Anda di halaman 1dari 5

TUGAS HIGIENE INDUSTRI

VENTILASI ALAMI SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN PENULARAN INFEKSI


MELALUI UDARA

Oleh :
REGINA MUNAA MADANI
101811133232

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
I. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab utama dari penyakit dan kematian di seluruh dunia,
dengan sekitar sepertiga populasi dunia terinfeksi bakteri penyebabnya (Mycobacterium
tuberculosis). Satu orang dengan tuberkulosis aktif dapat terus menginfeksi banyak orang
lainnya. Bakteri ditularkan melalui tetesan cairan kecil yang dihasilkan saat seseorang
dengan penyakit aktif batuk, bersin, meludah, atau berbicara. Risiko penularan
tuberkulosis di rumah sakit sangat tinggi, karena orang dengan tuberkulosis sering kali
berhubungan dekat dengan banyak orang lain. Penularan infeksi melalui udara di sebuah
institusi, seperti tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting, terutama di rangkaian terbatas sumber daya di mana tindakan perlindungan seperti
ruang isolasi bertekanan negatif sulit diterapkan. Ventilasi alami mungkin menawarkan
alternatif biaya rendah. Tujuan dari membedah topik ini adalah untuk menyelidiki tingkat,
faktor penentu, dan efek ventilasi alami dalam pengaturan perawatan kesehatan dari aspek
pengendalian penularan infeksi melalui udara di rumah sakit tanpa mengesampingkan
perlunya tekanan negatif dan kenyamanan pasien dan pengunjung rumah sakit.
II. Permasalahan
Fasilitas pelayanan kesehatan dapat menimbulkan risiko terbesar dari penularan infeksi
melalui udara dengan mengumpulkan individu-individu yang menular dan rentan, yang
mengakibatkan seringnya penularan nosokomial melalui udara. Di negara industri,
perawatan optimal untuk pasien yang berisiko menularkan infeksi yang ditularkan melalui
udara termasuk isolasi di ruangan bertekanan negatif yang berventilasi mekanik yang
berupa dilutional ventilation. Beberapa tempat, seperti ruang tunggu, klinik rawat jalan,
bagian gawat darurat, bangsal bersama, dan ruang pemeriksaan. Ruang-ruang ini sering
berventilasi pada tingkat yang jauh di bawah yang direkomendasikan untuk pengendalian
penularan TB. Selain itu, sebagian besar infeksi yang ditularkan melalui udara seperti TB
terjadi di negara berkembang di mana fasilitas isolasi jarang, ventilasi mekanis yang efektif
seringkali terlalu mahal untuk dipasang atau dirawat, penggunaan respirator jarang, dan
bangsal serta ruang tunggu seringkali penuh sesak. Akibatnya, penularan infeksi melalui
udara ke staf, kerabat, dan pasien lain bahkan lebih umum di negara berkembang. Ventilasi
alami tidak dapat mengontrol kondisi kenyamanan termal saat udara luar ruangan panas
dan lembab hal ini menjadi masalah oposisi dimana kenyamanan pasien dan pengunjung
tetap perlu diperhatikan.
III. Pembahasan
Penelitian dari sumber utama dilakukan di delapan rumah sakit di Lima, Peru. Sebanyak
rumah sakit dengan desain “old-fashioned” yang dibangun sebelum 1950, dan tiga rumah
sakit dengan desain “modern” yang dibangun 1970-1990. Di rumah sakit tersebut, 70 ruang
klinis berventilasi alami di mana pasien infeksi mungkin ditemui untuk diteliti, termasuk
ruang isolasi pernapasan, bangsal TB, bangsal pernapasan, bangsal medis umum, ruang
konsultasi rawat jalan, ruang tunggu, dan unit gawat darurat. Kamar-kamar ini dibandingkan
dengan 12 ruang isolasi pernapasan tekanan negatif berventilasi mekanis yang dibangun
setelah tahun 2000. Ventilasi diukur menggunakan carbon dioxide tracer gas technique
dalam 368 percobaan. Variabel yang diukur adalah risiko infeksi penularan TB
menggunakan model airborne infection, yakni WellsRilley. Variable lain adalah air
changes/hour (ACH) dan air changes/hour per person (ACH tiap orang). Old-fashioned
design memiliki karakteristik jendela besar dan langit-langit tinggi, memiliki ventilasi yang
lebih besar daripada kamar modern berventilasi alami. Modern-fashioned design dengan
ventilasi alami memiliki karakteristik langit-langit yang lebih rendah, ventilasi berupa pintu
dan jendela namun lebih kecil dan tidak terbuka penuh. Ventilasi alami yang dibuat dengan
membuka jendela dan pintu memberikan tingkat pertukaran udara yang tinggi, ventilasi
absolut, dan perlindungan teoretis terhadap infeksi TB yang ditularkan melalui udara.
Sebaliknya, kamar modern yang berventilasi mekanis memiliki ventilasi absolut yang buruk
bahkan pada nilai tukar udara yang direkomendasikan untuk area berisiko tinggi, dan
akibatnya memiliki perkiraan risiko penularan melalui udara yang lebih tinggi. Ventilasi
mekanis mahal untuk dipasang dan dirawat. Bahkan di negara maju, ruang isolasi
pernapasan sering tidak memberikan jumlah ACH yang direkomendasikan, dan banyak
yang gagal mempertahankan tekanan negatif dan bahkan mungkin berada di bawah tekanan
positif. Kegagalan tersebut telah berimplikasi pada banyak wabah TB. Untuk mencegah
penularan TB, rekomendasi untuk ventilasi mekanis area klinis berisiko tinggi pada tingkat
6-12 ACH.

