Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi secara umum berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap suatu
rangsangan. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebut sebagai anestetik,
dan kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Pemberian
anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada tindakan yang
berkaitan dengan pembedahan, yang adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal
(trias anestesi) terdiri dari: hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga
termasuk mengendalikan pernapasan, pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur
anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.
Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya dengan
anestesia regional atau lokal. Operasi di sekitar kepala, leher, intrathorakal, intraabdominal
paling baik dilakukan dengan anestesia umum. Pilihan cara anestesia harus selalu terlebih
dahulu mementingkan segi-segi keamanan dan kenyamanan pasien. 1,2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : An. H
Umur : 6,5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tgl Pembedahan : 24 Februari 2017

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama : Telapak kaki kanan terkena serpihan kaca 2 hari SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bagian telapak kaki kanan karena
serpihan kaca tersebut belum dikeluarkan.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Diabetes Mellitus : Disangkal
- Riwayat Penyakit Pernapasan : Disangkal
- Riwayat Anestesi sebelumnya : Disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4V5 M6 = 15
 Vital sign
Tekanan darah : -

2
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 o C
Berat badan : 17 kg
Tinggi badan : 115 cm

 Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), palpebra
edema (-/-)
Telinga : Simetris, serumen (-/-), othorea (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan cuping
hidung (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
(Pulmo)
Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil hemitoraks kanan = hemitoraks kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas
(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Extremitas
3
Superior : sianosis (-/-), oedem (-/-), turgor kulit baik
Inferior : sianosis (-/-), oedem (-/-), turgor kulit baik.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


 Hasil laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan
Hb 14,1 gr/dl
Leukosit 8,8 /mm3
Trombosit 279.000 /mm3

2.4 Diagnosis
Corpus Alienum

2.5 ASSESMENT
Explorasi

2.6 PHYSICAL STATUS


ASA I

2.7 TEKNIK ANESTESI


General Anestesi

2.8 PRE OPERATIF

Pre Operasi
• KU : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Komposmentis
• TTV :
• TD : -
• HR : 100 kali per menit
• RR : 20 kali per menit
• S : 37,0 0C
• BB : 17 Kg
• TB : 115 cm

4
• Status ASA : I
• Observasi tanda vital
• Puasa
• Pemasangan infus RL 1 line
• Pasien dibawa ke kamar operasi dan diposisikan terlentang di bed operasi
• Sebelum diinduksi pasien dipasangkan manset tensimeter dan saturasi O2.

a. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi : General Anestesi (GA)
Premedikasi :
- Propofol 100 mg
- Fentanyl 200 mcg
Medikasi Post Operatif:
- Ketorolac 30 mg

Intra Operatif
Prosedur anestesi
• Anestesi umum
• Teknik : TIVA (Total Intravenous Anaesthesia)
• Posisi terlentang
• Induksi anestesi :
• Propofol : 150 mg
• Fentanyl : 200 mcg
• Maintanance: O2= 5 L
• Tindakan anestesi
• Peralatan monitor dipasangkan pada pasien untuk memonitor tekanan darah,
nadi dan saturasi oksigen
• Pada pukul 09.30 WIB dilakukan teknik anestesi
• Dilakukan induksi intravena, propofol dan fentanyl

Waktu Tekanan Darah Nadi (x/menit) Saturasi O2

5
09.30 100 99%
09.40 110 99%
• Penghitungan cairan :

• BB : 17 Kg

• 10 Kg I : 10 x 4cc/KgBB/jam = 40 cc/jam

• 10 Kg II : 7 x 2 cc/KgBB/jam = 14 cc/jam

• Total = 54 cc /jam

• Pasien puasa selama 8 jam pre-operasi  8 x 54 cc/jam = 432 cc

• Kebutuhan cairan intraoperatif

lama operasi = 10 menit

(20/60) x 432 cc = 72 cc

Post Operasi

• KU : Baik

• Keluhan : Komposmentis

TTV

• TD :

