Anda di halaman 1dari 12

PRE TEST 1

1. Perbedaan hematemesis dan hemoptosis


Hemoptisis Hematemesis
prodormal rasa tidak enak di tenggorokan, batuk mual muntah
onset darah dibatukan darah dimuntahkan
tampilan buih + tidak berbuih
warna merah segar merah tua
sisa makanan - +

2. Definisi,patfis, dan kriteria diagnosis DM


Definisi :
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2015)
Patogenesis DM tipe 2 (comnious octet)
1. Kegagalan sel Beta pancreas
2. Liver : resistensi insulin yang berat -> memicu glukoneogenesis sehingga
produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver meningkat
3. Otot : gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular akibat gangguan
fosforilasi tirosin -> timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen, penurunan oksidasi glukosa
4. Sel lemak : (lipotoxicity), sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari
insulin, menyebabkan peningkatan lipolisis dan FFA dalam plasma. Peningkatan
FFA merangsang glukoneogenesis dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga mengganggu sekresi insulin
5. Usus : defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP incretin segera dipecah oleh
keberadaan enzim DPP-4 sehingga hanya bekerja beberapa menit
6. Sel alfa pancreas : sel alfa berfungs dalam sintesis glucagon yang dala keadaan
puasa kadarnya di darah meningkat.
7. Ginjal : peningkatan ekspresi gen SGLT – 2. 90% glukosa terfiltrasi akan diserap
kembali oleh SGLT-2
8. Otak :
insulin = penekan nafsu makan yang kuat, pada individu yang obes, baik DM/
non DM terjadi hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari
resitensi insulin
Kriteria diagnosis DM
Glukosa plasma puasa >_ 126 mg/dl puasa tanpa asupan kalori minimal 8 jam /
Glukosa plasma >_200 mg/dl 2 jam setelah TTGO dengan beban glukosa 75 gram /
Glukosa plasma sewaktu >_ 200 mg/dl dengan keluhan klasik : poliuri, polidipsi,
polifagi, penurunan BB /
Pemeriksaan HbA1C >_ 6,5% dengan metode yang terstandarisasi oleh NGSP

3. Definisi penyakit ginjal kronis


kerusakan ginjal dan atau penuruann GFR 60 ml/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan.
4. Beda gastritis dan dispepsia
Gastritis
kondisi dimana mukosa/lapisan dinding lambung mengalami peradangan baik
karena faktor eksternal (infeksi, obat, alkohol, kafein) atau faktor internal
(peningkatan asam lambung, penurunan produksi mukus)
Dispepsia
sindrom/kumpulan gejala yang terjadi pada saluran cerna atas berupa rasa nyeri,
kembung, mual, dan muntah.

5. Tata cara pengukuran JVP


Posisi pasien ½ duduk 30-45derajat dalam keadaan rileks. Pengukuran dilakukan
berdasarkan tingkat pengisian vena jugularis dari titik nol/dari sudut sternum. Pada
orang sehat, JVP maksimal 3-4 cm di atas sudut sternum

6. Tata cara tensi


 Lilitkan manset dengan ketat pada lengan atas (batas bawah 2,5cm diatas fossa
antrekubiti)
 Tentukan tekanan sistolik dengan palpasi pompa -> a, radialis tidak teraba ->
kempiskan -> pulsasi a. radialis (tek.sistolik_
 Letakan stetoskop diatas a. bracialis (fossa cubiti)
 Pompa cepat dengan peningkatan 20-3- mmHg sistolik lalu turunkan
 Bunyi petama yang terdengar : diastolik (Korotkoff 1)
 Bunyi tidak terdengar lagi : sistolik (Korotkoff II)

7. Tata cara torafosintesis dan indikasi


Tatacara
1. Penderita duduk dengan posisi tegak/bahu disandarkan pada bantal
2. Tentukan tinggi cairan pleura dengan perkusi
3. Tentukan tempat pungsi ICS 6,7/8 pada line axilla posterior
4. Pakai sarung tangan steril, tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah yang
akan dipungsi (setadin dan alkohol)
5. Tusuk dinding thorax dengan abocath 16 lalu pungsi cairan pleura dengan
syringe 50 cc (max 1000cc/aspirasi)

