Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG  
Indonesia merupakan negara yang majemuk. Menurut Hardiman (2002:4), Indonesia
dalam membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasional selalu mengutamakan persatuan
dan kesatuan dalam satu wadah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Guna
menyatukan kemajemukan, Bangsa Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Semboyan tersebut berasal dari Bahasa Jawa Kuno. Semboyan itu memiliki arti “berbeda-beda
tapi tetap satu jua”. Semboyan ini sangat cocok untuk keadaan bangsa Indonesia yang dihuni
oleh beragam suku, ras, agama, dan kebudayaan. Nilai kesatuan amat dijunjung tinggi oleh
leluhur bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika rupanya juga terkait dengan filsafat, ideologi
Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bhinneka
Tunggal Ika juga memiliki keterkaitan dengan simbol pemersatu bangsa Indonesia seperti
bendera nasional, lagu kebangsaan, dan bahasa. Keterkaitan yang dimaksud untuk memperkuat
gagasan bahwa Bhinneka Tunggal Ika telah tertanam dalam kehidupan dan karakter bangsa
Indonesia. Realitanya nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika mulai luntur dari kehidupan masyarakat
Indonesia. Tindakan yang dilakukan sebagian masyarakat, justru cenderung berlawanan dengan
semboyan tersebut. Di beberapa daerah di Indonesia dapat ditemukan konflik antar suku, ras
ataupun agama.
Namun hal yang menjadi sorotan saat ini adalah sering terjadinya berbagai konflik di
Indonesia yang menyebabkan tanda tanya tentang nya. Apakah konflik yang terjadi merupakan
bukti kegagalan dari Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan Indonesia?. Dalam makalah ini,
penulis akan mengulas data-data yang akan berujung pada kesimpulan apa sebenarnya penyebab
dari konflik yang terjadi yang sering dikaitkan dengan kegagalan Bhinneka Tunggal Ika

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaiaman Pengertian Bhinnekaa Tunggal Ika?
2. Apakah Bhinneka Tunggal Ika menjadi penyebab terjadinya konflik di Indonesia?
3. Apa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika?
4. Bagaimana cara menjaga kekokohan Bhinneka Tunggal ika?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Bhinneka Tunggal Ika
2. Untuk mengetahui apakah Bhinneka Tunggal Ika adalah penyebab terjadinya konfllik di
Indonesia
3. Untuk mengetahui apa penyebab lunturnya makna Bhinneka Tunggal Ika
4. Untuk mengetahui cara menjaga kekokohan Binneka Tunggal Ika
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari
bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap
satu”. Jika diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-
beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka"
dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kataika berarti "itu". Secara harfiah
Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-
beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini
digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa,
agama dan kepercayaan.
       Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam  Garuda Pancasila   sebagai Lambang Negara
Republik Indonesia. Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika  Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya
menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung
yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh
Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada
Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Penggunaan lambang
negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya
lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah
No. 43/1958
Pasal 36 A, yaitu Lambang Negara Ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika dan Pasal 36 B: Lagu Kebangsaaan ialah Indonesia Raya. Menurut risalah sidang
MPR tahun 2000, bahwa masuknya ketentuan mengenai lambang negara dan lagu kebangsaan
kedalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang melengkapi pengaturan
mengenai bendera negara dan bahasa negara yang telah ada sebelumnya merupakan ikhtiar untuk
memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan ditengah kehidupan global dan
hubungan internasional yang terus berubah.Dengan kata lain, kendatipun atribut itu tampaknya
simbolis, hal tersebut tetap penting, karena menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu negara
dalam pergaulan internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa
Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dan
kebersamaan sebuah negara dan bangsa tak terkecuali bangsa dan negara Indonesia.
  Kalimat Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku Sutasoma, karangan Mpu Tantular
pada masa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Dalam buku Sutasoma (Purudasanta),
pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga
keanekaragam agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit
Para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup
toleran untuk menerima warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar
suku-suku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan
dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Nusantara.

