Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin, 2001).
Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak
terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat
dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal/ mengetahui tentang
dirinya maupun lingkungannya.(Padmosantjojo, 2000).
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu:
1. Kompos mentis.
2. Somnelen/ drowsiness/ clouding of consciousness.
3. Stupor/ Sopor.
4. Soporokoma/ Semikoma.
5. Koma.
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,
bicara maupun reaksi motorik (Harsono, 1996). Oleh karena itu, makalah ini dibuat
untuk membahas lebih dalam tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan
penurunan kesadaran, sebagai bekal ilmu untuk kita semua agar dapat mengurangi
tingginya angka kesakitan baik secara global maupun di dalam Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan
dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana konsep dasar dari penurunan kesadaran ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada penderita penurunan
kesadaran ?
1.3 Tujuan
Agar para pembaca dan mahasiswa dapat mengerti dan mengetahui tentang konsep
dasar dari penurunan kesadaran dan asuhan keperawatan pada penderita penurunan
kesadaran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam.
2. Somnelen/ drowsiness/ clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor/ Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri.
4. Soporokoma/ Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik (Harsono, 1996).
2.1.2 Etiologi
a. Intra cranial:
1. Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis.
2. Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran.
3. Perdarahan epidural, perdarahan subdural ( Harsono , 1996 ).
b. Ekstra cranial:
1. Infark miokard akut
2. Ruptur katup mitral atau katup aorta
3. Defek akut septum ventrikel
4. Bedah kardiovaskuler
5. Gagal jantung kongestif
6. Metabolik (Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma
hepatikum).
7. Elektrolit (Misalnya diare dan muntah yang berlebihan)
8. Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan
penurunan kesadaran ( Harsono, 1996 ).
9. Sirkulasi (Meliputi stroke dan penyakit jantung)
10. Esenfalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang
mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
11. Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :
1. Penurunan kesadaran secara kwalitatif
2. GCS kurang dari 13
3. Sakit kepala hebat
4. Muntah proyektil
6. Papil edema
7. Asimetris pupil
8. Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif
9. Demam
10. Gelisah
11. Kejang
12. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
13. Retensi atau inkontinensia urin
14. Hipertensi atau hipotensi
15. Takikardi atau bradikardi
16. Takipnu atau dispnea
17. Edema lokal atau anasarka
18. Sianosis, pucat dan sebagainya.
2.1.4 Patofisiologi
Penurunan kesadaran pada pasien stroke apabila yang diserang batang otak.
Dia akan mengalami gangguan pada fungsi kesadaran, pernafasan dan aliran darah ke
otak menurun. Apabila yang mengalami gangguan pada fungsi kesadarannya maka
akan terjadi penurunan tingkat kesadaran, hal tersebut dapat mengakibatkan apatis
sampai dengan koma. Apabila yang mengalami gangguan pad fungsi pernafasan salah
satu akibatnya dapat menyebabkan penurunan kecepatan bernafas dan pola bernafas
menjadi irregular.Apabila yang mengalami aliran darah maka aliran darah yang
menuju ke otak menurun, suplai darah menjadi menurun, sehingga menyebabkan
anemia dan Hb menjadi menurun, sehingga suplai O2 juga menurun dan terjadi
hipoksia. Selain itu, gangguan yang terjadi pada batang otak juga akan mengalami
kompensasi intracranial yang gagal sehingga terjadi peningkatan TIK. Dengan gejala
sakit kepala hebat, mual dan papil edema.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah ( BUN
), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol, obat-
obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang
luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan
parut otak, infeksi otak
9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana awal ditujukan pada kondisi gawat darurat sambil dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk mencari etiologi dan terapi untuk mengobati etiologi.
Tatalaksana etiologi secara spesifik tentu tergantung dari penyebabnya. Tatalaksana
secara umum : (Supriyatno, 2018)
1. Pertahankan jalan napas, oksigenasi dan ventilasi
Tindakan pertama yang penting pada pasien dengan penurunan kesadaran,
mempertahankan jalan napas, oksigenasi dan ventilasi. Pemberian oksigen dan
monitor saturasi oksigen.
2. Pertahankan sirkulasi
Pemasangan akses vena, pemberian resusitasi cairan dan obat-obat vasopressor.
3. Pemberian glukosa
Koreksi glukosa jika kadar glukosa darah rendah. Semua terapi terhadap etiologi
akan percuma jika asupan oksigen dan glukosa ke otak kurang serta metabolik
toksik tidak dibuang.
4. Koreksi imbalans asam-basa dan elektrolit
Imbalans elektrolit dapat disebabkan oleh sekresi hormon anti diuretik yang tidak
tepat. Pemberian cairan yang tidak tepat akan memperburuk kedaaan. Imbalans
elketrolit tersering adalah hiponatremia, hypernatremia, hipokalsemia,
hipomagnesemia yang sering menyertai penyakit sistemik dan menyebabkan
penurunan kesadaran.
