
meningkatkan pengambilan iodida melalui iodine symported protein (NIS)
dan bekerja bersamaan dengan proses oksidasi intraseluler yang di perlukan
untuk kebutuhan sistesis hormone tiroid (Wolmarans D, 2017).

2.1.4 Metabolisme Iodium

Iodium sebagaian besar di peroleh dari sumber makanan terutama


sayuran yang di tanam di tanah yang kaya iodium dan di peroleh dari air
minum yang dikonsumsi sehari-hari. Selain itu, terdapat beberapa sumber
iodium dari rumput laut dan tanah. Iodium juga dapat di temukan dalam
bentuk natrium anorganik dan garam kalium, iodium diatomic anorganik
(iodium molekuler) dan iodium monoatomic organic (Kluwer W, 2010).

Kelenjar tiroid memikili peran sentral dalam metabolisme iodium.


Kelenjar tiroid terdiri beberapa folikel yang di lapisi oleh sel-sel folikel yang
bertumpu pada membran basal. Folikel diisi oleh cairan yang disebut dengan
koloid sebagai glycoprotein atau thyroglobulin. Perangkap iodium adalah
langkah pertama dalam proses metabolisme iodium. Proses di mulai dengan
pengambilan iodide dari kapiler ke dalam sel folikel kelenjar oleh sistem
transport aktif. Hal ini terjadi terhadap gradien kimia dan listrik oleh natrium /
iodine symported protein (NIS) yang di temukan pada membran basolateral
sel folikuler. Energi yang di butuhkan oleh proses ini di hubungan ke ATPase
yang bergantung NA+ dan Kpump (Kluwer W, 2010).

Langkah kedua adalah proses sintesis dan sekresi thyroglobulin, yaitu


terjadinya proses yang tidak terikat di dalam sel folikular. Proses sintesis di
9

mulai pada retikulum endoplasma kasar sebagai unit peptide berat molekul
330.000 (produk terjemahan utama RNA messenger). Kemudian unit ini
bergabung menjadi dimer, di ikuti dengan penambahan moieties karbohidrat,
setelah itu molekul bergerak ke aparatus golgi. Molekul thyroglobulin yang
lengkap mengandung sekitar 140 residu tirosin, yang berfungsi sebagai
substrat untuk sintesis hormon tiroid. Thyroglubulin terkandung dalam
vesikula kecil yang kemudian bergerak kea rah permukaan apical dari
membran plasma sebelum di pindahkan ke lumen folikel (Kluwer W, 2010).

Langkah ketiga adalah oksidasi iodida. Iodida yang berada di dalam


sel folikuler bergerak kearah permukaan apical membran plasma untuk masuk
ke dalam lumen folikel. Transportasi ini dapat terjadi oleh transporter
iodide/klorida bebas natrium yang di sebut pendrin. Kemudian Iodide
teroksidasi menjadi iodin. Proses ini di ikuti oleh perkumpulan thyroglobulin,
di mana iodinasi residu tvrosine yang ada dalam molekul thyroglobulin
terjadi. Iodinasi pertama terjadi pada posisi 3 untuk membentuk
monoidotyrosine (MIT) dan kemudian pada posisi 5 untuk membentuk
diiodityrosine (DIT). Iodinasi tirosin di ikuti oleh reaksi kopling, dimana 2
molekul pasangan DIT membentuk hormon tiroksin (T4) dan 1 molekul MIT
berpasangan dengan 1 molekul DIT untuk membentuk hormone
triiodothyronine (T3). Reaksi di katalisi oleh peroksidase tiroid (TPO).
Hormon di simpan di dalam folikel tiroid sebagai koloid selama beberapa
bulan dengan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan tubuh hingga 3 bulan
(Kluwer W, 2010).

Koloid yang mengandung tiroglobulin iodinasi mengalami


endositosis, dimana dikeluarkan dari lumen folikel oleh sel-sel epitel, proses
ini dapat terjadi oleh adanya peran dari TGmegalin reseptor yang ada pada
membran apical. Kemudian koloid memasuki sitosplasma dalam bentuk
tetesan koloid, yang bergerak menuju membran basal melalui fungsi
10

mikrotubulus dan mikrofilamen. Tetesan koloid berikutnya dapat mengering


dengan dengan vesikel lisosom yang mengandung enzim proteolitik. Protease
membantu mencerna molekul tiroglubulin yang melepaskan T4, T3, DIT dan
MIT kedalam sitoplasma. Sementara T4 dan T3 berdifusi melalui permukaan
basal ke dalam aliran darah, MIT dan DIT dengan cepat di urai oleh enzim
deiodinase. Mekanisme ini membantu mengambil iodide untuk di proses
kembali Bersama dengan tirosin (Kluwer W, 2010).

