123dok Uji+Performansi+Mesin+Penyosoh+dan+Penepung+Biji+Buru+Hotong+ (Setaria+italica+ (L) +beauv)
123dok Uji+Performansi+Mesin+Penyosoh+dan+Penepung+Biji+Buru+Hotong+ (Setaria+italica+ (L) +beauv)
Oleh :
SUTANTO
F14102021
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sutanto. F14102021. Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji
Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv). Di bawah bimbingan : Dr. Ir. Rokhani
Hasbullah, MSi. 2006.
RINGKASAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SUTANTO
F14102021
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SUTANTO
F14102021
Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1984
Di Pekalongan
Tanggal Lulus :
Bogor, Agustus 2006
Disetujui oleh :
Mengetahui :
Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas karunia-Nya yang
begitu besar kepada penulis, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “Kajian Teknik Penyosohan dan
Penepungan Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv)”.
Penyelesaian tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan, bantuan dana penelitian, arahan dan nasehatnya selama
masa studi, penelitian dan penyelesaian tugas akhir.
2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi dan Dr. Ir. Dewa Made Subrata, MAgr
selaku dosen penguji atas nasehat dan masukannya terhadap skripsi
penulis.
3. Staf di AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plants), bapak Basri,
bapak Hendra, bapak Ujang, bapak Tolib dan ibu Iin serta staf AP4.
4. Yang penulis sayangi bapak, mamak, dan adik-adikku atas segala kasih
sayang, doa, nasehat, dan dukungan moril dan material yang tiada
terhitung kepada penulis.
5. Ibu Reggy, Ibu Waysima, Pak Impron, dan Pak Dinarwan yang telah
banyak membantu penulis selama masa studi.
6. Teman-teman TEP’39 yang selalu setia dengan penulis.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas bantuan
dan dukungannya.
Mengingat keterbatasan penulis, kritik dan saran membangun sangat
penulis harapkan dari pembaca, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pihak yang membutuhkannya.
Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
RINGKASAN ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 4
A. Tanaman Buru Hotong ................................................... 4
B. Teknik Budidaya Buru Hotong ...................................... 6
C. Penanganan Pascapanen Buru Hotong ........................... 8
D. Mesin Penyosoh Biji-Bijian ............................................ 14
E. Mesin Penepung Biji-bijian ........................................... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 21
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................ 21
B. Bahan dan Alat ............................................................... 21
C. Metode Penelitian .......................................................... 22
IV. MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG ...................... 30
A. Prinsip Kerja Mesin ....................................................... 30
B. Mekanisme Kerja Mesin ................................................ 31
C. Konstruksi Mesin ........................................................... 32
V. MESIN PENEPUNG BIJI BURU HOTONG ...................... 38
A. Prinsip Kerja Mesin ....................................................... 38
B. Mekanisme Kerja Mesin ................................................ 39
C. Konstruksi Mesin ........................................................... 40
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 45
A. Karakteristik Fisiko-Kimia Buru Hotong ...................... 45
1. Kandungan Gizi Biji Buru Hotong ................................. 45
2. Dimensi Butir Biji Hotong .............................................. 46
3. Massa Jenis Biji Hotong ................................................. 47
4. Perontokan secara manual ............................................... 49
5. Pengeringan ..................................................................... 50
B. Uji Performansi Mesin Penyosoh Buru Hotong ............ 52
a. Kapasitas Penyosohan Buru Hotong .................. 52
b. Rendemen Penyosohan Buru Hotong ................. 53
c. Efektifitas Kipas Penyosohan Buru Hotong ....... 55
d. Susut Tercecer Penyosohan Buru Hotong .......... 57
e. Kualitas Penyosohan Penyosohan Buru Hotong . 58
C. Uji Performansi Mesin Penepung Buru Hotong ............. 60
a. Kapasitas Penepungan Buru Hotong ............... 60
b. Rendemen Penepungan Buru Hotong .............. 62
c. Susut Tercecer Penepungan Buru Hotong ....... 63
d. Derajat Kehalusan Penepungan Buru Hotong 64
e. Ukuran Partikel Tepung Buru Hotong ............ 66
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 68
A. KESIMPULAN ............................................................... 68
B. SARAN ........................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 70
LAMPIRAN ......................................................................................... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 4. Massa jenis dan persentase berat biji hotong per malai hotong .. 48
A. LATAR BELAKANG
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling asasi, sehingga
ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin, untuk memenuhi
kualitas hidup yang maju, mandiri, dalam suasana tentram, serta sejahtera lahir
dan batin, semakin dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, dan
merata. Kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat
strategis sehingga negara menetapkan Sistem ketahanan pangan untuk
kepentingan dalam negerinya. Perwujudan ketahanan pangan telah menjadi
komitmen nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN. Dalam rangka
memenuhi komitmen nasional tersebut, pemerintah melalui undang-undang
nomor 25 tahun 2000 tentang Propernas tahun 2000-2004, telah menetapkan
program peningkatan ketahanan pangan. Program ini bertujuan untuk :
1. meningkatkan keanekaragaman produksi, ketersediaan dan
konsumsi pangan bersumber pangan ternak, ikan, tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, beserta produk-produk olahannya;
2. mengembangkan kelembagaan pangan yang menjamin
peningkatan produksi, serta konsumsi yang lebih beragam;
3. mengembangkan usaha bisnis pangan;
4. menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat.
Pola konsumsi dan produksi nasional sampai sekarang sangat ditekankan
pada beras. Ketergantungan kita pada beras merupakan suatu bahaya besar.
Usaha-usaha diversivikasi pertanian serta usaha penganekaragaman bahan pangan
sebagai sumber energi perlu segera dikembangkan, terutama penganekaragaman
bahan pangan lokal yang ada di setiap daerah di Indonesia. Salah satu contohnya
adalah tanaman buru hotong (Setaria italica (L) Beauv.), sejenis tanaman sorgum
dari pulau Buru (Maluku).
Indonesia sebagai negara agraris dan maritim yang mempunyai kekayaan
sumber daya alam yang sangat potensial, sudah sewajarnya harus mampu
mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduknya terutama dalam hal pemenuhan
sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral melalui pengembangan
sumber daya lokal. Salah satu produk pertanian lokal yang cukup potensial untuk
dikembangkan adalah buru hotong. Tanaman ini telah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat pedalaman di Kabupaten Buru. Biji hotong
memiliki kandungan protein dan lemak yang jauh lebih tinggi dari beras,
sedangkan kandungan karbohidratnya hampir sama dengan kandungan
karbohidrat pada beras, dengan demikian biji hotong diharapkan dapat dijadikan
alternatif makanan pokok sumber karbohidrat dengan tetap memperoleh lemak
dan protein.
Masalah peningkatan produksi hotong tidak hanya terbatas pada masalah
sebelum panen, tetapi juga pada masalah pascapanen. Masalah pascapanen pada
penanganan hotong mencakup beberapa aspek diantaranya adalah pengeringan,
penyimpanan dan pengolahan. Cara-cara pengolahan yang diterapkan pada biji-
bijian adalah penggilingan (ground), pengulitan dengan penggilingan berbentuk
silinder (dry roller), perendaman (soaked), pemeletan (pelleted), pengolahan
dengan silinder berisi uap panas (steam rolled), dan penggilingan dengan batu
giling gurinda (Albin dan Drake, 1971).
Penyosohan hotong adalah proses pelepasan kulit ari hotong. Penyosohan
hotong menjadi beras hotong dapat dilakukan dengan cara tradisional, yaitu
menggunakan alu atau lesung, dan dapat pula secara mekanis yaitu menggunakan
alat penggilingan seperti mesin penyosoh hotong. Penyosohan hotong dengan cara
tradisional dilakukan dengan penumbukan memakan waktu lama dan
menghasilkan rendemen hotong sosoh yang rendah. Cara penyosohan hotong
dengan mesin penyosoh agak berbeda dengan yang dilakukan pada penyosohan
gabah menjadi beras, karena hotong tidak mempunyai sekam sebagaimana halnya
dengan gabah, dan sifat kulit bijinya yang sukar dihilangkan.
Penepungan hotong adalah proses penghancuran hotong menjadi butiran
halus hingga menjadi tepung. Penepungan hotong menjadi tepung hotong dapat
dilakukan dengan tradisional, yaitu menggunakan alat penumbuk, dan dapat pula
secara mekanis yaitu menggunakan mesin penepung hotong. Seperti halnya
penyosohan, penepungan secara tradisional dilakukan dengan penumbukan
memakan waktu yang lama dan menghasilkan rendemen tepung yang rendah,
sehingga perlu peningkatan kinerjanya dengan menggunakan mesin penepung.
Hasil penggilingan biji hotong dapat berupa dua produk, yaitu beras
hotong giling dan tepung hotong. Beras hotong giling adalah beras hotong hasil
penggilingan biji hotong dengan suatu alat penggiling untuk menguliti dan
menyosoh biji hotong. Tepung hotong adalah beras hotong giling yang
dihancurkan hingga menjadi halus.
Pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) sangat diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi sumber daya manusia, menekan
kehilangan hasil dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Alsintan
mempunyai arti penting pada pertanian pangan baik alat prapanen, alat panen
maupun pascapanen. Faktor kapasitas dan ergonomika serta kualitas mesin
merupakan alasan utama pembuatan alat.
Mesin penyosoh dan penepung buru hotong telah dirancang oleh
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor, namun demikian masih perlu penyempurnaan agar dihasilkan kinerja yang
lebih baik.
B. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kadar air
terhadap penyosohan dan penepungan buru hotong. Secara khusus, penelitian ini
bertujuan untuk :
1. mengetahui karakteristik dan mutu biji buru hotong pada tiap bagian yaitu
bagian ujung, tengah dan pangkal malai,
2. mengetahui kinerja mesin penyosoh biji hotong,
3. mengetahui kinerja mesin penepung biji hotong.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan pada musim kemarau menjelang musim
2. Perlakuan Benih
Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya benih buru hotong dicampur
dengan pasir kali dan furadan 3G dengan perbandingan benih dan pasir 1 : 3,
5 biji (5 kg benih per ha). Penugalan dilakukan dengan menggunakan taji air
agar jarak tanam sesuai dengan yang dikehendaki. Berdasarkan hasil kajian
terdahulu dari segi ekonomis, cara tanam benih langsung (tanpa semai selama
4. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dua sampai tiga kali yaitu pada waktu tanaman
berumur tiga sampai empat minggu, jika tajuk tanaman buru hotong telah
semakin kecil.
5. Penyulaman
Penyulaman dilakukan jika tanaman berumur 7 sampai 14 hari setelah
6. Pemupukan
Urea diberikan dua kali yaitu pada saat tanaman berumur 14 dan 30 hari
setelah tanam dengan dosis 100 – 200 kg/ha, sedangkan SP 36 (100kg/ha) dan
KCl (50 kg/ha) diberikan saat tanam, pemberian pupuk dilakukan dalam
larikan tanaman.
menyerang adalah ulat penggerek dan dapat dicegah dengan furadan 3G.
Dosis furadan 3G 20 kg/ha dan diberikan dengan cara menyebar merata diatas
lahan.
8. Panen
Panen hasil dilakukan pada saat malai mulai berwarna coklat dengan
tangkai malai, diikat dan dijemur. Rata-rata umur panen hotong 80 – 90 hari
setelah tanam.
adalah karakteristik biji/malai yang berbeda dengan padi baik ukuran maupun
karakteristik fisik bahan lainnya seperti massa jenis dan kadar air bahan, sehingga
Sekam
Malai
Pengemasan Penyimpanan
1. Pemanenan
Pemanenan dilakukan ketika buru hotong sudah masak atau pada kadar air
tertentu. Panen dilakukan pada saat malai mulai berwarna coklat dengan
malai, diikat dan dijemur. Rata-rata umur panen hotong 80 – 90 hari setelah
tanam.
yaitu ani-ani dan sabit. Pemanenan dilakukan dengan memotong tangkai hotong
yang ada malainya. Menurut panjang pemotongan, ada dua macam cara
panjang. Pada pemanenan jerami pendek, panjang jerami adalah 15 cm dan total
tergenang air sepanjang tahun, untuk pemanenan jerami pendek ini membutuhkan
tenaga lagi untuk memotong jerami apabila akan mengolah tanah. Pemanenan
jerami panjang dilakukan apabila waktu panen, sawah tidak ada genangan air.
Keuntungan pemanenan jerami panjang adalah penyiapan lahan baru akan lebih
cepat.
2. Perontokan
menggesekkan antara malai yang satu dengan yang lainnya sehingga hotong akan
rontok. Kecepatan perontokan dengan cara diinjak ini tergantung kepada hotong
pemasukan hotong dan motor penggerak atau pedal. Sebagian alat perontok
dilengkapi dengan ayakan atau saringan serta penghembus yang berfungsi sebagai
alat pemisah butiran biji hotong yang berisi dengan kotoran, gabah hampa dan
debu. Silinder perontok konvensional terdiri dari beberapa tipe yaitu silinder gigi
ke dalam alat. 2) Tipe “hold-on”, yaitu jerami biji-bijian yang akan dirontokkan
alat.
3. Pembersihan
tangkai biji-bijian, jerami, gabah hampa maupun kotoran lain yang tercampur
alat pembersih. Cara kerja alat pembersih biji-bijian ini adalah dengan prinsip
bawah sinar matahari atau dengan cara pemberian udara panas secara buatan.
ini memerlukan tempat yang luas, waktu yang lama, membutuhkan banyak tenaga
batas kadar air yang aman untuk penyimpanan. Pengeringan merupakan kunci
air mencapai 13% yang memerlukan waktu 3 – 4 hari tergantung kondisi cuaca.
Sarana pokok yang diperlukan untuk penjemuran adalah lantai penjemuran atau
lamporan.
dan kelemahan. Kelebihannya antara lain (a) tidak memerlukan bahan bakar
manusia sehingga menguntungkan dalam hal kesempatan kerja bagi tenaga tak
terlatih, (c) infra merah yang dipancarkan matahari mempunyai daya penetrasi
kelemahannya adalah (a) memerlukan luasan lahan untuk lantai penjemuran, (b)
tergantung kondisi cuaca, (c) suhu dan kelembaban pengeringan tidak terkontrol
sehingga jika frekuensi pembalikan tidak optimum mengakibatkan kadar air biji-
bijian tidak merata, dan (d) kemungkinan terjadinya susut lebih besar akibat
pengering tipe bin dryer. Laju pengeringan dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban udara pengeringan, aliran udara pengering dan kadar air bahan yang
dikeringkan. Suhu pengeringan yang dianjurkan adalah 43oC untuk tujuan benih,
60oC untuk penggilingan atau pengolahan pangan dan 82oC untuk pakan ternak.
5. Penyosohan
yang terdapat pada beras pecah kulit hingga dihasilkan beras sosoh yang putih dan
bersih (Hardjosentono et. al., 1978). Proses penyosohan terbagi menjadi dua yaitu
kulit perak dan lapisan dedak, sedangkan proses penyosohan biji-bijian menjadi
biji-bijian putih, lapisan dedak yang masih tertinggal pada permukaan biji-bijian
(refiring or grinding) (Araullo et. al., 1976). Jika diinginkan hasil yang bagus,
biji-bijian dari pemutih diproses lagi sekali atau lebih didalam penyosoh.
Penyosoh sama dengan pemutih kecuali disamping sebuah batu penggosok, juga
terdiri dari sebuah drum yang dibungkus dengan strip-strip dari kulit domba atau
kulit kerbau liar (Grist, 1975). Proses pemutihan biji-bijian terjadi karena gesekan
dengan tingkat kerusakan minimum atau menghasilkan biji pecah kulit yang
yaitu proses pengupasan kulit menjadi biji-bijian pecah kulit dan pengupasan kulit
ari dari biji-bijian pecah kulit menjadi biji-bijian sosoh. Menurut esmay et al.,
(1979), penggilingan padi adalah proses penghilangan sekam dan dedak dari butir
c. meminimumkan kehilangan ,
Dasar proses pengulitan dan penyosohan biji-bijian adalah sama seperti pada
penggilingan padi yaitu memberikan gaya gesek pada biji sehingga kulit biji
dari sekamnya dengan cara penumbukan dan hasil yang diperoleh adalah biji
pecah kulit dan dedak kasar. Biji pecah kulit tersebut kemudian ditumbuk lagi
untuk memisahkan kulit arinya. Hasil yang diperoleh adalah beras hotong, dedak
6. Penepungan
secara mekanis tanpa diikuti oleh perubahan sifat kimia dari bahan yang
hasil tepung dengan ukuran fraksi tertentu, namun tidak mudah untuk memperoleh
hasil tepung dengan ukuran partikel tertentu. Ukuran partikel hasil gilingan
Perry (1978), ada tiga cara yaitu pemotongan , penggerusan (peremukan) dan
cara menekan pisau tipis dan tajam pada bahan yang akan dikecilkan dimana
semakin tajam dan tipis pisau pemotong semakin baik hasilnya. Bahan yang
diperkecil dengan cara ini misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran. Produk hasil
menghasilkan potongan yang halus dengan kebutuhan energi yang lebih kecil
melebihi kekuatan bahan. Partikel yang dihasilkan mempunyai bentuk dan ukuran
yang tidak beraturan. Sifat permukaan dan partikel tergantung dari jenis bahan
dan cara penggunaan gaya. Gaya yang dipakai untuk penggerusan dapat
digunakan secara statis dan dinamis. Gaya statis digunakan untuk alat yang
jika mata pengguntingan tebal dan tumpul maka kemampuan kerja lebih
menyerupai penggerusan. Bahan yang berserat liat sangat baik menggunakan alat
Suatu proses penepungan tergantung dari sifat bahan yang akan digiling,
bila kadar air dari bahan memiliki sifat relatif keras dan rapuh, untuk menggiling
bahan yang demikian akan sesuai bila diterapkan gaya putaran atau gaya gesek
(Leniger, 1975).
kulit menjadi biji-bijian putih dengan menggunakan tenaga mekanis, baik yang
bersumber dari tenaga motor listrik maupun daya dari tenaga penggerak (engine)
dengan bahan bakar minyak bensin atau solar (Departemen Pertanian, 1983).
Mesin tipe ini pada dasarnya terdiri dari besi cor yang dilapisi lapisan
abrasive. Besi cor berbentuk kerucut yang memiliki dudukan pada sebuah bidang
yang dihubungkan dengan sumbu vertikal (Araullo et. al., 1976). Bagian luar
batu penyosoh terdapat kasa yang terbuat dari pelat baja, antara batu penyosoh
al., 1978), pada kasa dipasang bantalan karet yang berfungsi sebagai penghambat
perputaran biji. Jarak renggang antara bantalan dengan batu penyosoh adalah 3 – 5
mm. Lebar bantalan sekitar 30 – 50 mm tergantung ukuran mesin (Araullo et. al.,
1976).
