Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN TETAP

MANAJEMEN KESEHATAN IKAN

PENCEGAHAN BAKTERI EDWARSIELLA TARDA


MENGGUNAKAN DAUN JAMBU BIJI PADA PAKAN
KOMERSIL, SERTA PENGAMATAN LEUKOSIT PADA IKAN
PATIN (Pangasius Hypopthatlmus)

Kelompok 4B

Muhamad Fauzan Sadina Putra 05051381823044


Elydia Rossanty 05051281823024
Indah Rismoni 05051281823061
Muhammad Iqbal Saputra 05051281823054
Melia Intan Sari 05041381722042

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, baik dari tahap pembenihan
maupun tahap pembesaran. Kandungan protein yang dimiliki ikan patin cukup
tinggi berkisar hingga 28-30% (Rumimpunu et al., 2017). Ikan patin adalah ikan
yang termasuk jenis ikan air tawar asli di Indonesia yang tersebar di bagian
wilayah Kalimantan dan Sumatera. Ikan patin termasuk jenis ikan yang berasal
dari sungai-sungai besar dan berhasil dipijahkan ke dalam kolam (Yuli dan Harris,
2017). Ikan patin merupakan ikan air tawar yang mempunyai beberapa kelebihan,
antara lain, pertumbuhan yang cepat, mampu mencapai ukuran besar dan dapat di
budidayakan dengan kepadatan tinggi di berbagai wadah (Setyowati et al., 2014).
Penyakit yang menyerang ikan secara umum dikelompokkan menjadi dua
yaitu penyakit infeksius dan non infeksius. Penyakit bakteri yang menyerang ikan
merupakan salah satu jenis penyakit infeksius. Penyakit ini terjadi dari interaksi
yang tidak serasi antara tiga komponen utama, yaitu lingkungan, biota, dan
organisme penyebab penyakit (Irianto, 2005). Penyebab penyakit bakteri ini tidak
selalu dari serangan organisme, tetapi juga bisa dipicu oleh lingkungan, seperti
kualitas air yang kurang baik dan faktor makanan yang tidak memenuhi syarat
(Saragih et al., 2014). Salah satu penyakit bakteri yang menyerang ikan patin
adalah Edwardsiellosis yang disebabkan oleh serangan bakteri E. tarda. Menurut
Janda and Abbort (1991), bakteri E. tarda telah menyerang ikan budidaya
sebanyak 250 kasus penyakit yang disebabkan bakteri tersebut dan menimbulkan
gastroenteritis, septicemia. Penyakit ini mampu menyebabkan kematian massal
pada ikan air tawar dan ikan laut (Ali et al., 2014). Penggunaan antibiotik yang
terus-menerus dapat menyebabkan bakteri patogen menjadi resisten. Selain itu di
mungkinkan pula terjadinya residu antibiotik di dalam tubuh ikan, sehingga
membahayakan konsumen apabila dikonsumsi (Setyowati et al., 2014).
Berkembangnya penyakit ikan dalam proses budidaya ikan pada dasarnya
disebabkan terjadinya ketidak seimbangan interaksi faktor lingkungan, mikroba
air dan ikan. Ketidakseimbangan ini dapat disebabkan perubahan kualitas air
menjadi buruk sehingga mikroba pathogen berkembang dalam air dan menyerang
ikan budidaya (Kordi, 2009). Selama ini pencegahan terhadap serangan bakteri
pada umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotik dan bahan kimia. Akan
tetapi, penggunaan antibiotik dapat menimbulkan efek samping bagi patogen itu
sendiri maupun terhadap ikan yang dipelihara. Pemberian antibiotik secara terus
menerus dengan dosis/konsentrasi yang kurang/tidak tepat, akan menimbulkan
masalah baru yaitu meningkatnya resistensi mikroorganisme terhadap bahan
tersebut. Selain itu, residu dari antibiotik dapat mencemari lingkungan perairan
yang mengakibatkan kualitas air menjadi turun dan manusia yang
mengkonsumsinya (Aldermann, 2004).
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlu ada alternatif bahan obat yang
lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah satu
alternatifnya adalah dengan menggunakan tumbuhan herbal yang bersifat anti
parasit, anti jamur, anti bakteri, dan anti viral. Beberapa keuntungan
menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah
diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya
terhadap lingkungan sekitarnya (Suryaningtyas et al., 2018). Salah satu tumbuhan
obat tradisional yang dapat dimanfaatkan dalam pencegahan berbagai penyakit
ikan adalah daun jambu biji (Psidium guajava. L) bermanfaat sebagai obat herbal
dan dapat dimanfaatkan untuk pengobatan ikan yang terinfeksi penyakit. Daun
jambu biji mengandung tanin, flavonoid, alkaloid, saponin, fenol, minyak atsiri
dan quersetin (Setyowati et al., 2014).

