BA 15P03229 5e56195dee955
BA 15P03229 5e56195dee955
2 sks
1
VERIFIKASI BAHAN AJAR
Pada hari ini Kamis tanggal 16 bulan Februari tahun 2017 Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum
Pidana Khusus Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum telah diverifikasi oleh Ketua
Jurusan/ Ketua Program Studi Ilmu Hukum
2
PRAKATA
Bahan ajar ini terdiri dari lima bab. Bab pertama membahas mengenai pengertian
hukum pidana khusus. Bab selanjutnya membahas undang-undang di luar KUHP yang
termasuk hukum pidana khusus. Bab kedua membahas mengenai Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 j.o Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 mengenai Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Dilanjutkan Bab ketiga menguraikan hal-hal yang diatur dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia dibahas secara lengkap di dalam Bab keempat.
Selamat Membaca!
Tim Penulis
3
DAFTAR ISI
Lembar verifikasi ii
Prakata iii
Daftar Isi iv
v
Daftar Tabel vi
Bab I Pengertian Hukum Pidana Khusus 6
Deskripsi Singkat 6
Capaian Pembelajaran Pertemuan 6
A. Pengertian Hukum Pidana Khusus 7
B. Dasar Hukum dari Hukum Pidana Khusus 7
C. Alasan Dibuatnya Undang-Undang Khusus 8
D. Rangkuman 8
Pertanyaan 12
Bab II Tindak Pidana Korupsi 9
Deskripsi Singkat 9
Capaian Pembelajaran Pertemuan 9
A. Pengertian Korupsi 9
B. Sejarah Pengaturan Tindak Pidana Korupsi 9
C. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi 10
D. Kekhususan Yuridis dan Kelemahan Yuridis UU No. 31 Tahun 12
1999 j.o. UU No. 20 Tahun 2001
E. Rangkuman 13
Pertanyaan 13
Bab III Tindak Pidana Pencucian Uang 14
Deskripsi Singkat 14
Capaian Pembelajaran Pertemuan 14
A. Pengertian Tindak 14
Pidana Pencucian Uang
B. Predicate 15
Crime/Predicate Offense dan Jenisnya
C. Tindak Pidana 15
Pencucian Uang dalam UU No. 8 Tahun 2010
D. Kekhususan Yuridis 16
dan Kelemahan Yuridis UU No. 8 Tahun 2010
E. Rangkuman 17
Pertanyaan 17
Bab IV Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat 18
Deskripsi Singkat 18
Capaian Pembelajaran Pertemuan 18
A. Ruang Lingkup 18
Berlakunya UU No. 26 Tahun 2000
B. Jenis Pelanggaran 19
HAM Berat dalam UU No. 26 Tahun 2000
C. Kekhususan Yuridis 20
dan Kelemahan Yuridis UU No. 26 Tahun 2000
D. Rangkuman 20
Pertanyaan 21
4
Bab V Tindak Pidana Terorisme 22
Deskripsi Singkat 22
Capaian Pembelajaran Pertemuan 22
A. Pengertian Tindak 22
Pidana Terorisme
B. Tindak Pidana Politik 22
dan Tindak Pidana Terorisme
C. Ruang Lingkup 23
Berlakunya UU No. 15 Tahun 2003
D. Tindak Pidana 23
Terorisme dalam UU No. 15 Tahun 2003
E. Kekhususan Yuridis 24
dan Kelemahan Yuridis UU No. 15 Tahun 2003
F. Rangkuman 25
Pertanyaan 25
Daftar Pustaka 26
5
BAB I
PENGERTIAN HUKUM PIDANA KHUSUS
Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tentang pengertian hukum pidana khusus yang meliputi pengertian,
dasar hukum dari hukum pidana khusus, alasan dibuatnya undang-undang khusus.
6
3. menyimpang dari hukum pidana umum, baik dari hukum pidana materiil maupun
hukum pidana formil.
7
KUHAP, maka proses penanganannya akan lama dan mengalami kesulitan. Berdasarkan
hal tersebut, maka Presiden membentuk Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme.
