Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki prospek yang cerah karena harganya relatif tinggi, mudah dipasarkan, serta mempunyai arti ekonomi sebagai penghasil devisa negara. Upaya pengembangan kakao mendapat perhatian pemerintah dan terus dipacu agar produksi secara nasional baik kuantitas maupun kualitas dapat meningkat dengan memanfaatkan sumber daya alam, memenuhi kebutuhan konsumsi, memperoleh devisa eksport serta meningkatkan pendapatan produsen biji kakao. Tanaman kakao berasal dari hutan-hutan di dataran-dataran rendah, hidup di bawah naungan dari pohon-pohon yang tinggi. Kesuburan tanah, kelembaban, suhu, curah hujan sangat besar pengaruhnya terhadap tumbuhnya tanaman kakao. Tanaman ini tumbuh dengan baik di daerah khatulistiwa. Mulai berubah setelah 4 – 5 tahun dan mencapai produksi buah yang tertinggi pada usia 12 tahun. Mutu dari kakao dapat ditentukan mulai dari dipanennya kakao sampai pada saat pengeringan. Secara umum, tanaman kakao memiliki 2 varietas yaitu kakao lindak dan kakao mulia. Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah Perkembangan komoditas tanaman cokelat di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat di setiap tahunnya sehingga, diharapkan dapat menduduki tempat yang sejajar dengan komoditas perkebunan lainnya, seperti kelapa sawit, teh, kopi serta karet. “Sejak 1980-an, kakao di Indonesia berkembang pesat, dengan berkembangnya komoditas perkebunan dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada, memenuhi konsumsi dan memperoleh devisa ekspor serta meningkatkan pendapat produsen biji cokelat pada tahun yang akan datang. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, manusia harus bisa mengembangkan budidaya tanaman cokelat dengan teknik pembudidayaan yang efisien dan praktis. Usaha untuk mendapatkan bibit unggul tanaman cokelat melalui proses hibrida atau proses persilangan dengan tetua-tetua yang unggul yang telah di seleksi dan disesuaikan dengan berbagai habitat yang ada di Indonesia. Tidak hanya itu saja, tetapi perlu usaha perlindungan terhadap hama dan penyakit yang dapat mengganggu proses pertumbuhan dan perkembangan serta pemeliharaan cokelat yang efisien dan tepat pada sasaran. Di samping perkembangan komoditas kakao tersebut, permintaan dunia terhadap komoditas kakao juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi seperti ini merupakan kondisi suatu peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia. Peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Sehingga sebagian petani kakao menjadikan sumber pendapatan dari perkebuanan kakao.
1.2. Tujuan Agar mahasiswa mampu mengenali dan menggambarkan karateristik morfologi (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) tanaman kakao. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara.Mengingat peranan perkebunan kakao yang sangat penting tersebut, maka harus dilakukan peningkatan baik dalam hal produksi maupun kualitas produk yang dihasilkan. Hal tersebut bermanfaat juga untuk mendorong pertumbuhan perekonomian dan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya bagi pekebun kakao. Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 penghasil kakao dengan jumlah produksi pada tahun 2010 sebesar 850.000 ton, namun sebanyak 78,5% kakao yang dihasilkan diekspor dalam bentuk biji kakao yang belum difermentasi, sehingga memiliki kualitas dan harga yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah pabrik pengolahan kakao yang ada di Indonesia sangat terbatas. Jawa Timur hanya memiliki satu pabrik pengolahan kakao yaitu di Surabaya, dan masih ada satu pabrik lagi yang sedang dalam tahap pembangunan di Blitar (Laily, 2010). Kakao adalah tanaman dengan surface root freeder, artinya sebagian akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman (jeluk) 0 – 30 cm. 