Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER

ANESTESI, TEKNIK INJEKSI DAN INFUS INTRAVENA

R.M. Natanael Baptista Haryosakti


17/412446/KH/09342

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
I. Judul
Anestesi, Teknik Injeksi dan Infus Intravena

II. Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui teknik anestesi
2. Mahasiswa mengetahui teknik injeksi
3. Mahasiswa mengetahui teknik pemasangan infus intravena

III. Tinjauan Pustaka


A. Anestesi
Tujuan dari anestesi adalah menciptakan prosedur medis
yang aman, efektif dan ekonomis dan meminimalisir stres, sakit, rasa
tidak nyaman, dan efek samping. Anestesi yang aman meliputi
penilaian terhadap status hewan, memilih lokasi administrasi, dan
memilih obat anestesi yang tepat untuk berbagai prosedur (Muir dan
Hubbell, 2013). Dalam menangani kesehatan hewan, dokter hewan
memerlukan transqualizer dan anestetik yang erat kaitannya dengan
pembedahan. Sebelum melakukan pembedahan perlu diberikan
anestesi sesuai dengan kebutuhan apakah anestesi umum atau lokal
(Dharmayudha et al., 2012).
Obat yang digunakan dalam anestesi memiliki tujuan
memblokir impuls rasa sakit. Obat dalam anestesi dibagi menjadi
dua yaitu lokal dan umum. Anestesi lokal diberikan pada permukaan
kulit, injeksi pada jaringan dan disekitar nervus regional. Sedangkan
anestesi umum dilakukan injeksi atau inhalasi untuk mempengaruhi
ketidaksadaran hewan (Eldredge et al., 2007). Anestesi umum pada
anjing dapat diberikan secara parenteral atau inhalasi. Salah satunya
adalah kombinasi Xylazin dan Ketamin Hidroklorida. Kombinasi
kedua obat ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu ekonomis,
mudah dalam pemberiannya, induksinya yang cepat, mempunyai
pengaruh relaksasi yang baik serta jarang menimbulkan komplikasi
klinis. Agen anestesi lain yang dapat digunakan selain kombinasi
Xylazine dan Ketamin Hidroklorida adalah kombinasi Tiletamin
Hidroklorida dengan Zolazepam, kedua zat ini dikombinasikan
dengan perbandingan yang sama (Dharmayudha et al., 2012).
Dalam pelaksanaan tindakan anestesi harus dilakukan
pemantauan terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi
terhadap pemberian obat anestesi, khususnya terhadap fungsi
pernafasan dan jantung. Tujuan utama pemantauan anestesi adalah
untuk diagnosa bila adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan
terjadinya kegawatan dan evaluasi hasil suatu tindakan termasuk
efektivitas serta adanya efek tambahan (Pemayun et al., 2018).
Anestesi akan dihentikan dari peredaran darah oleh paru-
paru, hati, dan ginjal. Ketidakseimbangan ketiga organ akan
menimbulkan komplikasi. Apabila hewan memiliki riwayat penyakit
pada paru-paru, hati, dan ginjal maka akan meningkatkan resiko
kegagalan. Kondisi lain yang meningkatkan resiko kegagalan
anestesi adalah muntah ketika akan tidur maupun akan terbangun.
Muntah akan masuk kedalam trakea dan dapat terjadi asfiksiasi,
sehingga sebelum dilakukan penanganan, hewan dipuasakan selama
kurang lebih 12 jam (Eldredge et al., 2007).

B. Injeksi
Injeksi untuk administrasi obat dilakukan diberbagai tempat
lokasi diantaranya peroral, intramuscular, subcutan, intraperitoneal,
intravena, sampai intraosseous. Administrasi peroral biasa dilakukan
pada hewan kecil dan dapat dilakukan oleh owner di rumah.
Biasanya digunakan obat berbentuk cair untuk mempermudah
administrasi peroral. Metode administrasi peroral dapat dipermudah
dengan menggunakan feeding tube atau crop tube (Aspinall, 2006).
Injeksi intravena adalah memasukkan obat kedalam vena
menggunakan needle. Injeksi intravena dilakukan ketika cairan obat
tidak dapat masuk melalui peroral, atau terjadi iritasi apabila
dilakukan topikal. Injeksi intramuskular adalah teknik memasukkan
obat kedalam jaringan otot. Injeksi intramuskular membuat obat
cepat disalurkan ke pembuluh darah (Jin et al., 2015).
Injeksi intraperitoneal sering digunakan ketika akan
dilakukan injeksi dengan jumlah besar karena injeksi intraperitoneal
merupakan metode yang aman, cepat, dan dapat diserap cepat.
Injeksi intraperitoneal umum digunakan dalam penelitian obat.
Secara umum, ketika tikus diinjeksikan intraperitoneal terindikasi
meningkatkan konsentrasi kortikosteron dan respon glukokortikoid
dalam plasma (Baek et al., 2015).

