Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin, 2001).
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak
terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat
dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal/ mengetahui tentang
dirinya maupun lingkungannya.(Padmosantjojo, 2000).
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu:
1. Kompos mentis.
2. Somnelen/ drowsiness/ clouding of consciousness.
3. Stupor/ Sopor.
4. Soporokoma/ Semikoma.
5. Koma.
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,
bicara maupun reaksi motorik (Harsono, 1996). Oleh karena itu, makalah ini dibuat
untuk membahas lebih dalam tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan
penurunan kesadaran, sebagai bekal ilmu untuk kita semua agar dapat mengurangi
tingginya angka kesakitan baik secara global maupun di dalam Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan
dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana konsep dasar dari penurunan kesadaran ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada penderita penurunan
kesadaran ?
1.3 Tujuan
Agar para pembaca dan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui tentang konsep
dasar dari penurunan kesadaran dan asuhan keperawatan pada penderita penurunan
kesadaran.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Definisi
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin,
2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons
yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal/ mengetahui tentang dirinya maupun
lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000). Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal
beberapa istilah yaitu:

1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam.
2. Somnelen/ drowsiness/ clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor/ Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri.
4. Soporokoma/ Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik (Harsono, 1996).
2.1.2 Etiologi
a. Intra cranial:
1. Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis.
2. Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
3. Perdarahan epidural, perdarahan subdural ( Harsono , 1996 ).
b. Ekstra cranial:
1. Infark miokard akut
2. Ruptur katup mitral atau katup aorta
3. Defek akut septum ventrikel
4. Bedah kardiovaskuler
5. Gagal jantung kongestif
6. Metabolik (Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma
hepatikum).
7. Elektrolit (Misalnya diare dan muntah yang berlebihan)
8. Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran ( Harsono, 1996 ).
9. Sirkulasi (Meliputi stroke dan penyakit jantung)
10. Esenfalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
11. Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil
6. Papil edema
7. Asimetris pupil
8. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
9. Demam
10. Gelisah
11. Kejang
12. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
13. Retensi atau inkontinensia urin
14. Hipertensi atau hipotensi
15. Takikardi atau bradikardi
16. Takipnu atau dispnea
17. Edema lokal atau anasarka
18. Sianosis, pucat dan sebagainya.
2.1.4 Patofisiologi
Penurunan kesadaran pada pasien stroke apabila yang diserang batang otak.
Dia akan mengalami gangguan pada fungsi kesadaran, pernafasan dan aliran darah ke
otak menurun. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi kesadarannya maka
akan terjadi penurunan tingkat kesadaran, hal tersebut dapat mengakibatkan apatis
sampai dengan koma. Apabila yang mengalami gangguan pad fungsi pernafasan salah
satu akibatnya dapat menyebabkan penurunan kecepatan bernafas dan pola bernafas
menjadi irregular.Apabila yang mengalami aliran darah maka aliran darah yang
menuju ke otak menurun, suplai darah menjadi menurun, sehingga menyebabkan
anemia dan Hb menjadi menurun, sehingga suplai O2 juga menurun dan terjadi
hipoksia. Selain itu, gangguan yang terjadi pada batang otak juga akan mengalami
kompensasi intracranial yang gagal sehingga terjadi peningkatan TIK. Dengan gejala
sakit kepala hebat, mual dan papil edema.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN
), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-
obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang
luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan
parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal ditujukan pada kondisi gawat darurat sambil dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk mencari etiologi dan terapi untuk mengobati etiologi.
Tatalaksana etiologi secara spesifik tentu tergantung dari penyebabnya. Tatalaksana
secara umum : (Supriyatno, 2018)
1. Pertahankan jalan napas, oksigenasi dan ventilasi
Tindakan pertama yang penting pada pasien dengan penurunan kesadaran,
mempertahankan jalan napas, oksigenasi dan ventilasi. Pemberian oksigen dan
monitor saturasi oksigen.
2. Pertahankan sirkulasi
Pemasangan akses vena, pemberian resusitasi cairan dan obat-obat vasopressor.
3. Pemberian glukosa
Koreksi glukosa jika kadar glukosa darah rendah. Semua terapi terhadap etiologi
akan percuma jika asupan oksigen dan glukosa ke otak kurang serta metabolik
toksik tidak dibuang.
4. Koreksi imbalans asam-basa dan elektrolit
Imbalans elektrolit dapat disebabkan oleh sekresi hormon anti diuretik yang tidak
tepat. Pemberian cairan yang tidak tepat akan memperburuk kedaaan. Imbalans
elketrolit tersering adalah hiponatremia, hypernatremia, hipokalsemia,
hipomagnesemia yang sering menyertai penyakit sistemik dan menyebabkan
penurunan kesadaran.
5. Pertimbangkan antidotum spesifik
Antidotum nalokson untuk overdosis opiat. Physostigmine dapat menetralisir obat
anti kolinerjik terhadap fungsi SSP dan jantung, meskipun dapat merangsang SSP
atau kejang.
6. Penurunan peningkatan tekanan intrakranial
Pemakaian agen hipertonis seperti Manitol 20% atau NaCl 3%.
7. Penghentian kejang
Tatalaksana status epileptikus. Pertimbangkan kemungkinan adanya kejang pada
pasien dengan penurunan kesadaran meskipun manifestasi klinsi tidak tampak.
Monitoring EEG bedside dapat dipergunakan pada kondisi ini.
8. Tatalaksana infeksi
Proses infeksi diberikan tatalaksana yang adekuat. Jika tedapat peningkata tekanan
intrakranial yang bersifat fokal , dapat dipertimbangkan pemberian antibiotika jika
dicurigai meningitis dan anti virus jika dicurigai ensefalitis sebelum dilakukan
pungsi lumbal.
9. Pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh yang normal penting untuk penyembuhan dan pencegahan asidosis.
Pasien dengan demam dapat diberikan antipiretik. Hipotermia sudah dikenal luas
memerpbaiki prognosis pada neonatus dengan ensfealopati hipoksik-iskemik,
meskipun tidak terbukti pada usia yang lebih besar dan penurunan kesadran akibat
trauma kepala.
10. Tatalaksana agitasi
Agitasi atau gaduh-gelisah dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Oleh karena
itu pemberian sedasi dieprluakn meskipun menyebabkan evalausi neurologi serial
menjadi sulit sehingga memerlukan pemeriksaan EEG.
11. Tatalaksana kondisi kronik
Tatalaksana yang disebut diatas adalah tatalaksana pasien penurunan kesadaan
dalam keadaan akut. Pasien dengan kesadaran yang tidak atau belum pulih dalam
jangka waktu lama tentu memerlukan tatalaksana kondisi kronik dan disabilitas
fungsional jangka panjang. Dapat diberikan program neurorehabilitasi baik
dengan program rehabilitasi medik, alat bantu maupun dengan obat-obatan yang
ditujukan untuk mengurangi kekakuan/spastisitas otot,gangguan gerak (movement
disorders), dystonia, perilaku, problem komunikasi dan kognitif. Obat-obat yang
dapat memperbaiki awareness belum ada yang terbukti bermanfaat pada anak,
meskipun pada orang dewasa obat seperti amantadine dan zolpidem dapat
memperbaiki awareness.
2.1.7 Prognosis
Penurunan kesadaran ringan sampai dimana pasien mengalami berkurangnya respons
terhadap lingkungannya dan lebih lambat bereaksi terhadap rangsangan. Respon
disertai tidak adanya gerakana spontan, dapat dibedakan dari keadaan tidur dalam
yang masih dapat bangunkan dengan rangsangan yang kuat dan berulang. Dalam
kondisi ini pada keadaan patologis dengan kondisi tidak bisa dibangunkan, mata
tertutup. (Supriyatno, 2018)
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang muncul dapat meliputi:
1. Edema otak
Dapat mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan kematian.
2. Gagal ginjal
Akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal.
3. Kelainan asam basa
Hampir selalu terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis
metabolic terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena
penumpukan asam laktat atau asam organic lainnya akibat gagal ginjal.
4. Hipoksia
Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan
permeabilitas pemmbuluh darah kapiler di jaringan intersisial atau alveoli.
5. Gangguan faal hemoestasis dan perdarahan
6. Gangguan metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit
atau hipokalsemia.
7. Kerentanan terhadap infeksi
Sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negative, peritonitis, infeksi
jalan nafas atau paru.
8. Gangguan sirkulasi
Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung. (I Made
Bakta, 1999)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Primer