Biji-bijian pecah kulit yang masuk ke dalam ruang penyosoh akan disebar
secara merata akibat gaya sentrifugal perputaran silinder kerucut, selain proses
gesekan oleh silinder penyosoh, juga terjadi pergesekan antara biji-bijian yang
(Hardjosentono, 1978). Gambar skematik mesin penyosoh tipe ini dapat dilihat
pada Gambar 3.
poros horizontal (Esmay et. al., 1979). Poros ini berputar pada ruang penyosohan
pada kecepatan sekitar 1000 rpm (Araullo et. al., 1976). Biji-bijian pecah kulit
(feeding screw) ke dalam ruang bebas antara rol abrasive dengan silinder penutup.
penyosohan (Esmay et. al., 1979), mesin rol silinder penyosoh terbuat dari besi
baja yang dicetak dengan buah alur memanjang. Lubang ini sebagai jalan udara
bagian dalam ruangan hexagonal yang dibatasi setangkup saringan yang terbuat
ruangan penyosohan. Di ruangan ini, biji-bijian akan bergesekan satu sama lain
dan juga antara biji-bijian dengan kasa (Esmay et. al., 1979). Secara skematik,
1. penepungan tipe ”batch” dimana selama penepungan bahan akan tetap ada
penepung selama sekali lintasan, dengan tipe alat ini hasil gilingan akan
mempunyai ukuran yang tidak merata, karena itu alat harus diatur sedemikian
Ada beberapa tipe alat penepung menurut Perry dan Chilton, 1973 dan
Perry dan Green (1984) membagi alat pengecil ukuran bahan menjadi
empat kelompok menurut gaya yang dikenakan terhadap bahan, yaitu : 1) bila
gaya yang bekerja di antara dua permukaan bahan disebut penggerusan, 2) gaya
yang bekerja pada satu permukaan bahan disebut proses pemukulan, 3) gaya yang
bekerja tidak pada permukaan bahan tetapi melalui aksi medium sekeliling, 4)
gaya yang bekerja bukan dengan energi mekanik tetapi dengan aksi lain seperti
Menurut Hunt (1977), penepung palu adalah suatu alat yang digunakan
terdiri dari palu/pemukul yang berputar pada porosnya. Bahan yang akan digiling
masuk ke dalam ruang pemukulan melalui corong pemasukan. Susunan palu yang
bahan.
keausan (atrinition) atau aksi gosokan (rubbing action). Penepung palu digunakan
ukuran dari lubang saringan dan laju pengumpanan bahan (Handerson dan Perry,
1978). Kecepatan putar penepung dan bentuk dari pemukul juga merupakan faktor
palu adalah antara 1500 sampai 4000 rpm (Handerson dan Perry, 1978), secara
umum dibutuhkan tenaga sebesar satu kilowatt (kw) untuk menggiling satu
menggunakan penepung palu sebagai alat penepung antara lain adalah : 1) bentuk
benda asing dalam ruang penepung, dan 4) biaya operasi dan pemeliharaan yang
menghasilkan hasil giling yang seragam, 2) kebutuhan tenaga yang tinggi, dan 3)
dikenal dengan atrition mill, plate atau disk mill bekerja berdasarkan gaya tekanan
dan gesekan antara dua piringan yang satu berputar dan yang lainnya tetap.
Penepung bergerigi biasa terdiri dari dua atau tiga piringan dimana bila dua
piringan, satu piringan bergerak, sedangkan piringan yang lain diam atau
bergerak berlawanan, untuk tiga buah piringan yang lain disisinya diam
(Ismayandi,1985).
akan memperkecil keefektifan dari alat dan akan menyebabkan panas yang
Hasil penepungan dipengaruhi oleh kecepatan putar, kadar air biji, jenis
biji yang digiling, laju pemasukan bahan serta kondisi dan jenis piringan
terdapat beberapa piringan yang dirancang untuk berbagai jenis bahan, umumnya
terbuat dari ”Chilled cast iron” walaupun kadang-kadang ada yang terbuat dari
”alloy steel”.
adalah 1800 rpm, sedangkan menurut Handerson dan Perry (1978) umumnya
rendah, 2) hasil gilingan yang relatif seragam, 3) tenaga yang dibutuhkan lebih
rendah bila dibandingkan dengan penepung palu, dan 4) lebih dapat menyesuaikan
diri dengan gerusan kasar daripada penepung palu. Beberapa kerugian dalam
bahan yang digiling dapat menyebabkan kerusakan pada alat, dan 2) bila piringan
beroperasi tanpa bahan yang digiling maka akan mempercepat kerusakan
piringan.
Menurut Hall dan Davis (1978), ukuran penepung silinder didasarkan pada
ukuran diameter dan panjang silinder. Sebelum pemasukan bahan yang akan
digiling, silinder harus dalam keadaan berputar dengan kecepatan tertentu, bila
tidak, maka akan terjadi selip pada belt atau motor menjadi mati. Prinsip kerja dari
kehalusan yang diinginkan, bila jarak antara silinder terlalu dekat maka tenaga
yang diperlukan akan menjadi lebih besar, kapasitas penepungan berkurang serta
debu banyak terjadi, pada beberapa jenis satu silinder berputar lebih cepat
dibandingkan dengan yang lain untuk mendapatkan aksi gilingan yang lebih
ringan ketika bahan melalui celah silinder bergerigi sejajar dengan as silinder.
Kebutuhan tenaga penggiling silinder tergantung kepada bentuk dan kuantitas biji
yang digiling, derajat kehalusan yang diinginkan, kadar air bahan, laju
pengumpanan, kecepatan operasi, tenaga yang tersedia serta kondisi dari silinder.
Tipe dengan kecepatan putar silinder satu yang dua atau tiga kali dari silinder lain
sudah banyak digunakan untuk industri tepung. Tahap akhir pembuatan tepung
dipergunakan silinder halus dengan kecepatan silinder 25% lebih cepat dari
untuk bahan yang liat atau berserat, dimana aksi pengguntingan lebih efektif
pada ruang pemotong hendaknya tidak melebihi panjang dari pisau pemotong
dengan ketebalan bahan pengumpan tidak lebih dari 1 inchi. Bentuk umum dari
alat penggiling ini adalah rotor dengan pisau pemotong berputar pada ruang
pemotongan dan memotong bahan dengan bantuan pisau tetap pada keliling luar
bahan yang digiling akan keluar melalui saringan dengan ukuran maksimum
penepung pisau tergantung kepada gaya dan banyaknya pisau pemotong (Loncin
1. Waktu
Penelitian ini dilakukan dari Februari sampai Mei 2006. Kegiatan
penelitian meliputi penelitian pendahuluan, penelitian utama, pengolahan data,
dan pembuatan laporan.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di AP4 (Agricultural Products Processing Pilot
Plants), Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah malai tanaman buru hotong
(Setaria italica (L.) Beauv.), gas dan bahan-bahan kimia untuk uji proksimat
(K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3 dan HCl).
2. Alat
Peralatan yang dipergunakan selama penelitian adalah mesin penyosoh,
mesin penepung, pengering tipe rak, stop watch, timbangan dan meteran, fasilitas
bengkel, oven, tabung erlenmeyer, desikator, cawan, labu soxhlet dan labu
lemak, gelas ukur, kat dan timbangan analitik. Gambar timbangan analitik dan
biasa dapat dilihat pada Lampiran 1 dan gambar gelas ukur, oven dan ayakan tyler
dapat dilihat pada Lampiran 2.
C. METODE PENELITIAN
2. Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin penyosoh buru
hotong yang meliputi kapasitas produksi, efisiensi kipas pada mesin penyosoh,
rendemen dan susut tercecer serta mengetahui kualitas hasil penyosohan buru
hotong. Penelitian utama juga bertujuan untuk mengkaji kinerja mesin penepung
buru hotong yang meliputi kapasitas produksi, rendemen dan susut tercecer serta
mengetahui kualitas tepung yang dihasilkan.
Tahap penelitian utama ini akan menggunakan perlakuan terhadap biji
hotong pada tingkat kadar air berbeda-beda dengan cara mengeringkan kadar air
biji hotong, yaitu kadar air 6.2%, kadar air 8.5% dan kadar air 11.1%. Metode ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar air yang berbeda-beda terhadap
performansi alat pada waktu beroperasi.
Adapun dalam analisa data, parameter-parameter yang digunakan sebagai
acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kapasitas Penyosohan
Kapasitas mesin penyosohan adalah jumlah bahan hotong yang dapat
disalurkan selama 1 (satu) jam. Kapasitas penyosohan merupakan kapasitas yang
diperoleh sampai biji benar-benar tersosoh (bersih). Kapasitas penyosohan dapat
diperoleh dari rumus dibawah ini :
Wpk
Kps = × 3600 ................................................................................... .... 11)
t
dimana : Kps = kapasitas penyosohan (kg/jam),
Wpk = berat biji hotong pecah kulit (kg),
t = waktu penyosohan (detik).
e. Kualitas Penyosohan
Pengukuran kualitas penyosohan dari biji hotong dengan cara menghitung
persentase biji tersosoh, persentase biji tak tersosoh, dan berat biji pecah.
Persentase tersebut dapat diperoleh dengan cara :
Wbtk
%btk = x100% .............................................................................. 15)
WbTs
dimana : %btk = persentase biji tersosoh (%),
Wbtk = berat biji tersosoh (g),
WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).