C. Infus

Hewan masih dapat hidup dalam beberapa minggu tanpa


makan tetapi akan mati hanya dalam beberapa hari atau beberapa
jam jika tidak ada air. Air berfungsi sebagai pelarut zat-zat makanan
dalam tubuh. Air dan elektrolit tidak dapat dipisahkan dari
komponen diet, karena keseimbangan air sangat diperlukan dalam
metabolisme dan melarutkan hasil metabolisme untuk dapat
dimanfaatkan oleh sel tubuh. Terapi cairan merupakan Tindakan
pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi kritis atau
memerlukan perawatan intensif (Suartha, 2010).
Volume dalam terapi cairan dilakukan dengan cara
mengukur berat badan kemudian dikalikan dengan persentase
dehidrasi dan dikalikan dengan 10 sehingga didapatkan volume
cairan yang digunakan. Sebelum memasang kateter intravena, perlu
disiapkan alat dan bahan seperti T-connector, fluid pump, syringe
pump, dan lain lain (Orpet dan Welsh, 2011).
Pemilihan area administrasi dalam terapi cairan didasarkan
pada kondisi pasien dan tujuan dilakukannya terapi cairan. Untuk
pasien dengan kondisi dehidrasi, kateter intravena adalah pilihan
yang terbaik. Kateter intravena merupakan metode rehidrasi yang
cepat dan akurat (Tello dan Freytes, 2017).
Tata cara pemasangan kateter intravena dimulai dengan
mencukur bulu disekitar area yang akan dipasang kateter kemudian
disterilkan menggunakan povidone iodine. Lakukan restrain yang
tepat pada pasien yang akan dilakukan kateterisasi. Injeksi akan
lebih baik apabila dilakukan di bagian distal kaki dan diarahkan ke
vena. Indikator bahwa needle sudah masuk adalah ada darah yang
keluar, selanjutnya segera flush needle dengan NaCl dan fiksasi
kateter agar tidak mudah bergerak dan terlepas (Breton, 2015; Lee
dan Cohn, 2016).

IV. Hasil dan Pembahasan


1. Volume infus yang harus diberikan
Volume infus = BB x Dehidrasi (%) x 10
= 12kg x 5% x 10
= 600 ml
2. Kecepatan tetes infus yang diberikan
Kecepatan infus 8 bulan = 20 gtt/ml
Kecepatan infus = Volume (/24 jam) x Kecepatan infus
= 600 ml x 20 gtt/ml
= 26.400 gtt /24 jam
= 1.100 gtt/ jam
3. Volume atropin
Dosis x BB
Volume = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
0,4 x 12
= = 19,2 𝑚𝑙
0,25

Jadi volume atropine 19,2 ml


Volume xylazine
Dosis x BB
Volume = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
2 x 12
= = 1,2 𝑚𝑙
20

Jadi volume atropine 1,2 ml


Volume ketamin
Dosis x BB
Volume = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
15 x 12
= = 𝑚𝑙
100

Jadi volume atropine 1,8 ml


4. Volume ampisilin
Dosis x BB
Volume = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
7 x 12
= = 0,84 𝑚𝑙
100

Jadi volume atropine 0,84 ml

V. Kesimpulan
1. Anestesi adalah teknik untuk memblokir sistem syaraf untuk
menciptakan penanganan yang aman, meminimalisir stress, dan
mengurangi rasa sakit
2. Injeksi ada dibagi menjadi beberapa lokasi diantaranya intravena,
intramuskular, peroral, intraperitoneal, intraosseous, dan subcutan
3. Infus atau kateter intravena biasanya digunakan untuk terapi cairan
dalam penanganan
VI. Daftar Pustaka
Aspinall V. 2006. The Complete Textbook of Veterinary Nursing.
London: Elsevier
Baek J.M., Kwak S.C., Kim J.Y., Ahn S.J., dkk. 2015. Evaluation of a
Novel Technique for Intraperitoneal Injections in Mice. Lab
Animal 44(11): 1-5
Breton A. 2015. Step By Step Peripheral Catheter Placement.
Veterinary Team Brief.
Dharmayudha A.A.G.O., Gorda I.W., dan Wardhita A.A.G.J. 2010.
Perbandingan Efek Pemberian Anestesi Xylazin-Ketamin
Hidroklorida dengan Anestesi Tiletamin-Zolazepam Terhadap
Capillary Refill Time dan Warna Selaput Lendir pada Anjing.
Buletin Veteriner Udayana 2(1):21-27
Eldredge D.M., Carlson L.D., Carlson D.G., dan Giffin J.M. 2007.
Dog Owner’s Home Veterinary Handbook. New Jersey: Wiley
Publishing
Jin J., Zhu L., Chen M., Xu H., dkk. 2015. The Optimal Choice of
Medication Administration Route Regarding Intravenous,
Intramuscular, and Subcutaneous Injection. Patient Preference
and Adherence 9: 923-942
Lee J.A. dan Cohn L.A. 2017. Fluid Therapy for Pediatric Patients. Vet
Clin Small Anim 47: 373-382
Muir W.W. dan Hubbell J.A.E. 2013. Handbook of Veterinary
Anesthesia. Missouri: Elsevier
Orpet H. dan Welsh P. 2011. Handbook of Veterinary Nursing. UK:
Wiley-Blackwell
Pemayun I.G.A.G.P., Sindhu I.G.A.W., dan Wardhita A.A.G.J. 2018.
Indonesia Medicus Veterinus 7(6):652-663
Suartha I.N. 2010. Terapi Cairan pada Anjing dan Kucing. Buletin
Veteriner Udayana 2(2):69-83
Tello L. dan Freytes R.P. 2017. Fluid and Electrolyte Therapy During
Vomiting and Diarrhea. Vet Clin Small Anim 47: 505-519

Anda mungkin juga menyukai