2.2 Konflik dalam Bhinneka Tunggal Ika


Indonesia merupakan negara majemuk yang mempunyai banyak keragaman. Penduduk
Indonesia berasal dari berbagai macam suku, etnis, budaya, bahkan agama yang berbeda – beda.
Keanekaragaman itu dapat kita lihat dari sabang sampai merauke. Faktor yang menyebabkan
indonesia begitu beragam yaitu letak indonesia yang strategis seperti letaknya yang cocok untuk
jalur perdagangan internasional. Ini juga bisa memberikan pengaruh kebudayaan luar kepada
masyarakat Indonesia. Karena kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang dapat
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga membuat banyaknya
ragam kebudayaan yang ada di Indonesia. Dan juga Indonesia merupakan negara kepulauan.
Negara yang memiliki banyak pulau. Di antara pulau tersebut pastinya memiliki bahasa,
kebudayaan, bahkan agama yang dianut oleh pulau tersebut. Itu juga menimbulkan keragaman di
Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia memiliki semboyan sendiri yaitu Bhineka Tunggal Ika  yang
dapat diartikan “berbeda – beda namun tetap satu jua”. Maksud dari semboyan ini adalah
walaupun bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda – beda dan beraneka ragam
namun dari keselurahannya merupakan persatuan. Namun, di Indonesia kini nilai persatuan yang
dulu sangat dijunjung mulai luntur. Masyarakat kini sering melupakan nilai persatuan dan
Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan mereka sehari – hari. Masih banyak masyarakat yang
menganggap dirinya sendiri atau kelompoknya yang paling hebat, sehingga itu dapat
menyebabkan konflik di masyarakat. 
Namun, di Indonesia kini nilai persatuan yang dulu sangat dijunjung mulai luntur.
Masyarakat kini sering melupakan nilai persatuan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Masih
banyak masyarakat yang menganggap dirinya sendiri atau kelompoknya yang paling hebat,
sehingga itu dapat menyebabkan konflik di masyarakat.  Dan masyarakat sekarang cenderung
egois, gengsi dan hanya menganggap Bhineka Tunggal Ika hanyalah sebuah wacana belaka.
Sungguh ironis memang bila kita melihat masyarakat yang dulunya menjunjung sekali yang
namanya Bhineka Tunggal Ika namun pada saat ini nilai persatuan itu terus berkurang.
Contoh dari konflik dalam Bhinneka Tunggal Ika seperti berikut :
 Kasus Tawuran Antar Pelajar
Dapat kita lihat bagaimana sikap pemuda Indonesia saat ini sebagai penerus
bangsa sekarang. Mereka tidak memahami betul yang namanya Bhineka Tunggal Ika. Ini
dikarenakan adanya pengaruh budaya luar yang masuk di Indonesia yang mengubah
pandangan dan tingkah laku para pemuda kita sekarang ini.  Para pemuda lebih
mengagung – agungkan budaya barat dan meninggalkan budaya asli Indonesia.  Karena
mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika,
maka banyak kasus tawuran yang terjadi antar pelajar. Tawuran ini terjadi disebabkan
oleh pergaulan dan gengsi. Mereka yang salah memilih teman akan ikut terjerumus oleh
teman yang dapat membawa pengaruh negatif untuk dirinya sendiri. Dan biasanya juga
mereka ikut tawuran karena takut dibilang lemah oleh teman – teman sebayanya atau
gengsi yang tinggi. 

 Gerakan Separatisme
 Gerakan separatisme ini terjadi karena biasanya mereka tidak puas terhadap
kinerja pemerintah maka muncullah ide untuk membentuk suatu gerakan yang memiliki
tujuan yang berbeda. Memang mereka yang melakukan gerakan separatisme tidak bisa
disalahkan sepenuhnya. Karena setiap individu terkait pemahaman tentang kemerdekaan
dan persatuan tidak bisa sama dan tidak bisa dipaksakan untuk sama. Setiap individu
yakin bahwa merekalah yang terbaik dan mereka juga lah yang paling benar. Karena itu
merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas akan suatu hal. Manusia akan
terus ingin mempunyai sesuatu yang belum pernah dimilikinya seperti misalnya
kekuasaan. Contoh gerakan separatis yang pernah terjadi di Indonesia yaitu peristiwa
pengibaran bendera organisasi RMS ( Republik Maluku Selatan).

