Anda di halaman 1dari 6

Infeksi Saluran Pernapasan

Infeksi saluran pernapasan adalah infeksi yang bisa menyerang setiap bagian saluran
pernapasan. Infeksi saluran pernapasan bisa disebabkan oleh bakteri atau virus. Ada dua jenis
infeksi saluran pernapasan berdasarkan letaknya, yaitu infeksi saluran pernapasan atas atau
upper respiratory tract infections (URI/URTI) dan infeksi saluran pernapasan bawah atau
lower respiratory tract infections (LRI/LRTI).
Infeksi yang terjadi pada rongga hidung, sinus, dan tenggorokan, merupakan bagian dari
infeksi saluran napas atas. Sedangkan, infeksi pada bronkus, bronkiolus, dan paru-paru,
digolongkan menjadi infeksi saluran napas bawah. Selain itu, infeksi saluran pernapasan juga
bisa terjadi secara tiba-tiba atau akut, Kondisi ini sebut dengan ISPA atau infeksi saluran
pernapasan akut. Kondisi ini dapat terjadi di saluran napas atas atau pun bawah.
Infeksi saluran pernapasan disebabkan kuman patogen, seperti bakteri, virus, jamur, atau
parasit. Penularan kuman patogen ini bisa terjadi saat seseorang menghirup percikan cairan
dari saluran napas, salah satunya droplet dari penderita infeksi saluran napas. Percikan cairan
ini bisa keluar saat seseorang batuk atau bersin. Selain itu, penularan ini juga bisa terjadi saat
seseorang menyentuh benda-benda yang sudah terpapar virus atau bakteri penyebab infeksi
saluran pernapasan dan kemudian tanpa sengaja memegang hidung tanpa mencuci tangan
sebelumnya.
Infeksi saluran pernapasan disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau parasit. Berikut
kuman patogen yang paling sering menyebabkan infeksi saluran pernapasan, yaitu:
 Infeksi virus, seperti rhinovirus, virus Corona, virus parainfluenza, adenovirus,
respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza, Epstein-Barr Virus (EBV),
cytomegalovirus, virus herpes simplex, hantavirus, atau paramyxovirus
 Infeksi bakteri, seperti Streptococcus grup A, Corynebacteroum diphteriae, Mycoplasma
pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Klebsiella
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Mycobacterium tuberculosis, atau bakteri
anaerob lain
 Infeksi jamur, seperti Candida, Histoplasma, atau Aspergillus
 Infeksi parasit, seperti Pneumocytis carinii
Bakteri-Bakteri Penyebab Infeksi Pada Saluran Pernapasan
A. Streptococcus pyogenes (Streptococcus Grup A)
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam
rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. Streptococcus
pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat
dikultur di plat agar darah.
 Kingdom : Eubacteria
 Phylum : Firmicutes
 Class : Bacilli
 Order : Lactobacilles
 Family : Streptococcaceae
 Genus : Streptococcus
 Species : Streptococcus pyogenes
Streptococcus pyogenes adalah bakteri Gram-positif, bersifat anaerob-fakultatif,
katalase-negatif, tidak motile, dan tidak memiliki spora. Streptococcus pyogenes
berbentuk kokus, berdiameter 0.6-1.0 μm, dan tersusun berpasangan atau berderet
seperti rantai dengan panjang yang bervariasi (Patterson, 2018).
Metabolisme dari Streptococcus pyogenes bersifat fermentatif dan
membutuhkan media yang mengandung banyak darah untuk pertumbuhannya.
Streptococcus pyogenes tumbuh baik pada pH 7.4-7.6 dan suhu optimum 37 0C
(Mudatsir, 2010). Bakteri ini memiliki kapsul yang mengandung asam hialuronat dan
tergolong β-haemolytic karena dapat melisiskan eritrosit secara sempurna (Todar,
2012).
Spesies bakteri Streptococcus yang bersifat patogen diantaranya dapat
menyebabkan penyakit seperti pneumonia, meningitis, necrotizing fasciitis, erisipelas,
radang tenggorokan, dan endokarditis.
Tes Diagnostik dan Laboratorium
Langkah awal sebelum melakukan tes diagnostik dan laboratorium adalah
mengambil spesimen, yaitu bahan yang akan diperiksa dan diambil sesuai
dengan gejala klinis pasien. Spesimen dikatakan baik jika dapat mewakili
kuman penyebab penyakit infeksi. Spesimen yang diambil dapat berupa swab
tenggorok, nanah, cairan serebrospinal, darah, dan lainnya tergantung gejala
klinis (Triyana, 2018). Setelah dilakukan pengambilan spesimen, dilakukan
beberapa tes pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis akibat
infeksi Streptococcus pyogenes.
Berikut pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis akibat
infeksi Streptococcus pyogenes:
a. Smear
Tes ini dilakukan dengan cara membuat sediaan atau preparat bakteri
kemudian dilakukan pewarnaan Gram. Tujuan dari pewarnaan Gram adalah
untuk melihat morfologi dan sifat pewarnaan bakteri. Bakteri dikatakan Gram-
positif jika hasil akhir berwarna ungu. Hal ini disebabkan karena dinding sel
bakteri Gram-positif tersusun atas peptidoglikan yang tebal dan tahan terhadap
alkohol. Sedangkan bakteri dikatakan Gram-negatif jika hasil akhir berwarna
merah. Hal ini disebabkan karena dinding sel bakteri Gram-negatif tersusun dari
lipid yang tebal, bersifat mudah larut, dan terbilas oleh alkohol. Smear dari
bakteri Streptococcus pyogenes menghasilkan morfologi berupa bentuk kokus
dan sifat pewarnaan menunjukkan Gram-positif karena berwarna ungu (Triyana,
2018).

