Anda di halaman 1dari 30

Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas dan Pengasuhan Neonatus

“Kebutuhan Dasar Ibu Bersalin ”

Dosen Pembimbing :
.

Disusun Oleh :
Anisya Baby Auditria P3.73.24.1.17.005
Fanni Ariva P3.73.24.1.17.010
Fernanda Dian Shafira P3.73.24.1.17.016
Lintang Khatulistiwa P3.73.24.1.17.017

Kelompok 7
Kelas 3A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA III

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya.
Makalah ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Masa
Nifas dan Pengasuhan Neonatus.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan ilmu dan kemampuan yang ada pada diri penulis. Walupun begitu, penulis
berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan materi mengenai “Kebutuhan Dasar Ibu
Bersalin” yang akhirnya tersusun kedalam bentuk makalah ini.

Dengan makalah ini, penulis mengharapkan dapat memberikan pengetahuan


tambahan kepada pembacanya. Selain itu, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta , 17 Agustus 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Kebutuhan Nutrisi dan Cairan................................................................................................3
2.2 Kebutuhan Ambulasi.............................................................................................................9
2.3 Kebutuhan Eliminasi............................................................................................................15
2.4 Kebutuhan Kebersihan Diri/ Perineum................................................................................18
2.5 Kebutuhan Istirahat..............................................................................................................18
2.6 Kebutuhan Sesksual.............................................................................................................19
2.7 Latihan/ Senam Nifas...........................................................................................................22
BAB II PENUTUP..............................................................................................................................25
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................25
3.2 Saran....................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................26

iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Biasanya
berlangsung selama kurang lebih 6-8 minggu. Pada umumnya, butuh waktu 3 bulan untuk
masa pemulihan. Pada saat melahirkan, ibu telah banyak mengeluarkan tenaga untuk
melahirkan anaknya. Setelah melahirkn, ibu biasanya akan kelelahan dan kurang tenaga. Oleh
karena itu, ibu sangatlah membutuhkan tenaga yng banyak untuk menyusui bayinya yang
baru lahir, dimana sang bayi sangat membutuhkan makanan setelah dilahirkan.

Pada masa nifas, ibu nifas membutuhkan diet kalori dan protein dan istirahat yang cukup
untuk membantu proses pemulihan dengan cepat.. Selama kehamilan dan persalinan, ibu juga
banyak mengalami perubahan fisik seperti dinding perut menjadi kendor, longgarnya liang
senggama dan otot dasar panggul. Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan
menjaga kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah
melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak gerak, karena dengan ambulasi ddini (bangun
dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali
kebentuk semula.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kebutuhan nutrisi dan cairan pada masa nifas.?
2. Bagaimana kebutuhan ambulasi pada masa nifas?
3. Bagaimana kebutuhan eliminasi BAB/BAK pada masa nifas?
4. Bagaimana kebutuhan kebersihan diri atau personal hygiene?
5. Bagaimana kebutuhan istirahat dan tidur pada masa nifas?
6. Bagaimana kebutuhan seksual pada masa nifas?
7. Bagaimana kebutuhan latihan senam nifas pada masa nifas.?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi dan cairan pada masa nifas.
2. Untuk mengetahui kebutuhan ambulasi pada masa nifas
3. Untuk mengetahui kebutuhan eliminasi BAB/BAK pada masa nifas
4. Untuk mengetahui kebutuhan kebersihan diri atau personal hygiene

1
5. Untuk mengetahui kebutuhan istirahat dan tidur pada masa nifas
6. Untuk mengetahui kebutuhan seksual pada masa nifas
7. Untuk mengetahui kebutuhan latihan senam nifas pada masa nifas.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Kebutuhan cairan dan nutrisi (makan dan minum) merupakan kebutuhan


yang harus dipenuhi dengan baik oleh ibu selama proses persalinan. Pastikan
bahwa setiap tahapan persalinan (kala I, II, III, atau 1V), ibu mendapatkan asupan
makan dan minum yang cukup. Asupan makanan yang cukup (makanan utama
termasuk makanan ringan), merupakan sumber dari darah, yang meruupakan
sumber energi utama untuk sel-sel tubuh. Kadar gula darah yang rendah akan
menyebabkan hipoglikemia, sedangkan asupan cairan yang kurang, akan dibawa
dehidrasi pada saat bersalin (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

Pada ibu bersalin, hipoglikemia dapat mengakibatkan komplikasi


persalinan baik ibu maupun janin. Hal itu akan mempengaruhi kontraksi atau his,
sehingga akan menghambat kemajuan persalinan dan meningkatkan insiden
persalinan dengan tindakan. Efek lainnya, dapat meningkatkan risiko perdarahan
postpartum. Janin, akan mempengaruhi kesejahteraan janin, sehingga dapat
menakibatkan komplikasi persalinan seperti asfiksia. Dehidrasi pada ibu bersalin
dapat mengakibatkan melambatnya kontraksi (nya), dan mengakibatkan kontraksi
menjadi tidak teratur. Ibu yang mengalami dehidrasi dapat diamati dari bibir yang
kering, peningkatan suhu tubuh, dan eliminasi yang sedikit. Dalam amemberikan
asuhan, bidan dapat dibantu oleh anggota keluarga yang mendampingi ibu
(Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

Selama kala I, anjurkan ibu untuk cukup makan dan minum, untuk
mendukung kemajuan persalinan. Pada kala II, ibu bersalin dengan mudah sekali
mengalami dehidrasi, karena terjadi peningkatan suhu tubuh dan semakin
meningkat karena proses mengejan. Di sela-sela kontraksi, pastikan ibu
mencukupi kebutuhan cairannya (minum). Pada kala III dan IV, setelah ibu
berjuang melahirkan bayi, maka bidan juga memastikan bahwa ibu mencukupi
kebutuhan nutrisi adan cairannya, untuk mencegah hilangnya energi setelah

3
mengeluarkan banyak tenaga selama kelahiran bayi (pada kala II) (Fitriana dan
Nurwiandani, 2018).