Wbttk
%bttk = x100% ............................................................................. 16)
WbTs
dimana : %bttk = persentase biji tak tersosoh (%),
Wbttk = berat biji tak tersosoh (g),
WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).
Wbp
%bpk = x100% ................................................................. 17)
WbTs
dimana : %bpk = persentase biji tersosoh (%),
Wbp = berat biji pecah (g),
WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).
f. Kapasitas Penepungan
Kapasitas mesin penepungan adalah jumlah bahan hotong yang dapat
disalurkan selama 1 (satu) jam hingga menjadi tepung. Kapasitas mesin penepung
merupakan nilai kapasitas yang diperoleh sampai biji benar-benar menjadi tepung
yang halus. Rumus kapasitas penepungan diperoleh dengan rumus :
Wpk
Kpt = × 3600 ................................................................................... 18)
t
dimana : Kpt = kapasitas penepungan (kg/jam),
Wpk = berat biji hotong yang ditepungkan (kg),
t = waktu penepungan (detik).
i. Kualitas Penepungan
Mc Colly (1955) menyatakan bahwa setiap bahan berbeda kriteria kasar,
sedang, halus berdasarkan derajat kehalusannya, dengan menggunakan test
pengayakan tyler dapat ditentukan ukuran partikel dan penyebaran fraksi-fraksi
ukuran dalam produk hasil penepungan (Handerson dan Perry, 1978). Test
pengayakan ini menggunakan tujuh macam ukuran ayakan yaitu 3/8, 4, 8, 14, 28,
48, 100 mesh dan baki pada tingkat terbawah.
Hall dan Davis (1978) mengemukakan bahwa dalam penentuan mutu hasil
giling digunakan dua macam kriteria, yaitu :
Plat penyosoh terdiri dari 3 (tiga) buah plat di tiga titik sepanjang setengah
lingkaran penutup roller. Jadi, proses penyosohan terjadi sebanyak 3 (tiga) kali
penyosohan.
Menurut Hall and Davis (1978), alat penggiling roller mill lebih tepat
digunakan pada proses penyosohan biji hotong karena penggunaan roller mill
(metode penyosohan dengan tekanan dan gesekan) cukup baik untuk biji hotong
yang mempunyai ukuran diameter biji yang lebih kecil dibandingkan gabah.
Selanjutnya, proses pemisahan biji tersosoh dengan kulit bijinya adalah
dengan pemasangan blower di bawah rumah penyosoh. Blower yang digunakan
adalah blower siput yang mempunyai 2 buah lubang. Kedua lubang ini akan
digunakan sebagai blower penghembus.
C. KONSTRUKSI MESIN
C. 1. Desain Fungsional
1. Hopper
Hopper berfungsi sebagai tempat penampung biji hotong yang dilengkapi
dengan lubang pemasukan untuk mengatur jumlah biji yang akan masuk ke rumah
penyosoh.
2. Rumah Penyosoh
Rumah penyosoh digunakan untuk menopang hopper, roller penyosoh,
dan dua buah penutup roller dimana satu bagian merupakan penyosoh dan satu
bagian lagi merupakan penutup roller saja. Bagian-bagiannya dapat diuraikan di
bawah ini :
a. Plat biji tebal 4 mm : digunakan sebagai dudukan
roller penyosoh dan poros.
b. Roller Penyosoh : berfungsi sebagai unit penyosoh
kulit biji hotong yang berputar bergesekan dengan tiga buah plat besi yang
dipasang di sisi salah satu penutup roller.
c. Penutup roller penyosoh : berfungsi untuk menutup
roller penyosoh dan sebagai penyosoh yang dikombinasikan dengan roller
penyosoh, dimana dua buah penutup roller satu bagiannya merupakan
penyosoh dan satu bagian lagi merupakan penutup roller saja.
d. Baut dengan panjang 19 cm dan 20 cm, pipa besi
pejal yang kedua ujung ditap, dan pipa besi bolong diameter 1.2 cm dengan
panjang 15 cm sebagai penghubung dua buah plat besi 44 mm.
6. Kipas (blower)
Blower berfungsi untuk memisahkan partikel kecil dari biji hotong yang
sudah tersosoh, seperti kulit biji dan kotoran yang terkandung di dalamnya. Biji
yang lebih berat akan tetap jatuh ke bawah pada lubang pengeluaran, dan kulit
serta kotoran yang dikandung akan dihisap dan dikeluarkan dari blower menuju
siklon. Gambar kipas dapat dilihat pada Gambar 8.
7. Motor Penggerak
Motor penggerak dari mesin penyosohan kulit biji hotong ini adalah motor
listrik yang berfungsi untuk menghasilkan putaran sebagai sumber tenaga.
8. Rangka penyangga
Rangka penyangga berfungsi sebagai dudukan rumah penyosoh, motor
listrik, saluran pengeluaran biji dan kulit hasil penyosohan, dan blower penghisap.
C. 2. Desain Struktural
Mesin ini terdiri atas delapan bagian utama, yaitu : Hopper, rumah
penyosoh, sistem transmisi dan dudukannya, saluran pengeluaran biji dan kulit
hasil penyosohan, saluran pemisahan kulit dengan biji, kipas, motor listrik, dan
rangka penyangga. Gambar teknik mesin penyosoh hotong dapat dilihat pada
Lampiran 22.
9. Hopper
Hopper merupakan penampung biji yang terbuat dari plat besi dengan
bentuk limas terbalik yang terpotong di bagian bawah. Ukuran Hopper ini adalah
pada bagian atas memiliki ukuran (20 x 30) cm, dan pada bagian bawah
mempunyai ukuran (13 x 7) cm, sedangkan tingginya 21 cm. Hopper ini
menempel pada penutup rumah penyosoh berbentuk huruf U terbalik dan
memiliki ukuran.
14. Kipas
Kipas penghisap terbuat dari kipas model siput dengan diameter kipas 25
cm, dan diameter saluran udara penghembus 8 cm. Kipas ini banyak terdapat di
pasaran. Dudukannya langsung dihubungkan ke kerangka penyangga dengan
mempergunakan baut 8 mm. Klasifikasi motor penggerak kipas ini adalah
menggunakan motor 1 phase, sedangkan tegangan yang digunakan 220 V dan
mempunyai rpm sebesar 3000/3666 rpm.
bahan yang liat atau berserat, dimana aksi pengguntingan lebih efektif
pada ruang pemotong hendaknya tidak melebihi panjang dari pisau pemotong
dengan ketebalan bahan pengumpan tidak lebih dari 1 inchi. Bentuk umum dari
alat penggiling ini adalah rotor dengan pisau pemotong berputar pada ruang
pemotongan dan memotong bahan dengan bantuan pisau tetap pada keliling luar
bahan yang digiling akan keluar melalui saringan dengan ukuran maksimum
Biji yang telah menjadi tepung akan turun ke bawah karena terdorong oleh
pisau untuk keluar dari rumah penepungan melalui saringan, lalu disalurkan ke
lubang pengeluaran. Partikel yang lebih kecil atau sama ukuran partikelnya
dengan ukuran mesh saringan maka partikel tepung akan disalurkan ke lubang
pengeluaran mesin penepung.
Perputaran pisau penepung diatur dengan motor listrik yang dihubungkan
oleh puli dan sabuk. Cara pengisian biji hotong ke dalam hopper dilakukan secara
manual, begitu juga biji yang telah menjadi tepung ditampung dan diambil dari
tempatnya secara manual.
Kapasitas penepungan yang optimum tercapai apabila biji yang menjadi
tepung dengan kualitas baik (halus) yang dihasilkan banyak atau biji yang tidak
halus seminimum mungkin. Kapasitas tinggi juga diperoleh apabila jumlah biji
yang dapat ditepungkan persatuan waktu sebesar mungkin. Kapasitas penepungan
yang dihasilkan tergantung dari kecepatan mengumpan serta tenaga yang tersedia
untuk penepungan. Mesin penyosohan biji hotong dioperasikan oleh satu orang
operator.
C. KONSTRUKSI MESIN
C.1. Desain Fungsional
Bagian-bagian dari mesin penepungan buru hotong antara lain :
1. Hopper
Hopper berfungsi sebagai tempat penampung biji hotong yang dilengkapi
dengan lubang pemasukan untuk mengatur jumlah biji yang akan masuk ke rumah
penepungan.
2. Rumah penepung
Rumah penepung digunakan untuk menopang hopper, pisau penepung,
dan saringan serta penutup pisau penepung. Bagian-bagiannya dapat diuraikan di
bawah ini :
a. Pisau penepung
Pisau penepung berfungsi sebagai unit penepung biji hotong yang berputar
bertumbukan dengan pisau penepung yang lain dimana pisau yang lain tersebut
diam. Pisau penepung ini terdiri dari 4 pisau, di mana pisau ini akan bergesekan
dengan pisau yang lainnya. Gambar pisau penepung buru hotong yang berputar
dapat dilihat pada Gambar 11.
c. Saringan
Saringan berfungsi sebagai penentu ukuran partikel tepung yang
diinginkan sehingga diperoleh hasil tepung yang halus sesuai ukuran meshnya.
Saringan ini berbentuk lingkaran dimana ukurannya disesuaikan dengan lingkaran
rumah penepung. Gambar saringan penepung buru hotong dapat dilihat pada
Gambar 13.
5. Motor Penggerak
Motor penggerak dari mesin penepungan biji hotong ini adalah motor
listrik yang berfungsi untuk menghasilkan putaran sebagai sumber tenaga.