Respon atas tuntutan perkembangan masyarakat dengan membuat aturan baru dalam
bidang Hukum Pidana dapat dituangkan dalam beberapa bentuk/model pengaturan, yaitu:
1. Membentuk undang-undang baru, lengkap dengan aturan materiil dan formilnya
2. Merubah dan/atau menambah pasal-pasal yang ada dalam KUHP
3. Menambah dan memasukkan bab baru dlm KUHP
D. RANGKUMAN
Hukum pidana khusus adalah undang-undang yang dalam satu buku mengatur aturan
materiil maupun aturan formil, mengatur mengenai orang-orang tertentu atau mengatur
perbuatan-perbuatan tertentu, dan menyimpang dari hukum pidana umum. . Pasal 103 KUHP
menjadi jembatan undang-undang di luar KUHP dengan Bab I-Bab VIII Aturan Umum KUHP.
Alasan dibuat undang-undang khusus, yaitu adanya kriminalisasi dan dekriminalisasi di
masyarakat, undang-undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma
dan perkembangan masyarakat, atau adanya keadaan mendesak sehingga perlu segera
penanganan dengan membentuk sebuah perundang-undangan khusus
Pertanyaan/Diskusi
1. Apakah yang dimaksud dengan hukum pidana khusus?
2. Sebutkan tiga makna yang terkandung dalam Pasal 103 KUHP ?
3. Apakah yang dimaksud dengan dekriminalisasi dan kriminalisasi ? Berikan contohnya
masing-masing satu !
4. Ada tiga bentuk/model pengaturan dalam membuat aturan baru di bidang Hukum Pidana
sebagai respon atas tuntutan perkembangan masyarakat. Sebutkan !
8
BAB II
TINDAK PIDANA KORUPSI
Deskripsi Singkat
Bab ini membahas mengenai tindak pidana korupsi yang meliputi pengertian korupsi,
sejarah pengaturan tindak pidana korupsi, jenis-jenis tindak pidana korupsi, serta kekhususan
yuridis dan kelemahan yuridis UU No. 31 Tahun 1999 j.o. UU No. 20 Tahun 2001 20.
A. PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus yang berarti kebusukan,
kerusakan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian. Kemudian turun ke banyak bahasa seperti dalam bahasa Inggris yaitu corruption,
corrupt, dalam bahasa Perancis yaitu corruption, dan dalam bahasa Belanda yaitu corruptie,
korruptie. Dari bahasa Belanda inilah, istilah kata korupsi digunakan di Indonesia.
Kamus Hukum Bahasa Indonesia mengartikan korupsi sebagai perbuatan yang buruk
seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Definisi Yuridis dari tindak pidana korupsi adalah tindak pidana korupsi yg dirumuskan
oleh pembentuk undang-undang, yang memberi batas-batas dalam pemidanaan terhadap
perbuatan-perbuatan yang diancam pidana dalam UU No. 31 Tahun 1999 j.o. UU No. 20 Tahun
2001.
Ada dalam Pasal 209 dan 210 mengenai pemberian suap. Pasal 387 dan Pasal 388
mengatur mengenai perbuatan curang pada saat pemborongan. Pasal 415 mengatur
9
mengenai penggelapan. Pasal 416 mengatur mengenai pemalsuan buku pemeriksaan
administrasi. Pasal 417 mengatur mengenai perusakan atau penggelapan akta atau dan surat.
Pasal 418-420 mengenai penerima suap. Pasal 423, 425, dan 435 mengatur mengenai
perbuatan menguntungkan diri sendiri secra tidak sah.
