Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

1. PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN, ILMU, DAN FILSAFAT

Pengetahuan Ilmu Filsafat

yang dipelajari cenderung kepada hal Mencoba merumuskan


terbatas,karena hanya yang di pelajari dari sebuah pertanyaan atas jawaban.
sekedar kemampuan yang buku panduan Mencari prinsip-prinsip
ada dalam diri kita untuk umum, tidak membatasi
m,engetahui sesuatu hal segi pandangannya bahkan
cenderung memandang
segala sesuatu secara
umum dan keseluruhan
Obyek penelitian yang Ilmu pengetahuan adalah Keseluruhan yang ada
terbatas kajian tentang dunia
material.
Tidak menilai obyek dari Ilmu pengetahuan adalah Menilai obyek renungan
suatu sistem nilai tertentu. definisi eksperimental dengan suatu makna,
misalkan , religi,
kesusilaan, keadilan dsb.

Bertugas memberikan Ilmu pengetahuan adalah Bertugas mengintegrasikan


jawaban definisi eksperimental ilmu-ilmu
2. CIRI-CIRI BEPIKIR ILMIAH FILSAFAT
Berfilsafat termasuk dalam berfikir namun berfilsafat tidak identik dengan berfikir.
Sehingga, tidak semua orang yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikan bahwa
semua orang yang berfilsafat itu pasti berfikir.
Seorang siswa yang berfikir bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir Nasional,
maka siswa ini tidaklah sedang berfilsafat atau berfikir secara kefilsafatan melainkan
berfikir biasa yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan
menyeluruh. Oleh karena itu ada beberapa ciri berfikir secara kefilsafatan
1. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal
berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir sampai
ke akar-akarnya adalah berfikir sa
2. mpai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan.
Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap
pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan
indrawi.
3. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir
tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh
seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat
khusus yang ada dalam kenyataan.
4. Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari
pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara
kefilsafatan tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap
perbuatan-perbuatanbebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu
sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang psikolog, melainkan
bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu”?
5. Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan
kaidah-kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula
diartikan dengan berfikir secara runtut.
6. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu
masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses
befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan
terkandung maksud dan tujuan tertentu.
7. Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha
untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
8. Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural
ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka
hati, atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara
terikat . akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari
disiplin fikiran itu sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas,
namun dari dalam sangatlah terikat.
9. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang
pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah
mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan.
Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya
itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan.

Ilmu pengetahuan adalah kumpulan dari usaha manusia untuk memahami


kenyataan sejauh dapat dijangkau oleh daya pemikiran manusia berdasarkan pengalaman
secara empirik dan reflektif. Ada pula syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga
pengetahuan tersebut dapat dikatakan sebagai ilmu. Poedjawijatna menyebutnya sebagai
syarat ilmiah (Kaelan, 1998), yaitu:

1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat umum/universal

3. ANALISIS PANCASILA SEBAGAI HASIL BERPIKIR SECARA ILMIAH


FILSAFATI

Rumusan awal Pancasila selama ini dianggap dikemukakan pertama kali oleh
Soekarno sewaktu berpidato dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Namun, Pancasila yang dikenal sebagai dasar negara saat ini mengalami sejumlah
proses perubahan dari rumusan awal oleh Soekarno.Adapun urutan Pancasila dalam
rumusan yang dibuat Soekarno pada 1 Juni 1945 adalah:

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme atau perikemanusiaan

3. Mufakat atau demokrasi

4. Kesejahteraan sosial

5. Ketuhanan yang Maha Esa

Menurut Soekarno, lima asas itu merupakan weltanschauung atau pandangan


mendasar, filsafat, juga fundamen yang digali dari jati diri bangsa Indonesia. Dalam
pidatonya, Soekarno memang mempertanyakan dasar yang akan digunakan jika Indonesia
merdeka. Pertanyaan itu yang menjadi pemicu untuk merumuskan dasar negara Indonesia.

Menurut Muhammad Hatta dalam tulisan "Wasiat Bung Hatta kepada Guntur
Soekarno Putra" yang ditulis pada 16 Juni 1978, BPUPKI kemudian membentuk tim yang
terdiri dari sembilan orang untuk merumuskan kembali Pancasila yang dicetuskan
Soekarno. Adapun sembilan orang itu adalah Soekarno, Muhammad Hatta, AA Maramis,
Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Wahid
Hasyim, dan Muhammad Yamin.Sembilan orang itu kemudian mulai mengubah susunan
Pancasila versi Soekarno.