6. Rangka penyangga
Rangka penyangga berfungsi sebagai dudukan rumah penepung dan
hopper, motor listrik, dan saluran pengeluaran tepung.
C.2. Desain Struktural
Mesin ini terdiri atas enam bagian utama, yaitu : Hopper, rumah
penepung, sistem transmisi dan dudukannya, saluran pengeluaran tepung, motor
listrik, dan rangka penyangga. Gambar teknik mesin penepung hotong dapat
dilihat pada Lampiran 23.
7. Hopper
Hopper merupakan penampung biji yang terbuat dari plat besi dengan
bentuk limas terbalik yang terpotong di bagian bawah. Ukuran Hopper ini adalah
(27 x 20 x 21) cm. Hopper ini menempel pada penutup rumah penyosoh
berbentuk huruf U terbalik dan memiliki ukuran.
8. Rumah penepung
Rumah penepung terdiri dari pisau penepung baik yang berputar maupun
statis dan terdapat saringan dengan ukuran 14 mesh. Pisau penepung yang
berputar terdiri dari pisau balok sebanyak empat buah dengan ukuran (3 x 2 x 2)
cm dan pisau silinder sebanyak delapan buah dengan diameter 1.5 cm dan
panjangnya 2.5 cm. Pisau statis terdiri dari pisau balok sebanyak 24 buah dengan
ukuran (2 x 2 x 1.5) cm.
9. Sistem transmisi dan dudukannya
Sistem transmisi terdiri dari satu bauh poros yang ditempatkan pada roller
penyosoh. Penghubung antara puli adalah sabuk V-belt tipe A, pada sistem
transmisi dibuat juga penutup sabuk dan puli yang terbuat dari plat.
Tabel 4. Massa jenis dan persentase berat biji hotong per malai hotong
Komponen Pangkal Tengah Ujung Keseluruhan
Massa jenis (g/ml) 0.64 ± 0.01 0.65 ± 0.01 0.63 ± 0.01 0.64 ± 0.01
Berat 1000 biji (g) 1.14 ± 0.01 1.22 ± 0.07 1.24 ± 0.12 1.19 ± 0.03
Berat malai (g) 1.29 ± 0.64 1.63 ± 0.75 1.25 ± 0.68 4.17 ± 1.96
Berat biji/malai (g) 0.99 ± 0.48 1.32 ± 0.60 1.02 ± 0.55 3.35 ± 1.54
Persentase berat biji per
malai (%)
77.23 ± 4.30 81.49 ± 3.10 81.31 ± 3.47 80.27 ± 2.53
Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase berat biji per malai pada
bagian tengah paling besar dibandingkan dengan pada bagian yang lainnya yaitu
sebesar (81.49 ± 3.10)%, sedangkan yang terkecil pada bagian pangkal sebesar
(77.23 ± 4.30) % dan pada bagian ujung mempunyai persentase berat biji per
malai sebesar (81.31 ± 3.47)%. Pengukuran karakteristik malai buru hotong dapat
dilihat pada Lampiran 6 dan persentase berat biji per malai dapat dilihat pada
Lampiran 9.
5. Pengeringan
Proses pengeringan hasil pertanian dapat dilakukan dengan penjemuran di
bawah sinar matahari atau dengan cara pemberian udara panas secara buatan.
ini memerlukan tempat yang luas, waktu yang lama, membutuhkan banyak tenaga
kelembaban nisbi udara, kecepatan pengeringan dapat diatur dan diawasi. Gambar
pengering buatan yang di pakai untuk pengeringan buru hotong dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Pengering buatan tipe rak
Pengeringan ini bertujuan untuk memperoleh nilai kadar air biji hotong
yang akan disosoh dengan mesin penyosoh dan setelah disosoh akan ditepungkan
dengan mesin penepung biji hotong sebagai bahan perbandingan. Pengeringan biji
hotong ini dilakukan dengan menggunakan alat pengering tipe rak yang terletak di
AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plants). Proses pengeringan
dilakukan pada suhu 60oC untuk keperluan bahan baku pangan. Pengeringan
menghasilkan kadar air berturut-turut 6.2%, 8.5% dan 11.1%. Perhitungan
pengeringan buru hotong dapat dilihat pada Lampiran 8.
B. UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BURU HOTONG
Data hasil pengujian dari mesin penyosoh biji hotong pada berbagai
tingkat kadar air biji hotong dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6, perubahan
kadar air biji hotong berpengaruh terhadap peningkatan kapasitas mesin penyosoh
kulit biji hotong, rendemen penyosohan, efektifitas kipas penyosoh, susut
tercecer, dan kualitas penyosohan buru hotong. Contoh perhitungan performansi
mesin penyosoh buru hotong dapat dilihat pada Lampiran 20.
50
45
Kapasitas Penyosohan
40
35
(Kg/jam)
30
25
20
15
10
5
0
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
15.2
14.8
14.6
14.4
14.2
14
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
7
6
100
80 Biji Tersosoh
40 Biji Pecah
20
0
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
8.50
Kapasitas Penepungan (%)
8.00
7.50
7.00
6.50
6.00
5.50
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
Gambar 21. Hubungan kadar air dengan kapasitas mesin penepung biji
Hotong
b. Rendemen Penepungan Buru Hotong
Rendemen menunjukkan persen hasil, yaitu perbandingan berat
akhir dan berat awal penepungan dikalikan dengan 100. Rendemen ini
menunjukkan pula persen tepung yang hilang selama proses penepungan.
Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan kadar air
biji hotong berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen tepung pada
penepungan biji hotong menggunakan mesin penepung pada taraf nyata
0.05.
Tabel 7 menunjukkan bahwa hubungan kadar air dengan rendemen
tepung pada penepungan biji hotong menggunakan mesin penepung adalah
semakin tinggi kadar air biji hotong maka rendemen yang dihasilkan
semakin tinggi, begitu pula sebaliknya, apabila kadar air biji hotong
semakin rendah maka rendemen yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini
disebabkan karena apabila kadar air terlalu tinggi maka penepungan akan
lebih mudah terjadi, sebab sifat biji hotong adalah liat. Proses ini juga
terlihat pada Gambar 22.
89
Rendemen Penepungan (%)
88
87
86
85
84
83
82
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
Gambar 22. Hubungan kadar air dengan rendemen penepungan biji hotong
Gambar 23. Hubungan antara kadar air dengan susut tercecer pada
proses penepungan
Derajat Kehalusan
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
0.0155
0.0150
0.0145
0.0140
0.0135
0.0130
6.20% 8.50% 11.10%
Kadar Air
Gambar 26. Hubungan antara kadar air dengan ukuran partikel tepung
A. KESIMPULAN
1. Posisi biji dalam setiap malai
berpengaruh terhadap kandungan gizi biji hotong, malai bagian tengah
mengandung kadar protein dan karbohidrat yang lebih tinggi dan kadar
abu dan kadar air lebih rendah dibandingkan dengan bagian ujung dan
pangkal malai, sedangkan kadar Lemak tertinggi terdapat pada bagian
ujung malai. Dimensi biji hotong pada bagian pangkal lebih besar
dibandingkan pada bagian tengah dan ujung. Massa jenis rata-rata biji
hotong paling besar terletak pada bagian tengah. Berdasarkan
pertimbangan posisi malai, konsumsi hotong sebagai bahan pangan
akan lebih bagus pada posisi malai bagian tengah.
2. Kadar air berpengaruh terhadap
kapasitas, rendemen, susut tercecer, dan kualitas selama proses
penyosohan.
• Kapasitas penyosohan tertinggi adalah pada kadar air
11.1% yaitu sebesar 26.32 kg/jam.
• Rendemen tertinggi, persentase biji tersosoh tertinggi,
dan persentase biji pecah yang paling rendah terjadi pada saat
penyosohan dengan kadar air 6.2%, yaitu berturut-turut sebesar
68.97%, 93% dan 3.97%.
3. Kadar air berpengaruh terhadap
kapasitas, rendemen, susut tercecer, dan kualitas selama proses
penepungan.
• Rendemen tertinggi, susut tercecer penepungan yang
paling rendah, derajat kehalusan dan ukuran partikel tepung
terkecil terjadi pada saat penepungan dengan kadar air 11.1%, yaitu
berturut-turut sebesar 88.52%, 11.48%, 1.25 dan 0.014 inchi.
• Kapasitas penepungan tertinggi terjadi pada saat
penepungan dengan kadar air 8.5% sebesar 7.282 kg/jam.
4. Berdasarkan pertimbangan kadar air
biji hotong yang digunakan, pengoperasian mesin penyosoh dan
penepung biji hotong akan lebih optimal pada saat kadar air biji hotong
sebesar 11.1%.
B. SARAN
1. Blower dan selang untuk menyerap
sampah perlu dikaji lagi karena menghasilkan efisiensi yang rendah
dan perlu perbaikan pada rumah penyosoh karena biji hotong dan
dedak ada yang keluar lewat celah yang ada pada rumah penyosoh.
2. Mesin penepung buru hotong perlu
dimodifikasi lagi terutama pada putaran pisau penepung perlu
ditambah rpmnya sehingga dapat diperoleh kapasitas dan kualitas
penepungan yang baik.
3. Mesin penyosoh dan penepung buru
hotong perlu dikembangkan lagi agar diperoleh performansi
penyosohan dan penepungan yang bagus.
DAFTAR PUSTAKA
Albin, R., Drake, c. 1971. Sorghum grain can be improved. In The Grain Sorghum
Research and Utilization Conference. Grain Sorghum Producers
Association, Texas.