Korupsi dibedakan jadi 2, yaitu (1) perbuatan korupsi pidana (ukurannya adalah dengan
atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran), (2) perbuatan korupsi lainnya
(ukurannya adalah dengan atau karena melakukan perbuatan melawan hukum) untuk
daerah yg dikuasai Angkatan Laut dikeluarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat
Angkatan Laut No. PRT/ZI/7
4. UU No. 24/prp/1960
Pengaturan Tindak pidana korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 j.o. UU No. 20 Tahun
2001 dibagi dua, yaitu tindak pidana korupsi (Pasal.2-20) dan tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi (Pasal 21-24)
10
Penggolongan tindak pidana korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 j.o. UU No. 20 Tahun 2001
2. Suap-menyuap. Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a dan
b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, d dan Pasal 13
5. Perbuatan curang. Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 12 huruf h
Pasal 12 B ayat (1) tidak merumuskan tindak pidana gratifikasi, tetapi hanya memuat ketentuan
mengenai:
2. Jenis-jenis gratifikasi
Gratifikasi yang dianggap sebagai “pemberian suap”, yaitu apabila gratifikasi itu:
1. Jenis Gratifikasi:
Dilihat dari Pasal 12 B dan Pasal 12 C ayat (1), maka untuk dapat dipidananya si penerima
gratifikasi harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
2. Menerima “gratifikasi” dari seseorang yang merupakan “pemberian suap” menurut Pasal 12
B ayat (1), yaitu apabila pemberian itu “berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya
11
Hal Khusus/Menyimpang dalam UU No. 31 Tahun 1999 j.o. UU No. 20 Tahun 2001, yaitu:
3. percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana korupsi Pasal. 2, 3, 5 sampai
14 ancaman pidananya sama dengan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut;
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana di mana tipikor dilakukan, begitu pula dari barang
yang menggantikan barang – barang tersebut.;
b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1(satu) tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada
terpidana.
a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan
secara elektronik dengan alat 12igra atau yang serupa dengan itu; dan
b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang
tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara
elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,
angka, atau perforasi yang memiliki makna.
8. Perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa (12igran in absentia)
Kelemahan Yuridis Materiil UU No. 31 Tahun 1999 j.o UU No. 20 Tahun 2001, yaitu:
1. Tidak adanya penetapan kualifikasi yuridis dari TPK berupa kejahatan atau pelanggaran;
3. Tidak adanya ketentuan khusus mengenai pelaksanaan pidana denda yang tidak dibayar
oleh korporasi
12
5. Tidak adanya aturan/pedoman khusus untuk menerapkan sanksi pidana yang dirumuskan
dengan sistem kumulasi
6. Tidak adanya ketentuan khusus yang merumuskan pengertian dari istilah “permufakatan
jahat”
8. Perbuatan yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 a sama tapi pidananya
E. RANGKUMAN
Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Sejarah pengaturan tindak
pidana korupsi adalah KUHP, Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1957, Peraturan
Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat No. PRT/PEPERPU/013/1958, UU No. 24/prp/1960,
UU No. 3 Tahun 1971, UU No. 31 Tahun 1999, UU No. 20 Tahun 2001. Korupsi digolongkan
menjadi tujuh buah. UU No. 31 Tahun 1999 j.o. UU No. 20 Tahun 2001 memiliki kekhususan
yang menyimpang dari Ketentuan Umum KUHP, namun juga memiliki kelemahan yuridis.
PERTANYAAN/DISKUSI
13
BAB III
Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tindak pidana pencucian uang dalam UU No. 8 Tahun 2010 yang
meliputi pengertian tindak pidana pencucian uang, predicate crime/predicate offense dan
jenisnya, pengaturan tindak pidana pencucian uang dalam UU No. 8 Tahun 2010, kekhususan
yuridis dan kelemahan yuridis UU No. 8 Tahun 2010.
14
B. PREDICATE CRIME/PREDICATE OFFENSE DAN JENISNYA
Pencucian uang sebagai bentuk kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan
lanjutan.
Predicate crime adalah kejahatan utama yang menghasilkan harta kekayaan yang
digunakan untuk tindak pidana pencucian uang. Predicate crime meliputi 26 bentuk kejahatan.
