Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS HAK ASASI MANUSIA

Diajukan untuk memenuhi tugas EKT 1 dan 2


Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Penulis :
MITA ANZANINGTYAS 1905010018

Dosen Pengampu :
NURSANDA RIZKI ADHARI, S.Pd., M.Pd.

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
2019/2020
KATA PENGANTAR
Bimillahhirrohmanirrahim,
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur kita kepada Allah SWT yang memiliki sifat-sifat
kesempurnaan dan sifat-sifat keagungan. Yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Dengan terimakasih saya sampaikan kepada Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu
bapak Nursanda Rizki Adhari, S.Pd., M.Pd. yang telah memberikan tugas ini dan
membimbing saya dalam menyelesaikan makalah saya, sehingga dengan adanya tugas ini
saya mendapatkan Ilmu dan wawasan yang lebih luas. Sehingga pembuatan makalah
“ANALISIS HAK ASASI MANUSIA” dapat disusun dengan baik dan rapih.
Saya berharap semoha makalah ini bias menambah pengetahuan para pembaca. Saya
menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini berkat dari bantuan tuntunan Allah dan tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkan terimakasih. Saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembacanya.

Tangerang, 23 Juni 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

ANALISIS JURNAL 1....................................................................................................1

ANALISIS JURNAL 2....................................................................................................6

ANALISIS JURNAL 3..................................................................................................10

BENANG MERAH TIGA JURNAL...........................................................................14

RELEVANSI JURNAL DENGAN TIGA VIDIO......................................................15

RELEVANSI JURNAL DENGAN KONDISI............................................................16

KESIMPULAN..............................................................................................................18

SARAN DAN REKOMENDASI..................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20

ii
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM
PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA”

Referensi :

Fachri Said, Muhammad. 2018. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam


Perspektif Hak Asasi Manusia”. Jurnal Cendekia Hukum; 4(1).

A. Masalah
Permasalahan yang akan kita bahas pada analisis kali ini yaitu semakin tahun semakin
meningkatnya kejahatan terhadap anak-anak berdasarkan pantauan KPAI (Komisi
Perindungan Anak Indonesia). Dengan banyaknya pengaduan masyarakat terkait
pelanggaran hak anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak yang berada pada kondisi
sulit baik menjadi korban kekerasan maupun anak yang berhadapan dengan hukum belum
menunjukkan perkembangan baik. Dengan melihat banyak pengaduan tersebut
pemerintah sudah melakukan banyak hal. Sehingga metode penanggulangan pelanggaran
perlindungan yang diatur dalam hukum.
B. Teori
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 1 tentang perlindungan anak. Anak
adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga
karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak-Hak Anak.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak beserta protokolnya, melalui
Keppres No. 36 Tahun 1990 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 sebagai ratifikasi
terhadap Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang lain
yang kejam. tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia. Karena itu, secara
hukum terikat untuk melaksanakan konvensi tersebut dan menjadikannya bagian dari
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang perlindungan anak ditegaskan bahwa
penyelenggara perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara,
beban pertama dalam penyelenggaraan perlindungan anak jatuh pada orang tua, namun

1
diera modern seperti sekarang ini kebanyakan orang tua sibuk dengan pekerjaannya dan
mulai mengabaikan anaknya.
Koordinasi kerja sama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka
mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Kewajiban
dan tanggungjawab Negara dan Pemerintah dalam usaha perlindungan anak diatur dalam
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yaitu:
a. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab
menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis
kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik
dan/atau mental. (Pasal 21);
b. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab
memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya manusia dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak (Pasal 22);
c. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin perlindungan, pemeliharaan
kesejahteraan dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan Anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum
bertanggung jawab terhadap Anak. (Pasal 23);
d. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat
kecerdasan Anak (Pasal 24).
e. Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak
melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak, dilaksanakan
melalui kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak. (Pasal
25).
Kewajiban dan tanggung-jawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan
anak diatur dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yaitu:
1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
b. Menumbuh kembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan
d. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
2) Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena
suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan

2
tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga,
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Metode
Jenis penelitian yang digunakan ini adalah sosio yuridis atau termasuk penelitian
deskriptif dengan pendekatan secara non doktriner, yang memandang hukum sebagai
gejala sosio empirik yang teramati dalam pengalaman. Untuk itu, tidak hanya mengkaji
dari aspek normatifnya, tetapi juga hukum sebagaimana dalam realitasnya,
Metode pendekatan yang digunakan pendekatan yuridis normatif atau pendekatan
perundang-undangan. Sebagai spesifikasi penelitian adalah penelitian deskriptif yuridis
analitis, dengan sumber data berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, serta yang
didukung dengan data primer, dan dianalisis secara juridis kualitatif.
D. Hasil dan pembahasan
Perlindungan anak menjadi pusat perhatian dari dahulu karena sejak dahulu banyak
sekali terjadi kekerasan pada anak, mempekerjakan anak, memperkosa anak, dan masih
banyak hal yang lainnya yang terjadi pada anak-anak. Padahal anak-anak merupakan aset
penting untuk negara sebagai penerus kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga pada
saatnya nanti akan menjadi pengganti generasi terdahulu. Sehingga bangsa Indonesia
harus bisa menjamin hak anak-anak dan melindungi anak-anak, agar bangsa Indonesia
mempunyai penerus bangsa dan dalam rangka mewujudkan sumber manusia Indonesia
yang berkualitas, memiliki daya saing dan mampu memimpin serta memelihara persatuan
dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Sangat penting pembinaan terus menerus guna keberlangsungan hidup anak-anak di
Indonesia tumbuh dengan baik secara mental, fisik maupun sosial.
Perkembangan anak-anak sangatlah penting, dari kemampuan dirinya maupun
mentalnya yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan, penting sekali untuk orangtua
memberikan lingkungan yang baik kepada anak-anaknya, tidak hanya di lingkungan
keluaga saja tapi juga sekitarnya. Untuk itu peran dari orang tua, guru, serta orang dewasa
lainnya sangat dibutuhkan dalam membentuk perilaku anak demi masa depan anak. Dan
perlindungan terhadap anak akan terjadi bila ada kepastian hukum.
Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan, ketentraman, kesejahteraan,
dan kedamaian di masa sekarang, nanti dan akan datang, hakikat perlindungan hukum
terhadap anak. Perlindungan anak merupakan masalah penting dan dianggap sangat
penting diusahakan dari hal-hal yang berkembang dalam kehidupan masyarakat, seperti
yang sering dihadapi anak, yakni kekerasan yang dihadapi di rumah dan di sekolah yang
3
berkaitan era dengan kemiskinan, nilai sosial, agama dan adat istiadat serta hal lainnya.
Perlindungan anak dapat dilakukan sesuai kebutuhan sehingga perlindungan dilakukan
bertanggungjawab dan dapat bermanfaat.
Hakikat perlindungan anak sendiri dapat dibedakan menjadi dua bagian menurut
penulis, yang dimana kedua bagian tersebut merupakan unsur inti dalam perlindungan
anak. Adapun kedua bagian yang Penulis maksud adalah:
1) Perlindungan anak yang bersifat yuridis, mencakup:
a. Perlindungan dalam bidang hukum publik dan
b. Perlindungan dalam bidang hukum keperdataan.
2) Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi:
a. Perlindungan dalam bidang sosial,
b. Perlindungan dalam bidang kesehatan,
c. Perlindungan dalam bidang pendidikan.

Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka
koordinasi kerja sama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah
ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Perlindungan Anak
berhubungan dengan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1) Luas lingkup perlindungan:
a Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan, pemukiman,
pendidikan, kesehatan, hukum.
b Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah.
c Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang berakibat
pada prioritas pemenuhannya.
2) Jaminan pelaksanaan perlindungan:
a Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap
pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui, dirasakan oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam kegiatan perlindungan.
b Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu peraturan tertulis baik dalam bentuk
undang-undang atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana tetapi dapat
dipertanggungjawabkan serta disebarluaskan secara merata dalam masyarakat.
c Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di Indonesia tanpa
mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan di negara lain, yang patut
dipertimbangkan dan ditiru (peniruan yang kritis)

4
Adapun dasar dari pelaksanaan perlindungan anak adalah:
1) Dasar Filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga,
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan perlindungan
anak;
2) Dasar Etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang
berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan,
kekuasaan, dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak;
3) Dasar Yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada Undang-undang
Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan
dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan
perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.
Sementara itu Pelaksanaan perlindungan anak, harus memenuhi syarat antara lain:
1) Merupakan pengembangan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan anak;
2) Harus mempunyai landasan filsafat, etika, dan hukum;
3) Secara rasional positif; dapat dipertanggungjawabkan; bermanfaat untuk yang
bersangkutan; mengutamakan perspektif kepentingan yang diatur, bukan perspektif
kepentingan yang mengatur;
4) Tidak bersifat aksidental dan komplimenter, tetapi harus dilakukan secara konsisten,
mempunyai rencana operasional, memperhatikan unsur-unsur manajemen;
5) Melaksanakan respons keadilan yang restoratif (bersifat pemulihan);
6) Tidak merupakan wadah dan kesempatan orang mencari keuntungan pribadi atau
kelompok;
7) Anak diberi kesempatan untuk berpartisipasi sesuai situasi dan kondisinya;
8) Berdasarkan citra yang tepat mengenai anak adalah manusia;
9) Berwawasan permasalahan (problem oriented) dan bukan berwawasan target;
10) Tidak merupakan faktor kriminogen;
11) tidak merupakan faktor viktimogen.
Sehigga dengan adanya luas lingkup perlindungan, jaminan perlindungan, dasar dari
pelaksanaan perlindungan, serta syarat pelaksanaan perlindungan anak dapat membuat
anak-anak di Indonesia dapat sejahtera mental maupun fisik, sehingga nantinya akan
tercapainya cita-cita bangsa Indonesia.