Berbicara tentang kebutuhan nutrisi dan cairan yang diperlukan bagi ibu
nifas yang tidak lepas dari pedoman nutrisi yang berfokus pada penyembuhan
fisik dan stabilitas setelah kelahiran serta persiapan laktasi. Gizi yang terpenuhi
pada ibu menyusui akan sangat berpengaruh pada produksi air susu yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Bila diberikan ASI
berhasil baik badan bayi meningkat, kebiasaan makan anak memuaskan, integritas
kulit, dan tonus otot baik (Susanto, 2018).

Umumnya, selama menyusui seorang ibu yang menyusui akan merasakan


lapar yang meningkat jika dibandingkan sebelum ibu menjalankan perannya
sebagai seorang ibu hamil. Menyusui akibatnya nutrisi yang dibutuhkan ibu juga
akan diolah menjadi nutrisi ASI untuk kebutuhan makan bayi (Susanto, 2018).

1. Nutrisi yang Diperlukan Oleh Ibu

Berikut ini adalah nutrisi yang diperlukan oleh Ibu menyusui untuk menjamin air
susu yang berkualitas dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
bayinya yang diolah dari berbagai sumber.

4
Nutrisi Keterangan Nutrisi yang Diperlukan

Kalori Kebutuhan kalori selama menyusui Nutrisi yang digunakan oleh


proporsional dengan jumlah ASI yang ibu menyusui pada 6 bulan
dihasilkan dan lebih inggi selama menyusui pertama = 640-700 kal/hari
dibandig pada saat hamil. Kandungan kalori dan 6 bulan kedua = 510
ASI dengan nutrisi yang baik adalah 70 kal/hari. Dengan demikian
kal/100 ml dan kebutuhan kalori yang ibu membutuhkan asupan
diperlukan oleh ibu untuk menghasilkan 100 sebesar 2.300-2.700 kal/hari.
ml ASI adalah 80 kal. Makanan yang
dikonsumsi ini berguna untuk melakukan
aktivitas, metabolisme, cadangan dalam
tubuh, proses produksi ASI, dan sebagai ASI
itu sendir.

Protein Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan Kebutuhan normal + 15-16


penggantian sel-sel yang rusk atau mati, gr.
membentuk tubuh bayi, perkembangan otak,
Dianjurkan penambahan
dan produksi ASI. Sumber protein:
perhari:
Protein hewani: telur, daging, ikan, udang,
6 bulan pertama sebanyak
kerang, susu, dan keju.
16 gr,
Protein nabati: tahu, tempe, dan kacang-
6 bulan kedua sebanyak 12
kacangan.
gr,

Tahun kedua sebanyak 11 gr

Cairan Ibu menyusui dapat mengkonsumsi cairan 2-3 liter/hari


dalam bentuk air putih, susu dan jus buah.

Mineral Mineral yang diperoleh dari makanan yang


dikonsumsi digunakan untuk melindungi
tubuh dari seeangan penyakit dan mengatur
kelancaran metabolisme dalam tubuh.

Sumber: buah dan sayur. Jenis-jenis mineral:

1. Zat kapur untuk pembentukan tulang.


Sumber: susu, keju, kacang-kacangan, dan
sayuran warna hijau.

2. Fosfor dibutuhkan untuk pembentukan 5

kerangka dan gigi anak. Sumber: susu, keju,


daging.
Tabel 1. Nutrisi Bagi ibu Menyusui

(Sumber: Susanto, 2018).

2. Perbandingan Kebutuhan Nutrisi Perempuan Tidak Hamil, Hamil, dan Menyusui

Pola makan menjadi salah satu penentu keberhasilan ibu dalam menyusui. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan gizi seimbang yang akan dikonsumsi. Berikut ini
adalah tabel perbandingan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh perempuan
tidak hamil, hamil dan menyusui.

Tabel 2.

Perbandingan Kebutuhan Nutrisi Pada Wanita

(sumber: Prawiroharjo, 2005)

6
3. Pentingnya Memperhatikan dan Menyusun Hidangan Bagi Ibu Bersalin

a. Bahan makanan beraneka ragam.

b. Makanan mudah dicerna

c. Bumbu tidak perlu dipindahkan

d. Porsi kecil tapi sering

e. Cukup cairan

f. Ibu yang tidak perlu penyakit tertentu tidak ada pantangan makanan

g. Jika ibu terlalu gemuk, kurangi makanan sumber zat tenaga

h. Jika ibu terlalu kurus, tambahkan porsi makan (Susanto, 2018).

Berikut ini adalah contoh menu yang dapat dikonsumsi untuk ibu menyusui.

Tabel 3. Contoh Menu Ibu Menyusui Porsi Satu Hari

(Sumber: Susanto, 2018).