Pada mulanya kejahatan utama tersebut hanya untuk perdagangan narkotika dan obat-obat
sejenisnya. 26 bentuk predicate crime tersebut, yaitu korupsi, penyuapan, narkotika,
psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan 15igrant, di bidang perbankan, di
bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan,
pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang
lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, tindak pidana lain yang diancam dengan
pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Harta kekayaan yang digunakan untuk membiayai
terorisme juga disamakan predicate crime
Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada dalam UU No. 8 Tahun 2010 dibagi 2, yaitu
Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 3-5) dan Tindak Pidana yang berkaitan dengan Tindak
Pidana Pencucian Uang (Pasal 11-16).
Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Pasal 3 sampai Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010,
sebagai berikut:
Pasal 3:
Pasal 4:
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
15
Pasal 5:
Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang
melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan
Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil
Pengendali Korporasi. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila :
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
Jika korporasidan/atau personil pengendali korporasi tidak mampu bayar denda maka diganti
pidana perampasan harta kekayaan yang nilainya sama dengan putusan denda. Jika harta
korporasi tidak mencukupi untuk bayar denda maka diganti kurungan pengganti denda bagi
personil pengendali korporasi.
Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak
16
4. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan Dokumen.
1. Orang yang melakukan kejahatan warungan dapat terjerat UU No. 8 Tahun 2010, padahal
undang-undang tersebut ini dimaksudkan untuk kejahatan berskala besar
E. RANGKUMAN
Tindak Pencucian Uang adalah proses menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul
kejahatan. Pencucian uang sebagai bentuk kejahatan yang bersifat follow up crime atau
kejahatan lanjutan. Dalam UU No. 8 Tahun 2010 sudah ada pengaturan bagaimana jika
korporasi tidak membayar denda.
PERTANYAAN/DISKUSI
17
BAB IV
Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tentang Tindak Pidana Pelanggaran HAM Berat, meliputi Ruang
Lingkup Berlakunya UU No. 26 Tahun 2000, Jenis Pelanggaran HAM Berat dalam UU No. 26
Tahun 2000, serta Kekhususan Yuridis dan Kelemahan Yuridis UU No. 26 Tahun 2000.
Pengadilan HAM dibentuk sebagai amanat Pasal 104 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 yang
berbunyi “Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak
Asasi Manusia di lingkungan Pengadilan Umum”
18
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM
yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat
kejahatan dilakukan
Ada 2 jenis pelanggaran HAM berat dalam UU No. 26 Tahun 2000, yaitu kejahatan
genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Sedangkan dalam Statuta Roma
terdapat 4 jenis pelanggaran HAM berat ialah The crime of genocide, Crime against
humanity, War Crimes, dan The Crime of Aggression.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok
etnis, kelompok agama, dengan cara:
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai
bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa :
1. pembunuhan;
2. pemusnahan;
3. perbudakan;
4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6. penyiksaan;
7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara;
8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
9. penghilangan orang secara paksa; atau
19
10. kejahatan apartheid
1. Jangka waktu penahanan yang lebih lama dibandingkan dengan yang ada dalam KUHAP
4. Berlaku retroaktif
8. Pertanggungjawaban komando
5. UU ini tidak memberikan ganti rugi kepada korban untuk tindakan tertentu. Jika
sebelumnya korban tidak mampu membiayai tindakan tertentu, misal biaya perawatan, baik
fisik maupun psikis, di rumah sakit , lalu siapa yang membiayai ? (biar lebih jelas lihat
penjelasan Pasal 35). Namun setelah diundangkannya UU No. 13 Tahun 2006, kelemahan
ini teratasi.
D. RANGKUMAN
20
Lingkup Kewenangan Pengadilan HAM, yaitu memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran HAM yang berat serta memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang
berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga
negara Indonesi. Ada 2 jenis pelanggaran HAM berat dalam UU No. 26 Tahun 2000, yaitu
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
PERTANYAAN/DISKUSI
21
BAB V
Deskripsi Singkat
Bab ini membahas tindak pidana terorisme. Sub bahasannya meliputi Pengertian
Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana Politik dan Tindak Pidana Terorisme, Ruang Lingkup
Berlakunya UU No. 15 Tahun 2003, Tindak Pidana Terorisme dalam UU No. 15 Tahun 2003,
serta Kekhususan Yuridis dan Kelemahan Yuridis UU No. 15 Tahun 2003.
