Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AGAMA

MUNAKAHAT
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas agama tentang munakahat

Disusun oleh :

Kelompok 4
1. Ferdi Ferdian
2. Imelda Viana Krisiska
3. Nada Anjani
4. R. Aditya Wahyu Ramadhan
5. Rizka Melia
6. Santika Maya

Kelas : AK-D

STIEB PERDANA MANDIRI PURWAKARTA


Jl. Veteran Perum Oesman Singawinata Blok A1 9-10
Graha Polibisnis Jl. Veteran No. 74 Simpang Jalan Baru Purwakarta
Telp (0264) 207530, 207531, 207532 Fax (0264) 209585
Website :www.stieb-perdanamandiri.ac.id Email : info@stieb-perdanamandiri.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penyusun panjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas ridho-Nya lah
Penyusun bisa menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Tugas ini Penyusun ajukan untuk memenuhi Tugas Makalah Agama tentang Munakahat
(Pernikahan).

Dalam menyelesaikan tugas makalah ini, tentunya Penyusun mengalami beberapa


kesulitan dan kesibukan. Akan tetapi, karena terciptanya kerjasama yang baik, Tugas Makalah
Agama tentang Munakahat (Pernikahan), bisa terselesaikan In Syaa Allah dengan baik, benar
dan tepat pada waktunya.

Tidak lupa, Penyusun mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah
membimbing dan mengarahkan bagaimana tugas makalah ini sesuai pada aturannya, agar
hasilnya sesuai dengan harapan.

Besar harapan Penyusun tugas ini bisa memberikan manfaat untuk para pembaca, dan
lebih mengetahui tentang Munakahat (Pernikahan).

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas makalah ini.
Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan agar tugas makalah ini bisa lebih baik dan
sempurna.

Purwakarta, November 2016

Penyusun
i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah mahluk yang sempurna. Namun juga manusia adalah mahluk yang sangat
rentan tergoda oleh hal-hal yang ada didunia yang sementara ini. Dengan kesempurnaanya
manusia, mereka mempunyai akal, nafsu dan pemikiran yang sangat berkembang namun hal
diatas tidak menjamin bahwa manusia akan menjadi mahluk yang arif dan bijaksana. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia bahkan dapat bertindak melebihi mahluk lain
yang notabene adalah mahluk yang tak sesempurna manusia. Hal ini menjadikan manusia begitu
mudah terombang ambing dalam bertindak. Manusia membutuhkan lawan jenis untuk
menyalurkan nafsu keinginannya dalam membangun ikatan pernikahan untuk menurunkan
keturunan yang syah sesuai dengan ketentuan hukum islam. Oleh karena itu dalam makalah ini
akan disampaikan menegnai hukum-hukum pernikahan sesuai syariat agama islam.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengkaji dan mengulas tentang pernikahan, maka diperlukan subpokok bahasan
yang saling berhubungan, sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian pernikahan dan apa hukumnya?


2. Apa tujuan pernikahan?
3. Apa rukun dan syarat pernikahan?
4. Siapa orang yang haram dinikah atau dipinang?
5. Bagaiman kewajiban seorang istri dan seorang suami?
6. Apa itu talak?
7. Apa itu rujuk?
8. Apa itu nikah siri?
9. Apa itu iddah?
10. Apa itu poligami?
1
2

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian pernikahan dan hukumnya


2. Mengetahui tujuan pernikahan.
3. Mengetahui  rukun dan syarat pernikahan.
4. Mengetahui orang yang haram dinikah atau dipinang.
5. Mengetahui kewajiban seorang istri dan seorang suami.
6. Mengetahui apa yang dimaksud talak.
7. Mengetahui apa yang dimaksud rujuk.
8. Mengetahui apa yang dimaksud nikah siri.
9. Mengetahui apa yang dimaksud iddah.
10. Mengetahui apa yang dimaksud poligami.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Munakahat dan Hukumnya


Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan
dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan
pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan
akad tersebut terjadi hak dan kewjiban antara kedua insan.