"Ketuhanan Yang Maha Esa" ditempatkan menjadi sila pertama. Sila kedua yang
disebut Soekarno sebagai "Internasionalisme atau perikemanusiaan" diganti
menjadi "Perikemanusiaan yang adil dan beradab".

Adapun sila "Persatuan Indonesia" digunakan untuk menggantikan "Kebangsaan


Indonesia. Pada sila keempat, digunakan kata "Kerakyatan". Sedangkan terakhir,
digunakan sila "Kesejahteraan Sosial". Menurut Hatta, pada 22 Juni 1945 rumusan hasil
Panitia 9 itu diserahkan ke BPUPKI dan diberi nama "Piagam Jakarta". Namun, ada
sejumlah perubahan pada sila pertama pada Piagam Jakarta.
Adapun sila pertama yang tercantum dalam Piagam Jakarta adalah "Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya". Hamka
Haq dalam buku Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam (2011) menulis bahwa sila itu
merupakan hasil kompromi antara ideologi Islam dan ideologi kebangsaan yang mencuat
selama rapat BPUPKI berlangsung. Sejumlah pembicara dalam sidang BPUPKI dari
kalangan Islam, seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, menilai bahwa kemerdekaan Indonesia
diraih juga berkat perjuangan umat Islam.

"Tak akan ada nation Indonesia tanpa umat Islam. Lebih dari itu, karena kalangan
nasionalis Indonesia yang berjuang dalam lingkup nasional yang mula pertama
memang beragama Islam," demikian pernyataan Ki Bagoes, seperti dikutip dari
buku yang ditulis Hamka Haq.

Argumen itu kemudian disanggah karena dinilai hanya melihat bangsa Indonesia
berdasarkan demografis. Umat Islam di Indonesia memang mencapai 90 persen. Jika
melihat kondisi geografis, khususnya di Indonesia timur, maka komposisinya berbeda.
Pertimbangan bahwa Indonesia merupakan sebuah gugusan kepulauan dari Sabang sampai
Merauke itu juga yang menyebabkan muncul usulan agar dasar negara tidak berdasarkan
agama tertentu. Oleh karena itu, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
pada 18 Agustus 1945, diputuskan untuk melakukan perubahan pada sila pertama dari yang
ditulis dalam Piagam Jakarta.

Tujuh kata itu, "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya",
kemudian dihapus. "Sesungguhnya tujuh perkataan itu hanya mengenai penduduk yang
beragama Islam saja, pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia timur keberatan
kalau tujuh kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok dari pokok dasar negara kita,
sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dibedakan warga negara yang beragama Islam
dan bukan Islam," demikian penjelasan Muhammad Hatta.

Hingga kemudian, rumusan Pancasila versi 18 Agustus 1945 itu menjadi seperti
yang dikenal saat ini, yaitu:

1. Ketuhanan yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan


Perwakilan

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keputusan dihapuskannya kata "syariat Islam" memang belum memuaskan sebagian


umat Islam. Sebagian kelompok masih berjuang untuk mengembalikan tujuh kata dalam
Piagam Jakarta itu.

4. BENTUK DAN SUSUNAN PANCASILA


a) Bentuk Pancasila
Merupakan kesatuan yang utuh. Masing-masing sila dalam Pancasila membentuk
pengertian yang baru. Kelima sila tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Walaupun
masing-masing sila berdiri sendiri tetapi hubungan antar sila merupakan hubungan yang
organis. Setiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak yang membentuk
kesatuan, bukan unsur yang komplementer. Artinya, salah satu unsur (sila) kedudukannya
tidak lebih rendah dari yang lain. Walaupun sila Ketuhanan merupakan sila yang berkaitan
dengan Tuhan sebagai causa prima, tetapi tidak berarti sila lain hanya sebagai pelengkap.

Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Oleh
karena itu Pancasila tidak dapat diperas menjadi trisila yang meliputi sosio-nasionalisme,
sosio-demokrasi, ketuhanan, atau eka sila yaitu gotong royong sebagaimana dikemukakan
oleh Ir.Soekarno.

b) Susunan Pancasila

Pancasila disusun berdasarkan urutan logis. Oleh sebab itu, sila


pertama“Ketuhanan Yang Maha Esa” diletakkan pada urutan teratas, karena bangsa
Indonesia meyakini bahwa segala sesuatu datangnya dari Tuhan dan akan kembali pula
kepada-Nya. Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” diletakkan
setelah Ketuhanan. Sebab, yang akan mencapai tujuan (nilai) yang diinginkan adalah
manusia sebagai pendukung serta pengemban dari nilai-nilai tersebut.