5
”KEBEBASAN BEREKSPRESI DI ERA DEMOKRASI: CATATAN
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA”
Referensi:
Luysky Selian, Della dan Cairin Melina. 2018. ”Kebebasan Berekspresi Di Era
Demokrasi: Catatan Penegakan Hak Asasi Manusia”. Lex Scientia Law Review; 2(2):189-
198.

A. Masalah
Setiap manusia dari sejak dalam kandungan sudah mempunyai hak-haknya yang
sudah dijamin secara konstitusi, dan ketika bertambah umurnya tentunya setiap manusia
dapat bebas berekspresi. Tentunya di negara kita yaitu Indonesia sebagai negara hukum
tentunya memiliki sejumlah peraturan yang melindungi hak-hak manusia serta sebagai negara
demokratis berwenang untuk mengatur dan melindungi pelaksanaannya. Yang dilaksanakan
tanpa memandang ras, suku, dan agama. Kebebasan berekspresi juga merupakan hak dasar
dalam kehidupan bernegara. Dalam suatu sisi Hak Asasi memiliki sifat dasar yang membatasi
kekuasaan pemerintahan, namun sebaliknya pada sisi lain pemerintah diberi wewenang untuk
membatasi hak-hak dasar sesuai dengan fungsi pengendalian (Sturing). Jadi walaupun hak-
hak dasar itu mengandung sifat yang membatasi kekuasaan pemerintah, pembatasan tersebut
tidak berarti mematikan kekuasaan pemerintah yang dasarnya berisi wewenang untuk
mengendalikan kehidupan masyarakat. Salah satu hak dasar warga negara adalah hak
demokrasi dan kebebasan atas penyelenggaraan, pemenuhan, dan penggunaan hak demokrasi
itu sendiri. Hak tersebut merupakan bagian yang penting dalam perjalanan kebangsaan
mengingat bahwa upaya demokratisasi yang berujung pada kebebasan demokrasi tersebut
dari waktu ke waktu yang kian terus mengalami perkembangan. pada awal abad ini pun kita
terus menyaksikan gelombang aneksasi (penggabungan) paham demokrasi mewabah ke
seluruh negara berbarengan dengan isu-isu global lainnya seperti hak asasi manusia, keadilan,
masalah gender, dan persoalan lingkungan hidup. Sehingga bagaimana kebebasan ekpresi
dalan perspektif HAM sangat penting.
B. Teori
Di Indonesia sebagai negara hukum, jaminan mengenai kebebasan berekspresi diatur
dalam UUD 1945 Amandemen ke II yaitu dalam Pasal 28 E ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Selanjutnya dalam ayat (3) menyatakan “Setiap orang

6
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Selain itu UU
No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur mengenai
kebebasan berekpresi tersebut, dalam Pasal 22 ayat (3) UU tersebut menyebutkan
bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat
sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak
elektronikdengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan
umum, dan keutuhan bangsa”. Pasal 28 F, Pasal ini dijelaskan sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi dan media saat ini. Berisikan tentang hak atau kebebasan pada setiap
orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya. Selain itu, setiap orang juga berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, dan menyimpan informasi, serta menyebarkannya dengan bertanggungjawab.Dan
UU Nomor 9 TAhun 1998 yang berisi tentang kebebasan menyatakan pendapat1
C. Metode
Pada penulisan ini menggunakan metode qualitative research. Dalam pengumpulan
data, data-data dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustkaan (Library Research),
dengan merujuk kepada, buku-buku, jurnal atau artikel. Dalam pengumpulan data-data tersebut
penulis lebih mengacu kepada data-data dari buku-buku dan jurnal.
D. Hasil dan Pembahasan
HAM dalam Sistem Politik Demokratis
Dalam sistem politik demokratis, watak hukum yang dihasilkan bersifat responsif dan
akomodatif. Substansi hukum yang tertuang di dalam beragam peraturan perundangan yang ada
menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. HAM menjadi salah satu ukuran
penegakan hukum. Dalam sistem tersebut terjalin komunikasi serasi antara opini publik lewat
wakil-wakilnya, juga media massa, agamawan, cendekiawan, dan LSM dengan pemerintah.
Semua warga negara mempunyai kedudukaan yang sama di depan hukum. Penguasa/ Pemerintah
di dalam menjalankan roda pemerintahannya lewat keputusan dan kebijakan yang ditempuh,
memiliki kekuasaan, kewenangan, kekuatan, serta fasilitas yang dipakai sebagai alat/sarana, baik
dalam menjalankan tugas maupun menyelesaikan konflik yang ada. Politik hukum yang
dituangkan di dalam undang-undang dasar suatu negara merupakan pedoman utama serta pilihan
yang harus dilaksanakan oleh para pejabat negara. Kajian demokrasi dalam kepustakaan ilmu
politik pada garis besarnya dapat dikelompokkan dalam dua sudut pandang, yaitu kajian tentang
demokrasi secara normatif melalui pengelaborasian gagasan-gagasan, ide-ide yang bersifat
abstraksi tentang hakekat demokrasi itu sendiri. Sedangkan di lain pihak, konsep demokrasi dapat

1
https://guruppkn.com/undang-undang-yang-mengatur-tentang-ham diakses pada hari Rabu tanggal 24
Juni 2020 pukul. 15.24 WIB.