8. Kriteria gagal jantung NYHA


I. Tidak ada batasan aktivitas fisik
aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak
II. Batasan aktivitas ringan
tidak ada keluhan saat istirahat, aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak nafas
III. Batasan aktivitas bermakna
tidak ada keluhan saat istirahat, aktivitas fisik ringan menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak nafas
IV. Tidak melakukan aktivitas fisik
gejala saat istirahat, keluhan meningkat saat melakukan aktivitas

9. Diagnosis TB dan gejala klinis


Diagnosis
 Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis langsung, biakan tes cepat)
 Secara klinis menggunakan pemeriksaan klinis dan penunjang (setidaknya
pemeriksaan foto thorax)
 Pada sarana terbatas, diagnpsis klinis setelah pemberian antibiotik luas (non OAT
dan non quinolon) yang tidak memberi perbaikan klinis
Gejala Klinis
 Batuk berdahak >_ 2 minggu
 Batuk darah
 Sesak nafas
 Badan lemah
 Nafsu makan menurun
 BB menurun
 Malaise

10. Gagal jantung tatalaksananya


Farmakologi
1. ACE-I
Indikasi : fraksi ejeksi ventrikel <_ 40% dengan/tanpa gejala
2. Beta blocker
3. Antagonis aldesteron -> spironolakton
4. ARB
5. H-ISDN
6. Digoksin
7. Diuretik

11. Definisi demam, etiologi, tatalaksana


Definisi
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh
ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Etio
Infeksi, keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada
gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma).
Tatalaksana
a. Tindakan farmakologis yaitu memberikan antipiretik berupa: paracetamol, ibuprofen
b. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti
1) Memberikan minuman yang banyak
2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal
4) Memberikan kompres

12. Tatacara pemasangan ekg 12 lead


 Membersihkan dada, pergelangan tangan dan kaki pasien mengunakan kapas
 Mengoleskan jeli pada elektroda
 Memasang elektroda
o Elektroda ekstremitas
 merah : tangan kanan
 kuning : tangan kiri
 hijau : kaki kiri
 hitam : kaki kanan
o Lead dada
 V1 : ICS 4 PSL dextra
 V2 : ICS 4 PSL sinistra
 V3 : antara V2 dan V4
 V4 : ICS 5 MCL sinistra
 V5 : ICS 5 AAL
 V6 : ICS 5 PAL
 Kalibrasi kecepatan : 25mm/s
 Rekam

PRE TEST 2

1. Kriteria DM tipe 2 dan tatalaksana


 Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik.
 Akut : Poliphagia (banyak makan) polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan
turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah.
 Kronik : Kesemutan, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk,
pandangan mulai kabur.
 Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl
 Tatalaksana :
o Diberikan secara peroral golongan insulin sensitizing (biguanid, glitazone,
golongan sekretagok insulin (sulfonilurea, glinid), penghambat alfa
glukosidase (acarbose), golongan incretin

2. Kriteria diagnosis ketoasidosis pada DM dan tatalaksananya


A. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif.
B. Gula darah lebih dari 250 mg/dl
C. Derajat keasaman darah (pH) yang kurang dari 7,35
D. Angka HC03 kurang dari 18 mEq/l ditambah dengan keadaan klinis lain yang sesuai
E. Anion gap tinggi
F. Keton serum +
Tatalaksana
a. Terapi cairan Jika tidak ada masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik berat, cairan
salin isotonik (NaCI 0,9%) diberikan dengan dosis 15-20 cc/kg BB/jam pertama atau satu
sampai satu setengah liter pada jam pertama.
b. Pemberian insulin , kalium, bikarbonat, fosfat
c. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