5. Pertimbangkan antidotum spesifik
Antidotum nalokson untuk overdosis opiat. Physostigmine dapat menetralisir obat
anti kolinerjik terhadap fungsi SSP dan jantung, meskipun dapat merangsang SSP
atau kejang.
6. Penurunan peningkatan tekanan intrakranial
Pemakaian agen hipertonis seperti Manitol 20% atau NaCl 3%.
7. Penghentian kejang
Tatalaksana status epileptikus. Pertimbangkan kemungkinan adanya kejang pada
pasien dengan penurunan kesadaran meskipun manifestasi klinsi tidak tampak.
Monitoring EEG bedside dapat dipergunakan pada kondisi ini.
8. Tatalaksana infeksi
Proses infeksi diberikan tatalaksana yang adekuat. Jika tedapat peningkata tekanan
intrakranial yang bersifat fokal , dapat dipertimbangkan pemberian antibiotika jika
dicurigai meningitis dan anti virus jika dicurigai ensefalitis sebelum dilakukan
pungsi lumbal.
9. Pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh yang normal penting untuk penyembuhan dan pencegahan asidosis.
Pasien dengan demam dapat diberikan antipiretik. Hipotermia sudah dikenal luas
memerpbaiki prognosis pada neonatus dengan ensfealopati hipoksik-iskemik,
meskipun tidak terbukti pada usia yang lebih besar dan penurunan kesadran akibat
trauma kepala.
10. Tatalaksana agitasi
Agitasi atau gaduh-gelisah dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Oleh karena
itu pemberian sedasi dieprluakn meskipun menyebabkan evalausi neurologi serial
menjadi sulit sehingga memerlukan pemeriksaan EEG.
11. Tatalaksana kondisi kronik
Tatalaksana yang disebut diatas adalah tatalaksana pasien penurunan kesadaan
dalam keadaan akut. Pasien dengan kesadaran yang tidak atau belum pulih dalam
jangka waktu lama tentu memerlukan tatalaksana kondisi kronik dan disabilitas
fungsional jangka panjang. Dapat diberikan program neurorehabilitasi baik
dengan program rehabilitasi medik, alat bantu maupun dengan obat-obatan yang
ditujukan untuk mengurangi kekakuan/spastisitas otot,gangguan gerak (movement
disorders), dystonia, perilaku, problem komunikasi dan kognitif. Obat-obat yang
dapat memperbaiki awareness belum ada yang terbukti bermanfaat pada anak,
meskipun pada orang dewasa obat seperti amantadine dan zolpidem dapat
memperbaiki awareness.
2.1.7 Prognosis
Penurunan kesadaran ringan sampai dimana pasien mengalami berkurangnya respons
terhadap lingkungannya dan lebih lambat bereaksi terhadap rangsangan. Respon
disertai tidak adanya gerakana spontan, dapat dibedakan dari keadaan tidur dalam
yang masih dapat bangunkan dengan rangsangan yang kuat dan berulang. Dalam
kondisi ini pada keadaan patologis dengan kondisi tidak bisa dibangunkan, mata
tertutup. (Supriyatno, 2018)
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang muncul dapat meliputi:
1. Edema otak
Dapat mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan kematian.
2. Gagal ginjal
Akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal.
3. Kelainan asam basa
Hampir selalu terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis
metabolic terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolic dapat terjadi karena
penumpukan asam laktat atau asam organic lainnya akibat gagal ginjal.
4. Hipoksia
Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan
permeabilitas pemmbuluh darah kapiler di jaringan intersisial atau alveoli.
5. Gangguan faal hemoestasis dan perdarahan
6. Gangguan metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit
atau hipokalsemia.
7. Kerentanan terhadap infeksi
Sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negative, peritonitis, infeksi
jalan nafas atau paru.
8. Gangguan sirkulasi
Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung. (I Made
Bakta, 1999)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret.
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 jam.
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri :
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3.3.3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit
- Ekspansi dada normal
- Sesak nafas hilang / berkurang
- Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau penurunan bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
- Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Berikan obat sesuai indikasi
3.3.4 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
- Bunyi paru bersih
- Warna kulit normal
- Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
- Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
- Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
- Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
- Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
- Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
- Pantau irama jantung
Kolaboraasi :
- Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
- Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin,
2001). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga/ tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons
yang normal terhadap stimulus. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai
keadaan dimana seseorang mengenal/ mengetahui tentang dirinya maupun
lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000).Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal
beberapa istilah yaitu:
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca
indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar
maupun dalam.
2. Somnelen/ drowsiness/ clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
4. Stupor/ Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau
bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri.
5. Soporokoma/ Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
6. Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka
mata, bicara maupun reaksi motorik (Harsono, 1996).
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat tim penyusun sampaikan untuk mahasiswa prodi S1
keperawatan agar dapat memahami asuhan keperawatan pada klien penurunan
kesadaran, agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dalam memberikan
tindakan keperawatan pada pasien penurunan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyatno, B. Pediactric Practice for Millennial Generation Parents. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2018.