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk 11- 20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk diatas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan akar lateral jauh dari luar proyeksi tajuk tanaman, selain itu pada akar kakao terdapat cendawan mikoriza yang membantu penyerapan unsur hara tertentu terutama unsur P. Tanaman kakao yang dikembangkan secara vegetatif tidak memiliki akar tunggang, namun nantinya akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang (Susanto, 1999). Pohon kakao termasuk keluarga Sterculiaceae dan genus Theobroma. Habitat alamnya adalah di dataran rendah yang berhutan hijau dengan curah hujan yang cukup. Ada lebih dari dua puluh spesies dalam genus ini tapi Theobroma cacao adalah satu-satunya dibudidayakan secara luas. Sejak penemuannya pada abad ke-18 di lembah Amazon, budidayanya telah menyebar ke daerah tropis lainnya dari Amerika Tengah dan selatan, dan memang Afrika barat, yang menjadi produsen utama dari pertengahan 1960-an. Baru-baru ini, dengan penerapan marka molekuler, kakao telah direklasifikasi ke dalam keluarga Malvaceae (Davies et al., 2010). Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon- pohon yang tinggi, curah hujan tingi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Kondisi habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 – 3,0 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,50 – 7,0 meter. Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan) (PusLit Kopi dan Kakao Indonesia, 2003). Karakter morfologi buah kakao sangat beragam sekali di tiap wilayah penanaman. Keragaman ini sangat tergantung dengan klon-klon yang ditanam. Berdasarkan hasil pengamatn di lapangan, karakter morfologi buah kakao yang ada di Sulawesi 1 dengan bentuk buah elips, leher botol yang agak berlekuk, permukaan kulit buah kasar, alur yang dalam, warna pada buah muda adalah merah dan setelah buah masak menjadi orange. Karakter morfologi klon Sulawesi 1 memiliki karakter yang mirip dengan Sulawesi 2 dalam hal bentuk buah, leher botol, permukaan kulit buah, dan warna buah muda. Namun yang berbeda, klon Sulawesi 2 memiliki alur yang dangkal dan warna buah masak adalah merah kekuningan. Kedua klon ini terdapat di Desa Babang, Desa Batulappa, Desa Salubua, Desa Muhajirin, Desa Jenne Maeja, dan Desa padang Tuju (Pertiwi dkk., 2010). Trikoma ditemukan pada epidermis kulit buah kakao. Trikoma banyak ditemukan di bagian alur tempat telur PBK diletakkan. Ukuran panjang trikoma tersebut berkisar 0,01-0,05 mm dengan ketebalan yang tampak kurang beraturan bila dilihat mulai dari pangkal bawah hingga atas. Ukuran tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan ukuran panjang telur 0,46 ± 0,01 mm. Trikoma tersebut lebih banyak ditemukan pada buah muda dibandingkan pada buah tua dan keragaannya menunjukkan keterkaitan dengan ketahanan PBK. Hal ini diketahui berdasarkan keragaan kepadatan trikoma pada klon tahan KW 514 (3,19 ± 1,56/mm) dan ARCADIAR 10 (4,84 ± 0,25/mm), serta klon moderat tahan KW 411 (5,93 ± 1,4/mm) yang lebih tinggi dibandingkan klon rentan RCC 72 (1,95 ± 1,05/mm). Hasil pengamatan juga menunjukkan terdapat keragaman yang tinggi nilai kepadatan trikoma antara buah muda dibandingkan pada buah tua (nilai standar deviasi). Berdasarkan keragaan ini maka dapat diduga bahwa keberadaan trikoma terkait dengan perkembangan anatomi buah kakao. Tingkat kepadatan