b. Uji Katalase
Untuk membedakan kelompok Staphylococcus dan Streptococcus, uji
katalase penting untuk dilakukan. Uji katalase dilakukan dengan menambahkan
H2O2 3% ke isolat bakteri dan dikatakan katalase positif jika terdapat
gelembung udara. Bakteri yang memproduksi enzim katalase mampu memecah
H2O2 menjadi H2O dan O2. Streptococcus pyogenes tidak memproduksi enzim
katalase sehingga uji katalase bernilai negatif. Selain golongan Streptococcus,
bakteri lain yang juga masuk dalam katalase negatif adalah golongan
Lactobacillus, dan Clostridium (Novianti, 2019).
c. Kultur

Streptococcus pyogenes umumnya tumbuh pada media agar yang


mengandung banyak darah. Teknik kultur dapat mendeteksi adanya proses
hemolisis yang penting sebagai langkah untuk mengidentifikasi Streptococcus
pyogenes. Media selektif yang digunakan untuk mengkultur bakteri Gram-
positif adalah media agar sederhana berupa darah domba karena mempunyai
komposisi yang hampir sama dengan darah manusia (Mudatsir, 2010). Kondisi
inkubasi optimal untuk sebagian besar strain Streptococcus mulai dari rentang
suhu 35-37 0C dengan adanya 5% CO2 atau dalam kondisi anaerobik.
Gambaran khas koloni dari Streptococcus pyogenes setelah 24 jam di inkubasi
pada suhu 35-37 0C adalah terdapat bentukan seperti kubah dengan permukaan
halus dan margin yang jelas. Bakteri ini berwarna putih keabu-abuan dan
memiliki diameter > 0,5 mm. Disekelilingnya terdapat warna merah yang terang
karena adanya proses hemolisis (pelisisan eritrosit) yang sempurna (Spellerberg
& Brandt, 2016).

B. Corynebacteroum diphteriae
Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri.
Bakteri ini dikenal juga sebagai basillus Klebs-Löffler karena ditemukan pada 1884
oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-
1915).
C. diphtheriae adalah makhluk anaerobik fakultatif dan Gram positif, ditandai
dengan tidak berkapsul, tidak berspora, tak bergerak, dan berbentuk batang 1 hingga 8
µm dan lebar 0,3 hingga 0,8 µm. Pada kultur, kelompok bakteri ini akan berhubungan
satu sama lain dan membentuk seperti huruf Tionghoa.
Banyak strain C. diphtheriae yang memproduksi racun difteri, sebuah eksotoksin
protein, dengan berat molekul 62 kilodalton. Ketidakaktifan racun dengan serum
antiracun merupakan dasar dalam vaksinasi antidifteri. Tdiak semua strain berbahaya.
Produksi racun akan terjadi bila bakteri dinfeksi oleh sebuah bakteriofaga.
Terdapat tiga subspesies yang dikenal yakni: C. diphtheriae mitis, C. diphtheriae
intermedius, dan C. diphtheriae gravis. Ketiganya berbeda pada kemampuan untuk
mengolah zat gizi tertentu. Semuanya dapat menjadi berbahaya yang menyebabkan
difteri atau tidak berbahaya sama sekali pada manusia.

