AKHLAK TASAWUF
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
HAKIKAT MANUSIA DALAM ISLAM DAN CARA MENINGKTKAN
AKHLAK YANG BAIK
DOSEN :
KELOMPOK 4
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufik serta
Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan menulis Makalah yang
berjudul “Hakikat dan Contoh- Contoh Kreasi serta Mengemukakan Dalil-Dalil Al- Quran
Makalah ini disusun dengan maksud untuk melengkapi persyaratan mata kuliyah.
Disamping itu penulis berharap para pembaca mampu memahami isi makalah ini. Dan penulisan
makalah ini melibatkan banyak pihak yang telah membantu, oleh karena itu penulis
Dan sangat diharapkan kepada para pembaca untuk bisa memberi kritik dan saran yang
sifatnya ilmiyah dan membangun, sehingga makalah ini bisa menjadi sempurna.
Akhir kata semoga makalah ini mendapat Ridho dari Allah SWT, sehingga bermanfaat
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
6. Cara meningkatkan Akhlak untuk Menjadi Pribadi yang Lebih Baik ……………..… 11
A. Simpulan ……………………………………………………………………………….…… 13
B. Saran ………………………………………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………..………………………...……………...14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Hakikat berarti kebenaran atau sesuatu yang sebenar-benarnya atau asal segala sesuatu.
Dapat juga dikatakan hakikat itu adalah inti dari segala sesuatu atau yang menjadi jiwa sesuatu.
Karena itu dapat dikatakan hakikat syariat adalah inti dan jiwa dari suatu syariat itu sendiri.
Dikalangan tasawuf orang mencari hakikat diri manusia yang sebenarnya karena itu muncul
kata-kata diri mencari sebenar-benar diri. Sama dengan pengertian itu mencari hakikat jasad,
hati, roh, nyawa, dan rahasia.
Hakikat manusia menurut pemikiran Al-Ghazali, (dalam Nasution, 2002:71) mengacu
pada kecenderungan tertentu dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu
yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu identitas idensial yang menyebabkan sesuatu menjadi
dirinya sendiri dan membedakannya dengan yang lainnya.
Al-Ghazali mengemukakan bahwa hakikat manusia adalah totalitas jiwa dan badan. Jiwa
sebagai pemegang inisiatif yang mempunyai kemampuan dan tujuan ontologis, yaitu ma’rifat al-
bari (mengenal tuhan dimulai dengan mengetahui hasil-hasil perbuatannya). Badan digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan ontologis, seperti panca indra, dan anggota tubuh. Apabila
jiwa tidak mampu mengontrol badan sesuai dengan tujuan ontologisnya, maka hakikat
kemanusiaannya tidak utuh lagi (Nasution, 2002:125). Hubungan jiwa dengan badan lebih jelas
terlihat pada proses mengetahui dan proses terjadinya perilaku manusia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Ditiupkan ruh [QS As Sajdah:9]
Diberi keistimewaan [QS Al Isra:70]
Ditundukkan alam untuknya . Semua alam ini termasuk dengan isinya ini Allah
peruntukkan untuk manusia. [QS Al Jaatsiyah:12-13]
Mukallaf (yang mendapatkan beban)
Ibadah Manusia secara umum diciptakan oleh Allah untuk beribadah sebagai
konsekuensi dari kesempurnaan yang diperolehnya. [QS Adz Dzaariyaat:56]
Khilafah Allah mengetahui siapa sebenarnya manusia, sehingga Allah tetap menjadikan
manusia sebagai khalifah di bumi walaupun malaikat tidak setuju. [QS Al Baqarah:30]
6
4. EKSISTENSI MANUSIA
Manusia adalah ciptaan Allah diantara ciptaan-ciptaannya yang lain. Kehadiran manusia di muka
bumi dimulai sejak nabi adam dan hawa diturunkan dari surge karena tergoda pujukan Iblis
sehingga tidak mematuhi laranganTuhan.[5]
Manusia perlu mengenal dan memahami hakikat dirinya sendiri agar mampu
mewujudkan eksistensi dirinya.Pengenalan dan pemahaman ini akan mengantarkan manusia
kepada kesediaan mencari makna dan arti kehidupan, sehingga hidupnya tidak menjadi sia-sia.
Dalam pengertian ini dimaksudkan makna dan arti sebagai hamba Allah, dalam rangka
menjalankan hak dan kewajiban atau kebebasan dan tanggung jawab mencari ridha-Nya.
