PYOPNEUMOTHORAKS KIRI
OLEH:
dr. Gheni Alphali Gustion
dr. Puji Yunisyah Rahayu
dr. Yeri Estu Risunang
Pembimbing :
Status : Menikah
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 02 Oktober 2019
+ 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas, sesak yang timbul tidak
dipengaruhi kegiatan maupun perubahan posisi. Sesak tidak berkurang saat
beristirahat. Pasien mengeluhkan batuk(+) demam (+), demam dirasakan naik
turun, menggigil (-), berkeringat (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri pada
dada kirinya seperti ditusuk-tusuk dan menjalar sampai ke dada belakang,
mual (+), muntah (+), nyeri perut (+), lemas (+), nafsu makan berkurang,
BAK tidak ada keluhan, BAB tidak ada keluhan.
+ 1 minggu SMRS pasien sudah berobat ke RS Tandun dan dirujuk ke RSUD
Pasir Pengaraian dengan diagnosis appendicitis akut Di RSUD Pasir
pengaraian pasien didiagnosis Abses paru namun pengobatan tidak selesai
karena pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS).
+ 1 bulan SMRS pasien sudah mengeluhkan batuk berdahak. Pasien mengaku
batuk berdahak tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, dan tidak mengenal waktu
tertentu. Dahak berwarna kuning, berbau namun sulit untuk keluar. Pasien
mengeluhkan demam yang hilang timbul, menggigil (-), dirasakan penurunan
berat badan (+), keringat malam (-), mual (+), muntah (-), nyeri perut(-)
Kesadaran : Composmentis
Berat Badan : 45 Kg
Status Generalis
Kepala : Normochepali
Mata : Palpebra oedem (-), Alis mata hitam, distribusi merata, bulu
mata
Mulut : Lidah simetris kiri dan kanan, deviasi (-), tremor (-),
hiperemis (-), terdapat karies, dan kalkulus pada molar 1 bawah kanan dan
kiri .
hiperemis.
Telinga : Normotia kiri dan kanan. Nyeri tarik -/-, nyeri tekan tragus
-/-,
Paru :
Jantung :
Abdomen :
Palpasi : Perut supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium, benjolan (+) lunak,
terfiksir, nyeri (+) regio epigastrium. Hepatomegali (-)
Ht 32,2 % Ht 36 %
2. FOTO THORAKS
a. Thoraks PA (26 September 2019)
IV. RESUME
Pasien perempuan, 22 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS.
Sesak tidak dipengaruhi aktivitas. Sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit
pasien mengalami batuk berdahak. Batuk dialaminya sepanjang waktu. Pasien
mengaku demam hilang timbul dan meriang, mual,muntah berisi apa yang dimakan,
nafsu makan menurun sehingga berat badan pasien dirasakan berkurang, nyeri pada
ulu hati. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada dada kanannya seperti ditusuk-tusuk
dan menjalar sampai ke dada belakang. Pasien sudah berobat ke RS Tandun dan
dirujuk ke RSUD Pasir Pengaraian dengan diagnosis appendicitis akut. Di RSUD
Pasir pengaraian pasien didiagnosis Abses paru namun pengobatan tidak selesai
karena pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital pasien dalam batas normal.
Pada mata didapatkan konjungtiva anemis. Pada gigi terdapat karies, gangren radiks
dan kalkulus pada molar kanan dan kiri. Pada hemithoraks sinistra terdapat fremitus
vokal menurun, redup, suara dasar vesikuler menurun, rhales (+), tidak ada
wheezing. Pada abdomen, nyeri tekan (+) regio epigastrium, terdapat benjolan lunak,
terfiksir, nyeri(+).
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb=11,5 gr%,
Leukosit 13.000/ul. Pada foto thoraks PA didapatkan kesan Abses Paru, DD:
Hidropneumothoraks sinistra. Pada foto thoraks LLD didapat kesan abses paru
sinistra.
V. Diagnosa Kerja
Abses paru kiri
VII. Penatalaksanaan :
1. Non Farmakologi:
- Tirah baring
- O2 3L/menit nasal kanul
- Fisioterapi : Postural drainage
- Edukasi :
o Anjuran untuk menutup mulut jika batuk dan tidak membuang
dahak sembarangan.
o Makan makanan yang sehat terutama yang mengandung
karbohidrat, serat dan protein.
o Memperhatikan kebersihan gigi dan mulut.