1.2. Tujuan
Untuk menguji efektifitas kinerja daun jambu biji (Psidium guajava. L) pada
ikan patin (Pangasius hypopthalmus) sebagai upaya pencegahan infeksi bakteri
Edwarsiella tarda.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus)


Menurut (ISN, 2000), klasifikasi ikan patin siam sebagai berikut :
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Pisces
family : Pangasidae
genus : Pangasius
spesies : Pangasius hypopthalmus
Morfologi ikan patin disajikan pada Gambar 2.1.

Sumber : beritamedia.id
Gambar 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus)

Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) adalah salah satu ikan asli perairan
Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis-jenis ikan patin di Indonesia
sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal,
Pangasius lithostoma, Pangasius humeralis, Pangasius nasutus, Pangasius
polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Pangasius sutchi dan Pangasius
hypopthalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau lele Bangkok merupakan
ikan introduksi dari Thailand (Kordi, 2005).
Menurut (PPUK, 2010) Ikan patin secara morfologi dapat dibedakan yaitu
pada bagian kepala dan badan. Badan kepala terdiri dari rasio panjang
standar/panjang kepala 4,12 cm, kepala relatif panjang, melebar kearah punggung,
mata berukuran sedang pada sisi kepala, lubang hidung relatif membesar, mulut
subterminaldan relatif kecil serta melebar kesamping, gigi tajam dan sungut
mencapai belakang mata. Pada bagian badan terdiri dari rasio pnajang
standar/tinggi badan 3,0 cm, tubuh memanjang, warna punggung kebiru-biruan,
pucat pada bagian perut dan sirip transparan, perut lebih besar dari panjang
kepala, jarak sirip perut keujung moncong relatif panjang. Panjang tubuh ikan
patin bisa mencapai 120 cm, kepala ikan patin relati fkecil dengan mulut yang
terletak diujung kepala agak disebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas
golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang
berfungsi sebagai peraba (Djariah, 2001).

2.2. Klasifikasi dan Manfaat Tanaman Herbal Daun Jambu Biji


Menurut Haposh dan Hasanah (2011), secara botani, tanaman jambu biji
diklasifikasikan sebagai berikut:
kingdom : Plantae
divisi : spermatophyta
class : Dicotyledoneae
ordo : Myrtales
famili : Myrtaceae
genus : Psidium
spesies : Psidium guajava L.
Morfologi daun jambu biji disajikan pada Gambar 2.2.