Klasifikasi Corynebacteroum diphteriae


Kerajaan: Bacteria
Filum: Actinobacteria
Ordo: Actinomycetales
Famili: Corynebacteriaceae
Genus: Corynebacterium
Spesies: C. diphtheriae
Uji Laboratorium
dilakukan pemeriksaan secara mikroskopik dengan pewarnaan Albert. Kultur dan
isolasi menggunakan medium agar darah dan telurit agar darah. Koloni tersangka
dilanjutkan dengan uji biokimia menggunakan produk komersial API Coryne . Uji
toksigenitas dilakukan dengan polymerase chain reaction Suspek yang diambil swab
tenggorok pada tanggal 4 April 2013 menunjukkan hasil mikroskopis ditemukan
bentuk difteroid. Hasil kultur, isolasi dan uji biokimia menunjukan possibility > 89,5
% bakteri Corynebacterium diphtheriae tipe mitis. Uji toksigenitas menunjukkan
bakteri tersebut toksigenik yang ditandai dengan terbentuk produk amplifikasi dari
gen dtx (tox) sepanjang 248 pb.

C. Mycoplasma pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae mempunyai afinitas selektif untuk sel epitel saluran
napas misalnya bronkus, bronkiolus, dan alveoli yang akan menghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2). Terbentuknya H2O2 pada metabolismenya menyebabkan
kerusakan pada lapisan mukosa saluran napas, misalnya terjadi deskuamasi dan
ulserasi lapisan mukosa, edema pada dinding bronkus dan timbulnya sekret yang
memenuhi saluran napas dan alveoli. H2O2 juga menyebabkan kerusakan pada
membran eritrosit.
Pneumonia akibat mikoplasma umumnya lebih ringan dan ditandai dengan
perjalanan penyakit yang lebih berlarut-larut atau berkepanjangan.Angka kematian
sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati. Infeksi diperoleh melalui droplet
dari kontak dekat. Pneumonia mikoplasma bisa menimbulkan gejala di luar paru
misalnya anemia dan ruam kulit serta sindroma neurologis seperti meningitis, mielitis
dan ensefalitis. Terapi empiris antibiotik diberikan setelah diagnosis telah ditegakkan.
Bakteri ini mempunyai karakteristik umum sebagai berikut:
1. Ukuran terkecil mikoplasma yaitu 125-250 nm
2. Mikoplasma sangat pleomorfik karena dinding selnya tidak kaku dan dilapisi
tiga lapis membran unit yang mengandung sterol (mikoplasma memerlukan
tambahan serum atau kolesterol ke dalam medium agar dapat menghasilkan
sterol untuk pertumbuhannya)
3. Mikoplasma sangat resisten terhadap penisilin karena pada dinding selnya
tidak terdapat struktur tempat penisilin beraksi, tetapi mikoplasma dihambat
oleh tetrasiklin atau eritromisin.
4. Mikoplasma dapat bereproduksi dalam media bebas sel; pada agar, pusat
keseluruhan koloni melekat di bawah permukaanya
5. Pertumbuhan dihambat oleh antibodi yang spesifik
6. Mikoplasma mempunyai afinitas untuk membran sel mamalia