3. Kriteria diagnosis koma HONK pada DM


 Hiper Osmotik Non Ketoasidosis : komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan hiperglikemia, hiperosmalar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis. Keadaan
inni bisa disertai dengan penurunan kesadaran.
 Kadar glukosa darah >600 mg%
 Osmolaritas serum 350 mOsm/kg dan positif lemahP
 Pemeriksaan aseton negatif
 Hipernatremia
 Hiperkalemia
 Azotemia
 BUN : Kreatinin rasio 30 : 1 (normal 10 : 1)
 Bikarbonat serum  > 17,4 mEq/L

4. Kriteria diagnosis PJK/PGK stadiumnya?


PJK
Kriteria diagnosis :
1. terdapat satu faktor resiko mayor seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, menopause,
perokok, pria usia >40 tahun, dan factor keturunan PJK.,
2. resiko tinggi lebih dari 10% mortalitas dalam 10 tahun menurut skor risiko Framingham
I. Tidak ada batasan aktivitas fisik
aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak
II. Batasan aktivitas ringan
tidak ada keluhan saat istirahat, aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas
III. Batasan aktivitas bermakna
tidak ada keluhan saat istirahat, aktivitas fisik ringan menimbulkan
kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas
IV. Tidak melakukan aktivitas fisik
gejala saat istirahat, keluhan meningkat saat melakukan aktivitas

PGK

Kriteria dx :
1. Kerusakan ginjal ≥3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dari ginjal,
dengan atau tanpa berkurangnya laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi
berupa kelainan patologi atau kelainan laboratorik pada darah, urin, atau kelainan
pada pemeriksaan radiologi.
2. LGF <60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh selama >_3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
Kalsifikasi PGK
c. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
d. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-
nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya
beban yang mereka terima.
e. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak nefron
yang mati.
f. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5% dari
normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus.

5. Penyebab demam dan tatalaksananya


Definisi
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh
ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Etio
Infeksi, keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada
gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma).
Tatalaksana
a. Tindakan farmakologis yaitu memberikan antipiretik berupa: paracetamol, ibuprofen
b. Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat dilakukan seperti
1) Memberikan minuman yang banyak
2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal
3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal
4) Memberikan kompres

6. Tatalaksana nyeri dada/angina pectori


 A n g i n a pektoris (AP) adalah rasa nyeri y a n g timbul karena iskemia m i o k a r d i
um.
 A n g i n a pektoris ini mempunyai karakteristik tertentu yaitu nyeri retrosternal yang
lokasi terseringnyadi dada, substernal atau sedikit ke kiri, denganpenjalaran ke
leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri. AP sering j u g a dirasakan sebagai rasa tidak nyaman di dada,
biasanya d a l am waktu ± 10 menit di dada, rahang, bahu kiri p u n g g u n g sampai
ke pergelangan tangan atau jari-jari, yang dipicu oleh aktivitas, stres emosional dan
menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin. AP dapat j u g a
bermanifestasi sebagai rasa tidak nyaman di daerah epigastrium.
 Terapi awal adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak
harus diberikan semua atau bersamaan.
3. Tirah baring (Kelas I-C)
4. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri <95% atau yang mengalami distress respirasi
5. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
6. Aspirin 160-320 mg diberikan sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat
7. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) ticagrelor dan clopidogrel
7. Terapi hematemesis dan melena, serta contoh penyebab
 Hematemesis atau muntah darah dan melena atau berak darah merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA).
 Ada empat penyebab SCBA yang paling sering ditemukan, yaitu ulkus peptikum,
gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa esofagogastrika.
 Penatalaksanaan non-medikamentosa antara lain bed rest, puasa hingga perdarahan
berhenti dan diet cair.
 Penatalaksanaan medikamentosa antara lain cairan infus Ringer Laktat (RL 20
tetes/menit, pemasangan Nasogastric tube (NGT), paracetamol 3x500 mg,
omeprazole 2x40 mg tablet, sukralfat 2x500 mg intravena, jika Hemoglobin (Hb) <8
transfusi
 Pada pasien resiko tinggi
o Pemasangan iv- line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal
no18. Ini penting untuk transfusi, dianjurkan pemasangan CVP
o Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
o Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
o Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
o Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi

8. Terapi hematokezia serta contoh penyakit


 Contoh penyakit
o Tumor kolorektal, jinak : (polip, poliposis familial, lipoma, leiomioma)
ganas : (adenokarsinoma, tumor karsinoid, gastrointestinal stromal tumor
(GITSs), limfoma
o Divertikulosis
o Hemoroid
o Fistula ani
o Tujuan utama pengobatan hematochezia adalah menghentikan
perdarahan, yaitu dengan mengatasi penyakit atau kondisi yang
menjadi penyebabnya. Jika penyebabnya diobati, hematochezia dapat
berhenti dengan sendirinya. Metode pengobatan hematochezia terdiri
dari:
 Endoskopi.  Melalui alat endoskopi (misalnya kolonoskopi),
dokter gastroenterologi akan menghentikan perdarahan di
dalam saluran pencernaan dengan cara dipanaskan, ditutup
dengan lem khusus, atau dengan menyuntikkan obat di lokasi
perdarahan.
 Angiographic embolization. Pengobatan ini dilakukan dengan
menyuntikkan partikel khusus di pembuluh darah yang rusak,
untuk menutup alirannya.
 Band ligation. Pengobatan ini dilakukan dengan cara memasang
karet khusus di area pembuluh darah yang pecah agar
perdarahan berhenti.
 Pengidap hematochezia dianjurkan untuk tidak mengonsumsi obat
antiinflamasi nonsteroid, seperti diclofenac, untuk mempercepat
penyembuhan.

9. Perbedaan syok septik dan anafilaktik


 Syok septik merupakan salah satu kondisi kegawatdaruratan yang disebabkan oleh
kondisi sepsis, yaitu peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi. Syok sepsis ditandai
dengan kegagalan fungsi sirkulasi akibat infeksi yang berlanjut.
 Syok anafilaktik atau anafilaksis adalah syok yang disebabkan oleh reaksi
alergi yang berat. Reaksi ini akan mengakibatkan penurunan tekanan darah secara
drastis sehingga aliran darah ke seluruh jaringan tubuh terganggu. Akibatnya, muncul
gejala berupa sulit bernapas, bahkan penurunan kesadaran.  

10. Perbedaan sesak pada paru, ginjal, dan jantung


 Sesak pada gagal jantung umumnya muncul pada saat beraktivitas dan saat
tidur
 Sesak pada gagal ginjal muncul pada kondisi asupan cairan berlebihan.
Disertai bengkak, anemia, sulit BAK
 Sesak pada paru tidak dipengaruhi aktivit dan disertai gejala lain seperti
dema dan batuk

PRE TEST 3

1. Jelaskan tatalaksana syok anafilaktik


a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru
c. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular.
d. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
e. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–
10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok
anafilaktik.
f. Terapi cairan antara larutan kristaloid dan koloid. Pada dasarnya, bila memberikan
larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma.
g. Saat syok sudah teratasi, diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam

2. Jelaskan yang Anda ketahui mengenai pneumonitis


Invasi parenkim paru oleh agen penyebab penyakit (kebanyakan bakteri)
membangkitkan solidifikasi eksudatif (konsolidasi) jaringan paru yang dikenal sebagai
pneumonia. Pneumonitis adalah peradangan parenkim paru karena penyebab tidak
menular. Walaupun kedua kondisi tersebut berhubungan dengan peradangan jaringan paru-
paru, peradangan pada pneumonia disebabkan oleh agen infeksi, tetapi pada pneumonitis,
peradangan tersebut disebabkan oleh agen yang tidak menular. Ini adalah perbedaan
mendasar antara pneumonia dan pneumonitis.