• HR : 110 x/m

• RR : 20 x/m

• S : 36.80C

ALDRETE SKOR

Warna
Jam RR TD KS ACT Score
Kulit
6
09.50 2 2 2 2 2 10

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anestesi Intravena
Anestesi intravena (Tiva) merupakan teknik anastesi umum dengan hanya
menggunakan obat-obat anastesi yang dimasukkan lewat jalur intravena. TIVA
digunakan untuk ketiga trias anastesi yaitu hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot.
Kebanyakan obat-obat anastesi intravena hanya mencakup 2 komponen anastesi, akan
tetapi ketamin mempunyai ketiga trias anastesi sehingga ketamin dianggap juga
sebagai agent anastesi yang lengkap.

B. Kelebihan TIVA
1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih
akurat dalam pemakaiannya.
2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat serta mesin anestesi khusus.

C. Indikasi Pemberian TIVA


TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :
1. Obat induksi anastesi umum
2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anastesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP

D. Cara pemberian TIVA


1. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat
Contoh : cabut gigi
2. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan
Contoh : kuretase
3. Diteteskan lewat infuse dengan tujuan menambah kekuatan anestesi

8
E. Jenis-jenis Anastesi Intravena
1. GOLONGAN BARBITURAT
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa, berbau
belerang, larut dalam air dan alcohol. Penggunaannya sebagai obat induksi,
suplementasi dari anastesi regional, antikonvulsan, pengurangan dari
peningkatan TIK, proteksi serebral. Metabolismenya di hepar dan di ekskresi
lewat ginjal.
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
 Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB
 Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
 Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
 Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB
Efek samping obat :
 Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
 Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan 
konsentrasi otak mencapai puncak  apnea
 Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
 Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
 Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian dihentikan)
 Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan pada
dewasa muda
 Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
 Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren
Kontraindikasi :
 Alergi barbiturat
 Status ashmatikus
 Porphyria
 Pericarditis constriktiva
9
 Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
 Syok
 Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)

2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun sedative. Selain
itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia.
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
a. Obat induksi
b. Hipnotik pada balance anastesi
c. Untuk tindakan kardioversi
d. Antikonvulsi
e. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic
f. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
g. Untuk premedikasi

a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic
(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan
menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila
disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan
melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini
digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan
jantung berat.
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative,
obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan
alcohol akut dan serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
Dosis :
 Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
 Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
10
 Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
 Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat :
 Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
 Depresi pernapasan
 Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
 Inkontinensia
 Ruam kulit
 DVT, phlebitis pada tempat suntikan

b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR
kurang dari 7 pada neonatus.
Dosis :
 Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
 Sedasi : iv 0,5-5 mg
 Induksi : iv 50-350 µg/kg
Efek samping obat :
 Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,
hipotensi
 Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
 Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
 Salvasi, muntah, rasa asam
 Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini terdiri dari
gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat
ini sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood
brain barier dan didistribusikan di otak. Propofol dimetabolisme di hepar dan
ekskresikan lewat ginjal.
11
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual
muntah dari kemoterapi
Dosis :
 Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
 Induksi : iv 2-2,5 mg/kg
 Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit, antiemetic
iv 10 mg
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan depresi
janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan
sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga
pemberiannya bisa menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan
propofol seharusnya pasien diberikan obat-obatan antikolinergik. Pada pasien
epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.

4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan
pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek
sedasinya ringan. Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi buruk.
Dosis
 Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po 5-6
mg/kg BB
 Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin
berbahaya bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. Pada
kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah
jantung. Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.
Kontraindikasi :
 Hipertensi tak terkontrol
 Hipertroid
 Eklampsia/ pre eklampsia
 Gagal jantung
 Unstable angina
 Infark miokard
12
 Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
 TIK tinggi
 Perdarahan intraserebral
 TIO tinggi
 Trauma mata terbuka