Klasifikasi Bakteri Mycoplasma pneumoniae


Kingdom : Bacteria
Divisi : Tenericutes
Class : Mollicutes
Order : Mycoplasmatales
Family : Mycoplasmataceae
Genus : Mycoplasma
Spesies : Mycoplasma pneumoniae
Bakteri ini dapat menyebabkan trakeobronkitis (pilek dada), sakit tenggorokan,
dan infeksi telinga serta radang paru-paru. Batuk kering adalah tanda infeksi yang
paling umum. Kasus yang tidak diobati atau parah dapat mempengaruhi otak, jantung,
sistem saraf tepi, kulit, dan ginjal dan menyebabkan anemia hemolitik. Dalam kasus
yang jarang terjadi, penyakit mycoplasma pneumonia ini dapat bersifat fatal.
Diagnosis bakteri
Pada infeksi Mycoplasma pneumoniae, tidak terdapat gejala klinik khusus
atau tes laboratorium khusus untuk benar-benar dapat mendiagnosa infeksi
mikoplasma stadium awal. Jumlah leukosit darah dan hitung jenis darah biasanya
dalam batas normal.Laju endap darah (LED) dapat meningkat selama perjalanan
klinis penyakit.
Kadang – kadang terjadi hemolisis subklinis. Anak yang menderita penyakit
sel sabit memperlihatkan leukositosis polimorfonuklear yang nyata. Pada
pemeriksaan fotothoraks dapat ditemukan gambaran infeksi Mycoplasma
penumoniae yaitu keterlibatan kedua bagian paru yang bersifat multifokal atau
difus dan bisa terdapat retikular infiltrat.2,8 Pada kasus yang jarang bisa juga
ditemukan efusi pleura. Pembesaran kelenjar limfe pada bagian hilus bisa terlihat
pada 7 – 22% pasien anak.
Kultur yang dilakukan pada medium khusus yang memperlihatkan M.
pneumoniae biasanya tidak dapat terdeteksi pada awal minggu pertama. Kultur
dari sputum atau hapusan tenggorokan dengan menemukan M. pneumoniae
merupakan diagnosa pasti tetapi hal ini tidak dilakukan secara rutin oleh karena
memakan waktu yang lama, 2 – 3 minggu baru ada pertumbuhan kuman,
sehingga tidak dapat dipakai sebagai diagnosa untuk memberikan terapi inisial.
Beberapa cara pemeriksaan serologi untuk mendeteksi M. pneumoniae meliputi
complement fixation test, ELISA, cold aglutinin,dan rapid
microagglutinin.Peningkatan titer aglutinin dingin sama atau lebih besar dari 1 :
64 dapat menyokong diagnosa tetapi tes aglutinin tidak spesifik untuk pneumonia
mikoplasma karena dapat positif juga pada penyakit lain misalnya penyakit
anemia hemolisis, penyakit liver dan virus lainnya.

D. Streptococcus pneumoniae
Streptococcus pneumoniae adalah Gram positif, berbentuk bulat telur atau seperti
bola, penghuni normal dari saluran pernapasan bagian atas manusia dan dapat
menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkhitis, bakteremia, meningitis, dan
proses infeksi lainnya. Serangan Pneumonia pneumococcus biasanya mendadak
demam, menggigil, dan nyeri pleura yang nyata. Pada awal penyakit, ketika demam
tinggi, terdapat bakteremia dalam 10-20% kasus. Pneumonia yang disertai bakteremia
selalu menyebabkan angka kematian yang paling tinggi. Penggunaan terapi
antimikroba, penyakit dapat sembuh secara bertahap, bila diberikan dari awal, maka
konsolidasi dapat dihalangi (Jawetz dkk., 2005).
Bakteri Streptococcus pneumoniae dapat tumbuh dengan baik pada suhu 37,5ºC
dalam media dengan pH 7,6-7,8 pada suasana aerob dan fakultatif anaerof. Bakteri ini
dapat membentuk koloni bulat kecil yang dikelilingi zona kehijauan dalam perbenihan
lempeng agar darah. Dalam sputum kering yang tidak terkena sinar matahari
langsung, bakteri Streptococcus pneumoniae dapat bertahan selama beberapa bulan.
Bakteri ini hanya bertahan selama beberapa hari dalam perbenihan biasa dan mati oleh
sinar matahari langsung (Radji, 2011).
klasifikasi bakteri Streptococcus pneumoniae :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Diplococcic
Ordo : Lactobacillales
Family : Streptoccoceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus pneumoniae

Bakteri ini merupakan bakteri patogen penyebab penyakit radang paru-paru


(pneumonia), radang selaput otak (meningitis), otitis media akut (congek) dan infeksi
pembuluh darah (bakterimia), yang secara alamiah hidup pada saluran hidung bagian
dalam manusia tanpa menimbulkan gejala apapun.

Diagnosis Infeksi Streptococcus
Dalam mendiagnosis infeksi Streptococcus, langkah awal yang
dilakukan dokter adalah menanyakan mengenai riwayat gejala yang timbul
dan melakukan pemeriksaan fisik. Metode diagnosis dapat berbeda-beda,
tergantung letak terjadinya infeksi dan kondisi pasien. Beberapa metode yang
dapat digunakan di antaranya:
 CT scan
 Ekokardiografi
 Ultrasonografi (USG)
Untuk membuktikan infeksi disebabkan oleh pertumbuhan
bakteri Streptococcus, dapat diambil sampel cairan tubuh, tergantung dari
penyakit yang ditimbulkan. Sampel tersebut dapat berupa:
 Urine
 Darah
 Cairan serebrospinal

Anda mungkin juga menyukai