3. Jelaskan spektrum klinis penyakit jantung koroner


PJK
Kriteria diagnosis :
- terdapat satu faktor resiko mayor seperti diabetes, hipertensi, dislipidemia, menopause,
perokok, pria usia >40 tahun, dan factor keturunan PJK.
- resiko tinggi lebih dari 10% mortalitas dalam 10 tahun menurut skor risiko Framingham
- klasifikasi :
V. Tidak ada batasan aktivitas fisik
aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak
VI. Batasan aktivitas ringan
tidak ada keluhan saat istirahat, aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas
VII. Batasan aktivitas bermakna
tidak ada keluhan saat istirahat, aktivitas fisik ringan menimbulkan
kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas
VIII. Tidak melakukan aktivitas fisik
gejala saat istirahat, keluhan meningkat saat melakukan aktivitas

4. Jelaskan cara mendiagnosa DHF


 Uji tourniquet Jika ada lebih dari 10 petechia dalam lingkungan itu maka test
biasanya baru dianggap abnormal, dikatakan juga tes itu positif. Seandainya dalam
lingkungan itu tidak ada petechial, tetapi lebih jauh distal ada, percobaan ini (yang
sering dinamakan Rumpel-Leede) positif juga,
 Hemoglobin meningkat Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl dan wanita 12-14 gr.dl.
 Hematokrit meningkat Nilai normal untuk pria 40-48 vol% dan wanita 37-43 vol%.
 Trombosit
 Diagnosis serologis hemaglutinasi-inhibisi (HI), complement fixation (CF), uji
netralisasi (NT), imunoglobulin M (IgM) enzyme-linked immunosorbent assay
capture (MAC-ELISA), dan imunoglobulin G langsung ELISA.
 Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu:
 Derajat I : Demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
 Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
tempat lain.
 Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah turun (20 mm Hg) atau hipotensi disertai dengan kulit
dingin dan gelisah.
 Derajat IV : Kegagalan sirkulasi, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
Terukur.
 Gejala awal termasuk:
a. Nafsu makan menurun b. Demam c. Sakit kepala d. Nyeri sendi atau otot e.
Perasaan sakit umum f. Muntah
 Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:
Bercak darah di bawah kulit b. Bintik-bintik kecil darah di kulit c. Ruam Generalized
d. Memburuknya gejala awal
 Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan: a. Dingin, lengan dan kaki
berkeringat b. Berkeringat

5. Bagaimana mendiagnosa asma (anamnesis, pemfis, pem. penunjang/spirometri)


Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas
Anamnesis
 ditemukan hasil anamnesis yang khas yaitu adanya episode berulang sesak napas,
mengi, batuk, dan rasa berat di dada terutama pada malam da dini hari.
 dapat juga ditemukan riwayat sesak napas setelah terpapar alergen, terkena udara
digin, atau setelah olahraga.
Pemfis
 tampak adanya perubahan bentuk anatomi thoraks dan ditemukan perubahan cara
bernapas.
 inpeksi dapat ditemukan pasien menggunakan otot napas tambahan di leher, perut,
dan dada, napas cepat hingga sianosis, juga kesulitan bernapas.
Pem. penunjang/spirometri
dengan melihat respon respon pengobatan menggunakan bronkodilator.
Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup golongan
adrenergik beta. Dinyatakan asma bila didapat peningkatan Volume ekspirasi paksa detik
pertama / VEP1 sebanyak ≥ 12% atau ( ≥ 200ml ). Bila respon yang didapat ≤ 12% atau ( ≤
200ml ) belum pasti menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak menderita asma, hal
tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah dalam keadaan normal atau mendekati
normal

6. Jelaskan prinsip tatalaksana gagal jantung


Non Famakologi
 Ketaatan berobat
 Pemantauan berat badan mandiri
 Asupan cairan
 Pengurangan berat badan
 Latihan fisik

Farmakologi
1. ACE-I
Indikasi : fraksi ejeksi ventrikel <_ 40% dengan/tanpa gejala
2. Beta blocker
3. Antagonis aldesteron -> spironolakton
4. ARB
5. H-ISDN
6. Digoksin
7. Diuretik