7
pula ditelaah dari segi prosedural, yaitu bagaimana praktek demokrasi di suatu negara. Demokrasi
memberikan peluang bagi setiap orang untuk menikmati kebebasan yang dimilikinya secara
proporsional karena kebebasan yang dimilikinya dibatasi oleh kebebasan orang lain. Hak dan
kebebasan politik melahirkan ciri kedua atau dimensi kedua dari demokrasi, yaitu pluralisme
politik. Karena itu ada yang mengatakan kalau tidak dijamin pluralisme, tidak ada demokrasi.

Kebebasan Berekspresi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, hak asasi manusia bersifat universal dan langgeng, sehingga harus dihormati,
dilindungi, dan dipenuhi serta tidak boleh diabaikan , dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Tugas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM selain kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah, dibutuhkan juga perandan partisipasi dari masyarakat.
Di awal era reformasi di Indonesia penegakan HAM memang menjadi tuntutan utama
bagi masyarakat. Masyarakat menuntut dan menghendaki adanya kesempatan untuk dapat
menyampaikan pendapat dengan baik melalui tulisan ataupun lisan, dapat berpartisapasi
dalam pemerintahan dan kemudian dapat berorganisasi. Dengan lahirnya tuntutan dari
masyarakat tersebut maka dapat dikatakan bahwa pada masa Orde Baru kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengemukakan pendapat memang terbelenggu oleh kekuasaan pemerintah.
Kebebasan berekspresi merupakan menjadi salah satu elemen yang penting dalam
berlangsungnya demokrasi serta partisipasi publik dalam melaksanakan haknya secara efektif
baik dalam hal partisipasinya dalam pengambilan sebuah kebijakan publik atau dalam hal
pemungutan suara. Apabila masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengemukakan
pendapatnya atau menyalurkan aspirasinya maka dapat dikatakan bahwa proses demokrasi
dalam suatu Negara tidak berjalan baik serta dapat menimbulkan suatu pemerintahan yang
otoriter. Kebebasan masyarakat dalam berekspresi untuk mengemukakan pendapatnya
merupakan hak dan tanggung jawab dari negara demokrasi. Memilih dan dipilih merupakan
hak sipil politik. Sebagai hak, ia menghendaki jaminan kebebasan untuk menggunakan atau
tidak menggunakannya. Memilih untuk memilih atau memilih untuk tidak memilih adalah
pilihan dan pilihan adalah hak.
Dalam suatu pemerintahan yang demokratis masyarakat diberi kesempatan untuk
menilai kinerja pemerintah. Dalam penilaian dan kontrol itulah masyarakat memerlukan
semua informasi tentang pemerintahan. Kebebasan berekspresi memiliki dimensi politik,
bahwa kebebasan berekpresi dianggap sebagai elemen yang mendasar bagi keikutsertaan
warga dalam kehidupan politik serta mendorong gagasan kritis. Hubungan kebebasan

8
berekspresi dengan demokrasi yang kemudian diakui dalam hukum internasional hak asasi
manusia yang menyatakan bahwa kebebasan berekspresi menjadi prasyarat dalam
terwujudnya prinsip transparansi dan akuntabilitas yang pada akhirnya sangat esensial bagi
pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi kemudian juga
digunakan sebagai pintu bagi dinikmainya kebebasan berkumpul, berserikat dan pelaksanaan
hak untuk memilih.

Pembatasan Kebebasan Berekspresi Dalam Hak Asasi Manusia


Meskipun hak berekspresi dianggap ‘tidak’ sefundamental hak atas hidup, hak
beragama dan berkeyakinan, hak bebas dari penyiksaan, dan masih dimungkinkan untuk
diderogasi, hak ini selalu menjadi pengawal utama hak-hak dasar manusia. Pertanyaan
muncul ketika kebebasan berekspresi digunakan untuk menghasut dan mengorbankan
kebencian, atau etnisitas, kebangsaan, asal usul, xenophobia (kebencian terhadap orang
asing), dan agama.
Dalam Konvenan Hak-Hak Sipil Politik (International Convenant on Civil and
Political Rights/ICCPR) secara eksplisit dijelaskan bahwa dimungkinkannya suatu
pembatasan atau pengurangan atas berbagai kategori hak asasi, meskipun hal tersebut
dilakukan secara situasional dan bersyarat. Hal ini menunjukkan bahwa perspektif atau
instrument HAM membolehkan suatu pelaksanaan pemenuhan HAM dapat dikompromikan
dengan urusan lain, seperti terjadinya gangguan keamanan dalam skala besar, mengancam
keamanan public, masalah bencana alam dan sebagainya. Sejauh prasyarat tersebut
dilaksanakan tetap menjunjung demokrasi dan dilakukan semata-mata demi terwujudnya
kesejahteraan sosial.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kebebasan berekspresi, menyatakan pendapat
yang dinyatakan dalam pasal 19 ICCPR dan hak berorganisasi/berasosiasi (Pasal 21 ICCPR)
dapat dijadikan sebagai subjek derogasi (pembatasan atau pengurangan). Subjek dari derogasi
sendiri termuat dalam pasal 19, Pasal 20 dan Sub-pasal 19 dan 2. Ketentuan dalam pasal 20
menjadi pagar pembatas kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Hal ini sangat
relevan untuk mencegah adanya kebebasan berekspresi dalam bentuk tulisan, gambar, atau
audio yang didalamnya berisi seruan atau propaganda untuk perang. Selain itu pembatasan
dalam kebebasan berekspresi juga dibatasasi dalam hal menyuarakan akan kebencian atas
dasar kebangsaan, ras, agama yang merupakan suatu tindakan penghasutan untuk melakukan
diskriminasi.