Sumber : merdeka.com
Gambar 2.2. Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Hasil skrining fitokimia, daun jambu biji mengandung metabolit sekunder,
terdiri dari tanin, polifenolat, flavonoid, monoterpenoid, siskulterpen, alkaloid,
kuinon dan saponin (Kurniawati, 2006). Komponen utama dari daun jambu biji
adalah tanin yang besarnya mencapai 9-12% (Depkes, 1989). Menurut Masduki
(1996) dalam Ajizah (2004) tanin bersifat antibakteri dengan cara mempresipitasi
protein. Efek antimikroba tanin melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi
enzim, destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik. Alkaloid, flavonoid dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Ahmad, 1986 dalam
ajizah, 2004). Saponin termasuk golongan senyawa triterpenoid dapat digunakan
sebagai zat antimikroba (Musalam, 2001).
Daun jambu biji juga mengandung zat lain yaitu minyak atsiri, asam psidiloat,
asam ursolat, asam krategolat, asam oleanoloat, asam guajaverin dan vitamin
(Buckle, 1985 dalam Fachry et al., 2012). Senyawa polifenol, flavonoid, minyak
atsiri dan tanin memiliki aktivitas antibakteri. Menurut penelitian Hardjawinata et
al., (2009), memperlihatkan bahwa hasil fitokimia ekstrak daun jambu biji
mengandung flavonoid, tanin, polifenol, monoterpenoid, sesquiterpenoid,
tritepenoid, kuinon dan saponin. Berdasarkan hasil penelitian Nurjannah (2012),
ekstrak daun jambu biji dapat digunakan untuk mengobati MAS (Motile
Aeromonas Septicemia) pada ikan nila. Penelitian Maryani dan Rosita (2006),
menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun jambu biji sebanyak 4g per 100g
pakan efektif untuk mencegah dan mengobati ikan mas yang terinfeksi bakteri A.
hydrophil, selain itu juga dalam penelitian Setyowati et al., (2014), perendaman
ektrak daun jambu biji telah digunakan untuk mengobati ikan patin yang diinfeksi
oleh bakteri Edwardsiella tarda.

2.3. Imunitas Ikan


Sistem Imunitas atau kekebalan adalah Mekanisme pertahanan diri terhadap
partikel asing / Patogen. Ikan telah diketahui lebih mengandalkan mekanisme
sistem kekebalan non-spesifiknya /alamiah /bawaan (innate immune system) dari
pada sistem kekebalan spesifiknya. Pertahanan non-spesifik merupakan sistem
pertahanan tubuh yang sangat penting pada sistem kekebalan tubuh ikan. Pada
ikan, respon imun baru terbentuk secara sempurna manakala ikan telah dewasa.
Ikan-ikan muda tidak mempunyai respon imun spesifik yang sempurna dan
bergantung pada respon selular non-spesifik untuk bertahan dari serangan infeksi
mikroba. Pertahanan nonspesifik merupakan pertahanan utama pada ikan stadia
benih dan ikan muda (Ode, 2013).
Sebagaian besar sistem pertahanan tubuh pada ikan berupa protein seperti
antibodi, Mayor Histocompatability Complex (MHC), protein reseptor baik sel B
atau sel T yang berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral dan
lainnya. Protein-protein dalam komponen sistem pertahanan tubuh ikan dikode
dengan suatu gen yang terletak pada DNA inti atau DNA kromosomal. Gen-gen
tersebut akan diaktifkan ketika sel mendapatkan rangsangan berupa infeksi
mikroorganisme, untuk disintesis menjadi mRNA yang mengkode protein-protein
yeng berhubungan dengan sistem pertahanan tubuh. Kemudian proteinprotein
tersebut akan bekerja sesuai dengan perannya masing-masing untuk mendegradasi
antigen yang masuk. Ketika antigen telah didegradasi oleh protein sistem
pertahanan tubuh tadi, gen-gen tersebut akan dinonaktifkan sehingga sintesis
mRNA yang mengkode protein dihentikan (Ode, 2013).

2.4. Gambaran Darah Terkait Kesehatan Ikan


Darah merupakan salah satu bagian yang terdapat pada ikan yang dapat
digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kesehatan ikan. Sesuai
dengan pernyataan Salasia et al., (2001) bahwa gambaran normal darah ikan
diperlukan untuk menentukan status kesehatan dan membantu diagnosis penyakit
pada ikan. Pemeriksaan histopatologi merupakan teknik pemeriksaan dengan
mempelajari perubahan abnormal sel atau jaringan yang digunakan untuk
menentukan diagnosis penyakit pada ikan (Sudaryatma et al., 2012). Espelid et
al., (1987) menyatakan bahwa perubahan hematologi pada darah perifer dapat
digunakan sebagai indikator adanya infeksi dan kondisi stres pada ikan.
Pemeriksaan histopatologi pada ikan dapat memberikan gambaran perubahan
jaringan ikan yang terinfeksi penyakit. Dalam penentuan penyakit pada ikan,
diagnosis penyakit merupakan langkah awal yang perlu diterapkan (Asniatih,
2013), oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran darah dan
histopatologi ikan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan.
BAB 3
METODE KERJA