7
2.2 Kebutuhan Ambulasi

Posisi persalinan yang akan dibahas adalah posisi persalinan pada kala I dan
posisi meneran pada kala II. Ambulasi yang dimaksud adalah mobilisasi ibu yang
dilakukan padakala I. Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa
disadari dan terus berlangsung (progresif). Bidan dapat membantu ibu agar tetap
tenang dan rileks, maka bidan sebaiknya tidak mengatur posisi persalinan dan posisi
meneran ibu (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

Bidan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi persalinan dan
posisi meneran, serta menjelaskan alternatif-alternatif posisi persalinan dan posisi
meneran bila posisi yang dipilih ibu tidak efektif. Bidan harus memahamin posisi-
posisi yang diambil, berttujuan agar proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal
mungkin. Memahami posisi persalinan yang tepat, maka diharapkan dapat
menghindari intervensi yang tidak perlu, sehingga meningkatkan persalinan normal.
Semakin normal proses kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri. Hal-hal
yang perlu diperhatikaan dalam menentukan posisi dalam persalinan sebagai
berikut:

a. Klien atau ibu bebas memilih, agar meningkatkan kepuasan, serta dapat
menimbulkan rasa nyaman, sejahtera secara emosional, dan ibu dapat
mengendalikan persuasi secara alamiah.

b. Peran bidan adalah membantu atau memfasilitasi ibu agar senantiasa aman dan
nyaman.

c. Secara umum, pilihan posisi diambil secara alami atau naluri bukanlah posisi
berbaring. Posisi berbaring diciptakan agar penolong lebih nyaman dalam bekerja,
sedangkan posisi tegak, merupakan cara yang umum dilakukan (Fitriana dan
Nurwiandani, 2018).

Pada awal persalinan, sambil menunggu pembukaan lengkap, ibu masih


diizinkan untuk melakukan mobilisasi atau aktifitas. Hal ini dapat disesuaikan
dengan kesanggupan ibu. Mobilisasi yang tepat dapat membantu dalam
meningkatkan kemajuan persalinan, dapat juga mengurangi rasa jenuh dan
kecemasan yang dihadapi ibu menjelang kelahiran janin. Pada kala 1, posisi

8
persalinan didimaksudkan untuk membantu mengurangi rasa sakit akibat his dan
membantu dalam meningkatkan kemajuan persalinan (penipisan serviks,
pembukaan serviks, dan penurunan bagian terendah). Ibu dapat mencoba berbagai
posisi yang nyaman dan aman (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

Peran suami atau anggota keluarga sangat penting, karena mengubah posisi
yang aman dan nyaman selama persalinan dan kelahiran tidak bisa dilakukan sendiri
oleh bidan. Pada kala I ini, ibu diperbolehkan untuk berjalan, berdiri, posisi
berdansa, duduk, berbaring miring atau merangkak. Hindari posisi jongkok, atau
dorsal recumbent atau lithotomi, fungsinya melepaskan kekuatan meneran. Posisi
terlentang selama persalinan (kala I dan II) juga sebaiknya dihindari, sebab saat ibu
berbaring telentang maka berat uterus, janin, cairan ketuban, dan plasenta akan
meningkat vena kava inferior. Penekanan ini akan menyebabkan turunnya suplai
oksigen utero-plasenta. Hal ini akan menyebabkan hipoksia. Posisi telentang juga
dapat menghambat kemajuan persalinan. Macam-macam posisi meneran di
antaranya:

a. Duduk atau setengah duduk, posisi ini memudahkan bidan dalam membantu
kelahiran kepala dan mempertimbangkan perineum.

b. Merangkak, posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalan melakukan rotasi serta peregangan pada
perineum berkurang.

c. Jongkok atau berdiri, posisi jongkok atau berdiri memundahkan penurunan kepala
janin memperluas panggul sebesar 28% lebih besar pada pintu bawah panggul, dan
memperkuat dorongan meneran. Namun posisi ini beresiko memperbesar terjadinya
laserasi (perlukaan) jalan lahir.

d. Berbaring miring, posisi berbaring miring dapat mengurangi penekanan pada saat
vena cava lebih, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia janin
karena suplai oksigen tidak terganggu, dapat memberi suasana rileks untuk ibu yang
kecapekan, dan dapat mencegah terjadinya robekan jalan lahir.

e. Hindari posisi telentang (dorsal recumbent). Posisi ini dapat mengakibatkan :


hipotensi (beresiko terjadinya syok dan berkurangnya suplai oksigen dalam sirkulasi

9
utero placenter, sehingga mengakibatkan hipoksia bagi janin), rasa nyeri yang
bertambah, kemajuan persalinan bertambah lama, ibu mengalami gangguan untuk
bernafas, buang air kecil terganggu, mobilisasi ibu kurang bebas, ibu kurang
semangat, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf, kaki, dan punggung.
Bedasarkan posisi meneran itu, maka secara umum posisi melahirkan dibagi dua:
posisi tegak lurus dan posisi berbaring. Secara anatomi, posisi tegak lurus (berdiri,
jongkok, duduk) merupakan posisi yang paling sesuai untuk melahirkan, karena
sumbu panggul dan posisi janin berada pada arah gravitasi (Fitriana dan
Nurwiandani, 2018).

1) Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah sebagai berikut:

a) Kekuatan daya tarik yang dapat meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan
pada leher rahim serta mengurangi lamanya proses persalinan.

Pada Kala 1

1. Kontraksi, dengan menggunakan uterus terangkat pada sumbu aksis pintu masuk
panggul dan kepala mendorong serviks, semakin intensitas kontraksi meningkat.

2. Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus.

3. Pada posisi berbaring, otot uterus lebih banyak bekerja, dan proses persalinan
berjalan lebih lama (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

Pada Kala 2

1. Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang lebih
besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan mempersingkat kala 2.

2. Posisi tegak lurus dengan berjongkok dipindahkan lebih banyak ruang di sekitar otot
dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul yang ditekan, sehingga
kadar oksitosin meningkat.

3. Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi dasar
panggul, sehingga menggurangi hambatan dalam meneran.

10
4. Namun, pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga
meningkatkan hambatan dalam meneran (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

b) Meningkatkan dimensi panggul

 Perubahan hormon kehamilan, menjadikan struktur panggul dinamis atau fleksibel.