Eksistensi menurut Karl Jaspers berdiri berhadapan dengan transendensi, sama dengan
kebebasan yang diberi isi. Dengan begitu manusialah yang memberi arti dan isi kepada
kehidupannya sendiri.Pandangan ini berbeda dengan yang dikemukakan oleh ibnu Khalduna.Ia
tidak terlalu menekankan segi kepribadian manusia, sebagaimana banyak dibicarakan oleh para
filsub, tetapi lebih kepada proses dan interaksi antar manusia sebagian besar dalam bentuk
kelompok serta implikasi dari interaksi-interaksi itu. Dalan konteks ini ia sering disebut sebagai
salah satu pendir isosiologi dan antropologi.[6]
Eksistensi Manusia terbahagi kepada2 :
a) Eksistensi Individual
Manusia adalah subyek.Ia berbeda dengan makhluk lainnya. Sebagai subyek, pribadi
sendiri, ia merupakan misteri bagi yang lain. Namun tidak berarti bahwa orang lain tidak dapat
memahami dirinya. Setiap subyek mempunyai keniscayaan dapat memahami subyek lain. Bagi
para eksistensial ,subyek dimengerti sebagai individu yang unik. Sebagai contoh , Gabriel marcel
, misalnya mengupas aktivitas rohani manusia dalam merealisasikan kebebasannya. Sartre
memandang manusia sebagai pribadi kongkrit, bukan sekadar obyek epistimologi abstrak.
Kierkegaard melihat manusia sebagai bentuk proses menjadi yang memilih ke-otentikan dalam
berhubungan dengan Tuhan.
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa gagasan dasar tentang manusia.Pertama manusia
ada karena diciptakan ,bahwa tidak bisa menolak kondisi yang akan diterimanya. Secara
substansial susunan manusia terdiri dari tubuh dan jiwa (psikis).Kedua ,manusia adalah makhluk
yang mandiri individual dan hidup dalam masyarakat sosial.
Ketiga ,manusia merupakan sebaik-baik penciptaan makhluk yang memiliki keterbatasan
fisik atau pun psikis. Ia juga dibatasi oleh ikatan agama aturan tuhan dan norma-norma social
ciptaannya sendiri.[7]
b) Eksistensisosial
Perjumpaan dengan yang lain mengungkapkan fakta bahwa ada eksistensi benda yang
lain maupun subyek lain. Seperti diuraikan di atas, manusia adalah makhluk sosial, hidup secara
berkelompok baik dalam keluarga, masyarakat, suku, atau pun bangsa untuk saling menjamin
berlangsungnya dan terpenuhinya kebutuhan hidup masing-masing. Dalam lingkungan sosial,
7
setiap individu dibatasi oleh norma sosial yang mengatur berlangsungnya aktivitas antar
individu.
Norma social merupakan aturan atau kesepakatan bersama yang menjamin kebebasan
aktivitas setiap individu selama tidak merugikan orang lain atau merusak tatanan masyarakat.
Perlu diperhatikan, bahwa sosiallitas tidak lah sama dengan kolektivitas. Kolektivitas adalah
kelompok yang melebur individu kedalam satu kesatuan. Dalam Kolektivitas, eksistensi
individu ,hak, kebebasan dan kehendak, tidak di akui atau di tolak. Di dalam kolektivitas setiap
individu di tempatkan sebagai objek, bukan sebagai subjek.
8
menyeleweng, tidak tunduk pada hawa nafsu, jauh dari kezaliman dan kesesatan, istiqomah
dalam berperilaku. Manusia juga diminta bertanggung jawab atas harta, umur, dan
kemudaannya.
6. Tugas tertinggi manusia, beribadah kepada Allah
Beribadah kepada Allah merupakan tugas manusia dalam hidup. Manusia sesungguhnya
tidak berarti apa-apanya dihadapan Allah, dan manusia bertanggung jawab untuk merendahkan
diri dengan cara selalu beribadah kepadanya. Semakin merendahkan diri dan semakin bertaqwa
manusia kepada Allah, dia akan dapat karamah dari Allah.
Manusia dibekali kemampuan fisik dan psikis agar ia maampu melaksanakan kewajiban
ibadah dengan baik dan sempurna. Orang-orang yang tidak mau merendahkan diri beribadah
kepada Allah adalah orang-orang yang gagal, dia sombong kepada Allah, berarti dia menolak
karamah Allah.
Ibadah biasanya dimulai dengan semangat ketauhidan, yaitu dimulai dengan ikrar
(syahadat), mengabdi sepenuhnya kepada Allah, yang diikuti dengan shalat, shaum, zakat, haji,
dan seluruh aktivitas dalam kehidupan. Semua aktivitas manusia termasuk ibadah, selama
aktivitas itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan ridho Allah.
Hakikat manusia menurut pemikiran Al-Ghazali, (dalam Nasution, 2002:71) mengacu
pada kecenderungan tertentu dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu
yang tetap, tidak berubah-ubah, yaitu identitas idensial yang menyebabkan sesuatu menjadi
dirinya sendiri dan membedakannya dengan yang lainnya.
