Anda di halaman 1dari 7

MENGAPA dan MENGAPA

MENGGUNAKAN PENELITIAN KUALITATIF ?.


sonny LEKSONO
Page | 1 anggota AMCA no a2.19.62.O381

Disampaikan pada :
The Scheme Academic for Mobility Exchange
SAME – AMCA Workshop series,
Rabu, 19 Mei 2021
________________________

Mengapa ?

alam domain divisio ilmu ilmu sosial1/ adalah untuk menemukan masalah,

d memahami fenomena dan menemukan solusi menurut paradigma non positivistic,


yang naturalistic inquiry.

p aradigmanya mendalami perilaku manusia, yakni perilaku tindakan manusia sejalan


dengan cipta/pikiran, rasa/perasaan dan karsa/kemauannya yang hidup dari waktu
kewaktu, dari tempat ketempat, dari keadaan ke keadaan lainnya serta sedemikian
beragamnya antar pribadi individu dan atau keberagaman kelompok. Sifat, watak,
pandangan, tindakan dan adab permasalahan manusia di dalam lingkungan hidupnya ini
tidak dapat dipahami kebenarannya secara utuh ketika dibaca melalui angka matematis
maupun dengan rumus rumus statistik diabstaksikan dengan model model artificial,
tampaknya megah dan keren, namun di awang awang tidak membumi karena tidak
berdasar bukti kenyataan apa adanya. Persoalan sosial yang bisa diselesaikan secara
nomothetic adalah pada soal soal kumulatif, persentase, angka ukuran jumlah
kecenderungan/trend, frekuensinya, hitungan waktu kecepatan, besaran nominal kapasitas
benda & kebendaan; namun tidak dapat berlanjut memahami pada makna permasalahan
substantifnya maupun kerangka kerja solusinya2/. Tidak ada manfaatnya mengembangkan
teori dan ilmu sosial; ketika tidak berupaya mendalami perilaku, tindakan manusia yang
menjadi subject penggeraknya, manusia yang memiliki logika pikiran tersendiri, etika
tertentu dan keyakinan tertentu; terlebih pula tidak berupaya memahami alasan bagaimana
& alasan mengapa yang melatar belakangi manusia itu dalam berperilaku.

1
/ ranah ilmu sosial, diantaranya; Ilmu ekonomi [manajemen, akuntansi & studi pembangunan], ilmu psikologi,
ilmu pendidikan & keguruan, ilmu sosial ekonomi pertanian, ilmu hukum/humaniora, arkeologi,
anthropologi, ilmu sosiologi, ilmu Bahasa, ilmu sejarah, politik, geografi.
2
/ Karena itu sampai kini sudah sedemikian banyak hasil penelitian akademisi berupa hasil penelitian [skripsi,
thesis dan disertasi] yang keindahannnya sebatas dalam kemasan laporan cetak terpajang di rak
kepustakaan, namun tidak dapat diwujudkan dalam kerangka kerja secara operasional.

2O21
a pa pula non positivistic itu?
Filosofi cara pandang open mind [objective, terbuka tanpa asumsi apapun,
tidak mengkedepankan teori, konsep egosentris, pendapat yang subjective] guna
menemukan keunikan informasi, mengungkap karakter spesifik jujur apa adanya
dan tidak bertujuan untuk generalisasi maupun pembenaran yang deductive. Pendekatannya
Page | 2 bertitik tolak dari pemaknaan atas suatu fakta/data/informasi dari dunia nyata sebagai sesuatu
rangkaian kebenaran yang dapat disusun menjadi teori, bahkan menjadi kerangka kerja [frame
work] yang operasional applicatively. Ilmu pengetahuan yang diperolehnya ialah pemahaman
terhadap teori yang dihasilkan berbasis realitas data, bukan berbasis idea subjectivity
peneliti.Pendekatan non- positivistik ini pada umumnya sebuah pendekatan yang tanpa di
pengaruhi oleh pengamatan dan pengalaman (sebelumnya), tidak dapat diukur secara
kuantitatif dan tidak memerlukan sebuah observasi sebagai pembuktian kebenaran. Kebenaran
atas sesuatu fenomena atau beberapa peristiwa yang mungkin dipandang sama; tidak berarti
akan bermakna sama bagi pihak lain karena terpulang pada keadaan sosial subject yang
bersangkutan.

