Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan
Katalog Elektronik (ECatalogue).
Manajemen logistik farmalkes diawali dengan proses pemilihan dan seleksi obat, vaksin
dan alat kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi e-katalog dan e-procurement,
dimana pembiayaan untuk obat dan vaksin melalui program JKN mengacu pada daftar
Formularium Nasional (Fornas) yang meliputi obat esensial (exhaustive list dari Daftar
Obat Esensial Nasional/DOEN2) dan non-esensial sebag
Dalam e-purchasing melalui e-katalog, sebuah faskes dapat membuat pemesanan
online — dan, pesanan online yang disetujui oleh perusahaan-perusahaan farmasi
disebut “e-order.” Untuk mewujudkan komitmennya dengan faskes, sebuah perusahaan
farmasi membuat pengiriman produk-produknya dalam jumlah yang disepakati, pada
tanggal yang disepakati, dengan harga sebagaimana tercantum dalam e-katalog, melalui
distributor yang ditunjuknya ai suatu kendali mutu.
.1.7.1. One gate policy
Pemerintah menetapkan suatu kebijakan satu pintu (one gate policy) untuk tahap
distribusi serta pengadaaan dan anggaran obat dan vaksin melalui pembentukan unit
pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan atau Instalasi Farmasi.
.1.7.2. lead time
Periode pengiriman obat secara e-purchasing seringkali lebih lama dari waktu yang
ditetapkan (2 minggu - 90 hari kerja sesuai kontrak) dan bervariasi
3.1.7.3. Biaya distribusi
Pada dasarnya biaya distribusi obat dan vaksin sampai dengan puskesmas sudah
dialokasikan oleh Kemenkes, kepada dinkes kabupaten/kota, dimana harga yang
tertera dalam e-katalog sudah termasuk biaya distribusi sampai dengan kabupaten/
kota dan kemudian masing-masing Dinkes kabupaten/kota menerima alokasi dana
dari pemerintah pusat melalui DAK non-fisik untuk melakukan distribusi obat sampai
ke puskesmas. Alokasi biaya distribusi sampai ke puskesmas, walaupun memasukkkan
kondisi geografis dan frekuensi pengiriman, seringkali tidak mencapai nilai riil di
lapangan, terutama untuk daerah yang sulit dan terpencil, ataupun tidak memasukkkan
semua komponen misalnya seperti biaya bongkar muat (Yuniar, 2017). Idealnya, dinkes
kabupaten/kota dapat mengatur dana lain yang dimiliki untuk distribusi obat. Dana lain
tersebut bisa berasal dari dana kapitasi maupun dana APBD jika pemerintahan daerah
setempat mempunyai alokasi fiskal yang cukup. Namun pada kenyataannya, sosialisasi
penggunaan dana kapitasi belum meluas juga adanya juknis mengenai dana DAK nonfisik dari
pemerintah pusat yang tidak memperolehkan realokasi anggaran yang sudah
ditetap
Melakukan
pemesanan Pesanan