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Percobaan dan
Laboratorium Budidaya Perairan, Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada tanggal 20 April – 30
April 2021.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan disajikan pada Tabel 3.1. sebagai berikut:
Tabel 3.1. Alat yang digunakan
Nama Alat Spesifikasi Kegunaan
Akuarium 30 x 30 x 20 Untuk wadah pemeliharaan ikan
Suntikan 1 ml Untuk menyuntikkan bakteri ke ikan
Kain - Untuk menutup mata ikan pada saat
penyuntikan
Tisu - Untuk membersihkan air ataupun kotoran
selama praktikum
Spluit suntik - Untuk penyuntikan ikan
Nampan - Untuk wadah pada saat penyuntikan
Timbangan Analitik 0,1 g Untuk menimbang bobot ikan
Penggaris 1 cm Untuk mengukur panjang ikan

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan disajikan pada Tabel 3.2. sebagai berikut:
Tabel 3.2. Bahan yang digunakan
Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan
Ikan Patin 10 ekor Digunakan untuk uji coba praktikum
Air 20 Liter Sebagai media hidup ikan
Pelet Komersil Protein Untuk pemberian pakan ikan
30%
Daun jambu biji - Digunakan untuk uji coba sebagai obat
herbal
Bakteri - Bakteri uji
Edwardsiella tarda
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Persiapan Wadah Pemeliharaan
Sebelum dilakukan pemeliharaan, wadah pemeliharaan dipersiapkan terlebih
dahulu. Wadah pemeliharaan yang digunakan yaitu akuarium. Sebelu digunakan
akuarium dibersihkan terlebih dahulu agar lumut atau kotoran ynag menempel
hilang. Setelah akuarium bersih, kemudian akuarium diisi dengan air bersih.

3.3.2. Pembuatan Tanaman Herbal Tepung Daun Jambu Biji


Pada tahap pembuatan tepung daun jambu biji adalah daun jambu biji
dibersihkan dan dikeringkan. Setelah daun jambu biji kering tahap berikutnya
daun dipisahkan dari tulang tengah daun kemudian dihaluskan dengan
menggunakan blender dan disaring dengan menggunakan saringan. Pakan
komersil yang mengandung protein 30% dihaluskan dengan menggunakan
blender sampai menjadi tepung. Selanjutnya tepung daun jambu biji dicampur
dengan tepung pakan komersil dengan komposisis penambahan tepung daun
jambu biji sebanyak 1,5%, dan ditambahkan air sampai menjadi kalis. Setelah
kalis pakan dicetak menggunakan gilingan daging. Pakan yang sudah dicetak lalu
dikeringkan (Matrilesi et al., 2018).

3.3.3. Cara Pengambilan Darah


Letakkan ikan dengan kepala menghadap ke sebelah kiri. Isi alat suntik
dengan Na-Sitrat sedikit, bilas dan buang kembali lalu darah diambil pada bagian
vena caudalis yaitu pembuluh darah terbesar ini yang terletak tepat di bagian
ventral tulang vertebrae (tulang punggung). Tusukkan jarum di atas antara anus
dan ujung sirip anal. Tusukkan horisontal ke arah kranial sampai mengenai tulang
vertebrae.Tarik jarum sedikit, lalu tariklah penghisap jarum suntik sampai darah
terhisap sebatas yang diinginkan. Cabut jarum dan alat suntik lalu tutup bekas
suntikan dengan kapas beralkohol. Dengan memegang alat suntik antara ibu jari
dan telunjuk goyangkan ke kiri-kanan agar darah tercampur rata dengan
antikoagulan. Cairan darah ini siap digunakan dan bisa disimpan juga di lemari es
sebelum digunakan.
Untuk pengamatan darah, dilakukan pembuatan preparat ulas dengan cara
Pegang gelas obyek dengan telunjuk dan ibu jari. Teteskan sedikit darah pada
gelas obyek bersih (A) bagian sebelah kanan. Letakkan gelas obyek lain (B)
disebelah kiri tetesan darah membentuk sudut 30 0. Tarik gelas obyek ke kanan
sampai menyentuh darah tersebut. Setelah darah menyebar sepanjang tepi gelas
obyek B, dorong gelas obyek tersebut ke kiri dengan tetap membentuk sudut 30 0
bila tetesan darah sedikit dan diseret cepat (jangan sampai menindas sel darah).
Tujuan dari tindakan ini adalah agar ulasan darah pada gelas obyek tipis sehingga
darahnya kelak mudah diamati, selain itu agar sel-sel darah yang diulas tidak
pecah karena tertindas. Setelah itu ulasan dikering udarakan.Untuk memudahkan
pengamatan maka darah dapat diwarnai dengan pewarna Giemsa.