2. Farmakologi :
- IVFD RL 1 kolf/ 12 jam
- Inj. Solvinex 2x 1 amp (bromhexin HCl 4mg/2ml)
- Inj. Simpenem 2x1 vial (meropenem 1 gr)
- Infus Metronidazole 3x1 (500mg/100ml)
- Infus Levofloxacin 1x750 mg
- N-Ace 2x1 (Acetylcysteine 200 mg)
- Inj. Ranitidin 2x1 amp (50mg/2ml)
- Inj. Ondancentron 2x1 amp (4mg/2ml)
- Inj. Ketorolac 2x1amp (30mg/ml)
- Domperidon 3x10 mg
- Sucralfat syr 3x1
VIII. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad malam
S : Sesak napas (+), batuk berdahak (+), mual (+), muntah (+), demam (+),
nyeri dada kiri (+), lemas (+)
O:
TD : 109/74 mmHg
RR : 26 x/mnt
Sat O2: 96%
HR : 94x/mnt
T : 37,8 C
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
- Palpasi : Fremitus melemah
- Perkusi : Mulai redup pada ICS VII
- Auskultasi : Vesikuler melemah, rhonki +, wheezing -
-
A : Abses paru kiri + Dispepsia
P:
S : Sesak napas (+), batuk berdahak (+), mual (+), muntah (+), demam (+), lemas
(+), nyeri post pemasangan wsd (+)
O:
TD : 103/61 mmHg
RR : 26 x/mnt
Sat O2: 96%
HR : 94x/mnt
T : 37, 7 C
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
- Palpasi : Fremitus melemah
- Perkusi : Mulai redup pada ICS VII
- Auskultasi : Vesikuler melemah, rhonki +, wheezing –
- WSD : Bubble (-), Cairan ±1000 cc (Pus kecoklatan ), Undulasi (+)
P:
Rontgen ulang
Pasang O2 3L/mnt nasal canul
IVFD RL 1 kolf/ 12 jam
Inj Meropenem 3 x 1
Infus Cravox 1 x 750 cc
Infus metrodinazole 3x500mg
Inj ranitidin 2x1
Inj ondansentron 2x1
S : Sesak napas (+), batuk (↓), mual (+), muntah (+), demam (-), lemas (+),
nyeri post pemasangan wsd (+), nafsu makan (-)
O:
TD : 106/78 mmHg
RR : 24 x/mnt
Sat O2: 96%
HR : 94x/mnt
T : 36,6 oC
Pem. Toraks paru :
Hemithorak Kanan
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
- Palpasi : Fremitus melemah
- Perkusi : Mulai redup pada ICS VII
- Auskultasi : Vesikuler melemah, rhonki +, wheezing –
- WSD : Bubble (-), Cairan 100cc (pus kecoklatan), Undulasi (+)
P:
S : Sesak napas (+), batuk (↓), mual (+), muntah (+), demam (-), lemas (+), nyeri
post pemasangan wsd (+), nafsu makan (-)
O:
TD : 110/70 mmHg
RR : 24 x/mnt
Sat O2: 96%
HR : 82x/mnt
T : 36,6 C
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
- Palpasi : Fremitus melemah
- Perkusi : Mulai redup pada ICS VII
- Auskultasi : Vesikuler melemah, rhonki +, wheezing –
- WSD : Bubble (-), Cairan ( - ), Undulasi (-)
P:
Irigasi WSD
O2 3L/mnt nasal canul
IVFD RL 1 kolf/ 12 jam
Inj Meropenem 3 x 1
Inf Cravox 1 x 750 mg
Inf metrodinazole 3 x 1
Inj ranitidin 2 x 1
Inj ondansentron 2 x 1
S : Sesak napas (+), batuk (↓), mual (↓), muntah (-), demam (-), lemas (+), nyeri
post pemasangan wsd (↓), nafsu makan (+)
O:
TD : 80/60 mmHg
RR : 24 x/mnt
Sat O2: 96%
HR : 136x/mnt
T : 37,6 C
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
- Palpasi : Fremitus melemah
- Perkusi : Mulai redup pada ICS VII
- Auskultasi : Vesikuler melemah, rhonki +, wheezing –
- WSD : Bubble (-), Cairan ( - ), Undulasi (-)
S : Sesak napas (↓), nyeri post pemasangan wsd (↓), lemas (+), batuk (-), mual (-),
muntah (-), demam (-), nafsu makan (+)
O:
TD : 90/70 mmHg
RR : 22 x/mnt
Sat O2: 96%
HR : 115x/mnt
T : 37,6 C
Hemithorak Kiri
- Inspeksi : Tertinggal saat inspirasi dan ekspirasi
- Palpasi : Fremitus melemah
- Perkusi : Mulai redup pada ICS VII
- Auskultasi : Vesikuler melemah, rhonki +, wheezing –
- WSD : Bubble (-), Cairan ( 500 cc bewarna kuning ), Undulasi (+)
P:
TINJAUAN PUSTAKA
I. PNEUMOTHORAKS
I.I. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.3
Gambar 1: Pneumotoraks sinistra
I.II. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:3,4
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah
dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian
dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.