9
“IMPLEMENTASI NILAI-NILAI HAK ASASI MANUSIA GLOBAL
KE DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA YANG
BERLANDASKAN PANCASILA”
Referensi:
Asmara Triputra, Yuli. 2017. ”Implementasi Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia Global
Ke Sistem Hukum Indonesia Yang Berlandaskan Pancasila”. Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM 24(2): 279 – 300.

A. Masalah
Negara Indonesia adalah negara hukum, yang berarti bahwa setiap penyelenggaraan
bernegara di Indonesia harus berlandaskan dengan hukum yang ada dan berlaku di Indonesia,
bahkan persoalan Hak Asasi Manusia sekalipun. Tentunya nilai-nlai HAM dalam negara
hukum Indonesia harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan yang ielas dan
tegas serta bagaimana cara menjalankan dan mempertahankannya. Dan salah satu wacana
ketika membicarakan penerapan HAM pada skala nasional, yaitu universalisme menyatakan
bahwa akan semakin banyak budaya yang berkembang untuk kemudian memiliki system
hukum dan hak yang sama dengan budaya barat dan relativisme menyatakan sebaliknya,
bahwa suatu budaya tradisional tidak dapat diubah. Sehingga bagaimana implementasi nilai-
nilai HAM global ke dalam system hukum Indonesia yang berlandaskan Pancasila ini.
B. Teori
UUD 1945 pasal 28A sampai pasal 28J, Ketetapan MPR Nomor XVII/ MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia, UU Pers, UU tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat (UU
Unjuk rasa), UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999), UU Pemilu, perlakuan atau hukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan UU ratifikasi Konvensi Anti
Diskriminasi Rasial. Dari sisi politik, rakyat Indonesia telah menikmati kebebasan politik
yang luas. Empat kebebasan dasar, yaitu hak atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi,
hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berorganisasi, dan hak untuk turut serta
dalam pemerintahan, yang vital bagi bekerjanya sistem politik dan pemerintahan demokratis
telah dinikmati oleh sebagian besar rakyat Indonesia.
C. Metode
Pada penelitian ini merupakan penelitian hukum normatf, yaitu penelitian terhadap
data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka. Data sekunder dalam penelitian ini berupa
bahan hukum primer yakni perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM serta bahan hukum

10
sekunder berupa literatur dan pendapat para pakar yang berkaitan dengan permasalahan.Data
yang terkumpul dianalisis secara kualititatif, yaitu analisis yang didasarkan pada nilai, kualitas
dan keadaan data yang diperoleh. Dengan kata lain, pencarian kebenaran dalam penelitian ini
didasarkan dan diukur dengan kualitas, nilai dan keadaan data yang bersangkutan.
D. Hasil dan Pembahasan
Konsep Dasar HAM
HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia, bukan
karena diberi oleh masyarakat, atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, meskipun setiap orang terlahir
dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda,
tetap mempunyai hak-hak tersebut. Beberapa prinsip telah menjiwai HAM internasional ,
antara lain : Prinsip kesetaraan (equality), pelarangan diskriminasi (non discrimination),
prinsip Ketergantungan , prinsip dipertukarkan (inalienable), prinsip ketergantungan
(indivisibility), prinsip universal (universality).
Pancasila sebagai Nilai Fundamental Bangsa
Para founding fathers telah merumuskan Pancasila sebagai nilai-nilai fundamental
Bangsa Indonesia, merupakan dasar pengikat konsistensi dari sistem hukum Indonesia.
Pancasila, sebagai sumber hukum yang paling dasar, merupakan sumber tertib hukum di
Indonesia. Pancasila sebagai nilai fundamental, berkedudukan juga sebagai cita hukum
(rechtsidee) bangsa Indonesia. Arief Sidharta menyatakan bahwa :
“Tata hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan
pengejawantahan cita hukum yang dianut dalam masyarakat ke dalam berbagai aturan hukum
positif, lembaga hukum, dan proses perilaku birokrasi pemerintahan dan warga masyarakat”.
Mengaitkan HAM sebagai konsepsi universal dengan ideologi bangsa sangatlah relevan,
karena sekalipun HAM merupakan sesuatu yang melekat pada manusia secara kodrati, namun
operasionalisasinya harus disesuaikan dengan aspek sosial budaya setiap bangsa.
Implementasi Nilai-nilai HAM Global ke dalam Sistem Hukum Indonesia yang Berlandaskan
Pancasila Kedudukan Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia
Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan
pengejawantahan cita hukum yang dianut masyarakat bersangkutan ke dalam perangkat
aturan hukum positif, lembaga hukum dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan dan warga
masyarakat). Cita hukum akan mempengaruhi dan berfungsi sebagai asas umum pemandu
(guiding principle), norma kritik (kaidah evaluasi) dan faktor motivasi dalam
penyelenggaraan hukum (pembentukan, penemuan, dan penerapan hukum) dan perilaku