Hubungan antara seorang laki – laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang
telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah
akad nikah. Pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan
membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki – laki maupun
perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling
kedua insan tersebut.

Berbeda dengan pergaulan antara laki – laki dan perempuan yang tidak dibina dengan
sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya dan
masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa
mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi
hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga
kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang
juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.

Allah SWT berfirman dalam surat An – Nisa Ayat 3 sebagai berikut :

“Maka kawinilah wanita – wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja.” (An – Nisa : 3).

Ayat ini memerintahkan kepada orang laki – laki yang sudah mampu untuk
melaksanakan nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam
memberikan kepada istri berupa pakaian, tempat, giliran dan lain – lain yang bersifat lahiriah.
3

Ayat ini juga menerangkan bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat – syarat
tertentu.

Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka hukum nikah
ini dapat dibagi menjadi lima macam.

a. Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti dipenuhi.

b. Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan
terjerumus dalam perzinaan. Sabda Nabi Muhammad SAW. :

“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang cukup biaya maka hendaklah
menikah. Karena sesumgguhnya nikah itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang
oleh agama.) dan memelihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak sanggup, maka
hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari Muslim).

c. Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan. Karena tidak mampu
memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat. Firman Allah SWT :

“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga
Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33)

d. Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia –
nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.

e. Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan segera
nikah atau yang mengharamkannya.
5

2.2 Tujuan Munakahat


Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia
(pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam
dalam diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah). Ketentraman dan


kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah merupakan salah satu cara supaya hidup
menjadi bahagia dan tentram. Allah SWT berfirman :
Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya“. (Ar-Rum : 21).
2. Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina
kasih sayang antara suami, istri dan anak. (lihat QS. Ar- Rum : 21)
Artinya : “Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar- Rum : 21).
3. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai Allah SWT.
4. Melaksanakan perintah Allah SWT. Karena melaksanakan perintah Allah swt maka
menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah SWT., berfirman :
Artinya : “Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (An-Nisa’ : 3)
5. Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW., mencela orang yang hidup
membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk menikah.

2. 3 Syarat dan Rukun Munakahat


Rukun nikah ada lima macam, yaitu:

a. Calon suami
Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Beragama Islam
2. Benar – benar pria
3. Tidak dipaksa
6
4. Bukan mahram calon istri
5. Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
6. Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun

b. Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :

1. Beragama Islam
2. Benar – benar perempuan
3. Tidak dipaksa
4. Halal bagi calon suami
5. Bukan mahram calon suami
6. Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7. Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun

c. Wali
Wali harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Beragama Islam
2. Baligh (dewasa)
3. Berakal Sehat
4. Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5. Adil (tidak fasik)
6. Mempunyai hak untuk menjadi wali
7. Laki – laki
7

d. Dua orang saksi


Dua orang saksi harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Islam
2. Baligh (dewasa)
3. Berakal Sehat
4. Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5. Adil (tidak fasik)
6. Mengerti maksud akad nikah
7. Laki – laki

Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)

e. Ijab dan Qabul


“Allah dan kamu menghalalkan mereka dengan kalimat Allah”. (HR. Muslim).

2.4 Hikmah Dan Tujuan Perkawinan


1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan rasa aman
dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.

Firman Allah SWT :

“Dan diantara tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari jenismu
sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)
8
2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan Maksiat
Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis dalam
rangka kelangsugan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus mendapat penyaluran
sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak semestinya akan menimbulkan
berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang dapat megakibatkan dosa dan beberapa
penyakit yang mencelakakan. Dengan melakukan perkawinan akan terbuka jalan untuk
menyalurkan kebutuhan biologis secara benar dan terhindar dari perbuatan – pebuatan maksiat.

3.Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan


Dalam surah An-Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari yang satu,
kemudian dijadikan baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi manusia yang
banyak, terdiri dari laki – laki dan perempuan. Memang manusia bisa berkembang biak tanpa
melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal usulnya / jalur silsilah keturunannya.

Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan dapat melestarikan keturunan dan menunjang
nilai – nilai kemanusiaan.

2.5 Wanita yang Haram di Nikahi


Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu terkecuali pada
masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amatlah dan dibenci Allah dan seburuk-
buruknya jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengenai) ibu-ibumu; anak-anak
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang
perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudara yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-
ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-
anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang sudah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum campuri dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);, dan

9
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri yang telah kamu nikahi
(campur) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai
suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu terhadap
sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (An-Nisaa:22-24).

Dari ayat diatas bisa diambil kesimpulan, yaitu, pertama karena nasab, kedua haram mushaharah
(ikatan perkawinan) dan ketiga karena penyusuan.
Pertama: perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena nasab adalah :
1. Ibu
2. Anak perempuan
3. Saudara perempuan
4. Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah)
5. Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu)
6. Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan)
7. Anak perempuan saudara perempuan.
 
Kedua: perempuan-perempuan yang haram diwakin karena mushaharah adalah :
1. Ibu istri (ibu mertua), dan tidak dipersyaratkan tahrim ini suami harus dukhul “bercampur”
lebih dahulu. Meskipun hanya sekedar akad nikah dengan puterinya, maka sang ibu menjadi
haram atau menantu tersebut.

2. Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), oleh karena itu, manakala akad
nikah dengan ibunya sudah dilangsungkan namun belum sempat (mengumpulinya), maka anak
perempuan termasuk halal bagi mantan suami ibunya itu. Hal ini didasarkan pada firman
Allah, ”Tetapi kalian belum bercampur dengan isteri kalian itu (dan sudah kalian campur), maka
tidak berdosa kalian menikahinya.” (An-Nisaa:23).

10

3. Isteri anak (menantu perempuan), ia menjadi haram dikawini hanya sekedar dilangsungkannya
akad nikah.

4. Isteri bapak (ibu tiri) diharamkan ats anak menikahi isteri bapak dengan sebab hanya sekedar
terjadinya akad nikah dengannya.

 Ketiga: perempuan-perempuan yang haram dikawini karena sepersusuan.

Allah SWT berfirman yang artinya, “Ibu-ibu kalian yang pernah menyusui kalian; saudara
perempuan sepersusuan.”  (An-Nisaa’:23).

Oleh karena itu, ibu sepersusuan menempati kedudukan ibu kandung, dan semua orang yang
haram dikawini oleh anak laki-laki dari jalur ibu kandung, haram pula dinikahi bapak
sepersusuan.

2.6 Kewajiban Suami Istri


Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus melakukan kewajiban-kewajiban hidup
berumah tangga dengan sebaik-baiknya dengan landasan niat ikhlas karena Allah SWT semata.
Allah SWT berfirman :
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka”. (An-Nisa : 34).
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: “Istri adalah penaggung jawab rumah tangga
suami istri yang bersangkutan”. (HR. Bukhori Muslim).
Secara umum kewajiban suami istri adalah sebagi berikut :

Kewajiban Suami
a. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan secara maksimal. (Lihat At-Thalaq:7)
b. Bergaul dengan istri secara makruf, yaitu dengan  cara  yang  layak  dan patut. Misalnya
dengan  kasih  sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.

11
c. Memimpin keluarga, dengan cara membimbing, memelihara semua anggota keluarga
dengan penuh tanggung jawab. (Lihat An-Nisa : 34).
d. Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-
anaknya agar menjadi anak yang shaleh. (Lihat At-Tahrim:6)

Kewajiban Istri
a. Patuh dan taat pada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam. Perintah
suami yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak wajib di taati.
b. Memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami.
c. Mengatur rumah tangga dengan baik sesuai dengan  fungsi  ibu  sebagai  kepala rumah
tangga.
d. Memelihara dan mendidik anak terutama pendidikan agama. Allah swt, berfirman:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka”. (At-Tahrim : 6)
e. Bersikap hemat, cermat, ridha dan syukur serta bijaksana pada suami.