3.1.1 Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak
j. Batuk
3.1.2 Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3.1.3 Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening
3.2 Pengkajian Sekunder
3.2.1 Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :
a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
3.2.2 Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
 Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas
- kelemahan
- kehilangan sensasi atau paralysis
- mudah lelah
- kesulitan istirahat
- nyeri atau kejang otot
 Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
 Data Subyektif:
- Riwayat penyakit stroke
- Riwayat penyakit jantung
- Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung,endokarditis bacterial.
- Polisitemia.
 Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia
- Perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
 Data Subyektif:
- Inkontinensia urin / alvi
- Anuria
 Data obyektif
- Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
- Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
 Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea
- Vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
- Disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
 Data obyektif:
- Obesitas ( faktor resiko )
e. Sensori neural
 Data Subyektif:
- Syncope
- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan
- Kesemutan/kebas
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
- Gangguan rasa pengecapan
- Gangguan penciuman
 Data obyektif:
- Status mental
- Penurunan kesadaran
- Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
- Gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam
- Wajah: paralisis / parese
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya. )
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
- Kehilangan kemampuan mendengar
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif,
ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil.
f. Nyeri / kenyamanan
 Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
 Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil
- Gelisah
- Ketegangan otot
g. Respirasi
 Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
 Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh
- Kesulitan untuk melihat objek
- Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
- Berkurang kesadaran diri.
i. Interaksi sosial
 Data obyektif:
- Problem berbicara
- Ketidakmampuan berkomunikasi.
3.2.3 Menilai GCS
Ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow :
1. Respon motorik
2. Respon bicara
3. Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka dan dijumlahkan. Penilaian pada
Glasgow Coma Scale :
a. Respon motorik
 Nilai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh
pemeriksa, melepaskan gangguan.
 Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan
seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
 Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak
mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
 Nilai 3 : fleksi abnormal .
Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan
dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )
 Nilai 2 : ekstensi abnormal.
Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan
tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate
rigidity )
 Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon
Catatan :
- Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
- Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif
b. Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan
ini tidak berlaku bila pasien :
- Dispasia atau apasia
- Mengalami trauma mulut
- Dipasang intubasi trakhea (ETT)
 Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara.orientasi
waktu, tempat , orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.
 Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh
 Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
 Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya
 Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri
c. Respon membukanya mata :
Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua
matanya
Catatan:
Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.
 Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh
 Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata
 Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri
 Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri

3.2.4 Menilai reflek-reflek patologis


a. Reflek Babinsky
Apabila kita menggores bagian lateral telapak kaki dengan suatu benda
yang runcing maka timbullah pergerakan reflektoris yang terdiri atas fleksi kaki
dan jari-jarinya ke daerah plantar
b. Reflek Kremaster :
Dilakukan dengan cara menggoreskan kulit dengan benda halus pada
bagian dalam (medial) paha. Reaksi positif normal adalah terjadinya kontrkasi
M.kremaster homolateral yang berakibat tertariknya atau mengerutnya testis.
Menurunnya atau menghilangnya reflek tersebut berarti adanya ganguan traktus
corticulspinal.
3.2.5 Uji syaraf kranial
a. NI.N. Olfaktorius – penghiduan diperiksa dengan bau bauhan seperti tembakau,
wangi-wangian, yang diminta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup
b. N.II. N.Opticus
Diperiksa dengan pemerikasaan fisus pada setiap mata . digunakan optotipe
snalen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien . fisus ditentukan dengan
kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada
c. N.III/ Okulomotoris. N.IV/TROKLERIS , N.VI/ABDUSEN
Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata kesegala
arah , diameter pupil , reflek cahaya dan reflek akomodasi
d. N.V.Trigeminus berfungsi sensorik dan motorik,
Sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi , pipi, dan rahang
bawah serta goresan kapas dan mata tertutup.Motorik diperiksa kemampuan
menggigitnya, rabalah kedua tonus muskulusmasketer saat diperintahkan untuk
gerak menggigit
e. N.VII/ Fasialis fungsi motorik N.VII diperiksa kemampuan mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mencucurkan bibir , tersentum , meringis (memperlihatkan
gigi depan )bersiul , menggembungkan pipi.fungsi sensorik diperiksa rasa
pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula , garam , asam)
f. N.VIII/ Vestibulo – acusticus
Fungsi pendengaran diperiksa dengan tes Rinne , Weber , Schwabach dengan
garpu tala.
g. N.IX/ Glosofaringeus, N.X/vagus : diperiksa letak ovula di tengah atau deviasi
dan kemampuan menelan pasien
h. N.XI / Assesorius diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan
( kontraksi M.trapezius) dan gerakan kepala
i. N.XII/ Hipoglosus diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi
lurus , gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.

3.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


3.3.1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai dengan
peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP dan
oedema.
 Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
 Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Tidak adanya penurunan kesadaran
 Intervensi :
Mandiri :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
 Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
 Kolaborasi :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Berikan obat sesuai indikasi

3.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret.
 Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 jam.
 Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
 Intervensi:
Mandiri :
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
 Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3.3.3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
 Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
 Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit
- Ekspansi dada normal
- Sesak nafas hilang / berkurang
- Tidak suara nafas abnormal
 Intervensi :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau penurunan bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
- Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
 Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Berikan obat sesuai indikasi
3.3.4 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi.
 Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
 Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
- Bunyi paru bersih
- Warna kulit normal
- Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
 Intervensi :
Mandiri :
- Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
- Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
- Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
- Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
- Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
- Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
- Pantau irama jantung
 Kolaboraasi :
- Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
- Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin,
2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons
yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal/ mengetahui tentang dirinya maupun
lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000).Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal
beberapa istilah yaitu:

1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam.
2. Somnelen/ drowsiness/ clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
4. Stupor/ Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri.
5. Soporokoma/ Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
6. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik (Harsono, 1996).
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat tim penyusun sampaikan untuk mahasiswa prodi S1
keperawatan agar dapat memahami asuhan keperawatan pada klien penurunan
kesadaran, agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dalam memberikan
tindakan keperawatan pada pasien penurunan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA

Supriyatno, B. Pediactric Practice for Millennial Generation Parents. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2018.

Anda mungkin juga menyukai