7. Jelaskan tatalaksana intoksikasi organofosfat


Diagnosa :
1. Overstimulasi muscarinic: bradikardia, bronchorrhea, bronchospasm, diar-hea,
hipotensi, lacrimasi, miosis, hipersalivasi, urinasi, vomiting.
2. Overstimulasi nicotinic pada saraf perifer: agitasi, midriasis, berkeringat dan takikardia.
3. Overstimulasi nicotinic pada neuromuskuler junction: fasiculasi, kelemah-an otot dan
paralise.
Tatalaksana
 Pemberian anti dotum
 Tindakan supportif berupa ABC (Airway-Breathing-Circulation), yaitu pemberian
oksigenasi dan kalau perlu bantuan ventilasi, pertahankan jalan napas dan
mengatasi gangguan hemodinamik dan gangguan aritmia.
 Dekontaminasi gastrointestinal dengan melakukan kumbah lambung atau
pemberian activated charcoal (arang aktif) atau melalui tindakan
endoskopi/tindakan operatif, pencucian mata atau pencucian kuit.
 Pada keadaan darurat prinsip penanganan ialah resusitasi, pemberian oksigen
pemberian atropin, cairan dan asetilkolinerase reactivator (oxime).

8. Jelaskan definisi, jenis cairan, dan pilihan tatalaksana efusi pleura


Definisi
kondisi penumpukan cairan diantara dua lapisan pleura.
Jenis Cairan
cairan jernih, transudat, eksudat, darah, dan pus.
Tatalaksan
 Karena efusi pleura timbul sebagai komplikasi dari penyakit-penyakit lain, maka
pengobatan yang harus dilakukan pun adalah dengan cara menyembuhkan kondisi-
kondisi yang menyebabkannya.
 Apabila cairan pada efusi pleura sudah terlalu banyak atau sudah terdapat infeksi,
maka dokter akan menggunakan sejumlah prosedur guna mengeluarkan cairan yang
menumpuk, di antaranya:
o Prosedur thoracocentesis atau punksi pleura selain untuk mengambil
sampel cairan pleura untuk dianalisis, juga dapat untuk mengeluarkan cairan
pleura dengan volume besar.
o Pemasangan selang plastik khusus (chest tube) selama beberapa hari ke
dalam rongga pleura melalui bedah torakotomi.
o Pemasangan kateter secara jangka panjang lewat kulit ke dalam ruang
pleura (pleural drain), untuk efusi pleura yang terus muncul.
o Penyuntikan zat pemicu iritasi (misalnya talk, doxycycline, atau bleomycin)
ke dalam ruang pleura melalui selang khusus guna mengikat kedua lapisan
pleura, sehingga rongga pleura tertutup. Prosedur yang dinamakan
pleurodesis ini biasanya diterapkan untuk mencegah efusi pleura yang kerap
kambuh.

9. Jelaskan bagaimana tatalaksana hipertensi


Farmakologi
 Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker,
calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB) diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid).
 obat anti hipertensi antaralain yaitu: a. beta‐bloker, (misalnya propanolol, atenolol),
b. penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), c.
antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), d. calcium channel blocker
(misalnya amlodipin, nifedipin) dan e. alpha‐blocker (misalnya doksasozin).

Non Farmakologi

menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol


berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah
dan sayur.

10.Jelaskan cara mendiagnosa DM

Glukosa plasma puasa >_ 126 mg/dl puasa tanpa asupan kalori minimal 8 jam /
Glukosa plasma >_200 mg/dl 2 jam setelah TTGO dengan beban glukosa 75 gram /
Glukosa plasma sewaktu >_ 200 mg/dl dengan keluhan klasik : poliuri, polidipsi,
polifagi, penurunan BB /
Pemeriksaan HbA1C >_ 6,5% dengan metode yang terstandarisasi oleh NGSP

Anda mungkin juga menyukai