Dalam aliran darah, T4 dan T3 dapat bersikulasi dalam bentuk terikat


atau bebas, sedangkan 99% T4 dan T3 bersikulasi dalam bentuk terikat dan
1% bersikulasi dalam bentuk tidak terikat. Protein pengikat termasuk globulin
pengikat tiroksin (TBG), prealbumin pengikat tiroksin (TBPA) dan albumin
pengikat tiroksin (TBA). Pengikat hormone tersebut selain berfungsi sebagai
penampung juga dapat membantu mengatasi keadaan kehilangan hormon.
Selain hormon pengikat terdapat juga, hormon yang tidak terikat secara
biologis aktif, sekitar 80% dari sirkulasi T3 hormon tiroid yang paling aktif
berasal deiodinase perifer hormon T4 (Kluwer W, 2010).

Sekresi tiroid di atur oleh kelenjar pituitary melalui TSH yang


berkerja pada mekanisme umpan balik yang di atur ke tingkat T4 dalam darah.
Apalagi terjadi penurunan T4 maka terjadi proses perangsangan hipofisis
untuk meningkatkan sekresi TSH kemudian terjadinya perangsangan kelenjar
tiroid untuk melepaskan T4 dalam sirkulasi dalam mempertahan kadar normal
hormon dalam darah. Kelenjar tiroid mengeluarkan 80 mikrogram iodium
dalam bentuk T3 dan T4 perhari, 40 mikrogram iodium yang di sekresi
muncul dalam cairan ekstraseluler (ECF) perhari. T3 dan T4 di metabolism di
hepar, kemudian di lepaskannya sekitar microgram iodium ke ECF dan 20
mikrogram iodium kedalam empedu untuk di ekskresikan dalam urin dan 20
mikrogram dalam feses perhari (Kluwer W, 2010).
11

Sebagian besar iodium terkonsentrasi di kelenjar tiroid, iodium non


hormonal ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh termaksud kelenjar
payudara, mata, mukosa lambung, leher Rahim dan kelenjar saliva.
Akumulasi iodium di payudara berperan penting selama menyusui dalam
perkembangan janin dan neonatal, namun iodium juga memiliki fungsi
antioksidan. Pada hydrogen peroksida dan peroksidase, iodide berperan
sebagai pengantar elektron sehingga mengurangi terjadinya kerusakan oleh
radikal oksigen bebas (Kluwer W, 2010).

2.1.5 Pemeriksaan Kadar Iodium

Pengukuran kadar iodium dalam urin dapat memberikan perkiraan


yang akurat dari asupan iodium. Hal ini berkaitan dengan mayoritas dari
asupan iodium yang masuk dalam tubuh sekitar 90% akan diekskresikan
melalui urin. Apabila terdapat kondisi kadar iodium yang cukup dalam tubuh
untuk mendukung berbagai sistem dalam tubuh, maka tubuh akan melakukan
kompensasi dengan cara mengeluarkannya dalam urin (IPD, 2016).

Pengukuran kadar iodium dalam urin memberikan indikator biologis


untuk mengetahui gambaran adanya gangguan defisiensi kadar iodium dengan
adanya penentuan kadar iodium yang dapat diperiksa melalui urin. Untuk
dapat dilakukan tes urin, maka diperlukan untuk memberikan penjelasan
lengkap kepada pasien terkait pemberian pot urine agar dapat melakukan
penampungan urin kedalam pot urin yang dikeluarkan pada waktu pagi hari
saat bangun tidur. Berikut status nutrisi iodium berdasarkan eksresi iodium
urine pada anak sekolah, yaitu:
12

