Anda di halaman 1dari 5

Experience-based Learning (Experential Learning)

Perkenalan istilah kecil2 gitu lah

Association for Experimental Education (AEE) mendefinisikan experimental education


sebagai “ a process through which a learner construct knowledge, skill, and value from direct
experience”. Kolb (1984) mendefinisikan experential learning sebagai “proses dimana pengetahuan
diciptakan melalui transformasi pengalaman. pengetahuan dihasilkan dari kombinasi pemahaman dan
transformasi pengalaman”. Experential learning disebut oleh Kolb & Kolb (2009) sebagai
pendekatan yang semi terstruktur dan menuntut murid untuk bekerja sama dari satu sama lain melalui
pengalaman langsung terkait permasalah pada dunia nyata (Bartle, 2015). Pengalaman ini mungkin
terdiri dari peristiwa sebelumnya dalam kehidupan pelajar, kehidupan saat ini, atau pengalaman yang
timbul dari partisipasi peserta didik dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh guru dan fasilitator. Hal
tersebut yang membedakan metode ini dengan metode pembelajaran yang lain karena experential
learning menempatkan pengalaman sebagai peran sentral dalam semua pertimbangan belajar dan
pengajaran (Unwin & Allen, 1995). itu memposisikan belajar sebagai proses berkelanjutan di mana
pembelajar membawa pengetahuan, ide, keyakinan mereka sendiri dan praktik (pada tingkat yang
berbeda) pemahaman dan interpretasi mereka atas informasi baru. Elemen utama dari experience-
based learning adalah peserta didik menganalisis pengalaman mereka dengan merefleksikan,
mengevaluasi dan merekonstruksi pengalaman itu secara berurutan untuk menarik makna dari
pengalaman sebelumnya (Unwin & Allen, 1995).

Tujuan utama EBL adalah melibatkan apropriasi pembelajar pada sesuatu yang mereka
anggap mempunyai pengaruh yang signifikan dan berarti. Untuk mencapai tujuan tersebut, Andersen
dan Boud menerangkan lima kriteria atau sarana pendidikannya:

 EBL memiliki fokus utama pada sifat pengalaman pribadi peserta didik dari fenomena (kadang-
kadang digambarkan sebagai peserta didik yang lebih-atau-kurang secara langsung berhubungan
dengan realitas yang sedang dipelajari).
 Pembekalan dan pemikiran reflektif digunakan sebagai tahapan penting. (Ini menggabungkan
sikap nilai, pengalaman itu sendiri tidak selalu mendidik) .3
 Ada pengakuan atas premis bahwa belajar selalu melibatkan “whole person” (indera dan
perasaan serta intelek; pengaruh dan konasi serta kognisi); dan ini terkait dengan seperangkat
persepsi, kesadaran, kepekaan tertentu dan nilai-nilai yang terkait dengan atribut lengkap dari
total, fungsi, manusia.
 Pengakuan tentang apa yang dibawa peserta didik ke dalam proses pembelajaran (pengakuan
informal atau formal dari pembelajaran sebelumnya).
 Sikap etis tertentu (melibatkan fitur-fitur seperti rasa hormat, validasi, kepercayaan, keterbukaan,
dan perhatian terhadap kesejahteraan pelajar) diadopsi terhadap peserta didik oleh mereka yang
merupakan guru, pelatih, pemimpin atau fasilitator.

SAMAAAA

 The goal of experience-based learning involves something personally


significant or meaningful to the students.

 Students should be personally engaged.

 Reflective thought and opportunities for students to write or discuss their


experiences should be ongoing throughout the process.

 The whole person is involved, meaning not just their intellect but also their
senses, their feelings and their personalities.

 Students should be recognized for prior learning they bring into the process.

 Teachers need to establish a sense of trust, respect, openness, and concern for
the well-being of the students. INI ALTERNATIF AJA
https://serc.carleton.edu/introgeo/enviroprojects/what.html#:~:text=Experiential
%20learning%20is%20a%20well,of%20grasping%20and%20transforming%20experience.
%22

Roots-nya

Sejarah pembelajaran melalui pengalaman dimulai pada awal sejarah pembelajaran diri.
Aristoteles menyanggah gagasan yang sebelumnya didukung Plato tentang nilai kebenaran
dicapai hanya dengan pikiran murni, tidak terkontaminasi oleh dunia. Filsuf asal Inggris John
Locke, Dia mengajukan pertanyaan, 'Dari mana semua itu menjadi bahan akal dan
pengetahuan?' dia jawab,dalam satu kata, dari pengalaman. John Dewey, salah satu pemikir
pendidikan paling berpengaruh berasumsi bahwa ditengah ketidakpastian (tentang
pendidikan) ada kerangka acuan (frame of reference) yang tak tergantikan yaitu, hubungan
organik antara pendidikan dan pengalaman pribadi (Unwin & Allen, 1995). Dalam
perkembanan pemahaman mengenai experience-based learning (EBL) banyak campur tangan
dari bidang psikologi. Jean Piaget, Carl Roger, Abraham Maslow adalah 3 contohnya. Kini,
fondasi atau rujukan utama dalam EBL adalah terbitan Kolb yang berjudul Experential
Learning (1984). Di buku tersebut ia memperkenalkan experential learning cycle.
1.1 Kolb’s Experential Learning Cycle

Siklus dimulai dengan pengalaman atau situasi baru ditemui, atau interpretasi ulang dari
pengalaman yang ada, dilanjutkan untuk masuk kedalam tahap merefleksikan pengalaman tersebut,
pada tahap ini terdapat perbedaan antara pemahaman dengan pengalaman. Pada tahap abstract
conceptualization, murid akan membuat konsep dan menarik kesimpulan terkait pengalaman tersebut
sesuai apa yang mereka alami dan amati, lalu ketiga proses tersebut mengarahkan murid pada tahap
active experimentation yang pada masa yang akan datang murid akan memproses atau sesuatu dengan
perilaku yang berbeda, artinya ini memulai siklus baru sebagai murid yang memiliki pengalaman baru
berdasarkan eksperimen (menerapkan idenya pada dunia sekitar untuk melihat apa yang akan terjadi)
mereka.