Al-Ghazali mengemukakan bahwa hakikat manusia adalah totalitas jiwa dan badan. Jiwa
sebagai pemegang inisiatif yang mempunyai kemampuan dan tujuan ontologis, yaitu ma’rifat al-
bari (mengenal tuhan dimulai dengan mengetahui hasil-hasil perbuatannya). Badan digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan ontologis, seperti panca indra, dan anggota tubuh. Apabila
jiwa tidak mampu mengontrol badan sesuai dengan tujuan ontologisnya, maka hakikat
kemanusiaannya tidak utuh lagi (Nasution, 2002:125). Hubungan jiwa dengan badan lebih jelas
terlihat pada proses mengetahui dan proses terjadinya perilaku manusia.
Pada suatu ketika badan dapat menjadi penghambat bagi jiwa dalam menangkap hakikat-
hakikat, terutama hakikat diri, yang merupakan pengantar untuk mengenal tuhan.
Ada lima penghalang jiwa dalam menangkap hakikat; (1) jiwa yang belum sempurna, (2)
dikotori maksiat, (3) menurutkan keinginan badan, (4) ada penutup yang menghalangi hakikat ke
jiwa (taqlid), dan (5) tidak dapat berpikir logis (Nasution, 2002:128).[9]
Lebih lanjut manusia menurut Al-qur’an (Ali, 1998:1 1-19) di sebut antara lain dengan:
(1) Bani Adam (Qs.17:70), (2) Basyar (Qs. 18:110), (3) Al-Insan (QS. 76:1), (4) An-Nas (QS.
14:1), berbagai rumusan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk
beriman kepada Allah.
9
Dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta
mengamati gejala-gejala alam, serta bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak
mulia. Menurut agama islam manusia mempunyai ciri lain antara lain sebagai berikut
10
6. Cara Meningkatkan Akhlak Untuk Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik
Akhlak adalah salah satu hal yang harus diperhatikan terutama dalam kehidupan
Kata akhlak menurut istilah khususnya dalam Islam diartikan sebagai sifat seseorang yang telah
Seseorang yang memiliki sifat baik biasanya akan memiliki akhlak yang baik juga. Sebaliknya,
seseorang yang memiliki sifat yang tidak baik cenderung memiliki akhlak yang tercela.
Ada beberapa cara meningkatkan akhlak agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Seperti apa
a) Berbaik sangka
Berbaik sangka dapat dilakukan dengan cara berprasangka baik pada diri sendiri serta
pada orang lain.
Mereka yang dalam keadaan putus asa, umumnya cenderung berburuk sangka pada sang
Bersikap optimis dan tidak berputus asa merupakan cara kita dalam berbaik sangka kepada Allah
SWT. Percayalah, segala sesuatu yang telah Allah SWT tentukan adalah jalan terbaik bagi kita.
Tanamkan pada diri untuk selalu percaya jika kegagalan yang anda alami hari ini, mengandung
hikmah yang dapat kita ambil pelajaran darinya. Allah SWT selalu memiliki maksud tersendiri
Dalam keadaan apapun, kita sebaiknya senantiasa melontarkan kalimat syukur atas kebesaran
b) Bertaubat
Setiap manusia tentu pernah yang namanya berbuat salah. Bahkan mereka yang dicap
sebagai orang baik pun, tentu tidak luput dari yang namanya dosa.
11
Dosa yang dibiarkan berlarut-larut dan terus-menerus dilakukan merupakan hal yang buruk dan
harus dijauhi.
Dalam hal ini, bertaubat merupakan langkah baik untuk memperbaiki kesalahan yang telah Anda
lakukan.
Taubat merupakan kembalinya manusia dari berbuat buruk ke arah yang lebih baik dengan cara
Dengan sifat serta kelakuan yang baik melalui jalan bertaubat, maka akhlak kita akan semakin
meningkat.
Bagi mereka yang bertaubat dengan bersungguh-sungguh, Allah SWT akan memaafkan
Cara meningkatkan akhlak yang paling mujarab adalah dengan cara bergaul dengan
Hal ini dapat membuat kita yang tadinya masih memiliki sifat kurang terpuji, dapat dengan
sendirinya terbawa sifat baik teman-teman, sehingga mampu membangun karakter diri yang
berkualitas.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maka dapat kami tuliskan bahwa: Hakikat itu ialah sesuatu kebenaran atau sebenar-
benarnya asal-usul segala sesuatu, hakikat juga mengandung makna yang tetap, atau tidak
berubah-ubah. Seperti:
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini dan pembuatana makalah ini masih banyak kekurangan dan masih
jauh lagi dari kata sempurna oleh karena itu kami ( Penulis ) butuh saran kritik yang konstruktif agar
13
DAFTAR PUSTAKA
14