Kami menemukan bahwa jendela dan pintu yang terbuka penuh menyediakan ventilasi
rata-rata 28 air changes/hour (ACH), lebih dari dua kali lipat dari ruangan bertekanan negatif
berventilasi mekanis pada 12 ACH yang direkomendasikan untuk area berisiko tinggi, dan
18 kali lipat dengan jendela dan pintu ditutup (p, 0,001).

Dalam model airborne infection dengan sumber infeksi q=13 (pekerja kantor yang tidak
diobati), 39% dari individu yang rentan diprediksi terinfeksi dalam kamar berventilasi
mekanis di 12 ACH, dibandingkan dengan 33% di desain “modern-fashioned” dan 11% di
desain “old-fashioned”. Jika semua ruangan “modern” rumah sakit berventilasi alami dalam
penelitian ini dianggap sebagai gantinya berventilasi mekanis pada 6 ACH (tingkat ventilasi
yang relatif tinggi untuk area tidak berisiko tinggi di pengaturan perawatan kesehatan),
diperkirakan bahwa 70% dari individu yang rentan akan terinfeksi. Resiko dari transmisi
akan meningkat lebih lanjut jika mekanis sistem ventilasi tidak dirawat dengan baik.
Gambaran desain rumah sakit old-fashioned, modern-fashioned, dan menggunakan
mechanical ventilation.
Old-Fashioned Design Modern-Fashioned Design Mechanical Ventilation Room
Salah satu aspek yang menarik dari ventilasi alami adalah dapat tersedia di banyak
fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Berbeda dengan ventilasi
mekanis, yang dapat dikontrol dengan mudah, tetapi terlalu mahal untuk beberapa area
dengan sumber daya terbatas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai pedoman dalam
konsep ventilasi alami :
 Jendela harus ditempatkan di zona tekanan yang berlawanan. Dua bukaan di sisi
berlawanan dari suatu ruang meningkatkan aliran ventilasi. Bukaan di sisi yang
berdekatan memaksa udara untuk mengubah arah, memberikan ventilasi ke area yang
lebih luas.
 Jika sebuah ruangan hanya memiliki satu dinding luar, aliran udara yang lebih baik
dapat dicapai dengan dua jendela dengan jarak yang lebar.
 Jika bukaan berada pada tingkat yang sama dan dekat dengan langit-langit, banyak
aliran dapat melewati tingkat yang ditempati dan menjadi tidak efektif dalam
mengencerkan kontaminan.
 Jendela saluran masuk yang lebih kecil dari saluran keluar menghasilkan kecepatan
saluran masuk yang lebih tinggi. Aturan praktisnya adalah memiliki area keluaran 50%
lebih besar dari area inlet, dengan asumsi bahwa mereka tidak memiliki kecenderungan
untuk membalikkan peran dengan perubahan arah angin.
 Bukaan dengan area yang jauh lebih luas dari yang dihitung terkadang diperlukan untuk
mengantisipasi peningkatan hunian atau cuaca yang sangat panas.
 Jendela horizontal umumnya lebih baik daripada jendela persegi atau vertikal. Mereka
menghasilkan lebih banyak aliran udara di berbagai arah angin dan paling bermanfaat
di lokasi di mana pola angin yang berlaku bergeser.
 Bukaan jendela harus dapat diakses dan dioperasikan oleh penghuni.
 Jendela jenis tingkap jauh kurang efektif dibandingkan dengan jendela geser
 Bukaan saluran masuk tidak boleh terhalang oleh partisi dalam ruangan. Partisi dapat
ditempatkan untuk memisahkan dan mengarahkan aliran udara, tetapi tidak boleh
membatasi aliran antara inlet dan outlet bangunan.
Sisi lain dari ventilasi alami adalah tingkat ventilasi (ventilation rate) yang dihasilkan
oleh ventilasi alami bisa sangat tinggi, tetapi bisa juga rendah bila tidak ada aliran angin.
Ventilasi alami tidak dapat mengontrol kondisi kenyamanan termal saat udara luar ruangan
panas dan lembab, seperti yang dialami di rumah sakit sehingga dapat mengurangi
kenyamanan pasien dan pengunjung. Jika sumber daya tersedia, ventilasi alami dapat
dirancang bersama dengan ventilasi mekanis sehingga ventilasi mekanis dapat berfungsi