Pergantian posisi, meningkatkan mobilitas panggul. Posisi jongkok, sudut arkus
pubis melebar, sehingga pintu atas panggul sedikit melebar, sehingga memudahkan
rotasi kepala janin. Sendi sakroiliaka, meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak
ke belakang). Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum

 pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan mengakibatkan tulang ekor tertarik,
sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang tetapi ke
depan (tekanan yang berlawanan) (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

c) Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada
pembulih cava inferior

 Pada posisi berbaring, berat uterus / cairan amnion / janin mengakibatkan adanya
tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan darah ibu. Serta
perbaikan aliran darah berkurang setelah ada kontraksi

 Pada posisi naik, aliran darah tidak teranggu, sehingga aliran oksigen ke janin lebih
baik (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

d) Kesejahteraan secara psikologis.

 Pada posisi berbaring, ibu atau klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.

 Pada posisi tegak, ibu atau klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran lebih
alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan bounding (setelah bayi lahir
dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui) (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

2) Kerugian yang mungkin ditimbulkan dari persalinan dengan Posisi tersebut, adalah
sebagai berikut:

1) a). Meningkatkan kehilangan darah

11
2) b) Meningkatkan terjadinya perlukaan atau laserasi pada jalan lahir.

3) c) Memudahkan proses kelahiran bayi pada kala II, maka ibu dianjurkan untuk
meneran dengan dbenar (Fitriana dan Nurwiandani, 2018).

Posisi dan Ambulasi pada Nifas


Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin membimbing ibu
bersalin keluar dari tempat tidur dan membimbing secepat mungkin untuk berjalan.
Ambulasi dini dilakukan secara berangsur-angsur. Pada persalinan normal,
sebaiknya ambulasi dikerjakan setelah 2 jam (ibu boleh miring ke kiri atau ke kanan
untuk mencegah adanya trombosit) (Susanto, 2018).

1. Latihan Pasca Persalinan Normal

a. Berbaring pada punggung, kedua lutut ditekuk. Letakkan kedua belah tangan di
perut bawah tulang iga. Tarik nafas perlahan-lahan dan dalam lewat hidung,
kemudian keluarkan lewat mulut sambil mengencangkan dinding perut untuk
membantu mengosongkan paru-paru.

b. Berbaring di punggung, kedua lengan diluruskan di atas kepala dengan telapak


tangan menghadap ke atas, kendurkan sedikit lengan kiri dan kencangkan lengan
kanan. Pada saat yang sama, lemaskan tungkai kiri dan kencangkan tungkai
kanan, sehingga seluruh sisi tubuh yang kiri menjadi kencang sepenuhnya.
Ulangi pada sisi tubuh yang kanan.

c. Kontraksi vagina. Berbaring pada punggung. Kedua tungkai sedikit dijauhkan.


Kencangkan dasar panggul, pertahankan selama 3 detik dan kemudian
lemaskan. Teruskan gerakan ini dengan berdiri dan duduk.

d. Memiringkan panggul. Berbaring di punggung dengan kedua lutut ditekuk.


Kontraksikan otot-otot perut untuk membuat tulang belakang menjadi datar dan
otot-otot pantat menjadi kencang. Pertahankan selama 3 detik dan kemudian
lemaskan.

e. Sesudah hari ketiga, berbaring di punggung, kedua lutut ditekuk, dan kedua
lengan direntangkan. Angkat kepala dan bahu hingga sudut 45 °, pertahankan
selama 3 detik dan lemaskan lambat-lahan

12
f. Posisi yang sama seperti di atas, Letakkan kedua lengan di sebelah luar Ilutut
kiri. Ulangi disebelah luar lutut kanan (Susanto, 2018).

2. Keuntungan diterbitkan Ambulasi Dini Bagi Ibu Bersalin

a. Melancarkan pengeluaran lokhea

b. Mengurangi infeksi puerperium.

c. Mempercepat involusi uterus.

d. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat kelamin.

e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga pempercepat fungsi ASI


dan pengeluaran sisa metabolisme.

f. Ibu merasa lebih sehat dan kuat.

g. Faal usus dan kandung kemih lebih baik. Pergi

h. Kesempatan untuk mengajari Ibu merawat bayinya.

i. Tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal.

j. Tidak mempengaruhi penyembuhan luka episotomi dan luka di perut (Susanto,


2018).

3. Latihan Pasalinan Seksio Sesarea

a. lbu bersalin diajari untuk miring ke arah kanan atau kiri dengan cara
berpegangan pada tepi tempat tidur dibantu oleh keluarga. Gerakan miring ini
juga akan membantu ibu untuk bangun dari tempat tidur yang akan
mengencangkan bagian transversus dan mendorong ke posisi duduk di samping
tempat tidur (Brayshaw, 2008).

b. Latihan selanjutnya adalah naik tempat tidur dengan cara menekuk kedua lutut
terlebih dahulu, tarik otot perut, dan berguling ke depan, dengan dorongan
tangan dan kaki. la akan mampu berpindah ke arah atas atau bawah. Napas
yang diikuti dengan huffing (ekspirasi paksa singkat), akan membantu

13
mengeluarkan sekresi di paru-paru yang mungkin dapat terjadi setelah
pemberian anestesi umum. Bila ibu perlu batuk, maka harus menekuk lututnya
dan pegang lukanya dengan bantal tangan atau bantal, sementara ibu bersandar
atau duduk di tepi tempat tidur. Posisi ini mencegah regangan berlebihan pada
sutura, meningkatkan rasa percaya diri, mengurangi rasa nyeri (Brayshaw,
2008).