Anonim. 2005. Hotong : Budidaya, Analisis Untung Rugi dan kandungan Gizi.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Namlea, Pemda Kabupaten Buru.
Araullo, E. V., D. B. Padua and M. Graham. 1976. Rice Post Harvest Technology.
International development Research Centre, Jakarta.
Arifudin, R. 1993. Pembuatan Tepung Ikan. Sub Balai Penelitian Laut Slipi,
Jakarta.
As’ady, A. S. 1986. Rancangan dan Uji Teknis Prototipe Alat Penepung Ikan
Semi Mekanis. Skripsi. Fateta, IPB, Bogor.
Daywin, F. J., Moelyarno D., dan R. G. Sitompul. 1990. Motor Bakar Internal dan
Tenaga di Bidang Pertanian. JICA-IPB, Bogor.
Esmay, M., Soemangat, Eriyatno Allan Philips. 1979. rice Post Production in The
Tropica. The University Press Hawai, Honolulu.
Hunt, D. 1983. Farm Power and Machinery Management. 8th edition. Iowa State
University Press, Ames, Iowa.
Ismayandi. 1985. Desain dan Uji Teknis Alat Penggiling Jagung. Skripsi. Fateta,
IPB, Bogor.
Kharisun, A. 2003. Uji Performansi Perontok Hotong (Setaria italica (L.) Beauv)
pada Berbagai Ukuran Puli II. Skripsi. Fakultas teknologi Pertanian IPB,
Bogor.
Okristian, J. 1999. Proses Produksi Tepung Terigu di PT. Bogasari Fluor Mills.
Laporan Praktek Lapang. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor.
Rokhani. 1989. Uji Performansi Pengering Tipe Rak pada Pengeringan Jahe dan
Kunyit serta Pengaruh Perlakuan Bahan Terhadap Mutu yang Dihasilkan.
Fateta, IPB, Bogor.
Rokhani, H., Sutrisno, dan Sam Herodian. 2003. Teknologi Pengolahan Hermada
dalam Rangka Diversivikasi Usaha Tani Hotong. Makalah Lokakarya
Pengembangan Hotong-Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta.
Hotel Indonesia. Jakarta 6 – 7 Oktober 2003.
Timbangan analitik
Timbangan biasa
Gelas ukur
Oven
Ayakan tyler
Lampiran 3. Analisa proksimat untuk mengetahui kandungan gizi buru hotong
Sampel Kadar Air Berat 1000 Panjang Lebar Biji Tebal Biji Diameter Panjang Berat Berat Biji Persentase Massa
(%) Biji (gram) Biji (mm) (mm) (mm) Biji (mm) Malai (cm) Malai Tiap Malai Berat Biji Jenis
(gram) (gram) per Berat (gram/ml)
Malai (%)
1 15.26 1.22 1.59 1.25 0.94 1.23 13.7 3.32 2.72 81.93 0.64
2 15.27 1.22 1.61 1.31 0.94 1.27 18.5 5.85 4.72 80.68 0.64
3 15.32 1.24 1.54 1.26 0.97 1.24 21.4 8.26 6.44 77.97 0.65
4 15.25 1.24 1.52 1.25 0.91 1.20 15.7 3.89 3.04 78.15 0.64
5 15.30 1.25 1.58 1.28 1.01 1.26 12.3 2.79 2.39 85.66 0.64
6 15.34 1.18 1.59 1.35 1.04 1.30 15.4 3.15 2.55 80.95 0.64
7 15.27 1.18 1.60 1.22 0.94 1.22 14.6 3.63 2.90 79.89 0.65
8 15.28 1.18 1.62 1.29 0.94 1.25 19.2 3.99 3.16 79.20 0.65
9 15.25 1.18 1.55 1.19 0.99 1.22 15.6 2.49 1.99 79.92 0.63
10 15.28 1.17 1.45 1.27 0.98 1.22 12.0 1.92 1.47 76.56 0.64
11 15.25 1.16 1.64 1.29 0.96 1.27 22.1 5.23 3.83 73.23 0.64
12 15.24 1.17 1.62 1.32 0.93 1.25 19.3 5.02 4.10 81.67 0.64
13 15.27 1.18 1.52 1.26 1.00 1.23 11.9 2.42 2.05 84.71 0.63
14 15.25 1.19 1.44 1.23 0.97 1.19 11.1 1.39 1.15 82.73 0.65
15 15.25 1.19 1.55 1.23 0.95 1.21 17.5 5.52 4.43 80.25 0.64
16 15.27 1.18 1.50 1.27 0.96 1.23 22.2 7.40 6.00 81.08 0.64
17 15.26 1.16 1.53 1.29 0.89 1.21 11.8 2.62 2.07 79.01 0.64
18 15.26 1.17 1.51 1.27 0.96 1.22 10.7 1.77 1.44 81.36 0.64
19 15.24 1.17 1.61 1.26 0.90 1.22 13.1 2.87 2.32 80.84 0.64
20 15.32 1.16 1.54 1.20 1.00 1.23 18.8 5.73 4.53 79.06 0.65
21 15.23 1.20 1.62 1.31 0.94 1.26 20.1 8.39 6.59 78.55 0.65
22 15.24 1.20 1.59 1.27 0.92 1.23 17.1 4.57 3.58 78.34 0.65
23 15.22 1.19 1.58 1.19 0.93 1.20 12.5 2.63 2.14 81.37 0.64
24 15.24 1.19 1.69 1.23 0.98 1.27 14.6 3.57 2.94 82.35 0.64
25 15.22 1.19 1.60 1.26 0.96 1.26 16.6 5.95 4.83 81.18 0.64
Rata-rata 15.26 1.19 1.57 1.26 0.96 1.24 15.91 4.17 3.34 80.27 0.64
±0.03 ±0.03 ±0.06 ±0.04 ±0.04 ±0.03 ±3.58 ±1.96 ±1.54 ±2.53 ±0.01
Lampiran 7. Massa jenis tiap bagian malai hotong
Sampel Berat 1000 ml Biji (gram) Volume (ml) Massa Jenis (g/ml)
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung
1 634.30 659.83 625.84 1000 0.6343 0.6598 0.6258
2 635.61 650.94 635.40 1000 0.6356 0.6509 0.6354
3 630.07 672.72 644.95 1000 0.6301 0.6727 0.6449
4 637.89 641.75 635.51 1000 0.6379 0.6417 0.6355
5 642.11 650.27 640.62 1000 0.6421 0.6503 0.6406
6 644.92 632.63 653.16 1000 0.6449 0.6326 0.6532
7 670.08 660.84 609.69 1000 0.6701 0.6608 0.6097
8 637.68 651.49 653.20 1000 0.6377 0.6515 0.6532
9 626.49 660.84 617.98 1000 0.6265 0.6608 0.6180
10 647.40 641.14 637.63 1000 0.6474 0.6411 0.6376
11 651.70 633.08 632.93 1000 0.6517 0.6331 0.6329
12 641.50 639.53 636.65 1000 0.6415 0.6395 0.6366
13 624.86 654.07 621.91 1000 0.6249 0.6541 0.6219
14 644.43 655.11 635.62 1000 0.6444 0.6551 0.6356
15 624.59 648.45 643.29 1000 0.6246 0.6485 0.6433
16 641.21 653.57 621.33 1000 0.6412 0.6536 0.6213
17 635.95 651.59 629.55 1000 0.6359 0.6516 0.6295
18 645.98 632.78 642.87 1000 0.6460 0.6328 0.6429
19 627.52 645.60 640.18 1000 0.6275 0.6456 0.6402
20 636.49 659.17 649.43 1000 0.6365 0.6592 0.6494
21 643.11 673.44 620.76 1000 0.6431 0.6734 0.6208
22 648.77 660.94 641.90 1000 0.6488 0.6609 0.6419
23 635.67 660.84 627.62 1000 0.6357 0.6608 0.6276
24 648.96 627.78 629.40 1000 0.6490 0.6278 0.6294
25 630.93 655.52 623.96 1000 0.6309 0.6555 0.6240
Rata-rata 639.53 650.96 634.05 1000 0.6395 0.651 0.6341
±10.08 ±11.98 ±11.20 ±0.01 ±0.01 ±0.01
Lampiran 8. Pengukuran kadar air awal dan kadar air pengeringan buru hotong dengan menggunakan oven dan pengering tipe rak
Pengukuran kadar air awal menggunakan oven
Kriteria Kadar Air Awal
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-rata
Bo (g) 10.00 10.00 10.00 10.00
Btaw (g) 8.08 8.06 8.07 8.07
∆ B (g) 1.92 1.94 1.93 1.93
Kabb (%) 19.2 19.4 19.3 19.3
Kabk (%) 23.8 24.1 23.9 23.9
Pengukuran kadar air buru hotong dengan menggunakan pengering tipe rak
Kriteria Kadar Air I Kadar Air II Kadar Air III
Sampel Sampel Sampel Rata- Sampel Sampel Sampel Rata- Sampel Sampel Sampel Rata-
1 2 3 rata 1 2 3 rata 1 2 3 rata
Kaawal 19.3 19.3 19.3
Btaw (g) 8.07 8.07 8.07
Bo (g) 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00
Btak (g) 8.58 8.61 8.60 8.60 8.82 8.81 8.84 8.82 9.07 9.08 9.08 9.08
∆ B (g) 0.53 0.75 1.01
Kabb (%) 6.2 8.5 11.1
Kabk (%) 6.6 9.3 12.5
Lampiran 9. Persentase berat biji per berat malai tiap bagian buru hotong
Sampel Berat Tiap Bagian Malai (gram) Berat Biji Tiap Bagian Malai (gram) Persentase Berat Biji per Berat Malai (%)
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung
1 1.02 1.48 0.82 0.78 1.23 0.71 76.47 83.11 86.59
2 2.14 2.35 1.36 1.60 1.99 1.12 74.77 84.68 82.35
3 2.12 3.38 2.76 1.51 2.64 2.30 71.23 78.11 83.33
4 1.45 1.40 1.04 1.10 1.11 0.83 75.86 79.29 79.81
5 0.80 1.16 0.83 0.66 1.02 0.70 82.50 87.93 84.34
6 1.02 1.19 0.94 0.84 0.99 0.70 82.35 83.19 74.47
7 0.99 1.40 1.24 0.77 1.14 1.00 77.78 81.43 80.65
8 1.03 1.66 1.30 0.76 1.36 1.04 73.79 81.93 80.00
9 0.82 1.02 0.65 0.67 0.82 0.50 81.71 80.39 76.92
10 0.45 0.87 0.60 0.31 0.69 0.47 68.89 79.31 78.33
11 1.31 1.81 2.11 0.91 1.32 1.59 69.47 72.93 75.36
12 1.16 2.41 1.45 0.84 2.02 1.23 72.41 83.82 84.83
13 0.82 1.13 0.46 0.71 0.96 0.38 86.59 84.96 82.61
14 0.43 0.49 0.47 0.34 0.40 0.41 79.07 81.63 87.23
15 1.95 1.87 1.69 1.48 1.52 1.43 75.90 81.28 84.62
16 1.97 3.05 2.38 1.53 2.51 1.95 77.66 82.30 81.93
17 0.87 0.97 0.78 0.70 0.76 0.61 80.46 78.35 78.21
18 0.63 0.63 0.51 0.49 0.53 0.42 77.78 84.13 82.35
19 1.06 1.06 0.75 0.85 0.83 0.63 80.19 78.30 84.00
20 1.90 1.99 1.84 1.37 1.65 1.51 72.11 82.91 82.07
21 3.06 2.63 2.69 2.33 2.10 2.16 76.14 79.85 80.30
22 1.86 1.81 0.90 1.48 1.41 0.68 79.57 77.90 75.56
23 0.67 1.08 0.88 0.53 0.92 0.70 79.10 85.19 79.55
24 1.06 1.36 1.15 0.85 1.11 0.98 80.19 81.62 85.22
25 1.74 2.53 1.67 1.37 2.09 1.37 78.74 82.61 82.04
Rata-rata 1.29 1.63 1.25 0.99 1.32 1.02 77.23 81.49 81.31
±0.64 ±0.75 ±0.68 ±0.48 ±0.60 ±0.55 ±4.30 ±3.10 ±3.47
Lampiran 10. Perontokan dengan tenaga manusia
Sampel Ulangan Waktu (s) Biji+Sampah Biji Sampah Biji Kapasitas Rendemen Susut
(gram) Terontokkan (gram) Tercecer (kg/Jam) (%) Tercecer
(gram) (gram) (%)
I 1 623 102.04 70.71 23.57 7.76 0.59 69.30 9.89
2 599 98.12 68.10 22.89 7.13 0.59 69.40 9.48
3 644 101.95 73.27 23.42 5.26 0.59 71.87 6.70
4 614 100.67 71.36 23.04 6.27 0.59 70.89 8.08
5 618 99.64 71.76 22.99 4.89 0.58 72.02 6.38
Rata-rata 619.60 100.48 71.04 23.18 6.26 0.59 70.70 8.10
±16.32 ±1.65 ±1.89 ±0.30 ±1.21 ±0.004 ±1.30 ±1.58
II 1 960 99.71 71.72 22.87 5.12 0.52 71.93 6.66
2 704 99.75 72.20 22.76 4.79 0.51 72.38 6.22
3 707 100.20 72.39 23.31 4.50 0.51 72.25 5.85
4 746 101.49 74.74 23.52 3.23 0.49 73.64 4.14
5 692 99.95 72.84 23.01 4.10 0.52 72.88 5.33
Rata-rata 761.80 100.22 72.78 23.09 4.35 0.51 72.62 5.64
±112.64 ±0.74 ±1.17 ±0.32 ±0.73 ±0.01 ±0.67 ±0.97
III 1 857 100.01 75.54 23.30 1.17 0.42 75.53 1.53
2 908 100.93 76.73 23.04 1.16 0.40 76.02 1.49
3 922 102.40 77.65 23.55 1.20 0.40 75.83 1.52
4 876 99.76 75.65 22.95 1.16 0.41 75.84 1.51
5 891 101.48 77.11 23.18 1.19 0.41 75.99 1.52
Rata-rata 890.80 100.92 76.54 23.20 1.18 0.41 75.84 1.51
±25.65 ±1.08 ±0.92 ±0.24 ±0.02 ±0.01 ±0.19 ±0.02
Lampiran 11. Pengukuran kapasitas dan rendemen penyosohan pada berbagai kadar air
Pengukuran kapasitas dan rendemen penyosohan untuk kadar air 6.2%
Sampel Ulangan Bo (gram) Bt (gram) t (detik) Kapasitas (kg/Jam) Rendemen (%)
Kadar mesh
air 3/8 4 8 14 28 48 100 pan
0 0 0 0 14.58 332.28 90.50 2.64
0 0 0 0 12.73 327.78 92.96 2.53
0 0 0 0 15.59 335.82 94.30 2.29
0 0 0 0 14.93 331.18 98.30 2.59
11.1% 0 0 0 0 14.06 332.03 93.84 2.07
0 0 0 0 63.89 278.73 85.66 3.72
8.5% 0 0 0 0 68.58 277.04 89.19 3.19
0 0 0 0 55.90 286.93 88.57 3.61
0 0 0 0 55.86 286.16 86.31 3.67
0 0 0 0 55.98 286.16 82.30 3.56
0 0 0 0 23.71 329.01 68.87 1.41
0 0 0 0 26.42 320.82 67.56 1.20
0 0 0 0 25.38 326.78 74.34 1.50
0 0 0 0 24.30 322.79 75.13 1.78
6.2% 0 0 0 0 24.65 323.09 75.82 1.44
Lampiran 16. Persentase berat tepung buru hotong yang tertampung pada tiap
mesh pada ayakan tyler pada bebagai kadar air
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.042033 2 0.021017 0.566742 0.618312 9.552094
Within Groups 0.11125 3 0.037083
Total 0.153283 5
Karena F<Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa kadar protein pada tiap
bagian malai biji hotong tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
b. Kadar air
Groups Count Sum Average Variance
Pangkal
2 23.69 11.845 0.00125
Tengah
2 23.63 11.815 0.00245
Ujung
2 23.68 11.84 0.0098
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.001033 2 0.000517 0.114815 0.895267 9.552094
Within Groups 0.0135 3 0.0045
Total 0.014533 5
Karena F<Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar air pada
tiap. Bagian malai biji hotong tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Lampiran 18. (Lanjutan)
c. Kadar abu
Groups Count Sum Average Variance
Pangkal
2 7.35 3.675 0.01805
Tengah
2 6.16 3.08 0.005
Ujung
2 6.56 3.28 0.0072
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.3667 2 0.18335 18.18347 0.021037 9.552094
Within Groups 0.03025 3 0.010083
Total 0.39695 5
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa kadar abu pada tiap bagian malai
biji hotong berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
d. Kadar Lemak
Groups Count Sum Average Variance
Pangkal
2 7.43 3.715 0.05445
Tengah
2 7.67 3.835 0.10125
Ujung
2 8.08 4.04 0.0128
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.108033 2 0.054017 0.961721 0.47564 9.552094
Within Groups 0.1685 3 0.056167
Total 0.276533 5
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.1975 2 0.09875 2.364326 0.241839 9.552094
Within Groups 0.1253 3 0.041767
Total 0.3228 5
Karena F<Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa kadar karbohidrat pada tiap
bagian malai biji hotong tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.009995 2 0.004997 1.784904 0.175158 3.123907
Within Groups 0.201584 72 0.0028
Total 0.211579 74
Karena F<Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa dimensi biji hotong pada
tiap bagian malai biji hotong tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Lampiran 18. (Lanjutan)
3. Analisa Keragaman Berat 1000 Biji Hotong
Groups Count Sum Average Variance
Pangkal
25 28.38 1.1352 0.000184
Tengah
25 30.38 1.2152 0.004443
Ujung
25 31.02 1.2408 0.014074
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.151723 2 0.075861 12.1694 2.8E-05 3.123907
Within Groups 0.448832 72 0.006234
Total 0.600555 74
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa berat 1000 biji hotong
pada tiap bagian malai biji hotong berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.003719 2 0.001859 15.05394 3.45E-06 3.123907
Within Groups 0.008893 72 0.000124
Total 0.012612 74
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa massa jenis pada tiap
bagian malai biji hotong berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Lampiran 18. (Lanjutan)
5. Analisa Keragaman Berat Malai Biji Hotong
Groups Count Sum Average Variance
Pangkal
25 32.33 1.2932 0.413214
Tengah
25 40.73 1.6292 0.560274
Ujung
25 31.27 1.2508 0.456141
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 2.149003 2 1.074501 2.254783 0.112254 3.123907
Within Groups 34.31111 72 0.476543
Total 36.46011 74
Karena F<Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa berat malai pada tiap
bagian tidak malai biji hotong berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 289.7929 2 144.8965 10.83048 7.72E-05 3.1239
Within Groups 963.2582 72 13.37859
Total 1253.051 74
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa berat malai per berat biji
pada tiap bagian malai biji hotong berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Lampiran 18. (Lanjutan)
7. Analisa Keragaman berat Biji tiap Malai Biji Hotong
Groups Count Sum Average Variance
Pangkal
25 24.78 0.9912 0.227794
Tengah
25 33.12 1.3248 0.364376
Ujung
25 25.42 1.0168 0.304356
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 1.723403 2 0.861701 2.883467 0.062424 3.123907
Within Groups 21.51663 72 0.298842
Total 23.24003 74
Karena F<Fcrit maka sapat disimpulkan bahwa berat malai pada tiap
bagian malai biji hotong tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 354.3913 2 177.1956 154.3709 2.74E-09 3.885294
Within Groups 13.77428 12 1.147857
Total 368.1655 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 204.219 2 102.1095 165.0619 1.86E-09 3.885294
Within Groups 7.42336 12 0.618613
Total 211.6424 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.98004 2 0.49002 18.46113 0.000218 3.885294
Within Groups 0.31852 12 0.026543
Total 1.29856 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 21.49377 2 10.74689 8.589424 0.004838 3.885294
Within Groups 15.01412 12 1.251177
Total 36.50789 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 4.236653 2 2.118327 6.331806 0.013266 3.885294
Within Groups 4.01464 12 0.334553
Total 8.251293 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 10.26609 2 5.133047 29.64394 2.28E-05 3.885294
Within Groups 2.07788 12 0.173157
Total 12.34397 14
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa biji tak tersosoh mesin
penyosoh buru hotong pada perlakuan perbedaan kadar air berbeda nyata pada
taraf nyata 0.05.