d
an apa pula naturalistic inquiry:

Mencari dan menemukan informasi secara proaktif yang inductive melalui


pengembangan pemahaman berdasar realitas pengalaman alamiah, karena berlangsungnya
peristiwa/fenomena yang diteliti itu tidak berada dalam isolasi ruang hampa; namun terbuka
pada keterpautan keberagaman dinamika problematika. Fenomena yang diteliti berada dalam
otentisitas kehidupan nyata, sehingga paradigmanya berupaya menemukan kebenaran
objective adalah dengan membaca “sesuatu itu sebenarnya apa sih ?” dan “sesuatu itu
sebenarnya bagaimana sih?”, sebaliknya sama sekali bukan dengan subjective menyatakan
sesuatu -itu adalah apa - dan tidak pula menyatakan secara deductive sesuatu -itu adalah
bagaimana-.

erajat kebenaran dan kemanfatan non-positivism dan naturalistic inquiry;

d 1/. Bahwa realitas sosial itu jauh lebih banyak [= lebih kaya] dan lebih fundamental
yang bersifat non sensous daripada yang berwujud sensous. Realitas apapun, fenomena
kapanpun dan permasalahan dimanapun selalu memuat makna; dalam sifatnya yang
manivest [tampak] dan ataupun yang latent [tersembunyi].
2/. Bahwa logika-etika-transedensi sosial itu tidak pernah bebas nilai, tidak bisa netral
sehingga untuk dapat memahaminya harus dan harus melalui proses keterlibatan yang
mendalam dengan subject/pelaku sosial.
3/. Pendekatan penelitian kualitatif itu bukan dengan bersikap “kalian akan mendengar
masalahnya dari saya” namun dengan sikap “saya telah berusaha mendengar dan
memahami masalahnya dari kalian”. Menanggalkan arogansi posivistic yang
menyatakan ‘mengetahui untuk meramalkan’, menghindari cara pandangan jumawa
Descrates yang mengatakan “aku berpikir maka aku ada”. Sehingga dalam salahsatu
manivestasi penerapannya, semisal; seseorang peneliti itu sedang menyusun kerangka
pemikiran, atau kerangka teoritik dalam proposal penelitian, maka struktur peta konsep
atau roadmap atau blue-print sama sekali meninggalkan subjectivitas dirinya,
mengkesampingkan teori dan kebenaran pengetahuan yang sejauh ini melatari
pemahamannya.

2O21
4/. Bahwa realitas atau fenomena sosial itu berparadigma ganda, yakni; dengan satu realitas
fakta yang sama atau satu data yang sama maka daripadanya dapat menopang lebih dari
satu makna, melandasi lebih dari satu teori.
5/. Bahwa penelitian kualitatif itu lebih mengkedepankan proses “tahu apa”, “tahu
bagaimana”, “tahu siapa”, “tahu yang mana”, “tahu dimana”, “tahu bilamana”, “tahu
Page | 3 mengapa”, dan “tahu mendengar” (savoir quoi, comment, savoir qui, savoir lequel,
savoir oui, savoir quand, savoir purquoi, savoir ecounter) daripada sekedar
mendapatkan hasil melalui proses belajar peneliti sebagai human instrument kepada
pelaku fenomena sebagai subject penelitian. Sehingga dalam latar belakang penelitian
misalnya; yang dijadikan entry points fenomena sebagai masalah penelitian pertama
tama dan terutama adalah telah tertampakannya fakta, teronggoknya data,
terngiangnya informasi di locus penelitian; Sama sekali bukan duduk di depan meja,
memungut permasalahan teoritik yang terjumpa dari buku atau terbaca dari
kepustakaan maupun dari jurnal siapapun.
6/. Bobot kebenaran ilmiah penelitian kualitatif berbasis pada DATA, bukan pada teori
kepustakaan, bukan pula pada teori yang design diatas meja oleh peneliti; namun
kebenaran yang terletak pada bukti fakta/data objective apa adanya, menurut proses
pemahamannya dengan paradigma non positivistic bertumpu pada landasan filosofi
ilmiah [ontology, epistemology & axiology] yang kuat. Maka dalam proses secara
alamiah akan diperoleh State of the Art [nilai puncak tertinggi, mahkota] temuan
penelitian, yang memiliki Novelty [kebaharuan] dan memiliki kerangka kerja
[framework] yang dapat diterapkan.