4. Tips Agar Cepat Pulih dari Rasa Sakit Operasi

Setelah melakukan operasi, tentukan para Ibu ingin sembuh dari operasi rasa
sakit. Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat diterapkan untuk memulihkan
rasa sakit setelah operasi caesar (Nirwana, 2011).

a. Gunakan pakaian dengan kancing depan. Ini akan memudahkan ibu yang masih
merasa sakit di bagian perut tidak perlu ribet untuk menggunakan baju. Selain
itu, kegiatan makan akan lebih mudah.

b. Jaga luka operasi agar tetap bersih, kering dan cukup udara. Pada saat ini,
rumah sakit biasanya sudah ditutup luka operasi menggunakan perban anti air
sehingga kompilasi ibu ingin mandi, maka luka operasi akan tetap kering.

a. Pastikan ibu banyak waktu untuk berbaring di sofa selama beberapa minggu
pertama dan hindari naik tangga.

b. Dilarang berolahraga berat, menyetir atau berhubungan seksual terlebih dahulu.

c. Ketika mengambil bersin, batuk, atau tertawa, gunakan bantal untuk menahan
luka ibu untuk mengurangi rasa sakit.

d. Dilarang mengangkat benda-benda berat hingga luka sembuh.

e. Memberi ASI dengan posisi duduk yang santai .dan naik menggunakan kursi
yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan bersandar pada sandaran kursi.

14
Gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi dan bayi ditidurkan di atas
pangkuan ibu.

2.3 Kebutuhan Eliminasi


Bidan harus mengobservasi adanya distensi abdomen dengan melakukan
palpasi dan auskultasi abdomen, terutama pada post-seksio sesaria. Berkemih harus
terjadi dalam 4-8 jam pertama dan minimal sebanyak 200cc. Anjurkan ibu untuk
minum banyak cairan dan ambulasi. Rangsangan untuk berkemih dapat diberikan
dengan rendam duduk (sitz bath) untuk mengurangi edema dan relaksasi sfingter,
lalu kompres hangat. Bila perlu, pasang kateter sewaktu. Pada ibu nifas, pengisian
kandung kemih sering terjadi. Akan tatapi, kandung kemih terhambat dalam
melakukan pengosongan yang bisa mengakibatkan retensi urin lalu terhadi
penumpukan cairan di dalam perut (distensi) yang berlebihan. Fungsi kandung
kemih akan mengalami gangguan dan dapat terajdi infeksi (Sukma,. et al 2017).

Menurut Reeder (2011) yang menyatakan bahwa setelah melahirkan, ibu


pascapartum dianjurkan untuk berkemih sesegera mungkin setelah melahirkan
guna menghindari distensi kandung kemih. pada hari ketiga pascapartum, ibu
sudah mulai lancar dalam berkemih. pada eliminasi feses, ibu pascapartum pada
umumnya mengalami konstipasi. BAB secara spontan bisa tertunda selama dua
hari setelah ibu melahirkan.

a) Miksi
Pada persalinan pervaginam, miksi spontan akan terjadi dalam 4-8 jam
postpartum dan pengeluaran urine lebih dari 100 cc tanpa ada keluhan sewaktu
miksi. Dalam 48 jam postpartum biasanya fungsi miksi akan kembali teratur. Akan
tetapi, jika urine tidak segera keluar akan mengganggu kontraksi uterus dan
memicu terjadinya infeksi saluran kemih. 4 Inkoordinasi kerja otot dasar panggul
setelah persalinan dapat menyebabkan gangguan fungsi miksi seperti retensio urine
(urine tertahan) dan dapat juga berupa stress inkontinensia urine (buang air kecil
keluar tanpa disadari). Hal ini disebabkan pada akhir kehamilan kandung kemih
terdorong ke depan dan ke atas, terjadi kongesti, hipotonik, tekanan pada saraf
pudendus, kelemahan mekanisme otot sfingter uretra (Dewi,.et al 2014).

15
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3 – 4 jam.Ibu
diusahakan dapat BAK sendiri, apabila tidak lakukan tindakan seperti merangsang
dengan mengalirkan air kran di dekat klien dan mengompres air hangat diatas
simpisis. Jika tidak berhasil dengan cara tersebut maka lakukan katerisasi, namun
katerisasi tidak dilakukan sebelum lewat 6 jam post partum karena prosedur
kateterisasi membuat klien tidak nyaman dan resiko infeksi saluran kencing tinggi.
Dower kateter diganti setelah 48 jam.

b) Defekasi
Saat persalinan terjadi efek inhibitor noradrenalin pada enteric nerves,
mengakibatkan inersia kolon, motilitas kolon berkurang, dan obstruksi outlet atau
ganggaun sfingter ani ksterna sehingga terjadi penurunan waktu transit stool (sisa
makanan) dikolon. Hal ini menyebabkan terjadinya konstipasi. konstipasi setelah
persalinan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Peningkatan tekanan vena di bawah uterus
2. penekanan otot dasar panggul dan saraf pudendal
3. pengaruh hormon progesteron pada otot polos

Pada partus spontan, kelemahan otot dasar panggul atau gangguan yang bersifat
mekanik terjadi lebih dominan daripada kerusakan yang bersifat neurologik.
Estimasi dari prevalensi inkontinensia feses pada postpartum antara 2%-6%, dan
kehilangan flatus (anal inkontinensia) 13%-27%. Menurut Derbyshire dalam Steen
(2013), sekitar 44% wanita postpartum mengalami konstipasi. Fungsi defekasi
secara normal akan terjadi hari kedua sampai ketiga postpartum. Pasien yang
mengalami konstipasi sering kali juga memiliki masalah dengan miksi (Mustika,.et
al 2014)

Gangguan miksi dan defekasi pada ibu setelah melahirkan merupakan disfungsi
otot dasar panggul secara mekanik akibat kelemahan otot setelah persalinan.
Selama ini, untuk mengatasi keluhan defekasi seperti konstipasi adalah dengan
memberikan pencahar dan untuk mengatasi masalah miksi seperti retensio urine
dilakukan pemasangan kateter. Pemberian pencahar dan pemasangan kateter sering
membuat ibu tidak nyaman, seperti rasa nyeri dan tidak memberikan stimulus
secara alami untuk pengembalian fungsi defekasi dan miksi. Intervensi tersebut

16
juga memiliki risiko terjadinya infeksi. 1 Stimulus secara dini dapat diberikan pada
otot dasar panggul pada ibu, early postpartum yaitu berupa pelvic floor muscle
training (Mustika,.et al 2014)

Biasanya 2-3 hari post partum masih sulit buang air besar. Jika klien pada haru
ketiga belum juga BAB maka diberikan larutan supositoria dan minum air hangat.
Lakukan diit teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan cukup serat dan olah
raga agar BAB dapat kembali teratur.

