Anda di halaman 1dari 3

Dalam pelaksanaannya, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki upaya

dan prestasi yang telah dicapai antara lain:


Pengembangan aplikasi teknologi berbasis internet seperti Website e-Fornas, Sistem Informasi
Persuratan secara Elektronik yang disebut dengan Sistem Informasi Persuratan dan Agenda
Pimpinan Internal (SIPAPI), e-Post Border Alkes dan PKRT, eBBKOS, DUPAK online,
SIMEDANBAJA dan lainnya.
Tata kelola obat diarahkan pada akselerasi, akuntabilitas dan transparansi rantai suplai obat. Hal
ini dilakukan melalui penerapan e-catalog, e-monev obat, dan e-logistic. Belum optimalnya
pemanfaatan sistem informasi terkait manajemen logistik, misal e-logistic, pemantauan
epurchasing, sampai dengan pengendalian harga obat. Prioritasnya adalah untuk meningkatkan
manajemen logistic obat dan alkes, terutama di sektor publik. Dalam konteks aksesibilitas
farmalkes dan pengendalian stok nasional, perlu dikembangkan semacam system peringatan dini
(early warning system) dengan menerapkan kebijakan stock replenishment dengan menetapkan
acuan kebijakan tingkat sediaan dan sediaan minimal. Kebijakan stock replenishment di lakukan
melalui identifikasi item barang yang akan di pesan, baik karena penggunaan normal atau
permintaan khusus. Dua hal dapat digunakan sebagai cara untuk membantu proses menetapkan
item yang perlu dipesanulang:
a. Inventory Level: Sistem untuk memastikan bahwa item sediaan sudah di alokasikan
dengan tingkat minimum dan maksimum, misalnya dengan menerapkan prinsip pareto
atau system ABC. Sistem Min-Max ini dapat digunakan sebagai indikasi sisyem
peringatan dini untuk memesan ulang sediaan.
b. Minimum Stock: Tingkat sediaan minimum tergantung kepada penggunaan rata-rata
sediaan dan waktu (lead time) untuk yang diperlukan untuk memesan item sediaan
Aplikasi Teknologi informasi yang saat ini sudah dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan
program kefarmasian dan alat kesehatan adalah:
1. Sistem Digital Signature Alat Kesehatan dan PKRT yang mendukung percepatan perizinan
dan tataniaga ekspor impor di bidang alat kesehatan dan PKRT (e-Sign).
2. e-Post Border Alat Kesehatan dan PKRT dalam mendukung Pengawasan Tata Niaga Impor
Alat Kesehatan dan PKRT (ePOSTERBORDER ALKESPKRT).
3. E-regalkes untuk registrasi izin edar alat kesehatan dan PKRT.
4. E-seralkes untuk sertifikasi sarana produksi dan distribusi alkes dan PKRT.
5. E-report untuk pelaporan produksi dan distribusi alkes dan PKRT.
6. E-watch untuk pelaporan kejadian tidak diinginkan (KTD) akibat penggunaan alat kesehatan.
7. E-infoalkes untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang produk dan sarana
produksi/distribusi alat kesehatan dan PKRT yang berizin.
8. E-suka untuk layanan surat keterangan yang meliputi surat keterangan non alat
kesehatan/PKRT, surat keterangan Special Access Scheme (SAS) Alat Kesehatan, Surat
Keterangan Persetujuan Iklan, Surat Keterangan Persetujuan Label Halal, Surat Rekomendasi
BKPM, Certificate of Free Sale, Certificate for Exportation, Surat Keterangan Bahan Baku
Alkes/PKRT, Surat Persetujuan Uji Klinik Alat Kesehatan.
9. E-Inspeksi untuk mengevaluasi sarana produksi dan distribusi yang diinspeksi untuk
pertimbangan manajemen resiko dalam pelayanan e-post border.
10. Siprokal, aplikasi untuk pendataan profil industri alat kesehatan
11. E-payment untuk layanan integrasi sistem pembayaran PNBP.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pengadaan Obat berdasarkan
Katalog Elektronik (ECatalogue).

Manajemen logistik farmalkes diawali dengan proses pemilihan dan seleksi obat, vaksin
dan alat kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi e-katalog dan e-procurement,
dimana pembiayaan untuk obat dan vaksin melalui program JKN mengacu pada daftar
Formularium Nasional (Fornas) yang meliputi obat esensial (exhaustive list dari Daftar
Obat Esensial Nasional/DOEN2) dan non-esensial sebag
Dalam e-purchasing melalui e-katalog, sebuah faskes dapat membuat pemesanan
online — dan, pesanan online yang disetujui oleh perusahaan-perusahaan farmasi
disebut “e-order.” Untuk mewujudkan komitmennya dengan faskes, sebuah perusahaan
farmasi membuat pengiriman produk-produknya dalam jumlah yang disepakati, pada
tanggal yang disepakati, dengan harga sebagaimana tercantum dalam e-katalog, melalui
distributor yang ditunjuknya ai suatu kendali mutu.
.1.7.1. One gate policy
Pemerintah menetapkan suatu kebijakan satu pintu (one gate policy) untuk tahap
distribusi serta pengadaaan dan anggaran obat dan vaksin melalui pembentukan unit
pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan atau Instalasi Farmasi.
.1.7.2. lead time
Periode pengiriman obat secara e-purchasing seringkali lebih lama dari waktu yang
ditetapkan (2 minggu - 90 hari kerja sesuai kontrak) dan bervariasi
3.1.7.3. Biaya distribusi
Pada dasarnya biaya distribusi obat dan vaksin sampai dengan puskesmas sudah
dialokasikan oleh Kemenkes, kepada dinkes kabupaten/kota, dimana harga yang
tertera dalam e-katalog sudah termasuk biaya distribusi sampai dengan kabupaten/
kota dan kemudian masing-masing Dinkes kabupaten/kota menerima alokasi dana
dari pemerintah pusat melalui DAK non-fisik untuk melakukan distribusi obat sampai
ke puskesmas. Alokasi biaya distribusi sampai ke puskesmas, walaupun memasukkkan
kondisi geografis dan frekuensi pengiriman, seringkali tidak mencapai nilai riil di
lapangan, terutama untuk daerah yang sulit dan terpencil, ataupun tidak memasukkkan
semua komponen misalnya seperti biaya bongkar muat (Yuniar, 2017). Idealnya, dinkes
kabupaten/kota dapat mengatur dana lain yang dimiliki untuk distribusi obat. Dana lain
tersebut bisa berasal dari dana kapitasi maupun dana APBD jika pemerintahan daerah
setempat mempunyai alokasi fiskal yang cukup. Namun pada kenyataannya, sosialisasi
penggunaan dana kapitasi belum meluas juga adanya juknis mengenai dana DAK nonfisik dari
pemerintah pusat yang tidak memperolehkan realokasi anggaran yang sudah
ditetap

Melakukan
pemesanan Pesanan

Faskes e-katalog Disetujui Distribusi Faskes


industri farmasi tujuan

Anda mungkin juga menyukai