(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
I.IX. Rehabilitasi
Rehabilitasi pada pasien pneumotoraks adalah sebagai berikut:7,8
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.
II. EMPYEMA
II.1. Definisi
II.II. Etiologi
Empyema dapat disebabkan oleh infeksi dari paru dan infeksi dari luar paru.
Infeksi yang berasal dari dalam paru antara lain disebabkan karena pneumonia, abses
paru, fistel bronkopleura, bronkiektasis, dan tuberculosis paru. Infeksi dari luar paru
antara lain disebabkan karena trauma otak, pembedahan otak, torakosentesis, abses
hati karena amuba. Empyema dapat disebabkan oleh bakteri gram negatif
(Klebsiella, Bacteroides, E. coli), S. aureus , S. pyogenes , bakteri anaerob ,
polimikroba.9,10
II.III. Klasifikasi
II.IV. Patogenesis
Terjadinya empyema thorak dapat melalui tiga jalan antara lain melalui
perkontinuitatum, hematogen, dan dari infeksi dari luar dinding thorak. Terjadinya
empyema melalui perkontinuitatum dapat terjadi pada komplikasi penyakit
pneumonia dan abses paru, oleh karena kuman menjalar dan menembus pleura
viseralis. Terjadinya empyema dapat juga secara hematogen , kuman dari fokus lain
sampai di pleura visceralis. Empiema terjadi dapat berasal dari infeksi dari luar
dinding thorak yang menjalar ke dalam rongga pleura, misalnya pada trauma thorak,
abses dinding thorak.9
Terjadinya empyema akibat invasi basil piogenik ke pleura, timbul
peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous dengan banyak
sel-sel PMN baik yang hidup ataupun mati dan meningkatnya kadar protein, maka
cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk
kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus
bronkus timbul fistel bronko pleura, atau menembus dinding thorak dan keluar
melalui kulit disebut empyema nasessitatis. Stadium ini masih disebut empyema akut
yang lama-lama akan menjadi kronis (batas tak jelas). 9,11
Empyema merupakan suatu proses luas, yang terdiri atas serangkaian daerah
berkotak-kotak yang melibatkan sebagian besar dari satu atau kedua rongga pleura.
Dapat pula terjadi perubahan pleura parietal. Jika nanah yang tertimbun tersebut
tidak disalurkan keluar,maka akan menembus dinding dada ke dalam parenkim paru
dan menimbulkan fistula. Kantung-kantung nanah yang terkotak-kotak akhirnya
berkembang menjadi rongga-rongga abses berdinding tebal, atau dengan terjadinya
pengorganisasian eksudat maka paru dapat menjadi kolaps serta dikelilingi oleh
sampul tebal yang tidak elastis.9
II.VI. Diagnosis
II.VII. Penatalaksanaan
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan
terjadinya empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis,
tuberculosis, dan sebagainya.
II.IX. Prognosis
Prognosis empyema kurang baik, terutama pada usia lanjut, dimana sistem
imunitasnya sudah melemah, atau pada penyakit dasar yang berat dan karena
terlambat dalam pemberian obat. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, dan
sepsis.11,12
PEMBAHASAN