2.4 Kebutuhan Kebersihan Diri/ Perineum


Pada ibu masa nifas sebaiknya anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
Mengajarkan pada ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di
sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang anus. Nasehatkan ibu
untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil dan besar.
Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pem- balut setidaknya dua
kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan
dikeringkan dibawah sinar matahari atau disetrika. Sarankan ibu untuk
mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi,
sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
Ibu nifas rentan terhadap infeksi, unttuk itu personal hygiene harus dijaga,
yaitu dengan
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah genital hygiene, kebersihan tubuh,
pakaian, lingkungan, tempat tidur harus slalu dijaga.
2. Membersihkan daerah genital dengan sabun dan air bersih
3. Mengganti pembalut atau kain pem-balut setiap 6 jam minimal 2 kali sehari
4. Menjaga kebersihan vulva perineum dan anus
5. Tidak menyentuh luka perineum
6. Memberikan salep,betadine pada luka

17
2.5 Kebutuhan Istirahat
Istirahat pada ibu selama masa nifas beristirahat cukup untuk
mencegah kelelahan yang berlebihan. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-
kegiatan rumah tangga biasa perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau
beristirahat selagi bayi tidur. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
beberapa hal mengurangi jumlah ASI yang diproduksi; memperlambat proses
involusi uterus dan memperbanyak perdarahan; menyebabkan depresi dan
ketidak mampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. Istirahat yang
memuaskan bagi ibu yang baru merupakan masalah yang sangat penting
sekalipun kadang-kadang tidak mudah dicapai.
Keharusan ibu untuk istirahat sesudah melahirkan memang tidak
diragukan lagi, kehamilan dengan beban kandungan yang berat dan banyak
keadaan yang mengganggu lainnya, plus pekerjaan bersalin, bukan persiapan
yang baik dalam menghadapi kesibukan yang akan terjadi. Padahal hari hari
postnatal akan dipenuhi oleh banyak hal, begitu banyak yang harus dipelajari,
ASI yang diproduksi dalam payudara. kegembiraan menyambut tamu, dan
juga kekhawatiran serta keprihatinan yang tidak ada kaitannya dengan situasi
ini. Jadi, dengan tubuh yang letih dan mungkin pikiran yang sangat aktif. ibu
sering perlu diingatkan agar mendapatkan istirahat yang cukup
Selama proses persalinan berlangsung, kebutuhan istirahat pada ibu
bersalin tetap harus dipenuhi. Istirahat selama proses persalinan (kala I, II, III
maupun IV) yang dimaksud adalah bidan memberikan kesempatan pada ibu
untuk mencoba relax tanpa adanya tekanan emosional dan fisik. Hal ini
dilakukan selama tidak ada his (disela-sela his). Ibu bisa berhenti sejenak
untuk melepas rasa sakit akibat his, makan atau minum, atau melakukan hal
menyenangkan yang lain untuk melepas lelah, atau apabila memungkinkan ibu
dapat tidur. Namun pada kala II, sebaiknya ibu diusahakan untuk tidak
mengantuk.
Setelah proses persalinan selesai (pada kala IV), sambil melakukan
observasi, bidan dapat mengizinkan ibu untuk tidur apabila sangat kelelahan.
Namun sebagai bidan, memotivasi ibu untuk memberikan ASI dini harus tetap
dilakukan. Istirahat yang cukup setelah proses persalinan dapat membantu ibu

18
untuk memulihkan fungsi alat-alat reproduksi dan meminimalisasi trauma
pada saat persalinan.

2.6 Kebutuhan Sesksual


Menurut Jamil N. S. Tahun 2017 yang dikutip dari Rogson dan Kumar
tahun 1981, hanya separuh wanita yang tidak kembali tingkat energi yang
biasa pada 6 minggu PP, secara fisik, aman, setelah darah dan dapat
memasukkan 2-3 jari kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Penelitian pada 199 ibu
multipara hanya 35 % ibu melakukan hubungan seks pada 6 minggu dan 3 bln,
40% nya rasa nyeri dan sakit.
Hubungan seksual dapat dilakukan apabila darah sudah berhenti dan
luka episiotomi sudah sembuh. Koitus bisa dilakukan pada 3-4 minggu post
partum. Libido menurun pada bulan pertama postpartum, dalam hal kecepatan
maupun lamanya, begitu pula orgasmenya. Ibu perlu melakukan fase
pemanasan (exittement) yang membutuhkan waktu yang lebih lama, hal ini
harus diinformasikan pada pasangan suami isteri. Secara fisik aman untuk
melakukan hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat
melakukan simulasi dengan memasukkan satu atau dua jari ke dalam vagina,
apabila sudah tidak terdapat rasa nyeri, maka aman untuk melakukan
hubungan suami istri. Meskipun secara psikologis ibu perlu beradaptasi
terhadap berbagai perubahan postpartum, mungkin ada rasa ragu, takut dan
ketidaknyamanan yang perlu difasilitasi pada ibu. Bidan bisa memfasilitasi
proses konseling yang efektif, terjaga privasi ibu dan nyaman tentang seksual
sesuai kebutuhan dan kekhawatiran ibu. (Wahyuningsih P.H., 2018)
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual tapi
dengan batas waktu minimal 6 minggu setelah melahirkan. setelah 6 minggu,
luka akibat persalinan termasuk luka episiotomi telah sembuh atau pulih
dengan baik dan rahim telah kembali seperti sebelum hamil. Rahim akan
mengecil dengan sendirinya secara perlahan saat setelah bersalin. Namun,
pemulihan yang tepat sebenarnya adalah 3 bulan setelah bersalin karena bukan
hanya rahimnya saja yang kembali normal tapi kondisi ibu pun akan pulih
seperti sebelum hamil. (Novita sari, 2007) yang tercantum pada (Suryati Y et.
All, 2011). Selain itu, setelah 6 minggu, luka sudah kering sehingga mencegah