Hal selanjutnya yang perlu dibentuk adalah adanya persatuan “Persatuan


Indonesia” atau nasionalisme yang terbentuk bukan atas dasar persmaan suku bangsa,
agama, bahasa. Akan tetapi, dilatarbelakangi oleh historis dan etis. Historis adalah adanya
persamaan sejarah/masa lalu, senasib sepenanggungan akibat penjajahan. Etis artinya
berdasarkan kehendak sang luhur untuk mencapai cita-cita moral sebagai bangsa yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Persatuan Indonesia adalah sesuatu yang
harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan secara terus-menerus.
Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”, ialah cara yang harus ditempuh ketika suatu negara ingin
mengambil kebijakan. Kekuasaan negara diperoleh langsung dari rakyat, sehingga
rakyatlah yang berdaulat. Sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
diletakkan pada urutan terbawah. Sebab pada sila ini terdapat tujuan dari negara Indonesia
yang merdeka.

Oleh karena itu masing-masing sila mempunyai makna dan peran sendiri-sendiri.
Semua sila berada dalam keseimbangan dan memiliki peran dengan bobot yang sama.
Akan tetapi, masing-masing unsur memiliki hubungan yang organis, maka sila yang berada
di atas menjiwai sila yang berada di bawahnya.

5. HAKIKAT SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI KESATUAN SISTEM

Notonagoro berpendapat bahwa susunan sila-sila Pancasila merupakan satuan yang


organis, yang disebut dengan istilah majemuk tunggal. Majemuk tunggal artinya Pancasila
terdiri dari 5 sila yang merupakan kesatuan yang berdiri sendiri secara utuh. Pancasila yang
terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu asas
sendiri. Fungsinya berdiri sendiri-sendiri namnun secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan sistematis.

6. EVALUASI BENTUK DAN SUSUNAN PANCASILA YANG BERSIFAT


HIERARKIS PIRAMIDAL DAN SALING MENGKUALIFIKASI
Notonagoro berpendapat bahwa bentuk dan susunan Pancasila adalah
hierarkhis-piramidal. Hierarkhis berarti tingkat, sedangkan Piramidal menggambarkan
hubungan bertingkat dari sila-sila Pancasila. Hal yang dimaksud dengan pancasila bersifat
hirarkis dan berbentuk piramidal adalah dalam pancasila ini berarti memiliki hubungan
antara kelompok sila yang ada dalam pancasila dan bersifat erat. Hirarkis sendiri memiliki
arti yaitu pengelompokan / penggolongan.

Pancasila sebagai satu kesatuan sistem nilai, juga membawa implikasi bahwa antara
sila yang satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi . Hal ini menunjukkan bahwa di
antara sila yang satu dengan yang lain saling memberi kualitas atau bobot isi. Sebagai
contoh Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sial kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Begitu pula untuk sila-sila yang lainnya pasti akan menunjukkan adanya
keterkaitan.

Pancasila yang terdiri dari 5 sila itu saling berkaitan yang tak dapat dipisahkan:

o Sila pertama menjelaskan bahwa pada sila pertama itu meliputi dan menjamin isi sila
2, 3, 4, dan 5, artinya dalam segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

o Sila kedua tertulis kemanusiaan yang adil dan beradab yang diliputi sila ke-1 dan
isinya meliputi sila 3, 4, dan 5, dalam sila ini terkandung makna bahwa sangat
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan yang
beradab, maka segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara
harus mencerminkan bahwa negara ini mempunyai peraturan yang menjunung tinggi
harkat dan martabat manusia.

o Sila ketiga tertulis persatuan Indonesia yang diliputi dan dijiwai sila 1, 2 yang meliputi
dan menjiwai isi dari sila 4, dan 5, sila ini mempunyai makna manusia sebagai
makhluk sosial wajib mengutamakan persatuan negara Indonesia yang disetiap
daerah memiliki kebudayaan-kebudayaan maupun beragama yang berbeda.
o Sila keempat diliputi dan dijiwai sila 1, 2, 3 yang meliputi dan menjiwai isi dari sila
kelima. Sila ini menjelaskan bahwa negara Indonesia ini ada karena rakyat maka dari
itu rakyat berhak mengatur kemana jalannya negara ini.

o Sila kelima yang bertuliskan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu diliputi
dan dijiwai oleh isi dari sila 1, 2, 3, dan 4. Sila ini mengandung makna yang harus
mengutamakan keadilan bersosialisasi bagi rakyat Indonesia ini sendiri tanpa
memandang perbedaan-perbedaan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai