Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang memiliki prospek yang cerah karena harganya relatif tinggi,
mudah dipasarkan, serta mempunyai arti ekonomi sebagai penghasil devisa
negara. Upaya pengembangan kakao mendapat perhatian pemerintah dan terus
dipacu agar produksi secara nasional baik kuantitas maupun kualitas dapat
meningkat dengan memanfaatkan sumber daya alam, memenuhi kebutuhan
konsumsi, memperoleh devisa eksport serta meningkatkan pendapatan produsen
biji kakao.
Tanaman kakao berasal dari hutan-hutan di dataran-dataran rendah, hidup di
bawah naungan dari pohon-pohon yang tinggi. Kesuburan tanah, kelembaban,
suhu, curah hujan sangat besar pengaruhnya terhadap tumbuhnya tanaman kakao.
Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah khatulistiwa. Mulai berubah
setelah 4 – 5 tahun dan mencapai produksi buah yang tertinggi pada usia 12 tahun.
Mutu dari kakao dapat ditentukan mulai dari dipanennya kakao sampai pada saat
pengeringan. Secara umum, tanaman kakao memiliki 2 varietas yaitu kakao
lindak dan kakao mulia. Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan
yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang
berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya
dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang
serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah
Perkembangan komoditas tanaman cokelat di Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat di setiap tahunnya sehingga, diharapkan dapat
menduduki tempat yang sejajar dengan komoditas perkebunan lainnya, seperti
kelapa sawit, teh, kopi serta karet. “Sejak 1980-an, kakao di Indonesia
berkembang pesat, dengan berkembangnya komoditas perkebunan dapat
memanfaatkan sumber daya alam yang ada, memenuhi konsumsi dan memperoleh
devisa ekspor serta meningkatkan pendapat produsen biji cokelat pada tahun yang
akan datang. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, manusia harus
bisa mengembangkan budidaya tanaman cokelat dengan teknik pembudidayaan
yang efisien dan praktis. Usaha untuk mendapatkan bibit unggul tanaman cokelat
melalui proses hibrida atau proses persilangan dengan tetua-tetua yang unggul
yang telah di seleksi dan disesuaikan dengan berbagai habitat yang ada di
Indonesia. Tidak hanya itu saja, tetapi perlu usaha perlindungan terhadap hama
dan penyakit yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan
serta pemeliharaan cokelat yang efisien dan tepat pada sasaran.
Di samping perkembangan komoditas kakao tersebut, permintaan dunia
terhadap komoditas kakao juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi
seperti ini merupakan kondisi suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena
sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia.
Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor
biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum
tergarap. Sehingga sebagian petani kakao menjadikan sumber pendapatan dari
perkebuanan kakao.

1.2. Tujuan
Agar mahasiswa mampu mengenali dan menggambarkan karateristik
morfologi (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) tanaman kakao.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan


perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa
negara.Mengingat peranan perkebunan kakao yang sangat penting tersebut, maka
harus dilakukan peningkatan baik dalam hal produksi maupun kualitas produk
yang dihasilkan. Hal tersebut bermanfaat juga untuk mendorong pertumbuhan
perekonomian dan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya bagi pekebun
kakao. Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 penghasil kakao dengan jumlah
produksi pada tahun 2010 sebesar 850.000 ton, namun sebanyak 78,5% kakao
yang dihasilkan diekspor dalam bentuk biji kakao yang belum difermentasi,
sehingga memiliki kualitas dan harga yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah
pabrik pengolahan kakao yang ada di Indonesia sangat terbatas. Jawa Timur
hanya memiliki satu pabrik pengolahan kakao yaitu di Surabaya, dan masih ada
satu pabrik lagi yang sedang dalam tahap pembangunan di Blitar (Laily, 2010).
Kakao adalah tanaman dengan surface root freeder, artinya sebagian akar
lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman
(jeluk) 0 – 30 cm. 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk
11- 20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk diatas 30
cm dari permukaan tanah. Jangkauan akar lateral jauh dari luar proyeksi tajuk
tanaman, selain itu pada akar kakao terdapat cendawan mikoriza yang membantu
penyerapan unsur hara tertentu terutama unsur P. Tanaman kakao yang
dikembangkan secara vegetatif tidak memiliki akar tunggang, namun nantinya
akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang (Susanto, 1999).
Pohon kakao termasuk keluarga Sterculiaceae dan genus Theobroma.
Habitat alamnya adalah di dataran rendah yang berhutan hijau dengan curah hujan
yang cukup. Ada lebih dari dua puluh spesies dalam genus ini tapi Theobroma
cacao adalah satu-satunya dibudidayakan secara luas. Sejak penemuannya pada
abad ke-18 di lembah Amazon, budidayanya telah menyebar ke daerah tropis
lainnya dari Amerika Tengah dan selatan, dan memang Afrika barat, yang
menjadi produsen utama dari pertengahan 1960-an. Baru-baru ini, dengan
penerapan marka molekuler, kakao telah direklasifikasi ke dalam keluarga
Malvaceae (Davies et al., 2010).
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-
pohon yang tinggi, curah hujan tingi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta
kelembaban tinggi dan relatif tetap. Kondisi habitat seperti itu, tanaman kakao
akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di
kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 – 3,0 meter dan pada umur
12 tahun dapat mencapai 4,50 – 7,0 meter. Tanaman kakao bersifat dimorfisme,
artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya
ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon),
sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan
plagiotrop (cabang kipas atau fan) (PusLit Kopi dan Kakao Indonesia, 2003).
Karakter morfologi buah kakao sangat beragam sekali di tiap wilayah
penanaman. Keragaman ini sangat tergantung dengan klon-klon yang ditanam.
Berdasarkan hasil pengamatn di lapangan, karakter morfologi buah kakao yang
ada di Sulawesi 1 dengan bentuk buah elips, leher botol yang agak berlekuk,
permukaan kulit buah kasar, alur yang dalam, warna pada buah muda adalah
merah dan setelah buah masak menjadi orange. Karakter morfologi klon Sulawesi
1 memiliki karakter yang mirip dengan Sulawesi 2 dalam hal bentuk buah, leher
botol, permukaan kulit buah, dan warna buah muda. Namun yang berbeda, klon
Sulawesi 2 memiliki alur yang dangkal dan warna buah masak adalah merah
kekuningan. Kedua klon ini terdapat di Desa Babang, Desa Batulappa, Desa
Salubua, Desa Muhajirin, Desa Jenne Maeja, dan Desa padang Tuju (Pertiwi dkk.,
2010).
Trikoma ditemukan pada epidermis kulit buah kakao. Trikoma banyak
ditemukan di bagian alur tempat telur PBK diletakkan. Ukuran panjang trikoma
tersebut berkisar 0,01-0,05 mm dengan ketebalan yang tampak kurang beraturan
bila dilihat mulai dari pangkal bawah hingga atas. Ukuran tersebut masih jauh
lebih kecil dibandingkan ukuran panjang telur 0,46 ± 0,01 mm. Trikoma tersebut
lebih banyak ditemukan pada buah muda dibandingkan pada buah tua dan
keragaannya menunjukkan keterkaitan dengan ketahanan PBK. Hal ini diketahui
berdasarkan keragaan kepadatan trikoma pada klon tahan KW 514 (3,19 ±
1,56/mm) dan ARCADIAR 10 (4,84 ± 0,25/mm), serta klon moderat tahan KW
411 (5,93 ± 1,4/mm) yang lebih tinggi dibandingkan klon rentan RCC 72 (1,95 ±
1,05/mm). Hasil pengamatan juga menunjukkan terdapat keragaman yang tinggi
nilai kepadatan trikoma antara buah muda dibandingkan pada buah tua (nilai
standar deviasi). Berdasarkan keragaan ini maka dapat diduga bahwa keberadaan
trikoma terkait dengan perkembangan anatomi buah kakao. Tingkat kepadatan
trikoma pada saat buah muda akan berperan penting dalam ketahanan PBK
dimulai sejak buah masih muda (Ramadhan, 2013).
Penampilan morfologi buah kakao yang tahan dan rentan PBK memiliki
beberapa perbedaan. Buah yang berbentuk orbikuler, tanpa basal buah, dan apeks
yang membulat merupakan bentuk stimulan yang dimiliki oleh inang kakao
terhadap serangga. Serangga tidak menyukai buah yang memiliki karakter
tersebut karena penampilan morfologinya tidak sesuai sebagai pakan maupun
tempat untuk bertelur. Dent (2000) berpendapat bahwa inang memiliki
mekanisme resistensi untuk menghalangi kolonisasi serangga, yang disebut
dengan antixenoxis. Kerusakan buah lebih banyak terjadi pada kulit buah yang
kasar dibandingkan dengan kulit buah yang halus. Tampaknya struktur permukaan
kulit buah kakao yang halus kurang disukai oleh PBK untuk meletakkan telur
(Limbongan, 2011).
Theobroma cacao L. adalah pohon yang sudah lama bertumbuh di hutan
Amazonia. Benih-benih T. kakao, biji kakao, diproses untuk menciptakan bahan
utama cokelat, cocoa butter, dan cocoa powder. Saklar dalam perkembangan
mulai dari remaja sampai tahap dewasa (perubahan fasa) terjadi tiba-tiba di T.
kakao ketika pohon mencapai ketinggian sekitar 1,5-2 m (1,5 thn) dan ditandai
dengan pembentukan empat atau lima cabang jorket dari pertumbuhan cabang
horizontal. Tak lama setelah perubahan ini, bunga terbentuk pada batang dan
cabang utama tanaman, proses perkembangan yang disebut cauliflory. Bunga-
bunga awal tampaknya muncul di atas bekas luka daun axils. Perbungaan muncul
terus menerus dari tempat yang sama dan akhirnya bantal bunga terbentuk, terdiri
dari banyak cymes cincinnal terkompresi. Bunga-bunga membutuhkan sekitar 1
bulan untuk mencapai kondisi dewasa dan ditanggung pada tangkai panjang.
Bunga-bunga telah terbentuk dengan sepenuhnya bangan memiliki 5 sepal gratis,
5 kelopak bebas, 10 benang sari (5 subur dan 5 nonfertile staminodia) dan
ovarium dari 5 karpel bersatu (Swanson et al., 2009).
Pohon kakao menghasilkan sejumlah besar bunga-bunga, pada waktu
tertentu dalam setahun, dari usia 3 tahun dan, di bawah kondisi pertumbuhan yang
baik. Bunga muncul dari bantal bunga, jaringan meristematik biasanya kulit
batang dan cabang-cabang di lokasi axils daun tua [1], biasanya disebut
cauliflorous. Bunganya berukuran kecil, sekitar 15 mm dan membentuk tangkai
yang panjang. Bunga tersebut memiliki persatuan 5 sepal dan kelopak, benang sari
10 dan ovarium dari 5 karpel yang bersatu. Kelopak bunga sangat sempit di
pangkal tetapi memperluas ke dalam cangkir berbentuk kantong dan berakhir pada
ujung luas atau ligula.10 benang sari dalam 2 uliran, dengan ulir luarnya terdiri
dari 5 staminodia panjang non-subur sedangkan bagian dalamnya subur. Bunga
terbuka diserbuki oleh serangga kecil, tapi hanya 1-5% dari bunga-bunga berhasil
diserbuki dan melanjutkan untuk menghasilkan sebuah pod (Chaidamsari et al.,
2009).
Varietas kakao tradisional dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu
Criollo, Forastero dan Trinitario, menurut morfologi dan karakteristik genetik dan
asal geografis. Kakao Criollo telah dibudidayakan dalam waktu lama di Amerika
Tengah dan Selatan dan merupakan pohon kakao peliharaan pertama. Kelompok
ini terdiri dari varietas yang menghasilkan buah (polong) dengan biji tebal, putih
atau merah muda yang menghasilkan biji lebih berbumbu dan cokelat halus. Hal
ini, bagaimanapun, jarang dibudidayakan karena kerentanan tinggi terhadap
penyakit. Varietas dari kelompok Forastero secara luas dibudidayakan karena
hasil tinggi dan ketahanan terhadap penyakit (Almeida et al., 2010)

Anda mungkin juga menyukai