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 25.77157 2 12.88579 38.27537 6.19E-06 3.885294
Within Groups 4.03992 12 0.33666
Total 29.81149 14
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa biji pecah mesin penyosoh
buru hotong pada perlakuan perbedaan kadar air berbeda nyata pada taraf nyata
0.05.
Lampiran 18. (Lanjutan)
9. Analisa Keragaman Uji Performansi Mesin Penepung Biji Hotong
a. Analisa Keragaman Kapasitas Mesin Penyosoh
Groups Count Sum Average Variance
Ka 6.2%
5 36.41 7.282 0.03137
Ka 7.5%
5 39.64 7.928 0.04012
Ka 10.1%
5 33.09 6.618 0.04847
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between 1.04E-
Groups 4.29052 2 2.14526 53.64938 06 3.885294
Within Groups 0.47984 12 0.039987
Total 4.77036 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between 6.24E-
Groups 37.63733 2 18.81867 24.1265 05 3.885294
Within Groups 9.36 12 0.78
Total 46.99733 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between 6.24E-
Groups 37.63733 2 18.81867 24.1265 05 3.885294
Within Groups 9.36 12 0.78
Total 46.99733 14
Karena F>Fcrit maka dapat disimpulkan bahwa susut tercecer tepung pada
penepungan menggunakan mesin penepung buru hotong pada perlakuan
perbedaan kadar air berbeda nyata pada taraf nyata 0.05.
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between 4.67E-
Groups 0.03472 2 0.01736 140.7568 09 3.885294
Within Groups 0.00148 12 0.000123
Total 0.0362 14
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between 3.53E- 1.77E- 2.26E-
Groups 06 2 06 159.6011 09 3.885294
1.33E- 1.11E-
Within Groups 07 12 08
3.66E-
Total 06 14
2. Rendemen penyosohan
Wpk
ηp = × 100%
Wp
312.8
ηp = × 100% = 62.56%
500
dimana : ηp = rendemen penyosohan (%),
Wpk = berat biji hotong pecah kulit(kg),
Wp = berat biji hotong yang dimasukkan ke penyosohan (kg).
4. Susut tercecer
WbTc
Sts = x100%
WbTs
5.14
Sts = x100% = 1.38%
367.3
Lampiran 20. (Lanjutan)
dimana : Sts = susut tercecer penyosohan (%),
WbTc = berat biji tercecer (g),
WbTs = berat biji tersosoh keseluruhan (g).
5. Kualitas penyosohan
a. Persentase biji hotong tersosoh
Wbtk
%btk = x100%
WbTs
292.19
%btk = x100% = 93.41%
312.8
dimana : %btk = persentase biji tersosoh (%),
Wbtk = berat biji terkupas (g),
WbTs = berat biji keseluruhan hasil penyosohan (g).
2. Rendemen penepungan
Wt
ηt = × 100%
Wpk
440
ηt = × 100% = 88.00%
500
dimana :
ηt = efektivitas penepungan (%),
Wt = berat tepung hasil penepungan (kg),
Wpk = berat biji hotong yang dimasukkan ke mesin penepung (kg).
FM =
∑ wmeshxpengalinya
∑ wmesh
0 + 0 + 0 + 0 + 9.93 + 151.04 + 20.57 + 0
FM = = 1.8154
0 + 0 + 0 + 0 + 3.31 + 75.52 + 20.57 + 0.60
dimana : FM = derajat kehalusan
wmesh = berat tepung yang tertampung pada tiap mesh (g)
Oleh :
SUTANTO
F14102021
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Sutanto. F14102021. Uji Performansi Mesin Penyosoh dan Penepung Biji
Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv). Di bawah bimbingan : Dr. Ir. Rokhani
Hasbullah, MSi. 2006.
RINGKASAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SUTANTO
F14102021
2006
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SUTANTO
F14102021
Dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1984
Di Pekalongan
Tanggal Lulus :
Bogor, Agustus 2006
Disetujui oleh :
Mengetahui :
Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas karunia-Nya yang
begitu besar kepada penulis, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul “Kajian Teknik Penyosohan dan
Penepungan Biji Buru Hotong (Setaria italica (L) Beauv)”.
Penyelesaian tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan, bantuan dana penelitian, arahan dan nasehatnya selama
masa studi, penelitian dan penyelesaian tugas akhir.
2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi dan Dr. Ir. Dewa Made Subrata, MAgr
selaku dosen penguji atas nasehat dan masukannya terhadap skripsi
penulis.
3. Staf di AP4 (Agricultural Products Processing Pilot Plants), bapak Basri,
bapak Hendra, bapak Ujang, bapak Tolib dan ibu Iin serta staf AP4.
4. Yang penulis sayangi bapak, mamak, dan adik-adikku atas segala kasih
sayang, doa, nasehat, dan dukungan moril dan material yang tiada
terhitung kepada penulis.
5. Ibu Reggy, Ibu Waysima, Pak Impron, dan Pak Dinarwan yang telah
banyak membantu penulis selama masa studi.
6. Teman-teman TEP’39 yang selalu setia dengan penulis.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas bantuan
dan dukungannya.
Mengingat keterbatasan penulis, kritik dan saran membangun sangat
penulis harapkan dari pembaca, semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua
pihak yang membutuhkannya.
Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
RINGKASAN ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
RIWAYAT HIDUP................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 4
A. Tanaman Buru Hotong ................................................... 4
B. Teknik Budidaya Buru Hotong ...................................... 6
C. Penanganan Pascapanen Buru Hotong ........................... 8
D. Mesin Penyosoh Biji-Bijian ............................................ 14
E. Mesin Penepung Biji-bijian ........................................... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 21
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................ 21
B. Bahan dan Alat ............................................................... 21
C. Metode Penelitian .......................................................... 22
IV. MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG ...................... 30
A. Prinsip Kerja Mesin ....................................................... 30
B. Mekanisme Kerja Mesin ................................................ 31
C. Konstruksi Mesin ........................................................... 32
V. MESIN PENEPUNG BIJI BURU HOTONG ...................... 38
A. Prinsip Kerja Mesin ....................................................... 38
B. Mekanisme Kerja Mesin ................................................ 39
C. Konstruksi Mesin ........................................................... 40
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 45
A. Karakteristik Fisiko-Kimia Buru Hotong ...................... 45
1. Kandungan Gizi Biji Buru Hotong ................................. 45
2. Dimensi Butir Biji Hotong .............................................. 46
3. Massa Jenis Biji Hotong ................................................. 47
4. Perontokan secara manual ............................................... 49
5. Pengeringan ..................................................................... 50
B. Uji Performansi Mesin Penyosoh Buru Hotong ............ 52
a. Kapasitas Penyosohan Buru Hotong .................. 52
b. Rendemen Penyosohan Buru Hotong ................. 53
c. Efektifitas Kipas Penyosohan Buru Hotong ....... 55
d. Susut Tercecer Penyosohan Buru Hotong .......... 57
e. Kualitas Penyosohan Penyosohan Buru Hotong . 58
C. Uji Performansi Mesin Penepung Buru Hotong ............. 60
a. Kapasitas Penepungan Buru Hotong ............... 60
b. Rendemen Penepungan Buru Hotong .............. 62
c. Susut Tercecer Penepungan Buru Hotong ....... 63
d. Derajat Kehalusan Penepungan Buru Hotong 64
e. Ukuran Partikel Tepung Buru Hotong ............ 66
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 68
A. KESIMPULAN ............................................................... 68
B. SARAN ........................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 70
LAMPIRAN ......................................................................................... 73
DAFTAR TABEL
Tabel 4. Massa jenis dan persentase berat biji hotong per malai hotong .. 48