3.3.4. Aplikasi Obat


Tepung daun jambu biji yang sudah dicampurkan dengan tepung pakan
komersil dan sudah dicetak menjadi pakan, kemudian pakan tersebut diberikan
kepada ikan selama pemeliharaan. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali
pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB, pakan diberikan secara at satiation
(sampai kenyang).

3.4. Parameter yang Diamati


3.4.1. Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot mutlak dihitung menggunakan rumus Huisman (1976),
sebagai berikut:
W = Wt – Wo
Keterangan : W : Pertumbuhan biomassa mutlak (g)
Wt : Bobot ikan akhir (g)
Wo : Bobot ikan awal (g)

3.4.2. Pertumbuhan Panjang Mutlak


Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Huisman
(1976), sebagai berikut:
L= Lt – Lo
Keterangan : L : Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
Lt : Panjang ikan akhir (cm)
Lo : Panjang ikan awal (cm)

3.4.3. Kelangsungan Hidup atau Survival Rate


Survival Rate dihitung menggunakan rumus Huisman (1976), sebagai berikut:
SR = Nt x 100
No
Keterangan : SR : Survival rate (%)
Nt : jumlah ikan akhir (ekor)
No : jumlah ikan awal (ekor)

3.4.4. Konversi pakan atau Feed conversion ratio


Untuk mendapatkan nilai FCR dihitung menggunakan rumus Steffens (1989),
sebagai berikut:
FCR = F x 100
[(W+D)-Wo]

Keterangan :
FCR = Konversi pakan
F = Jumlah pakan yang diberikan (g)
Wo = Bobot rata-rata individu pada awal pemeliharaan (g)
Wt = Bobot rata-rata individu pada akhir pemeliharaan (g)
D = Bobot rata-rata ikan mati (g)

3.4.5. Sel Darah Putih (Leukosit)


Darah diambil hingga skala 0,5 kemudian ditambahkan larutan turk hingga
mencapai skala 11. Kemudian digoyangkan seperti angka 8 selama 3–5 menit.
Setelah itu dibuang satu tetes. Lalu darah diamati di mikroskop dengan perbesaran
400 kali. Kemudian hasil hitungan dimasukkan ke dalam rumus:
SDP (sel/mm3) = sel terhitung × faktor pengencer
volume kotak
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Pertumbuhan
Adapun tabel pertumbuhan pada ikan lele dalam praktikum yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
4.1.1. Bobot mutlak ikan patin
No Awal (gr) Akhir (gr)
1. 14 16,5
2. 14,2 15
3. 12 13,5
4. 13 14,2
5. 13,7 15,6
6. 12,4 14,2
7. 14 15,5
8. 12 13,6
9. 12 13,3
10. 14 15,8
Rata- 13,13 14.72
rata

4.1.2. Panjang Mutlak


No Awal (cm) Akhir (cm)
1. 10.3 11,2
2. 10 11,4
3. 9,5 11,4
4. 9,5 10.5
5. 10 12
6. 9 11,3
7. 9 11,5
8. 8,7 11,8
9. 10 11,6
10. 9,3 10,2
Rata- 8,5 10,24
rata