11
hukum.Cita hukum Pancasila ditempatkan sebagai bintang pemandu (leitstern) bagi
pembuatan UU HAM di Indonesia agar selaras dengan nilai-nilai HAM Pancasila dan UUD
1945.
Hukum positif suatu negara, tidak dapat dilepaskan dengan sistem hukum yang
berlaku di negara tersebut. Pancasila sebagai dasar negara, ditambah Pembukaan UUD 1945,
terutama alinea pertama yang menyatakan “kemerdekaan ialah hak segala bangsa serta
penjajahan harus dihapuskan”, serta alinea kedua “kemerdekaan negara menghantarkan
rakyat merdeka, bersatu, adil, dan makmur”, mengindikasikan Indonesia adalah negara
demokrasi, menjunjung tinggi supremasi hukum, serta menghormati/ menjunjung tinggi
HAM. Pembukaan UUD 1945 merupakan arah dan politik hukum dalam tataran makro,
kemudian diformalkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan oleh lembaga politik/
DPR dan dioperasionalkan/ dilaksanakan oleh pejabat/ aparat negara dalam bentuk peraturan
pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pegangan para birokrat.
Undang-undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan (ideal
norms) oleh suatu masyarakat ke arah mana cita-cita luhur kehidupan bermasyarakat dan
bernegara hendak diarahkan. Jadi konsep HAM di Indonesia bukan saja terhadap hak-hak
mendasar manusia, tetapi ada kewajiban dasar manusia sebagai warga negara untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, menghormati HAM orang lain,
moral, etika, patuh pada hukum internasional mengenai HAM yang telah diterima bangsa
Indonesia, juga wajib membela terhadap negara. Sedangkan kewajiban bagi pemerintah untuk
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM yang telah diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Nilai-nilai HAM Global
Globalisasi di bidang politik tidak terlepas dari pergerakan tentang HAM,
transparansi, dan demokratisasi. Instrumen HAM semakin berkembang dalam berbagai
konvensi dan kovenannya. Perlindungan HAM dijadikan salah satu standar untuk
berhubungan dengan negara Barat.
Negara dapat memasukkan norma-norma HAM internasional ke dalam hukum
domestiknya sesuai dengan sistem dan mekanisme hukum masing-masing. Standar HAM
yang tercermin dalam hukum kebiasaan internasional juga dapat dimasukkan ke dalam
hukum nasional (sekurang-kurangnya dengan menghilangkan perundang-undangan yang
bertentangan atau melalui praktek/ kebijakan pemerintah) sebagai bagian dari “hukum
negara”. Pada tataran teoritis dapat diterima oleh semua negara konsep-konsep HAM yang
berlandaskan falsafah Barat, namun dalam implementasi selalu terdapat perbedaan antara
12
negara yang satu dengan lainnya disebabkan sudut pandang yang berbeda. Inilah salah satu
faktor implementasi nilai-nilai universal HAM tidak seragam.
Hakikat penegakan HAM adalah diakui dan dihormatinya human dignity/ martabat
kemanusiaan setiap manusia, tanpa membedakan strata sosial, status sosial, status politik,
etnik, agama, keyakinan politik, budaya, ras, golongan dan sejenisnya. Untuk merealisasikan
ide dan pemikiran tersebut, masing-masing warga masyarakat hendaknya mengetahui dan
lebih penting menyadari posisi dan fungsi yang sedang diemban di dalam sistem
kemasyarakatan dan negara. Kuatnya kesadaran akan posisi dan fungsi yang disandang
tersebut, maka penghormatan HAM akan dapat berjalan dengan baik, tentu saja tak terlepas
juga dengan sistem politik yang dianut.