Median Yodium Urin Asupan Yodium Status Yodium


(μg/ L)
>20 Tidak cukup Defisiensi Yodium Berat
20-49 Tidak cukup Defisiensi Yodium Sedang
50-99 Tidak cukup Defisiensi Yodium Ringan
100-199 Optimal Nutrisi Yodium Optimal
200-299 Lebih dari cukup Ada risiko Iodine Induced
hypertiroidism (IIH) dalam
kurun waktu 5-10 th sesudah
pemberian garam beryodium
pada kelompok yang rawan.
>=300 Berlebihan Ada risiko kesehatan yang
tidak menguntungkan (IIH,
autoimmune thyroid disease)
Tabel 2.1.5 Status Nutrisi Iodium (Ilmu Penyakit Dalam, 2016)

2.2 Defisiensi Iodium

2.2.1 Definisi

Gangguan defisiensi iodium adalah masalah kesehatan masyarakat di


seluruh dunia, terutama pada wanita hamil dan anak-anak sebagai
perkembangan sosial dan ekonomi Negara. Apabila terdapat kondisi
peningkatan populasi dengan defisiensi iodium, maka terjadi peningkatan
angka mortalitas perinatal dan retardasi mental. Sehingga apabila tubuh
mengalami kekurangan iodium maka dapat menimbulkan resiko terjadinya
kerusakan otak (WHO, 2010)

Defisiensi iodium merupakan penyebab utama terjadinya masalah


Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) yang merupakan suatu efek
kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia. Hal ini disebabkan
karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap
13

kekurangan unsur iodium dari makanan dan minuman yang dikonsumsi


sehari-hari (Dinkes, 2017).

2.2.2 Epidemiologi

Defisiensi iodium dilaporkan terendah di Amerika (10,1%) dan


tertinggi di Eropa (59,9%), sedangkan di Asia Tenggara sekitar 26 persen;
Indonesia 11,1 persen. Defisiensi iodium berada di urutan ketiga risiko
biologis & psikologis modifiable penyebab utama anak tidak mencapai
potensinya secara penuh. Secara global, 39 juta bayi baru lahir berisiko
mengalami kapasitas intelektual rendah akibat defisiensi iodium (Budiman B.,
et al, 2012).

Pada awal abad ke 20, di wilayah barat laut Amerika Serikat


memasuki wilayah endemik untuk penyakit defisiensi iodium. Tetapi sejak
dilakukannya program iodisasi garam beryodium pada tahun 1920, tingkat
diet iodium umumnya sudah adekuat. Pada data survey nasional, menunjukan
bahwa asupan rata-rata diet iodium di Amerika Serikat menurun secara drastis
dan kemudian stabil kembali pada tahun 1971 dengan penilaian kadar iodium
urin <50mcg/L (defisiensi iodium sedang) ditemukan pada 11,1% dari total
populasi, 7,3% pada wanita hamil, 16,8% pada wanita usia reproduksi
(Budiman B., et al, 2012).
14

2.2.3 Etiologi dan Faktor resiko

Iodium adalah komponen penting dari hormon yang di produksi oleh


kelenjar tiroid. Oleh sebab itu, hormon tiroid merupakan hormon yang sangat
dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Secara luas, iodium yang berupa Iodida
tidak merata di lingkungan bumi. Kebanyakan iodida ditemukan di lautan
dengan kadar 50 μ/ L . Hal ini dapat berlangsung dengan adanya siklus
meliputi, ion iodida dalam air laut dioksidasi menjadi unsur iodium yang
dapat menguap ke atmosfer dan dikembalikan ke permukaan tanah oleh hujan.
Namun, siklus tersebut dari kebanyakan daerah berlangsung lambat proses
siklusnya sehingga dapat tanah dan air menjadi kekurangan iodium (Eastman
J., et al., 2018).

Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi


kekurangannya kadar iodium, seperti pada makanan nabati yang tumbuh pada
tanah dengan kualitas kadar iodiumnya rendah dengan konsentrasi serendah
10μ/ Kg berat kering, yang dibandingkan dengan konsentrasi 1 mg/kg pada
tanaman yang cukup kadar iodiumnya. Tanah yang menurun kadar iodiumnya
berada di daerah pedalaman, daerah pegunungan, daerah pesisir pantai dan
daerah yang sering mengalami banjir. Hal ini berkaitan dengan timbulnya efek
menurunnya kadar iodium tersebut dipengaruhi oleh efek pencucian tanah dari
air hujan dan air laut yang dapat menghilangkan iodium dari tanah (WHO,
2009).