Oxford Dictionary mengartikan terror adalah great fear. Terrorisme berarti use of
violance and intimidation. Terrorist ialah supporter of terrorism or participant in terrorism.
Perpu No. 1 Tahun 2002 (sudah ditetapkan jadi UU No. 15 Tahun 2003) mengartikan
tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana
sesuai ketentuan dalam Perpu No. 1 Tahun 2002.
Hazewinkel Suringa: “penjahat politik tergolong pelaku yang berdasarkan keyakinan. Pada
kejahatan pelaku berkeyakinan bahwa pandangannya tentang hukum dari kenegaraan lebih
tepat daripada pandangan negara yang sedang berlaku.” Ia tidak mengakui sahnya tertib
hukum yang berlaku sehingga harus diubah/diganti sama sekali sesuai dengan idealnya.
22
Konferensi internasional tentang hukum pidana mengartikan kejahatan politik sebagai kejahatan
yang menyerang organisasi maupun hak penduduk yang timbul dari berfungsinya negara
tersebut.
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 1 Tahun 1979, ekstradisi tidak dilakukan terhadap kejahatan
politik, namun untuk kejahatan politik tertentu pelakunya dapat diekstradisikan sepanjang ada
perjanjian antarnegara RI dengan negara yang bersangkutan.
Tindak pidana terorisme yang diatur dalam Perpu No. 1 Tahun 2002 dikecualikan dari tindak
pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan
motif politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik, yang menghambat proses ekstradisi.
Lingkup berlakunya terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana terorisme di
wilayah Indonesia. Perpu juga berlaku terhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan:
23
D. TINDAK PIDANA TERORISME DALAM UU NO. 15 TAHUN 2003
Tindak Pidana Terorisme dalam Perpu No. 1 Tahun 2002 dibagi 2, yaitu Tindak Pidana
Terorisme (Pasal 6 - Pasal 19) dan Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana
Terorisme (Pasal 20- Pasal 24).
Pasal 6 dan 7 mengatur setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan menimbulkan /bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal,
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional
Pasal 8 mengatur Tindak Pidana Terorisme yang berkaitan dengan lalu lintas udara
atau pesawat udara
Pasal 11 mengatur penyedia atau pengumpul dana untuk melakukan tindak pidana
terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10.
Pasal 12 mengatur penyedia atau pengumpul dana yang digunakan untuk Tindak
Pidana yang berkaitan dengan bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi,
mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya
Kekhususan UU No. 15 Tahun 2003 j.o Perpu No. 1 Tahun 2002 adalah:
24
4. Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi wewenang untuk melakukan
penahanan paling lama 6 bulan
7. Sidang in absentia jika terdakwa sudah dipanggil secara sah dan patut
Kelemahan Yuridis UU No. 15 Tahun 2003 j.o Perpu No. 1 Tahun 2002 ialah:
3. Tidak adanya ketentuan khusus mengenai pelaksanaan pidana denda yang tidak dibayar
oleh korporasi
F. RANGKUMAN
Tindak pidana terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik agar pelakunya dapat
diekstradisikan. Untuk kejahatan terorisme tertentu, Negara lain mempunyai yurisdiksi dan
menyatakan maksudnya untuk melakukan penuntutan. Tindak Pidana Terorisme dalam Perpu
No. 1 Tahun 2002 dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Terorisme (Pasal 6 - Pasal 19) dan Tindak
Pidana Lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Terorisme (Pasal 20- Pasal 24).
PERTANYAAN/DISKUSI
25
Daftar Pustaka
Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Hamzah, Andi, 2007, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
26