trikoma pada saat buah muda akan berperan penting dalam ketahanan PBK dimulai sejak buah masih muda (Ramadhan, 2013). Penampilan morfologi buah kakao yang tahan dan rentan PBK memiliki beberapa perbedaan. Buah yang berbentuk orbikuler, tanpa basal buah, dan apeks yang membulat merupakan bentuk stimulan yang dimiliki oleh inang kakao terhadap serangga. Serangga tidak menyukai buah yang memiliki karakter tersebut karena penampilan morfologinya tidak sesuai sebagai pakan maupun tempat untuk bertelur. Dent (2000) berpendapat bahwa inang memiliki mekanisme resistensi untuk menghalangi kolonisasi serangga, yang disebut dengan antixenoxis. Kerusakan buah lebih banyak terjadi pada kulit buah yang kasar dibandingkan dengan kulit buah yang halus. Tampaknya struktur permukaan kulit buah kakao yang halus kurang disukai oleh PBK untuk meletakkan telur (Limbongan, 2011). Theobroma cacao L. adalah pohon yang sudah lama bertumbuh di hutan Amazonia. Benih-benih T. kakao, biji kakao, diproses untuk menciptakan bahan utama cokelat, cocoa butter, dan cocoa powder. Saklar dalam perkembangan mulai dari remaja sampai tahap dewasa (perubahan fasa) terjadi tiba-tiba di T. kakao ketika pohon mencapai ketinggian sekitar 1,5-2 m (1,5 thn) dan ditandai dengan pembentukan empat atau lima cabang jorket dari pertumbuhan cabang horizontal. Tak lama setelah perubahan ini, bunga terbentuk pada batang dan cabang utama tanaman, proses perkembangan yang disebut cauliflory. Bunga- bunga awal tampaknya muncul di atas bekas luka daun axils. Perbungaan muncul terus menerus dari tempat yang sama dan akhirnya bantal bunga terbentuk, terdiri dari banyak cymes cincinnal terkompresi. Bunga-bunga membutuhkan sekitar 1 bulan untuk mencapai kondisi dewasa dan ditanggung pada tangkai panjang. Bunga-bunga telah terbentuk dengan sepenuhnya bangan memiliki 5 sepal gratis, 5 kelopak bebas, 10 benang sari (5 subur dan 5 nonfertile staminodia) dan ovarium dari 5 karpel bersatu (Swanson et al., 2009). Pohon kakao menghasilkan sejumlah besar bunga-bunga, pada waktu tertentu dalam setahun, dari usia 3 tahun dan, di bawah kondisi pertumbuhan yang baik. Bunga muncul dari bantal bunga, jaringan meristematik biasanya kulit batang dan cabang-cabang di lokasi axils daun tua [1], biasanya disebut cauliflorous. Bunganya berukuran kecil, sekitar 15 mm dan membentuk tangkai yang panjang. Bunga tersebut memiliki persatuan 5 sepal dan kelopak, benang sari 10 dan ovarium dari 5 karpel yang bersatu. Kelopak bunga sangat sempit di pangkal tetapi memperluas ke dalam cangkir berbentuk kantong dan berakhir pada ujung luas atau ligula.10 benang sari dalam 2 uliran, dengan ulir luarnya terdiri dari 5 staminodia panjang non-subur sedangkan bagian dalamnya subur. Bunga terbuka diserbuki oleh serangga kecil, tapi hanya 1-5% dari bunga-bunga berhasil diserbuki dan melanjutkan untuk menghasilkan sebuah pod (Chaidamsari et al., 2009). Varietas kakao tradisional dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu Criollo, Forastero dan Trinitario, menurut morfologi dan karakteristik genetik dan asal geografis. Kakao Criollo telah dibudidayakan dalam waktu lama di Amerika Tengah dan Selatan dan merupakan pohon kakao peliharaan pertama. Kelompok ini terdiri dari varietas yang menghasilkan buah (polong) dengan biji tebal, putih atau merah muda yang menghasilkan biji lebih berbumbu dan cokelat halus. Hal ini, bagaimanapun, jarang dibudidayakan karena kerentanan tinggi terhadap penyakit. Varietas dari kelompok Forastero secara luas dibudidayakan karena hasil tinggi dan ketahanan terhadap penyakit (Almeida et al., 2010)