2.2.4 Patofisiologi

Ketika tubuh diet iodium mudah di serap dari saluran gastrointestinal


dan mencapai sirkulasi dalam bentuk iodida. Dari sirkulasi, iodida
terkonsentrasi di kelenjar tiroid melalui energi bebas dari sodium iodida
simpatis. Dalam sel folikel kelenjar tiroid, 4 atom iodium dimasukkan ke
15

dalam masing-masing molekul tiroksin (T4) dan 3 atom ke dalam setiap


molekul triiodothyronine (T3). Hormon-hormon ini sangat penting untuk
perkembangan saraf, perkembangan seksual, pengaturan pertumbuhan, dan
pengaturan tingkat metabolisme suhu panas tubuh dan energi (Lee S, 2014).

Ketika asupan iodium tidak mencukupi untuk proses sintesis


hormone tiroid, tingkat serum T4 awalnya menurun, kemudian timbul suatu
proses kompensasi berupa upaya untuk mengembalikan produksi hormone
tiroid yang adekuat. Pada kelenjar pituitary menerima informasi bahwa terjadi
penurunan kadar T4 dalam sirkulasi sehingga terjadi proses pelepasan TSH.
Sehingga, TSH menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas metabolisme sel-sel
folikuler tiroid dan mestimulasi kerja sel untuk meningkatkan penyerapan
iodium dan sintesis maupun sekresi hormon tiroid (Lee S, 2014).

Peningkatan kadar TSH dan penurunan kadar iodium dalam tiroid


dapat memberikan efek peningkatan produksi T3 relatif terhadap produksi T4.
Sehingga T3 20-100 kali lebih aktif secara biologis dari pada T4 dan
membutuhkan lebih sedikit atom iodium untuk melakukan proses biosintesis.
Peningkatan produksi T3 dapat menjaga kestabilan kadar normal hormon
tiroid, meskipun terjadi penurunan T4 yang diakibatkan oleh suatu kondisi
kekurangan iodium. Proses ini bertujuan untuk menghemat penyimpanan
iodium dan membantu mempertahankan fungsi tiroid normal. Selain itu,
hormone tiroid berada di hepar, dan dilepaskan ke sirkulasi untuk di reuptake
dan digunakan kembali oleh kelenjar tiroid. Bahkan dalam keadaan ini,
iodium secara pasif hilang dalam urin (Lee S, 2014).

Pada keadaan defisiensi iodium yang berlanjut, maka produksi


hormon tiroid menurun dan pasien mengalami kondisi hipotiroid. Pada pasien
dewasa maka akan timbul tanda dan gejala hipotiroidisme yang umum.
Namun, berbeda dengan hipotiroidisme kongenital atau dikenal sebagai
16

kreatisme yang terjadi pada janin dan anak kecil. Pada kondisi tersebut, maka
akan mencegah beberapa proses fisiologis tubuh, seperti proses perkembangan
sistem saraf pusat sehingga mengakibatkan timbulnya resiko keterbelakangan
mental permanen, kelainan neurologis dan kelainan pada pertumbuhan normal
tubuh (Lee S, 2014).

2.2.5 Gejala Klinis

Tanda utama Defisiensi iodium adalah pembesaran kelenjar tiroid


yang seiring waktu menjadi multinodular. Pada pasien dengan hipertiroidisme
berat, maka akan terlihat beberapa tanda-tanda seperti kulit kering, edema
periorbital, dan mengalami keterlambatan fase relaksasi pada reflek tendon
dalam (Lee S, 2014).

Pasien dengan defisiensi iodium, paling sering datang dengan


gondok. Pada pasien anak-anak, maka datang dengan gondok difus, terutama
pada pasien usia dewasa maka datang dengan keluhan gondok nodular.
Apabila gondok makin bertambah ukurannya, maka akan menimbulkan gejala
seperti rasa tertekan pada leher, suara berubah menjadi serak, sesak napas, dan
batuk (Lee S, 2014).

2.3 Status Gizi

2.3.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara jumlah


asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (reuirement) oleh
tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik,
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan). Kebutuhan bahan
makanan pada setiap individu berbeda karena adanya variasi genetik
yang akan mengakibatkan perbedaan dalam proses metabolisme.
Status gizi yang baik akan turut berperan dalam pencegahan terjadinya
17

berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi dan dalam tercapainya


tumbuh kembang anak yang optimal (Depkes RI, 2008).