2.7 Talak
Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya
ikatan pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan
perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt
Nabi Muhammad saw,  bersabda :
“Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak”. (HR. Abu    Daud)
Rukun Talak:
1. Yang menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
2. Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
3. Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).
a. Cara sharih, misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan
talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak
istrinya dengan cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat
mentalaknya.
12
b. Cara kinayah, misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah
engkau dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”. Ucapan talak
cara kinayah memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara
kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak
jatuh.

Lafal dan Bilangan Talak.


Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan kata-kata  yang  jelas  atau  dengan  kata-
kata  sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih boleh
rujuk  (kembali) sebelum habis masa idahnya  dan apabila masa idahnya telah habis maka harus
dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh :  229).  Pada talak  3  suami tidak boleh rujuk dan
tidak boleh nikah lagi sebelum  istrinya  itu nikah dengan laki-laki lain  dan sudah digauli serta
telah ditalak oleh suami keduanya itu.
Macam-Macam Talak.
Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Talak Raj’i,  yaitu  talak  dimana  suami  boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi.
Talak raj’i ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya
dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam masih dalam masa iddah.
2. Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain
kubra.

Macam-macam Sebab Talak.


 Talak bisa terjadi karena :
1)      Ila’ yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila’ merupakan
adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali maka
suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak memutuskan
untuk memilih membayar sumpah atau  mentalaknya.
2)      Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu
diucapkan 4 kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : “Laknat Allah swt atas diriku
jika tuduhanku itu dusta”. Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4 kali dan yang kelima
dengan kata-kata: “Murka Allah swt, atas diriku bila tuduhan itu benar”
13
2.8 Rujuk
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah kembalinya suami istri pada ikatan perkawinan
setelah terjadi talak raj’i dan  masih dalam masa iddah. Dasar hukum rujuk  adalah QS. Al-
Baqoroh: 229, yang artinya sebagai berikut: “Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam
masa menanti itu,  jika mereka (para suami) menghendaki rujuk”.

Hukum Rujuk :
a)      Mubah, adalah asal hukum rujuk.
b)      Haram, apabila si istri dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum rujuk.
c)      Makruh, bila diketahui meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
d)     Sunnah, bila diketahui rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
e)     Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu.
Rukun Rujuk :
1. Istri, syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj’i dan masih dalam masa iddah.
2. Suami, syaratnya : Islam, berakal sehat dan tidak terpaksa.
3. Sighat (lafal rujuk).
4. Saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.

2.9 Nikah Siri

Secara harfiah “sirri” itu artinya “rahasia”. Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang


dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak. Secara umum Nikah Siri adalah sebuah perbuatan
dalam melakukan pernihakan sesuai aturan agama dalam hal ini Ajaran Islam namun karena
berbagai hal yang menghalanginya menjadikan tidak terjadinya pencatatan secara sah atau legal
oleh aparat yang berwenang dalam hal ini Pemerintah yang diwakili Departemen Agama. Nikah
siri dalam konteks masyarakat sering dimaksudkan dalam beberapa pengertian.

Pertama, nikah yang dilaksanakan dengan sembunyi-sembunyi, tanpa mengundang


orang luar selain dari kedua keluarga mempelai. Kemudian tidak mendaftarkan perkawinannya
kepada Kantor Urusan Agama (KUA) sehingga nikah mereka tidak mempunyai legalitas formal
dalam

14

hukum positif di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perkawinan. Banyak
faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga
pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi
pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang
pegawai negeri nikah lebih dari satu, dan lain sebagainya. 

Kedua, nikah yang dilakukan sembunyi-sembunyi oleh sepasang laki-perempuan tanpa


diketahui oleh kedua pihak keluarganya sekalipun. Bahkan benar-benar dirahasiakan sampai
tidak diketahui siapa yang menjadi wali dan saksinya.

Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu,


misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap
tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang
untuk merahasiakan pernikahannya.

2.10 Iddah

Secara bahasa iddah berarti ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi
seorang wanita yang sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa
iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk
atau tidak.

1. Lamanya Masa Iddah.


a. Wanita yang sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-
Talaq :4)
b. Wanita yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa idahnya 4 bulan
10 hari. (lihat QS. Al-Baqoroh: 234)
c. Wanita yang dicerai suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa idahnya 3 kali
quru’ (tiga kali suci). (lihat QS. Al-Baqoroh : 228).

15

d. Wanita yang tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS, At-
Talaq :4)
e. Wanita yang dicerai sebelum dicampuri suaminya maka baginya tidak ada masa
iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab : 49)

2. Hak Perempuan Dalam Masa Iddah

a. Perempuan yang taat dalam iddah raj’iyyah (dapat rujuk) berhak mendapat dari suami
yang mentalaknya: tempat tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang wanita yang durhaka
tidak berhak menerima apa-apa.
b. Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk) hanya berhak atas tempat tinggal
saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)
c. Wanita dalam iddah wafat tidak mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya
berhak mendapat harta waris suaminya.

2.11 Poligami

Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga adalah syariat yang
banyak juga ditentang di antara kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut
mereka yang memegang. Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para
ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh
Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam
kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:
1. Seorang yang mampu berbuat adil

Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Tidak boleh ia
condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya
yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya yang
memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan
datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi).

16

Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya
merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah bermalam di
tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap
bermalam di rumahnya.

Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka
nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)

2. Aman dari lalai beribadah kepada Allah

Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya kepada Allah,


dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah
lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas
dalam melakukan poligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara
isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)

3. Mampu menjaga para istrinya

Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga istrinya terjaga
agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga
tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak
terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.

Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu memenuhi
kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain.
Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi,
istrinya akan mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina.

17

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para
pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka
menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Mampu memberi nafkah lahir

Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi kebutuhan
nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang
istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah,
hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33).

Poligami adalah syariat mulia yang bisa bernilai ibadah. Namun untuk melaksanakan
syariat tersebut membutuhkan ilmu, dan terpenuhi syarat-syaratnya. Jika anda merasa tidak
mampu memenuhi 4 syarat di atas, maka jangan coba-coba untuk berpoligami.
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa munakahat merupakan salah satu
wujud dari ibadah kepada Allah SWT, Di dalam islam tidak ada istilah pacaran, saat saling
mengenal dikenal dengan istilah khitbah nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-
laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui aqad yang
dilakukan menurut hukum syariat  Islam.  Menikah wajib bagi seseorang yang sudah siap baik
mental maupun fisik. Untuk melepaskan pernikahan dilakukan dengan talak, di dalam islam talak
diperbolehkan, tetapi sangat di benci oleh Allah, jika sudah talak masih ada jalan yang digunakan
untuk kembali, yaitu dengan rujuk.

3.2  Saran

Sebagai salah satu umat islam sebaiknya setelah siap mental maupun fisiknya,
disegerakan menikah selain untuk menghindari zina, juga dapat menjadi suatu ibadah jika
dilakukan untuk mencadi ridho Allah SWT dan memenuhi kewajiban sebagai umat islam.
18

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Poligami_dalam_Islam

https://fandyisrawan.wordpress.com/2014/02/26/makalah-nikah-siri/

http://tjaturan.blogspot.co.id/2013/09/makalah-munakahat.html

http://miftachr.blog.uns.ac.id/2010/04/pengertian-munakahat-pernikahan/

http://makalah-fiqh.blogspot.co.id/2012/05/munakahat.html

http://anton-p.blogspot.co.id/2010/04/makalah-fiqih-munakahat.html

http://govome4.insppartner.com/search/web?q=makalah+munakahat
19

Anda mungkin juga menyukai