1.2 Kolb’s Learning Style

Diverging -> gaya


belajar ini
menerangkan bahwa individu cenderung menguji atau menilai sesuatu dari berbagai perspektif
daripada menguji concrete experience dengan mengambil actions secara langsung. Dampaknya orang
dengan gaya ini cenderung lebih suka dengan tugas yang melibatkan brainstorming dan bekerja
secara kolaboratif.

Assimilating -> Gaya belajar ini menekankan pada penalaran (reasoning). Individu yang
mendemonstrasikan gaya belajar ini mampu mereview fakta dan menilai pengalaman secara
keseluruhan. Mereka cenderung menikmati merancang project atau kegiatan dan mengerjakan proyek
dari awal hingga selesai.

Converging -> Gaya belajar ini menonjolkan problem solving sebagai pendekatan belajar. Individu
yang lebih menyukai gaya belajar ini dapat membuat keputusan dan menerapkan ide-idenya pada
pengalaman baru. Cocok dengan tugas yang sifatnya computer-based.

Accomodating -> Gaya belajar ini mudah adaptif dan intuitif. Orang-orang ini menggunakan trial
and error untuk memandu pengalaman mereka, lebih memilih untuk menemukan jawabannya sendiri
(Kurt, 2020).

Anthony, Ewing, Jaynes dan Perkus (1990) telah mengidentifikasi enam hal umum yang
melekat pada experential learning yang efektif: (1) mereka berpusat pada peserta didik dan diarahkan
pada siswa, (2) mereka terstruktur untuk memiliki peningkatan penekanan pada pemecahan masalah ,
penemuan dan penyelidikan, (3) mereka fokus pada aplikasi praktis dari isi kursus, (4) mereka fokus
pada pemahaman holistik dari suatu disiplin, (4) mereka berbasis persepsi, dan (6) penekanannya pada
proses heuristik - pembelajaran tentang belajar (Bartle, 2015).

Association for Experiential Education (AEE) telah merangkum temuan utama mereka ke dalam
seperangkat prinsip utama experential learning:

 experential learning terjadi ketika pengalaman yang dipilih dengan cermat didukung oleh
refleksi, analisis kritis, dan sintesis.
 Pengalaman disusun untuk meminta siswa mengambil inisiatif, membuat keputusan, dan
bertanggung jawab atas hasil.
 Selama proses pembelajaran berdasarkan pengalaman, siswa secara aktif terlibat dalam
mengajukan pertanyaan, menyelidiki, bereksperimen, menjadi penasaran, memecahkan
masalah, memikul tanggung jawab, menjadi kreatif dan membangun makna.
 Siswa terlibat secara intelektual, emosional, sosial, jiwa dan / atau fisik. Keterlibatan ini
menghasilkan persepsi bahwa tugas belajar itu otentik.
 Hasil belajar bersifat pribadi dan menjadi dasar untuk pengalaman dan pembelajaran di masa
depan.
 Hubungan dikembangkan dan dipelihara: siswa dengan diri sendiri, siswa dengan orang lain
dan siswa untuk dunia pada umumnya.
 Instruktur dan siswa mungkin mengalami kesuksesan, kegagalan, petualangan, pengambilan
risiko dan ketidakpastian, karena hasil dari pengalaman tidak dapat diprediksi sepenuhnya.
 Peluang dipupuk bagi siswa dan instruktur untuk mengeksplorasi dan memeriksa nilai-nilai
mereka sendiri.
 Peran utama guru termasuk menetapkan pengalaman yang sesuai, mengajukan masalah,
menetapkan batasan, mendukung siswa, memastikan keamanan fisik dan emosional, dan
memfasilitasi proses pembelajaran.
 Guru mengenali dan mendorong kesempatan spontan untuk belajar.
 Guru berusaha untuk menyadari bias, penilaian dan prasangka mereka, dan bagaimana ini
mempengaruhi siswa.
 Rancangan pengalaman belajar mencakup kemungkinan untuk belajar dari konsekuensi
alamiah, kesalahan dan keberhasilan (Bartle, 2015).

Implementasi experential learning

Study abroad, internship, praktikum, field trip/work, etc.

Dafpus

Bartle, E. (2015). Experential Learning: An Overview. https://itali.uq.edu.au/files/1264/Discussion-


paper-Experiential_learning_an_overview.pdf

Kurt, S. (2020). Kolb’s Experiential Learning Theory & Learning Styles. Educational Technology.
https://educationaltechnology.net/kolbs-experiential-learning-theory-learning-styles/

Unwin, & Allen. (1995). Understanding Adult Education and Training. Foley G.
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=NsHyDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT183&dq=experience+based+learning&ots=
ZgHwt2mULD&sig=YNjFWuuzBfqsTjUZbB8bo6dn1fI&redir_esc=y#v=onepage&q=experien
ce based learning&f=false

Anda mungkin juga menyukai