2.3.2 Penilaian Status Gizi

Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan


kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya
seimbang, maka akan menghasilkan status gizi yang baik. Kebutuhan
asupan gizi setiap individu berbeda, hal ini tergantung usia, jenis
kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan (Kemenkes,2017).
Penilaian status gizi dapat dipantau dengan menggunakan metode
pengukuran antropometri.

2.3.2.1 Antropometri

Tujuan dari pengukuran antropometri adalah untuk


mengetahui kondisi pertumbuhan dan gizi pada tubuh.
Penilaian pertumbuhan sebaiknya dilakukan dengan jarak yang
sesuai yang disertai dengan pengamatan fisik yang dilakukan
dengan proses observasi dengan teliti. Pengukuran
antropometri meliputi pengukuran berat badan (BB) dengan
satuan (kg), tinggi badan (TB) dengan satuan (cm), dan lingkar
lengan atas (LILA) dengan satuan (cm). Oleh karena itu, dalam
penilaian status gizi dengan menggunakan metode
antropometri, maka ukuran tubuh manusia akan dijadikan
sebagai sebagai penentu status gizi (Kemenkes, 2011).
18

2.3.3 Indeks Massa Tubuh pada anak

Untuk mengetahui batasan status gizi pada anak normal atau


tidak, maka perlu diperiksa dengan menggunakan metode
penghitungan “Indeks Massa Tubuh” pada anak terlebih dahulu,
dengan menggunakan rumus :

Setelah menghitung IMT, maka dapat mengetahui status gizi


pada anak berdasarkan interpretasi dari tabel dibawah ini :

IMT Kategori
17,0 Kurus
(Kekurangan berat badan tingkat berat)
17,0 - 18,4 Kurus
(kekurangan berat badan tingkat ringan)
18,5 - 25,0 Normal
25,1 - 27,0 Gemuk
(kelebihan berat badan tingkat ringan)
>27,0 Obes
(kelebihan berat badan tingkat berat)

Tabel 2.3.3 Kategori IMT berdasarkan Kementrian kesehatan Republik


Indonesia (Kemenkes,2014).
Setelah dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) maka dilanjutkan dengan penentuan kategori IMT untuk
mengetahui batasan status gizi pada anak.
19

2. 4 Pengaruh merkuri terhadap iodium

Aktivasi jaringan hormon tiroid dan inaktivasi di otak, hepar, dan


jaringan lain dikendalikan oleh deiodinase melalui penghapusan atom iodium,
yaitu Selenium yang merupakan unsur penting untuk aktivitas proses
deiodinase. Namun, unsur tersebut sangat sensitif terhadap merkuri (Aschner
M., et al, 2008).

Methylmercury (MeHg) merupakan senyawa organik yang dapat


digolongkan sebagai zat yang berbahaya dan dapat disebut "monometil
merkuri" yang bermuatan positif. Senyawa ini terdiri dari gugus metil (CH3-)
yang terikat pada ion merkuri (Hg2), sehingga rumus kimianya adalah
CH3Hg+. Senyawa ini terbentuk dalam sistem metilasi merkuri anorganik oleh
bakteri metanogenik mengarah ke pelepasannya ke dalam air dan
bioakumulasi dalam rantai makanan. Ketika dicerna, MeHg siap mengikat
sistein sebagai suatu asam amino mengandung sulfur yang terbentuk secara
alami di dalam makanan, dan juga bisa di produksi oleh tubuh. Terjadinya
proses pengikatan MeHg dengan sistein dapat membentuk kompleks
methylmercuric-cysteinyl. Kompleks ini dikenal oleh protein pengangkut
asam amino, seperti transporter asam amino netral (LAT1), yang
memungkinkannya untuk diangkut secara bebas ke seluruh tubuh (Aschner
M., et al, 2008).

Beberapa penelitian telah membahas efek MeHg pada fungsi tiroid,


sintesis dan aktivitas hormon tiroid. Pada tikus, MeHg secara khusus
mengikat pada ligan-ligan yang mengandung Sulfhidril (SH) di kelenjar
tiroid, yang mungkin menjelaskan efeknya pada fungsi tiroid. Namun, spesies
Hg yang berbeda telah terbukti memberikan efek yang berbeda pada fungsi
tiroid. MeHg dapat mengganggu produksi hormon perangsang tiroid, seperti
20

TSH dan tirotropin sehingga dapat memberikan efek penurunan produksi


hormon tiroid (Aschner M., et al, 2008).

Anda mungkin juga menyukai