5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam
dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak
digunakan untuk induks pada pasien jantung.
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan
kegagalan ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
 Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg
setiap 4 jam
 Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :
 Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
 Bronkospasme, laringospasme
 Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
 Retensi urin, spasme ureter
 Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung
 Miosis

b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif
morfin sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea
karena acute pulmonary edema dan acute left ventricular failure.
13
Dosis
 Oral/ IM,/SK :
 Dewasa :
 Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
 Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
 Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
 Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
 Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari
sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah,
sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
 Hipersensitivitas.
 Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
 Depresi pernapasan,
 Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
 Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
 Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
 Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
 Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia,
tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau
disorintasi, halusinasi.
 Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan !!!
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama
kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf
pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia,
kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial

14
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
 Analgesik : iv/im 25-100 µg
 Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
 Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
 Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
 Bradikardi, hipotensi
 Depresi saluran pernapasan, apnea
 Pusing, penglihatan kabur, kejang
 Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
 Miosis

15
Berikut contoh penggunaan teknik TIVA :
I. PROPOFOL TIVA:
1. Premed : Pethidine 25 mg/lV atau Fentanyl 5O ug/lV
2. Induksi
Dewasa = dosis 1.5 - 2.5 mg/kg BB/IV
Anak = dosis lebih tinggi
Manula = dosis diturunkan s/d 25 - 50%
3. Maintenance:
Dosis 6-12 mg/kg BB/lv — > Rata-rata = 8 mg/kg BB/jam atau Dosis 100 - 300 u/kg
BB/mnt/IV (kombinasi dengan short acting opioid) Dosis sedasi = 25-100 ug/kg/mnt (rata-
rata = 100 m/jam) dosis Px tertentu dapat ditambahkan opioid atau midazolam

II. PENTHOTAL TIVA.


1. Premed:
Pethidine : 25 mg/IV (dosis 0.5 mg/kg BB/IV)
Fentanyl: 1 - 2 u/kg BB/TV
2. Induksi:
Dosis Penthotal =3-5 mg/kg BB/IV
Maintanance : 1 mg/kgBB D.

III KETAMIN TIVA


Efek ketamin pada Air Way:
1. Kekakuan otot dan gerakan tidak beraturan (bila terjadi pada otot rahang — >
gangguan pada Air Way / Obstruksi
2. Hipersalivasi
3. Mual / Muntah
4. Pemberian cepat —> henti napas
Pada induksi dengan ketamin reflex muntah masih (+) ~> hati-hati waktu itubasi
Premed:
- SA (untuk melawan Hipersekresi)
- Benzodiasephine (untuk melawan Emergency Delirium )
Induksi:
- Ketamin (Dosis 1-2 mg/kg BB/IV)—1 pelan (> 60 dtk)

16
Maintenance:
- Bolus = Ketamin dengan dosis % doss induksi. Diberikan tiap : 7 -10 menit
- Drips Ketamin dengan dosis : 2-4 mg/kg BB/jam
- Stiringe Pump Ketamin : 2-4 mg/kg BB/Jam

17
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
a. Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA I karena pada kasus ini
tidak ditemukan penyakit sistemik yang ringan atau sedang. Pada kasus ini
dilakukan endoskopi.
b. Lama endoskopi tidak memerlukan teknik anastesi dalam waktu lama sehingga
menggunakan teknik TIVA.

4.2. Saran
Pasien harus menghindari faktor resiko timbulnya penyakit tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Dachlan, R.,dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan


Terapi FK UI. Jakarta
2. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia 2009.
3. Widjosono – Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat
R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 1997 : 925 – 952.
4. Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757 – 778.
5. Lyberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta, 1997 : 15 – 19
6. Anonim. Sepsis.[serial online] 2011 [Diakses tanggal 27 Sseptember 2014] Tersedia dari:
URL:http://eprints.undip.ac.id/33645/2/Bab_1.pdf
7. Anonim. Sepsis DIC. .[serial online] 2011 [Diakses tanggal 27 september 2014] Tersedia
dari: URL: http://repository.maranatha.edu/3458/3/0610108_Chapter1.pdf
8. Murhadi. Pilihan cara anesthesia. Dalam: Murhadi, penyunting. Anestesiologi.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi intensif FKUI; 2002. h 63-64
9. Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta :
EGC
10. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI

19

Anda mungkin juga menyukai