13
BENANG MERAH DARI TIGA JURNAL
Negara indonesia merupakan negara hukum yang dimana apa yang di lakukan atau
penyelenggaraannya berlandaskan hukum yang ada dan berlaku di indonesia. Hukum ada
karena perilaku manusia yang menyimpang sehingga dibuatlah peraturan dan hukum agar
manusia dapat hidup sejahtera tanpa harus terdiskriminasi oleh suatu hal. Seperti halnya yang
terdapat didalam ketiga jurnal diatas, hak asasi manusia merupakan hal yang paling dasar
dalam kehidupan bernegara. Sehingga dengan adanya Hak Asasi Manusia untuk membuat
hidup semua manusia terjamin atas kepastian hukum yang berlaku. Terlebih lagi jika setiap
manusia di negara indonesia mengamalkan nilai-nilai pancasila serta mengimplementasikan
nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam kehidupan.
Hak Asasi Manusia juga menjadi salah satu ukuran penegakan hukum. Dalam negara
demokratis tentunya substansi hukum yang tertuang di dalamnya beragam peraturan
perundangan yang ada menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pentingnya
Hak Asasi Manusia untuk dilindungi, dihormati, dipenuhi serta tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Tugas penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan
Hak Asasi Manusia ini bukan hanya kewajiban dan tanggung jawab pemerintah melainkan
kita semua. Sehingga jika Hak Asasi Manusia akan di universalisasikan secara global tetap
dilakukan dengan hukum yang ada di negara-negaranya. Yang pastinya setiap negara akan
berbeda pelaksanaannya karena berbeda sudut pandang. Dan juga setiap negara mempunyai
watak dan strata sosialnya masing-masing. Dan yang paling penting adalah hakikat dari
penegakan Hak Asasi Manusia tersebut untuk diakaui dan dihormati martabat kemanusiaan
setiap manusia tanpa membedakan strata sosial, status sosial, status politik, etnik, agama,
budaya, ras, golongan dan lainnya.

14
RELEVANSI JURNAL DENGAN TIGA VIDIO

HAM mengajarkan kita untuk merdeka atas hak-hak setiap orang. Terlebih lagi jika kita
merampas hak orang lain, tentunya itu merebut atas hak orang lain. Dalam vidio mengajarkan
kita untuk selalu berbuat baik dalam kondisi apapun. Ketika semua orang menyadari apa hak
dirinya dengan hak orang lain pasti tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Dengan
adanya hukum mengatur tentang HAM merupakan hal yang sangat baik. Karena dengan
adanya hukum yang menjamin, mengatur serta melindungi dapat membuat orang akan
merasa aman, nyaman dan membuat sejahtera hidup orang disebuah negara. Yang kemudian
HAM sangatlah penting untuk menopang terbangunnya sebuah negara demokrasi.

Sesuai dengan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan Indonesia menjadi negara yang
demokrasi. Tentunya diimplementasikan ke dalam pasal mengenai hak-hak manusia. Dengan
adanya demokrasi juga memberikan kebebasan dalam berpendapat, menyuarakan haknya,
hak hidup, hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, hak atas kebebasan
serta keamanan, hak atas memilih agama dan lainnya. Yang pada pelaksanaanya tidak
memandang status sosial, agama, suku, ras, golongan, warna kulit dan lainnya. Karena di
mata hukum semua sama. Dengan adanya HAM dimaksudkan untuk membuat generasi
penerus mempunyai moral, etika, serta perilaku yang baik.

15
RELEVANSI JURNAL DENGAN KONDISI

Dalam kondisi seperti saat ini terjadinya pandemi COVID-19 ini tentunya sangat
merugikan semua orang karena dapat menghambat aktifitas-aktifitas semua orang di seluruh
dunia. Tentunya dalam hal ini ada pula kaitannya dengan jurnal ini. Pada masa situasi darurat
kesehatan yang berdampak pada perekonomian dan sosial tentunya tidak menjadi pembatasan
ataupun kebijakan yang diambil serta tidak mengkorbankan Hak Asasi Manusia dan
demokrasi yang dilindungi dan dijamin oleh kostitusi.
Dari awal terjadinya wabah ini menyebar di Indonesia masih belum transparansi dan
memonopoli informasi mengenai sebaran daerah merah yang menyulitkan masyarakat dan
pemerintah, karena dengan tidak adanya informasi yang pasti pemerintah daerah harus
berpikir lebih jauh dan lama untuk mengambil tindakan pencegahan yang efektif dan
memadai. Dengan adanya penutupan informasi membuat masyarakat masih banyak yang
keluar rumah yang kemudiannya berakibat kepada perluasan penularan wabah ini serta
menambah pasien yang positif wabah ini. Dalam kasus ini sangat membahayakan setiap
manusia yang tertular wabah ini, terlebih lagi pada masa itu belum adanya informasi
mengenai tata cara pada saat terjadi pandemic seperti apa dan yang lainnya. Sehingga hal ini
sangat bertolak belakang dengan kewajiban menyampaikan informasi dari sejumlah peraturan
seperti pasal 154 Jo. 155 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa
Pemerintah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit
yang berpotensi menular dan menyebar dalam waktu singkat, serta Pasal 9 ayat (2) huruf d
UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 19 Undang-Undang
nomor 12 tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 14 UU
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang pada intinya merupakan jaminan hak setiap
orang untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi.
Lalu pada masa pandemic ini juga saat penanganan CPVID-19 kami mencatat, setelah
keluarnya Surat Telegram Kapolri (ST/1100/IV/HUK.7.1.2020), tercatat 41 kasus
penangkapan terhadap orang-orang yang dituduh menyampaikan penghinaan terhadap
pejabat negara atau menyebarkan berita bohong. Hal tersebut menjadi pelanggaran HAM jika
dilakukan dalam konteks mengkritik, mempertanyakan dan menyampaikan keluhan
mengenai cara-cara pemerintah dalam menangani pandemi. Padahal setiap manusia berhak
atas kebebasan berekpresi maupun berpendapat. Namun ada pembatasannya jika hak tersebut
malah digunakan menyeleweng. Kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan aspek