 Konflik agama dalam ke Bhinneka Tunggal Ika


Dan konflik yang paling sering terjadi di Indonesia adalah SARA, terutama
agama. Topik agama adalah topik yang paling sensitif untuh dibahas. Jika kita sudah
menyinggung tentang agama, maka akan muncul argumen – argumen. Pertikaian yang
sering terjadi karena lunturnya toleransi antar umat beragama adalah di bagian Timur
Indonesia. Seperti terjadinya pembakaran gereja maupun masjid. Penyebabnya hanya
bagaikan setetes air, terlalu kecil dan seharusnya tidak perlu berubah menjadi konflik.
Setiap umat menganggap agamanya lah yang paling benar. Namun, pada dasarnya
semua agama mengajarkan kita kebaikan. Maka dari itu mengapa kita harus
memaksakan orang lain untuk memahami agama kita? Sedangkan kita sendiri tidak mau
memahami agama orang lain.
Agama bukan untuk dipaksakan tetapi agama untuk dianut oleh seorang yang
mempercayai agama tersebut. Agama juga sebagai pegangan hidup seorang yang
menuntun seorang itu melakukan hal – hal yang bertujuan untuk kebaikan. Manusia
tidak pernah lepas dari berbuat kesalahan dan khilaf karena Tuhan menciptakan manusia
tidak ada yang sempurna. Mereka pasti memiliki kelebihan dan kelemahannya masing –
masing. Ada saatnya seseorang salah bicara dan ada saatnya orang yang mendengar juga
salah mengambil pemahaman apa yang didengar. 
Seperti contoh kasus seorang gubernur yang salah ucap saat pidatonya waktu lalu. Pada
saat itu, ia mengatakan “jangan mau dibohongi (pakai) surat al – maidah ayat 51”. Video
saat ia berpidato itu disalahartikan oleh seorang netizen yang langsung mengupload
video itu. Dan video itu menjadi viral, banyak netizen yang menanggapi video
pernyataan tersebut.
Bahkan tidak hanya masyarakat biasa saja yang menanggapi pernyaan dari
gubernur tersebut namun para ulama juga menanggapi video tersebut. Akibat pernyataan
itu, banyak argument yang pro dan kontra. Masyarakat yang pro mengatakan kalau itu
hanya mengingatkan kita untuk tidak mau dibohongi pakai surat kitab suci al – quran
karena saat itu beliau menggunakan kata “pakai”  apabila tidak ada kata pakai mungkin
itu memang pelecehan surat kitab suci al – quran karena penggunaan kata pakai dan
tidak memiliki arti yang berbeda. Namun, masyarakat yang kontra tetap merasa kitab
sucinya tersebut dilecehkan walaupun saat itu gubernur memakai kata “pakai” namun
tetap tidak diidahkan oleh mereka. Ini berujung pada demo besar – besaran yang
dilakukan oleh ormas Islam yang merasa beliau telah melakukan penistaan agama.
Mereka menuntut agar gubernur tersebut ditindak oleh hokum bahkan dipenjarakan.  
Dan gubernur tersebut juga sudah meminta maaf, oleh karena itu sudah sewajarnya bagi
yang mendengar menanggapina dengan kepala dingin. Jika rasa marah terlebih dahulu
hadir, maka maksud yang baik untuk mencari awal maupun kronologis permasalahan
akan tidak hadir karena kemarahan menutupi kerasionalan logika kita sebagai manusia.

 Terorisme dan Radikalisme


Disaat konflik SARA mulai pulih, muncul konflik yang berkaitan dengan konflik
terorisme yang dibarengi oleh gerakan separatisme. Namun masih berbasiskan agama.
Agama yang cukup diekspos dan banyak umat yang tidak terlibat adalah islam. Kalau
kita membahas tentang teroris sudah pasti tidak jauh – jauh dengan jihad. 
Pemahaman akan jihad yang salah menjadi dasar terorisme yang berbumbukan gerakan
separatism adalah menghalkan segala cara untuk mewujudkan Negara islam. Tidak main
– main mereka akan membunuh siapa saja yang menganggu realisasi tujuan mereka.
Contoh gerakan teroris separatis adalah Gerakan Aceh Merdeka atau biasa dikenal GAM.
Tujuan dari gerakan ini adalah membentuk negara islam. Gerakan ini sulit dimusnahkan
karena gerakan ini tidak mengakui Bhineka Tunggal Ika.
  Kalau saja mereka mengakui, maka gerakan separatis yang pernah dimusnahkan
tidak akan mungkin kembali. Gerakan ini pasti perlu mempunyai anggota oleh karena itu
mereka membuka perekrutan anggota guna memperlancar aksi mereka. Masalah sulit
yang terjadi adalah masyarakat yang berpendidikan rendah di akademik maupun agama
akan sangat mudah percaya kepada orang baru yang mengiming – imingkan dia akan
masuk surga apabila ikut gerakan tersebut. Para anggota baru disiapkan menjadi orang
yang siap mati demi jihad membela agama. Seperti terjadinya kasus pengeboman dimana
korban dari pengeboman tersebut tidak memiliki masalah kepada gerakan terserbut dan
orang yang melakukan pengeboman akan mati. Paham jihad seperti inilah yang sangat
membahayakan, karena orang yang tidak tahu akan diberi pemahaman akan jihad yang
salah.