Mengapa pula Kualitatif ?

b
ila dijawab menurut Landasan Filosofi kebenaran Ilmiah [Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi ];

2O21
1. Secara Ontologi3/; “Object, wujud “

ahwa sosok, entitas, anasir, elemen, bahan baku, resources/sumberdaya,

Page | 4 b komponen, unsur)fenomena itu terdiri atas 4 (empat) macam tingkatan, yakni ;
a/. realitas kebendaan, fisik konkrit yang sensous (dapat ditangkap secara
inderawiah),
b/. realitas logika rasional yang dapat dikalkulasi secara matematis, dihitung secara statistis,
ditera, diukur secara nomothetic/angka,
c/. realitas etik yang non sensous/ non inderawiah, wujud keberadaannya hanya dapat
ditangkap melalui indikator tindakan tertentu atau tanda atas status perilaku
fenomenanya4/,
d/. realitas transedental, yakni keyakinan subject yang bersifat spiritual religious5.

Penelitian kuantitatif hanya MAMPU MENJEJAKI SECARA BAIK & BENAR sesuatu
fenomena sebatas sampai pada ontology level a/. dan b/. ; sedangkan penelitian kualitatif
memiliki domain horizon ontology luas, dan dapat menjelajah sampai pada jangkauan
realitas level c/. dan d./. Ilmu sosial mandiri adalah ilmu yang berupaya memahami tentang
PERILAKU MANUSIA tentang kendala kapasitas dan keterbatasan kemampuan maupun
resources yang physicly material tangible maupun non material fisik intangible. Ilmu sosial
tidak sedangkal menghitung dan diukur secara statistik, maupun rasionalitas matematis;
namun mengapa pula MENYIKAPI [logika, etika & transendensi] perilaku manusia.

1. Secara Epistemologi6; “proses, prosedur, pendekatan” :

s ebagai mekanisme memahami DATA/FENOMENA sosial, cara pandang yang


dikembangkan penelitian kualitatif adalah paradigma non positivistic, yakni;
a/. Pelaku [terteliti] tidak ditempatkan sebagai object yang dicecar formula
pertanyaan permasalahan secara sepihak menurut sudut kepentingan & versi peneliti
[tidak menurut subyektivitas peneliti yang merasa lebih tahu persoalannya]. Pelaku
tidak diperlakukan menjadi object pertanyaan yang passively [sehingga kemudian tidak
disebut responden yang sekedar merespon jawaban seperlunya, karena responden
sebatas merespon balik bilamana dimintai keterangan tertulis maupun lisan];
b/. Pelaku terteliti diperankan sebagai subject penelitian, sebagai informan yang actively
[mengungkap rangkaian rangkaian cerita dan informasi secara historical,
organizational maupun interactional yang kaya informasi tentang fenomena/

3
/. Ontologi, adalah pengertian yang sering disederhanakan dengan “ sesuatu yang menjawab atas
pertanyaan APA?.
4
/. Semisal; motivasi, kejujuran, kebijaksanaan, ketertiban, kepercayaan, semangat kerja, pelayanan yang
menyenangkan, kesantunan, kekecewaan, selera, minat, tertarik, motif, motivasi, murah, mahal, dlsb,
dst, dll.
5
/. Semisal; syar’i, halal-haram, barokah, rejeki, persepuluhan, zakat, dlsb.,
6
/. Epistemologi, adalah sering disederhanakan dengan pengertian “sesuatu penjelasan atas pertanyaan
BAGAIMANA?.”