saat kekuatan alam (angin) tidak tersedia. Mechanical exhaust fan yang dipasang di bangsal
dapat menciptakan tekanan negatif. Ketika semua bukaan ditutup dan kipas dihidupkan,
tingkat ventilasi setinggi 12,6 ACH dan perbedaan tekanan antara bangsal dan koridor juga
tinggi. Hasil yang diukur menunjukkan bahwa bangsal berventilasi alami dapat diubah
menjadi ruang isolasi dengan memasang kipas angin jika gaya alami (angin) tidak cukup
kuat. Meski penelitian difokuskan pada penularan TB, ventilasi alami juga berimplikasi
pada infeksi lain ditularkan melalui jalur pernapasan, termasuk influenza, meskipun perlu
dicatat bahwa efek perlindungan ventilasi berkurang saat infeksi meningkat.
IV. Kesimpulan
Membuka penuh jendela dan pintu dapat memaksimalkan ventilasi alami sehigga risiko
penularan penyakit melalui udara lebih rendah dibandingkan dengan ventilasi mekanis yang
memerlukan perawatan dan biaya tinggi. Area klinis dengan “old-fashioned” design yang
memiliki langit-langit bangunan tinggi serta jendela yang lebar memberikan perlindungan yang
besar terhadap penularan infeksi melalui udara. Ventilasi alami membutuhkan biaya yang lebih
ringan, dan sangat cocok diterapkan di wilayah dengan sumber daya terbatas dan iklim tropis,
di mana beban TB dan TB institusional bertransmisi tinggi. Dalam keadaan di mana isolasi
pernapasan sulit dan iklim memungkinkan, jendela dan pintu harus dibuka untuk mengurangi
risiko penularan melalui udara. Pemasangan ventilasi alami harus memperhatikan pedoman
konsep ventilasi alami yang baik dan benar agar hasilnya efektif. Penerapan ventilasi alami
perlu dikombinasi dengan exhaust fan yang dinyalakan ketika tidak ada aliran angina sehingga
tidak mengganggu kenyamanan pasien dan pengunjung. Ventilasi alami juga berimplikasi pada
infeksi lain ditularkan melalui jalur pernapasan, termasuk influenza, meskipun perlu dicatat
bahwa efek perlindungan ventilasi berkurang saat infeksi meningkat.
V. Saran
1. Bagi Industri Pelayanan Kesehatan :
Menerapkan desain bangunan dengan ventilasi alami berkarakteristik langit-langit
bangunan tinggi, jendela lebar, dengan penempatan sesuai pedoman konsep ventilasi alami
dan dikombinasikan dengan exhaust fan untuk situasi yang membutuhkan aliran angin yang
bertujuan untuk pengendalian penularan penyakit melalui udara mengingat fasilitas
pelayanan kesehatan memiliki risiko tinggi penularan airborne disease. Hal ini sangat
efektif dan efisien untuk diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia sebagai
negara berkembang.
2. Bagi Masyarakat :
Menerapkan desain bangunan dengan ventilasi alami berkarakteristik langit-langit
bangunan tinggi, jendela lebar, dengan penempatan sesuai pedoman konsep ventilasi alami
yang juga bermanfaat di masa pandemi Covid-19 sebagai upaya pengendalian penularan
Covid-19 melalui udara.
3. Bagi Sektor Industri Arsitektur :
Menjadikan desain “old-fashioned” post 1950 sebagai pilihan desain klasik dengan
karakteristik langit-langit bangunan tinggi, jendela lebar, dengan penempatan sesuai
pedoman konsep ventilasi alami yang juga memiliki fungsi kesehatan untuk pengendalian
penularan infeksi melalui udara, termasuk di masa pandemi Covid-19.
VI. Referensi
Environ, B., 2010. Natural Ventilation for Reducing Airborne Infection in Hospitals. Elsevier
Public Health Emergency Collection, 45(3), pp. 599- 565.
Escombe, A. R., Oeser, C. C., Gilman, R. H. & dkk, 2007. Natural Ventilation for the
Prevention of Airborne Contagion. Plos Medicine, 4(2), pp. 309-317.
Thaib, R., 2020. ANALISIS VENTILASI UDARA ALAMI PADA RUMAH SAKIT.
Jurutera, 7(2), pp. 12-17.

Anda mungkin juga menyukai