2.3 Penyebab Lunturnya Bhinneka Tunggal Ika


Berikut ini beberapa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika, yaitu:
1. Diskriminasi
Bahwa ada masa ketika istilah SARA demikian popular, merupakan pengakuan
tidak Iangsung (sekurang-kurangnya) ada masa dimana terjadi diskriminasi ras-etnik di
negeri ini.Dalam praktik, pemenuhan hak-hak sipil yang merupakan bagian masyarakat
ditandai dengan keturunan Tionghoa, bahkan sampai detik inipun masih terjadi
diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika mengurus dokumen paspor, dengan keharusan
melampirkan Surat Bukti Kewarganegaraan, merupakan salah satu contoh praktik
diskriminasi ras. Atas praktik semacam itu, Hamid Awaludin dalam acara Dialog
Kewarganegaraan dan Persatuan tersebut dengan lantang mengatakan, "Tidak usah
mendebat (pejabat imigrasi yang bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada
saya." Diskriminasi ras-etnik, khususnya terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa
sudah menjadi kisah panjang. Masih segar di ingatan kita, peragaan sikap alergi penguasa
terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan suku Tionghoa. Aksara, musik,
bahasa, praktik kepercayaan, bahkan ciri-ciri fisikpun dipermasalahkan.

2. Konflik
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang
wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik
hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik
bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi
yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Faktor-faktor penyebab terjadinya
konflik antara lain: 
 Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi yang berbeda.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat

3. Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri
di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang
dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah
"egois".Lawan dari egoisme adalah altruisme. Hal ini berkaitan erat dengan narsisme,
atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis
tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup
berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain.
Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk
memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada
orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalisme
dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau
kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari
yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang
boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama
nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna

4. Hambatan Dari Dalam


Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah
karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan
bangsamu sendiri.” Dalam perkataan beliau, sudah nampak jelas bahwa apa yang
menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah perjuangan untuk
mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena Soekarno sendiri telah
menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan memproklamirkan berdirinya Negara
Kesatuan Rpublik Indonesia. Di negara ini, masih banyak yang berjuang atas nama
agama, suku, golongan, dan ras. Masing-masing beranggapan bahwa dirinya lebih baik
dari yang lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang
sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan,
melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa menyulut konflik berkelanjutan.
Mengatasi hambatan yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua
perbedaan bisa segera dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya
ketika hambatan itu berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego
masing-masing.
Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan
menjawab tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan dari dalam. Sudah
seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai sebuah pajangan yang dianggap
membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguh-sungguh, pajangan ini tidak bisa
dikatakan membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana
kosong. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah
dasar negara. Mereka adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa
dipensiunkan, tidak bisa digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia
hanya akan berjalan setapak demi setapak menuju jurang kehancuran

5. Cultural Lag
Cultural lag adalah bentuk kesenjangan budaya akibat masuknya unsur-unsur
globalisasi yang terjadi secara tidak merata dan tidak serempak. Unsur-unsur teknologi
yang masuk secara cepat namun tidak diimbangi unsur-unsur sosial budaya yang lambat.
Selain itu, sekelompok masyarakat ada yang bisa menyerap dan menerima unsur-unsur
globalisasi secara cepat bahkan ada yang cenderung lambat dan tertinggal. Akibatnya,
perubahan unsur-unsu sosial budaya terjadi secara tidak serempak yang menimbulkan
suatu kesenjangan sosial.