4.2. Pembahasan
Hasil yang kami dapatkan selama kegiatan praktikum yaitu penggunaan daun
jambu biji yang ditambahkan ke dalam pakan terhadap kesehatan ikan patin
(Pangasius sp.) yang diinfeksi bakteri edwarsiella tarda berpengaruh terhadap
kesehatan lele patin maupun terhadap pertumbuhan bagi ikan. Bobot mutlak yang
kami dapatkan adalah 1.59 g dan panjang mutlaknya yaitu 1.74 cm. Pemeliharaan
ikan patin yang terinjeksi oleh bakteri edwarsiella tarda memiliki
kelangsungungan hidup 100% karena ikan pemeliharaan tidak ada yang
mengalami kematian. dalam praktikum ini ikan mengalami hal yang baik
walaupun sudah diberi bakteri. Meningkatnya pertumbuhan ikan patin pasca
penginjeksian bakteri edwarsiella tarda disebabkan oleh adanya pengobatan ikan
terhadap tumbuhnya bakteri edwarsiella tarda dengan menggunakan daun jambu
biji yang ditambahkan pada pakan. Gejala klinis ikan patin yang terkena bakteri
edwardsiella tarda dapat berupa ikan mengalami borok, dan insang yang rusak.
Gejala eksternal ikan yang terserang Edwardsiellosis pada infeksi ringan, hanya
menampakkan luka-luka kecil. Ukuran luka sebesar 3–5 mm dan luka tersebut
berada disamping bagian belakang badan (posterio-lateral). Gejala klinis selama
penelitian ikan patin diamati pasca diinfeksi bakteri E. tarda, mengalami
perubahan dalam tingkah laku dan perubahan morfologi. Perubahan tingkah laku
terjadi pada semua perlakuan diantaranya respon pakan menurun, berenang
lambat dan mendekati aerasi. Hal ini sependapat dengan Plumb (1999), yang
menyatakan ikan terinfeksi bakteri akan kehilangan nafsu makan dan penurunan
respon makan yang disebabkan kerusakan organ hati. Ikan yang terkena penyakit
Edwardsiellosis akan memperlihatkan tanda-tanda pergerakan renang melambat
dan mati, warna kulit memucat, terdapat lendir yang berlebihan, terdapat luka,
pembengkakan serta peradangan dari anus sampai pangkal ekor dan peradangan
dibagian mulut serta dibagian tubuh ikan lain seperti bagian sirip punggung, dada
dan ekor berwarna kemerahan. Bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit
Septicemia yang sering disebut dengan Edwardsiellosis, penyakit ini menyerang
pada bagian kulit ditandai oleh luka apabila tergores akan mengeluarkan bau
busuk (Ali et al., 2014).
Kandungan daun jambu biji lainnya adalah saponin termasuk kedalam
golongan senyawa triterpenoid sebagai antimikroba. Saponin terdapat didalam
daun jambu biji, penggunaan saponin yang sesuai dapat berfungsi dengan baik
dan membantu dalam pembentukan kollagen yaitu protein struktur berperan
dalam proses penyembuhan dan sebagai antiseptik dan pembersih, saponin
termasuk kedalam kelompok yang bersifat antibakteri dengan mengganggu
permeabilitas membran sel bakteri dapat menyebabkan kerusakan dan
menyebabkan keluarnya berbagai komponen yang ada pada sel bakteri yaitu
protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana et al., 2012).

BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa diambil adalah:
1. Ikan patin (Pangasius sp.) yang diinfeksi bakteri edwarsiella tarda
berpengaruh terhadap kesehatan lele patin maupun terhadap pertumbuhan
bagi ikan.
2. Bobot mutlak ikan yang didapatkan adalah 1.59 g dan panjang mutlaknya
yaitu 1.74 cm.
3. Gejala klinis ikan patin yang terkena bakteri edwardsiella tarda dapat
berupa ikan mengalami borok, dan insang yang rusak.
4. Saponin yang terdapat didalam daun jambu biji dapat berfungsi dengan
baik dan membantu dalam pembentukan kollagen.
5. Kollagen ialah protein berstruktur yang berperan dalam proses
penyembuhan dan sebagai antiseptik dan pembersih.

DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhymurium terhadap ekstrak daun
jambu biji (Psidium guajava L.). Bioscientiae. Volume I, No. 1, Program
Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.

Alderman, D. J. 2004. Control of Oomycetes pathogen in aquaculture. In Salmon


Saprolegniasis. Muller GJ. Editor. Boneville Power Administration,
Portland.

Ali, H., F. S. Chowdhury, Ashrafuzzaman, A. N. Chowdhury, R. U. Haque, K. M.


A. Zinnah and M. Rahman. 2014. Identification Pathogenecity, Antibiotic
and Herbal Sensitivity of Edwardsiella tarda Causing Fish Disease in
Bangladesh. Current Research in Microbology and Biotechnology. 2(1),
292-297.

Asniatih, Idris, M. dan Sabilu, K. 2013. Studi histopatologi pada ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo Kampus
Tridharma Kendari.

Darsana, I. G. O., I. N. K. Besung dan H. Mahatmi. 2012. Potensi Daun Binahong


(Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan
Bakteri Escherichia coli secara In Vitro. Indonesia Medicus Veterinus.,
1(3): 337-351.
Departemen Kesehatan.1989. Vademakum Bahan Obat Alami. Dirjen POM.

Djariah, A. S. 2001. Budi Daya Ikan Patin. Yogyakarta: Kanisius. 22 hal.

Espelid, S., Hjelmeland K., & Jorgensen T. 1987. The spesificity of atlantic
salmon antibodies made against the fish pathogen Vibrio salmonicida
establishing the surface protein VS-P1 as the dominating antigen.
Developmental and Comparative Imunology. 11, 529-537.

Fachry AR., Sastrawan RMA. dan Svingkoe G. 2012. Kondisi optimal ekstraksi
tanin dari daun jambu biji menggunakan pelarut etanol. Prosiding SNTK
TOPI, Pekanbaru, 11 Juli 2012.

Haposh dan Hasanah, Y. 2011. Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan:
USU Press.

Hardjawinata K., Sufiawati I., Djustiana N., Muchtaridi dan Dewi S. O. 2009.
Ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) sebagai obat kumur untuk
pengobatan gingivitis pada wanita. Peneliti Badan Litbang Pertanian.
Universitas Padjadjaran.

Huisman, E. A. 1976. Food convertion efficiencies at maintenance and production


levels for carp Cyprinus carpio Linn. and rainvow trout Salmo gairdneri
Rich. Aquaculture. 9(2), 159-273.
Indonesia, S. N. 2000. Induk Ikan Patin Siam (Pangasius hyphthalmus) Kelas
Induk Pokok (Parent Stock). SNI.

Irianto, A. 2005. Patologi IkanTeleostei. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Janda, J. M., Abbot, S. L., Bystrom. S. K., Cheung. W. K., Power. C., Kokka R.
P., and Tamur, K. 1991. Pathogenic Properties of Edwardsiella species.
Journal of Clinical Microbiology. 29 (9), 8 p.

Kurniawati, A. 2006. Formulasi gel antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava L) dengan menggunakan aquapec HV-505. Skripsi. Jurusan
Farmasi FMIPA Unpad. 64 hlm.

Kordi, K. 2005. Budidaya Ikan Patin Biologi Pembenihan dan Pembesaran.


Yayasan Pustaka Nusatama : Yogyakarta.

Kordi, G.2009. Budidaya Perairan. Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti.

Maryani dan Rosita. 2006. Efektivitas ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava
L.), daun sambiloto (Andrographis paniculata), dan daun sirih (Piper betle
L.) dalam menanggulangi infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan
mas (Cyprinus carpio L.). Journal of Tropical Fisheries. 1(2), 132-139

Matrilesi, Ade, D. S. dan Muslim. 2018. prevalensi, kelangsungan hidup dan


pertumbuhan ikan patin yang diberi pakan mengandung daun jambu biji
(Psidium guajava) dan diinfeksi Aeromonas hydrophila. Jurnal Akuakultur
Rawa Indonesia. 6(1), 1-11.