2O21
peristiwa/ permasalahan] yang justru informasi realitas kebenaran diluar sudut
pandang pengetahuan peneliti,
c/. Yang ditempatkan sebagai object penelitian adalah fenomena yang dipelajari atau
permasalahan yang diteliti dan bukan pelaku permasalahan/fenomena,
d/. Lebih mengandalkan fakta, data dan informasi bersumber dari tangan pertama [first
Page | 5
hand] yang segar, daripada mendasarkan catatan data sekunder yang sudah basi.
Sehingga bilamana diperoleh data sekunder, maka data tersebut terlebih dahulu
direkonfirmasikan, dikonfrontasikan kepada sumber pelakunya guna mendapatkan
kejelasan latar belakang & otentisitas kebenaranya.
e/. Permasalahan yang menjadi formula object penelitian adalah tidak berada menurut versi
subjectivity peneliti, namun fenomena menurut sudut pandang subject pelaku ekonomi
yang mengalami, yang menjalani, [yang menderita/terkenai langsung], yang
menggeluti permasalahan dari waktu kewaktu. Jadi subject penelitianlah [si terteliti]
sebagai actor yang jauh lebih mengerti & lebih memahami realitas objective
permasalahan [ontology] nya daripada pengetahuan teoritik yang dikuasai si peneliti,
f/. Permasalahan yang menjadi fenomena yang diteliti/dipelajari/dipahami adalah
permasalahan menurut sudut pandang pemahaman subject [emic perspective] yang
lebih objective dan bukan atau tidak menurut sudut pandang peneliti [ethic perspective]
yang kebenarannya bersifat subjective.
g/. Peneliti yang merasa tidak lebih mengerti dari subject pelaku fenomena, sehingga
peneliti menempatkan diri sebagai instrument (human instrument). Namun sudah
barang tentu human instrument ini amat sedemikian jauh lebih kompeten daripada
instrument yang bernama “questionair” (= daftar pertanyaan tertulis menurut mindset
teoritik yang disusun peneliti diatas meja). Questionair yang meskipun dirancang
bangun dengan skala likert, tak lebih sebagai kertas barang cetak mati yang tidak
mampu mengungkap informasi substantive, sama sekali tak memahami makna makna
masalah riil yang hidup dan terjadi di lapang. Human instrument menggali informasi
yang mendalam dan mengungkap makna makna melalui wawancara, interaksi-
komunikasi dua arah untuk dapat mengungkap informasi tersembunyi [latent] yang
sama sekali diluar jangkauan pengetahuan & pengalaman peneliti. Bukankah jawaban
panjang lebar dari subject/actor/informant yang panjang lebar itu adalah temuan fakta
& data yang lebih authentic dalam mengungkap kebenaran daripada jawaban berupa
“tanda centang score pada kolom jawaban” atas sebuah kalimat pertanyaan dalam
sebuah questionair?.
h/. Dalam proses penelitian yang intersubjective, tiada jarak cara pandang diantara subject
dengan peneliti, sehingga peneliti memang tidak netral dengan subject pelaku ekonomi
sebagai informan, sehingga peneliti menyikapi akan ikut bertanggung jawab penuh
bilamana rekomendasi penelitiannya dikemudian hari terjadi kesalahan7/,

7
/. Dengan sikap netral, maka bilamana terjadi kesalahan atas rekomendasi temuan penelitian; maka seorang
peneliti akan berkilah cuci tangan dengan mengatakan : “Saya kan sekedar meneliti, kenapa harus
bertanggung jawab; bukankah dia yang jadi pelakunya?.