2.4 Cara menjaga kekokohan Bhinneka Tunggal Ika


 Mari kita kuatkan dan kokohkan kembali makna Bhinneka Tunggal Ika agar
bangsa bangsa dibelahan bumi lain menyadari jika negara kesatuan republik
indonesia tidak mudah digoyahkan oleh berbagai macam bentuk ideologi dari
bangsa lain kecuali berdasarkan ideologi pancasila serta menghindari
pengaruh globalisasi yang dapat merusak kekokohan bhinneka tunggal ika.

 Indonesia bisa menjadi panutan dan kebanggaan dimata bangsa lain jika mampu
bersatu dalam perbedaan yang begitu jamaknya. Bangsa manapun tahu benar
bahwa suatu negara tidak akan mudah dipengaruhi dan di serang dengan cara
apapun jika warga negaranya mampu melupakan perbedaan suku, agama, bahasa
wilayah  dan budaya dan mengutamakan ingin selalu bersatu didalam perbedaan
itu tetapi dengan tujuan yang sama yaitu mempertahankan kemerdekaan bangsa
dan negara sampai titik darah penghabisan.

 Rakyat Indonesia sangat jamak dengan ribuan kekayaan seni budaya, bahasa,
tradisi , suku dan  perbedaan agama , walaupun kita berbeda beda tetapi sama
sama memiliki rasa tidak rela jika tanah air yang menjadi tempat berteduh kita ini
diobrak abrik oleh ideologi dan budaya bangsa barat atau bangsa lain.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut data dan informasi yang telah di paparkan diatas, maka terlihat jelas bahwa
bhineka tunggal ika tidak gagal menjadi semboyan bangsa Indonesia, hanya saja akar
permasalahannya terletak pada tenggang rasa dan kurangnya kebermaknaan penjiwaan antar
masyarakat terhadap makna Bhineka Tunggal Ika tersebut. Bhineka tunggal ika justru
seharusnya menjadi peganggan dan pengingat bahwa bangsa Indonesia tidak terdiri dari satu
macam kelompok, namun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan
budaya yang menjadikan satu bangsa dalam nama Indonesia. Karena pada dasarnya
masyarakat lah yang menghidupkan dan menjiwai konsep Bhineka Tunggal Ika, maka
persatuan akan terwujud dan konflik dapat dihindari, namun sebaliknya jika masyarakat
bersikap abai dan tidak memaknai konsep Bhineka Tunggal Ika, maka Bhineka Tunggal Ika
tidak akan terwujud dan konflik akan terus terjadi

3.2 Saran
Rasa bhinneka tunggal ika ini perlu diterapkan pada setiap masyarakat seluruh
Indonesia ini demi menjaga keutuhan Negara kesatuan republic Indonesia. Pada
kenyataannya penerapan rasa binneka tunggal ika ini masih kurang dilakukan oleh warga
Negara Indonesia, maka dari itu sangat diperlukan demi menjawab tantangan masa depan
tang dapat memecah belah suatu negara
DAFTAR PUSTAKA

 Zamiel, Fadhilla, 2017, “Hilangnya Makna Semboyan Kita “Bhineka Tunggal Ika”,
Kompasiana.com, 24 April. Tersedia:
https://www.kompasiana.com/fadhillazamiel/58fd7715c223bdb82afa3b58/hilangnya-
makna-semboyan-kita-bhineka-tunggal-ika
 Yundazelika17, 2013 “lunturnya bhinneka tunggal ika”
http://yundazelika17.blogspot.com/2013/05/lunturnya-bhineka-tunggal-ika-yang.html
 Zetiarina, 2013 “Makalah kebhinneka tunggal ikaan”
https://zetiarina.wordpress.com/2013/05/24/makalah-kebbhineka-tunggal-ika-an-bangsa-
indonesia/
 http://eprints.ums.ac.id/48801/1/BAB%201.pdf
 Nayya, Tika , 2014 ,”Makalah Bhinneka Tunggal Ika”
http://tikanayya.blogspot.com/2014/01/makalah-bhineka-tunggal-ika.html
TUGAS

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TENTANG KONFLIK


INDONESIA: (BUKAN) BUKTI KEGAGALAN BHINEKA TUNGGAL IKA

Nama Dosen : Bali Widodo, S.H.,M.Si

Tanggal Tugas : 22 Februari 2019

Tgl. Pengumpulan : 8 Maret 2019

Oleh :

Nama : Rahmat Efendi

NIM : 2113181003

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

BANDUNG – 2019

Anda mungkin juga menyukai