Musalam, Y. 2001. Pemanfaatan Saponin Biji Teh Pembasmi Hama Udang. Pusat
Penelitian Perkebunan Gambung. Kabupaten Bandung.

Nurjannah S. 2012. Pemanfaatan Daun Jambu Biji untuk Mengobati Motile


Aeromonas Septicemia pada Ikan Nila. Skripsi (Tidak dipublikasikan).
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya.

Ode, I. 2013. Kajian sistem imunitas untuk pengendalian penyakit pada ikan dan
udang. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate).
6(2), 41-43.

Plumb, J. A. 1999. Overview of Warmwater Fish Diseases. Journal of Applied


Aquaculture., 9(2):1-10 p.

PPUK. 2010. Pembenihan Ikan Patin. Direktorat Kredit, BPR Dan UMKM Biro
Pengembangan BPR Dan UMKM. 9696, 2–3.
Rumimpunu, A., Andaki, J. A., & Manoppo, V. E. N. 2017. Potensi
pengembangan usaha budidaya ikan patin (Pangasius sp.) di desa tatelu
kabupaten minahasa utara. Akulturasi: Jurnal Ilmiah Agrobisnis Perikanan,
5(9).

Salasia, S. I. O., Sulanjari, D. dan Ratnawati, A. 2001. Studi hematologi ikan air
tawar. Biologi. 2(12), 710-723.

Saragih, A. A., Henni, S. dan Iesje, L. 2014. Identifikasi bakteri patogen pada ikan
selais (Ompok hypopthalmus) yang tertangkap di Sungai Kampar Desa
Teratak Buluh Provinsi Riau.

Setyowati, E., Slamet B. P. dan Sarjito. 2014. Pengaruh perendaman ekstrak daun
jambu biji (Psidium guajava. L) terhadap kelulushidupan dan histologi hati
ikan patin (Pangasius hypophtalamus) yang diinfeksi bakteri Edwardsiella
tarda. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3(4), 174-182.

Steffens, W. 1989. Principles of Fish Nutrition. Elis Horward Limitied, England.


384 pp.

Sudaryatma, P. E., Lestari, A. T., Sunarsib, N. L., Widiarti, K. S., Hidayab, S. N.


dan Srinoto, D. 2012. Immunisitokimia streptavidin biotin: deteksi dini
Viral Nervous Necrosis Virus pada lendir ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus). Jurnal Sain Veteriner. 30.

Suryaningtyas, E. W., Restu, I. W., Perwira, I. Y. P., Karang, I. W. G. A.,


Dharma, I. G. B. S., Dharma dan Faiqoh, E. 2018. Penyuluhan penanganan
penyakit ikan dengan memanfaatkan herbal pada pembudidaya ikan di
Danau Batur, Bali. Buletin Udayana Mengabdi. 17(4), 80-84.

Yuli, S., & Harris, H. 2017. Tingkat serangan ektoparasit pada ikan patin
(Pangasius hypopthalmus) yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung
di sungai musi palembang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan Budidaya
Perairan. 12(2).

LAMPIRAN
Bobot ikan patin
Bobot Mutlak
No Awal (gr) Akhir (gr)
1. 14 16,5
2. 14,2 15
3. 12 13,5
4. 13 14,2
5. 13,7 15,6
6. 12,4 14,2
7. 14 15,5
8. 12 13,6
9. 12 13,3
10. 14 15,8
Rata- 13,13 14.72
rata

Panjang ikan patin


Panjang Mutlak
No Awal (cm) Akhir (cm)
1. 10.3 11,2
2. 10 11,4
3. 9,5 11,4
4. 9,5 10.5
5. 10 12
6. 9 11,3
7. 9 11,5
8. 8,7 11,8
9. 10 11,6
10. 9,3 10,2
Rata- 8,5 10,24
rata

Anda mungkin juga menyukai