2O21
i/. Data dan informasi latent yang digali tidak sebatas pada fakta/data yang sensous, namun
sampai pada terungkapnya, termanivestasinya makna [nouma] dibalik fenomena
sensous maupun non sensous,
i/. Tindakan pelaku [sebagai subject penelitian], bukan sebagai individu yang berdiri
sendiri, tidak berada pada ruang hampa, melainkan manusia dalam lingkungan
Page | 6
kehidupan (sosial), disamping karena sifat fenomena sosial itu selalu berparadigma
ganda, maka untuk mendapatkan fakta/data/informasi tersembunyi [latent] menjadi
tertampakkan [manivest] diperlukan proses komunikasi mendalam, wawancara
berulang ulang, interaksi tatap muka intensif sampai pada titik kejenuhan diperoleh
temuan informasi yang konsisten mengandung makna substantif tertentu [yang pasti
adalah terdapat perbedaan dengan interpretasi peneliti],

2. Secara aksiologi8/; “manfaat , kegunaan & resiko” ;

s ebagai hasil temuan, penelitian ini bermuatkan nilai nilai manfaat (teoritik ilmiah dan
praktis realistis), sesuai dengan tujuan meningkatkan derajad keadaban manusia agar
kehidupannya semakin sejahtera. Sehingga, nilai manfaat penelitian paling utama
adalah temuan yang dapat menghasilkan pemahaman dan pemecahan masalah atas
fenomena yang dipelajari; sehingga yang paling berkepentingan dan paling dipentingkan
atas hasil temuan penelitian adalah manfaat riil & objective yang berdasar pada
KEPENTINGAN subject pelaku yang bergelimang dengan masalah menurut realitas
kebenaran yang dialami/dijalaninya. Penelitian sedemikian ini menghasilkan temuan yang
substantif authentic, original & authentic.
Secara teoritis ditemukan puncak pencaharian/research [State of The Art] dan
memiliki kebaharuan [Novelty] dan sekaligus secara praktis diperoleh formulasi design
model solusi dalam bentuk struktur roadmap sekaligus sebagai framework - blueprint.

Last but not least,

al yang terurai diatas ini sudah barang tentu masih sangat jauh dari harapan kita
h semua untuk dapat memahami secara utuh tentang apa, bagaimana dan mengapa
kita mesti mengenali penelitian kualitatif; namun dapat menjadi salahsatu pemantik agar
saat ini dan seterusnya dapat menyelami indah dan nikmatnya serta kesegaran manfaat
pendekatan non positivistic. Sekurangnya, bilamana uraian penjelasan diatas sedemikian
kuat dijadikan prinsip cara pandang dan cara bertindak dalam praktek peneliti; siapapun
kita maka akan dapat menjadi peneliti kualitatif yang baik dan benar, bahkan menjadi
pembimbing skripsi maupun thesis dengan metode penelitian kualitatif, sampai pula
menjadi co-promotor dan atau promotor disertasi. Percayailah hal ini.

8
/. Aksiologi, adalah landasan filosofi ilmiah yang sering disederhanakan pengertiannya dengan “ sesuatu
jawaban atas pertanyaan MENGAPA & UNTUK SIAPA?.

2O21
Selamat berjuang dan berprofesi menjadi pendidik & pengajar yang mulia dengan
memperbanyak bekal ilmu pengetahuan melalui temuan temuan penelitian penelitian yang
bermanfaat.

Page | 7
s emoga sukses, dan saya berharap dapat ikut mencicipi rasa suka cita.

___________________

isarikan dari buku:

d Leksono, Sonny. 2021. Penelitian Kualitatif Ekonomi & Bisnis, GRAHA ILMU.
YOGYAKARTA.

2O21

Anda mungkin juga menyukai