16
krusial yang aplikasinya harus dilindungi oleh Negara. Hal ini selaras dengan pasal 19
Kovenan Hak Sipol sebagaimana telah diadopsi substansinya dalam pasal 28E ayat (3) UUD
1945 dan turunannya dalam 23 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kemudian pada Pandemi COVID-19 menghasilkan gelombang stigma dan
diskriminasi pada kelompok tertentu, salah satunya tenaga kesehatan. Mereka mendapat
stigma negatif dari masyarakat sebagai carrier virus karena pekerjaannya sehari-hari
mengandung resiko tinggi untuk terpapar virus. Hal ini terlihat dari peristiwa perawat yang
diusir dari tempat tinggalnya, tenaga kesehatan yang ditolak oleh tetangganya, hingga
penolakan pemakaman jenazah seorang perawat di Semarang.
Stigmatisasi tersebut lahir akibat penyebaran informasi yang dilakukan pemerintah
tidak akurat dan parsial sehingga mengakibatkan publik menerima informasi tidak utuh dan
mengambil sikap sendiri yang keliru. Hal ini kembali menegaskan dampak dari pelanggaran
hak atas informasi terhadap dimensi hak lainnya. Dengan adanya stigmasi tersebut membuat
para petugas kesehatan tidak terpenuhi atas hak-haknya.

17
KESIMPULAN

HAM adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia, bukan
karena diberi oleh masyarakat, atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dapat disimpulkan bahwa HAM merupakan
elemen penting yang harus ada dalam sebuah negara. Sehingga tidak akan terjadi perbuatan
yang tidak baik. HAM akan terjamin bila dibarengi dengan hukum yang ada dan berlaku di
Indonesia. Dalam pelaksanaannya tentunya orang tua, masyarakat, serta pemerintah harus
bekerjasama agar dapat terwujud.

Pentingnya Hak Asasi Manusia untuk dilindungi, dihormati, dipenuhi serta tidak
boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Tugas penghormatan, perlindungan,
dan pemenuhan Hak Asasi Manusia ini bukan hanya kewajiban dan tanggung jawab
pemerintah melainkan kita semua. Sehingga jika Hak Asasi Manusia akan di
universalisasikan secara global tetap dilakukan dengan hukum yang ada di negara-negaranya.
Yang pastinya setiap negara akan berbeda pelaksanaannya karena berbeda sudut pandang.
Dan juga setiap negara mempunyai watak dan strata sosialnya masing-masing.

Mengaitkan HAM sebagai konsepsi universal dengan ideologi bangsa sangatlah


relevan, karena sekalipun HAM merupakan sesuatu yang melekat pada manusia secara
kodrati, namun operasionalisasinya harus disesuaikan dengan aspek sosial budaya setiap
bangsa. Hakikat penegakan HAM adalah diakui dan dihormatinya human dignity/ martabat
kemanusiaan setiap manusia, tanpa membedakan strata sosial, status sosial, status politik,
etnik, agama, keyakinan politik, budaya, ras, golongan dan sejenisnya.

18
SARAN DAN REKOMENDASI
Mungkin pada saat ini pentingnya semua orang sadar akan hak-haknya, bisa sedari
kecil diajarkan oleh orangtua, guru serta masyarakat sekitar untuk berperilaku baik.
Pentingnya mengajari sejak dini agar dapat menjadi suatu kebiasaan yang baik dan suatu saat
dapat bermanfaat untuk orang banyak. Kurang kesadarannya orang-orang disekitar membuat
tidak maksimalnya implementasi HAM. Perlunya sebagai orangtua, masyarakat maupun
pemerintah memaksimalkan pengimplementasian HAM serta membangun karakter yang baik
untuk generasi selanjutnya.

Saran saya untuk pemerintah harus memperkuat hukum mengenai HAM dan
pemerintah mengawasi dengan bertahap agar pelaksanaanya dapat berjalan dengan baik.
Dalam pelaksanaannya tentu perguruan tinggi, ormas dan lainnya membantu dalam
mengimplementasiannya. Semua komponen yang ada di masyarakat juga sangat penting guna
memantau pelaksanaannya.

19
DAFTAR PUSTAKA
Fachri Said, Muhammad. 2018. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia”. Jurnal Cendekia Hukum; 4(1).
Luysky Selian, Della dan Cairin Melina. 2018. ”Kebebasan Berekspresi Di Era
Demokrasi: Catatan Penegakan Hak Asasi Manusia”. Lex Scientia Law Review; 2(2):189-
198.
https://guruppkn.com/undang-undang-yang-mengatur-tentang-ham diakses pada hari
Rabu tanggal 24 Juni 2020 pukul. 15.24 WIB.
Asmara Triputra, Yuli. 2017. ”Implementasi Nilai-Nilai Hak Asasi Manusia Global
Ke Sistem Hukum Indonesia Yang Berlandaskan Pancasila”. Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM 24(2): 279 – 300.

20

Anda mungkin juga menyukai