Anda di halaman 1dari 4

Nama : Haekel Ibra Nur Hakim

NIM : F041201016

Alira Etika

1. Keutamaan

Etika keutamaan ini mempelajari sikap atau akhlak yang dimiliki seseorang.
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral atas dasar kewajiban terhadap hukum moral universal, melainkan
pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Semua orang sebaiknya
tidak hanya melakukan tindakan yang baik, tetapi harus menjadi orang yang baik.
Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, kisah,
atau sejarah yang didalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan
ditiru oleh masyarakat.

Kelemahan etika ini akan timbul pada masyarakat yang majemuk karena
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan
(dalam kebaikan) menjadi sangat beragam pula. Para tokoh itu pun memiliki sisi
lemah atau buruk sebagai manusia. Hal ini tentu dapat menimbulkan kontradiksi atau
benturan nilai. Namun, ini dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak
pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri,
sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu
seperti apa.

2. Teleologis

Etika teleologi adalah baik buruk suatu tindakan yang dilihat berdasarkan
tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu kesulitan etika
deontologi ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan dan
Teori ini bersifat situasional, yg artinya tindakan yg dilihat dari situasi nya, yaitu
memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban,
nilai, atau norma yang lain.

Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu dinilai menurut
siapa? Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini,
etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

a. Egoisme etis, yaitu tindakan yang berakibat baik untuk pelakunya. Secara
moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan
dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan
dirugikan.
b. Utilitarianisme merupakan baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibatnya terhadap orang banyak. Suatu tindakan dikatakan baik
bila mendatangkan kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan
bagi banyak orang. Jika dalam kondisi dilema, maka pilihlah yang memiliki
kerugian paling kecil dan bermanfaat bagi banyak orang karena bisa jadi
kemanfaatannya besar, tetapi hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang
saja. Etika utilitarianisme ini tergantung pada pandangan nilai dan norma yang
mungkin beragam. Karena itu, etika utilitarianisme lebih bersifat realistis,
terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada
kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak orang.
Utilitarianisme ini memiliki 6 kelemahan, yaitu :

I. Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak, maka akan ada


sebagian masyarakat yang dirugikan. Dengan demikian,
utilitarianisme membenarkan adanya ketidakadilan terutama
terhadap minoritas.
II. Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan
itu dari sisi kuantitas/materialis, kurang memperhitungkan manfaat
non-material seperti kasih sayang, nama baik, hak, dan lain-lain.
III. Karena kemanfaatan itu cenderung diharapkan dari segi material,
maka hal-hal yang ideal, seperti nasionalisme, martabat bangsa, dll.
akan terabaikan. Misalnya, atas nama perbaikan ekonomi, investor
asing bebas masuk, aset-aset negara dijual kepada pihak asing, atau
atas nama meningkatkan devisa negara pengiriman TKW
ditingkatkan. Atas alasan untuk menyejahterakan masyarakat,
kegiatan ekonomi banyak menimbulkan kerusakan lingkungan
IV. Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering
dilihat dalam jangka pendek, tidak melihat akibat jangka panjang.
Padahal, persoalan lingkungan, misalnya, terkait erat dengan
keseimbangan alam dan kemanfaatan pada masa depan
V. Karena etika utilitarianisme terbuka pada segala nilai dan norma,
dan lebih berorientasi pada hasil akhir jangka pendek, maka akan
mengalami kontroversi/kontradiksi diantara sejumlah nilai atau
norma yang berkembang dalam masyarakt, seperti soal
perjudian/prostitusi
VI. Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang
lebih diutamakan antara kemanfaatan yang besar yang dirasakan
oleh sedikit masyarakat dengan kemanfaatan yang kecil yang
dirasakan banyak orang

Adapun solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kelemahan ini, yaitu dengan
membagi 2 etika utilitarianisme, yaitu utilitarianisme aturan dan tindakan dan
atas dasar ini maka solusinya adalah :
I. Setiap kebijakan dan tindakan harus dicek dengan nilai/norma yang
disepakati bersama. Bila bertentangan, maka kebijakan dan
tindakan tersebut harus ditolak, meskipun memiliki kemanfaatan
yang besar
II. Kemanfaatan tidak hanya dilihat secara material, tetapi juga secara
nonmaterial, seperti mental, kebiasaan, ajaran moral tertentu,
kebaikan lingkungan
III. terhadap masyarakat yang dirugikan perlu pendekatan personal dan
kompensasi yang memadai untuk memperkecil kerugian material
dan non-materia

3. Deontologis

Tokoh yang mengemukakakn tentang Etika deontology ialah Immanuel Kant ,


ia menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut
karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan
menilai suatu tindakan, Etika ini memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi
tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah
ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Kewajiban
moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam
dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya
secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau
buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan
harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat

Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik,


kerja keras dan otonomi bebas. Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan
karena didasari oleh kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu
baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras/sungguh-sungguh untuk
melakukannya didasarkan atas otonomi manusia
Daftar Pustaka
Ludy, Septian. 2014. “PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”.
http://septianludy.blogspot.com/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika-part-2.html [Diakses
pada 3 Mei 2021]

Rizqi, M. Najib Wafirur. 2020. “Pancasila sebagai etika”. http://m-najib-wafirur-rizqi-


fst18.web.unair.ac.id/artikel_detail-323379-Pancasila-Pancasila%20sebagai%20etika.html
[Diakses pada 4 Mei 2021]

Nisaeliya, Rafika. 2019. “Pancasila sebagai Sistem Etika”.


https://www.kompasiana.com/fika2801/5dec7d4b097f3646594d3de2/pancasila-sebagai-
sistem-etika?page=1 [Diakses pada 4 Mei 2021]

Anda mungkin juga menyukai