19
timbulnya infeksi. (Thamrin, 2007) yang tercantum pada (Suryati Y et. All,
2011).
Kesiapan ibu postpartum untuk memulai kembali berhubungan seksual
relatif berbeda satu dengan yang lainnya. Namun secara medis setelah tidak
ada perdarahan lagi, bisa dipastikan ibu sudah siap berhubungan seks yaitu
setelah masa nifas yang berlangsung selama 30-40 hari. Tetapi biasanya masih
banyak suami yang merasa takut untuk melakukan hubungan seksual di
karenakan takut melukai ibu post partum. Dan banyak faktor juga yang
mempengaruhi suami untuk melakukan hubungan seksual pasca ibu nifas
diantaranya adalah merasakan perannya sebagai orang tua sehingga timbul
tekanan dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perannya, psikologis,
adat istiadat, ketidakseimbangan hormon, adanya luka bekas episiotomy pada
ibu post partum, dan kurangnya informasi tentang seks setelah melahirkan.
Karena alasan itulah menyebabkan suami enggan untuk melakukan hubungan
seksual pasca ibu nifas.(Ayurai, 2009,http://ayurai.wordpress.com/ di peroleh
pada tanggal 31 Mei 2011) yang tercantum pada (Suryati Y et. All, 2011)
Masih banyak juga suami yang tidak bisa percaya bahwa tubuh wanita
tidak bisa berubah begitu saja secara cepat pasca melahirkan bayI mereka. hal
ini bisa disebabkan karena kebiasaan pria yang sering mengabaikan masalah
tersebut, serta kurangnya pengetahuan para suami mengenai keadaan fisik
wanita. banyak suami yang berfikiran saat bayi mereka lahir, maka segalanya
akan langsung kembali normal begitu juga dengan tubuh sang istri.
Kurang lebih selama 6 minggu post partum merupakan masa yang
kritis untuk ibu dan bayinya. pada masa ini akan terjadi berubahan fisik seperti
mengecilnya rahim, pengeluaran cairan, serta pengeluaran ASI serta sistem
tubuh lainnya. (Suryati Y et. All, 2011) dikutip dari (BKKBN, 2003)

20
(Suryati Y et. All, 2011)

2.7 Latihan/ Senam Nifas


Latihan atau senam nifas memiliki banyak manfaat yang bermanfaat
untuk memulihkan kesehatan ibu, meningkatkan kebugaran, sirkulasi darah
dan juga bisa mendukung ketenangan dan kenyamanan ibu.

Manfaat senam nifas Secara umum, manfaat senam nifas adalah sebagai
berikut:

a. Membantu penyembuhan rahim, perut, dan otot pinggul yang mengalami


trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke bentuk
normal.
b. Membantu menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar diakibatkan
kehamilan.

21
c. Menghasilkan manfaat psikologis menambah kemampuan menghadapi stress
dan bersantai sehingga mengurangi depresi pasca persalinan.

Mengenai manfaat secara spesifik atau khusus latihan perineal adalah sebagai
berikut:

a. Membantu menghindari terjadinya turunnya organ-organ pinggul.


b. Mengatasi masalah seksual.

Manfaat secara spesifik atau khusus latihan perut adalah sebagai berikut.

a. Mengurangi risiko sakit punggung dan pinggang.


b. Mengurangi varises vena.
c. Mengatasi kram kaki.
d. Memperlancar peredaran darah.

Jadwal atau ketentuan pelaksanaan senam nifas Jadwal atau ketentuan


pelaksanaan senam nifas adalah sebagai berikut:

a. Latihan tahap pertama: 24 jam setelah persalinan.


b. Latihan tahap kedua: 3 hari pasca persalinan.
c. Latihan tahap ketiga: setelah pemeriksaan pasca persalinan, latihan ini
dilakukan setiap hari selam 3 bulan.

Kontraindikasi senam nifas

Kondisi umum yang dihadapi ibu postpartum sebagai akibat dari stress selama
kehamilan dan kelahiran, bidan perlu mengkaji dan kemudian menentukan
apakah ada kontraindikasi atau tidak untuk memulai senam nifas tersebut.
Kontraindikasi tersebut diantaranya mencakup keadaan berikut:

a. Pemisahan simphisis pubis.


b. Coccyx (tulang sulbi) yang patah atau cidera.
c. Punggung yang cidera.
d. Sciatica.
e. Ketegangan pada ligamen kaki atau otot.
f. Trauma perineum yang parah atau nyeri luka abdomen (operasi caesar).

Langkah senam nifas terdapat 14 langkah yaitu:

22
a. Berbaringlah terlentang, tubuh dan kaki lurus. Lakukan kontraksi pada otot
perut dan tekankan punggung bagian bawah anda ke lantai. Bertahanlah pada
posisi ini, lalu rileks. Ulangi 5 kali. Fungsi dari langkah ini adalah untuk
mengatasi permasalahan yang terkait seksual.
b. Berbaringlah terlentang, kedua tungkai ditekuk, kedua tangan di atas perut,
tarik nafas dengan mulut mencucu, kencangkan otot perut dan dubur kembali
lemas. Ulangi 8 kali.
c. Berbaringlah terlentang, kedua lengan di samping badan, silangkan tungkai
kanan ke atas tungkai kiri, tarik nafas kemudian keluarkan melalui celah bibir.
Kempiskan perut dan kerutkan dubur, lemaskan kembali, ulangi 8 kali
kemudian ganti tungkai kiri sebanyak 8 kali.
d. Berbaringlah terlentang, kedua lengan disamping badan kemudian putar kedua
kaki kiri 4 kali, ke kanan 4 kali, dorong kaki kanan dan kiri ke depan dan
gerakkan ke belakang, ulangi 8 kali.
e. Berbaringlah terlentang, silangkan kedua tangan pada dada Anda. Angkatlah
bagian atas tubuh ke posisi duduk. Bila anda merasa fit, letakkan tangan di
belakang kepala dan angkat tubuh ke posisi duduk.
f. Berbaringlah di lantai, angkat lutut Anda dan kedua telapak kaki lantai.
Angkatlah bagian tubuh dari pundak dan lakukan kontraksi pada otot pantat.
g. Berbaringlah di lantai, ke dua lengan dibentangkan, lalu angkatlah kedua
lengan Anda hingga bersentuhan satu sama yang lain, perlahan-lahan turunkan
kembali ke lantai.
h. Berbaringlah terlentang, lipatkan salah satu kaki Anda dan angkatlah lutut
setinggi mungkin, hingga telapak kaki menyentuh pangkal paha.
i. Berbaringlah terlentang, angkat kepala Anda dan usahakan agar dagu
menyentuh dada. Tubuh dan kaki tetap pada tempatnya.
j. Berbaringlah terlentang, kedua tangan disisi tubuh. Angkatlah salah satu kaki
anda dengan tetap lurus hingga mencapai 90 derajat. Ulangi dengan kaki yang
lain. Bila Anda merasa lebih kuat, cobalah dengan bersamaan.
k. Berbaringlah terlentang kedua tungkai ditekuk, letakkan kedua lengan di
samping badan, tarik lutut kiri ke dada pelan-pelan, luruskan tungkai dan kaki
kiri, tekuk kaki kiri ke belakang ke arah punggung, turunkan perlahan kembali
pada posisi awal, ulangi 4 kali, ganti dengan tungkai kanan, ulangi kembali 4
kali.
23
l. Berlututlah, kedua lutut terpisah, letakkan dada dilantai sedekat mungkin
kepada kedua lutut. Jagalah agar tubuh tetap diam dan kaki sedikit terpisah.
m. Pada posisi duduk, kepala menunduk dan rileks, putar kepala ke kiri 4 kali
kemudian kepala ke kanan 4 kali.
n. Pada posisi duduk, kedua tangan saling memegang pergelangan tangan, angkat
setinggi bahu, geserkan tangan ke siku sekuat-kuatnya, kemudian geser ke
posisi awal pelan-pelan, ulangi 8 kali. (Wahyuningsih P.H., 2018)

BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Ibu nifas membutuhkan nutrisi atau gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa postpartum meningkat
sebanyak 25%.
2. Pada ibu postpartum, kebutuhan eliminasi miksi dan defekasi mengalami
perubahan.
3. Mobilisasi pada ibu postpartum merupakan salah satu upaya sesegera mungkin
untuk membimbing ibu keluar dari tempat tidurnya lalu berjalan. Keuntungan
yang diperoleh dari mobilisasi dini ialah lebih sehat, lebih kuat, faal usus dan
kandung kemih lebih baik, dan sirkulasi dan peredaran darah lancar.

24
4. Exercise atau senam nifas mempuyai banyak manfaat yang manfaat untuk
memulihkan kondisi ibu, meningkatkan kebugaran, dan sirkulasi dan
perederan darah menjadi lancar.

3.2 Saran
1. Bidan harus mengedukasi kepada ibu nifas tentang kebutuhan dasar yang
diperlukan untuk ibu postpartum.
2. Bidan atau tenaga kesehatan lainnya harus memantau ibu postpartum karena
banyak AKI terjadi pasca 2 jam persalinan.
3. Ibu postpartum juga harus memberitahu bidan atau tenaga kesehatan lainnya
bila ada ketidaknyamanan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Mustika, Ermawati, Irawati, Nazulia. (2014). Pengaruh Pelvic Floor Muscle
Training Terhadap Pengembalian Fungsi Miksi dan Defekasi Pada Ibu
Postpartum Spontan

Fitriana, Yuni dan Nurwiandani, Widy. 2018. Asuhan Perslinan. Konsep Persalinan
Secara Komprehensif Dalam Asuhan Kebidanan. Yogyakarta Pustaka Baru
Press.

25
Nirwana, Ade Benih. 2011. Psikologi Ibu, Bayi dan Anak. Yogyakarta Nuha Medika

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono

Prawirohardjo.
Reeder, S.J, Leonide,L.M, Deborah, K. Griffin. (2011). Keperawatan Maternitas :
Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga

Rukiyah, Aiyeyeh; Yulianti, Lia; Liana, Meida. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas).
Jakarta : CV Trans Info Media

Sukma, Febi,. et al. (2017). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas

Susanto, Andina Vita. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Teori Dalam
Praktik Kebidanan Profesional. Yogyakarta Pustaka Baru Press.

Varney H, Krebs Jan M, Gegor Lc. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 (2).
Jakarta: EGC.
Sukma, Hidayati; Jamil. 2017. AsuhanKebidanan Pada Masa Nifas.Penerbit Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai